Draft RUU Tentang Usaha Perasuransian

download Draft RUU Tentang Usaha Perasuransian

of 234

Transcript of Draft RUU Tentang Usaha Perasuransian

  • 1 | P a g e

    RANCANGANUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR . TAHUN .

    TENTANG

    USAHA PERASURANSIAN

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat,dapat diandalkan, amanah dan kompetitifdapat meningkatkan perlindungan bagipemegang polis/ tertanggung/peserta danberperan penting dalam pembangunannasional;

    b. bahwa dalam rangka menyikapi danmengantisipasi perkembangan industriperasuransian, serta perkembanganperekonomian, baik pada tingkat nasionalmaupun pada tingkat global, dipandangperlu untuk menyesuaikan dan menggantiUndang-undang di bidang usahaperasuransian;

    c. bahwa berdasarkan pertimbangansebagaimana dimaksud pada huruf a danhuruf b, perlu menetapkan Undang-undang tentang Usaha Perasuransian;

    Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33Undang-Undang Dasar 1945;

    2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004Tentang Kepailitan dan PenundaanKewajiban Pembayaran Utang (Lembaran

  • 2 | P a g e

    Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 131; Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4443);

    3. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007Tentang Perseroan Terbatas (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 106; Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4756);

    4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011Tentang Otoritas Jasa Keuangan(Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2011 Nomor 111; TambahanLembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5253);

    Dengan Persetujuan Bersama

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAdan

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG USAHAPERASURANSIAN.

    BAB IKETENTUAN UMUM

    Pasal 1Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:1. Usaha Perasuransian adalah Usaha Asuransi Umum,

    Usaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Kesehatan, UsahaAsuransi Kecelakaan Diri, Usaha Asuransi Umum Syariah,

  • 3 | P a g e

    Usaha Asuransi Jiwa Syariah, Usaha Asuransi KesehatanSyariah, Usaha Asuransi Kecelakaan Diri Syariah, UsahaReasuransi, Usaha Reasuransi Syariah, Usaha PialangAsuransi, Usaha Pialang Reasuransi, dan Usaha PenilaiKerugian Asuransi.

    2. Usaha Asuransi Umum adalah usaha yangmenyelenggarakan jasa penanggulangan risiko denganmemberikan penggantian atau pembayaran kepadapemegang polis/tertanggung atau pihak lain yang berhakdalam hal terjadi peristiwa tertentu yang bersifat tidak pastiyang mengakibatkan kerugian, kerusakan atau kehilangankeuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukumkepada pihak ketiga, atau memberikan jaminan pemenuhankewajiban pihak yang dijamin kepada pihak lain apabilapihak yang dijamin tersebut tidak dapat memenuhikewajibannya.

    3. Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang memberikan jasapenanggulangan risiko yang memberikan pembayarankepada pemegang polis/tertanggung atau pihak lain yangberhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetaphidup, atau pembayaran lain kepada pemegangpolis/tertanggung atau pihak lain yang berhak tersebutpada waktu-waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian.

    4. Usaha Asuransi Kesehatan adalah usaha yangmenyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yangdikaitkan dengan kesehatan pemegang polis/tertanggung.

    5. Usaha Asuransi Kecelakaan Diri adalah usaha yangmenyelenggarakan jasa penanggulangan risiko denganmemberikan penggantian atau pembayaran kepadapemegang polis/tertanggung atau pihak lain yang berhakdalam hal terjadi peristiwa kecelakaan yang mengakibatkancacat atau meninggalnya pemegang polis/tertanggung.

    6. Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha yangmenyelenggarakan jasa pengelolaan risiko berdasarkanPrinsip Syariah dari sekumpulan orang yang bersepakatuntuk saling melindungi dan saling menanggung dalam hal

  • 4 | P a g e

    terjadi kerugian, kehilangan manfaat, kehilangankeuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukumkepada pihak ketiga.

    7. Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha yangmenyelenggarakan jasa pengelolaan risiko berdasarkanPrinsip Syariah dari sekumpulan orang yang bersepakatuntuk saling melindungi dan saling menanggung yangdikaitkan dengan hidup atau meninggalnya anggotakumpulan tersebut.

    8. Usaha Asuransi Kesehatan Syariah adalah usaha yangmenyelenggarakan jasa pengelolaan risiko berdasarkanPrinsip Syariah dari sekumpulan orang yang bersepakatuntuk saling melindungi dan saling menanggung yangdikaitkan dengan kesehatan anggota kumpulan tersebut.

    9. Usaha Asuransi Kecelakaan Diri Syariah adalah usaha yangmenyelenggarakan jasa pengelolaan risiko berdasarkanPrinsip Syariah dari sekumpulan orang yang bersepakatuntuk saling melindungi dan saling menanggung dalam halterjadi peristiwa kecelakaan yang mengakibatkan cacat ataumeninggalnya anggota kumpulan tersebut.

    10. Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulangterhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransiatau perusahaan reasuransi lainnya.

    11. Usaha Reasuransi Syariah adalah usaha yangmenyelenggarakan jasa pengelolaan risiko berdasarkanPrinsip Syariah atas risiko yang dihadapi oleh PerusahaanAsuransi Syariah atau perusahaan reasuransi syariahlainnya yang dilakukan untuk saling melindungi dan salingmenanggung.

    12. Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islamberdasarkan fatwa dan atau pernyataan kesesuaian syariahdari Majelis Ulama Indonesia.

    13. Usaha Pialang Asuransi adalah usaha jasa konsultansi dankeperantaraan dalam penutupan asuransi atau kepesertaanasuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya

  • 5 | P a g e

    dengan bertindak untuk dan atas nama pemegangpolis/tertanggung/peserta.

    14. Usaha Pialang Reasuransi adalah usaha jasa konsultansidan keperantaraan dalam penempatan reasuransi ataureasuransi syariah serta penanganan penyelesaianklaimnya dengan bertindak untuk dan atas namaPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah.

    15. Usaha Penilaian Kerugian Asuransi adalah usaha jasapenilaian klaim dan jasa konsultansi atas Objek Asuransi.

    16. Objek Asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatan manusia,tanggung jawab hukum, benda dan jasa, serta semuakepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi danatau berkurang nilainya.

    17. Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan olehpenanggung dan disetujui oleh pemegang polis/tertanggunguntuk dibayarkan berdasarkan kontrak asuransi, atausejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan yang mendasari programasuransi wajib, untuk memperoleh manfaat pertanggungan.

    18. Kontribusi adalah sejumlah uang yang dibayarkan pesertakepada pengelola usaha asuransi syariah atau UsahaReasuransi Syariah, atas dasar akad tertentu yang akandialokasikan untuk Dana Tabarru, ujroh (fee), dan danainvestasi peserta.

    19. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umumatau perusahaan asuransi jiwa.

    20. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransiumum syariah atau perusahaan asuransi jiwa syariah.

    21. Perusahaan Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi,perusahaan reasuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialangasuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaanpenilai kerugian asuransi.

  • 6 | P a g e

    22. Agen Asuransi adalah orang yang bekerja untuk dan atasnama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan AsuransiSyariah yang memenuhi persyaratan untuk mewakiliPerusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariahmemasarkan produk asuransi atau produk asuransisyariah.

    23. Pialang adalah orang yang bekerja pada perusahaan pialangasuransi atau perusahaan pialang reasuransi yangmemenuhi persyaratan untuk memberi rekomendasi ataumewakili pemegang polis/tertanggung/peserta untukmelakukan transaksi asuransi atau asuransi syariah, atauuntuk mewakili Perusahaan Asuransi atau PerusahaanAsuransi Syariah dalam melakukan transaksi reasuransiatau reasuransi syariah.

    24. Dana Tabarru adalah kumpulan dana yang berasal dariKontribusi para peserta, yang mekanisme penggunaannyasesuai dengan akad tabarru yang disepakati.

    25. Dana Asuransi adalah dana yang berasal dari Premi yangdibentuk untuk memenuhi kewajiban yang timbul dari polisyang diterbitkan atau dari klaim asuransi.

    26. Afiliasi adalah hubungan antara seseorang atau badanhukum dengan satu orang atau lebih, atau badan hukumlain, sedemikian rupa sehingga salah satu dari merekadapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijaksanaan dariorang yang lain atau badan hukum yang lain, atausebaliknya, dengan memanfaatkan adanya kebersamaankepemilikan saham atau kebersamaan pengelolaanperusahaan.

    27. Pihak adalah orang atau badan usaha baik yang berbentukbadan hukum ataupun yang tidak berbentuk badanhukum.

    28. Pengendali adalah Pihak yang secara langsung atau tidaklangsung mempunyai kemampuan untuk menentukanpengelolaan atau kebijakan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah.

  • 7 | P a g e

    29. Dana Jaminan adalah kekayaan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah yang merupakan jaminanterakhir dalam rangka melindungi kepentingan pemegangpolis/tertanggung/peserta, dalam hal Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, danperusahaan reasuransi syariah dilikuidasi.

    30. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga pengawas sektorjasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.

    31. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah ketentuanhukum yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

    32. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.33. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang

    melaksanakan penjaminan simpanan sebagaimanadimaksud dalam Undang-undang tentang LembagaPenjamin Simpanan.

    BAB IIRUANG LINGKUP USAHA PERASURANSIAN

    Pasal 2(1) Perusahaan asuransi umum hanya dapat

    menyelenggarakan Usaha Asuransi Umum, Usaha AsuransiKesehatan, Usaha Asuransi Kecelakaan Diri, dan UsahaReasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi umum lain.

    (2) Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakanUsaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Kesehatan danUsaha Asuransi Kecelakaan Diri.

    (3) Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakanUsaha Reasuransi.

    Pasal 3(1) Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat

    menyelenggarakan Usaha Asuransi Umum Syariah, Usaha

  • 8 | P a g e

    Asuransi Kesehatan Syariah dan Usaha AsuransiKecelakaan Diri Syariah.

    (2) Perusahaan asuransi jiwa syariah hanya dapatmenyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa Syariah, UsahaAsuransi Kesehatan Syariah dan Usaha AsuransiKecelakaan Diri Syariah.

    (3) Perusahaan reasuransi syariah hanya dapatmenyelenggarakan Usaha Reasuransi Syariah.

    Pasal 4(1) Perusahaan pialang asuransi hanya dapat

    menyelenggarakan Usaha Pialang Asuransi.(2) Perusahaan pialang reasuransi hanya dapat

    menyelenggarakan Usaha Pialang Reasuransi.(3) Perusahaan penilai kerugian asuransi hanya dapat

    menyelenggarakan Usaha Penilai Kerugian Asuransi.

    Pasal 5Ruang lingkup Usaha Perasuransian sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 dapat diperluas sesuaikebutuhan masyarakat berdasarkan Peraturan Otoritas JasaKeuangan.

    BAB IIIBENTUK BADAN HUKUM DAN KEPEMILIKAN

    PERUSAHAAN PERASURANSIAN

    Pasal 6Perusahaan Perasuransian harus berbentuk Perseroan Terbatas.

    Pasal 7(1) Perusahaan Perasuransian hanya dapat dimiliki oleh:

  • 9 | P a g e

    a. warga negara Indonesia dan atau badan hukumIndonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh warga negaraIndonesia dan atau badan hukum Indonesia; atau

    b. warga negara Indonesia dan atau badan hukumIndonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a,bersama-sama dengan warga negara asing atau badanhukum asing yang harus merupakan PerusahaanPerasuransian yang memiliki usaha sejenis atauperusahaan induk yang salah satu anak perusahaannyabergerak di bidang Usaha Perasuransian yang sejenis.

    (2) Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b dapat menjadi pemilik Perusahaan Perasuransianhanya melalui transaksi di bursa efek.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria badan hukumasing serta kepemilikan badan hukum asing sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b dan warga negara asingsebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam PerusahaanPerasuransian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    BAB IVPERIZINAN USAHA

    Pasal 8(1) Setiap Pihak yang melakukan Usaha Perasuransian wajib

    terlebih dahulu mendapat izin usaha dari Otoritas JasaKeuangan.

    (2) Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksudpada ayat (1) harus dipenuhi persyaratan mengenai:a. anggaran dasar;b. susunan organisasi;c. modal disetor;d. dana jaminan;e. kepemilikan;f. pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dewan

    pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor

  • 10 | P a g e

    internal dan Pengendali, termasuk kemampuan dankepatutan pihak-pihak tersebut;

    g. tenaga ahli;h. kelayakan rencana kerja;i. kelayakan sistem manajemen risiko;j. produk yang akan dipasarkan;k. perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan

    kebijakan pemanfaatan alihdaya (outsourcing);l. infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan

    kepada Otoritas Jasa Keuangan;m. konfirmasi dari otoritas pengawas pihak asing yang

    bersangkutan, untuk Perusahaan Perasuransian yangdi dalamnya terdapat penyertaan langsung pihakasing; dan

    n. hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukungpertumbuhan usaha yang sehat.

    (3) Persyaratan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat(2) diberlakukan sesuai dengan jenis usaha yang akandijalankan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata caraperizinan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 9(1) Perusahaan Perasuransian wajib melaporkan setiap

    pembukaan kantor di luar kantor pusatnya kepada OtoritasJasa Keuangan.

    (2) Kantor Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah di luar kantor pusatnya yang memilikikewenangan untuk membuat keputusan mengenaipenerimaan atau penolakan pertanggungan dan ataukeputusan mengenai penerimaan atau penolakan klaimsetiap saat wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkanOtoritas Jasa Keuangan.

  • 11 | P a g e

    (3) Perusahaan Perasuransian bertanggung jawab sepenuhnyaatas setiap kantor yang dimiliki atau dikelolanya atau yangpemilik atau pengelolanya diberi izin menggunakan namaPerusahaan Perasuransian yang bersangkutan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata carapelaporan pembukaan kantor di luar kantor pusat diaturdengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    BAB VPENYELENGGARAAN USAHA

    Pasal 10(1) Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan tatakelola

    perusahaan yang baik.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatakelola perusahaan

    yang baik diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 11(1) Anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan

    pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor danPengendali Perusahaan Perasuransian setiap saat wajibmemenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan OtoritasJasa Keuangan.

    Pasal 12(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

    perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahwajib menetapkan 1 (satu) Pengendali.

    (2) Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan Pengendalidi luar Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1)untuk keperluan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang Usaha Perasuransian.

  • 12 | P a g e

    Pasal 13(1) Setiap Pihak yang akan menjadi Pengendali sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) wajib memperolehpersetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan.

    (2) Pihak yang telah ditetapkan menjadi Pengendali tidak dapatberhenti menjadi Pengendali tanpa persetujuan dariOtoritas Jasa Keuangan.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata caramemperoleh persetujuan sebagai Pengendali sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan OtoritasJasa Keuangan.

    Pasal 14(1) Perusahaan Perasuransian wajib mempekerjakan tenaga

    ahli dan aktuaris dalam jumlah yang cukup sesuai denganjenis dan lini usaha yang diselenggarakannya.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, jumlah sertapersyaratan tenaga ahli dan aktuaris sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan OtoritasJasa Keuangan.

    Pasal 15(1) Perusahaan Perasuransian dapat bekerjasama dengan

    pihak lain dalam rangka memperoleh bisnis atau untukmengalihdayakan sebagian fungsi dalam penyelenggaraanusahanya.

    (2) Perusahaan Perasuransian wajib memastikan bahwa pihaklain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki izinuntuk menjalankan usahanya dari otoritas yang relevan.

    (3) Perusahaan Perasuransian wajib memiliki dan menerapkanstandar seleksi dan akuntabilitas dalam pelaksanaankerjasama dimaksud.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan OtoritasJasa Keuangan.

  • 13 | P a g e

    Pasal 16(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

    perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahwajib mematuhi ketentuan mengenai kesehatan keuangan.

    (2) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahwajib melakukan evaluasi secara berkala terhadapkemampuan Dana Asuransi atau Dana Tabarru untukmemenuhi klaim atau kewajiban lain yang timbul dari polis.

    (3) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahwajib merencanakan dan menerapkan metode mitigasirisiko untuk menjaga kesehatan keuangannya.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesehatan keuangan danmetode mitigasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Otoritas JasaKeuangan.

    Pasal 17(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

    perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi syariahwajib memiliki Dana Jaminan dalam bentuk dan jumlahyang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

    (2) Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusdisesuaikan jumlahnya dengan perkembangan usaha,dengan ketentuan tidak kurang dari yang dipersyaratkanpada awal pendirian.

    (3) Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilarang diagunkan atau dibebani dengan hak apapun.

    (4) Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdipindahkan atau dicairkan setelah mendapat persetujuanOtoritas Jasa Keuangan.

    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Jaminan diaturdengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

  • 14 | P a g e

    Pasal 18(1) Kekayaan dan kewajiban yang terkait dengan hak

    pemegang polis/tertanggung/peserta harus dipisahkan darikekayaan dan kewajiban yang lain dari PerusahaanAsuransi, perusahaan reasuransi, Perusahaan AsuransiSyariah atau perusahaan reasuransi syariah.

    (2) Untuk Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, kekayaan dankewajiban pemegang polis/peserta untuk keperluan tolongmenolong dalam menghadapi risiko harus dipisahkan darikekayaan dan kewajiban pemegang polis/peserta untukkeperluan investasi.

    (3) Dalam hal Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaanreasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, kekayaanpemegang polis/peserta untuk keperluan tolong menolongdalam menghadapi risiko dan kekayaan pemegangpolis/peserta untuk keperluan investasi termasuk dalamboedel pailit atau kekayaan dalam likuidasi, namun tidakbisa digunakan untuk memenuhi kewajiban selain kepadapemegang polis/peserta.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan kekayaan dankewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 19(1) Perusahaan Perasuransian wajib menyampaikan laporan

    kepada Otoritas Jasa Keuangan.(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    dapat dilakukan melalui sistem data elektronik.(3) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

    perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahwajib mengumumkan posisi keuangan, kinerja keuangan,dan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dalam surat

  • 15 | P a g e

    kabar harian berbahasa Indonesia yang beredar secaranasional.

    (4) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahwajib menyediakan informasi mengenai posisi keuangan,kinerja keuangan dan risiko yang dihadapinya kepadapihak-pihak yang berkepentingan dengan cara yang sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.

    (5) Ketentuan mengenai jenis, bentuk, susunan dan jadwalpenyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur denganPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 20(1) Laporan tertentu dan hasil analisis atas laporan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) tidak dapatdibuka oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada pihak lain,kecuali kepada:a. polisi dan jaksa untuk kepentingan penyelidikan atau

    penyidikan;b. hakim untuk kepentingan peradilan;c. pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan; ataud. pihak lain berdasarkan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara

    memperoleh laporan tertentu dan hasil analisis ataslaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 21Dalam rangka perolehan bisnis, Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah dapat meminta surat keterangandari Otoritas Jasa Keuangan mengenai kondisi kesehatankeuangannya.

  • 16 | P a g e

    Pasal 22Penutupan asuransi atas Objek Asuransi harus didasarkan padaasas kebebasan memilih penanggung atau pengelola.

    Pasal 23Objek Asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan padaPerusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yangmendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, kecualidalam hal:a. tidak ada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi

    Syariah di Indonesia, baik secara sendiri-sendiri maupunbersama-sama, yang memiliki kemampuan menahan ataumengelola risiko asuransi atau risiko asuransi syariah dariObjek Asuransi yang bersangkutan; atau

    b. tidak ada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan AsuransiSyariah di Indonesia yang bersedia melakukan penutupanasuransi atau asuransi syariah atas Objek Asuransi yangbersangkutan.

    Pasal 24(1) Perusahaan Perasuransian wajib memenuhi standar

    perilaku usaha yang mencakup ketentuan mengenai:a. polis;b. Premi atau Kontribusi;c. underwriting dan pengenalan pemegang polis/

    tertanggung/peserta;d. penyelesaian klaim;e. keahlian di bidang perasuransian;f. distribusi atau pemasaran produk;g. penanganan keluhan pemegang

    polis/tertanggung/peserta; danh. standar lain yang berhubungan dengan

    penyelenggaraan usaha.

  • 17 | P a g e

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar perilaku usahasebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 25(1) Pialang atau Agen Asuransi wajib terdaftar di Otoritas Jasa

    Keuangan.(2) Pialang atau Agen Asuransi wajib memiliki pengetahuan

    dan kemampuan yang cukup serta memiliki reputasi yangbaik.

    (3) Persyaratan dan tata cara pendaftaran Pialang atau AgenAsuransi diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 26(1) Pialang, Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi atau

    perusahaan pialang reasuransi dilarang menahan ataumengelola Premi atau Kontribusi.

    (2) Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung olehpemegang polis/tertanggung/peserta kepada PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi atau perusahaan reasuransi syariah ataudibayarkan melalui Pialang, Agen Asuransi, perusahaanpialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi.

    (3) Dalam hal Premi atau Kontribusi dibayarkan melaluiPialang, Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi atauperusahaan pialang reasuransi sebagaimana dimaksudpada ayat (2), Pialang, Agen Asuransi, perusahaan pialangasuransi atau perusahaan pialang reasuransi tersebut wajibmenyerahkan Premi atau Kontribusi dimaksud kepadaPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahsebelum berakhirnya tenggang waktu pembayaran Premiatau Kontribusi yang ditetapkan dalam polis yangbersangkutan.

  • 18 | P a g e

    (4) Dalam hal penyerahan Premi atau Kontribusi dilakukansetelah berakhirnya tenggang waktu sebagaimanadimaksud pada ayat (3), Pialang, Agen Asuransi,perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialangreasuransi yang bersangkutan wajib bertanggung jawabatas pembayaran klaim yang timbul dari kerugian yangterjadi setelah berakhirnya tenggang waktu dimaksud.

    (5) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahwajib membayarkan imbalan jasa keperantaraan kepadaAgen Asuransi, Pialang, perusahaan pialang asuransi atauperusahaan pialang reasuransi segera setelah menerimaPremi atau Kontribusi.

    Pasal 27(1) Pialang atau perusahaan pialang asuransi wajib

    memberikan informasi yang benar mengenai ada atautidaknya hubungan Afiliasi dengan Perusahaan Asuransiatau Perusahaan Asuransi Syariah yangdirekomendasikannya kepada calon pemegang polis/tertanggung/peserta Perusahaan Asuransi atau PerusahaanAsuransi Syariah.

    (2) Perusahaan pialang asuransi wajib mendapat persetujuantertulis dari calon pemegang polis/tertanggung/pesertaapabila akan menempatkan penutupan asuransi atauasuransi syariah kepada Perusahaan Asuransi atauPerusahaan Asuransi Syariah yang merupakan Afiliasi dariperusahaan pialang asuransi yang bersangkutan.

    Pasal 28Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajibbertanggung jawab atas tindakan Agen Asuransi yang berkaitandengan pemasaran produk asuransi atau asuransi syariah danatau transaksi asuransi atau asuransi syariah.

  • 19 | P a g e

    Pasal 29(1) Agen Asuransi, Pialang dan Perusahaan Perasuransian

    wajib menerapkan segenap keahlian, perhatian, dankecermatan dalam melayani atau bertransaksi denganpemegang polis/tertanggung/peserta.

    (2) Agen Asuransi, Pialang dan Perusahaan Perasuransianwajib memberikan informasi kepada pemegang polis/tertanggung/peserta mengenai risiko, manfaat, kewajibandan pembebanan biaya terkait dengan produk asuransiatau produk asuransi syariah yang ditawarkan.

    (3) Agen Asuransi, Pialang dan Perusahaan Perasuransianwajib menangani klaim dan keluhan melalui proses yangsederhana, mudah diakses dan adil.

    (4) Agen Asuransi, Pialang dan Perusahaan Perasuransiandilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambatpenyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidakmelakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehinggamengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaranklaim.

    Pasal 30(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah dan

    perusahaan pialang asuransi wajib menerapkan kebijakananti pencucian uang dan pencegahan pembiayaanterorisme.

    (2) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah danperusahaan pialang asuransi wajib mendapatkan informasiyang cukup mengenai calon pemegangpolis/tertanggung/peserta atau pihak-pihak lain yangterkait dengan penutupan asuransi atau asuransi syariahuntuk dapat menerapkan kebijakan anti pencucian uangdan pencegahan pembiayaan terorisme.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan kebijakan antipencucian uang dan pencegahan pembiayaan terorismesebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

  • 20 | P a g e

    BAB VIPERLINDUNGAN PEMEGANG

    POLIS/TERTANGGUNG/PESERTA

    Pasal 31(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

    perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahwajib menjadi peserta program penjaminan pemegangpolis/tertanggung/peserta.

    (2) Program penjaminan pemegang polis/tertanggung/pesertasebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan olehLembaga Penjamin Simpanan.

    (3) Penyelenggaraan program penjaminan pemegang polis/tertanggung/peserta oleh Lembaga Penjamin Simpanansebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh LembagaPenjamin Simpanan.

    Pasal 32(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

    perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahwajib menjadi anggota lembaga yang berfungsi melakukanmediasi penyelesaian sengketa antara PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi atau perusahaan reasuransi syariah danpemegang polis/tertanggung/peserta atau pihak lain yangberhak memperoleh manfaat asuransi.

    (2) Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)bersifat independen dan imparsial.

    (3) Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mediasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

  • 21 | P a g e

    BAB VIIPERUBAHAN KEPEMILIKAN, PENGGABUNGAN (MERGER)

    DAN PELEBURAN (KONSOLIDASI)

    Pasal 33(1) Setiap rencana perubahan kepemilikan Perusahaan

    Perasuransian harus memperoleh persetujuan Otoritas JasaKeuangan.

    (2) Dalam hal perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan perubahan kepemilikan yang mengakibatkanterdapatnya penyertaan langsung oleh pihak asing di dalamPerusahaan Perasuransian tersebut, maka pihak asing tersebutharus merupakan Perusahaan Perasuransian yang memilikiusaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anakperusahaannya bergerak di bidang Usaha Perasuransian yangsejenis.

    (3) Ketentuan mengenai Perusahaan Perasuransian yang memilikiusaha sejenis dan kepemilikan perusahaan induk atas anakperusahaan yang bergerak di bidang Usaha Perasuransian yangsejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus tetapdipenuhi selama pihak asing tersebut memiliki penyertaan padaPerusahaan Perasuransian.

    (4) Perubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransian melaluitransaksi di bursa efek dikecualikan dari ketentuan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) sepanjang tidak menyebabkanperubahan Pengendalian pada Perusahaan Perasuransiantersebut.

    (5) Untuk memperoleh persetujuan perubahan kepemilikansebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhiketentuan:a. perubahan kepemilikan tersebut tidak mengurangi hak

    pemegang polis/tertanggung/peserta, bagi PerusahaanAsuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah; dan

    a. perubahan kepemilikan tersebut tidak mengurangi hakpenanggung, penanggung ulang atau pengelola, bagiperusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah.

  • 22 | P a g e

    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratanperubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransian diaturdengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 34(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

    perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahyang akan melakukan penggabungan atau peleburan wajibterlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas JasaKeuangan.

    (2) Penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud padaayat (1) hanya dapat dilakukan antara perusahaan-perusahaan yang sejenis bidang usahanya.

    (3) Untuk memperoleh persetujuan penggabungan ataupeleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmemenuhi ketentuan:a. penggabungan atau peleburan tersebut tidak

    mengurangi hak pemegang polis/tertanggung/peserta,bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan AsuransiSyariah;

    b. penggabungan atau peleburan tersebut tidakmengurangi hak penanggung, penanggung ulang ataupengelola, bagi perusahaan reasuransi dan perusahaanreasuransi syariah;

    c. kondisi keuangan Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah hasil penggabunganatau peleburan harus tetap memenuhi ketentuantingkat kesehatan keuangan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan ataupeleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

  • 23 | P a g e

    BAB VIIIPEMBUBARAN, LIKUIDASI DAN KEPAILITAN

    Pasal 35(1) Perusahaan Perasuransian yang akan menghentikan

    kegiatan usahanya wajib terlebih dahulu melaporkanrencana penghentian kegiatan usaha kepada Otoritas JasaKeuangan.

    (2) Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud padaayat (1) wajib terlebih dahulu menyelesaikan seluruhkewajibannya.

    (3) Dalam hal Perusahaan Perasuransian sebagaimanadimaksud pada ayat (1) telah menyelesaikan seluruhkewajibannya, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izinusaha Perusahaan Perasuransian yang bersangkutan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian kegiatanusaha dan penyelesaian kewajiban PerusahaanPerasuransian diatur dengan Peraturan Otoritas JasaKeuangan.

    Pasal 36Perusahaan Perasuransian yang dicabut izin usahanya wajibmenghentikan kegiatan usahanya dan dilarang mengalihkan,menjaminkan, mengagunkan, atau melakukan tindakan lainyang dapat merugikan aset perusahaan sebelum terbentuknyatim likuidasi.

    Pasal 37(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

    perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahyang dicabut izin usahanya wajib menyelenggarakan RapatUmum Pemegang Saham untuk memutuskan pembubaranbadan hukum perusahaan dimaksud dan membentuk timlikuidasi, paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggaldiumumkannya pencabutan izin usaha.

  • 24 | P a g e

    (2) Apabila Rapat Umum Pemegang Saham tidak dapatdiselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimanadimaksud pada ayat (1) atau dapat diselenggarakan namuntidak berhasil memutuskan pembubaran badan hukumperusahaan dan membentuk tim likuidasi, Otoritas JasaKeuangan mengajukan permohonan kepada Pengadilanuntuk mengeluarkan penetapan yang berisi:a. pembubaran badan hukum perusahaan;b. penunjukan tim likuidasi;c. perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan

    ketentuan Undang-undang ini; dand. perintah agar tim likuidasi melaporkan rencana dan

    mempertanggung-jawabkan hasil pelaksanaanlikuidasi kepada Otoritas Jasa Keuangan.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan susunantim likuidasi serta pelaporan rencana dan hasilpelaksanaan likuidasi oleh tim likuidasi sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan OtoritasJasa Keuangan.

    Pasal 38(1) Tim likuidasi wajib bertindak adil dan objektif dalam

    melaksanakan tugasnya.(2) Dalam hal terjadi benturan kepentingan antara kepentingan

    pemegang saham dan kepentingan pemegang polis/tertanggung/peserta, tim likuidasi wajib mengutamakankepentingan pemegang polis/tertanggung/peserta.

    (3) Dalam hal tim likuidasi yang ditetapkan oleh Pengadilantidak dapat melaksanakan ketentuan ayat (1) dan ayat (2)dengan baik, Otoritas Jasa Keuangan dapat mengajukanpermohonan penggantian tim likuidasi kepada Pengadilan.

    Pasal 39(1) Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan

    Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan

  • 25 | P a g e

    reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah hanyadapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

    (2) Tata cara dan persyaratan permohonan pernyataan pailitterhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    (3) Permohonan pernyataan pailit terhadap PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaanreasuransi atau Perusahaan reasuransi syariahsebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukandalam rangka mengeksekusi putusan pengadilan perdata.

    Pasal 40(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi

    Syariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, hakpemegang polis/tertanggung/peserta atas pembagian hartakekayaan mempunyai kedudukan yang lebih tinggidaripada hak pihak-pihak lainnya, kecuali kewajibankepada negara.

    (2) Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaanreasuransi dipailitkan atau dilikuidasi, Dana Asuransiharus digunakan terlebih dahulu untuk memenuhikewajiban kepada pemegang polis/tertanggung atau pihaklain yang berhak atas manfaat asuransi.

    (3) Dalam hal terdapat kelebihan Dana Asuransi setelahpemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat(2), kelebihan Dana Asuransi dimaksud dapat digunakanuntuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga selainpemegang polis/tertanggung atau pihak lain yang berhakatas manfaat asuransi.

    (4) Dalam hal Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaanreasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, Dana

  • 26 | P a g e

    Tabarru dan dana investasi peserta tidak dapat digunakanuntuk membayar kewajiban selain kepada Peserta.

    BAB IXPENGATURAN DAN PENGAWASAN

    Pasal 41(1) Pengaturan dan pengawasan kegiatan Usaha Perasuransian

    dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.(2) Menteri menetapkan kebijakan umum di bidang Usaha

    Perasuransian.Pasal 42

    Dalam rangka menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasanterhadap Perusahaan Perasuransian, Otoritas Jasa Keuangandapat melakukan kerjasama dengan pihak lain baik di dalammaupun di luar negeri.

    Pasal 43(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak tertentu

    untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuanganmelaksanakan sebagian dari fungsi pengaturan danpengawasan.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan danpelaksanaan sebagian fungsi pengaturan dan pengawasanoleh pihak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 44(1) Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengaturan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), Otoritas Jasa Keuanganberwenang untuk membuat dan menetapkan peraturanpelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di bidangUsaha Perasuransian.

  • 27 | P a g e

    (2) Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasansebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), OtoritasJasa Keuangan berwenang untuk antara lain:a. memberi atau menolak memberikan izin Usaha

    Perasuransian;b. mencabut izin Usaha Perasuransian;c. memberi atau menolak memberikan pernyataan

    pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik,penilai atau pihak lain yang memberikan jasa kepadaPerusahaan Perasuransian;

    d. membatalkan pernyataan pendaftaran bagi konsultanaktuaria, akuntan publik, penilai atau pihak lain yangmemberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian;

    e. mewajibkan Perusahaan Perasuransian menyampaikanlaporan secara berkala;

    f. melakukan pemeriksaan terhadap PerusahaanPerasuransian dan pihak lain yang sedang atau pernahmenjadi pihak terafiliasi atau memberikan jasa kepadaPerusahaan Perasuransian;

    g. menetapkan Pengendali dari Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransiatau perusahaan reasuransi syariah;

    h. menyetujui atau mencabut persetujuan suatu pihakmenjadi Pengendali Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, Perusahaan reasuransi atauPerusahaan reasuransi syariah;

    i. mewajibkan suatu Pihak untuk berhenti menjadiPengendali dari Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah;

    j. melakukan penilaian kemampuan dan kepatutanterhadap direksi, dewan komisaris, dewan pengawassyariah, aktuaris perusahaan, auditor internal danPengendali;

    k. menonaktifkan direksi, dewan komisaris dan ataudewan pengawas syariah, serta menetapkan pengelolastatuter;

  • 28 | P a g e

    l. memberi perintah tertulis kepada:i. pihak tertentu untuk membuat laporan mengenai

    hal tertentu, atas biaya PerusahaanPerasuransian dan disampaikan kepada OtoritasJasa Keuangan;

    ii. Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah untuk mengalihkan sebagianatau seluruh portofolio pertanggungannya kepadaPerusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah lain;

    iii. Perusahaan Perasuransian untuk melakukan atautidak melakukan hal-hal tertentu guna memenuhiketentuan peraturan perundang-undangan dibidang Usaha Perasuransian;

    iv. Perusahaan Perasuransian untuk memperbaikiatau menyempurnakan sistem Pengendalianintern untuk mengidentifikasi dan menghindaripemanfaatan Perusahaan Perasuransian untukkejahatan keuangan;

    v. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan AsuransiSyariah untuk menghentikan pemasaran produkasuransi tertentu; dan

    vi. Perusahaan Perasuransian untuk menggantikanseseorang dari jabatan atau posisi tertentu, ataumenunjuk seseorang dengan kualifikasi tertentuuntuk menempati jabatan atau posisi tertentu,dalam hal orang tersebut tidak kompeten, tidakmemenuhi kualifikasi tertentu, tidakberpengalaman, atau melakukan pelanggaranterhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Usaha Perasuransian.

    m. mengenakan sanksi kepada PerusahaanPerasuransian, pemegang saham, dewan komisaris,dewan pengawas syariah, direksi, aktuaris perusahaandan atau auditor internal.

  • 29 | P a g e

    Pasal 45(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat

    (2) huruf f dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu.(2) Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak lain

    untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan melakukanpemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    (3) Anggota dewan komisaris, direksi, dewan pengawas syariah,aktuaris perusahaan, auditor internal, pegawai lain,pemegang saham, Pengendali, pihak terafiliasi, dan pihakyang melakukan alihdaya untuk kepentingan PerusahaanPerasuransian wajib memberikan keterangan dan data,kesempatan untuk melihat semua pembukuan, catatan,dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatanusahanya dan hal-hal lain yang diperlukan oleh pemeriksa.

    (4) Dalam hal diperlukan, pihak yang pernah menjadi anggotadewan komisaris, direksi, dewan pengawas syariah,aktuaris perusahaan, auditor internal, pegawai lain,pemegang saham, Pengendali, pihak terafiliasi, dan pihakyang melakukan alihdaya untuk kepentingan PerusahaanPerasuransian, wajib memberikan keterangan dan data,kesempatan untuk melihat semua pembukuan, catatan,dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatanUsaha Perasuransian yang diperlukan oleh pemeriksa.

    (5) Ketentuan mengenai prosedur dan tata cara pemeriksaansebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta kriteria dan tatacara penugasan pihak lain sebagaimana dimaksud padaayat (2) diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 46(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menonaktifkan direksi,

    dewan komisaris dan atau dewan pengawas syariah, sertamenetapkan pengelola statuter untuk mengambil alihkepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah, dalam hal:

  • 30 | P a g e

    a. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah tersebut telah dikenai sanksi pembatasankegiatan usaha;

    b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah tersebut memberikan informasi kepadaOtoritas Jasa Keuangan bahwa menurutpertimbangannya perusahaan diperkirakan tidakmampu memenuhi kewajibannya atau akanmenghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh tempo

    c. menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan,Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah tersebut diperkirakan tidak mampu memenuhikewajiban atau akan menghentikan pelunasankewajiban yang jatuh tempo;

    d. menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan,Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah tersebut melakukan kegiatan usaha yang tidaksesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Usaha Perasuransian atau secarafinansial dinilai tidak sehat; atau

    e. menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan,Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah tersebut dimanfaatkan untuk memfasilitasidan atau melakukan kejahatan keuangan.

    (2) Pengelola statuter mempunyai tugas untuk:a. menyelamatkan kekayaan dan atau kumpulan dana

    peserta Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah;

    b. mengendalikan dan mengelola kegiatan usaha dariPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

  • 31 | P a g e

    perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah sesuai Undang-undang ini;

    c. menyusun langkah-langkah yang akan dilakukanapabila Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah tersebut masih dapat diselamatkan;

    d. mengajukan usulan agar Otoritas Jasa Keuanganmencabut izin usaha Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransiatau perusahaan reasuransi syariah apabila dinilaitidak dapat diselamatkan; atau

    e. melaporkan kegiatannya kepada Otoritas JasaKeuangan.

    (3) Pada saat pengelola statuter mulai melakukanpengambilalihan kepengurusan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah, maka:a. direksi, dewan komisaris dan atau dewan pengawas

    syariah tidak dapat melakukan tindakan selakudireksi, dewan komisaris dan atau dewan pengawassyariah;

    b. direksi, dewan komisaris dan atau dewan pengawassyariah nonaktif wajib membantu pengelola statuterdalam menjalankan fungsi kepengurusan.

    (4) Direksi, dewan komisaris dan atau dewan pengawas syariahnonaktif dilarang mengundurkan diri selama fungsikepengurusan diambil alih oleh pengelola statuter.

    (5) Otoritas Jasa Keuangan setiap saat dapat memberhentikanpengelola statuter dari jabatannya.

    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan, masa tugasdan pemberhentian pengelola statuter sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) serta kewajiban danhak direksi, dewan komisaris dan atau dewan pengawassyariah nonaktif diatur dengan Peraturan Otoritas JasaKeuangan.

  • 32 | P a g e

    Pasal 47(1) Pengelola statuter dalam melaksanakan tugas dan

    wewenangnya wajib mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang Usaha Perasuransian.

    (2) Pengelola statuter wajib mematuhi setiap perintah tertulisdari Otoritas Jasa Keuangan mengenai Pengendalian danpengelolaan kegiatan usaha dari Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah.

    (3) Pengelola statuter mengambil alih pengendalian danpengelolaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah sejak tanggal penetapan sebagaipengelola statuter.

    (4) Pengelola statuter memiliki seluruh wewenang dan fungsidireksi, dewan komisaris dan atau dewan pengawas syariahdari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah.

    (5) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),pengelola statuter juga memiliki kewenangan untuk:a. membatalkan atau mengakhiri perjanjian yang dibuat

    oleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah dengan pihak ketiga, yang menurutpengelola statuter dapat merugikan kepentinganperusahaan dan pemegang polis/tertanggung/peserta;dan

    b. melakukan pengalihan sebagian atau seluruhportofolio pertanggungan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransiatau perusahaan reasuransi syariah, yang menurutpengelola statuter dapat mencegah kerugian lebihbesar bagi pemegang polis/tertanggung/peserta.

  • 33 | P a g e

    Pasal 48Pengelola statuter bertanggungjawab atas kerugian PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransiatau perusahaan reasuransi syariah dan atau pihak ketiga jikakerugian tersebut disebabkan oleh kecurangan, ketidakjujuran,kelalaian, atau kesengajaannya untuk tidak mematuhiketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang UsahaPerasuransian.

    Pasal 49(1) Pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi,

    Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah oleh pengelola statuterberakhir apabila Otoritas Jasa Keuangan memutuskan:a. Pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi,

    Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransiatau perusahaan reasuransi syariah oleh pengelolastatuter tidak diperlukan lagi; atau

    b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah telah dicabut izin usahanya.

    (2) Pengelola statuter wajib mempertanggungjawabkan segalakeputusan dan tindakannya dalam mengendalikan danmengelola Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah kepada Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 50(1) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44

    ayat (2) huruf l diberikan dalam hal Otoritas Jasa Keuanganberpendapat bahwa Perusahaan Perasuransian:a. menjalankan kegiatan usahanya dengan cara tidak

    hati-hati dan tidak wajar atau tidak sehat secarafinansial;

  • 34 | P a g e

    b. diperkirakan akan mengalami keadaan keuangan yangtidak sehat atau akan gagal memenuhi kewajibannya;

    c. melanggar peraturan perundang-undangan di bidangUsaha Perasuransian; dan atau

    d. terlibat kejahatan keuangan.(2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga

    dapat diberikan kepada Pengendali dari PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi atau perusahaan reasuransi syariah.

    (3) Perusahaan Perasuransian dan atau PengendaliPerusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariahatau Pengendali perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah wajib mematuhi perintah tertulissebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

    (4) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) danayat (2) tidak dapat dijadikan alasan oleh Pihak yangmelakukan perjanjian dengan Perusahaan Perasuransianuntuk membatalkan atau menolak perjanjian, ataumenghindari kewajiban yang ditentukan di dalamperjanjian, atau untuk melakukan hal apapun yang dapatmengakibatkan kerugian bagi Perusahaan Perasuransian.

    (5) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berhakmendapatkan ganti kerugian dari PerusahaanPerasuransian apabila menderita kerugian yang disebabkanoleh perintah tertulis yang diberikan kepada PerusahaanPerasuransian berdasarkan ketentuan pasal ini.

    (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidakberlaku apabila Pihak yang bersangkutan merupakan pihakterafiliasi atau pihak yang terkait dengan keadaan yangmenyebabkan dikeluarkannya perintah tertulis tersebutoleh Otoritas Jasa Keuangan.

  • 35 | P a g e

    Pasal 51Setiap pegawai Otoritas Jasa Keuangan yang diberi tugas ataupihak lain yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan dilarangmenggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yangbersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangkapelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkankeputusan Otoritas Jasa Keuangan atau diwajibkan olehUndang-undang.

    Pasal 52Dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangan Otoritas JasaKeuangan berdasarkan Undang-undang ini dan peraturanpelaksanaannya, Otoritas Jasa Keuangan, pegawainya dan ataupihak yang diberi tugas oleh Otoritas Jasa Keuangan tidak dapatdigugat secara perdata maupun dituntut secara pidanasepanjang pihak-pihak tersebut melaksanakan tugas, fungsi danatau wewenang tersebut dengan itikad baik dan sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.

    BAB XPROFESI PENYEDIA JASA BAGI USAHA PERASURANSIAN

    Pasal 53(1) Profesi penyedia jasa bagi Usaha Perasuransian terdiri atas:

    a. konsultan aktuaria;b. akuntan publik;c. penilai;d. profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan Otoritas

    Jasa Keuangan.(2) Untuk dapat melakukan kegiatan di bidang Usaha

    Perasuransian, profesi penyedia jasa bagi UsahaPerasuransian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajibterlebih dahulu terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.

    (3) Persyaratan dan tata cara pendaftaran profesi penyedia jasabagi Usaha Perasuransian diatur dengan Peraturan OtoritasJasa Keuangan.

  • 36 | P a g e

    Pasal 54(1) Pendaftaran profesi penyedia jasa bagi Usaha Perasuransian

    di Otoritas Jasa Keuangan menjadi batal apabila izin profesiyang bersangkutan dicabut oleh instansi yang berwenang.

    (2) Jasa dari profesi penyedia jasa di bidang UsahaPerasuransian yang telah diberikan sebelumnya tidakmenjadi batal karena batalnya pendaftaran profesi, kecualiapabila jasa yang diberikan tersebut merupakan sebabdibatalkannya pendaftaran atau dicabutnya izin profesiyang bersangkutan.

    (3) Dalam hal pendaftaran profesi penyedia jasa bagi UsahaPerasuransian dibatalkan, Otoritas Jasa Keuangan dapatmelakukan pemeriksaan atau penilaian atas jasa lainberkaitan dengan Usaha Perasuransian yang telahdiberikan sebelumnya oleh profesi penyedia jasa bagi UsahaPerasuransian dimaksud untuk menentukan berlaku atautidak berlakunya jasa tersebut.

    (4) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memutuskan bahwajasa yang diberikan oleh profesi penyedia jasa bagi UsahaPerasuransian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidakberlaku, Otoritas Jasa Keuangan dapat mewajibkanperusahaan yang menggunakan jasa profesi penyedia jasabagi Usaha Perasuransian tersebut untuk menunjuk profesipenyedia jasa bagi Usaha Perasuransian lain untukmelakukan pemeriksaan dan penilaian atas perusahaandimaksud.

    BAB XIASOSIASI USAHA PERASURANSIAN

    Pasal 55(1) Setiap Perusahaan Perasuransian wajib menjadi anggota

    asosiasi Usaha Perasuransian yang sesuai dengan jenisusahanya.

  • 37 | P a g e

    (2) Asosiasi Usaha Perasuransian sebagaimana dimaksud padaayat (1) harus mendapat persetujuan dari Otoritas JasaKeuangan.

    Pasal 56(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan atau

    mendelegasikan wewenang tertentu kepada asosiasi UsahaPerasuransian dalam rangka pengaturan dan ataupengawasan Usaha Perasuransian.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan ataupendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    BAB XIISANKSI ADMINISTRATIF

    Pasal 57(1) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan dalam

    Undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya,Otoritas Jasa Keuangan berwenang mengenakan sanksiadministratif yang berupa:a. peringatan;b. pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau

    seluruh kegiatan usaha;c. larangan untuk memasarkan produk asuransi atau

    produk asuransi syariah untuk lini usaha tertentu;d. pencabutan izin usaha;e. pembatalan pernyataan pendaftaran bagi konsultan

    aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yangmemberikan jasa bagi Perusahaan Perasuransian;

    f. denda administratif; dang. larangan menjadi pemegang saham, direksi, dewan

    komisaris, atau dewan pengawas syariah, atau

  • 38 | P a g e

    menduduki jabatan eksekutif di bawah direksiPerusahaan Perasuransian.

    (2) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai kondisiPerusahaan Perasuransian membahayakan kepentinganpemegang polis/tertanggung/peserta, Otoritas JasaKeuangan dapat langsung mengenakan sanksi pencabutanizin usaha.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata carapengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PeraturanOtoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 58(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi

    Syariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah dikenai sanksi peringatan ataupembatasan kegiatan usaha, Otoritas Jasa Keuangan dapatmemerintahkan:a. pemegang saham menambah modal;b. pemegang saham mengganti dewan komisaris, direksi,

    dewan pengawas syariah, aktuaris, atau auditorinternal;

    c. direksi, dewan komisaris dan atau dewan pengawassyariah menyerahkan Pengendalian dan pengelolaankegiatan Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah kepada pengelola statuter;

    d. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah mengalihkan sebagian atau seluruh portofoliopertanggungan kepada Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransiatau perusahaan reasuransi syariah lain; atau

    e. pemegang saham melakukan tindakan yang dinilaidapat mengatasi kesulitan atau tidak melakukan

  • 39 | P a g e

    tindakan yang dinilai dapat memperburuk kondisiPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah.

    (2) Apabila tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak dapat mengatasi kesulitan keuangan yang dihadapiPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah, Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut izinusaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah.

    (3) Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta pihak berwenanguntuk memblokir sebagian atau seluruh kekayaanPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahyang sedang dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usahakarena tidak memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas.

    (4) Pencabutan pemblokiran terhadap sebagian atau seluruhkekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukansetelah memperoleh persetujuan dari Otoritas JasaKeuangan.

    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata carapemblokiran dan pencabutan pemblokiran sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur denganPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    BAB XIIIKETENTUAN PIDANA

    Pasal 59(1) Setiap orang yang menjalankan kegiatan usaha asuransi,

    usaha asuransi syariah, Usaha Reasuransi atau UsahaReasuransi Syariah tanpa izin usaha sebagaimanadimaksud dalam Pasal 8, dipidana dengan pidana penjara

  • 40 | P a g e

    paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan palingbanyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

    (2) Setiap orang yang menjalankan kegiatan Usaha PialangAsuransi atau Usaha Pialang Reasuransi tanpa izin usahasebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dipidana denganpidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) danpaling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

    (3) Setiap orang yang menjalankan kegiatan Usaha PenilaiKerugian Asuransi tanpa izin usaha sebagaimana dimaksuddalam Pasal 8, dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun danpidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus jutarupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah).

    (4) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ayat (2) atau ayat (3) dilakukan oleh badan hukum,penuntutan terhadap badan hukum dimaksud dilakukanterhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukanperbuatan itu dan atau yang bertindak sebagai pemimpindalam perbuatan itu.

    Pasal 60(1) Anggota dewan komisaris, dewan pengawas syariah, direksi,

    aktuaris perusahaan, auditor internal, atau pegawai laindari Perusahaan Perasuransian yang dengan sengajamemberikan laporan, informasi, data, dan atau dokumenkepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 19 yang tidak benar, palsu dan ataumenyesatkan dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun danpidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu

  • 41 | P a g e

    miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00(sepuluh miliar rupiah).

    (2) Anggota dewan komisaris, dewan pengawas syariah, direksi,aktuaris perusahaan, auditor internal, atau pegawai laindari Perusahaan Perasuransian yang lalai memberikanlaporan, informasi, data, dan atau dokumen kepadaOtoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalamPasal 19 yang tidak benar, palsu dan atau menyesatkandipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana dendapaling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

    (3) Anggota dewan komisaris, dewan pengawas syariah, direksi,aktuaris perusahaan, auditor internal atau pegawai laindari Perusahaan Perasuransian yang dengan sengajamemberikan laporan, informasi, data dan atau dokumenkepada pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak benar, palsudan atau menyesatkan dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahundan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (duamiliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (duapuluh miliar rupiah).

    (4) Anggota dewan komisaris, dewan pengawas syariah, direksi,aktuaris perusahaan, auditor internal atau pegawai laindari Perusahaan Perasuransian yang lalai memberikanlaporan, informasi data dan atau dokumen kepada pihakyang berkepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal19 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak benar, palsu dan ataumenyesatkan dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun danpidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satumiliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00(sepuluh miliar rupiah).

    (5) Anggota dewan komisaris, dewan pengawas syariah, direksi,aktuaris perusahaan, auditor internal atau pegawai lain

  • 42 | P a g e

    dari Perusahaan Perasuransian yang tidak memberikanketerangan dan data atau kesempatan untuk melihatsemua pembukuan, catatan, dokumen dan sarana fisikyang berkaitan dengan kegiatan Usaha Perasuransian danhal-hal lain yang diperlukan oleh pemeriksa sebagaimanadimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) dan ayat (4) dipidanadengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun danpaling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan palingbanyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

    Pasal 61Setiap orang yang menggelapkan dengan cara mengalihkan,menjaminkan dan atau menggunakan kekayaan PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransiatau perusahaan reasuransi syariah tanpa hak, dipidana denganpidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 15(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) atau paling banyakRp15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).

    Pasal 62Setiap orang yang menerima, menadah, membeli, mengagunkanatau menjual kembali kekayaan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalamPasal 36 yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwabarang-barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahunatau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,- (satu miliarrupiah) atau paling banyak Rp5.000.000.000,- (lima miliarrupiah).

  • 43 | P a g e

    Pasal 63Setiap orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-samamelakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahundan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,- (satu miliarrupiah) atau paling banyak Rp5.000.000.000,- (lima miliarrupiah).

    Pasal 64Direksi dan atau pihak yang menandatangani polis baru dariPerusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yangsedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usahadipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahunatau paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikitRp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) atau paling banyakRp15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).

    BAB XIVKETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 65(1) Perusahaan Perasuransian yang telah mendapatkan izin

    usaha pada saat ditetapkannya Undang-undang ini,dinyatakan telah mendapat izin usaha berdasarkanUndang-undang ini.

    (2) Perusahaan Asuransi yang berbentuk usaha bersama(mutual) yang telah mendapat izin usaha pada saatditetapkannya Undang-undang ini tetap dapat melakukankegiatan usaha.

    (3) Izin dan atau persetujuan yang telah diberikan kepadaPerusahaan Perasuransian berkenaan dengan kelembagaandan penyelenggaraan usaha asuransi atau usahapenunjang usaha asuransi pada saat ditetapkannya

  • 44 | P a g e

    Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku berdasarkanUndang-undang ini.

    (4) Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud padaayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diwajibkan menyesuaikan diridengan ketentuan dalam Undang-undang ini, termasukdalam hal bentuk badan hukum PerusahaanPerasuransian.

    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyesuaian sebagaimanadimaksud pada ayat (4) serta jangka waktunya diaturdengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

    Pasal 66(1) Perusahaan Konsultan Aktuaria yang telah mendapat izin

    usaha pada saat ditetapkannya Undang-undang ini tetapdapat melakukan kegiatan usaha.

    (2) Dengan diberlakukannya Undang-undang ini, perizinanusaha Perusahaan Konsultan Aktuaria dilakukan olehinstansi yang melakukan pembinaan dan pengawasan dibidang jasa profesi.

    Pasal 67(1) Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi yang

    telah memiliki izin unit syariah pada saat ditetapkannyaUndang-undang ini wajib:a. mengalihkan seluruh portofolio asuransi syariahnya

    kepada Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaanreasuransi syariah yang memiliki kegiatan usaha yangsejenis;

    b. mengembalikan hak pemegang polis/peserta yangmenolak untuk dialihkan kepesertaannya;

    c. mengembalikan izin unit syariahnya;paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Undang-undang ini.

    (2) Untuk memenuhi ketentuan pada ayat (1), PerusahaanAsuransi dan perusahaan reasuransi wajib menyampaikanrencana kerja kepada Otoritas Jasa Keuangan paling

  • 45 | P a g e

    lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya Undang-undangini.

    Pasal 68(1) Pada saat berlakunya Undang-undang ini, semua

    Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahyang telah memiliki izin usaha dinyatakan menjadi pesertaprogram penjaminan pemegang polis/tertanggung/peserta.

    (2) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariahsebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhipersyaratan kepesertaan yang ditetapkan oleh LembagaPenjamin Simpanan dalam jangka waktu paling lama 2(dua) bulan sejak berlakunya Undang-undang ini.

    BAB XVKETENTUAN PENUTUP

    Pasal 69Peraturan perundang-undangan di bidang Usaha Perasuransianyang telah ada pada saat Undang-undang ini mulai berlaku,sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini,dinyatakan tetap berlaku sampai peraturan perundang-undangan yang menggantikannya berdasarkan Undang-undangini ditetapkan.

    Pasal 70(1) Badan usaha yang ditunjuk menjadi penyelenggara

    program asuransi wajib atau program asuransi sosial tidaktunduk pada Undang-undang ini.

    (2) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariahyang ditunjuk menjadi penyelenggara program asuransiwajib tunduk pada Undang-undang ini.

  • 46 | P a g e

    (3) Program asuransi wajib sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah program asuransi yang kepesertaannyadiwajibkan oleh pemerintah berdasarkan peraturanperundang-undangan.

    (4) Program asuransi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah program asuransi wajib yang diselenggarakanuntuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraanmasyarakat.

    Pasal 71Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Undang-undangNomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dicabut dandinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 72Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Undang-undang ini dengan penempatannyadalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

    Disahkan di Jakartapada tanggal .

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

    Diundangkan di Jakartapada tanggal .

    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,AMIR SYAMSUDIN

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN .....NOMOR ....

  • 47 | P a g e

    RANCANGANPENJELASAN

    ATASUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR ... TAHUN ....TENTANG

    USAHA PERASURANSIAN

    I. UMUM

    Pembangunan nasional merupakan upaya berkesinambunganyang terus menerus memerlukan penyesuaian terhadapperkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Pada industriasuransi, baik secara nasional maupun internasional, telahterjadi pula perkembangan usaha yang pesat yang ditandaidengan semakin meningkatnya volume usaha sertameningkatnya berbagai jenis kebutuhan masyarakattertanggung atas berbagai jenis pelayanan jasa asuransi. Bentukkebutuhan tersebut di antaranya adalah kebutuhan akanproduk asuransi yang lebih sesuai untuk menutup risikokeuangan yang dihadapi dan kebutuhan akan pengelolaaninvestasi sebagai bagian yang tak terpisahkan dalampengelolaan risiko keuangan melalui asuransi.

    Selain perkembangan internal dalam industri asuransi itusendiri, terjadi pula perkembangan di dalam industri lembagakeuangan secara keseluruhan. Hal ini ditandai dengan semakinmenipisnya batasan jenis pelayanan yang diberikan masing-masing sektor di dalam industri lembaga keuangan.Perkembangan demikian menuntut adanya sistem pembinaandan pengawasan lembaga keuangan yang lebih baik danterpadu.

    Ketentuan yang ada dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 1992tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1992 Nomor 13; Tambahan Lembaran Negara

  • 48 | P a g e

    Republik Indonesia Nomor 3467) dinilai kurang sesuai lagidengan perkembangan yang terjadi di dalam industri asuransipada khususnya dan industri lembaga keuangan padaumumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyempurnaanketentuan mengenai usaha perasuransian. Penyempurnaantersebut dimaksudkan sebagai salah satu usaha pemerintahdalam membentuk peraturan perundang-undangan di bidangperasuransian yang dapat menciptakan iklim usaha yang lebihkondusif dan lebih melindungi kepentingan masyarakattertanggung. Hal tersebut diharapkan dapat dicapai dengan caramemberikan penekanan terhadap pelaksanaan prinsip usahayang sehat dan bertanggung jawab serta mengacu pada prinsip-prinsip dasar pengawasan industri asuransi (insurance coreprinciples) sebagaimana telah ditetapkan oleh Asosiasi PengawasAsuransi Internasional (International Association of InsuranceSupervisors atau IAIS).

    Penyempurnaan Undang-undang ini juga ditujukan dalamrangka memenuhi kebutuhan sistem pembinaan danpengawasan perusahaan perasuransian yang terintegrasi dengansektor jasa keuangan lainnya.

    Untuk memberikan landasan hukum yang memadai bagiberbagai jenis pelayanan usaha asuransi yang telah ada padasaat ini maupun yang akan timbul di masa yang akan datangmaka ruang lingkup usaha asuransi perlu diperluas.

    Selanjutnya, untuk menarik investasi di bidang perasuransianyang lebih besar dibuka kesempatan yang lebih luas kepadapihak asing untuk dapat menjadi pemilik PerusahaanPerasuransian.

    Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan PialangReasuransi sebagai penyedia jasa keperantaraan dan bertindaksebagai wakil tertanggung perlu menghindari hal-hal yang dapatmenimbulkan konflik kepentingan. Untuk itu, PerusahaanPialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi dilarangmenempatkan penutupan asuransi dan reasuransi kepadaperusahaan afiliasinya.

  • 49 | P a g e

    Peningkatan kebutuhan sebagian masyarakat Indonesia akanjasa usaha asuransi dan atau usaha reasuransi dengan PrinsipSyariah menuntut adanya landasan hukum yang kuat bagipelaksanaan usaha asuransi dan reasuransi tersebut. Selain itu,pengaturan tersebut diharapkan pula dapat meningkatkanmobilisasi dana masyarakat yang selama ini tidak tertampungdalam sistem asuransi konvensional.

    Untuk meningkatkan perlindungan atas kepentingantertanggung dan untuk menunjang terciptanya kestabilan dalamindustri asuransi diatur pula ketentuan mengenai LembagaPenjamin Pemegang Polis.

    II. PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1Cukup jelas.

    Pasal 2Ayat (1)

    Perusahaan asuransi umum dapat menyelenggarakanlini Usaha Asuransi Kesehatan dan AsuransiKecelakaan Diri seperti halnya pada perusahaanasuransi jiwa, mengingat karakteristik kedua liniusaha dimaksud sesungguhnya dapat diselenggarakanoleh perusahaan asuransi umum dan perusahaanasuransi jiwa. Dalam praktiknya pun, kedua jenisperusahaan tersebut telah menyelenggarakan liniUsaha Asuransi Kesehatan dan Asuransi KecelakaanDiri.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

  • 50 | P a g e

    Pasal 3Pada dasarnya, Usaha Asuransi Syariah dan UsahaReasuransi Syariah berbeda dari usaha asuransikonvensional dan usaha reasuransi konvensional. UsahaAsuransi dan Usaha Reasuransi yang dikelola secarakonvensional menerapkan konsep transfer risiko,sedangkan Usaha Asuransi Syariah dan Usaha ReasuransiSyariah merupakan penerapan konsep berbagi risiko (risksharing). Mengingat perbedaan konsepsi yang mendasaripenyelenggaraan usahanya, Usaha Asuransi Syariah danUsaha Reasuransi Syariah yang saat ini diperkenankandalam bentuk unit di dalam perusahaan asuransi danperusahaan reasuransi konvensional akan didorong untukdiselenggarakan oleh entitas yang terpisah.

    Ayat (1)Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Pasal 4Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Pasal 5Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal4, setiap perusahaan perasuransian hanya dapat

  • 51 | P a g e

    menjalankan salah satu jenis kegiatan usaha yang telahditetapkan sesuai dengan karakteristiknya. Namundemikian, ruang lingkup usaha perasuransian dapatdiperluas, dengan pengertian bahwa perluasan ruanglingkup usaha dimaksud harus:a. memenuhi asas spesialisasi usaha agar tidak

    dimungkinkan adanya perusahaan asuransi umumyang sekaligus menjalankan usaha asuransi jiwa atausebaliknya;

    b. relevan dengan bisnis utama perusahaan; danc. hanya terbatas pada variasi lini usaha.

    Pasal 6Ketentuan ini didasari oleh pertimbangan bahwa,berdasarkan karakteristik dan pengaturan tata kelolanyayang baik, Perseroan Terbatas memiliki beberapakeunggulan sebagai penyelenggara perusahaanperasuransian, yang meliputi namun tidak terbatas pada:a. kelangsungan perusahaan lebih terjamin karena tidak

    tergantung pada pemilik tertentu karena kepemilikantersebut dapat berganti dengan memindahkan ataumenjual sahamnya kepada pihak lain;

    b. perusahaan dapat diperbesar karena adanya tambahanmodal dengan mengeluarkan saham baru; dan

    c. kepentingan para pemangku kepentingan terlindungidengan baik karena kejelasan tata kelola.

    Pasal 7Dalam kehidupan perekonomian yang semakin terbuka danberkembang cepat, dibutuhkan layanan jasa pertanggungan ataupengelolaan risiko yang semakin luas, baik dan berkualitas.Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan sistem PerusahaanPerasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah dankompetitif. Untuk itu, Perusahaan Perasuransian perlu didoronguntuk memperkuat permodalannya, baik dengan mengupayakansumber dana dari dalam negeri maupun luar negeri.

  • 52 | P a g e

    Ayat (1)Kepemilikan untuk pihak asing masih dibatasi padasaat pendirian Perusahaan Perasuransian, namundalam perjalanannya badan hukum asing yang tidakmemiliki usaha sejenis atau warga negara asing dapatmenjadi pemilik Perusahaan Perasuransian melaluibursa efek. Pihak asing pada saat pendirian PerusahaanPerasuransian dimaksud hanyalah badan hukum asingyang harus merupakan Perusahaan Perasuransianyang memiliki usaha sejenis atau perusahaan indukyang salah satu anak perusahaannya bergerak dibidang Usaha Perasuransian yang sejenis. Hal inibertujuan untuk melindungi warga negara Indonesiaatau badan hukum Indonesia agar dapat berusaha dibidang Perusahaan Perasuransian. Selain itu,persyaratan badan hukum asing harus mempunyaiusaha sejenis dimaksudkan agar mitra asing yang akanmenjadi salah satu pemilik Perusahaan Perasuransiandi Indonesia tersebut merupakan PerusahaanPerasuransian yang benar-benar mempunyaipengalaman usaha di bidangnya sehingga diharapkanterjadi transfer modal, serta transfer pengetahuan danteknologi kepada pihak Indonesia.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Pasal 8Ayat (1)

    Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga efisiensidan stabilitas industri perasuransian, serta melindungikepentingan pemegang polis/tertanggung/peserta danpihak lain yang berhak atas manfaat asuransi.

  • 53 | P a g e

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Ketentuan lebih rinci mengenai syarat dan tata caraperizinan usaha meliputi ketentuan mengenai bataskepemilikan dan kepengurusan pihak asing.

    Pasal 9Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Pasal 10Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Pasal 11Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

  • 54 | P a g e

    Pasal 12Ayat (1)

    Keberadaan pengendali dapat mempengaruhi baik atauburuknya pengelolaan perusahaan dan kualitasperlindungan hak para pemangku kepentingan.Apabila pengelolaan Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi atauperusahaan reasuransi syariah dikendalikan olehpihak yang tidak memahami usaha asuransi atauusaha reasuransi, serta tidak memiliki integritas yangbaik, bahkan bermaksud mengambil keuntungansecara tidak wajar untuk kepentingan pribadi, haldimaksud dapat mengakibatkan PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi atau perusahaan reasuransi syariahtersebut mengalami kerugian yang terakumulasi terus-menerus dan pada akhirnya merugikan kepentinganpemegang polis/tertanggung/peserta. Untuk itu,Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransisyariah diberikan kesempatan untuk menentukansendiri pihak yang akan menjadi pengendali, termasukyang bukan pemegang sahamnya.

    Ayat (2)Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasiPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransisyariah menentukan pengendali yang tidak sesuaidengan kondisi sebenarnya. Dengan demikian, OJKmemiliki kewenangan untuk memastikan adanya pihakyang bertanggung jawab dan atau dianggap ikutbertanggung jawab dalam pengelolaan PerusahaanPerasuransian.

  • 55 | P a g e

    Pasal 13Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Pasal 14Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Pasal 15Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Pasal 16Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Ketentuan ini dimaksudkan agar Dana Asuransi atauDana Tabarru dapat dikelola dengan baik, mengingatDana Asuransi atau Dana Tabarru dimaksud

  • 56 | P a g e

    merupakan dana yang akan digunakan perusahaanuntuk memenuhi kewajiban kepada pemegangpolis/tertanggung/peserta. Kewajiban melakukanevaluasi atas Dana Asuransi atau Dana Tabarru jugadilakukan di negara-negara lain.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Pasal 17Ayat (1)

    Dana jaminan merupakan jaminan terakhir dalamrangka melindungi kepentingan pemegangpolis/tertanggung/peserta. Apabila perusahaan harusdilikuidasi, dana jaminan tersebut diharapkan benar-benar dapat dibagikan kepada para pemegangpolis/tertanggung/peserta.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Ayat (5)Ketentuan lebih lanjut meliputi pengaturan bentukdana jaminan, jumlah dana jaminan minimum yangharus dimiliki perusahaan, penyesuaian besar danajaminan berdasarkan volume usaha, tata carapemindahan atau pencairan dana jaminan, danpenatausahaannya.

  • 57 | P a g e

    Pasal 18Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Pasal 19Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Posisi keuangan, kinerja keuangan, dan kondisikesehatan keuangan yang diumumkan sekurang-kurangnya meliputi rasio-rasio kesehatan keuangansesuai dengan ketentuan mengenai kesehatankeuangan Perusahaan Asuransi dan PerusahaanReasuransi.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Ayat (5)Hal-hal yang akan diatur lebih lanjut denganPeraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lainmengenai jenis-jenis laporan yang meliputi antara lainlaporan keuangan, laporan operasional, dan laporan

  • 58 | P a g e

    program reasuransi otomatis (treaty) serta batas waktupenyampaiannya.

    Pasal 20Ayat (1)

    Cukup jelas.Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Pasal 21Cukup jelas.

    Pasal 22Cukup jelas.

    Pasal 23Cukup jelas.

    Pasal 24Ayat (1)

    Ketentuan mengenai standar perilaku usaha bagiPerusahaan Asuransi Syariah dan perusahaanreasuransi syariah mengacu pula pada Prinsip Syariah.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Pasal 25Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

  • 59 | P a g e

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Pasal 26Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Ayat (5)Cukup jelas.

    Pasal 27Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Pasal 28Cukup jelas.

    Pasal 29Ayat (1)

    Cukup jelas.

  • 60 | P a g e

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Pasal 30Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Pasal 31Ayat (1)

    Program penjaminan pemegangpolis/tertanggung/peserta berfungsi untukmeningkatkan kepercayaan masyarakat terhadapindustri perasuransian pada umumnya sehinggadiharapkan dapat tercipta kestabilan industriperasuransian.

    Ayat (2)Cukup jelas.

  • 61 | P a g e

    Ayat (3)Hal-hal yang diatur lebih lanjut oleh LembagaPenjamin Simpanan antara lain meliputi skimpenjaminan dan ruang lingkup penjaminan.

    Pasal 32Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Pasal 33Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

  • 62 | P a g e

    Ayat (5)Cukup jelas.

    Ayat (6)Cukup jelas.

    Pasal 34Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Pasal 35Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

  • 63 | P a g e

    Ayat (4)Hal-hal yang akan diatur lebih lanjut denganPeraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain meliputiadanya transfer portofolio pertanggungan ataupengembalian hak-hak pemegang polis atautertanggung sebelum Perusahaan Asuransi atauPerusahaan Reasuransi tersebut menghentikankegiatan usahanya.

    Pasal 36Cukup jelas.

    Pasal 37Ayat (1)

    Untuk melindungi kepentingan pemegang polis makaPerusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransiyang telah dicabut izin usahanya karena tidakmemenuhi peraturan perundang-undangan di bidangusaha perasuransian perlu segera dilikuidasi. Dengandemikian kekayaan perusahaan tidak dipergunakanuntuk kepentingan direksi atau pemilik perusahaantanpa mengindahkan kepentingan pemegang polis.Dalam pemberesan Perusahaan Asuransi danPerusahaan Reasuransi yang dilikuidasi tersebut selaindilakukan pengembalian hak-hak pemegang polis atautertanggung dimungkinkan pula adanya transferportofolio usaha kepada Perusahaan Asurnasi atauPerusahaan Reasuransi yang sehat.

    Ayat (2)Cukup jelas.

  • 64 | P a g e

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Pasal 38Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Pasal 39Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Pasal 40Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

  • 65 | P a g e

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Pasal 41Ayat (1)

    Pengaturan dan pengawasan kegiatan usahaperasuransian oleh Otoritas Jasa Keuangan meliputiberbagai aspek, khususnya aspek kehati-hatian(prudential).

    Ayat (2)Kebijakan umum di bidang usaha perasuransianantara lain meliputi strategi pengembangan industriperasuransian, perdagangan jasa asuransi, dankepemilikan asing pada perusahaan perasuransian.

    Pasal 42Cukup jelas.

    Pasal 43Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Pasal 44Ayat (1)

    Cukup jelas.

  • 66 | P a g e

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Pasal 45Ayat (1)

    Pemeriksaan dapat dilakukan dengan carapemeriksaan di kantor Perusahaan Perasuransian danatau pemeriksaan di kantor OJK. Pemeriksaan dikantor Perusahaan Perasuransian dapat dilakukanterhadap seluruh aspek penyelenggaraan kegiatanusaha Perusahaan Perasuransian dan atau terhadapaspek tertentu dari penyelenggaraan kegiatan usahaPerusahaan Perasuransian. Sedangkan Pemeriksaan dikantor OJK dilakukan hanya terhadap aspek tertentudari penyelenggaraan kegiatan usaha PerusahaanPerasuransian.

    Pemeriksaan di kantor OJK dapat ditindaklanjutidengan Pemeriksaan di kantor PerusahaanPerasuransian apabila:1. Data, dokumen, dan atau keterangan dari

    Perusahaan Perasuransian yang diperiksa tidakdapat memberikan dasar yang cukup bagi pegawaiOJK dan atau pihak lain yang ditunjuk oleh OJKyang melakukan Pemeriksaan di kantor OJK untukmembuat kesimpulan atas hasil Pemeriksaan dikantor OJK; dan atau

    2. Adanya tanggapan Perusahaan Perasuransian yangdiperiksa terhadap kesimpulan hasil Pemeriksaandi kantor OJK.

    Ayat (2)Yang dimaksud dengan pihak lain untuk dan atasnama OJK adalah badan, lembaga, institusi, atauorang, baik dari dalam maupun luar OJK. Pihak-pihaktersebut antara lain akuntan publik, konsultan

  • 67 | P a g e

    aktuaria, penilai kerugian, pejabat penyidik PegawaiNegeri Sipil dan atau Pejabat Penyidik KepolisianRepublik Indonesia.

    Pegawai negeri yang berkerja pada OJK dapatberstatus dipekerjakan atau status lainnya dalamrangka menunjang kewenangan OJK di bidangpemeriksaan, penyidikan atau tugas-tugas yangbersifat khusus. Hak dan kewajiban pegawai negeritersebut disetarakan dengan hak dan kewajibanpegawai OJK.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Ayat (5)Cukup jelas.

    Pasal 46Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

  • 68 | P a g e

    Ayat (4)Ketentuan ini didasarkan bahwa direksi dan komisarisnon-aktif Perusahaan Perasuransian dianggap pihakyang paling mengetahui keadaan keuangan danoperasional Perusahaan Perasuransian yang sedangdiambil alih kepengurusannya oleh pengelola statuter.

    Ayat (5)Cukup jelas.

    Ayat (6)Cukup jelas.

    Pasal 47Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Yang dimaksud perintah tertulis adalah perintahsecara tertulis untuk melaksanakan atau tidakmelaksanakan kegiatan tertentu guna memenuhiketentuan peraturan perundang-undangan di sektorjasa keuangan dan atau mencegah dan mengurangikerugian pemegang polis/tertanggung/peserta.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Ayat (5)Cukup jelas.

  • 69 | P a g e

    Pasal 48Dalam hal pengelola statuter terdiri atas 2 (dua) anggotaatau lebih, tanggung jawab atas kerugian tersebutdiberlakukan secara tanggung renteng bagi setiap anggotapengelola statuter.

    Pasal 49Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Pasal 50Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)Ketentuan ini didasarkan bahwa Pengendali mempunyaiperanan penting, baik secara langsung maupun tidaklangsung, yang dapat mempengaruhi pengelolaan ataukebijakan suatu Perusahaan Perasuransian.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Ayat (5)Cukup jelas.

  • 70 | P a g e

    Ayat (6)Cukup jelas.

    Pasal 51Informasi yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan dapatberupa informasi yang sifatnya rahasia, antara laininformasi yang terkait dengan stabilitas perekon