Draft Skripsi 8

download Draft Skripsi 8

of 37

Transcript of Draft Skripsi 8

24

25

PENGARUH Trichoderma sp. DAN MOLASE PADA PENGOMPOSAN SAMPAH DAUN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI TERHADAP LAJU PENGOMPOSAN DAN LAJU PERESAPAN AIRDEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHANFAKULTAS PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2014DYAN ROSE MARIA

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Trichoderma sp. dan Molase pada Pengomposan Sampah Daun dalam Lubang Resapan Biopori terhadap Laju Pengomposan dan Laju Peresapan Air adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.Bogor, Februari 2014

Dyan Rose Maria NIM A14090048ii

ABSTRAKDYAN ROSE MARIA. Pengaruh Trichoderma sp. dan Molase pada Pengomposan Sampah Daun dalam Lubang Resapan Biopori terhadap Laju Pengomposan dan Laju Peresapan Air. Dibimbing oleh KAMIR R BRATA dan LILIK TRI INDRIYATI.

Trichoderma sp. merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi, sedangkan molase merupakan limbah hasil pengolahan tebu menjadi gula yang dapat dimanfaatkan untuk sumber energi bagi mikroorganisme dalam proses dekomposisi. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penambahan Trichoderma sp. dan molase terhadap laju dekomposisi sampah daun dalam lubang resapan biopori dan laju presapan air. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga kelompok sebagai ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah: (i) kontrol (tanpa sampah daun, P0), (ii) sampah daun (P1), (iii) sampah daun + molase. (P2), (iv) sampah daun + Trichoderma sp (P3), dan (v) sampah daun + kombinasi Trichoderma sp. dan molase (P4). Selama proses dekomposisi berlangsung terjadi penurunan kandungan karbon dari sampah daun. Kandungan karbon terendah terjadi pada perlakuan P4 (18% C). Sedangkan untuk nitrogen total yang dihasilkan cenderung bervariasi. Kandungan nitrogen total yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P3 (0.72% N). Nisbah karbon nitrogen terendah dihasilkan dari perlakuan P3 (26.41). Selama proses dekomposisi fosfor dan kalium dari kompos mengalami penurunan. Semua perlakuan dengan penambahan bahan organik mengakibatkan peningkatan laju peresapan air dalam lubang resapan biopori.

Kata kunci: dekomposisi, kompos, molase, Trichoderma sp., uji peresapan air

ABSTRACT

DYAN ROSE MARIA. Effect of Trichoderma sp. and molasses in leaf litter decomposition in biopore hole to decomposition rate and water infiltration rate. Supervised by KAMIR R BRATA and LILIK TRI INDRIYATI.

Trichoderma sp. is typical microorganism that could increase the decomposition rate of organic materials, whereas by-product of sugar processing molasse can be used as energy source for support their growth. The aim of this research was to study the effect of Trichoderma sp. and molasses addition on rate of litters decomposition within biopore infiltration hole and water infiltration rate. This research used rendomized block design with three replications. The treatments applied, are (i) control (without leaf litter, P0), (ii) leaf litter (P1), (iii) leaf litter + molasses (P2), (iv) leaf litter + Trichoderma sp. (P3), and (v) leaf litter + combined Trichoderma sp. and molasses (P4). During the decomposition process, carbon (C) concentration in leaf litters was tended to decreas. The lowest carbon concentration contained in compost was found in treatment P4 (18% C), whereas total nitrogen was varied among the treatments. The highest total nitrogen concentration (0.72% N) was observed in treatment of leaf litter + Trichoderma sp.. The lowest C/N value was resulted by the addition of combined Trichoderma sp., (26.41). Phospore (P) and Potassium (K) in compost was decrease during the decomposition process. All treatments with organic materials addition resulted in the increase of infiltration rate of biopore infiltration hole.

Keywords : compost, decomposition, molasses, Trichoderma sp., water infiltration rate

DYAN ROSE MARIASkripsiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana PertanianpadaDepartemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PENGARUH Trichoderma sp. DAN MOLASE PADA PENGOMPOSAN SAMPAH DAUN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI TERHADAP LAJU PENGOMPOSAN DAN LAJU PERESAPAN AIRDEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHANFAKULTAS PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2014

Judul Skripsi: Pengaruh Trichoderma sp. dan Molase pada Pengomposan Sampah Daun dalam Lubang Resapan Biopori terhadap Laju Pengomposan dan Laju Peresapan AirNama:Dyan Rose MariaNIM:A14090048

Disetujui oleh

Ir Kamir R Brata, MScPembimbing IDr Ir Lilik Tri Indriyati, MScPembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MScKetua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah dekomposisi bahan organik, dengan judul Pengaruh Trichoderma sp. dan Molase pada Pengomposan Sampah Daun dalam Lubang Resapan Biopori terhadap Laju Pengomposan dan Laju Peresapan Air.Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Kamir R Brata dan Ibu Lilik Tri Indriyati selaku dosen pembimbing selama penelitian ini dilaksanakan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah membantu selama analisis dan pengumpulan data. Terima kasih juga kepada teman-teman SOIL 46 yang telah membantu dan mendukung selama penelitian dilaksanakan. Terima kasih kepada teman-teman YoNM dan The Breakers Youth untuk semangat dan doanya. Juga untuk teman-teman seperjuangan di Jaika (Selvi, Ragil, Fita, Eci, Ena). Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua tersayang AGUS SUDJATMIKO dan MURTININGSIH, serta seluruh keluarga, atas segala dukungan doa dan kasih sayangnya.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Dyan Rose Maria

DAFTAR ISIDAFTAR TABELviDAFTAR GAMBARviDAFTAR LAMPIRANviPENDAHULUAN1Latar Belakang1Tujuan Penelitian2Manfaat Penelitian2Hipotesis2TINJAUAN PUSTAKA2Trichoderma sp.2Molase3Lubang Resapan Biopori3METODE4Lokasi dan Waktu Penelitian4Bahan dan Alat4Persiapan dan Dosis Molase dan Trichoderma sp.5Pembuatan Lubang Resapan Biopori5Pengambilan Contoh Bahan Kompos6Analisis Sifat Kima Contoh Bahan Kompos dan Sifat Fisik Tanah6Rancangan Penelitian6Analisis Statistik7HASIL DAN PEMBAHASAN7Kondisi Awal Serasah Daun7Karbon Organik Kompos7Kandungan Nitrogen Total Kompos9Nisbah Karbon/Nitrogen (C/N) Bahan Kompos11Kandungan Fosfor dan Kalium dalam Kompos Sampah Daun12Laju Peresapan Air13SIMPULAN DAN SARAN15Simpulan15Saran16DAFTAR PUSTAKA16LAMPIRAN18RIWAYAT HIDUP25

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis komposisi molase di Indonesia32 Sifat kimia molase53 Kandungan C-organik, N-total, dan kadar air awal sampah daun74 Kandungan C-organik selama proses dekomposisi85 Kandungan N-total selama proses dekomposisi106 Nisbah karbon nitrogen selama proses dekomposisi117 Kandungan P-total dan K-total kompos pada awal dan akhir proses dekomposisi128 Hasil uji laju peresapan air di dalam lubang resapan biopori14

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi pembuatan lubang resapan biopori52 Tata letak perlakuan teracak dalam setiap kelompok63Perubahan kandungan C-organik sampah daun selama proses dekomposisi94Perubahan kandungan N-organik sampah daun selama proses dekomposisi11 5 Laju peresapan air dalam lubang resapan biopori15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis sidik ragam C-organik (%)182 Analisis sidik ragam N-total (%)193 Analisis sidik ragam C/N ratio214 Analaisis sidik ragam P-total (%)225 Analisis sidik ragam K-total (%)236 Analisis sidik ragam uji peresapan air (liter/jam)237 Gambar hasil dekomposisi serasah daun24

ii

PENDAHULUANLatar BelakangSampah daun banyak dihasilkan di lahan-lahan pertanian baik milik pribadi maupun instansi, tetapi kebanyakan petani lebih memilih membakar sampah daun tersebut untuk mempercepat dalam membersihkan sampah daun yang gugur daripada memanfaatkan untuk dikomposkan seperti yang terjadi pada petani jati di Kabupaten Karanganyar (Anonim 2013). Pemanfaatan sampah yang belum maksimal mengakibatkan banyak masalah yang ditimbulkan, di antaranya adalah masalah banjir dan pencemaran lingkungan. Lubang resapan biopori (LRB) telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat untuk menangani masalah sampah organik dan untuk meresapkan air, contohnya di salah satu sekolah di Surabaya yang membuat lubang resapan biopori untuk meresapkan air hujan (Anonim 2013), serta di Jakarta yang memanfaatkan lubang resapan biopori untuk menanggulangi masalah banjir (Kartiadi 2009). Tidak semua sampah organik dapat didekomposisikan dengan mudah dan dalam waktu yang cepat. Beberapa sampah organik tergolong ke dalam sampah organik yang sulit didekomposisikan seperti serasah daun. Menurut Sulistyanto (2005), serasah daun yang memiliki nisbah C/N yang tinggi akan sulit untuk didekomposisikan dalam waktu yang cepat.Sampah organik yang dimasukkan kedalam LRB akan dimanfaatkan oleh fauna tanah sebagai sumber bahan makanan. Populasi dan aktivitas fauna tanah yang meningkat di dalam lubang resapan biopori akan memperkecil ukuran sampah organik. Sampah organik yang telah dihancurkan oleh fauna tanah kemudian didekomposisikan oleh mikroorganisme tanah. Penambahan Trichoderma sp. dan molase diharapkan dapat membantu mempercepat proses dekomposisi sampah organik. Molase merupakan limbah hasil pengolahan tebu menjadi gula yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan sumber makanan bagi mikroorganisme, sedangkan Trichoderma sp. merupakan fungi yang berperan dalam mendegradasi komponen lignoselulolitik sehingga mudah didekomposisikan. Komponen lignoselulolitik merupakan komponen organik yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Widaryanto 2013). Alhamd et al. (2004) menjelaskan bahwa bakteri, fungi, dan organisme tanah memiliki peranan penting dalam proses dekomposisi serasah. Gaur (1981) menjelaskan bahwa perubahan sampah organik menjadi kompos sangat didominasi oleh aktivitas organisme tanah dan mempengaruhi kandungan karbon dan nitrogen dalam sampah yang dikomposkan.Mobilitas organisme tanah dalam lubang resapan biopori akan membentuk biopori tanah. Biopori memiliki bentuk seperti terowongan kecil di dalam tanah dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dalam tanah. Apabila biopori yang dibuat organisme tanah semakin banyak, maka kemampuan tanah dalam meresapkan air juga akan semakin meningkat.Pada penelitian ini akan diulas mengenai pengaruh Trichoderma sp. dan molase terhadap laju pengomposan sampah daun dalam lubang resapan biopori dan laju peresapan airnya.

Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Trichoderma sp. dan molase terhadap laju dekomposisi sampah daun dalam lubang resapan biopori serta laju peresapan air.

Manfaat PenelitianManfaat yang didapat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui peranan Trichoderma sp. dan molase dalam mempengaruhi proses pengomposan sampah daun dalam lubang resapan biopori dan laju peresapan air.

Hipotesis1. Penambahan Trichoderma sp., molase, atau campuran keduanya meningkatkan laju dekomposisi sampah daun di dalam lubang resapan biopori.2. Laju peresapan air dalam lubang resapan biopori meningkat dengan penambahanTrichoderma sp., molase, atau campuran keduanya.

TINJAUAN PUSTAKATrichoderma sp.Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal sebagai biofungisida adalah jamur Trichoderma dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA). Mikroorganisme ini merupakan jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman kedelai. Trichoderma sp. sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Peran Trichoderma adalah mengeluarkan enzim selulosa yang mampu merombak dinding sel patogen, sehingga patogen mati dan tanaman akan rentan terhadap penyakit. Selanjutnya, ketersediaan hara terutama nitrogen dan fosfor yang rendah akan mendorong pertumbuhan mikoriza. Peran mikoriza untuk meningkatkan ketersediaan P untuk tanaman sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Infeksi mikoriza pada tanaman dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain suhu, pH, kelembaban, cahaya, dan ketersediaan unsur hara. Suhu yang tinggi akan meningkatkan aktivitas mikoriza dan Trichoderma sp. karena berpengaruh pada pertumbuhan tanaman inang (Charisma et al. 2012). Trichoderma sp. banyak dijumpai hampir pada semua jenis tanah dan merupakan salah satu jenis jamur yang dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati pengendali patogen tanah (Uruilal et al. 2012). Trichoderma koningii Oud. dapat menghambat pertumbuhan patogen Sclerotium rolfsii, Fusarium oxysporium, dan Rhizoctonia solani secara in-vitro masing-masing sebesar 58.8%, 59.6%, dan 68.3%. Widyastuti et al., (2000) dalam Uruial et al. (2012) menambahkan bahwa T. harzianum mampu menghambat jamur R. lignosus, S. rolfsii, dan jamur akar putih (Ganoderma philipii) pada Acacia spp.. Trichoderma adalah jamur saprofit atau parasit yang dikenal sebagai penyerang akar dan berkembang dengan cepat di lingkungan akar. Jamur ini juga dikenal sebagai askomisetes selulolitik yang dapat mendegradasi selulosa yang dijumpai pada hampir semua tanah pertanian dan di lingkungan lainnya seperti kayu yang melapuk (Handayanto dan Hairiah 2007).

MolaseMolase (tetes tebu) adalah sisa dari proses pembuatan gula yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulang kali sehingga tidak mungkin lagi menghasilkan gula dengan kristalisasi konvensional. Molase yang dihasilkan sekitar 4.5% dari proses pembuatan gula, dapat digunakan sebagai pupuk, pakan ternak. Selain itu, molase juga dapat digunakan sebagai bahan baku fermentasi yang dapat menghasilkan etanol, asam asetat, asam sitrat, monosodium glutamat (MSG), asam laktat, dan lain-lain (Trisno 2012).Molase berupa cairan kental, berbau, berasa pahit, dan berwarna hitam kecoklatan dengan komposisi yang ditunjukkan pada Tabel 1 (Rahmasari 2001). Menurut Paturau (1982) molase sebagai hasil sampingan pabrik gula memiliki kandungan gula sekitar 40-45%. Tabel 1 Komposisi molaseKomponenPersentase (%)

Total gula55.37

Sukrosa30.62

Protein 3.89

Air20.33

Abu13.09

Sumber : Rahmasari (2001)

Molase dapat digunakan sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah sehingga diharapkan dapat membantu mempercepat proses pengomposan sampah daun. Meskipun molase yang digunakan memiliki nisbah C/N yang tinggi, molase tergolong dalam bahan yang mudah untuk didekomposisikan. Menurut Brady (1990) gula merupakan senyawa organik yang sangat mudah didekomposisi dibandingkan dengan selulosa dan lignin.

Lubang Resapan BioporiMenurut Brata dan Nelistya (2009) biopori adalah ruang atau pori di dalam tanah yang dibentuk oleh biota tanah, seperti mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang (terowongan kecil) di dalam tanah dan bercabang-cabang dan sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dalam tanah. Liang pori terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman, serta aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap, dan semut di dalam tanah. Sampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang resapan dapat dijadikan sebagai kompos, sekaligus meningkatkan kesuburan tanah. Jumlah sampah organik yang cukup dan kondisi lubang yang kondusif untuk fauna tanah akan mendorong fauna tanah terus beraktivitas di dalam lubang. Fauna tanah akan memperkecil ukuran sampah organik dan mencampurkan dengan mikroorganisme tanah sehingga proses pengomposan berjalan lebih cepat (Brata dan Nelistya 2009). Lubang resapan biopori (LRB) dibuat dengan menggali lubang secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter lubang 10 cm dan kedalaman 100 cm atau tidak melebihi kedalaman permukaan air tanah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan resapan melalui dinding lubang resapan. Air yang masuk ke dalam lubang resapan akan di resapkan ke dalam tanah melalui pori-pori tanah pada dinding lubang. Lubang resapan biopori harus diisi oleh sampah organik sampai penuh dan terus-menerus untuk menjaga agar lubang tidak terkena sinar matahari langsung dan tidak tersumbat oleh lumut yang dapat mengganggu peresapan air serta menghindari adanya sedimen halus yang dapat menyumbat pori. Aktivitas fauna tanah dalam lubang resapan biopori akan memperlancar peresapan air ke dalam tanah (Brata dan Nelistya 2009).

METODELokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB di atas lahan yang relatif datar. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai Juli 2013. Analisis kimia bahan kompos dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.

Bahan dan AlatBahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah molase (tetes tebu) yang diperoleh dari pabrik gula PT Rajawali II Unit Sindanglaut, dan Trichoderma sp. yang diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB, sampah daun yang diperoleh dari kebun percobaan Cikabayan, serta bahan untuk analisis di laboratorium di antaranya bahan kompos, H2SO4 pekat, H3BO3 4%, H2O2, Selenium mix, parafin cair, indikator conway, aquadest, NaOH 50%, HCl 0.1N, Ascorbic Acid, Ammonium molybdate, anthimony potassium tartrate dan lain-lain. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya bor biopori, oven, tanur, Flamephotometer, Spectrophotometer.

Persiapan dan Dosis Molase dan Trichoderma sp.Sifat kimia dari molase yang digunakan tertera pada Tabel 2. Molase yang digunakan memiliki kandungan karbon (C) yang cukup tinggi (53.62%) sehingga diharapkan mampu menyediakan tambahan sumber energi bagi organisme tanah.Tabel 2 Sifat Kimia MolaseParameterHasil

N-total (%) 0.28

C-organik (%) 53.62

Nisbah C/N 191.50

Volume molase yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10% dari 800 gram sampah daun yang dikomposkan yaitu 65 ml molase (80 gram molase dengan bobot jenis 1.23 gr/ml). Sebelum dicampurkan dengan sampah daun, 65 ml molase tersebut dicampurkan dengan air sebanyak 367 ml untuk mendapatkan kadar air kompos 60%. Menurut Hamdi et al. (2013) kadar air kompos 60% merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme tanah, apabila kadar air lebih rendah dari 60% maka mikroorganisme akan mati, sedangkan kadar air kompos lebih dari 60% dapat menyebabkan kondisi anaerob yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme tanah.Trichoderma sp. yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.4 ml untuk 800 gram sampah daun yang dikomposkan dan dicampurkan dengan air sebanyak 432 ml untuk mendapatkan kadar air kompos 60% (Hamdi et al. 2013).

Pembuatan Lubang Resapan BioporiPembuatan lubang resapan biopori dibuat dengan bor yang berdiameter 4 inci dengan kedalaman 100 cm di Kebun Percobaan Cikabayan. Lubang yang dibuat berjumlah 15 lubang dengan lima perlakuan dan tiga ulangan dengan jarak antar lubang 2 meter. Setiap lubang diisi dengan serasah daun sampai penuh sebanyak 800 gram sesuai dengan kapasitas lubang resapan biopori, kecuali lubang untuk perlakuan kontrol (P0). Lima perlakuan yang dicobakan, adalah: P0: kontrol (tanpa sampah daun), P1: sampah daun, P2: sampah daun dan molase (P1+molase), P3: sampah daun dan Trichoderma sp. (P1+Trichoderma sp.), dan P4: kombinasi serasah daun kering, Trichoderma sp. dan molase (P3+molase).

Gambar 1 Lokasi pembuatan lubang resapan bioporiPengambilan Contoh Bahan KomposPengambilan contoh bahan kompos dilakukan dengan metode komposit. Contoh bahan kompos diaduk terlebih dahulu agar kompos dari setiap kedalaman dalam lubang resapan biopori terwakili, kemudian contoh bahan kompos diambil sebagian untuk dilakukan analisis di laboratorium. Pengambilan contoh bahan kompos untuk analisis dilakukan setiap minggu mulai dari minggu ke-1 sampai minggu ke-7 dari masa pengomposan.

Analisis Sifat Kimia Contoh Bahan Kompos dan Sifat Fisik TanahSifat kimia yang dianalisis adalah: C-organik dengan menggunakan metode pengabuan kering, N-total dengan metode Kjeldahl, serta P-total dan K-total dengan cara pengabuan basah menggunakan H2SO4 pekat dan H2O2. Sifat fisik tanah yang diamati adalah laju peresapan air di dalam lubang resapan biopori. Uji laju peresapan air dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada hari ke-1 (setelah lubang diisi dengan sampah), pertengahan (hari ke-28), dan di akhir perlakuan (setelah hari ke-49). Laju peresapan air diukur dengan mengukur volume air yang dapat dimasukkan ke dalam lubang selama satu jam dan dinyatakan dengan liter/jam.

Rancangan PenelitianRancangan lingkungan dari penelitian ini digunakan rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan dan tiga ulangan, sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Lubang dibuat pada lahan yang relatif datar. Berikut adalah tata letak lubang percobaan yang digunakan:

Kelompok 3Kelompok 2Kelompok 1

Gambar 2 Tata letak perlakuan teracak dalam setiap kelompok

Model matematika yang digunakan adalah :

Yij = + i + j + cijYij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j = Nilai rata-rata pengamatani = Pengaruh perlakuan ke-ij = Pengaruh kelompok ke-jcij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Analisis StatistikData analisis C-organik, N-total, nisbah C/N, P-total, K-total, serta uji laju peresapan air yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan ANOVA. Apabila perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata, maka uji dilanjutkan dengan uji BNT pada selang kepercayaan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASANKondisi Awal Serasah DaunHasil analisis dari sampah daun yang diambil dari kebun percobaan Cikabayan menunjukkan nilai nisbah C/N yang cukup tinggi yaitu 54.46 (Tabel 3). Tabel 3 Kandungan C-organik, N-total, nisbah C/N, dan kadar air awal sampah daunParameterNilai

C-organik (%) 49

N-total (%) 0.91

C/N 54.46

Kadar Air (%) 10.80

Tabel 3 menunjukkan bahwa sampah daun yang akan dikomposkan dalam lubang resapan biopori memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi (49%) N-total masing-masing sebesar 0.91%. Nisbah C/N pada sampah daun tergolong tinggi (54.46) sehingga diduga proses pengomposan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Menurut Yuwono (2007) bahan organik yang mempunyai kandungan C terlalu tinggi menyebabkan proses penguraian terlalu lama.

Karbon Organik KomposHasil analisis kandungan karbon dari contoh bahan kompos selama 49 hari proses pengomposan ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan C-organik selama proses dekomposisiPerlakuanKandungan C-organik (%) pada hari ke-

07142128354249

P14946373328272220 (59.2%)a

P24942323221302720 (59.2%)

P34938373726302219 (61.2%)

P4 4948293822252318 (63.3%)

BNT 5%-15.8714.6410.839.8411.829.117.52

a angka dalam kurung menunjukkan persentase penurunan kandungan C-organik pada hari ke-49 dibandingkan dengan hari ke-0

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kandungan C-organik sampah daun yang dikomposkan (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan karbon contoh bahan kompos. Tabel 4 menunjukkan bahwa secara umum semua perlakuan (P1, P2, P3, dan P4) terjadi penurunan kandungan karbon dari bahan kompos selama 49 hari proses pengomposan. Zaman dan Sutrisno (2007) menjelaskan bahwa kehilangan karbon terjadi karena proses penguraian karbon selama proses pengomposan yang disebabkan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme di mana karbon dikonsumsi sebagai sumber energi dengan membebaskan CO2 dan H2O untuk proses respirasi sehingga konsentrasi karbon berkurang.Perlakuan P4 menunjukkan laju dekomposisi yang lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang ditunjukkan oleh kandungan C-organik terendah pada akhir proses pengomposan dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu 18% (menurun 63.3% dibandingkan dengan minggu ke-0), diikuti perlakuan P3 dengan kandungan C-organik yang tersisa pada akhir proses pengomposan yaitu 19% (menurun 61.2% dibandingkan dengan minggu ke-0). Perlakuan P1 dan P2 memiliki kandungan C-organik pada akhir pengomposan yaitu 20% (menurun 59.2% dibandingkan dengan minggu ke-0). Penurunan kandungan C-organik yang tinggi pada perlakuan P3 dan P4 ini diduga disebabkan oleh meningkatnya populasi dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2 yang hanya terdapat mikroorganisme indigenous saja. Gaur (1981) menyatakan bahwa sebagian besar karbon hilang melalui proses respirasi dan sebagian kecil digunakan untuk membentuk tubuh mikroorganisme. Hal ini didukung oleh penelitian Lestari (2013) yang menunjukkan bahwa penambahan Trichoderma sp. dan molase meningkatkan jumlah mikroorganisme tanah yang mengakibatkan peningkatan kehilangan karbon melalui proses respirasi. Proses dekomposisi akan menghasilkan CO2 pada kondisi aerasi yang baik, sehingga CO2 sering kali dijadikan sebagai indikator kecepatan dekomposisi. Soepardi (1983) menyatakan bahwa pelapukan bahan organik merupakan proses oksidasi atau pembakaran yang melibatkan mikroorganisme dalam tanah. Lubang resapan biopori merupakan tempat kondusif untuk perkembangan mikroorganisme karena memiliki kelembaban dan ketersediaan makanan yang cukup untuk pertumbuhan mikroorganisme tanah dibandingkan pada permukaan tanah. Populasi organisme dalam lubang resapan biopori yang tinggi dapat meningkatkan respirasi tanah. Respirasi tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah (Anas 1989). Respirasi tanah merupakan proses yang menghasilkan CO2 dan mengambil O2. Sisa tanaman merupakan sumber karbon utama yang masuk ke dalam tanah (Handayanto dan Hairiah 2007). Sampah daun yang dimasukkan ke dalam lubang resapan biopori akan menarik fauna tanah yang ada di sekitar lubang resapan untuk masuk ke dalam lubang resapan dan memakan sampah daun di dalam lubang. Aktivitas fauna tanah dalam memanfaatkan sampah daun sebagai makanan akan memperkecil ukuran sampah daun yang kemudian akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah untuk didekomposisikan lebih lanjut (Lampiran 7). Handayanto dan Hairiah (2007) menjelaskan bahwa mikroorganisme tanah menggunakan sisa bahan organik sebagai substrat untuk energi dan sumber karbon dalam membentuk jaringan tubuhnya. Selama 49 hari proses pengomposan terjadi penurunan kandungan C-organik yang relatif cepat hingga hari ke-28 dan kemudian relatif melambat pada hari ke-35 hingga hari ke-49 (Gambar 3)

%C-organik

Waktu Pengomposan (Hari ke-)

Gambar 3 Perubahan kandungan C-organik serasah daun kering selama proses dekomposisi

Kandungan Nitrogen Total KomposSelama 49 hari proses pengomposan, kandungan N-total dalam sampah daun yang dikomposkan dalam lubang resapan biopori mengalami penurunan (Tabel 5). Tabel 5 Kandungan nitrogen total selama proses dekomposisiPerlakuanKandungan N-total (%) pada hari ke-

07142128354249

P10.910.910.740.810.760.790.590.50

P20.910.980.790.730.630.780.740.61

P30.910.781.000.870.680.810.690.72

P4 0.910.930.940.830.650.660.730.59

BNT 5%-0.150.790.380.300.270.350.25

Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kandungan N-total sampah daun yang dikomposkan menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N-total contoh bahan kompos (Lampiran 2). Pada hari ke-49, perlakuan P3 memiliki kandungan N-total lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 0.72%. Hal ini diduga dengan penambahan Trichoderma sp., lebih banyak nitrogen yang diimobilisasikan dalam tubuh mikroorganisme. Perlakuan P1 cenderung memiliki kandungan N-total lebih rendah (0.50%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga bahwa pada perlakuan P1 terjadi proses pencucian nitrogen dari bahan kompos lebih tinggi dibandingkan dengan nitrogen yang diimobilisasikan dalam tubuh mikroorganisme. Torreta dan Takeda (1999) menambahkan bahwa berkurangnya kandungan nitrogen dapat disebabkan oleh pencucian selama pengomposan berlangsung. Pada hari ke-49, perlakuan P2 memiliki kandungan N-total yang lebih besar (0.61%) dibanding perlakuan P4 (0.59%). Hal ini diduga pada perlakuan P2, molase yang ditambahkan digunakan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme tanah dan mengimobilisasikan nitrogen karena memiliki C-organik yang cukup tinggi (Tabel 2). Jacob et al. (2009) menyatakan bahwa mikroorganisme memiliki peran penting dalam proses dekomposisi dan mineralisasi hara. Hasil penelitian Lestari (2013) menunjukkan bahwa perlakuan P4 memiliki peningkatan total mikroorganisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Peningkatan populasi mikroorganisme dalam proses dekomposisi dan mineralisasi N dari bahan kompos terjadi karena adanya penambahan molase yang digunakan sebagai sumber energi. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan N yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang diimobilisasikan dalam tubuh mikroorganisme. Kehilangan N dari bahan kompos juga dapat disebabkan oleh pencucian.Isaac dan Achuthan (2005) menyebutkan bahwa penurunan kandungan nitrogen total dalam sampah daun yang dikomposkan disebabkan oleh perubahan nitrogen organik menjadi bentuk nitrogen anorganik (N-amonium dan N-nitrat) serta adanya aktivitas organisme berupa imobilisasi. Selama proses dekomposisi terjadi penurunan kandungan N-total cukup jelas dijabarkan dengan pola regresi linier yang diduga masih akan terjadi penurunan nitrogen setelah hari ke-49 (Gambar 4). Pada setiap perlakuan kandungan nitrogen dari bahan kompos menurun secara konstan dari hari ke-0 sampai hari ke-49.

%N-total%N-Total

Waktu Pengomposan (Hari ke-) Gambar 4 Perubahan Kandungan N-total selama proses pengomposan

Nisbah Karbon/Nitrogen (C/N)Bahan Kompos

Berdasarkan data pada Tabel 6 nisbah C/N dari kompos selama 49 hari proses pengomposan mengalami penurunan.Tabel 6 Nisbah karbon/nitrogen selama proses dekomposisi PerlakuanNisbah C/N pada hari ke-

07142128354249

P154.4649.8654.6841.5037.7034.8037.2840.60 ba

P254.4642.9942.9545.2135.3438.7538.1933.61 ab

P354.4648.9539.9242.5037.5437.1732.5326.41 a

P4 54.4651.4534.9247.3432.8137.7531.2929.18 a

BNT 5%12.0035.2814.5014.637.4011.0911.55

aangka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap nisbah C/N menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah C/N contoh bahan kompos sampai hari ke-42 (Lampiran 3), tetapi pada hari ke-49 perlakuan P3 dan P4 nyata menurunkan nisbah C/N dibandingkan dengan perlakuan P1. Tabel 6 menunjukkan bahwa selama 49 hari proses pengomposan nisbah C/N dari sampah daun yang dikomposkan cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya penurunan kandungan C-organik (Tabel 4) dan N-total (Tabel 5) dari serasah daun kering. Selama proses dekomposisi, karbon akan diubah menjadi karbon dioksida, sedangkan nitrogen menjadi senyawa inorganik seperti amonium dan nitrat (Brady 1990). Perlakuan P3 memiliki nisbah C/N terendah (26.41) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga dengan penambahan Trichoderma sp. proses pengomposan menjadi lebih cepat karena karbon dimanfaatkan mikroorganisme tanah sebagai sumber energi untuk mempertahankan populasi fauna dan mikroorganisme tanah, sehingga mendukung kelangsungan proses konversi karbon organik menjadi karbon dioksida serta imobilisasi nitrogen yang lebih banyak.Perlakuan P1 memiliki nisbah C/N yang lebih tinggi (40.60) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini karena pada perlakuan P1 memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi dan kandungan nitrogen yang rendah, sehingga menghasilkan nisbah C/N yang tinggi. Perlakuan P4 memiliki nisbah C/N sebesar 29.18. Penambahan Trichoderma sp. dan molase pada perlakuan P4 dapat menurunkan nisbah C/N dari bahan kompos meskipun nisbah C/N yang dihasilkan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P3. Perlakuan P2 memiliki nisbah C/N sebesar 33.61. Menurut Notohadiprawiro (1999) nisbah C/N berguna sebagai penanda kemudahan perombakan bahan organik dan kegiatan mikroorganisme tanah. Aprianis (2011) juga menyatakan bahwa nisbah C/N merupakan indikator kematangan dari bahan yang dikomposkan karena perombakan bahan organik akan menurunkan nisbah C/N.

Kandungan Fosfor dan Kalium dalam Kompos Sampah daunSelama 49 hari proses pengomposan kandungan fosfor dan kalium dalam sampah daun yang dikomposkan mengalami penurunan (Tabel 7). Kandungan fosfor dan kalium dari bahan yang dikomposkan diamati pada hari ke-7 dan ke-49.Tabel 7 Kandungan fosfor dan kalium dalam kompos pada awal dan akhir proses dekomposisiPerlakuanKandungan P-total (%)Kandungan K-total (%)

Hari ke-

749749

P1 0.19 0.12ba (36.8%)b0.110.03 (72.7%) c

P2 0.20 0.12 b (40.0%)0.120.02 (83.3%)

P3 0.20 0.14 a (30.0%)0.120.03 (75.0%)

P4 0.19 0.15 a (21.1%)0.140.03 (78.6%)

a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%; b persentase penurunan P-total dari hari ke-7 ke hari ke-49; c persentase penurunan K-total dari hari ke-7 ke hari ke-49BNT 5%0.010.020.100.01

Fosfor dan kalium merupakan unsur penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Persentase penurunan kandungan fosfor lebih kecil dibandingkan persentase penurunan kalium selama 49 hari proses pengomposan (Tabel 7). Fosfor merupakan unsur hara esensial makro seperti halnya nitrogen dan karbon. Tanaman memperoleh unsur P dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi bahan organik. Penambahan Trichoderma sp. dan molase pada perlakuan P4 cenderung memiliki kandungan P-total yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, dan P3. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya imobilisasi P pada tubuh mikroorganisme yang dapat menghambat penurunan kandungan P-total pada perlakuan P3 dan P4 selama 49 hari proses pengomposan. Penurunan kandungan P-total tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 40%. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan P2 terjadi kehilangan fosfor yang cukup tinggi selama proses pengomposan yang diduga sebagai akibat dari adanya proses pencucian selama proses pengomposan. Mineralisasi P merupakan proses enzimatik yang melibatkan enzim fosfatase yang dikeluarkan dari tubuh mikroorganisme sebagai katalis berbagai reaksi yang melepaskan fosfat dari senyawa fosfor organik ke dalam larutan tanah. Perlakuan P4 menunjukkan penurunan kandungan P-total terendah diantara semua perlakuan. Hal ini diduga karena terjadi proses imobilisasi fosfor dalam tubuh mikroorganisme tanah. Selama proses pengomposan dalam lubang resapan biopori terjadi kehilangan kalium yang tinggi dibandingkan dengan kehilangan fosfor (Tabel 7). Kehilangan kalium terbesar terjadi pada perlakuan P2 sebesar 83.3% yaitu dari 0.12% pada hari ke-7 menjadi 0.02% pada hari ke-49. Kalium merupakan unsur yang sangat mobil dan sangat mudah tercuci baik di tanah maupun tanaman. Sulistiyanto et al. (2005) menyatakan bahwa pencucian hara K umumnya terjadi pada serasah yang mengalami pelapukan didukung oleh mikroorganisme pendekomposisi. Kehilangan kalium terendah terdapat pada perlakuan P1 sebesar 72.7% yaitu 0.11% pada hari ke-7 menjadi 0.03% pada hari ke-49. Perlakuan P1 masih terdapat kalium yang cukup tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain yang diduga disebabkan oleh proses pengomposan yang hanya dilakukan oleh mikroorganisme indigenous saja, sehingga proses pengomposan berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan lain. Perlakuan P3 dan P4 menunjukkan penurunan kandungan kalium berturut-turut yaitu 0.12% pada hari ke-7 menjadi 0.03% pada hari ke-49 (menurun 75.0% dibandingkan dengan hari ke-7) pada perlakuan P3 dan 0.14% pada hari ke-7 menjadi 0.03% pada hari ke-49 (menurun 78.6% dibandingkan dengan hari ke-7). Kehilangan unsur hara selama proses pengomposan disebabkan oleh adanya pergerakan air bebas secara vertikal ke bawah dan secara horizontal melalui dinding LRB dan dijerap oleh koloid klei serta koloid organik tanah.

Laju Peresapan AirHasil pengamatan laju peresapan air yang dilakukan pada hari ke-1, hari ke-28, dan hari ke-49 ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan selama proses pengomposan laju peresapan air dalam lubang resapan biopori pada masing-masing perlakuan mengalami peningkatan kecuali pada perlakuan P0.

Tabel 8 Laju peresapan air di dalam lubang resapan bioporiPerlakuanHari ke-1Hari ke-28Hari ke-49

Laju Peresapan Air (liter/jam)

P0 117.12 67.00 ba (-74.8%)b112.67 a (-3.9%)c

P1 148.70178.83 a (16.9%)265.00 b (43.9%)

P2 164.98192.33 a (14.2%)239.67 ab (31.9%)

P3 147.20195.67 a (24.8%)233.33 ab (36.9%)

P4 112.40183.33 a (38.7%)170.67 a (34.1%)

BNT 5%125.0963.9470.12

a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%; bangka dalam kurung menunjukkan persentase peningkatan laju peresapan air pada hari ke-28 dibandingkan dengan hari ke-1; cangka dalam kurung menunjukkan persentase peningkatan laju peresapan air pada hari ke-49 dibandingkan dengan hari ke-1. Tanda negatif berarti penurunan

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada hari ke-1 lubang yang tidak berisi sampah daun (P0) memiliki laju peresapan air yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga pada lubang yang tidak berisi sampah terjadi penyumbatan pori-pori tanah oleh koloid klei yang terbawa pada saat air masuk ke dalam lubang resapan biopori. Pada perlakuan dengan penambahan sampah daun (P1, P2, P3, dan P4) memiliki laju peresapan air yang lebih tinggi. Sampah daun yang dimasukkan ke dalam lubang resapan biopori akan menghalangi bahan halus tanah yang dapat menyumbat pori-pori tanah yang terbawa oleh aliran air yang masuk ke dalam lubang resapan. Akibatnya laju peresapan air pada lubang yang berisi sampah lebih tinggi karena tidak terjadi penyumbatan pori tanah. Pada hari ke-28 semua perlakuan dengan penambahan sampah daun (P1, P2, P3, dan P4) secara nyata dapat meningkatkan laju peresapan air dibandingkan dengan P0. Dinding LRB dapat memperluas permukaan resapan di mana air yang masuk ke dalam LRB akan meresap ke dalam tanah secara vertikal dan horizontal melalui permukaan dinding LRB. Populasi dan aktivitas organisme tanah meningkat dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah sehingga meningkatkan pembentukan biopori. Semakin banyak biopori yang dibuat oleh organisme tanah, maka kemampuan tanah dalam meresapkan air baik secara vertikal maupun horizontal melalui dinding LRB akan meningkat. Penurunan laju peresapan air yang terjadi pada perlakuan P0 diduga disebabkan terjadinya penyumbatan pori pada permukaan dinding dan dasar LRB oleh sedimen klei yang terangkut aliran permukaan yang masuk ke dalam LRB yang tidak diisi sampah. Peningkatan laju peresapan air tertinggi terjadi pada perlakuan P3. Hal ini disebabkan oleh sinergi aktivitas mikroorganisme dan fauna tanah dalam meningkatkan dan memantapkan pori dinding LRB. Laju peresapan air pada semua perlakuan dengan penambahan sampah daun meningkat kecuali perlakuan P4 (Gambar 4).

Gambar 5 Laju peresapan air dalam lubang resapan biopori

Perlakuan P1, P2, dan P3 memiliki kemampuan meresapkan air yang terus meningkat dari hari ke-1 sampai hari ke-49. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap laju peresapan air (Lampiran 6) menunjukkan bahwa pemberian sampah daun nyata meningkatkan laju peresapan air dibandingan dengan lubang yang tidak berisi sampah daun. Pada hari ke-49, perlakuan P1 menunjukkan peningkatan laju peresapan air sebesar 43.9% dibandingan dengan hari ke-1. Peningkatan laju peresapan air perlakuan P1 yang lebih tinggi diantara semua perlakuan pada hari ke-49 diduga karena di dalam LRB masih terdapat sumber energi yang cukup untuk kelangsungan hidup fauna dan aktivitas fauna tanah yang membantu meningkatkan pembentukan biopori di dalam tanah. Perlakuan P2 memiliki laju peresapan air sebesar 239.67 liter/jam (meningkat 31.9% dibandingkan dengan hari ke-1). Perlakuan P3 memiliki laju peresapan air sebesar 233.33 liter/jam (meningkat 36.9% dibandingkan dengan hari ke-1). Pada perlakuan P4 terjadi peningkatan laju peresapan air pada hari ke-28 kemudian menurun pada hari ke-49. Hal ini diduga terjadi penyumbatan pada dinding lubang resapan oleh bahan halus karena jumlah bahan yang dikomposkan sudah mulai habis sehingga dinding lubang yang awalnya tertutup oleh sampah daun menjadi terbuka dan tersumbat oleh bahan halus serta semakin sedikit fauna tanah yang beraktivitas di dalam lubang tersebut. Pada saat bahan kompos dalam lubang resapan mulai habis fauna tanah mulai berpindah dan mencari tempat makanan yang lain. Hal ini didukung oleh penelitian Lestari (2013) menunjukkan bahwa pada akhir proses pengomposan total fauna pada perlakuan P4 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, dan P3.

SIMPULAN DAN SARANSimpulanSelama proses pengomposan, hara yang terkandung dalam sampah daun yang dikomposkan cenderung mengalami penurunan. Penambahan Trichoderma sp. dapat meningkatkan laju dekomposisi dari sampah daun yang dikomposkan dalam lubang resapan biopori yang ditunjukkan dengan nisbah C/N yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.Penambahan sampah daun dalam lubang resapan bipori dapat meningkatkan laju peresapan air di dalam lubang selama 49 hari proses pengomposan.

SaranPerlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat laju pengomposan pada beberapa jenis sampah yang berbeda, sehingga dapat diperhitungkan jumlah sampah organik yang dapat ditambahkan dalam setiap.

DAFTAR PUSTAKAAnas I. 1989. Biologi tanah dalam Praktek. Bogor (ID): IPB Pr.Anonim. 2013. Pengomposan, pengumpulan sampah dan penambahan lubang resapan biopori ala SMA Sari Praja [Internet]. [ diunuh 2013 Des 26]. Tersedia pada : http//surabayaecoschool.tunashijau.orgAnonim. 2013. Daun jati kering mengapa harus dibakar. E Petani [Internet]. (diperbaharui pada 16 April 2013, [diunduh 2013 Des 19]). Tersedia pada: http//epetani.deptan.go.id/pupuk/daun-jati-kering-mengapa-harus-dibakar-8033Alhamd L, Syoko A, Akio H. 2004. Decomposition of leaf litter of four tree species in a subtropical evergreen broadpleaved forest, Okinawa Island, Japan. J Foreco. 202(1):1-11Aprianis Y. 2011. Produksi dan laju dekomposisi serasah Acacia crassicarpa A. Cunn.di PT. Araraabadi. J Tekno Hutan Tanaman. 4(1):41-47Brady NC. 1990. The Nature and Properties of Soils 10th Edition. New York (US): Macmillan Publishing CompanyBrata KR, Nelistya A. 2009. Lubang Resapan Biopori. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.Charisma AM, Yuni SR, Isnawati. 2012. Pengaruh kombinasi kompos Trichoderma dan mikoriza vesikular arbuskular (mva) terhadap pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill) pada media tumbuh tanam tanah kapur. Lentera Bio. 1(3):111-116Gaur AC. 1981. Project Field Document No 15 : A manual of rural composting. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Hamdi Z, Sukartono, Suwardji. 2013. Penggunaan arang hayati (biochar) sebagai bahan pencampur (bulking agent) pada proses pengomposan kotoran sapi. Jurnal Ilmiah [Internet]. [Diunduh 2013 Des 12]. Tersedia pada: http//fp.unram.ac.id/data/2013/03/jurnal-ilmiah.pdfHandayanto E, Hairiah K. 2007. Biologi Tanah: Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Malang (ID): Pustaka AdipuraIsaac SR, Nair MA. 2005. Biodegradation of leaf litter in the warm humid tropics of Kerala, India. Soil Biology & Biochemistry. 37(9):1656-1664Jacob M, Weland N, Platner C, Schaefer M, Leuschner C, Thomas M. 2009. Nutrient release from decomposition leaf litter of temperate decidious forest trees along a gradient of increasing tree species diversity. Soil Biology & Biochemistry. 41(10):2122-2130 Kartiadi E. 2009. Lima juta lubang biopori di Jakarta. [Internet]. [diunduh 2013 Des 19]. Tersedia pada : http//bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/lubang-resapan-biopori/Lestari DS. 2013. Pengaruh Trichoderma sp. dan Molase terhadap Sifat Biologi Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori pada Tanah Latosol Darmaga [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian BogorNotohadiprawiro T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Paturau JM. 1982. By Product Of The Cane Sugar Industry. Amsterdam (NL): Elsevier Publishing CoRahmasari D. 2001. Mempelajari proses pemurnian molases dengan metoda koagulasi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian BogorSoepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.Sulistiyanto Y, Rieley JO, Limin SH. 2005. Laju dekomposisi dan pelepasan hara dari serasah pada dua sub-tipe hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah. J Man Hut Trop. 11(2):1-14 Tottera NK, Takeda H. 1999. Carbon and nitrogen dynamics of decomposing leaf litter in a tropical hill evergreen forest. Eur J Soil Biol. 35(2):57-63Trisno I. 2012. Konsep zero waste pada agroindustri (Industri Pabrik Gula) [Internet]. [diunduh 2013 Des 01]. Tersedia pada: http//litbang.patikab.go.idUruilal C, Kalay AM, Kaya E, A Siregar. 2012. Pemanfaatan kompos ela sagu, sekam, dan dedak sebagai media perbanyakan agens hayati Trichoderma harzianum Rifai. Agrologia J Ilmu Budidaya Tanaman. 1(1):21-30 Widaryanto A. 2013. C/N-Rasio Kompos, Kandungan Fosfor (P), Keasaman (PH), dan Tekstur Kompos Hasil Pengomposan Sampah Organik Pasar dengan Starter Em4 (Effective Microorganism 4) dalam Berbagai Dosis [Skripsi]. Semarang (ID): IKIP PGRI SemarangYuwono D. 2007. Kompos. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.Zaman B, Sutrisno E. 2007. Studi pengaruh pencampuran sampah domestik , sekam padi dan ampas tebu dengan metode Mac Donald terhadap kematangan kompos. J Presipitasi. 2(1):1-76

LAMPIRANLampiran 1 Analisis sidik ragam C-organik (%)Lampiran1a Analisis ragam C-organik (%) hari ke-7SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 17.73 8.870.14

Perlakuan3173.4557.820.924.76

Galat6378.5363.09

Total11569.72

Lampiran 1b Analisis ragam C-organik (%) hari ke-14SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2228.47114.232.13

Perlakuan3156.9352.310.974.76

Galat6322.1753.70

Total11707.57

Lampiran 1c Analisis ragam C-organik (%) hari ke-21SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 68.7334.361.17

Perlakuan3 67.5922.530.774.76

Galat6176.1729.36

Total11312.49

Lampiran 1d Analisis ragam C-organik (%) hari ke-28SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 28.7714.390.59

Perlakuan3 88.0929.361.214.76

Galat6145.4524.24

Total11262.31

Lampiran 1e Analisis ragam C-organik (%) hari ke-35SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2196.3598.172.80

Perlakuan3 58.6619.550.564.76

Galat6210.0135.00

Total11465.02

Lampiran 1f Analisis ragam C-organik (%) hari ke-42SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2145.0872.543.49

Perlakuan3 58.9019.630.954.76

Galat6124.6520.78

Total11328.63

Lampiran 1g Analisis ragam C-organik (%) hari ke-49SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 37.5618.781.33

Perlakuan3 15.83 5.280.374.76

Galat6 84.9914.16

Total11138.38

Lampiran 2 Analisis ragam N-total (%)Lampiran 2a Analisis ragam N-total (%) hari ke-7SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok20.010.000.68

Perlakuan30.070.024.424.76

Galat60.030.01

Total110.11

Lampiran 2b Analisis ragam N-total (%) hari ke-14SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok20.030.010.08

Perlakuan30.140.050.294.76

Galat60.950.16

Total111.11

Lampiran 2c Analisis ragam N-total (%) hari ke-21SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok20.070.030.96

Perlakuan30.030.010.324.76

Galat60.220.04

Total110.32

Lampiran 2d Analisis ragam N-total (%) hari ke-28SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok20.030.010.61

Perlakuan30.030.010.444.76

Galat60.140.02

Total110.19

Lampiran 2e Analisis ragam N-total (%) hari ke-35SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok20.090.042.47

Perlakuan30.040.010.744.76

Galat60.110.02

Total110.24

Lampiran 2f Analisis ragam N-total (%) hari ke-42SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok20.160.082.66

Perlakuan30.040.010.414.76

Galat60.180.03

Total110.38

Lampiran 2g Analisis ragam N-total (%) hari ke-49SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok20.010.000.17

Perlakuan30.070.021.454.76

Galat60.090.02

Total110.16

Lampiran 3 Analisis ragam C/N ratioLampiran 3a Analisis ragam C/N ratio hari ke-7SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 8.88 4.440.12

Perlakuan3122.7040.901.134.76

Galat6216.3036.05

Total11347.88

Lampiran 3b Analisis ragam C/N ratio hari ke-14SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2278.27139.140.45

Perlakuan3637.06212.350.684.76

Galat61870.32311.72

Total112785.65

Lampiran 3c Analisis ragam C/N ratio hari ke-21SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 63.1631.580.60

Perlakuan3 63.2521.080.404.76

Galat6315.8352.64

Total11442.24

Lampiran 3d Analisis ragam C/N ratio hari ke-28SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 39.3119.660.37

Perlakuan3 47.3715.790.294.76

Galat6321.9153.65

Total11408.60

Lampiran 3e Analisis ragam C/N ratio hari ke-35SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2133.8866.944.88

Perlakuan3 25.29 8.430.614.76

Galat6 82.3013.72

Total11241.47

Lampiran 3f Analisis ragam C/N ratio hari ke-42SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 26.7013.350.43

Perlakuan3105.3435.111.144.76

Galat6184.8530.81

Total11316.89

Lampiran 3g Analisis ragam C/N ratio hari ke-49SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 53.65 26.820.80

Perlakuan3344.97114.993.444.76

Galat6200.50 33.42

Total11599.12

Lampiran 4 Analaisis ragam P-total (%)Lampiran 4a Analisis ragam P-total (%) hari ke-7SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok20.000350.000175005.73

Perlakuan30.000166670.000055561.824.76

Galat60.000183330.00003056

Total110.00070000

Lampiran 4b Analisis ragam P-total (%) hari ke-49SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok20.000216670.000108331.44

Perlakuan30.001800000.000600008.004.76

Galat60.000450000.00007500

Total110.00246667

Lampiran 5 Analisis ragam K-total (%)Lampiran 5a Analisis ragam K-total (%) hari ke-7SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahFhitungF tabel 5%

Kelompok20.003266670.001633330.72

Perlakuan30.001425000.000475000.214.76

Galat60.010.00226667

Total110.02

Lampiran 5b Analisis ragam K-total (%) hari ke-49SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok20.000016670.000008330.27

Perlakuan30.000066670.000022220.73 4.76

Galat60.000183330.00003056

Total110.00026667

Lampiran 6 Analisis ragam laju peresapan air (liter/jam)Lampiran 6a Analisis ragam laju peresapan air (liter/jam) hari ke-1SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 1475.01 737.500.17

Perlakuan4 6056.021514.000.343.84

Galat835312.744414.09

Total1442843.76

Lampiran 6b Analisis ragam laju peresapan air (liter/jam) hari ke-28SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 6834.033417.022.96

Perlakuan435420.278855.077.683.84

Galat8 9226.131153.27

Total1451480.43

Lampiran 6c Analisis ragam laju peresapan air (liter/jam) hari ke-49SumberDerajat BebasJumlah KuadratKuadrat TengahF hitungF tabel 5%

Kelompok2 2804.93 1402.471.01

Perlakuan445918.2711479.578.263.84

Galat811117.73 1389.72

Total1459840.93

Hari ke-21Hari ke-7Hari ke-0

Hari ke-49Hari ke-42

Lampiran 7 Gambar hasil dekomposisi serasah daun kering

RIWAYAT HIDUPPenulis dilahirkan di Kota Malang, Jawa Timur pada tanggal 7 Februari 1991. Penulis merupakan anak tunggal dari Agus Sudjatmiko dan Murtiningsih. Pada tahun 2006, penulis telah menyelesaikan pendidikan tingkat menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Bululawang, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di Sekolah Menengah Atas Negeri 01 Gondanglegi. Tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan terdaftar sebagai mahasisiwa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis pernah mengikuti kegiatan PKM M (Program Kereativitas Mahasiswa bidang pengabdian masyarakat) pada tahun 2012. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Tanah pada tahun 2013.