Draft RUU Hortikultura versi 060410

94
1 DRAFT RUU HORTIKULTURA DRAFT PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR …TAHUN … TENTANG HORTIKULTURA RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR …… TAHUN ………. TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I. Umum Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalam wilayah negara Republik Indonesia adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa salah satu kekayaan alam Indonesia berupa tanaman hortikultura sebagai kekayaan hayati yang sangat penting, sumber pangan bergizi, estetika dan obat- obatan yang bermanfaat dan berperan besar untuk meningkatkan kualitas hidup Alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tujuan Negara Republik Indonesia adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Oleh karena itu, perlindungan segenap bangsa dan peningkatan kesejahteraan umum termasuk didalamnya pengelolaan kekayaan alam Indonesia yang berwawasan lingkungan adalah tanggung jawab penting negara dan masyarakat. Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah dan beragam. Kekayaan alam yang dimiliki antara lain adalah tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura terdiri atas buah, sayuran, tanaman berkhasiat obat, florikultura (termasuk didalamnya tanaman air, jamur dan lumut).

Transcript of Draft RUU Hortikultura versi 060410

Page 1: Draft RUU Hortikultura versi 060410

 

DRAFT RUU HORTIKULTURA DRAFT PENJELASAN

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR …TAHUN …

TENTANG

HORTIKULTURA

RANCANGAN

PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR …… TAHUN ……….

TENTANG

HORTIKULTURA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I. Umum Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan yang

terkandung di dalam wilayah negara Republik Indonesia adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa salah satu kekayaan alam Indonesia berupa tanaman hortikultura sebagai kekayaan hayati yang sangat penting, sumber pangan bergizi, estetika dan obat-obatan yang bermanfaat dan berperan besar untuk meningkatkan kualitas hidup

Alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tujuan Negara Republik Indonesia adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Oleh karena itu, perlindungan segenap bangsa dan peningkatan kesejahteraan umum termasuk didalamnya pengelolaan kekayaan alam Indonesia yang berwawasan lingkungan adalah tanggung jawab penting negara dan masyarakat. Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah dan beragam. Kekayaan alam yang dimiliki antara lain adalah tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura terdiri atas buah, sayuran, tanaman berkhasiat obat, florikultura (termasuk didalamnya tanaman air, jamur dan lumut).

Page 2: Draft RUU Hortikultura versi 060410

 

masyarakat menyangkut aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan secara berkelanjutan;

c. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada belum dapat memberikan kepastian dalam pengembangan hortikultura sesuai perkembangan dan tuntutan dalam masyarakat;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Hortikultura;

Tanaman hortikultura merupakan kekayaan bangsa yang sangat penting, yang harus dijaga dan dilestarikan, sumber pangan bergizi, sumber estetika dan sumber obat-obat herbal yang sangat diperlukan untuk membangun manusia yang sehat jasmani dan rohani. Kebutuhan akan produk yang berasal dari tanaman hortikultura tersebut semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan, kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi buah dan sayuran, pemenuhan kebutuhan wisata, budaya dan estetika serta obat-obat herbal dan tingginya permintaan di pasar domestik maupun ekspor. Potensi dan prospek hortikultura yang besar tersebut harus dapat dimanfaatkan untuk memacu kehidupan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat melalui penyediaan lapangan pekerjaan dan membuka peluang untuk memperoleh pendapatan yang tinggi agar dapat memberikan penghidupan yang layak bagi pelakunya, serta pendapatan bagi negara. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan prospek hortikultura nasional tersebut diperlukan arah dan kebijakan pengembangan hortikultura yang jelas, konsisten, dan holistik, dengan melibatkan unsur pemerintah dan pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, peneliti, penggemar (hobbyist), dan masyarakat umum. Beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hortikultura belum mampu menjadi landasan yang cukup bagi penyelenggaraan hortikultura. Beragamnya komoditas hortikultura dan sifatnya yang sangat unik memerlukan pengaturan dan pengelolaan yang berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, baik di bidang budidaya, pasca panen, pengolahan, distribusi, perdagangan, pemasaran dan pembinaannya. Guna memberikan kepastian hukum dan mendorong pengembangan pembangunan hortikultura, perlu dibentuk undang-undang yang

Page 3: Draft RUU Hortikultura versi 060410

 

mengatur penyelenggaraan hortikultura. Undang-Undang tentang Hortikultura memiliki keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu: (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem

Budidaya Tanaman (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan

Varietas Tanaman (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang (5) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman

Modal (6) Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan (7) Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial (8) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (9) Undang-undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (10) Undang-undang Nomor 5 tentang 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (11) Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah (12) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya

Air (13) Undang-undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina

Hewan, Ikan dan Tumbuhan

Page 4: Draft RUU Hortikultura versi 060410

 

(14) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(15) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(16) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Penyelenggaraan hortikultura bertujuan untuk: Penyelenggaraan hortikultura bertujuan untuk: mengelola dan mengembangkan sumberdaya hortikultura secara optimal, bertanggungjawab, dan lestari; memenuhi kebutuhan, keinginan, selera, estetika, dan budaya masyarakat terhadap produk dan jasa hortikultura; meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing dan pangsa pasar; meningkatkan konsumsi produk dan pemanfaatan jasa hortikultura; menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha; memberikan perlindungan kepada pembudidaya dan /pelaku usaha lainnya, serta konsumen hortikultura nasional; menjadi sumber devisa Negara; dan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Penyelenggaraan hortikultura berdasarkan pada asas: kedaulatan; kebermanfaatan; keterpaduan; kebersamaan; keterbukaan; keberlanjutan; keadilan; dan kelestarian lingkungan dan kearifan lokal. Penyelenggaraan hortikultura meliputi: perencanaan; perwilayahan; pemanfaatan sumberdaya alam; pengembangan sumberdaya; pengadaan sumberdaya buatan; peningkatan konsumsi; pembinaan usaha; penataan perniagaan; manajemen kelembagaan; pelibatan peran serta masyarakat; penelitian; pengawasan; penyidikan; sanksi administratif; ketentuan pidana; dan ketentuan penutup.

Page 5: Draft RUU Hortikultura versi 060410

 

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG HORTIKULTURA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Hortikultura adalah kegiatan yang berkaitan dengan

proses perencanaan, pengembangan, perlindungan, usaha, pemberdayaan dan pembiayaan yang berhubungan dengan buah, sayuran, tanaman berkhasiat obat, florikultura (termasuk didalamnya tanaman air, jamur dan lumut).

Page 6: Draft RUU Hortikultura versi 060410

 

2. Florikultura adalah usaha hortikultura untuk menghasilkan produk dan/atau menyelenggarakan jasa yang berkaitan dengan estetika yang berbasis tumbuh-tumbuhan.

3. Tanaman hortikultura adalah tanaman yang menghasilkan buah, sayuran, bagian tumbuhan yang berkhasiat obat dan yang tanaman yang menciptakan estetika.

4. Produk hortikultura adalah semua hasil panen yang berasal dari tanaman hortikultura yang masih segar untuk keperluan konsumsi, estetika, farmakoseutika dan/atau kegunaan lain.

5. Pewilayahan hortikultura adalah penetapan wilayah untuk pengembangan usaha budidaya dan/atau industri hortikultura dengan memperhatikan potensi wilayah yang bersangkutan yang ada.

6. Kawasan hortikultura adalah hamparan sebaran usaha hortikultura yang disatukan oleh faktor pengikat tertentu, baik faktor alamiah, sosial budaya, maupun faktor infrastruktur buatan.

7. Perkebunan hortikultura adalah lahan beserta kegiatan didalamnya yang mengusahakan budidaya tanaman buah, sayuran, tanaman berkhasiat obat, florikultura (termasuk didalamnya tanaman air, jamur dan lumut)

8. Sumberdaya genetik hortikultura adalah tumbuhan, organ tumbuhan, jaringan, sel, kromosom dan DNA yang berasal dari tumbuhan lokal maupun hasil introduksi, alami atau hasil rekayasa genetik yang mempunyai nilai nyata atau potensial untuk pemuliaan.

9. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada pelaku usaha, produk, proses, dan usaha hortikultura.

Page 7: Draft RUU Hortikultura versi 060410

 

10. Pelaku usaha hortikultura adalah perorangan, kelompok, badan usaha, atau badan hukum yang melakukan kegiatan usaha hortikultura.

11. Sarana produksi hortikultura adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat dan/atau bahan yang dibutuhkan dalam/untuk melakukan kegiatan usaha hortikultura antara lain meliputi benih, pupuk, bahan pengendali OPT, alat dan mesin.

12. Benih hortikultura adalah tanaman hortikultura atau bagian darinya yang dapat digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman hortikultura, baik secara alami maupun artifisial.

13. Pupuk adalah nutrisi bagi tanaman yang diperoleh dari mineral, enzim, fitohormon atau mikro organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

14. Organisme pengganggu tumbuhan yang selanjutnya disebut OPT adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan.

15. Bahan pengendali OPT adalah bahan kimia sintetik, bahan alami atau bukan sintetik, jasad hidup, dan bahan lainnya yang digunakan untuk mengendalikan OPT dalam usaha hortikultura.

16. Alat dan mesin untuk usaha hortikultura meliputi antara lain naungan, alat irigasi, fertigasi, otomatisasi, robot, komputer, perangkat lunak, alat kontrol.

17. Pemuliaan tanaman hortikultura, yang selanjutnya disebut pemuliaan adalah rangkaian kegiatan untuk

Page 8: Draft RUU Hortikultura versi 060410

 

mempertahankan kemurnian jenis dan/atau varietas tanaman hortikultura yang sudah ada atau menghasilkan jenis dan/atau varietas tanaman hortikultura baru yang lebih baik.

18. Varietas tanaman hortikultura adalah bagian dari suatu jenis tanaman hortikultura yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama.

19. Perlindungan varietas tanaman hortikultura adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam ini diwakili oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh kantor perlindungan varietas tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.

20. Usaha produksi hortikultura adalah semua kegiatan untuk menghasilkan produk dan/atau menyelenggarakan jasa yang berkaitan dengan buah, sayuran, tanaman berkhasiat obat, florikultura (termasuk didalamnya tanaman air, jamur dan lumut).

21. Usaha perniagaan hortikultura adalah semua kegiatan untuk mendistribusikan, memperdagangkan dan memasarkan produk dan/atau menyelenggarakan jasa yang berkaitan dengan buah, sayuran, tanaman berkhasiat obat, dan florikultura (termasuk didalamnya tanaman air, jamur dan lumut)

22. Industri hortikultura adalah kegiatan pengolahan produk hortikultura untuk menghasilkan produk olahan hortikultura yang mempunyai nilai tambah.

23. Jasa hortikultura adalah kegiatan berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan produk, fasilitas, atau

Page 9: Draft RUU Hortikultura versi 060410

 

kemanfaatan lainnya dari hortikultura yang dapat dinikmati.24. Wisata agro berbasis hortikultura, yang selanjutnya

disebut Wisata agro merupakan kegiatan pengembangan kawasan atau lahan usaha hortikultura sebagai obyek wisata baik secara sendiri atau sebagai bagian dari kawasan wisata yang lebih luas bersama obyek wisata yang lain.

25. Akreditasi adalah proses pengakuan akan kompetensi suatu badan usaha untuk melakukan sertifikasi.

26. Insentif adalah pengakuan/aktualisasi yang diberikan oleh pemerintah, baik berupa natura maupun non natura.

27. Distribusi merupakan kegiatan pengiriman produk hortikultura dari lokasi pascapanen sampai ke konsumen yang meliputi kegiatan pergudangan, bongkar/muat, pengangkutan.

28. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

29. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

30. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi urusan hortikultura, secara langsung maupun tidak langsung.

Page 10: Draft RUU Hortikultura versi 060410

10 

 

BAB II

ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP PENGATURAN

Pasal 2 Penyelenggaraan hortikultura berdasarkan pada asas:

a. kedaulatan; b. kebermanfaatan; c. keterpaduan; d. kebersamaan; e. keterbukaan; f. keberlanjutan; g. keadilan; h. kelestarian fungsi lingkungan; dan i. kearifan lokal.

Huruf a Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan” adalah penyelenggaraan hortikultura harus senantiasa memperhatikan kedaulatan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan “ asas kebermanfaatan” adalah penyelenggaraan hortikultura ditujukan guna memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi kini maupun generasi masa depan. Huruf c Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah penyelenggaraan hortikultura dilakukan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah penyelenggaraan hortikultura dilaksanakan secara bersama-sama baik antara Pemerintah dan pemerintah daerah, pelaku usaha maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah penyelenggaraan hortikultura dilakukan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi dan saling bertukar informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan hortikultura. Huruf f

Page 11: Draft RUU Hortikultura versi 060410

11 

 

Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” adalah penyelenggaraan hortikultura dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan agar dapat terus menerus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah penyelenggaraan hortikultura harus dapat dilakukan secara adil bagi setiap orang tanpa terkecuali. Huruf h Yang dimaksud dengan “asas kelestarian fungsi lingkungan” adalah penyelenggaraan hortikultura harus menghindari penggunaan material, sistem atau teknologi yang dapat mengganggu atau mencemari lingkungan secara biologis, mekanis, geologis atau kimiawi. Huruf i Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah penyelenggaraan hortikultura hendaknya mempertimbangkan karakteristik budaya masyarakat dan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat setempat.

Pasal 3

Penyelenggaraan hortikultura bertujuan untuk: a. mengelola dan mengembangkan sumberdaya

hortikultura secara optimal, bertanggungjawab, dan lestari;

b. memenuhi kebutuhan, keinginan, selera, estetika, dan budaya masyarakat terhadap produk dan jasa hortikultura;

c. meningkatkan produksi, produktivitas, cadangan

Pasal 3 Huruf b Yang dimaksud dengan ”memenuhi kebutuhan” antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan jasmani dan rohani.

Page 12: Draft RUU Hortikultura versi 060410

12 

 

pangan, kualitas, nilai tambah, daya saing dan pangsa pasar;

d. meningkatkan konsumsi produk dan pemanfaatan jasa hortikultura;

e. menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha; f. memberikan perlindungan kepada pelaku usaha dan

konsumen hortikultura nasional; g. menjadi sumber devisa Negara; dan h. meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;

Pasal 4 Penyelenggaraan hortikultura meliputi:

a. perencanaan; b. pewilayahan; c. pemanfaatan sumberdaya alam; d. pengembangan sumberdaya manusia; e. pengadaan sumberdaya buatan; f. peningkatan konsumsi; g. pembinaan usaha; h. penataan perniagaan; i. manajemen kelembagaan;

Page 13: Draft RUU Hortikultura versi 060410

13 

 

j. pelibatan peran serta masyarakat; k. penelitian; l. pengawasan; m. penyidikan; n. sanksi administratif; o. ketentuan pidana; dan p. ketentuan penutup.

BAB III

PERENCANAAN HORTIKULTURA

Pasal 5 (1) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3, penyelenggaraan hortikultura direncanakan

dengan merancang proses pengembangan dan

pembangunan, serta sasaran hortikultura.

(2) Perencanaan hortikultura sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dengan landasan:

Pasal 5 Ayat (2) Huruf c

Page 14: Draft RUU Hortikultura versi 060410

14 

 

a. daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan; b. pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi; c. kebutuhan teknis dan ekonomis; d. peningkatan kesejahteraan dan daya beli masyarakat; e. pertumbuhan ekonomi dan produktivitas; f. rencana pembangunan nasional dan daerah; g. rencana tata ruang wilayah dan lingkungan; h. kebutuhan prasarana dan sarana; i. kebutuhan kelembagaan; j. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 6

(1) Perencanaan hortikultura mencakup aspek: a. pewilayahan; b. pemanfaatan sumberdaya alam; c. pengembangan sumberdaya manusia; d. pengadaan sumberdaya buatan; e. peningkatan konsumsi; f. pembinaan usaha; g. penataan perniagaan; h. manajemen kelembagaan; i. pelibatan peran serta masyarakat;

Yang dimaksud dengan kebutuhan teknis antara lain kesesuaian lahan dan agroklimat, pola produksi, dan karakteristik komoditas. Yang dimaksud dengan kebutuhan ekonomis antara lain permintaan pasar, permodalan, pembiayaan. Huruf i Yang dimaksud dengan kebutuhan kelembagaan antara lain pembentukan kelompok, gabungan kelompok, asosiasi, atau badan usaha, sesuai dengan kesamaan kepentingan. Pasal 6 Huruf a Pewilayahan dilakukan dengan maksud untuk memberikan arahan pengembangan suatu komoditas hortikultura, penentuan wilayah potensial yang dilihat dari aspek biofisik lingkungan, sosial ekonomi dan kebijakan, serta mengembangkan komoditas dengan menggunakan pendekatan wilayah/regional. Aspek pewilayahan juga termasuk perencanaan penetapan kawasan hortikultura. Huruf e Yang dimaksud dengan peningkatan konsumsi termasuk penetapan sasaran konsumsi buah dan sayuran yang mengacu pada hasil-hasil penelitian dan pengkajian ilmiah nasional dan internasional (FAO).

Page 15: Draft RUU Hortikultura versi 060410

15 

 

j. penelitian; (2) Aspek perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan satu kesatuan yang utuh dan memiliki

keterkaitan satu dengan yang lain.

Pasal 7

Perencanaan hortikultura terdiri atas:

a. perencanaan jangka panjang;

b. perencanaan jangka menengah; dan

c. perencanaan jangka pendek.

Pasal 8

(1) Perencanaan hortikultura merupakan bagian integral dari

perencanaan pembangunan nasional, perencanaan

pembangunan daerah dan perencanaan pembangunan

sektoral.

(2) Perencanaan hortikultura sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau

pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat.

(3) Penyelenggaraan perencanaan hortikultura sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) disusun di tingkat nasional,

Pasal 7 Huruf a Yang dimaksud dengan “perencanaan jangka panjang” adalah perencanaan yang mencakup kurun waktu 20 (dua puluh) tahun. Huruf b Yang dimaksud dengan “perencanaan jangka menengah” adalah perencanaan yang mencakup kurun waktu 5 (lima) tahun. Huruf c Yang dimaksud dengan “perencanaan jangka pendek” adalah perencanaan yang mencakup kurun waktu 1 (satu) tahun atau kurang. Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “perencanaan pembangunan sektoral” adalah perencanaan hortikultura yang disusun secara sinergis dengan perencanaan di semua sektor yang terkait seperti sektor pertanian, industri dan perdagangan, pariwisata, dan keuangan.

Page 16: Draft RUU Hortikultura versi 060410

16 

 

provinsi, dan/atau kabupaten/kota.

Pasal 9

(1) Perencanaan hortikultura nasional menjadi pedoman untuk

menyusun perencanaan hortikultura provinsi.

(2) Perencanaan hortikultura provinsi menjadi pedoman untuk

menyusun perencanaan hortikultura kabupaten/kota.

BAB IV

PERWILAYAHAN HORTIKULTURA

Wilayah Hortikultura Pasal 10

(1) Hortikultura dapat diselenggarakan di seluruh wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan

dalam wilayah tersendiri dan/atau berintegrasi dengan

wilayah usaha lainnya.

(2) Penyelenggaraan hortikultura sebagaimana dimaksud

Pasal 10 Ayat (1) Hortikultura dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kecuali di dalam wilayah konservasi. Ayat (2) Kegiatan penelitian dan konservasi hortikultura di dalam wilayah konservasi dapat dilakukan dengan izin dari Menteri yang membidangi

Page 17: Draft RUU Hortikultura versi 060410

17 

 

pada ayat (1) dilakukan diluar kawasan konservasi

terkecuali untuk kegiatan penelitian atau konservasi.

(3) Penyelenggaraan hortikultura dapat memanfaatkan ruang

wilayah tersendiri, bertumpangsari dengan tanaman lain

atau berintegrasi dengan ruang wilayah kegiatan lain.

Pasal 11

Dalam hal terjadi perubahan tata ruang wilayah hortikultura yang

mengakibatkan penggusuran maka harus disediakan terlebih

dahulu ruang wilayah lain yang setara sebagai penggantinya.

Pasal 12

1. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah membina sinergi

penyelenggaraan hortikultura yang bertumpangsari

dengan tanaman lain atau berintegrasi dengan ruang

wilayah kegiatan lain.

2. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat

memfasilitasi pemanfaatan lahan yang belum

dimanfaatkan secara optimal untuk usaha budidaya

tanaman hortikultura semusim.

urusan konservasi sumberdaya alam. Ayat (3) Ruang wilayah tersendiri apabila penyelenggaraan hortikultura memanfaatkan lima puluh persen lebih ruang wilayah tersebut. Berintegrasi artinya kegiatan usaha hortikultura dilakukan bersama-sama dengan kegiatan usaha lain di lahan yang sama secara saling memanfaatkan dan saling menguntungkan. Ruang wilayah kegiatan lain antara lain ruang wilayah pemukiman, perhutanan, perindustrian, pertambangan. Pasal 11 Yang dimaksud dengan “ruang wilayah yang setara” adalah memiliki ruang wilayah yang memiliki kemampuan untuk terus melanjutkan hortikultura dari ruang wilayah yang digantikan.

Pasal 12

Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”membina sinergi” adalah menjaga agar kegiatan hortikultura yang bertumpangsari dengan tanaman lain atau berintegrasi dengan kegiatan lain di lahan yang sama tersebut dapat berjalan bersama-sama dengan saling menguntungkan. Ayat (2) ”pemanfaatan lahan” ini tidak mengurangi hak pemilik lahan untuk menjalankan haknya ketika dibutuhkan tanpa kewajiban untuk memberikan ganti rugi dalam bentuk apapun kepada yang memanfaatkan.

Page 18: Draft RUU Hortikultura versi 060410

18 

 

Kawasan hortikultura

Pasal 13 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bersama masyarakat

merencanakan dan menetapkan kawasan hortikultura.

Pasal 14

(1) Untuk mengembangkan kawasan hortikultura

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13:

a. pemerintah menetapkan kawasan hortikultura

nasional.

b. pemerintah provinsi menetapkan kawasan

hortikultura propinsi;

c. pemerintah kabupaten/kota menetapkan kawasan

hortikultura kabupaten/kota.

(2) Persyaratan mengenai kawasan hortikultura diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Page 19: Draft RUU Hortikultura versi 060410

19 

 

Pasal 15

Dengan penetapan kawasan hortikultura sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13, maka Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah

wajib:

a. melengkapi kawasan hortikultura tersebut dengan

prasarana yang dibutuhkan;

b. memadukan pengembangan kawasan hortikultura

tersebut bersama-sama dengan semua sektor yang

terkait.

c. melakukan pembinaan untuk mengembangkan

kawasan hortikultura tersebut;

d. menjamin keamanan kawasan hortikultura tersebut dari

gangguan fisik, biologis, dan kimiawi dan lainnya.

Pasal 15 huruf b Yang dimaksud dengan sektor terkait antara lain sektor industri, sektor pendidikan, sektor pariwisata, sektor sosial dan budaya. huruf d Yang dimaksud dengan ”gangguan fisik” antara lain keamanan, pencurian, perusakan, gangguan hewan, longsor, Yang dimaksud dengan ”gangguan biologis” antara lain, organisme pengganggu tanaman, pencemaran biologis dan genetika. Yang dimaksud dengan ”gangguan kimiawi” antara lain pencemaran bahan-bahan kimia, penggunaan pupuk, pestisida, suplemen, dan/atau hormon yang berlebihan, serta limbah berbahaya.

Page 20: Draft RUU Hortikultura versi 060410

20 

 

Klasifikasi Perkebunan Hortikultura

Pasal 16

(1) Klasifikasi perkebunan hortikultura dibagi sebagai berikut:

a. perkebunan hortikultura besar;

b. perkebunan hortikultura menengah; dan

c. perkebunan hortikultura kecil.

(2) Perkebunan hortikultura besar sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a menggunakan lahan lebih dari 30

(tigapuluh) hektar

(3) Perkebunan hortikultura menengah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan lahan 5

(lima) hektar sampai dengan 30 (tigapuluh) hektar

(4) Perkebunan hortikultura kecil sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf c menggunakan lahan kurang dari (5)

hektar

Pasal 17

(1) Perkebunan besar hortikultura sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a wajib dilengkapi dengan

Page 21: Draft RUU Hortikultura versi 060410

21 

 

Hak Guna Usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan .

(2) Perkebunan menengah hortikultura sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b wajib dilengkapi

dengan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Pemerintah

Daerah.

(3) Perkebunan kecil hortikutura sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c wajib didaftarkan ke

pemerintah kabupaten/kota.

(4) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan

registrasi perkebunan hortikultura.

Pasal 17 Ayat (3) Pendaftaran dilakukan oleh kedua pihak, baik secara aktif oleh pelaku usaha maupun oleh pemerintah dalam rangka pendataan.

BAB V PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM HORTIKULTURA

Sumberdaya Lahan Hortikultura

Pasal 18 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan lahan

Page 22: Draft RUU Hortikultura versi 060410

22 

 

untuk usaha hortikultura yang berkelanjutan.

(2) Pemerintah wajib mensertifikasi tanah yang digunakan

untuk lahan usaha hortikultura.

Pasal 19

(1) Tanah atau media tumbuh lainnya yang dipergunakan

untuk budidaya hortikultura harus dilindungi, dipulihkan,

ditingkatkan, dan diperlihara fungsinya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan, pemulihan,

peningkatan, dan pemeliharaan fungsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur Peraturan Menteri.

(3) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku usaha

mengembangkan penggunaan media tumbuh lain sebagai

alternatif pengganti media tanah untuk usaha budidaya

hortikultura.

Pasal 19 Ayat (1) (1) Perlindungan fungsi tanah atau media tumbuh lainnya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan tanah atau media tumbuh lainnya agar tidak rusak dan tetap berfungsi secara optimal.

(2) Pemulihan tanah atau media tumbuh lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengembalikan kemampuan dan fungsi tanah atau media tumbuh lainnya yang telah kritis dan rusak.

(3) Peningkatan fungsi tanah atau media tumbuh lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tanah atau media tumbuh lainnya.

(4) Pemeliharaan fungsi tanah atau media tumbuh lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk merawat tanah atau media tumbuh lainnya guna menjamin kelestarian fungsi tanah atau media tumbuh lainnya.

Sumberdaya Air Hortikultura

Pasal 20

Page 23: Draft RUU Hortikultura versi 060410

23 

 

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan hak guna

pakai air untuk usaha hortikultura.

(2) Pemakaian air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memperhatikan kaidah konservasi air dan

penerapan kaidah pertanian berkelanjutan.

(3) Air untuk usaha hortikultura dapat diambil dari sumber air

yang ada atau sistem irigasi yang tersedia.

(4) Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi

persyaratan baku mutu air untuk usaha hortikultura yang

ditetapkan dengan peraturan Menteri.

Pasal 21

(1) Air untuk usaha hortikultura dapat diambil dari sumber air

yang sama atau dari sistem irigasi yang sama dengan air

untuk usaha lainnya.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengalokasikan

air yang cukup untuk kegiatan usaha hortikultura yang

berkelanjutan.

(3) Dalam hal ketersediaan air terbatas pada suatu waktu

Page 24: Draft RUU Hortikultura versi 060410

24 

 

dan/atau kawasan, pemerintah dan/atau pemerintah

daerah mengatur kebutuhan air secara berkeadilan.

(4) Pelaku usaha hortikultura harus meningkatkan efisiensi

penggunaan air dengan tetap memperhatikan

keberhasilan produksi dan mutu.

Lingkungan dan iklim Pasal 22

(1) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku usaha

mengembangkan varietas tanaman hortikultura yang

mampu beradaptasi dengan perubahan iklim

(2) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku usaha

mengembangkan teknologi yang mampu mengatasi

cekaman lingkungan.  

(3) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku usaha

mencegah kegiatan yang mencemari lingkungan dan

menyebabkan pemanasan global.

(4) Usaha budidaya hortikultura dibebaskan dari pajak

Page 25: Draft RUU Hortikultura versi 060410

25 

 

lingkungan.

(5) Pemerintah memberikan penghargaan kepada usaha

hortikultura yang ramah lingkungan.

Konservasi Pasal 23

(1) Dalam melakukan konservasi di lahan-lahan kritis dan

daerah aliran sungai Pemerintah bersama pemerintah

daerah mengutamakan penanaman pohon buah, pohon

sayuran (pete, melinjo, jengkol), dan pohon berkhasiat

obat .

(2) Pemerintah memberikan penghargaan kepada masyarakat

yang berhasil melakukan konservasi sumberdaya alam

dengan kegiatan hortikultura.

Sumberdaya Genetik Hortikultura Pasal 24

Sumberdaya genetik hortikultura harus dilindungi, dilestarikan,

dan dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 24 Yang dimaksud dengan “sumberdaya genetik hortikultura” adalah tumbuhan, organ tumbuhan, jaringan, sel, kromosom dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang berasal dari tumbuhan lokal maupun

Page 26: Draft RUU Hortikultura versi 060410

26 

 

Pasal 25

(1) Pemerintah mendaftar, mendokumentasikan dan

memelihara sumberdaya genetik hortikultura.

(2) Pendaftaran, pendokumentasian dan pemeliharaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan

bersama masyarakat dan/atau badan hukum Indonesia.

(3) Pemerintah menetapkan dan meregistrasi pohon induk

yang menjadi sumber bahan perbanyakan tanaman.

(4) Pohon induk dilarang ditebang tanpa izin dari Menteri.

Pasal 26

(1) Bahan perbanyakan dari sumberdaya genetik hortikultura

yang terancam punah dilarang diperdagangkan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumberdaya genetik

hortikultura yang terancam punah diatur dalam Peraturan

Menteri

hasil introduksi, alami atau hasil rekayasa genetik yang mempunyai nilai nyata atau potensial untuk pemuliaan tanaman.

Page 27: Draft RUU Hortikultura versi 060410

27 

 

Pasal 27

(1) Pemerintah memberikan kemudahan untuk pengayaan

sumber daya genetik hortikultura nasional melalui

berbagai metode pengayaan.

(2) Kepemilikan, pemanfaatan dan tukar menukar sumber

daya genetik hortikultura dalam rangka kegemaran, usaha,

sosial, dan kemanusiaan diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 27 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kemudahan” adalah memudahkan perizinan, penggunaan fasilitas penelitian pemerintah.

BAB VI

PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

Pasal 28 (1) Warga negara Indonesia wajib diutamakan dalam

penguatan, pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya

manusia hortikultura.

(2) Warga negara asing dapat diizinkan bekerja di Indonesia

dengan mempertimbangkan keahlian dan kemampuannya

yang bermanfaat bagi pengembangan hortikultura.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi keahlian dan

pasal 28

Ayat (1)

Penguatan dimaksudkan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan, kemandirian, dan jiwa kewirausahaan.

Pemanfaatan dimaksudkan untuk membuka peluang usaha dan memberi pekerjaan.

Pengembangan dimaksudkan untuk dapat mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Page 28: Draft RUU Hortikultura versi 060410

28 

 

kemampuan warga negara asing yang bermanfaat bagi

pengembangan hortikultura Indonesia diatur dengan

Peraturan Menteri.

Pasal 29

(1) Pemerintah menyelenggarakan pendidikan hortikultura

pada masyarakat umum sejak tingkat pendidikan dasar

dengan memasukkan materi hortikultura dalam kurikulum

pendidikan.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah

menyelenggarakan pendidikan kejuruan hortikultura di

setiap kabupaten/kota.

(3) Pemerintah menyelenggarakan pendidikan tinggi

hortikultura di setiap propinsi.

Pasal 30

(1) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku usaha

meningkatkan keahlian dan keterampilan pelaku usaha

Ayat (2)

Keahlian dan kemampuan warga negara asing yang harus dipertimbangkan adalah pendidikan, keahlian, kemampuan teknis dan manajemen.

Page 29: Draft RUU Hortikultura versi 060410

29 

 

melalui berbagai metode pelatihan.

Pasal 31

(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan pelaku usaha

menyelenggarakan penyuluhan hortikultura.

(2) Pemerintah daerah wajib menyediakan minimal satu orang

tenaga penyuluh hortikultura di setiap kecamatan.

(3) Pemerintah daerah wajib menyediakan minimal satu orang

tenaga penyuluh hortikultura di setiap desa yang termasuk

di dalam kawasan hortikultura.

Pasal 32

(1) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku usaha

hortikultura memberikan pembimbingan kepada pelaku

usaha pemula, mikro dan kecil.

(2) Pelaku usaha wajib menyelenggarakan pemagangan bagi

siswa, pelaku usaha pemula, mikro dan kecil.

Page 30: Draft RUU Hortikultura versi 060410

30 

 

(3) Pelaku usaha menengah dan besar hortikultura wajib

melakukan pendampingan pada usaha pemula, mikro dan

kecil.

Pasal 33

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan

untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme

pelaku usaha.

(2) Pemerintah atau lembaga yang terakreditasi

menyelenggarakan sertifikasi profesi dan kompetensi

kepada pelaku usaha.

(3) Jenis-jenis profesi dan kompetensi di bidang hortikultura

diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 33

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan sertifikasi profesi dan sertifikasi kompetensi adalah tanda atau surat keterangan mengenai keahlian atau kompetensi seorang pelaku usaha di salah satu bidang terkait usaha hortikultura.

 

BAB VII

PENGADAAN SUMBERDAYA BUATAN

Page 31: Draft RUU Hortikultura versi 060410

31 

 

Paragraf 1

Pembiayaan dan penjaminan

Pasal 34

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan

Anggaran Belanja Negara dan Anggaran Belanja Daerah

sebesar 30% (tiga puluh persen) dari anggaran untuk

sektor pertanian.

(2) Pemerintah menetapkan persentase portfolio kredit dari

lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan syariah,

untuk pengembangan hortikultura.

(3) Pemerintah menetapkan suku bunga kredit untuk usaha

hortikultura minimal 30% (tiga puluh persen) dibawah suku

bunga yang ditetapkan Bank Indonesia.

Pasal 35

(1) Pemerintah menugaskan lembaga keuangan tertentu

untuk memberikan pinjaman usaha hortikultura.

(2) Usaha mikro dan kecil hortikultura dapat memperoleh

fasilitasi dan pinjaman tanpa agunan dari lembaga

Pasal 34

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan lembaga keuangan adalah bank dan lembaga pembiayaan non-bank.

Pasal 35

Ayat (2)

Fasilitasi tersebut antara lain berupa bimbingan teknis mengenai

Page 32: Draft RUU Hortikultura versi 060410

32 

 

keuangan pada ayat (1).

(3) Pinjaman pada ayat (2) diberikan berdasarkan kelayakan

usaha yang dinilai oleh si pemberi pinjaman.

(4) Pemerintah memberikan jaminan atas pinjaman pada ayat

(3) maksimal sebesar omzet tertinggi usaha mikro dan

usaha kecil yang ditentukan oleh peraturan perundang-

undangan.

Pasal 36

(1) Pemerintah mengutamakan penanaman modal dalam

negeri.

(2) Penyertaan modal asing hanya dapat dilakukan dalam

badan usaha perusahaan menengah dan badan usaha

perusahaan besar hortikultura.

(3) Besarnya penyertaan modal asing pada ayat (2) dibatasi

sebesar-besarnya 49% (empat puluh sembilan persen).

(4) Modal asing harus disetor penuh pada saat pendirian

badan hukum perusahaan patungan.

(5) Badan usaha hortikultura dengan penyertaan modal asing

dasar-dasar kelayakan usaha sebagai persyaratan dalam pengajuan pembiayaan.

Page 33: Draft RUU Hortikultura versi 060410

33 

 

dilarang memperoleh kredit dari bank atau lembaga

pembiayaan dalam negeri.

Pasal 37

Penanaman modal baru dalam usaha hortikultura mendapatkan

pembebasan pajak penghasilan selama (5) lima tahun sejak saat

mulai beroperasi.

Paragraf 2

Prasarana

Pasal 38

(1) Pemerintah bersama pemerintah daerah membangun

infrastruktur yang meliputi:

a. sistem dan jaringan irigasi di wilayah budidaya;

b. drainase dan pengolahan limbah;

c. tenaga listrik dan jaringannya sampai ke lokasi

pascapanen;

d. air bersih dan jaringannya sampai ke lokasi pasca

Page 34: Draft RUU Hortikultura versi 060410

34 

 

panen;

e. jalan penghubung dari lokasi budidaya ke lokasi pasca

panen sampai ke pasar;

f. pelabuhan dan area transit.

g. sistem dan jaringan komunikasi sampai ke lokasi

budidaya;

h. sistem dan jaringan informasi sampai ke desa,

terutama desa yang berada di dalam kawasan

hortikultura.

i. Pasar

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi insentif

kepada pelaku usaha yang membangun infrastruktur

sendiri.

Paragraf 3

Sarana dan Teknologi

Pasal 39

Page 35: Draft RUU Hortikultura versi 060410

35 

 

(1) Hortikultura wajib menggunakan sarana produksi dan

teknologi yang efisien dan ramah lingkungan.

(2) Sarana produksi dan teknologi hortikultura yang digunakan

diutamakan yang diperoleh dari sumber di dalam negeri.

(3) Sarana produksi dan teknologi hortikultura yang diperoleh

dari sumber di luar negeri dapat digunakan apabila lebih

efisien dan lebih ramah lingkungan.

(4) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku usaha

memutakhirkan dan mengembangkan sarana produksi dan

teknologi hortikultura secara terus menerus.

(5) Pemerintah memberikan insentif pada pengembangan

sarana produksi dan teknologi yang berbasis pada

sumberdaya dalam negeri.

Pasal 40

(1) Pemerintah melakukan pendaftaran terhadap sarana

produksi dan teknologi hortikultura yang diedarkan.

(2) Pemerintah menetapkan persyaratan dan standar mutu

yang harus dipenuhi oleh sarana produksi dan teknologi

Page 36: Draft RUU Hortikultura versi 060410

36 

 

hortikultura yang diedarkan.

Pasal 41

Produsen, distributor dan pengecer, baik secara sendiri-sendiri

maupun bersama-sama, harus bertanggungjawab untuk

menjamin bahwa sarana produksi dan/atau teknologi hortikultura

yang diedarkannya memenuhi persyaratan dan/atau standar

mutu.

Pasal 42

(1) Produsen, distributor dan pengecer sarana produksi

hortikultura harus memberikan label pada kemasan

terkecil setiap produk yang diedarkan.

(2) Label tersebut pada ayat (1) sekurang-kurangnya

mencantumkan nama dan alamat produsen, serta nomor

registrasi usaha.

(3) Label yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk

benih berupa biji sekurang-kurangnya mencantumkan

Pasal 41 Yang dimaksud dengan “distributor” adalah pihak yang secara resmi memegang surat ijin untuk mengedarkan sarana produksi dan teknologi hortikultura di suatu wilayah. Yang dimaksud dengan “pengecer” adalah pihak yang menjual secara sedikit atau terbatas.

Pasal 42

Ayat (1)

Yang dimaksudkan dengan label adalah setiap keterangan mengenai produk yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada produk, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian dari kemasan produk;

Page 37: Draft RUU Hortikultura versi 060410

37 

 

juga: jenis; varietas; potensi hasil; petunjuk penanaman;

persyaratan lahan dan agroklimat; cara penyimpanan; dan

tanggal kadaluarsa.

(4) Label yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk

benih berupa bagian tanaman lainnya yang tidak termasuk

dalam ayat (3) sekurang-kurangnya mencantumkan juga:

jenis; varietas; asal tanaman induk; nomor registrasi

tanaman induk, petunjuk penanaman; persyaratan lahan

dan agroklimat.

(5) Label yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) untuk

pupuk dan bahan pengendali OPT sekurang-kurangnya

mencantumkan juga: kandungan; daya kerja; cara

pemakaian; petunjuk keselamatan; cara penyimpanan;

dan tanggal kadaluarsa.

(6) Label yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) untuk alat

sekurang-kurangnya mencantumkan juga: petunjuk

pemakaian, jaminan atas kinerja produk, petunjuk

keselamatan, cara pemeliharaan.

(7) Label yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) untuk

Page 38: Draft RUU Hortikultura versi 060410

38 

 

mesin sekurang-kurangnya mencantumkan juga: petunjuk

pemakaian, jaminan atas kinerja produk, petunjuk

keselamatan, sertifikat uji, cara pemeliharaan.

Pasal 43

(1) Pemerintah menetapkan persyaratan tentang:

a. sarana transportasi untuk angkutan hortikultura;

b. sarana penanganan produk hortikultura

c. sarana pengolahan produk hortikultura

(2) Persyaratan tersebut pada ayat (1) mengacu pada

persyaratan internasional tentang:

a. Cara pengangkutan yang baik

b. Cara penanganan yang baik

c. Cara pengolahan yang baik

Paragraf 4

Page 39: Draft RUU Hortikultura versi 060410

39 

 

Informasi

Pasal 44

(1) Pemerintah wajib menyajikan informasi nasional dan

pemerintah daerah wajib menyajikan informasi lokal yang

untuk setiap komoditi hortikultura yang bertujuan untuk

mengendalikan keseimbangan pasokan dan kebutuhan

serta menekan fluktuasi harga.

(2) Informasi tersebut pada ayat (1) berisi tentang perkiraan:

a. permintaan pasar;

b. peluang pasar;

c. harga;

d. produksi dan pasokan.

(3) Informasi pada ayat (2) harus diperbarui setiap hari untuk

produk hortikultura semusim.

(4) Pemerintah menyajikan informasi mengenai sumber-

sumber:

a. pembiayaan,

b. sarana produksi hortikultura,

Page 40: Draft RUU Hortikultura versi 060410

40 

 

c. ilmu pengetahuan;

d. teknologi; dan

e. standarisasi

(5) Informasi tersebut pada ayat (2) dan ayat (4) tersebut

harus dapat diakses setiap saat dan dengan mudah

melalui berbagai media oleh pelaku usaha hortikultura.

Pasal 45

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menyusun dan

mempublikasikan data statistik tentang produk hortikultura

yang akurat setiap bulan.

(2) Pemerintah membuat analisa mengenai situasi dan kondisi

hotikultura Indonesia dan mempublikasikannya setiap

enam bulan.

 

BAB VIII

Page 41: Draft RUU Hortikultura versi 060410

41 

 

KONSUMSI

Pasal 46

(1) Buah dan sayuran adalah produk pangan yang termasuk

dalam kelompok bahan pokok.

(2) Sebagai bahan pokok maka buah dan sayuran termasuk

golongan barang bebas pajak.

(3) Pemerintah wajib mencapai angka konsumsi buah dan

sayuran per kapita per tahun sesuai dengan pedoman

FAO pada tahun 2020.

Pasal 47

(1) Produk hortikultura yang berasal dari impor harus

memenuhi persyaratan dan standar mutu yang diatur

dengan peraturan Menteri.

(2) Persyaratan pada ayat (1) antara lain meliputi pelabelan

pada kemasan terkecil yang mencantumkan antara lain:

a. tanggal panen

b. asal kebun

Page 42: Draft RUU Hortikultura versi 060410

42 

 

c. nomor registrasi kebun

d. standar kualitas

e. tanggal dikemas

f. nama dan alamat pengemas

g. nama dan alamat eksportir

h. nama dan alamat importir dan distributor

Pasal 48

(1) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku usaha

melakukan promosi untuk meningkatkan konsumsi produk

hortikultura khususnya hasil produksi dalam negeri.

(2) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan masyarakat

mengutamakan konsumsi produk hortikultura disetiap

kegiatan kedinasan, keagamaan, dan kegiatan sosial

lainnya.

Pasal 49

(1) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan masyarakat

Page 43: Draft RUU Hortikultura versi 060410

43 

 

mengembangkan budidaya tanaman buah dan sayuran di

setiap rumah tangga sebagai cadangan pangan.

(2) Setiap desa wajib menanam dan memelihara pohon buah

sekurang-kurangnya sejumlah populasi warganya.

(3) Setiap rumah tangga wajib untuk menanam dan

memelihara tanaman hortikultura sekurang-kurangnya

sejumlah anggota keluarganya.

(4) Setiap ruang kerja dan ruang usaha wajib memiliki dan

memelihara tanaman hortikultura didalamnya.

BAB IX

PEMBINAAN USAHA PRODUKSI HORTIKULTURA

Bagian ke-satu

Umum

Pasal 50

Usaha produksi hortikultura meliputi usaha:

a. perbenihan

Page 44: Draft RUU Hortikultura versi 060410

44 

 

b. pupuk dan bahan pengendali OPT

c. alat dan mesin

d. budidaya

e. pasca panen

f. industri pengolahan

g. jasa hortikultura

h. penyelenggaraan wisata agro

i. sertifikasi usaha

Pasal 51 (1) Semua usaha produksi hortikultura sebagaimana

dimaksud dalam Pasal (50) ayat (1) harus didaftar.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran usaha

produksi hortikultura diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 52

(1) Usaha produksi hortikultura terdiri dari usaha mikro, usaha

kecil, usaha menengah dan usaha besar.

(2) Kriteria usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 51 Ayat (1) Pendaftaran dilakukan dalam rangka pendataan guna pemenuhan data pengembangan dan pembinaan hortikultura.

Page 45: Draft RUU Hortikultura versi 060410

45 

 

(3) Usaha besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

memiliki kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan

lebih tinggi dari kriteria usaha menengah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2).

Pasal 53

(1) Usaha produksi hortikultura mikro dan kecil hanya dapat

diselenggarakan oleh pelaku usaha Indonesia.

(2) Usaha hortikultura menengah dan besar dapat

diselenggarakan oleh pelaku usaha asing yang

berpatungan dengan pelaku usaha Indonesia.

(3) Penyertaan modal asing dalam usaha patungan pada ayat

(2) dibatasi sebanyak-banyaknya 49% (empat puluh

sembilan persen)

(4) Kemitraan usaha produksi hortikultura dapat dilakukan

dengan melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, menengah

dan besar.

(5) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat

Pasal 53

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan berpatungan adalah penyertaan modal bersama.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan kemitraan adalah bekerja sama yang saling menguntungkan, pengalihan teknologi dan ilmu pengetahuan

Ayat (5) Yang dimaksud dengan kontrak budidaya adalah perjanjian jual beli dengan pemesanan diawal penanaman Yang dimaksud dengan kerjasama operasional meliputi kerjasama pembiayaan, penyediaan sarana produksi, teknis budidaya, sampai

Page 46: Draft RUU Hortikultura versi 060410

46 

 

berbentuk kontrak budidaya, bagi hasil, dan kerjasama

operasional.

Pasal 54

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah mengutamakan

pengembangan:

a. usaha mikro dan kecil;

b. usaha hortikultura yang ramah lingkungan;

c. usaha hortikultura yang mengembangkan komoditas

unggulan nasional dan daerah;

d. usaha budidaya organik; dan/atau

e. usaha hortikultura yang menggunakan teknologi yang

efisien

(2) Pengutamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berupa fasilitasi dan pemberian insentif.

(3) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain:

a. kemudahan perijinan;

b. pemanfaatan lahan; dan

dengan pemasaran.

Page 47: Draft RUU Hortikultura versi 060410

47 

 

c. penjaminan kredit usaha mikro dan kecil.

(4) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain:

a. keringanan pajak dan retribusi;

b. sertifikasi;

c. penghargaan; dan

d. pembiayaan untuk penerbitan sertifikat tanah,

khususnya untuk usaha mikro dan kecil.

Bagian ke-dua

Perbenihan

Pasal 55

(1) Usaha perbenihan harus dilakukan oleh pelaku usaha

yang memiliki sertifikat profesi dan/atau sertifikat

kompetensi, atau badan usaha yang terakreditasi dalam

bidang perbenihan.

(2) Usaha perbenihan dilakukan melalui upaya pemuliaan,

perbanyakan materi tumbuhan, serta introduksi dari luar

Page 48: Draft RUU Hortikultura versi 060410

48 

 

negeri.

Pasal 56

(1) Varietas-varietas lokal yang ada di daerah wajib

didaftarkan oleh pemerintah daerahnya.

(2) Hasil upaya pemuliaan dan introduksi berupa varietas baru

dan unggul wajib didaftarkan kepada Pemerintah.

(3) Kebenaran dan keunggulan varietas yang akan diedarkan

diuji oleh lembaga penguji yang kompeten yang mewakili

kepentingan pembudidaya.

(4) Persyaratan dan tata laksana lembaga penguji pada ayat

(3) ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 57

(1) Pelepasan dan peredaran varietas yang sudah terdaftar

menjadi tanggungjawab pemilik varietas atau kuasanya.

(2) Pemilik varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memberitahukan kepada pemerintah mengenai

Pasal 56 Ayat (1) dan ayat (2)

Yang dimaksud dengan “didaftarkan” adalah dalam rangka pemenuhan pendataan.

Page 49: Draft RUU Hortikultura versi 060410

49 

 

pelepasan dan peredaran varietas.

Pasal 58

Perlindungan varietas tanaman dilakukan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 57 Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “memberitahukan” adalah melaporkan tentang pelepasan varietas secara tertulis kepada pejabat di bidang pendaftaran varietas tanaman.

Bagian ke-tiga

Pupuk dan Bahan Pengendali OPT

Pasal 59

(1) Usaha menengah dan besar produsen pupuk dan bahan

pengendali OPT wajib melaporkan jumlah produksi setiap

bulan.

(2) Usaha menengah dan besar distributor dan pengecer

pupuk dan bahan pengendali OPT wajib melaporkan

jumlah penjualannya setiap bulan.

(3) Usaha menengah dan besar budidaya hortikultura wajib

Page 50: Draft RUU Hortikultura versi 060410

50 

 

melaporkan penggunaan pupuk dan bahan pengendali

OPT setiap enam bulan.

(4) Laporan yang dimaksud pada ayat (3) berisi antara lain:

nama, jenis; jumlah, waktu penggunaan.

Bagian ke-empat

Alat dan Mesin

Pasal 60

Produsen, distributor dan/atau pengecer alat dan mesin harus

memberikan pelayanan purna jual, pelatihan penggunaan,

menyediakan suku cadang dan fasilitas perbaikan sejak saat

produk mulai diedarkan dan sekurangnya untuk jangka waktu

lima tahun sejak produk berhenti diedarkan.

Page 51: Draft RUU Hortikultura versi 060410

51 

 

Bagian ke-lima

Budidaya

Pasal 61

(1) Usaha budidaya hortikultura dilakukan dengan

memperhatikan:

a. permintaan pasar;

b. sistem budidaya yang baik ;

c. efisiensi dan daya saing;

d. fungsi lingkungan; dan

e. kearifan lokal.

(2) Ketentuan mengenai sistem budidaya yang baik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dalam

dengan Peraturan Menteri.

(3) Pola budidaya nirlimbah wajib menjadi salah satu unsur

dalam sistem budidaya yang baik.

Pasal 61 Ayat (2) Sistem budidaya yang baik mengacu pada pedoman Good Agricultural practices (GAP)

Page 52: Draft RUU Hortikultura versi 060410

52 

 

Pasal 62

(1) Pelaku usaha budidaya hortikultura merencanakan

usahanya dengan memperhatikan informasi yang

disediakan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah

sebagaimana tercantum pada Pasal 44 ayat (1).

(2) Pelaku usaha budidaya hortikultura bebas menentukan

sendiri pilihan jenis tanaman.

(3) Pelaku usaha budidaya wajib melaporkan jenis dan jumlah

tanaman yang sedang dan akan dibudidayakan kepada

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(4) Pelaku usaha budidaya wajib melaporkan hasil panennya

kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Pasal 63

(1) Pelaku usaha dilarang membudidayakan jenis tanaman

hortikultura yang merugikan kesehatan masyarakat

dan/atau mengganggu fungsi lingkungan hidup.

(2) Pelarangan pembudidayaan jenis tanaman hortikultura

Pasal 62 Ayat (3) dan ayat (4)

Pelaporan bertujuan untuk pengumpulan data untuk perkiraan

produksi.

Pasal 63

Ayat (1) Yang dimaksud jenis tanaman hortikultura yang merugikan kesehatan masyarakat adalah tanaman yang mengandung narkotika dan zat adiktif seperti tanaman ganja dan tanaman Papaver Somniferum L

Page 53: Draft RUU Hortikultura versi 060410

53 

 

sebagimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi

kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(3) Budidaya jenis tanaman hortikultura sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan dan

mendapatkan ijin khusus yang diatur dengan Peraturan

Menteri.

Bagian ke-enam

Pasca panen

Pasal 64

(1) Pascapanen meliputi kegiatan antara lain:

a. pembersihan;

b. pencucian;

c. pengeringan;

d. pengupasan;

e. sortasi;

f. pengkelasan;

Pasal 64 Ayat (1)

Huruf c

Yang dimaksud pengeringan adalah mengurangi kelebihan air

Page 54: Draft RUU Hortikultura versi 060410

54 

 

g. pengolahan primer;

h. pengawetan;

i. pengemasan; dan

j. penyimpanan.

(2) Kegiatan pascapanen sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ditujukan untuk mempertahankan mutu dan

kesegaran, menekan kehilangan dan/atau kerusakan, dan

meningkatkan nilai tambah.

Pasal 65

(1) Kegiatan pascapanen dilakukan di rumah pascapanen

atau di tempat yang memenuhi persyaratan kebersihan

dan kesehatan.

(2) Rumah pascapanen untuk produk ekspor wajib

diakreditasi.

Huruf h

Yang dimaksud pengawetan dalam pascapanen dilakukan dalam rangka mempertahankan kesegaran dengan tidak merubah bentuk seperti dilakukan dengan pendinginan, pemanasan, pencelupan, iradiasi, vacuum, modified atmosfer.

Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud rumah pascapanen adalah tempat dimana kegiatan pasca panen dilakukan (packing house)

Bagian ke-tujuh

Industri Pengolahan

Page 55: Draft RUU Hortikultura versi 060410

55 

 

Pasal 66

(1) Pengolahan meliputi kegiatan memproses produk hortikultura menjadi produk olahan hortikultura.

(2) Kegiatan pengolahan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 66

ayat (1)

Yang dimaksud dengan memproses antara lain adalah kegiatan memasak, mengekstrak, menggiling, menyuling, mengeringkan, merendam, membekukan, menepungkan, mengawetkan produk hortikultura dalam bentuk aslinya maupun bentuk lainnya dengan/tanpa dicampur dengan bahan lainnya.

Bagian ke-delapan

Jasa Hortikultura

Pasal 67

(1) Usaha jasa hortikultura meliputi jasa:

a. Konsultasi;

b. Manajemen;

c. Perdagangan;

d. Pemasaran;

e. Persewaan;

Page 56: Draft RUU Hortikultura versi 060410

56 

 

f. Konstruksi;

g. Pengolahan;

h. Transportasi;

i. Pergudangan.

(2) Usaha penyelenggaraan jasa hortikultura harus

diakreditisasi.

Bagian ke-sembilan

Wisata Agro

Pasal 68

(1) Kawasan hortikultura dapat digunakan sebagai kawasan

wisata agro.

(2) Wisata agro diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau

pemerintah daerah, pelaku usaha dalam negeri baik

secara sendiri maupun bersama-sama.

(3) Pelaku usaha asing dapat menyelenggarakan wisata agro

bekerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah,

Page 57: Draft RUU Hortikultura versi 060410

57 

 

dan/atau pelaku usaha dalam negeri.

(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat

(3) harus mengikutsertakan masyarakat setempat.

Pasal 69

(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur

penetapan kawasan, pembinaan, dan pengawasan wisata

agro.

(2) Penetapan kawasan wisata agro sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), mempertimbangkan aspirasi masyarakat

setempat.

(3) Pemerintah menetapkan norma, standar, pedoman dan

kriteria wisata agro.

Bagian ke-sepuluh

Sertifikasi dan Akreditasi Usaha

Pasal 70

Page 58: Draft RUU Hortikultura versi 060410

58 

 

(1) Pemerintah atau lembaga yang terakreditasi

menyelenggarakan akreditasi dan sertifikasi atas usaha

hortikultura.

(2) Jenis-jenis akreditisasi dan sertifikasi ditetapkan dengan

Peraturan Menteri.

(3) Pedoman dan persyaratan untuk mendapatkan akreditasi

dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

BAB X

PENATAAN PERNIAGAAN

Bagian ke-satu

Umum

Pasal 71

Page 59: Draft RUU Hortikultura versi 060410

59 

 

(1) Perniagaan hortikultura meliputi kegiatan distribusi,

perdagangan dan pemasaran produk dan jasa hortikultura.

(2) Penataan perniagaan hortikultura dilakukan untuk menjamin

persaingan usaha yang sehat, mutu produk dan pelayanan,

serta keadilan bagi pelaku usaha dan produk dalam negeri.

Pasal 72

(1) Semua pelaku usaha perniagaan hortikultura

sebagaimana dimaksud dalam Pasal (71) ayat (1) harus

didaftar.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran usaha

perniagaan hortikultura diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 73

(1) Produk hortikultura harus memenuhi standar keamanan

pangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Produk pangan segar hortikultura harus memenuhi standar

kelayakan konsumsi yang ditetapkan dengan Peraturan

Pasal 73

Ayat (2)

Yang dimaksud kelayakan konsumsi antara lain kondisi organoleptik (dapat diamati dari tekstur, warna, rasa dan aroma), kandungan mikroba, infeksi nematoda.

Page 60: Draft RUU Hortikultura versi 060410

60 

 

Menteri.

Page 61: Draft RUU Hortikultura versi 060410

61 

 

Bagian Kedua

Distribusi

Pasal 74

(1) Distribusi produk hortikultura merupakan kegiatan

pengiriman dari lokasi pascapanen sampai ke konsumen

yang meliputi kegiatan pergudangan, bongkar/muat,

pengangkutan.

(2) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku usaha

menyelenggarakan sistem distribusi yang cermat, tepat,

cepat dan efisien untuk menjaga kesegaran, mutu dan

ketersediaan di pasar.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah bersama-sama

menjamin kelancaran distribusi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1).

(4) Ketetapan mengenai standar penanganan dan transportasi

yang baik dibuat oleh Menteri.

Pasal 74

ayat (2)

Yang dimaksudkan dengan cermat, tepat, cepat dan efisien artinya diperlakukan dengan hati-hati, menerapkan standar perlakuan yang baik (Good Handling Practices), diamankan dari kontaminasi, waktu yang sependek mungkin untuk mencapai konsumen, efisien dalam jumlah dan ketersediaannya yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Ayat (3)

Jaminan yang dimaksud antara lain bebas hambatan dan pungutan ilegal.

Ayat (4)

Standar penanganan yang baik antara lain: penggunaan sarana bongkar muat yang tepat, lapangan dan bangunan penampungan yang efisien dan memenuhi syarat untuk menyimpan produk segar hortikultura (pengaturan suhu, kelembaban, kebersihan, dan kesehatan)

Standar transportasi yang baik antara lain: penggunaan alat transportasi yang memenuhi persyaratan untuk angkutan hortikultura ( pengaturan suhu, kelembaban, kebersihan, dan sanitasi).

Page 62: Draft RUU Hortikultura versi 060410

62 

 

Pasal 75

Distribusi produk hortikultura harus dicatat untuk keperluan

pendataan dan penelusuran balik.

Pasal 76

(1) Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib memberikan

prioritas sepanjang perjalanan pengangkutan produk

hortikultura. (2) Pemerintah menyediakan lapangan dan bangunan

penampungan di tempat-tempat strategis sepanjang jalur

transportasi utama.

Pasal 76

Ayat (1)

Bentuk prioritas antara lain adalah

a. mendapatkan kesempatan untuk bongkar/muat ke/dari kapal atau pesawat udara;

b. dispensasi untuk memasuki jalan yang terlarang bagi angkutan barang lainnya.

Ayat (2)

Yang dimaksudkan adalah penyediaan area transit (Transit Area), antara lain di : pelabuhan laut atau sungai, pelabuhan udara, persinggahan darat ;

Fasilitasi yang dimaksud adalah :

c. kemudahan perizinan tempat penampungan dan ijin perjalanan; d. alokasi tempat penggelaran di pasar yang mempunyai fasilitas

kebersihan dan sanitasi, ketertiban, dan keamanan.

Page 63: Draft RUU Hortikultura versi 060410

63 

 

Bagian ke-tiga

Perdagangan

Pasal 77

(1) Perdagangan hortikultura diselenggarakan dengan sistem

tertutup atau sistem terbuka.

(2) Dalam perdagangan tertutup produsen dan pembeli

membuat perjanjian tertulis yang menyepakati jenis

produk, jumlah, kualitas, waktu pengiriman dan harga

sebelum produksi dimulai.

(3) Dalam perjanjian tertulis sistem perdagangan tertutup

pada ayat (2) harus ada transparansi pembagian fungsi,

hak dan kewajiban, keuntungan dan resiko.

(4) Dalam perdagangan terbuka, produsen bebas menjual

langsung hasil produksinya ke pasar bebas dengan

berbagai cara.

Pasal 78

(1) Perdagangan antara produsen dan pedagang untuk

komoditas hortikultura tertentu dan di wilayah tertentu

Pasal 78

Ayat (1)

Page 64: Draft RUU Hortikultura versi 060410

64 

 

harus dilakukan dengan cara pelelangan.

(2) Pelelangan pada ayat (5) tersebut diselenggarakan oleh

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah, atau lembaga

lelang yang terakreditasi.

(3) Jenis komoditas tertentu dan wilayah tertentu pada ayat

(5) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 79

Usaha perdagangan menengah dan perdagangan besar wajib

melaporkan transaksi harian perdagangannya.

Pasal 80

(1) Produk hortikultura dari varietas yang tidak terdaftar

dilarang untuk diekspor.

(2) Produk hortikultura untuk ekspor harus memenuhi standar

mutu dan persyaratan yang ditetapkan dengan Peraturan

Yang dimaksud dengan komoditas hortikultura tertentu antara lain adalah komoditas yang mudah rusak, pangsa pasarnya besar, harganya fluktuatif, misalnya: cabe, bawang merah, kentang, kubis, nenas, melon.

Yang dimaksud dengan wilayah tertentu adalah kawasan hortikultura yang menjadi sentra produksi komoditas tersebut.

Pasal 80

Ayat (1)

Larangan ekspor ini bertujuan untuk mencegah kehilangan sumberdaya genetika.

Page 65: Draft RUU Hortikultura versi 060410

65 

 

Menteri.

(3) Persyaratan pada ayat (1) antara lain meliputi keterangan

tentang:

i. tanggal panen

j. asal kebun

k. nomor registrasi kebun

l. standar kualitas

m. tanggal dikemas

n. nama dan alamat pengemas

o. nama dan alamat eksportir

p. nama dan alamat importir

Pasal 81

(1) Produk hortikultura segar tertentu asal impor yang sudah

melebihi masa tertentu setelah tanggal panen dilarang

untuk diedarkan.

(2) Produk tertentu dan masa tertentu pada ayat (2)

Pasal 81

Ayat (1)

Larangan ini untuk mencegah masuknya produk yang sudah kurang

Page 66: Draft RUU Hortikultura versi 060410

66 

 

ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 82

(1) Impor produk hortikultura tertentu hanya bisa dilakukan

melalui pelabuhan tertentu pada masa tertentu.

(2) Jenis produk hortikultura dan pelabuhan impor dan masa

tertentu pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan

Menteri.

Pasal 83

(1) Importir produk hortikultura wajib membayar iuran

pembangunan hortikultura (IPH).

(2) Besarnya iuran pembangunan hortikultura pada ayat (1)

ditetapkan berdasarkan kesepakatan masyarakat

hortikultura yang diwakili oleh Dewan Hortikultura

Nasional.

(3) Pemerintah melalui Menteri Keuangan, qq. Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai membantu melakukan

pemungutan iuran pembangunan hortikultura.

layak untuk dikonsumsi.

Pasal 82

Ayat (1)

Aturan ini diperlukan untuk memudahkan pengawasan dan memberikan perlindungan pada pasar domestik.

Pasal 83

Ayat (1)

Iuran pembangunan hortikultura ini adalah hasil kesepakatan dari masyarakat hortikultura Indonesia yang diwakili oleh Dewan Hortikultura Nasional.

Dana yang berasal dari iuran pembangunan hortikultura ini dikelola oleh Dewan Hortikultura Nasional untuk memberdayakan kelembagaan hortikultura.

Ayat (3)

Pemungutan iuran pembangunan hortikultura dilakukan oleh Kantor Pabean tempat pemasukan barang impor.

Page 67: Draft RUU Hortikultura versi 060410

67 

 

Bagian Ke-empat

Pemasaran

Pasal 84

(1) Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku

usaha menjaga keseimbangan pasokan dan kebutuhan

produk hortikultura setiap saat sampai di tingkat lokal.

(2) Keseimbangan pasokan dan kebutuhan dijaga antara lain

dengan:

a. Memberikan informasi produksi dan konsumsi yang

akurat sebagaimana diatur pada Pasal 44.

b. Menyelenggarakan distribusi sesuai dengan Pasal 74

ayat (2)

c. Mengutamakan sistem perdagangan tertutup

sebagaimana diatur pada Pasal 77 ayat (2) dan cara

pelelangan yang diatur pada Pasal 78 ayat (1).

d. Mengendalikan impor sebagaimana diatur pada Pasal

82.

Pasal 84

Ayat (1)

Tujuan untuk”menjaga keseimbangan” adalah mencegah terjadinya fluktuasi harga.

Page 68: Draft RUU Hortikultura versi 060410

68 

 

Pasal 85

(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan pasar induk hortikultura di setiap kota

yang jumlah penduduknya lebih dari 1 (satu) juta orang.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mewajibkan

setiap pasar yang memperdagangkan bahan pokok harus

menyediakan tempat penggelaran produk hortikultura yang

memenuhi persyaratan kebersihan dan kesehatan.

(3) Pemerintah bersama pemerintah daerah

menyelenggarakan pasar hortikultura secara berkala.

Pasal 86

1. Pemerintah bersama pemerintah daerah dan pelaku usaha

melakukan promosi secara terus menerus untuk

meningkatkan:

a. kepedulian masyarakat pada produk dan jasa

hortikultura;

b. minat para investor;

Pasal 85 Ayat (1) Pasar induk atau pasar grosir adalah pusat perdagangan produk hortikultura dalam jumlah besar. Ayat (2) Yang dimaksudkan adalah setiap pasar tradisional maupun pasar modern harus memiliki los/bagian untuk produk hortikultura. Ayat (3) Yang dimaksud dengan pasar tani adalah pasar temporer yang diselenggarakan di lapangan terbuka atau dalam bangunan yang mudah didatangi oleh konsumen untuk bertransaksi langsung dengan produsen.

Page 69: Draft RUU Hortikultura versi 060410

69 

 

c. pangsa pasar; dan

d. wisata agro.

2. Promosi pada ayat (1) dilakukan di dalam negeri dan di

luar negeri.

BAB XI

MANAJEMEN KELEMBAGAAN

Pasal 87

(1) Pemerintah menyelenggarakan lembaga yang mengurus

hortikultura yang diurus oleh seorang pejabat setingkat

minimal eselon satu.

(2) Setiap pemerintah daerah harus memiliki dinas hortikultura

(3) Setiap kecamatan harus memiliki lembaga penyuluhan

hortikultura.

(4) Setiap kelurahan/desa di kawasan hortikultura harus

Huruf g

Page 70: Draft RUU Hortikultura versi 060410

70 

 

mempunyai pusat informasi hortikultura.

Pasal 88

(1) Pelaku usaha dianjurkan membentuk organisasi yang dilandasi dengan semangat dan minat yang sama.

(2) Organisasi pada ayat (1) dibagi berdasarkan kelompok:

a. komoditas

b. segmen usaha

c. profesi

(3) Organisasi pada ayat (1) harus berbadan hukum dengan

visi dan misi yang terkait pada hortikultura.

(4) Organisasi pada ayat (2) wajib mendaftar ke lembaga

pemerintah yang ditunjuk untuk mengurus organisasi

pelaku usaha hortikultura.

(5) Organisasi tersebut pada ayat (3) wajib memberikan

laporan tahunan tentang kegiatannya.

Page 71: Draft RUU Hortikultura versi 060410

71 

 

Pasal 89

Klasifikasi organisasi adalah sebagai berikut:

a. Organisasi nasional

b. Organisasi regional

c. Organisasi lokal

Pasal 90

(1) Dewan Hortikultura Nasional adalah badan

permusyawaratan dari seluruh organisasi nasional

sebagaimana dimaksud pada Pasal 89 ayat (1).

(2) Lembaga Pembiayaan Hortikultura Nasional adalah

lembaga yang mengurus pengelolaan dana iuran

pembangunan hortikultura (IPH).

Pasal 91

Page 72: Draft RUU Hortikultura versi 060410

72 

 

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan fasilitas

untuk pembentukan dan pengembangan organisasi-

organisasi tersebut.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah membina kegiatan

organisasi-organisasi tersebut.

Pasal 92

Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi pelaku usaha

hortikultura, Dewan Hortikultura Nasional dan Lembaga

Pembiayaan Hortikultura Nasional diatur dengan Peraturan

Menteri.

BAB XII

Page 73: Draft RUU Hortikultura versi 060410

73 

 

PELIBATAN PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 93

(1) Masyarakat adalah subjek dari hortikultura.

(2) Pemerintah, pemerintah daerah dan pelaku usaha

menyusun dan mengimplementasikan program yang

melibatkan masyarakat.

(3) Masyarakat wajib menjalankan program yang sudah

disepakati bersama.

Pasal 94

(1) Peran serta masyarakat berupa usulan, tanggapan,

keberatan dan saran.

(2) Penyampaian dari ayat (1) dilakukan melalui organisasi.

Pasal 93 Ayat (1)

Usulan disampaikan pada tahap perencanaan.

Tanggapan disampaikan pada tahap penetapan perencanaan,

Keberatan disampaikan pada tahap pelaksanaan.

Saran disampaikan pada tahap pengawasan.

.

Page 74: Draft RUU Hortikultura versi 060410

74 

 

BAB XIII

PENELITIAN

Pasal 95

(1) Penelitian hortikultura wajib diselenggarakan.

(2) Kewajiban pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah,

pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat, baik

secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama.

Pasal 96

(1) Kegiatan penelitian dapat dilakukan di dalam dan di luar

negeri di semua bidang hortikultura.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk

mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi

pembangunan dan pengembangan hortikultura Indonesia.

Pasal 97

pasal 95

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan masyarakat antara lain adalah lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga penelitian swasta.

Page 75: Draft RUU Hortikultura versi 060410

75 

 

(1) Orang perseorangan dan/atau badan hukum asing yang

melakukan penelitian hortikultura di Indonesia wajib

mendapatkan izin dari Menteri terkait sesuai dengan

kewenangannya.

(2) Orang perseorangan dan/atau badan hukum asing

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan

penelitian harus bekerja sama dengan peneliti atau

lembaga penelitian dalam negeri.

Pasal 98

Kerjasama penelitian dengan orang perseorangan dan/atau

badan hukum asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat

(2) dapat dilakukan apabila ada transfer teknologi dan

pengetahuan dalam kegiatan penelitian.

Pasal 99

(1) Hasil penelitian yang dilakukan orang perseorangan

dan/atau badan hukum asing di Indonesia adalah milik

bersama dengan mitra kerjasamanya dan pemerintah.

Page 76: Draft RUU Hortikultura versi 060410

76 

 

(2) Laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) wajib diserahkan kepada Menteri.

(3) Pengeluaran, penggunaan dan publikasi hasil penelitian

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan

persetujuan tertulis dari Menteri.

Pasal 100

Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan/atau

masyarakat mengembangkan kerja sama antara lembaga

penelitian hortikultura di dalam dan di luar negeri.

Pasal 101

Pemerintah memberikan perlindungan terhadap hak atas

kekayaan intelektual di bidang hortikultura sesuai peraturan

perundang-undangan.

Pasal 102

Page 77: Draft RUU Hortikultura versi 060410

77 

 

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah wajib

memberikan insentif bagi penelitian hortikultura yang dapat

bermanfaat besar.

(2) Insentif hanya diperuntukkan bagi orang perseorangan

atau badan hukum dalam negeri.

(3) Insentif pada ayat (1) diberikan melalui program penelitian

unggulan nasional dan/atau daerah.

(4) Bentuk dan besarnya Insentif yang diberikan sebagaimana

dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan

Menteri.

BAB XIV

TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 103

(1) Dalam penyelenggaraan hortikultura Pemerintah bertugas

dan berwenang :

Page 78: Draft RUU Hortikultura versi 060410

78 

 

a. menetapkan kebijakan nasional hortikultura

b. menyusun norma, standar, prosedur dan kriteria di

bidang hortikultura;

c. merencanakan dan menetapkan kawasan hortikultura;

d. mendaftar dan mendokumentasikan materi genetika

hortikultura;

e. mengembangkan SDM hortikultura;

f. membangun prasarana hortikultura;

g. memberikan informasi pasar;

h. memberikan fasilitasi untuk meningkatkan mutu

produk;

i. memberikan insentif bagi pelaku usaha;

j. menetapkan standar, melakukan akreditasi atas

kelayakan, dan pengawasan terhadap pengolahan

hortikultura;

k. memfasilitasi organisasi pelaku usaha hortikultura;

l. memfasilitasi distribusi produk hortikultura;

m. melindungi produsen hortikultura dari pungutan;

n. menyelenggarakan penelitian;

o. menetapkan rencana alokasi dan hak guna pakai air;

p. mengembangkan kerjasama antar lembaga penelitian;

Page 79: Draft RUU Hortikultura versi 060410

79 

 

q. melakukan pengawasan terhadap kegiatan hortikultura;

(2) Dalam penyelenggaraan hortikultura pemerintah daerah

berwenang :

a. menerbitkan izin usaha perkebunan menengah

hortikultura;

b. membangun sistem dan prasarana hortikultura;

c. memberikan informasi pasar;

d. merencanakan dan menetapkan kawasan hortikultura;

e. memberikan fasilitasi untuk meningkatkan mutu

produk;

f. memberikan insentif bagi pelaku usaha;

g. memfasilitasi asosiasi usaha hortikultura;

h. memfasilitasi distribusi produk hortikultura;

i. melindungi produsen hortikultura dari pungutan;

j. menyelenggarakan penelitian

k. mengembangkan kerjasama antar lembaga penelitian;

l. menetapkan rencana alokasi dan hak guna pakai air;

m. melakukan pengawasan terhadap kegiatan hortikultura.

BAB XV

Page 80: Draft RUU Hortikultura versi 060410

80 

 

PENGAWASAN

Pasal 104

(1) Pemerintah pemerintah daerah, dan/atau masyarakat

melakukan pengawasan terhadap hortikultura, antara lain

dalam:

a. perencanaan; b. pewilayahan; c. pemanfaatan sumberdaya alam; d. pengembangan sumberdaya manusia; e. pengadaan sumberdaya buatan; f. peningkatan konsumsi; g. pembinaan usaha; h. penataan perniagaan; i. manajemen kelembagaan; j. pelibatan peran serta masyarakat; k. penelitian;

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan secara berjenjang oleh Pemerintah,

pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah

kabupaten/kota sesuai kewenangannya.

Page 81: Draft RUU Hortikultura versi 060410

81 

 

Pasal 105

Pemerintah menetapkan pedoman dalam melakukan

pengawasan pada Pasal 104 ayat (1).

Pasal 106

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 dapat

dilakukan melalui:

a. pelaporan;

b. pemantauan;

c. evaluasi;

Pasal 107

(1) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 huruf a

meliputi kinerja perencanaan, pemanfaatan, pengadaan,

pelaksanaan, pengembangan, penataan, manajemen,

pelibatan peran masyarakat, penelitian.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

informasi publik yang diumumkan dan dapat diakses

secara terbuka oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan

Page 82: Draft RUU Hortikultura versi 060410

82 

 

peraturan perundang-undangan.

Pasal 108

(1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 106 huruf b dan huruf c dilakukan dengan

mengamati dan memeriksa laporan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dengan pelaksanaan

di lapangan.

(2) Apabila hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terbukti terjadi penyimpangan,

Pemerintah wajib mengambil langkah penyelesaian sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 109 Hasil pengawasan dapat dijadikan acuan bagi perencanaan

periode berikutnya.

Pasal 110

(1) Pemerintah mengawasi peredaran dan penggunaan

Page 83: Draft RUU Hortikultura versi 060410

83 

 

sarana produksi dan teknologi hortikultura pada ayat (1)

(2) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah

menyelenggarakan pengawasan standar mutu produk dan

jasa hortikultura.

(3) Petunjuk pelaksanaan pengawasan standar mutu produk

dan jasa hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan oleh Pemerintah.

BAB XVI

PENYIDIKAN

Pasal 111

(1) Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia,

juga pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan

departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di

bidang hortikultura, dapat diberi wewenang khusus

sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana, untuk melakukan penyidikan dalam tindak pidana

Page 84: Draft RUU Hortikultura versi 060410

84 

 

di bidang hortikultura.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

berwenang untuk:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau

keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang

hortikultura;

b. melakukan pemanggilan terhadap seseorang untuk

didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau sebagai

saksi dalam tindak pidana di bidang hortikultura;

c. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti

tindak pidana di bidang hortikultura;

d. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau

badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang

hortikultura;

e. membuat dan menandatangani berita acara;

f. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup

bukti tentang adanya tindak pidana di bidang

hortikultura.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan

Page 85: Draft RUU Hortikultura versi 060410

85 

 

penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik

pejabat polisi negara Republik Indonesia sesuai dengan

ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XVII

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 112

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam dalam Pasal 17 ayat (1), Pasal 17 ayat

(2) dan ayat (3), Pasal 20 ayat (2), Pasal 31 ayat (2) dan

,ayat (3), Pasal 36 ayat (2) sampai dengan ayat (5), Pasal

40 ayat (1), Pasal 42, Pasal 44 ayat (5), Pasal 47 ayat (1),

Pasal 49 ayat (2) sampai dengan (4), Pasal 51 ayat (1),

Pasal 53 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1) dan

ayat (2), Pasal 57 ayat (2), Pasal 59 ayat (1) sampai

dengan ayat (3), Pasal 60, Pasal 61 ayat (3), Pasal 62

Page 86: Draft RUU Hortikultura versi 060410

86 

 

ayat (3) dan ayat (4), Pasal 65, Pasal 66 ayat (2), Pasal

67 ayat (2), Pasal 68 ayat (4), Pasal 72 ayat (1), Pasal 73,

Pasal 75, Pasal 77 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 78 ayat

(1), Pasal 79, Pasal 80 ayat (2), Pasal 85, Pasal 87 ayat

(2) sampai dengan ayat (4), Pasal 88 ayat (4) dan ayat (5),

Pasal 97 ayat (4), Pasal 98, dan Pasal 99 ayat (2) dikenai

sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penutupan usaha;

d. pencabutan izin;

e. penarikan produk dari peredaran; dan/atau

f. denda administratif.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi,

besarnya denda, dan mekanisme pengenaan sanksi

administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan

ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Page 87: Draft RUU Hortikultura versi 060410

87 

 

BAB XVIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 113

(1) Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan

hortikultura didalam kawasan konservasi, terkecuali untuk

kegiatan penelitian atau konservasi, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda

paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja menebang pohon

induk tanpa izin dari Menteri sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja memperdagangkan

sumberdaya genetik hortikultura yang terancam punah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

Page 88: Draft RUU Hortikultura versi 060410

88 

 

denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar

rupiah).

(4) Dalam hal pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2) dan ayat (3) adalah pejabat, maka pidananya

dapat ditambah dengan sepertiga dari pidana pokok.

Pasal 114

Warga negara asing yang bekerja di Indonesia tanpa izin

sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 115

Setiap produsen, distributor dan pengecer yang tidak dapat

mempertanggungjawabkan persyaratan dan/atau standar mutu

sarana produksi dan/atau teknologi hortikultura yang

diedarkannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dipidana

dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

rupiah).

Page 89: Draft RUU Hortikultura versi 060410

89 

 

Pasal 116

Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan varietas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dan

mengakibatkan terganggunya kesehatan masyarakat dan/atau

kelestarian fungsi lingkungan dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 117

Setiap pelaku usaha budidaya hortikultura yang dengan sengaja

melakukan budidaya jenis tanaman yang merugikan kesehatan

masyarakat dan/atau kelestarian fungsi lingkungan hidup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Page 90: Draft RUU Hortikultura versi 060410

90 

 

Pasal 118

Setiap orang yang dengan sengaja mengekspor produk

hortikultura dari varietas yang tidak terdaftar sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak

Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 119

Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan produk

hortikultura segar tertentu asal impor yang sudah melebihi masa

tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 120

Setiap orang yang dengan sengaja mengimpor produk

hortikultura diluar pelabuhan tertentu dan/atau pada masa

tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dipidana dengan

Page 91: Draft RUU Hortikultura versi 060410

91 

 

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling

banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 121

Setiap importir yang dengan sengaja tidak membayar iuran

pembangunan hortikultura (IPH) sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 83 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah).

Pasal 122

Setiap orang perseorangan dan/atau badan hukum asing yang

dengan sengaja melakukan penelitian tanpa izin sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp

15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Page 92: Draft RUU Hortikultura versi 060410

92 

 

Pasal 123

Setiap orang yang dengan sengaja mengeluarkan dari dan/atau

mempublikasikan dan/atau menggunakan hasil penelitian yang

dilakukan oleh orang perseorangan dan/atau badan hukum asing

di Indonesia tanpa persetujuan tertulis dari Menteri sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp

15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Page 93: Draft RUU Hortikultura versi 060410

93 

 

.

BAB XIX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 124

Peraturan pelaksana Undang-Undang ini harus telah ditetapkan

paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak Undang-Undang ini

diundangkan.

Pasal 125

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya

dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Page 94: Draft RUU Hortikultura versi 060410

94 

 

 

 

Disahkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta,

pada tanggal …

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ....NOMOR ..../21/12/09