draft skripsi Kajian Geologi Lingkungan Terhadap Aktivitas Penambangan Pasir Di Kali Sleman
Draft BAB I Skripsi
-
Upload
ari-wijanarko-adipratomo-aa -
Category
Documents
-
view
1.053 -
download
3
Transcript of Draft BAB I Skripsi
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berakhirnya perang dingin menandai lahirnya sebuah realitas baru dalam
hubungan antarbangsa di dunia ini. Dengan hancurnya imperium Soviet di Eropa
Timur, hancurlah juga struktur bipolar1 yang membangun sebuah kerangka
hubungan antarbangsa yang telah bercokol selama lebih dari lima puluh tahun di
dunia. Isu-isu baru dalam dunia hubungan internasionalpun mulai berevolusi dan
berkembang. Meskipun isu-isu klasik semisal keamanan nasional dan konflik
kepentingan masih muncul ke permukaan, namun tidak bisa dibohongi bahwa isu-
isu baru mulai muncul dalam tataran hubungan antar bangsa dan antarnegara
pasca perang dingin.
Pada masa pasca perang dingin, isu dan permasalahan yang dibahas dalam
dunia hubungan internasional bertambah secara pesat. Jika sebelumnya hubungan
internasional lebih berkaitan dengan hubungan diplomatik antar negara-negara,
dan isu-isu yang diangkat umumnya adalah perang dan damai, setelah perang
dingin, terjadi proliferasi isu-isu internasional setidaknya datang dari dua sumber
(Snow dkk, 2000: 9).
Sumber pertama yang menyebabkan pertambahan isu dan permasalahan
dalam dunia internasional adalah munculnya isu-isu transnasional. Menurut
Donald M Snow (2000: 9) isu transnasional adalah “…problems that transcend
1 Bipolar adalah konfigurasi perimbangan kekuatan dimana dua negara lebih kuat dibandingkan negara-negara lain dan menjadi sumbu-sumbu utama dalam sistem internasional (International Relations Brief 2006-2007 Edition)
1
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
state boundaries in ways individual states have very little control over.” (…
permasalahan-permasalahan yang melintas batasan negara dan membuat setiap
negara hanya memiliki sedikit control atas masalah ini). Permasalahan-
permasalahan transnasional ini mendorong negara-negara untuk bekerja sama
dalam menyelesaikannya, karena upaya yang dibutuhkan tidaklah kecil dan
mudah. Isu-isu transnasional ini telah merambah berbagai dimensi atau dapat
dikatakan menjadi multidimensional dan tidak terpaku pada isu-isu tradisional
dalam hubungan internasional. Eugene Brown dan Donald M,Snow juga
mendukung pendapat mengenai makin kompleksnya isu-isu dalam hubungan
internasional dewasa ini dengan menyatakan bahwa indikator terjadinya
perubahan aktor dan isu dalam hubungan internasional salah satunya dapat dilihat
dari bentuk diplomasi yang dilakukan oleh negara-negara, tidak hanya first track
diplomasi yang "murni" negara, tetapi juga second track bahkan multitrack
diplomacy yang menggabungkan aktor negara dan non-negara di dalamnya (2000:
30).
Sumber yang kedua dari proliferasi2 isu-isu internasional adalah
bertambahnya jumlah dan tipikal para individu dan kelompok yang berpartisipasi
dan ikutserta dalam rezim internasional. Apabila di masa-masa awal berdirinya
sistem internasional modern hanya negara dan pemerintah yang memiliki posisi
sebagai aktor di arena internasional, saat ini seiring dengan makin meluasnya
demokrasi dan juga terjadinya interdependensi antar negara di dunia, masuklah
aktor-aktor baru dalam dunia internasional yang ikutserta menikmati
keistimewaan peran aktor internasional di dunia. Aktor-aktor internasional baru
2 Proliferasi disadur dari bahasa inggris proliferation yang berarti pertambahan2
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
yang turut serta dalam sistem internasional modern pasca perang dingin termasuk
individu, aktor sub-nasional, organisasi internasional, perusahaan multinasional
(multinational cooperation,MNC), dan organsiasi non-pemerintah (Non
Governmental Organizations,NGO).
Aktor-aktor non-negara dalam dunia hubungan internasional ini memiliki
kekuatan untuk mempengaruhi negara dalam suatu tingkatan tertentu. Menurut
Goldstein dan Pevehouse, aktor-aktor baru di sistem internasional ini mampu
dikategorikan dalam beberapa kategori (2007: 10). Pertama adalah substate actors
yakni kelompok-kelompok kepentingan dalam suatu negara yang mempengaruhi
kebijakan luar negeri negara itu. Kelompok yang kedua adalah multinational
corporations (MNCs) atau perusahaan multinasional. Ketiga adalah organisasi
non pemerintah (Non Governmental Organizations, NGOs). Organisasi-organisasi
ini memiliki ukuran dan sumber daya yang berbeda-beda dan secara konstan
berhubungan dengan negara, aktor non-negara, MNC dan juga NGO lainnya.
Tidak sedikit dari NGO yang terlibat dalam masalah-masalah internasional dan
berupaya melakukan kontribusi untuk menyelesaikannya, dan terkadang upaya
gabungan dari jejaring NGO ini mampu memberikan dampak yang sangat
signifikan dalam penyelesaian masalah internasional. Dalam hal ini PBB pun
memandang peranan penting NGO sebagai aktor dalam dunia hubungan
internasional, sebagaimana yang dinyatakan Goldstein dan Pevehouse:
“increasingly NGOs are being recognized, in the UN and other forums as
legitimate actors along with the states, though not equal to them”. (NGOs
semakin diakui, di PBB dan forum lainnya sebagai aktor yang sah bersama
3
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
dengan negara-negara, meskipun tidak setara dengan negara) (2007:10). Bentuk
keempat aktor dalam dunia hubungan internasional dewasa ini adalah
Intergovernmental Organization (IGO) atau organisasi antar pemerintah semisal
Bank Dunia, IMF dan WTO.
Secara kolektif, IGOs dan NGOs lebih sering diistilahkan sebagai
organisasi internasional atau International Organizations (IOs). Setidaknya
terdapat lebih dari 25.000 NGOs dan lebih dari 5.000 IGOs (Goldstein dkk,
2007:11). Di dunia dimana negara dan aktor-aktor internasional lainnya memiliki
tendensi untuk saling ketergantungan, peran negara masih cukup vital, namun
dalam beberapa hal, peranan negara mulai terpinggirkan oleh perusahaan
multinasional, kelompok dan bahkan individu yang memiliki peranan di dunia
internasional dimana aktor-aktor non-negara ini lebih sering berinteraksi secara
langsung, melintas batas dan melakukan interaksi secara langsung dibandingkan
negara.
Baik aktor negara dan non-negara mempengaruhi secara kuat dunia
hubungan internasional pasca perang digin, terlebih dengan makin majunya
perkembangan informasi teknologi dan makin meluasnya demokrasi.
Di masa modern ini walaupun nilai nilai universal dan norma-norma
internasional sudah menjadi acuan dalam hubungan antarbangsa dan diplomasi
menjadi sebuah alat pelembagaan konflik-konflik, namun tidak dipungkiri masih
saja terjadi Conflict of Interest atau ketegangan lokal yang makin bereskalasi dan
berujung pada transnational issues. Bentuk – bentuk isu dan konflik saat ini telah
berevolusi tidak hanya terbatas pada konflik bersenjata, namun juga pada konflik-
4
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
konflik kecil yang berevolusi menjadi konflik lintas batas. Seiring dengan
fenomena makin banyaknya isu dan aktor dalam dunia hubungan internasional,
dalam upaya penyelesaian konflik pun sudah tidak lagi terpaku pada upaya
mediasi di meja perundingan oleh para diplomat dan utusan state actors saja.
Dengan tren diplomasi yang semakin bergeser kepada diplomasi publik3, saat ini
bukan hanya state actors saja yang memiliki peranan penting dalam Hubungan
Internasional, namun MNC, NGO, Non State Actors, bahkan individual memiliki
peranan yang amat penting dalam proses menjaga perdamaian dalam berbagai
tingkatan dan berbagai cara baik pasif maupun aktif. .” PBB pun sendiri telah
mengakui betapa pentingnya peranan organisasi-organisasi non pemerintah
(NGOs) dalam menjaga perdamaian. Daniel S Papp, dalam bukunya
“Contemporary International Relations” mengatakan bahwa “Some NGOs such as
International Red Cross, and CARE undertake humanitarian efforts. Sometimes
their effort can be quite sizeable” (Papp: 2002: 119).
Pasca perang dingin, salah satu benua yang selalu diwarnai konflik adalah
Afrika. Wilayah di Afrika yang terus-menerus dihantui oleh perang salah satunya
adalah daerah Danau Raya (Great Lakes)4. Wilayah ini menghadapi turbulensi
politik selama lebih dari 50 tahun.Tercatat beberapa konflik telah mewarnai
wilayah ini selama lebih dari empat dasawarsa terakhir, antara lain: Genosida di
3 Kesimpulan wawancara pribadi dengan Karen Hughes, Wakil Menteri Luar Negeri bidang Diplomasi Publik (United States Undersecretary of State for Public Diplomacy 2004-2008), Washington D.C. Oktober 2006.
4Istilah Great Lake adalah sebuah istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada area di Afrika Tengah
yang terletak diantara bagian utara dari Danau Tanganyika, hingga wilayah bagian barat danau Victoria,
dan danau Kivu, danau Edward serta danau Albert. Adapun negara-negara yang terletak di wilayah Great
Lakes adalah Burundi, Rwanda, Republik Demokratik Kongo, Uganda, Kenya, dan Tanzania. Terkadang,
beberapa ahli juga menyertakan negara Zambia, Malawi, Mozambik dan Ethiopia sebagai negara-negara
yang termasuk dalam wilayah Great Lakes. http://en.wikipedia.org/wiki/African_Great_Lakes
5
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
Rwanda, perang sipil di Burundi dan perang berkepanjangan di Republik
Demokratik Kongo (Vanessa, 2003: 1). Salah satu konflik yang paling berdarah
diwilayah ini adalah tragedi Genosida di Rwanda pada tahun 1994 yang dimulai
ketika Suku Hutu 'menghabisi' hampir satu juta orang anggota suku Tutsi
(Wiliam, 2004: 1).
Genosida di Rwanda tahun 1994 itu mengejutkan dunia internasional dan
menangkap perhatian banyak tokoh dunia. Kebrutalan yang ditimbulkan sulit
tergambarkan oleh kata-kata. Konflik antara suku Tutsi dan Hutu dapat dirunut
hingga 1959. Bila dirunut melalui sejarah, hubungan antara Tutsi dan Hutu
tergolong damai dan tentram hidup berdampingan di wilayah danau raya yang
meliputi beberapa negara. Namun kedamaian ini hilang ketika Belgia melakukan
aksi kolonialisme mereka di wilayah tersebut. Belgia sebagai penjajah di wilayah
itu menerapkan sistem yang menguntungkan bagi kaumn Tutsi yang menjadi
minoritas dan membuat kaum Hutu sebagai mayoritas merasa tersingkir dan
dikucilkan. Namun ketidakpuasan suku Hutu terhadap sistem tersebut tidak serta-
merta menyulut api kekerasan di wilayah tersebut. Konflik antara suku Tutsi dan
Hutu muncul ketika suku Hutu mendapatkan akses terhadap pendidikan yang
lebih tinggi dengan bantuan dari gereja Katholik. Melalui pendidikan yang
didapat, suku Hutu sadar bahwa mereka selama ini telah menjadi korban
ketidakadilan sistem politik di Rwanda. Perasaan kebencian terhadap suku Tutsi
pun makin berkembang dikalangan orang orang Hutu terpelajar ini (Mohammed,
2003:xv). Konflik menyebar secara sporadis ke wilayah-wilayah negara tetangga
dimana suku Tutsi tinggal melalui kelompok-kelompok Hutu ekstrimis yang
6
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
mendukung sebuah ideologi Hutu Power. Konflik ini semakin bereskalasi ketika
pada 1962 Belgia memberikan kemerdekaan kepada Rwanda. Sekelompok Hutu
ekstrimis mengambil alih kekuasaan dan mulai menyingkirkan rival Tutsi mereka
yang sebelumnya berkuasa.
Pada saat yang sama, pengungsi Tutsi di Uganda - didukung oleh beberapa
Hutu moderat - telah membentuk Front Patriotik Rwanda (RPF), yang dipimpin
oleh Mr Kagame. Tujuan mereka adalah untuk menggulingkan Presiden Rwanda,
Habyarimana dan mengamankan hak mereka untuk kembali ke tanah air mereka.
Habyarimana memilih untuk mengeksploitasi informasi ini sebagai sebuah bentuk
ancaman dan kemudian mempergunakannya sebagai alat propaganda untuk
membawa Hutu yang membangkang kembali ke sisinya, dan sebagai alat untuk
menjatuhkan tuduhan kepada Tutsi di Rwanda sebagai kolaborator RPF.(BBC,
2008)
Pada bulan Agustus 1993, setelah beberapa bulan negosiasi, kesepakatan
damai ditandatangani antara Habyarimana dan RPF, tetapi tidak membawa efek
signifikan untuk menghentikan kerusuhan lanjutan.Ketika pesawat yang
membawa Presiden Habyarimana ditembak jatuh pada awal bulan April 1994,
membuat konflik antar kedua suku itu mencapai klimaksnya. Insiden itu
membunuh presiden Habyarimana beserta Presiden Burundi dan para kepala staf
kedua negara.(BBC,2008)
Di Ibukota Rwanda, Kigali, pasukan pengawal presiden Habyarimana
segera memulai kampanye balas dendam. Pemimpin oposisi politik dibunuh, dan
hampir dengan segera, pembantaian Tutsi dan Hutu moderat dimulai. Dalam
7
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
beberapa jam saja, para pengawal presiden itu berhasil merekrut kelompok-
kelompok Hutu yang bersedia menjadi militan untuk melakukan balas dendam
kepada para Tutsi. Beberapa jam setelah pembunuhan tersebut mereka direkrut
telah dikirim di seluruh penjuru negara Rwanda untuk melakukan gelombang
pembantaian.
Beberapa Tutsi berhasil melarikan diri ke kamp-kamp pengungsi dan
gelombang pengungsi mulai melintas perbatasan antara Rwanda, dengan Kongo
dan Burundi yang tidak dijaga ketat, mencari keselamatan diri mereka sendiri.
Para penggagas awal termasuk pejabat militer, politisi dan pengusaha, dan
masyarakat Sipil Hutu lain segera bergabung dalam kekacauan itu. Didorong oleh
propaganda pengawal presiden dan media radio, kelompok milisi tidak resmi yang
disebut Interahamwe (artinya orang yang menyerang bersama-sama)
dikerahkan. Pada puncaknya, kelompok ini memiliki kekuatan personil sebesar
30.000-an.(BBC:2008)
Tentara dan polisi mendorong warga sipil untuk ambil bagian dalam up-
aya pembersihan etnis ini. Dalam beberapa kasus, warga sipil Hutu dipaksa untuk
membunuh tetangga Tutsi mereka oleh personil militer.
Warga sipil ini seringkali diberikan insentif, seperti uang atau makanan,
dan beberapa bahkan dalam beberapa kasus, ketika mereka menyatakan bahwa
mereka tidak dapat membunuh rekan Tutsi mereka, warga sipil Hutu ini malah
dibunuh oleh tentara atau militer (BBC:2008).
Kondisi di lapangan semakin memburuk ketika Rwanda ditinggal oleh
masyarakat internasional. Pasukan PBB mundur setelah terjadi pembunuhan ter-
8
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
hadap 10 tentara penjaga perdamaian PBB. Satu hari setelah kematian
Habyarimana, para RPF memperbaharui serangan mereka terhadap pasukan
pemerintah, dan sejumlah upaya oleh PBB untuk menegosiasikan gencatan senjata
berakhir sia-sia.
Pada bulan Juli, RPF berhasil menguasai Kigali, pemerintah runtuh dan
RPF menyatakan gencatan senjata.Segera setelah kondisi menjadi jelas bahwa
RPF menang, sekitar dua juta orang Hutu melarikan diri ke Zaire (sekarang
Republik Demokratik Kongo). Diantara para pengungsi Hutu ini banyak yag
telah terlibat dalam aksi pembunuhan para Tutsi Pasca insiden yang menewaskan
presiden Habyarimana.
Pada awal RPF menguasai Rwanda, pemerintah multi-etnik didirikan,
dengan seorang anggota Hutu, Pasteur Bizimungu sebagai presiden dan Kagame
dari Tutsi sebagai wakilnya.Tapi pasangan kemudian tergulingkan dan Bizimungu
dipenjara atas tuduhan menghasut kekerasan etnis, sementara Kagame naik
menjadi presiden.(BBC:2008)
Meskipun pembunuhan di Rwanda telah berakhir, kehadiran milisi Hutu di
Kongo telah menyebabkan konflik berkepanjangan di sana, menyebabkan sampai
lima juta kematian. Pemerintah Rwanda dibawah Presiden Kagame, seorang
Tutsi, telah dua kali menginvasi tetangganya jauh lebih besar, ia mengatakan
bahwa ia ingin menghapus pasukan Hutu di wilayah danau raya.
Konflik di Danau Raya dimulai dari konflik di Rwanda ini dengan cepat
bereskalasi menjadi permasalahan transnasional di wilayah Danau Raya/Great
Lakes. Hal ini disebabkan karena beberapa negara di Danau Raya yang
9
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
bertetangga dengan Rwanda memiliki latar belakang kesukuan yang sama,
sehingga ketegangan akan pembantaian suku Tutsi dengan cepat menyebar
menjadi ketegangan wilayah di Danau Raya sebagaimana dijabarkan diatas.
Konflik di wilayah ini pada akhirnya terkonsentrasi pada tiga negara bertetangga,
yakni Rwanda, Burundi dan Republik Demokratik Kongo dimana suku Hutu dan
Tutsi merupakan mayortias suku di ketiga negara tersebut.
Hal yang menambah rumit permasalahan dan juga pemecahan konflik di
wilayah Danau Raya adalah adanya inkonsistensi antara koalisi kelompok-
kelompok politik yang ada di negara-negara di wilayah Danau Raya, dan juga
adanya ikatan tradisional terhadap identitas kesukuan. Lebih rumit lagi karena
kedua kelompok etnis yang bertikai mendapatkan dukungan dari pihak-pihak
asing semisal Inggris, dan Perancis yang berupaya meluaskan pengaruhnya di
Afrika. Di wilayah ini pula batasan wilayah seolah menjadi kekuatan yang tak
berdaya untuk mencegah melubernya konflik dan kekerasan dari satu negara ke
negara lain. Pengungsi yang lari menghindari penganiayaan dan juga kekejaman
tentara negaranya, melintas terlalu mudah antara Rwanda, Burundi dan Republik
Demokratik Kongo. (Northern Press Online. 2001: 1)
Upaya-upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pemerintah, PBB
dan organisasi internasional dan antar pemerintah seakan tidak membawa hasil.
Upaya peacemaking, peacekeeping dan peacebuilding yang dibangun PBB seakan
tidak mampu menurunkan ketegangan suasana. Menurut DR. Claude Shema
Rutangengwa, koordinator wilayah program Great Lake Initiative, telah banyak
10
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
upaya yang dilakukan untuk menurunkan tensi ketegangan, namun tidak
membawa banyak dampak positif. Dr. Claude (2006: 4) menyatakan bahwa
“many other peace alternatives have been taken like cease fire and peace accords, demobilization, demilitarization, repatriation and reintegration and so forth. but all of this seems to be a flat compromise.”(telah banyak [upaya] alternatif yang ditempuh semisal gencatan senjata dan perjanjian damai, demobilisasi [pasukan] , demiliterisasi [wilayah], repatriasi dan penggabungan kembali, dan juga berbagai upaya lainnya. namun, semua ini nampaknya hanyalah usaha kompromi yang sia-sia).
Untuk menyelesaikan konflik yang rumit ini, diperlukan aktor yang
mampu melakukan aksi prefentif untuk mencegah konflik dan membangun
pemahaman antara pihak yang bertikai. aktor yang tepat adalah Organisasi
Internasional Non Pemerintah (NGO) yang tidak memiliki ikatan atau agenda
politik. Snow dan Brown mengatakan bahwa, “karena mereka (organisasi
internasional) tidak memiliki ikatan dengan pemerintahan atau agenda politik
tertentu...mereka dapat dipercaya sebagai semacam pihak 'perantara yang jujur'
[honest broker]” (2000: 55)
NGO yang diperlukan di wilayah itu adalah NGO yang selama ini
mungkin tidak pernah diperhitungkan dalam dunia hubungan internasional, sosok
NGO yang mampu bergerak di tingkatan akar rumput yang mampu lebih banyak
merangkul masyarakat dan mampu melipatgandakan kekuatan pesan perdamaian
dengan memanfaatkan kekuatan jaringan sosial yang belum tercederai oleh
konflik dan pertikaian yang ada di wilayah tersebut, yang mampu melintas batas,
mampu mengeliminir perbedaan kelas, kepercayaan, suku, kewarganegaraan dan
warna kulit. sebuah NGO yang mampu menekankan betapa pentingnya nilai
11
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
persaudaraan. sosok NGO yang mampu membawa pesan perdamaian kepada
generasi muda sehingga mampu memotong siklus rantai permusuhan dari satu
generasi ke generasi lain. sebuah organisasi yang mampu menginspirasikan
kepada generasi muda untuk menciptakan rasa toleransi, kebersamaan, kesatuan,
pengertian, kesetaraan dan kehausan akan keadilan di dunia ini.salah satu pihak
yang tergolong sebagai aktor revolusioner yang akan dibahas kali ini adalah
gerakan kepanduan dunia (World Organization Of Scout Movement/WOSM) atau
lebih dikenal dengan nama pandu /pramuka di Indonesia yang membawa pesan
perdamaian melalui pendidikan perdamaian yang diberikan melalui metode
kepramukaan yang menyenangkan dan bersahabat . Terhitung sejak berdirinya
WOSM pada 1912 mereka telah aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang
mempromosikan perdamaian di Perancis, Polandia dan Jerman pada masa perang
dunia I dan II, hingga ke Columbia, dan Croatia, pada masa pasca-PD II melalui
pendidikan perdamaian.
Gerakan Kepanduan/Kepramukaan Dunia (World Organization of Scout
Movement-WOSM) merupakan sebuah NGO, sesuai dengan konsititusi WOSM
bab II pasal 4 ayat 1 yang menyatakan
“The organization of the Scout Movement at world level is governed
by this Constitution under the title of ‘The World Organization of the
Scout Movement’…, as an independent, nonpolitical, non-
governmental organization.” Organisasi Gerakan Kepanduan /
Pramuka di tingkat dunia diatur oleh Konstitusi ini dengan nama"
Organisasi Dunia Gerakan Kepanduan / Kepramukaan '..., sebagai 12
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
sebuah organisasi independen non-politik, non-pemerintah. (WOSM,
2000: 11).
WOSM didirikan oleh Lord Robert Stephenson Smyth Baden-Powell (of
Gilwell) , 1st Baron pada tahun 1907. Gerakan kepanduan berangkat dari
keprihatinan Baden Powell yang melihat efek negatif dari perang yang membuat
banyak keluarga menderita. Tema yang paling sering muncul dalam buku-buku
dan pidato-pidato Baden Powell adalah ide untuk menjadikan gerakan
keppanduan sebagai sebuah Wordwide Brotherhood, sebuah organisasi yang
mampu menginspirasikan kepada generasi muda untuk menciptakan rasa
toleransi, kebersamaan, kesatuan, pengertian, kesetaraan dan keadilan di dunia ini.
Baden Powell melalui tulisannya dalam buku “Aids to Scoutmastership”
menekankan betapa pentingnya nilai persaudaraan, sebuah nilai yang tidak
mengindahkan perbedaan kelas, kepercayaan, kewarganegaraan dan warna kulit.
Baden Powell menulis “Scouting is a brotherhood-a scheme which in practice,
disregards differences of class, creed, country and color”. (Kepanduan /Kepramukaan
adalah sebuah persaudaraan-sebuah skema dimana dalam prakteknya
mengabaikan perbedaan kelas, kepercayaan, negara dan warna[kulit]) (1920:67)
Jumlah anggota pandu yang terhimpun dalam WOSM saat ini berjumlah
28 Juta orang yang tersebar di 160 negara (WOSM,2004: 4) yang terbagi kedalam
6 region kantor wilayah kepanduan. Kegiatan manajemen Pandu di tiap negara
diregulasikan secara terintegrasi oleh 6 kantor regional yakni -Afrika, Arab, Asia-
Pasifik, Eurasia, Eropa & Interamerica.
13
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
Salah satu alasan mengapa pendidikan perdamaian sangat penting untuk
membawa perdamaian yang didambakan di daerah tersebut adalah karena lebih
dari 60% populasi penduduk di wilayah Great Lakes adalah kalangan muda
dibawah umur 30 tahun (WOSM, 2003:1). Para pemuda dan anak-anak yang
mendominasi jumlah populasi di wilayah ini termasuk kedalam korban-korban
pertama yang merasakan langsung penderitaan yang timbul akibat kekerasan di
wilayah ini. Banyak pula individu dari golongan ini yang dimanipulasi oleh orang
dewasa untuk menjadi biang keladi baru atau menjadi tentara dalam konflik yang
berkepanjangan ini. (WOSM, 2003:1).
Dengan mengadakan sebuah program promosi perdamaian yang memiliki
target para golongan muda, diharapkan kedepannya tingkat ketegangan konflik
dapat menurun dengan drastis seiring dengan makin bertambahnya pemahaman
antara para pemuda yang berasal dari suku dan negara yang berbeda. Para pemuda
ini kemudian diharapkan kedepannya ketika sudah menjadi pemimpin negara
mereka masing-masing, akan mampu membawa konflik berkepanjangan ini
kearah yang lebih baik, dan bahkan bila memungkinkan, menghentikan konflik
ini. Hal ini memungkinkan karena mereka telah terbiasa berkomunikasi dan
membangun pemahaman dengan pemuda dari negara yang seharusnya menjadi
“musuh” mereka, maka dari itu diharapkan dengan membaiknya pemahaman akan
pihak lain akan mendorong terciptanya suatu kondisi damai di wilayah ini. Para
pemuda ini adalah sumber berharga dalam mempromosikan perdamaian yang
abadi di wilayah ini. Tentu saja hal ini harus memenuhi satu syarat; apabila
14
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
mereka mampu berpartisipasi secara positif dalam kegiatan ini yang memiliki
tujuan akhir perdamaian yang abadi. (WOSM, 2008:32).
Dalam kondisi tanggap bencana kemanusiaan di wilayah Danau Raya
itulah muncul aksi kepedulian yang digagas oleh tiga organiasi nasional
kepanduan/kepramukaan (National Scout Organization / NSO). Aksi terkoordinasi
ini berevolusi menjadi sebuah program promosi perdamaian dan pendidikan
perdamaian di wilayah Danau Raya. Bekerjasama dengan beberapa organisasi
internasional lainnya, WOSM dan organisasi kepanduan/kepramukaan di tiga
negara itu mencanangkan program pendidikan dan promosi perdamaian yang
disebut dengan program Amahoro Amani yang memiliki arti kata 'perdamaian'
dalam bahasa setempat.
Tujuan dari gerakan promosi perdamaian yang dilakukan oleh WOSM di wilayah
Great Lakes ini adalah : (i) untuk menambah kegiatan dengan nuansa perdamaian
bagi para pemuda; (ii) untuk mempromosikan perdamaian dan pemahaman antara
para pemuda, baik pandu maupun non-pandu dan (iii) untuk membangun
persaudaraan diantara pemuda dari suku dan negara berbeda. (Vallory,2007:253).
B. Masalah Pokok
Dalam permasalahan ini, saya akan mengangkat sebuah pertanyaan: Bagaimana
efektifitas World Organization of Scouts Movement (WOSM) dalam menciptakan
perdamaian di wilayah Danau Raya / Great Lakes?.
C. Tujuan Penelitian
15
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
Tujuan dari penulisan penelitian skripsi mengenai WOSM dan peranannya dalam
perdamaian adalah untuk mengetahui lebih dalam tindakan yang ditempuh
WOSM dalam mendorong perdamaian di Wilayah Danau Raya (Great Lakes);
Mengetahui lebih dalam efektifitas WOSM dalam mempromosikan perdamaian;
dan bagaimana peranan Non-State Actors dalam mendorong perdamaian melalui
perspektif liberalisme.
D. Kegunaan Penelitian
Penulis mengharapkan penelitian ini mampu memperkaya pengetahuan
mahasiswa jurusan Hubungan Internasional dan juga memperkaya khasanah
dalam dispilin Ilmu Hubungan Internasional. Khususnya, terhadap topik yang
berkaitan dengan peranan non-state actors dalam dunia Hubungan Internasional.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif dan utuh mengenai permasala-
han penelitian, penulis membagi pembahasan kedalam 6 (enam) bab yang terdiri
dari :
Bab I Pendahuluan : terdiri dari; (i) Latar Belakang Masalah; (ii) Masalah
pokok ; (iii) Tujuan Penelitian; (iv) Kegunaan Penelitian; (v) sistematika
penulisan.
Bab II Kerangka Teori : Kerangka teori, menjelaskan konsep-konsep yang
akan digunakan sebagai alat ukur utama dalam melakukan analisa dalam
16
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
penelitian untuk menjawab permasalahan yang ada seperti Organisasi
Internasional, Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy/Second
Track) serta Diplomasi Preventif. Selain itu, operasionalisasi konsep yang
bertujuan menerangkan kaitan antar konsep-konsep yang digunakan, menuju
pembentukan sebuah kerangka pemikiran.
Bab III Metode Penelitian : (i) Desain penelitian ; (ii) Bahan penelitian dan
unit analisis; (iii) Konsep / Variabel ; (iv) Metode pengumpulan data (vi) Metode
analisis data
Bab IV Objek Penelitian : penjabaran mengenai variabel dependen dan
independen yang berisi (i) Informasi mengenai negara Rwanda, Republik
Demokratik Kongo dan Burundi (ii) Sejarah mengenai genosida dan perang
antara suku Hutu dan Tutsi (iii) Sejarah mengenai gerakan kepanduan dunia
Bab V Pembahasan : Proses masuknya WOSM dalam kegiatan kegiatan
promosi perdamaian pasca genosida sebagai upaya diplomasi preventif yang
dilakukan oleh NGO dan peranannya dalam menyemai bibit perdamaian,
menumbuhkan pemahaman dan rasa persaudaraan di tingkat remaja dari suku-
suku yang saling bermusuhan dengan tujuan akhir tercapai perdamaian jangka
panjang melalui proses yang bertahap dan mampu menjangkau tingkatan akar
rumput. Adapun bagian bagian dari bab ini adalah : (i) WOSM dan perdamaian
dunia ; (ii) Aksi WOSM dalam tanggap bencana kemanusiaan di danau raya /
Great lakes ; (iii) Program Amahoro Amani dalam membantu proses perdamaian
17
Draft Bab I “Efektifitas Diplomasi Antar Masyarakat (People to People Diplomacy) dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) . Studi kasus: Program Amahoro Amani di Wilayah Great Lakes / Danau Raya, Afrika 2005-2007
di wilayah Great Lakes ; (iv) Dampak Amahoro Amani terhadap konflik di danau
raya / Great Lakes dengan fokus pada dampak yang ditimbulkan pada generasi
muda
BAB VI Kesimpulan : Berisi mengenai uraian singkat dan kesimpulan dari bab I-
V
18