Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

182
SURVIVING SEPSIS CAMPAIGN: PEDOMAN INTERNASIONAL MANAJEMEN SEPSIS BERAT DAN SYOK SEPTIK: 2012 Tujuan: Untuk memperbaharui “Pedoman Manajemen Sepsis Berat dan Syok Septik dari Surviving Sepsis Campaign" yang terakhir kali dipublikasikan pada tahun 2008. Desain: Dibentuk sebuah komite konsensus yang terdiri dari 68 ahli yang mewakili 30 organisasi internasional. Sejumlah kelompok berkumpul pada suatu pertemuan internasional (anggota komite yang menghadiri konferensi). Dibuat konflik formal terkait kepentingan politis pada awal proses yang diberlakukan secara menyeluruh. Seluruh proses penyusunan pedoman ini dilakukan tanpa bantuan dana industri/perusahaan apapun. Diselenggarakan sebuah pertemuan untuk semua kepala subkelompok, ketua dan wakilnya, serta beberapa orang yang terpilih. Dilakukan telekonferensi dan diskusi berbasis elektronik antara sub-subkelompok dan seluruh komite sebagai bagian integral dari penyusunan pedoman ini. Metode: Para penyusun dianjurkan untuk mengikuti prinsip-prinsip sesuai sistem GRADE (Grading of Baca Buku dr. Rohmat A Page 1

description

translate to bahasa

Transcript of Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Page 1: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

SURVIVING SEPSIS CAMPAIGN:

PEDOMAN INTERNASIONAL MANAJEMEN

SEPSIS BERAT DAN SYOK SEPTIK: 2012

Tujuan: Untuk memperbaharui “Pedoman Manajemen Sepsis Berat dan Syok

Septik dari Surviving Sepsis Campaign" yang terakhir kali dipublikasikan pada

tahun 2008.

Desain: Dibentuk sebuah komite konsensus yang terdiri dari 68 ahli yang

mewakili 30 organisasi internasional. Sejumlah kelompok berkumpul pada suatu

pertemuan internasional (anggota komite yang menghadiri konferensi). Dibuat

konflik formal terkait kepentingan politis pada awal proses yang diberlakukan

secara menyeluruh. Seluruh proses penyusunan pedoman ini dilakukan tanpa

bantuan dana industri/perusahaan apapun. Diselenggarakan sebuah pertemuan

untuk semua kepala subkelompok, ketua dan wakilnya, serta beberapa orang yang

terpilih. Dilakukan telekonferensi dan diskusi berbasis elektronik antara sub-

subkelompok dan seluruh komite sebagai bagian integral dari penyusunan

pedoman ini.

Metode: Para penyusun dianjurkan untuk mengikuti prinsip-prinsip sesuai sistem

GRADE (Grading of Recommendations Assessment, Development and

Evaluation) untuk memandu penilaian yang diberikan terhadap kualitas bukti-

bukti mulai dari kualitas tinggi (A) hingga sangat rendah (D) dan untuk

menentukan kekuatan rekomendasi data yang digunakan apakah kuat (1) atau

lemah (2). Ditekankan adanya kemungkinan suatu rekomendasi data dinyatakan

kuat sedangkan kualitas bukti hanya lemah. Beberapa rekomendasi data

digradekan mutunya (ungraded, UG). Rekomendasi diklasifikasikan ke dalam 3

kelompok: 1) Rekomendasi data yang secara langsung bertarget pada sepsis berat,

2) Rekomendasi data yang menargetkan perawatan umum pada pasien kritis

Baca Buku dr. Rohmat A Page 1

Page 2: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

dengan pertimbangan prioritas tinggi pada sepsis berat, dan 3) Rekomendasi

terkait pertimbangan pediatrik.

Hasil: Rekomendasi dan saran yang penting, didaftar berdasarkan kategori

tertentu, meliputi: resusitasi kuantitatif dini pada pasien sepsis selama 6 jam

pertama setelah diketahui sepsis (1C); kultur darah sebelum diberikan terapi

antibiotik (1C); pemeriksaan radiologis yang dilakukan segera untuk memastikan

sumber potensial infeksi (UG); pemberian terapi antimikroba spektrum luas

sebagai tujuan terapi dalam waktu 1 jam sejak diketahui telah terjadi syok septik

(1B) dan sepsis berat tanpa syok septik (1C); penilaian ulang pemberian terapi

antimikroba setiap harinya untuk deeskalasi, apabila memungkinkan (1B); kontrol

sumber infeksi dengan memperhatikan keseimbangan risiko dan manfaat dari

metode yang dipilih dalam waktu 12 jam sejak terdiagnosis (1C); resusitasi cairan

awal dengan kristaloid (1B) dan dipertimbangkan penambahan albumin pada

pasien yang terus membutuhkan kristaloid dalam jumlah besar untuk

mempertahankan MAP (Mean Arterial Pressure) yang adekuat (2C) dan

menghindari pembentukan hetastarch (1C); pada pasien dengan hipoperfusi

jaringan dan kecurigaan hipovolemia yang disebabkan karena sepsis dilakukan uji

percobaan dengan cairan (fluid challenge test) awal menggunakan kristaloid

hingga mencapai minimal 30 mL/kg (pemberian cairan lebih cepat dan dalam

jumlah yang lebih besar mungkin perlu dilakukan pada beberapa pasien) (1C);

teknik uji percobaan dengan cairan tersebut terus dilakukan selama hemodinamik

mengalami perbaikan, baik berdasarkan variabel dinamis atau statisnya (UG);

norepinefrin sebagai vasopressor pilihan pertama untuk mempertahankan MAP ≥

65 mmHg (1B); epinefrin jika dibutuhkan agen tambahan untuk mempertahankan

tekanan darah tetap adekuat (2B); vasopressin (0,03 U/menit) dapat ditambahkan

dengan norepinefrin baik untuk menaikkan MAP sampai mencapai target maupun

untuk mengurangi dosis norepinephrine, tapi tidak boleh digunakan sebagai

vasopressor awal (UG); dopamin tidak dianjurkan kecuali dalam keadaan yang

sangat mendesak (2C); infus dobutamin diberikan atau ditambahkan dengan

vasopressor jika terjadi: a) disfungsi miokard yang dapat ditunjukkan dengan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 2

Page 3: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

adanya peningkatan tekanan pengisian jantung dan curah jantung yang rendah,

atau b) adanya tanda-tanda hipoperfusi yang sedang berlangsung (ongoing)

walaupun volume intravaskular dan MAP yang adekuat telah tercapai (1C);

hindari penggunaan hidrokortison intravena pada pasien syok septik dewasa jika

resusitasi cairan yang adekuat dan terapi vasopressor mampu mengembalikan

stabilitas hemodinamik (2C); target hemoglobin adalah 7-9 g/dL tanpa adanya

hipoperfusi jaringan, penyakit iskemia arteri koroner, atau perdarahan akut

(1B);volume tidal rendah (1A) dan pembatasan tekanan plateau inspirasi (1B)

karena sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS); penerapan nilai PEEP

setidaknya dalam jumlah minimal pada kasus dengan ARDS (1B); penerapan

PPEP yang lebih tinggi pada pasien-pasien dengan ARDS sedang atau berat yang

disebabkan karena sepsis (2C); manuver mobilisasi pada pasien dengan

hipoksemia refrakter berat yang disebabkan karena ARDS (2C); pemosisian

tengkurap pada pasien dengan ARDS karena sepsis dengan nilai rasio PaO2/FiO2

≤100 mmHg di rumah sakit/fasilitas yang berpengalaman dengan praktik

manajemen pasien seperti itu (2C); tempat tidur posisi elevasi head-of-bed (posisi

kepala lebih tinggi) pada pasien dengan ventilasi mekanik kecuali bila ada

kontraindikasi (1B); manajemen cairan konservatif untuk pasien dengan ARDS

yang tidak terbukti mengalami hipoperfusi jaringan (1C); protokol weaning

(penghentian) dan sedasi (1A); meminimalisir penggunaan sedasi dengan bolus

intermiten dan sedasi dengan infus kontinyu yang menargetkan titrasi akhir

tertentu (1B); jika memungkinkan hindari penggunaan penghambat

neuromuskuler pada pasien septik tanpa ARDS (1C); pemberian penghambat

neuromuskuler secara singkat (tidak lebih dari 48 jam) untuk pasien dengan

ARDS awal dan PaO2/FiO2 <150 mmHg (2C); pendekatan berprotokol

manajemen glukosa darah dengan memulai pemberian insulin jika hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah 2 kali berturut-turut >180 mg/dL, dengan target

glukosa darah teratas ≤180 mg/dL (1A); hemofiltrasi vena-vena secara kontinyu

maupun hemodialisis intermiten secara seimbang (2B); profilaksis trombosis vena

dalam (1B); penggunaan profilaksis ulkus untuk perdarahan saluran

gastrointestinal atas pada pasien dengan faktor risiko perdarahan (1B); pemberian

Baca Buku dr. Rohmat A Page 3

Page 4: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

makan/nutrisi secara oral atau enteral (jika perlu), sesuai yang dapat ditoleransi

pasien, akan lebih baik daripada puasa penuh ataupun hanya glukosa intravena

dalam 48 jam pertama setelah diagnosis sepsis berat/syok septik (2C); dan

menentukan tujuan perawatan, termasuk rencana terapi dan perencanaan “akhir

kehidupan” (yang sesuai) (1B), sedini mungkin, tetapi dalam waktu 72 jam sejak

dibawa ke ICU (2C). Rekomendasi yang khusus untuk pasien pediatri dengan

sepsis berat meliputi: terapi dengan masker oksigen, kanul nasal oksigen beraliran

tinggi, atau dengan PEEP kontinyu nasofaringeal apabila terjadi distres pernafasan

atau hipoksemia (2C), pemeriksaan fisik terapeutik seperti pengisian kapiler (2C);

untuk kasus syok septik yang terkait dengan hipovolemia, digunakan kristaloid

atau albumin untuk memasukkan kristaloid bolus sebanyak 20 mL/kg (atau

albumin yang setara) selama 5 sampai 10 menit (2C); lebih sering digunakan

inotropik dan vasodilator untuk jantung yang rendah pada kasus syok septik

dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik (2C); dan penggunaan

hidrokortison hanya pada anak-anak dengan kecurigaan atau terbukti "mutlak"

mengalami insufisiensi adrenal (2C).

Kesimpulan: Ada kesepakatan diantara para ahli studi kohort bersakala besar di

grade internasional terkait dengan banyaknya rekomendasi grade 1 dalam hal

perawatan terbaik untuk pasien dengan sepsis berat. Walaupun banyak aspek

perawatan tersebut hanya mendapat sedikit mendapat dukungan, namun

rekomendasi berbasis bukti dalam hal manajemen akut pada sepsis dan syok

septik merupakan landasan perbaikan outcome pada kelompok pasien-pasien yang

berada dalam kondisi kritis ini. (Crit Care Med 2013; 41: 580-637).

Kata Kunci: Kedokteran berbasis bukti; Grading of Recommendations

Assessment, Development and Evaluation criteria; pedoman; infeksi; sepsis;

gabungan sepsis bundel; sindrom sepsis; syok septik; sepsis berat; Surviving

Sepsis Campaign.

Sepsis merupakan suatu respon host yang bersifat merusak dan sistemik sebagai

respon terhadap infeksi yang menyebabkan sepsis berat (disfungsi organ akut

Baca Buku dr. Rohmat A Page 4

Page 5: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

karena terbukti atau kecurigaan adanya infeksi) dan syok septik (sepsis berat

disertai hipotensi yang tidak membaik dengan resusitasi cairan). Sepsis berat dan

syok septik adalah masalah kesehatan utama, yang menyerang jutaan orang di

seluruh dunia setiap tahunnya, menewaskan satu dari empat (dan sering kali

lebih), dan insidensinya semakin meningkat (1-5). Mirip dengan politrauma,

infark miokard akut, ataupun stroke, kecepatan dan ketepatan terapi yang

diberikan pada jam-jam awal setelah terjadinya sepsis berat cenderung

mempengaruhi hasil terapi.

Rekomendasi dalam dokumen ini dimaksudkan untuk memberikan

panduan bagi klinisi yang menangani pasien dengan sepsis berat atau syok septik.

Rekomendasi dari pedoman ini tidak dapat menggantikan kemampuan

pengambilan keputusan oleh seorang klinisi ketika dihadapkan dengan pasien

yang memiliki berbagai gambaran klinis. Sebagian besar rekomendasi ini sesuai

untuk pasien dengan sepsis berat yang dirawat di ICU maupun non-ICU. Bahkan,

komite berkeyakinan bahwa perbaikan hasil terapi terbesar dapat dilakukan

melalui perubahan edukasi dan proses bagi mereka yang merawat pasien dengan

sepsis berat di ruang non-ICU maupun segala macam perawatan akut.

Keterbatasan sumber daya di beberapa lembaga dan negara dapat menghambat

seorang klinisi/dokter dalam melakukan rekomendasi tertentu. Sehingga,

rekomendasi ini dimaksudkan untuk dapat menjadi praktik terbaik (komite

menganggap ini tujuan untuk praktik klinis) dan tidak dibuat untuk

menggambarkan suatu standar perawatan. Komite Pedoman The Surviving Sepsis

Campaign (SSC) berharap bahwa seiring berjalannya waktu, melalui program

edukasi dan audit serta inisiatif peningkatan performa umpan balik, pedoman ini

akan dapat mempengaruhi perilaku praktisi perawatan kesehatan yang akan

mengurangi beban insidensi sepsis seluruh dunia.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 5

Page 6: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

METODOLOGI

Definisi

Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi (kecurigaan atau telah terbukti) yang

disertai dengan manifestasi infeksi secara sistemik. Sepsis berat didefinisikan

sebagai sepsis ditambah dengan disfungsi organ atau hipoperfusi jaringan akibat

sepsis (Tabel 1 dan 2) (6). Di dalam pedoman dan bundel perbaikan performa ini,

dibedakan antara definisi dan target atau ambang batas terapi. Hipotensi akibat

sepsis didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (TDS) <90 mmHg atau mean

arterial pressure (MAP) <70 mmHg atau penurunan TDS >40 mmHg atau kurang

dari dua standar deviasi di bawah normal terhadap usia tanpa adanya penyebab

lain hipotensi. Sebagai contoh target terapi atau ambang batas tipikal untuk

mengatasi hipotensi terlihat dalam bundel sepsis tentang penggunaan vasopressor.

Di dalam bundel sepsis, ambang batas MAP adalah ≥65 mmHg. Penggunaan

definisi vs ambang batas akan tampak jelas di seluruh artikel ini. Syok septik

didefinisikan sebagai hipotensi yang disebabkan karena sepsis yang menetap

walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat. Hipoperfusi jaringan

karena sepsis didefinisikan sebagai hipotensi, peningkatan laktat, atau oliguria

yang disebabkan karena infeksi.

TABEL 1. KRITERIA DIAGNOSTIK SEPSIS

Infeksi, baik terbukti maupun dicurigai, dan beberapa kriteria berikut:

Variabel umum:

- Demam (>38,3oC)- Hipotermia (suhu inti <36oC)- Denyut jantung >90/menit atau lebih dari 2 SD diatas nilai normal

terhadap usia- Takipneu- Perubahan status mental- Edema bermakna atau keseimbangan cairan (BC) positif (>20 ml/kg)

selama 24 jam- Hiperglikemia (glukosa plasma >140 mg/dl atau 7,7 mmol/l) tanpa adanya

Baca Buku dr. Rohmat A Page 6

Page 7: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

diabetesVariabel inflamasi

- Leukositosis (AL >12.000/µL)- Leukopenia (AL <4000/µL)- AL normal dengan bentuk leukosit imatur lebih dari 10%- Protein C-reaktif plasma lebih dari 2 SD diatas nilai normal- Prokalsitonin plasma lebih dari 2 SD diatas nilai normal

Variabel hemodinamik

- Hipotensi arteri (TDS <90 mmHg, MA <70 mmHg, atau penurunan TDS >40 mmHg pada orang dewasa atau kurang dari 2 SD di bawah normal terhadap usia)

Variabel disfungsi organ

- Hipoksemia arteri (PaO2/FiO2 <300)- Oluguria akut (output urine <0,5 ml/kg/jam setidaknya dalam 2 jam walau

sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat- Peningkatan kreatinin >0,5 mg/dl atau 44,2 µmol/l- Abnormalitas koagulasi (INR >1,5 atau aPTT >60 detik)- Ileus (tidak adanya bising usus)- Trombositopenia (AT <100.000 µ/l)- Hiperbilirubinemia (bilirubin total plasma >4 mg/dl atau 70 µmol/l)

Variabel perfusi jaringan

- Hiperlaktasemia (>1 mmol/l)- Penurunan CRT

TABEL 2. SEPSIS BERAT

Definisi sepsis berat = hipoperfusi jaringan atau disfungsi organ yang disebabkan oleh karena adanya sepsis (adanya kriteria di bawah yang dianggap atau dicurigai disebabkan karena infeksi)

- Hipotensi karena sepsis- Kadar laktat di atas batas atas nilai normal pemeriksaan laboratorium- Output urine <0,5 ml/kg/jam selama lebih dari 2 jam walau telah

dilakukan resusitasi cairan secara adekuat- Cedera paru akut dengan PaO2/FiO2 <250 tanpa adanya pneumonia

sebagai sumber infeksi

Baca Buku dr. Rohmat A Page 7

Page 8: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

- Cedera paru akut dengan PaO2/FiO2 <200 dengan adanya pneumonia sebagai sumber infeksi

- Kreatinin >2,0 mg/dl (176,8 µ- Bilirubin >2 mg/dl (34,2 µmol/l)- AT <100.000 µl- Koagulopati (INR >1,5)

Sejarah Pedoman

Pedoman praktik klinis ini merupakan revisi dari Pedoman SSC 2008 tentang

manajemen sepsis berat dan syok septik (7). Pedoman SSC yang awal diterbitkan

pada tahun 2004 (8) dan menelaah bukti yang ada sampai akhir 2003. Publikasi

pada tahun 2008 menganalisis bukti yang ada sampai tahun 2007. Iterasi yang

terbaru didasarkan pada pencarian literatur terbaru yang dimasukkan ke dalam

perubahan naskah pedoman sampai musim gugur 2012.

Seleksi dan Organisasi Anggota Komite

Pemilihan anggota komite ini didasarkan pada kepentingan dan keahlian

seseorang dalam aspek-aspek tertentu dari sepsis. Ketua Utama dan anggota

komite eksekutif ditunjuk oleh badan Society of Critical Care Medicine and

European Society of Intensive Care Medicine. Setiap organisasi yang memberikan

sponsor terhadap pedoman ini menunjuk seorang wakil yang memiliki keahlian

(ekspertise) di bidang sepsis. Anggota komite tambahan ditunjuk oleh ketua

umum dan komite eksekutif untuk menciptakan suatu kontinyuitas dengan

anggota komite sebelumnya serta untuk memenuhi kebutuhan konten selama

proses pembuatan pedoman. Empat dokter dengan pengalaman dalam penerapan

proses GRADE (disebut dalam dokumen ini sebagai kelompok GRADE atau

kelompok Kedokteran Berbasis Bukti [EBM]) ikut ambil bagian dalam

pembuatan pedoman.

Proses pembuatan pedoman dimulai dengan penunjukan ketua kelompok

dan penugasan anggota komite sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing

Baca Buku dr. Rohmat A Page 8

Page 9: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

kelompok bertanggung jawab untuk menyusun pembaharuan awal untuk edisi

2008 sesuai dengan bidang dimana mereka diberikan tanggung jawab (dengan

elemen tambahan informasi yang utama dimasukkan ke dalam naskah yang terus

mangalami perubahan selama akhir tahun 2011 dan awal 2012).

Dengan masukan dari kelompok EBM, pertemuan kelompok awal

diadakan untuk menetapkan prosedur pengulasan literatur dan pembuatan tabel-

tabel analisis bukti. Komite dan subkelompoknya terus bekerja melalui telepon

dan internet. Beberapa pertemuan subkelompok dan orang-orang penting

berikutnya dilakukan dalam pertemuan internasional besar (beberapa kelompok),

dengan terus bekerja melalui telekonferensi dan diskusi berbasis elektronik

diantara subkelompok dan anggota dari seluruh komite. Akhirnya, pertemuan

yang terdiri dari semua ketua kelompok, anggota komite eksekutif, dan komite

penting lainnya diadakan untuk menyelesaikan draft dokumen untuk kemudian

diajukan kepada pengulas (reviewer).

Teknik Pencarian

Pencarian literatur secara terpisah dilakukan terhadap setiap pertanyaan

yang didefinisikan secara jelas. Para ketua komite bekerja dengan ketua

subkelompok untuk mengidentifikasi istilah-istilah pencarian terkait yang

meliputi, sepsis, sepsis berat, syok septik, dan sindrom sepsis melalui berbagai

bidang topik umum dari subkelompok, juga kata-kata kunci yang sesuai dari

pertanyaan spesifik yang diajukan. Semua pertanyaan yang digunakan dalam

pedoman publikasi sebelumnya dicari, seperti pertanyaan-pertanyaan baru

bersangkutan yang muncul dari pencarian terkait topik atau percobaan baru-baru

ini. Para penulis yang secara khusus diminta untuk mencari tentang uji meta-

analisis terkait dengan pertanyaan mereka dan mencari minimal satu database

umum (yaitu, MEDLINE, EMBASE) dan Cochrane Library (baik The Cochrane

Database Systematic Reviews [CDSR] maupun Database of Abstracts of Reviews

of Effectiveness [DARE]). Database lainnya bersifat opsional (ACP Journal Club,

Evidence Based Medicine Journal, Cochrane Registry of Controlled Clinical

Baca Buku dr. Rohmat A Page 9

Page 10: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Trials, International Standard Randomized Controlled Trial Registry

[http://www.controlled-trials.com/ispenelitian acak terkontroln/] atau

metaRegister of Controlled Trials [http://www.controlledtrials.com/mpenelitian

acak terkontrol/]. Apabila diperlukan, bukti yang tersedia diringkas dalam bentuk

tabel bukti.

Pengklasifikasian Rekomendasi

Kami menyarankan para penulis untuk mengikuti prinsip-prinsip dari sistem

Grading of Recommendations Assessment, Development and Evaluation

(GRADE) untuk memandu penilaian kualitas bukti mulai dari kualitas tinggi (A)

hingga sangat rendah (D) dan untuk menentukan kekuatan rekomendasi (Tabel 3

dan 4). (9-11). Komite Pengarah SSC dan penulis individual berkolaborasi dengan

perwakilan GRADE menerapkan sistem GRADE selama proses revisi pedoman

SSC ini. Para anggota kelompok GRADE terlibat langsung, baik secara personal

atau melalui e -mail, di semua diskusi dan musyawarah antara anggota komite

pedoman SSC terkait keputusan grading atau pengklasifikasian rekomendasi.

TABEL 3. PENENTUAN KUALITAS BUKTI

Metodologi penelitian yang digunakan

- A (tinggi) uji acak terkontrol- B (sedang) uji acak terkontrol yang turun kualitasnya atau penelitian

observasional yang digradekan kualitasnya- C (rendah) penelitian observasional dengan kontrol berupa uji acak

terkontrol- D (sangat rendah) penelitian terkontrol yang turun kualitasnya atau

pendapat ahli berdasarkan bukti lainnya Faktor-faktor yang dapat mengurangi kekuatan bukti

1. Kualitas perencanaan dan implementasi yang buruk dari uji acak terkontrol yang ada, yang menunjukkan kecenderungan besar terjadinya bias

2. Inkonsistensi hasil penelitian, termasuk masalah dengan analisis subkelompok

3. Ketidaklangsungan bukti (pembedaan populasi, intervensi, kontrol, hasil, perbandingan)

Baca Buku dr. Rohmat A Page 10

Page 11: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

4. Ketidaktepatan hasil penelitian5. Kecenderungan tinggi terjadi bias

Faktor-faktor utama yang dapat meningkatkan kekuatan bukti

1. Efek atau dampak penelitian yang besar (bukti langsung, risiko relatif >2 tanpa faktor perancu)

2. Efek atau dampak penelitian yang sangat besar dengan risiko relatif >5 dan tida ada ancaman terhadap validitas (dengan 2 level)

3. Gradien yang berespon sesuai dosis

TABEL 4. FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN REKOMENDASI KUAT vs LEMAH

Apa yang Harus Dipertimbangkan Proses yang Direkomendasikan

Bukti tinggi atau sedang (Apakah ada bukti kualitas tinggi atau sedang?)

Semakin tinggi kualitas bukti, rekomendasinya cenderung semakin kuat

Kepastian tentang keseimbangan antara manfaat vs kerugian dan beban (Apakah ada kepastiannya?)

Semakin besar perbedaan antara hasil yang diharapkan dengan yang tidak diharapkan dan kepastiannya, maka rekomendasinya cenderung semakin kuat. Semakin kecil manfaat bersih (neto) dan semakin rendah kepastian dari manfaatnya, maka rekomendasinya cenderung semakin lemah

Kepastian atau nilai yang sama(Adakah kepastian atau kesamaan?)

Apabila nilai dan preferensinya semakin pasti dan sama, rekomendasinya semakin kuat

Implikasi sumber daya(Apakah sumber daya senilai dengan manfaat yang diharapkan?)

Semakin kecil biaya intervensinya dibandingkan dengan alternatif lainnya dan biaya lain yang berhubungan dengan keputusan terapi, misalnya sumber daya yang dibutuhkan semakin sedikit, maka rekomendasinya cenderung semakin kuat

Baca Buku dr. Rohmat A Page 11

Page 12: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Sistem GRADE didasarkan pada penilaian berurutan terkait kualitas bukti,

diikuti dengan penilaian keseimbangan antara manfaat dan risiko, beban, dan

biaya, yang diperlukan dalam pembuatan dan pengklasifikasian rekomendasi

manajemen sepsis. Menjaga peringkat kualitas bukti dan kekuatan rekomendasi

secara eksplisit memisahkan bagian yang krusial dan mendefinisikan dari

pendekatan GRADE. Sistem ini mengklasifikasikan bukti kualitas tinggi (grade

A), sedang (grade B), rendah (grade C), atau sangat rendah (grade D). Percobaan

acak dimulai dari bukti berkualitas tinggi tetapi dapat turun karena keterbatasan

dalam implementasinya, inkonsistensi, atau ketidaktepatan hasil, bukti yang tidak

langsung, dan kemungkinan bias yang dilaporkan (Tabel 3). Contoh bukti tidak

langsung misalnya populasi yang diteliti, intervensi yang digunakan, hasil yang

diukur, dan bagaimana hal-hal tersebut berhubungan dengan pertanyaan yang

diajukan. Penelitian observasi (non-acak) memiliki kualitas bukti yang rendah,

tetapi grade kualitas dapat digradekan berdasarkan besar kekuatan efeknya.

Contoh dari hal ini adalah kualitas bukti terkait pemberian awal antibiotik.

Referensi konten lampiran digital tambahan dari GRADEpro Summary of

Evidence Tables dimunculkan seluruhnya dalam naskah pedoman ini.

Sistem GRADE mengklasifikasikan rekomendasi sebagai rekomendasi

kuat (grade 1) atau lemah (grade 2). Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan

ini disajikan pada Tabel 4. Penentuan rekomendasi kuat atau lemah dianggap

penting secara klinis. Komite menilai apakah efek yang diinginkan akan lebih

besar daripada efek yang tidak diinginkan, dan kekuatan rekomendasi

mencerminkan grade kepercayaan kelompok dalam penilaian itu. Dengan

demikian, rekomendasi yang kuat dalam mendukung intervensi mencerminkan

pendapat panel bahwa efek yang diinginkan yang sesuai dengan rekomendasi

(manfaat kesehatan yang menguntungkan; beban yang lebih rendah pada staf

kesehatan dan pasien, dan penghematan biaya) jelas akan lebih besar daripada

efek yang tidak diinginkan (merugikan kesehatan; lebih membebani staf medis

dan pasien, dan biaya yang lebih besar). Dipertimbangkan adanya potensi

kelemahan dalam membuat rekomendasi yang kuat dengan bukti yang hanya

Baca Buku dr. Rohmat A Page 12

Page 13: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

berkualitas rendah. Rekomendasi yang lemah dalam mendukung intervensi

menunjukkan penilaian bahwa efek yang diinginkan yang sesuai untuk

rekomendasi mungkin akan lebih besar daripada efek yang tidak diinginkan, tetapi

panel tidak yakin terkait keputusan seperti ini - baik karena beberapa bukti yang

berkualitas rendah (dan tetap ada ketidakpastian terkait manfaat dan risikonya)

atau manfaat dan kerugiannya hampir seimbang. Rekomendasi kuat dikatakan

sebagai “kami merekomendasikan" dan rekomendasi yang lemah dikatakan

sebagai " kami menyarankan".

Kseluruhan naskah pedoman ini merupakan sejumlah pernytaan yang baik

itu mengikuti rekomendasi yang sudah diklasifikasikan maupun yang didaftar

sebagai penrnyataan yang berdiri sendiri diikuti dengan "tidak digradekan

mutunya" dalam tanda kurung (ungraded, UG). Menurut pendapat komite,

rekomendasi ini tidak kondusif bagi proses GRADE.

Implikasi dari menyebut suatu rekomendasi sebagai rekomendasi yang

kuat adalah pada pasien yang diberikan informasi paling baik dan lengkap akan

menerima intervensi tersebut dan sebagian besar dokter akan menggunakannya di

sebagian besar situasi dengan sepsis. Mungkin ada beberapa hal di mana

rekomendasi yang kuat tidak dapat atau tidak harus diikuti untuk memberikan

terapi pada seorang individu karena preferensi atau gambaran klinis pasien yang

membuat rekomendasi kurang dapat diterapkan. Suatu rekomendasi yang kuat

tidak secara otomatis menyiratkan standar perawatan. Misalnya, rekomendasi kuat

terkait pemberian antibiotik dalam waktu 1 jam sejak dibuat diagnosis sepsis

berat, serta rekomendasi untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8 mmHg

dan saturasi oksigen vena sentral (Scvo2) 70% dalam 6 jam pertama resusitasi

pada kondisi hipoperfusi jaringan yang disebabkan karena sepsis, meskipun

dianggap sudah tepat, namun belum menjadi standar pelayanan seperti yang

diverifikasi oleh data praktik.

Edukasi anggota komite yang signifikan dalam pendekatan GRADE

dilakukan selama proses yang dilakukan selama tahun 2008. Beberapa anggota

Baca Buku dr. Rohmat A Page 13

Page 14: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

komite dilatih dalam penggunaan perangkat lunak GRADEpro, yang

memungkinkan penggunaan sistem GRADE yang lebih formal (12). Aturan

didistribusikan mengenai penilaian badan bukti, dan perwakilan GRADE yang

ada memberikan nasihat selama proses berlangsung. Sub-subkelompok

menyetujui secara elektronik terkait rancangan proposal yang kemudian

disampaikan dalam diskusi umum antara kepala subkelompok, Komite Pengarah

SSC (2 ketua umum, 2 wakil ketua umum, dan anggota komite), serta beberapa

anggota terpilih yang bertemu pada Juli 2011 di Chicago. Hasil diskusi tersebut

dimasukkan ke dalam versi rekomendasi berikutnya dan didiskusikan lagi dengan

seluruh kelompok menggunakan e-mail. Rancangan rekomendasi dibagikan

kepada seluruh komite dan diselesaikan selama pertemuan kelompok tambahan di

Berlin pada bulan Oktober 2011. Pertimbangan dan keputusan kemudian

diresirkulasikan kembali pada seluruh komite untuk disetujui. Dalam diskresi para

ketua dan diskusi-diskusi berikutnya, pengajuan lainnya terkait penyebutan

rekomendasi atau penetapan kekuatan bukti diselesaikan melalui voting secara

formal dalam sub-subkelompok dan pertemuan kelompok. Naskah pedoman

diubah gaya dan bentuknya oleh komite penulis dengan persetujuan akhir oleh

ketua subkelompok dan kemudian oleh seluruh komite. Untuk memenuhi peer

review selama tahap akhir persetujuan naskah untuk publikasi, beberapa

rekomendasi diubah atas persetujuan dari ketua kelompok komite eksekutif SSC

terkait rekomendasi dan EBM.

Konflik Kepentingan Kebijakan

Sejak pengoperasian pedoman SSC pada tahun 2004, tidak ada anggota

komite yang mewakili industri, tidak ada input industri ke dalam pembuatan

pedoman; dan tida ada perwakilan dari industri yang mewakili industri tertentu

dalam setiap pertemuan yang diselenggarakan. Kesadaran atau pendapat industri

dalam pemberian rekomendasi tidak diperbolehkan. Tidak ada anggota komite

pedoman ini yang menerima honorarium untuk peranan apapun dalam proses

pembuatan pedoman SSC 2004, 2008, maupun 2012.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 14

Page 15: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Sebuah penjelasan rinci tentang proses pengungkapan dan semua

pengungkapan penulis ditampilkan dalam Supplemental Digital Content I dalam

materi tambahan pada naskah pedoman ini. Lampiran B menunjukkan bagan dari

proses pengungkapan COI. Anggota komite yang dinilai memiliki kepentingan

baik finansial maupun non-finansial/akademik bersaing selama sesi diskusi

tertutup dan sesi voting topik terkait. Pengungkapan dan transparansi penuh

dilakukan pada konflik semua anggota komite yang berpotensi muncul.

Dalam ulasan awal, sebanyak 68 konflik kepentingan finansial dan 54

kepentingan non-finansial (conflict of interest, COI) diungkap oleh anggota

komite. COI yang terungkap dari 19 anggota komite dinyatakan tidak relevan

dengan isi pedoman SSC. Sebanyak 9 anggota yang dinyatakan memiliki COI

(finansial dan nonfinansial) diadili oleh kelompok penugasan dan kebutuhan

untuk mematuhi kebijakan SSC COI terkait proses diskusi atau voting pada setiap

rapat komite yang membahas topik yang berhubungan erat dengan COI mereka

masing-masing. Sembilan anggota lainnya dinilai memiliki konflik yang tidak

bisa diselesaikan hanya dengan penugasan kembali. Satu dari orang-orang ini

diminta untuk mundur dari komite. Sedangkan 8 lainnya ditugaskan dalam

kelompok-kelompok yang memiliki COI paling sedikit. Mereka diminta untuk

bekerja dalam kelompoknya dengan pengungkapan penuh ketika topik yang

relevan dengan COI mereka dibahas, dan mereka tidak diperbolehkan menjadi

ketua kelompok. Pada saat persetujuan akhir dari naskah pedoman ini, diperlukan

pembaharuan pernyataan COI. Tidak ada masalah COI lainnya yang dilaporkan

memerlukan proses ajudikasi lebih lanjut.

MANAJEMEN SEPSIS BERAT

Baca Buku dr. Rohmat A Page 15

Page 16: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Resusitasi Awal dan Masalah Infeksi (Tabel 5)

A. Resusitasi Awal

1. Kami merekomendasikan protokol, resusitasi kuantitatif pada pasien

dengan hipoperfusi jaringan akibat sepsis (diartikan sebagai hipotensi

menetap setelah pemberian cairan pengganti awal atau konsentrasi laktat

darah ≥ 4 mmol/L). Protokol ini sebaiknya dimulai sesegera mungkin saat

terlihat tanda-tanda adanya hipoperfusi dan sebaiknya tidak ditunda

persiapan masuk ICU. Selama 6 jam pertama resusitasi, goal resusitasi

awal pada hipoperfusi akibat sepsis sebaiknya termasuk hal-hal berikut

sebagai bagian dari protokol pengobatan (grade 1C):

a. CVP 8-12 mm Hg

b. MAP ≥ 65 mm Hg

c. Urine output ≥ 0,5 mL.kg.hr

d. Saturasi oksigen vena cava superior (Scvo2) atau saturasi oksigen vena

campuran (Svo2) 70% atau 65%

2. Kami menyarankan menargetkan resusitasi untuk menormalisasi kadar

laktat yang meningkat sebagai tanda hipoperfusi jaringan (grade 2C)

Dasar. Pada studi randomisasi, control, single-center, resusitasi kuantitatif

dini memperbaiki grade kemungkinan hidup pada pasien dengan kedaruratan

syok septik. Resusitasi menargetkan hasil akhir pada rekomendasi 1 (di atas)

untuk periode 6 jam awal dihubungkan dengan 15,9% reduksi absolut pada

angka mortalitas-28 hari. Strategi ini, diistilahkan early goal-directed

therapy, dievaluasi melalui percobaan pada 314 pasien sepsis berat di delapan

pusat kota di Cina. Percobaan ini melaporkan 17.7% reduksi absolut pada

angka mortalitas-28 hari (angka kemungkinan hidup, 75.2% vs. 57.5%,

p=0.001). Banyak studi observasional lain menggunakan bentuk mirip

resusitasi kuantitatif dini pada populasi pasien yang sebanding menunjukkan

penurunan angka mortalitas yang signifikan. Fase III dari aktivitas SSC,

international performance improvement program, menunjukkan bahwa

mortalitas pasien sepsis dengan hipotensi dan laktat ≥ 4 mmol/L adalah

Baca Buku dr. Rohmat A Page 16

Page 17: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

46.1%, tidak jauh berbeda dibandingkan 46.6% angka mortalitas pada kutipan

percobaan pertama di atas. Sebagai bagian dari performance improvement

program, beberapa rumah sakit telah menurunkan ambang batas kadar laktat

untuk memicu resusitasi kuantitatif pada pasien sepsis berat, tetapi nilai

ambang ini belum dapat diterapkan pada percobaan randomisasi.

Panel konsensus menilai penggunaan target CVP dan Svo2

direkomendasikan sebagai target fisiologis untuk resusitasi. Walaupun ada

pembatasan nilai CVP sebagai marker status volume intravaskular dan respon

terhadap cairan, CVP yang rendah secara umum mendukung adanya respon

positif terhadap loading cairan. Baik pengukuran intermiten maupun kontinyu

dari saturasi oksigen dinilai cukup dapat diterima. Selama resusitasi 6 jam

pertama, jika Scvo2 kurang dari 70% atau Svo2 kurang dari 65% dari volume

intravaskular adekuat maka akan menyebabkan hipoperfusi jaringan menetap,

kemudian diberikan infus dobutamin (maksimum 20 µg/kg/min) atau

transfusi packed red blood cells untuk mencapai kadar hemokrit lebih dari

sama dengan 30% dalam upaya mencapai kadar Scvo2 dan Svo2.

Rekomendasi kuat untuk mencapai CVP 8 mm Hg dan Scvo2 70% pada

resusitasi 6 jam pertama pasien hipoperfusi jaringan akibat sepsis, namun

belum menjadi standar perawatan yang terverifikasi. Publikasi hasil

international SSC performance improvement program menggambarkan target

CVP dan Scvo2 cukup rendah.

Pada pasien dengan ventilasi mekanik atau dengan kemampuan pengisian

ventrikel yang menurun, target CVP yang lebih tinggi yaitu 12-15 mm Hg

sebaiknya dicapai untuk memperhitungkan adanya kesulitan dalam pengisian

ventrikel. Peningkatan CVP dapat dilihat secara klinis yaitu adanya hipertensi

arteri pulmonal, sehingga variabel ini tidak dapat digunakan untuk menilai

status volume intravaskular. Walaupun penyebab takikardia pada pasien

sepsis multifaktorial, penurunan denyut nadi yang meningkat dengan

resusitasi cairan sering menjadi tanda adanya perbaikan pengisian volume

intravaskular. Studi observasional menggambarkan adanya hubungan antara

hasil klinis yang baik pada syok sepsis dan MAP ≥ 65 mm Hg dan juga Scvo2

Baca Buku dr. Rohmat A Page 17

Page 18: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

≥ 70% (diukur pada vena cava superior, baik secara intermiten maupun

kontinyu). Banyak studi mendukung protokol resusitasi dini pada sepsis berat

dan hipoperfusi jaringan akibat sepsis. Studi pada pasien syok

mengindikasikan Svo2 5%-7% lebih rendah dari Scvo2. Sementara komite

mengakui adanya kontroversi mengenai target resusitasi, protokol resusitasi

kuantitatif dini dengan CVP dan gas darah vena dapat digunakan baik pada

departemen kedaruratan (IGD) maupun ICU. Keterbatasan tekanan pengisian

ventrikel statis dapat memperkirakan besarnya cairan pengganti untuk

resusitasi, namun pengukuran CVP adalah target yang paling mudah didapat.

Menargetkan pengukuran dinamis dari respon cairan selama resusitasi,

termasuk aliran dan kemungkinan indeks volumetrik dan perubahan

mikrosirkulatori, mungkin saja bermanfaat. Telah tersedia teknologi

pengukuran aliran, namun demikian, efikasi teknik monitoring ini untuk

mempengaruhi outcome klinis setelah resusitasi dini masih belum lengkap

dan memerlukan studi lebih lanjut.

Prevalensi global pasien sepsis berat awalnya datang dengan salah satu

tanda yaitu hipotensi dengan laktat ≥ 4 mmol/L, hipotensi saja, atau laktat ≥ 4

mmol/L saja, dilaporkan 16.6%, 49.5%, dan 5.4%. Grade mortalitas tinggi

pada pasien sepsis baik dengan hipotensi dan laktat ≥ 4 mmol/L (46.1%), dan

juga meningkat pada pasien sepsis berat dengan hipotensi saja (36.7%) dan

laktat ≥ 4 mmol/L saja (30%). Jika Scvo2 tidak tersedia, normalisasi laktat

merupakan pilihan yang dapat dilakukan pada pasien sepsis berat akibat

hipoperfusi jaringan. Scvo2 dan normalisasi laktat dapat dikombinasi jika

tersedia keduanya. Dua percobaan randomisasi mengevaluasi strategi

resusitasi termasuk reduksi laktat sebagai target tunggal atau dikombinasi

dengan normalisasi Scvo2. Percobaan pertama melaporkan resusitasi

kuantitatif dini berdasarkan lactat clearance (menurun sekitar 10%) tidak

lebih rendah daripada resusitasi kuantitatif dini berdasarkan pencapaian Scvo2

70% atau lebih. Kelompok intention-to-treat terdiri dari 300, tetapi sejumlah

pasien sesungguhnya memerlukan normalisasi SCVO2 atau lactat clearance

yang kecil (n=30). Percobaan kedua terdiri dari 348 pasien dengan kadar

Baca Buku dr. Rohmat A Page 18

Page 19: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

laktat ≥ 3 mmol/L. Strategi pada percobaan ini berdasarkan bahwa kadar

laktat menurun lebih dari atau sam dengan 20% per 2 jam pada 8 jam pertama

ditambah lagi pencapaian target Scvo2, dan berhubungan dengan 9.6%

reduksi absolute pada mortalitas (p=0.067; menyesuaikan rasio risiko, 0.61;

95% CI, 0.43-0.87; p=0.006).

B. Screening untuk Sepsis dan Performance Improvement

1. Kami menyarankan screening rutin pada pasien sakit berpotensial infeksi

seperti sepsis berat untuk meningkatkan identifikasi awal sepsis dan

implementasi dari terapi sepsis dini.

Dasar. Identifikasi dini sepsis dan implementasi terapi awal berbasis bukti

telah didokumentasi untuk memperbaiki hasil dan menurunkan angka

mortalitas terkait sepsis. Mempercepat waktu untuk mendiagnosis sepsis berat

adalah poin penting usaha mengurangi mortalitas pada sepsis terkait disfungsi

multipel organ. Kurangnya deteksi awal adalah hambatan besar untuk

terjadinya sepsis. Peralatan screening sepsis telah berkembang hingga

monitor pasien ICU, dan implementasi terapi sehingga menurunkan angka

kematian akibat sepsis.

2. Usaha performance improvement pada sepsis berat sebaiknya digunakan

untuk memperbaiki outcome pasien

Dasar. Usaha performance improvement pada sepsis telah dikaitkan

dengan perbaikan outcome pasien. Perbaikan saat perawatan melalui

peningkatan compliance dengan indikator kualitas sepsis adalah goal dari

performance improvement program. Manajemen sepsis memerlukan kerja

sama multidisiplin (dokter, perawat, farmasi, bagian paru, diet, dan

administrasi) dan kolaborasi multispesialisasi (kedokteran, ahli bedah, dan

kedokteran emergensi) untuk memaksimalkan kemungkinan keberhasilannya.

Evaluasi dari perubahan proses tersebut memerlukan edukasi, perkembangan

protokol, dan implementasi, pengumpulan data, pengukuran indikator, dan

umpan balik untuk memfasilitasi kemajuan tindakan yang berkesinambungan.

Edukasi yang berkelanjutan menyediakan umpan balik pada compliance

Baca Buku dr. Rohmat A Page 19

Page 20: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

indicator dan dapat membantu mengidentifikasi area untuk usaha perbaikan

tambahan. Selain itu, usaha pendidikan kedokteran berkelanjutan tradisional

untuk memperkenalkan pedoman klinis praktis, mempromosikan kegunaan

bukti berkualitas tinggi pada perubahan tingkah laku. Protokol implementasi

berhubungan dengan pendidikan dan umpan balik tindakan telah

menunjukkan untuk mengubah perilaku dokter dan ini berhubungan dengan

perbaikan outcome dan efektivitas harga pada sepsis berat. Fase III dari SSC

menargetkan implementasi ‘core set’ (rangkaian) sebagai rekomendasi di

rumah sakit dimana perubahan perilaku dan akibat klinis telah diukur.

Pedoman SSC dan ‘core set’ dapat digunakan sebagai dasar sepsis

performance improvement program.

Analisis data pada 32,000 pasien dari 239 rumah sakit di 17 negara selama

September 2011 sebagai bagian fase III menginformasikan revisi guideline

2012. Hasilnya, untuk versi 2012, rangkaian manajemen telah ditinggalkan

dan rangkaian resusitasi terbagi dua dan dimodifikasi seperti yang

ditunjukkan pada gambar 1.

C. Diagnosis

1. Kami merekomendasikan kultur yang tepat sebelum terapi antimikroba

dimulai jika tiap kultur tidak menyebabkan penundaan yang signifikan

(>45 menit) pada permulaan pemberian antimikroba. Untuk

mengoptimalkan indentifikasi organisme penyebab, kami

merekomendasikan mendapatkan setidaknya dua set kultur darah (aerob

dan anaerob) sebelum terapi antimikroba, dengan setidaknya satu secara

perkutaneus dan satu melalui akses vascular, kecuali jika alat baru saja

disisipkan (<48 jam). Kultur darah ini dapat diambil pada waktu yang

sama jika diperoleh dari tempat yang berbeda. Kultur dari tempat lain

(lebih baik kuantitatif), seperti urin, cairan serebrospinal, luka, secret

pernapasan, atau cairan tubuh lain yang mungkin merupakan sumber

infeksi, sebaiknya didapatkan sebelum terapi antimikroba jika tidak

menyebabkan penundaan yang signifikan pada pemberian antibiotik.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 20

Page 21: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Dasar. Walaupun pengambilan sampel sebaiknya tidak menunda waktu

pemberian agen antimikroba pada pasien dengan sepsis berat (pungsi lumbal

pada suspek meningitis), memperoleh kultur yang sesuai sebelum pemberian

antimikroba penting untuk mengonfirmasi infeksi dan patogen, dan untuk

memberikan de-eskalasi terapi antimikroba setelah menerima profil

kerentanan. Sampel dapat dibekukan jika proses tidak dapat dilakukan dengan

cepat. Karena sterilisasi cepat dari kultur darah dapat terjadi dalam beberapa

jam setelah dosis antimikroba pertama, mendapatkan kultur sebelum terapi

penting jika organisme penyebab teridentifikasi. Dua atau lebih kultur darah

direkomendasikan. Pada pasien dengan pemakaian kateter (> 48 jam),

setidaknya satu kultur darah sebaiknya diambil melalui lumen pembuluh

darah (jika mungkin, khususnya untuk pembuluh darah dengan tanda-tanda

inflamasi, disfungsi kateter, atau indikator atau formasi trombus.

Mendapatkan kultur darah perifer dan melalui akses vaskular adalah strategi

penting. Jika organisme yang sama tumbuh dari kedua kultur, kemungkinan

organisme tersebut adalah penyebab sepsis sangatlah besar.

Selain itu, jika kesetaraan volume darah yang diambil untuk kultur dan

akses vascular positif lebih dahulu daripada darah perifer (lebih dari 2 jam

lebih dulu), data mendukung konsep bahwa alat akses vascular merupakan

sumber infeksi. Kultur kuantitatif dari kateter dan darah perifer dapat berguna

untuk mennetukan apakah kateter merupakan sumber infeksi. Volume darah

diambil dengan tabung kultur sebaiknya ≥ 10 mL. Kuktur kuantitatif

(semikuantitatif) dari secret traktur respiratori sering direkomendasikan untuk

diagnosis pneumonia akibat ventilator, namun nilai diagnostiknya pun masih

samar.

Pengecatan gram dapat berguna, terutama untuk spesimen traktus

respiratori, untuk menilai apakah ada sel-sel inflamatori (lebih dari 5 PMN

leukosit/lapang pandang besar dan lebih sedikit dari 10 sel skuamous/lapang

pandang kecil) dan apakah hasil kultur dapat menginformasikan pathogen

traktus respiratorius bawah. Tes antigen influenza cepat selama periode

aktivitas influenza juga direkomendasikan. Potensi biomarker untuk diagnosis

Baca Buku dr. Rohmat A Page 21

Page 22: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

infeksi pada pasien dengan sepsis berat tetap tidak berarti. Kegunaan kadar

prokalsitonin atau biomarker lain (seperti protein C-reactive) untuk

membedakan inflamasi akut pada sepsis dari penyebab inflamasi lain pada

umumnya (post operasi, bentuk syok yang lain) tidak dapat dilakukan. Tidak

ada rekomendasi dapat diberikan untuk penggunaan marker-marker tersebut

untuk membedakan antara infeksi berat dan inflamasi akut lainnya.

Metode diagnostik berbasis non-kultur, cepat (polymerase chain reaction,

mass spectroscopy, microarrays) mungkin sangat membantu untuk

identifikasi parogen lebih cepat dan menilai resistensi antimikroba mayor.

Metode ini khususnya berfungsi untuk pathogen yang sulit untuk dikultur

atau pada situasi klinis dimana agen antimikroba empiris telah diberikan

sebelum sampel kultur diperoleh. Penelitian klinis masih terbatas, dan studi

klinis lain diperlukan sebelum merekomendasikan metode molekular non-

kultur ini sebagai pengganti metode kultur darah standar.

2. Kami menyarankan penggunaan 1,3 β-D-glucan assay, mannan, dan anti-

mannan antibody assay ketika kandidiasis invasif merupakan diagnosis

banding dari infeksi yang terjadi.

Dasar. Diagnosis infeksi fungal sistemik (biasanya kandidiasis) pada

pasien sakit kritis, dan metodologi diagnostik cepat, seperti antigen dan

antibody detection assay, dapat sangat membantu untuk mendeteksi

kandidiasis pada pasien ICU. Tes yang disarankan ini menunjukkan hasil

positif yang signifikan lebih dulu daripada metode kultur standar, tetapi reaksi

positif palsu dapat terjadi dan kegunaan diagnostiknya pada manajemen

infeksi fungal di ICU memerlukan studi lebih lanjut.

3. Kami merekomendasikan studi imaging untuk konfirmasi kemungkinan

sumber infeksi. Sumber potensial infeksi sebaiknya diambil sampel

kemudian diidentifikasi dan dipertimbangkan pada pasien berisiko pada

prosedur transportasi dan prosedur invasive (koordinasi yang hati-hati dan

monitoring jika keputusan dibuat untuk melakukan CT-guided needle

aspiration). Studi lain, misalnya ultrasound, mungkin mencegah

transportasi pasien.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 22

Page 23: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Dasar. Studi diagnostik dapat mengidentifikasi sumber infeksi yang

memerlukan pembuangan benda asing atau drainase untuk memaksimalkan

kemungkinan respon yang memuaskan terhadap terapi. Bagaimanapun,

transportasi pasien bisa berbahaya, karena akan menempatkan pasien dalam

perangkat pencitraan di luar unit yang sulit untuk mengakses dan memonitor.

D. Terapi Antimikroba

1. Pemberian antimikroba intravena akan efektif bila diberikan dalam waktu

1 jam setelah diketahui terjadi syok sepsis (grade 1B) dan sepsis berat

tanpa syok sepsis (grade 1C) menjadi tujuan terapi ini. Catatan: walaupun

bukti-bukti klinis sudah mendukung akanmetode pemberian antibiotikini

secepatnya setelah diketahui terjadi sepsis berat dan syok sepsis,

kemungkinan kondisi ideal ini yang dapat dicapai oleh klinisi belum bisa

dievaluasi secara ilmiah.

Dasar. Pemasangan akses vaskuler dan resusitasi cairan secara agresif

merupakan prioritas pertama ketika melakukan tata laksana bagi pasien dengan

sepsis berat atau syok sepsis.Pemberian infusagen antimikrobasecepatnya juga

menjadi prioritas dan bisa saja membutuhkan jalur vaskuler tambahan.pada

sejumlah penelitian saat terjadi syok septik setiap jam penundaan pemberian

antibiotik yang efektif akan berbanding lurus dengan peningkatan mortalitas.

Secara keseluruhan, data dalam jumlah besar menyokong pemberian antibiotik

secepat mungkin pada pasien dengan sepsis berat dengan atau tanpa syok

sepsis. Pemberian agen antimikroba dengan spektrum aktivitas tertentu lebih

bisa mengatasi patogen penyebab secara efektif bila diberikan dalam rentang

waktu 1 jam setelah diagnosis sepsis berat dan syok sepsis ditegakkan.

Pertimbangan klinis berupa tantangan klinisi akan identifikasi awal pasien atau

kerumitan metode dalamsekali pemberian serangkaian obat merupakan

variable-variabel yang belum diteliti dan berpengaruh terhadap tercapainya

tujuan pemberian pengobatan. Oleh sebab itu, dibutuhkan penelitianlanjutan

sehingga didapatkan dasar bukti seputar masalah pertimbangan klinis ini. Hal

Baca Buku dr. Rohmat A Page 23

Page 24: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

tersebut harus menjadi tujuan utama ketika memberikan tata laksana bagi

pasien dengan syok sepsis baik saat dirawat di bangsal RS, IGD, maupun ICU.

Rekomendasi kuat untuk pemberian antibiotik dalam rentang waktu 1 jam

setelah penegakan diagnosis sepsis berat dan syok sepsismasih belum ada.

Oleh sebab itu,hal ini belum bisa menjadi standar perawatanwalaupun

keputusan pemberian ini diperlukan (seperti yang ditunjukan oleh data praktis

yang dipublikasikan).

Jika agen antimikroba tidak bisa dicampur dan diberikan sesuai aturan dari

farmasi, pemasangan antibiotic premix untuk situasi mendesakmerupakan

strategi yang tepat guna memastikan pemberian yang sesuai. Banyak antibiotik

menjadi tidak stabil jika premix ini dimasukkan ke dalam suatu larutan. Risiko

ini harus menjadi pertimbangan institusi yang sering menggunakan larutan

premix guna mencapai availibitas antibiotik yang cepat. Dalam memilih

regimen antimikroba, klinisi harus menyadari akan adanya beberapa agen

antimikroba memiliki kelebihan saat diberikan secara bolus, sedangkan agen

lainnya saat diberikan infus yang lama. Jika akses vaskuler terbatas, tetapi

dibutuhkan infus berbagai agen antimikroba lainnya, obat-obat bolus menjadi

pilihan menguntungkan.

2a. Kami merekomendasikan bahwa terapi antiinfeksi empirik inisiasi terdiri

dari 1 atau lebih obat-obat yang memiliki aktivitas melawan semua dugaan

patogen (bakteri dan atau jamur atau virus) dan dapat melakukan penetrasi

dalam konsentrasi sediaan adekuat ke dalam jaringan yang dianggap

sebagai sumber sepsis (grade 1B).

Dasar. Pemilihan terapi antimikroba empirik didasarkan pada masalah

kompleks yang dialami pasien (melalui rekam medis), termasuk intoleransi

obat; konsumsi antibiotik sebelumnya (sekitar 3 bulan sebelumnya); penyakit

yang dialaminya; sindrom klinis, dan pola kerentanan terhadap patogen di

dalam komunitas dan RS; sertapatogen yang sebelumnya sudah pernah

berkolonisasi atau menginfeksi pasien.Patogen yang paling sering

Baca Buku dr. Rohmat A Page 24

Page 25: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

menyebabkan syok sepsis pada pasien yang dirawat di RS adalah bakteri gram

positif kemudian gram negatif dan mikroorganisme bakterial

campuran.Kandidiasis, sindrom syok toksik, dan sejumlah patogen yang jarang

muncul menjadi pertimbangan bagi pasien-pasien tertentu.Pasien neutropenik

memiliki kerentanan akanpatogen potensial yang luas. Saat ini secara luas,

penggunaan agen antiinfeksi sebaiknya dihindari. Ketika memilih terapi

empirik klinisi harus mengetahuivirulensi dan prevalensi yang terus meningkat

terjadinya Staphylococcus aureus resisten oxacillin (methicillin) dan resistensi

terhadap beta-lactamspektrumluas dan carbapenem di antara basil gram

negatifdi beberapa komunitas dan pelayanan kesehatan. Pada kondisi-kondisi

yang memiliki prevalensi signifikan akan adanya organisme resisten obat

tertentu, terapi empirik adekuat untuk terlindungi dari patogen-patogen ini

sudah tersedia.

Klinisi juga harus mempertimbangkan akan terjadinya kandidemia ketika

memilih terapi inisiasi. Ketika terdapat dugaan seperti itu pemilihan terapi

antifungi empirik (misalkan : echinocandin, triazoles seperti fluconazole, atau

sebuah formulasi amphotericin B) sebaiknya diberikan sesuai pola lokal dari

spesies Candida paling prevalens dan obat antifungi terbaru. Paduan baku

terbaru dari Infectious Disease Society of America (IDSA) merekomendasikan

penggunaan fluconazole atau echinocandin. Penggunaan empirik dari

echinocandin dilakukan pada kebanyakan pasien yang mengalami penyakit

parah, terutama pasien-pasien yang menjalani pengobatan dengan agen

antifungi akhir-akhir ini atau adanya dugaan infeksi Candida glabrata dari data

kultur terbaru. Pengetahuan akan adanya pola resistensi lokal terhadap agen

antifungi menjadi panduan pemilihan obat hingga diperoleh hasil tes kepekaan

jamur. Faktor risiko terjadinya kandidemia adalah kondisi immunosupresi atau

neutropenik; sedang menjalani terapi antibiotic ketat; atau kolonisasi di banyak

tempat sehingga harus menjadi pertimbangan pemilihan terapi inisiasi.

Karena pasien dengan sepsis berat atau syok sepsis memiliki batasan

sempit terhadap kesalahan pemilihan terapi, pemilihan terapi antimikroba

Baca Buku dr. Rohmat A Page 25

Page 26: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

inisiasi harus cukup luas untuk mengatasi semua dugaan patogen.Pemilihan

antibiotik harus dipandu dengan pola prevalensi lokal terjadinya infeksi oleh

patogenbakterial dan data kepekaan.Terdapat bukti yang cukup bahwa

kegagalan memulai terapi inisiasi (misalkan terapi dengan aktivitas melawan

patogen yang secara subsekuen diidentifikasi sebagai agen kausatif)

berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien

dengan sepsis berat atau syok sepsis. Riwayat pemberian antimikroba akhir-

akhir ini (kurang lebih selama 3 bulan ini) sebaiknya menjadi pertimbangan

dalam pemilihan regimen antibacterial empirik. Pasien dengan sepsis berat atau

syok sepsis diberikan terapi spektrum luas sampai organisme kausatif dan

antimikroba yang peka terhadapnya diketahui. Walaupun pembatasanglobal

dalam pemakaian antibiotik merupakan strategi penting guna mengurangi

berkembangnya resistensi antimikroba dan mengurangi biaya pengobatan, hal

ini bukanlah strategi yang tepat saat memberikan terapi inisiasi bagi pasien

dengan sepsis berat atau syok sepsis. Setelah diketahui patogen kausatifnya

secepat mungkin dilakukan penurunandengan cara memilih agen antimikroba

yang paling sesuai mengatasi patogen tersebut, aman, dan cost effective.

Pemberian bersamaan dengan program antimikroba dari petugas yang

mengurusi bidang tersebut akan memperkuat kepastian dalam pemilihan agen

antimikroba yang sesuai dan efektif dengan avaibilitas cepat dalam mengobati

pasien sepsis. Semua pasien harus menerima dosis penuh dari masing-masing

agen antimikroba.Pasien dengan sepsis seringkali memiliki fungsi ginjal atau

hati yang abnormal atau mempunyai distribusi cairan dalam jumlah banyak

secara abnormal akibat resusitasi cairan yang agresif sehingga dibutuhkan

penyesuaian dosis.Pemantauan konsentrasi serum obat bermanfaat bagi pasien

yang dirawat di ICU dalam mengukur dosis obat tersebut dengan

tepat.Keahlian yang signifikan dibutuhkan untuk memastikan konsentrasi di

dalam serum memberikan efikasi maksimal dan toksisitas yang rendah.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 26

Page 27: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

2b. Rejimen antimikroba harus ditentukan setiap hari untuk dilakukan

penurunan sehingga mencegah timbulnya resistensi, mengurangi toksisitas,

dan mengurangi biaya pengobatan (grade 1B).

Dasar. Setelah diketahui patogen penyebab pemilihan agen antimikroba

dikatakan sesuai apabila dapat mengatasi patogen tersebut, aman, dan cost

effective. Pada beberapa kasus pemberian kombinasi antimikroba spesifik

berkelanjutan masih dapat terindikasikan bahkan setelah hasil tes kepekaan

didapatkan (contoh:Pseudomonas spp. hanya peka terhadap aminoglikosida;

endocarditis enterokokal akibat infeksi Acinetobacter spp. hanya peka terhadap

polymyxins). Keputusan dalam pemilihan antibiotikdefinitif harus didasarkan

pada jenispatogen, karakteristik pasien, dan regimen pengobatan RS yang

tersedia.

Mempersempit spektrum antimikroba yang dipakai dan mengurangi

lamanya terapi antimikroba akan mengurangi kecenderungan timbulnya

superinfeksi oleh organisme patogenik atau resisten seperti spesies Candida,

Clostridium difficile, atau Enterococcus faecium resisten vancomycin.

Walaupun demikian, keinginan meminimalisir timbulnya superinfeksi ini dan

komplikasi-komplikasi lainnya sebaiknya tidak membatasi pemberian

serangkaian terapi adekuat untuk menyembuhkan infeksi penyabab dari sepsis

berat atau syok sepsis.

3. Kami menyarankan penggunaan kadar prokalsitronin rendah atau

sejenisnya sebagai penanda biologis untuk membantu klinisi dalam

menghentikan pemberian antibiotic empirik pada pasien yang diduga

mengalami sepsis, tapi tidak didapatkan bukti subsekuen terjadinya infeksi

(grade 2C)

Dasar. Anjuran ini didasarkan pada banyaknya literatur yang

dipublikasikan menggunakan prokalsitonin sebagai pedoman untuk

menghentikan pemberian antimikroba yang tidak diperlukan. Akan tetapi,

pengalaman klinis akantndakan ini terbatas dan masih terdapat potensi

Baca Buku dr. Rohmat A Page 27

Page 28: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

berbahaya. Tidak ada bukti bahwa tindakan tersebut dapat mengurangi

prevalensi terjadinya resistensi antimikroba atau risiko terjadinya diare yang

berhubungan dengan antibiotik oleh C. difficile. Sebuah penelitian terkini gagal

menunjukan manfaat dari pengukuran prokalsitonin perhari ini pada terapi

antibiotik awal atau survival-nya.

4a. Terapi empirik harusnya bertujuan untuk memperoleh aktivitas

antimikroba melawan patogen yang paling sering menginfeksi berdasarkan

penyakit yang dialami masing-masing pasien dan pola lokal dari infeksi.

Kami menyarankan kombinasi terapi empirik terhadap pasien neutropenik

dengan sepsis berat (grade 2B) dan pasien dengan patogenbakterial

resisten obat multiple yang susah diobati. Contoh patogenbakterial resisten

obat multiple adalah Acinebacter dan Pseudomonas spp. (grade 2B).Pada

pasien-pasien tertentu dengan infeksi berat akibat gagal napas dan syok

sepsis, kombinasi terapi dengan beta-lactamspektrum yang lebih luas dan

aminoglikosida atau flurokuinolon untuk bakterimiaP. aeruginosa (grade

2B).Kombinasi lebih kompleks dari beta-lactam dan macrolide sebaiknya

diberikan pada pasien dengan syok sepsis akibat bakterimia Streptococcus

pneumonia (grade 2B).

Dasar. Kombinasi kompleks mungkin saja dibutuhkan pada kondisi

dengan prevalensi tinggi adanya patogen resisten antibiotik.Kombinasi

gabungan regimen tersebut terdiri dari carbapenem, colistin, rifampin, atau

agen lainnya.Controlled trial terbaru menunjukkan bahwa penambahan

flurokuinolon ke dalam terapi empirik carbapenemtidak meningkatkan

outcome pada populasi dengan risiko rendah terjadinya resistensi

mikroorganisme.

4b. Kami menyarankan ketika secara empiris digunakan pada pasien dengan

sepsis berat, terapi kombinasi tidak dianjurkan diberikan lebih dari 3 – 5

hari. Penurunan menuju terapi agen tunggal yang paling sesuai dilakukan

secepatnya setelah profil kepekaan diketahui. (grade 2B). Pengecualian

Baca Buku dr. Rohmat A Page 28

Page 29: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

terjadi saat pemberian monoterapi aminoglikosida (secara umum dihindari

dilakukan). Pengecualian lainnya adalah pada kasus sepsis P. aeruginosa

dan beberapa bentuk endocarditis tertentu (penambahan lama terapi

kombinasi antibiotik ini masih diperbolehkan pada sebagian kasus).

Dasar. Analisis propensity matched, metaanalysis, dan analisis

metaregression begitu juga dengan penelitian observasi tambahan telah

menunjukkan bahwa terapi kombinasi dapat menghasilkan outcome klinis lebih

baik pada sakit berat pasien sepsis dengan risiko tinggi kematian. Adanya

sedikit peningkatan frekuensi terjadinya resistensi agen antimikroba di

berbagai tempat di dunia mengakibatkan perlindungan dengan agen spektrum

luas secara umum membutuhkan penggunaan kombinasi agen antimikroba

inisasi.Terapi kombinasi dalam konteks yang digunakan di dalam bagian ini

adalah paling sedikit 2 antibiotik berbeda kelas (biasanya agen beta-lactam

dengan makrolid, florokuinolon, atau aminoglikosida untuk pasien tertentu).

Sebuah kontrolled trial menunjukkan bahwa penggunaan carbapenem

(sebagai terapi empirik ) ditambah flurokuinolon pada populasi risiko rendah

terinfeksi mikroorganisme resisten tidak meningkatkan outcome pasien.

Sejumlah penelitian observasional terkini lainnya dan beberapa penelitian

prospektif mendukung penggunaan terapi kombinasi inisiasi untuk pasien

tertentu dengan patogen spesifik (misalkan sepsis pneumococcus, patogen

gram negatif resisten obat multiple). Akan tetapi, bukti yang lebih kuat (dari

penelitian klinis randomized) tidak mendukung terapi kombinasi setelah

monoterapi selain pada pasien sepsis berisiko tinggi kematian. Pada beberapa

situasi klinis terapi kombinasi secara biologis dapat diterimadan sepertinya

secara klinis bermanfaat bahkan ketika bukti klinis tidak menunjukkan adanya

peningkatan outcome klinis. Terapi kombinasi untuk dugaan atau telah tegak

akan adanya Pseudomonas aeruginosa atau patogen gram negatif resistensi

obatmultiple lainnya menghambat keluarnya hasil kepekaannya atau seolah-

olah terdapat minimal 1 obat yang efektif melawan galur tersebut dan secara

positif mempengaruhi outcome.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 29

Page 30: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

5. Kami menyarankan bahwa lamanya terapi tipikal adalah 7 – 10 hari ketika

secara klinis membaik. Program pengobatan yang lebih panjang

merupakan pilihan tepat bagi pasien yang memiliki respon klinis lambat;

fokal infeksi yang tidak dapat terserap; bakterimia S. aureus; beberapa

kasus infeksi jamur dan virus; atau defisiensi imunologis seperti

neutropenia.

Dasar. Walaupun Faktor-faktor pasien mempengaruhi lamanya terapi

antibiotik, secara umum lamanya pengobatan selama 7 – 10 hari (dengan

catatan : tidak terdapat masalah dalamkontrolsumber) sudah

adekuat.Setelahnya keputusan untuk melanjutkan, mempersempit spektrum,

atau menghentikan terapi antimikroba harus didasarkan pada dasar

pertimbangan klinisi dan informasi klinis. Klinisi harus mengetahui bahwa

kultur darah dapat negatif pada beberapa persen (yang signifikan) kasus sepsis

berat atau syok sepsis walaupun banyak di antaranya lebih sering diakibatkan

oleh bakteri atau jamur.

6. Kami menyarankan terapi antiviral dimulai secepat mungkin pada pasien

dengan sepsis berat atau syok sepsis akibat virus (grade 2C).

Dasar. Anjuran pengobatan antivirus meliputi a.)pengobatan antivirus

awal pada pasien dugaan atau tegaknya diagnosis influenza berat (contoh :

mereka yang memliki penyakit berat, komplikasi, atau pogresif; ataupun yang

membutuhkan perawatan di RS); b.) pengobatan antivirus awal pada pasien

dugaan atau tegaknya diagnosis influenza yang memiliki risiko tinggi

terjadinya komplikasi; dan c.) terapi dengan inhibitor neurominidase

(oseltamivir atau zanamivir) pada pasien dengan influenza akibat virus H1N1

2009, virus influenza A (H3N2), atau influenza B. selain itu juga pada dugaan

virus influenza lainnya atau virus influenza A yang subjenisnya tidak

diketahui. Kepekaan terhadap antivirus sangat berbeda pada virus dengan grade

evolusi cepat seperti influenza sehingga keputusan terapeutiknya dituntun

Baca Buku dr. Rohmat A Page 30

Page 31: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

dengan informasi terbaru akan virus paling aktif, galur spesifik, dan agen virus

selama terjadinya epidemik influenza.

Peran virus sitomegalo (CMV) dan virus herpes lainnya sebagai patogen

spesifik pada pasien sepsis, terutama pasien yang tidak diketahui telah

mengalami imunokompromi masih tidak diketahui secara jelas.Viremia CMV

aktif umum terjadi (15 – 35%) pada pasien sakit kritis; ditemukannya CMV

pada aliran darah merupakan indikator yang burukdalam menentukan

prognosis. Yang tidak diketahui secara jelas adalah apakah adanya CMV ini

merupakan penanda akan keparahan dari penyakitnya ataukah ikut berperan

dalam kerusakan organ dan kematian pasien sepsis. Tidak ada rekomendasi

pengobatan yang bisa diberikan berdasarkan bukti yang ada.Pada pasien

dengan infeksi virus primer berat atau infeksi luas oleh varicella-zoster, dan

pasien yang langka/ jarang dengan infeksi herpes simpleks diseminata; agen

antivirus seperti acyclovir memberikan efektivitasan tinggi ketika diberikan

segera selama infeksi sedang berlangsung.

7. Kami menyarankan agen antimikroba tidak digunakan pada pasien dengan

kondisi inflamasi berat dengan penyebab noninfeksius (UG)

Dasar. Ketika infeksi tidak ditemukan terapi antimikroba sebaiknya

dihentikan untuk meminimalisir kemungkinan pasien terkena infeksi oleh

patogen resisten antimkroba atau akan mengalami efek samping akibat obat.

Walaupun penghentian antibiotikyang tidak bermanfaat secepatnya penting,

klinisi harus mengetahui bahwa kultur darah dapat negatif pada lebih dari 50%

kasus sepsis berat atau syok sepsis ketika diberikan terapi antimikroba empirik

dan banyak kasus-kasus tersebut disebabkan oleh bakteri atau jamur.

Keputusan untuk melanjutkan, mempersempit spektrum, atau menghentikan

terapi antimikroba harus didasarkan pada dasar pertimbangandan informasi

klinis.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 31

Page 32: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

E. Kontrol Sumber

1. Kami menyarankan bahwa diagnosis anatomis spesifik dari infeksi yang

menjadi pertimbangan dalamkontrolsumber darurat (contoh: infeksi

jaringan lunak yang nekrosis, peritonitis, cholangitis, infeksi usus)

ditemukan dan didiagnosis atau dihilangkan secepatnya. Selain itu,

intervensi terhadap kontrol sumber dilakukan dalam jangka waktu 12 jam

pertama setelah diagnosis ditegakkan (grade 1C).

2. Kami menyarankan bahwa ketika terjadi nekrosis peripankres yang

terinfeksi teridentifikasi sebagai sumber infeksi potensial, intervensi

definitifsebaiknya ditunda sampai terlihat perbatasan jaringan adekuat

(viabel dan nonviabel) (grade 2B).

3. Jika kontrol sumber pada pasien sepsis berat dibutuhkan intervensi efektif

berupa manipulasi fisiologis minimalis harus dilakukan. (misalkan:

dilakukan drainase abses secara perkutaneus daripada melalui

pembedahan) (UG)

4. Jika alat untuk membuat akses vaskuler yang berpotensi menjadi sumber

sepsis berat atau syok sepsis, alat tersebut harus dilepas dengan benar

setelah akses vaskuler lainnya sudah terpasang (UG).

Dasar. Prinsip kontrol sumber pada tata laksana sepsis terdiri dari

diagnosis cepat akan tempat infeksi spesifik dan identifikasi Fokus infeksi yang

digunakanuntuk menentukan kontrol sumber (terutama drainase abses,

debridemen jaringan nekrosis yang terinfeksi, melepas alat-alat yang

berpotensial terinfeksi, dan kontroldefinitif terhadap sumber kontaminasi

mikroba yang sedang terjadi). Fokus infeksi yang digunakanuntuk menentukan

kontrol sumber adalah abses intraabdomen atau perforasi gastrointestinal;

cholangitis atau pielonefritis; iskemia usus atau infeksi jaringan lunakyang

nekrosis; dan infeksi ruang dalam lainnya seperti empyema atau artritis septik.

Fokusinfeksi harus dikontrol secepatnya diikuti dengan resusitasi inisiasi yang

berhasil dan alat untuk membuat akses vaskuler yang berpotensi menjadi

Baca Buku dr. Rohmat A Page 32

Page 33: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

sumber sepsis berat atau syok sepsis harus dilepas dengan benar setelah akses

vaskuler lainnya sudah terpasang.

Pada penelitian uji acak terkontrol yang membandingkan tindakan

intervensi pembedahan segera dan tertunda untuk nekrosis peripankreatis

menunjukkan outcome yang lebih baik pada intervensi yang tertunda. Sebuah

penelitian pembedahan secara acak mendapati bahwa tindakan invasive

minimal, pendekatan step up lebih dapat ditolerir pasien dan memiliki

mortalitas lebih rendah daripada open necrosectomy pada pasien pankreatitis

yang sudah nekrosis, walaupun terdapat ketidaktahuan akan dokumentasi

definitif tentang terjadinya infeksi tersebut dan lamanya penundaan yang tepat.

Pemilihan metode kontrol sumber yang optimal harus mempertimbangkan

manfaat dan risiko intervensi spesifik.Begitu juga risiko saat pindah ke

bangsal. Intervensi kontrol sumber ini dapat menyebabkan komplikasi lebih

lanjut, seperti perdarahan, fistul, atau cidera organ yang tidak disengaja.

Intervensi pembedahan menjadi pertimbangan ketika pendekatan intervensi

lainnya tidak adekuat atau diagnosis masih belum tegak walaupun sudah

dilakukan evaluasi radiologis. Situasi klinis spesifik membutuhkan

pertimbangan akan adanya pilihan yang tersedia, pilihan pasien, dan keahlian

klinisi.

F. Pencegahan Infeksi

1a. Kami menyarankan dekontaminasi oral selektif (Selective Oral

Decontamination, SOD) dan dekontaminasi pencernaan selektif (Selective

Digestive Decontamination, SDD) sebaiknya diperkenalkan dan diteliti

sebagai suatu metode untuk mengurangi insidensi pneumonia akibat

ventilator (ventilator-associated pneumonia, VAP); tindakan pengendalian

infeksi ini kemudian dapat dilembagakan dalam situasi dan wilayah

pelayanan kesehatan di mana metodologi ini terbukti efektif (grade 2B).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 33

Page 34: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

1b. Kami menyarankan chlorhexidine gluconate (CHG) oral digunakan

sebagai bentuk dekontaminasi orofaring untuk mengurangi risiko VAP

pada pasien ICU dengan sepsis berat (grade 2B).

Dasar. Praktik pengendalian infeksi secara hati-hati (misalnya, mencuci

tangan, pelayanan keperawatan yang ahli, penggunaan kateter, tindakan

pencegahan, manajemen jalan nafas, elevasi kepala di tempat tidur, pengisapan

subglotis) harus dilembagakan selama perawatan pasien dengan sepsis seperti

yang dikaji dalam pertimbangan keperawatan Surviving Sepsis Campaign

(114). Peranan SDD dengan profilaksis antimikroba sistemik dan variannya

(misalnya, SOD, CHG) telah menjadi isu perdebatan sejak konsep ini pertama

kali dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu. Gagasan untuk membatasi

penyebaran mikroorganisme oportunistik, yang seringkali resisten terhadap

berbagai obat (multidrug-resistant), dan berkaitan dengan perawatan di rumah

sakit, melalui penggalakan “resistensi kolonisasi" dari mikrobiome yang ada di

sepanjang permukaan mukosa saluran pencernaan. Namun, efektivitas dari

SDD, keamanannya, kecenderungannya untuk mencegah atau memicu

resistensi antibiotik, serta efektivitasnya dari segi biaya masih diperdebatkan

meskipun ada sejumlah uji meta-analisis dan uji klinis terkontrol yang

menunjukkan kelebihan SDD ini (115). Data menunjukkan pengurangan VAP

secara keseluruhan tetapi tidak ada perbaikan yang konsisten dalam hal

mortalitas, kecuali pada beberapa populasi yang diteliti dalam beberapa studi.

Sebagian besar penelitian tidak secara spesifik membahas efektivitas SDD

pada pasien dengan sepsis, hanya beberapa saja (116-118).

CHG Oral relatif mudah pemberiannya, mengurangi risiko infeksi

nosokomial, dan mengurangi potensi terpicunya resistensi antimikroba akibat

rejimen SDD. Hal ini tetap menjadi subyek yang sering diperdebatkan,

meskipun bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa insidensi resistensi

antimikroba tidak berubah secara bermakna dengan penggunaan rejimen SDD

saat ini (199-121). Baik bukti terkait SOD maupun CHG ini ditetapkan sebagai

bukti grade 2B karena risikonya yang lebih rendah dengan CHG dan hasil yang

Baca Buku dr. Rohmat A Page 34

Page 35: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

ditunjukkan lebih dapat diterima walaupun literatur yang mempublikasikannya

lebih sedikit daripada SOD.

Supplemental Digital Content 3 (http://links.lww.com/CCM/A615)

menunjukkan ringkasan GRADEpro dari tabel bukti atas penggunaan antibiotik

saluran pencernaan yang topikal dan CHG untuk profilaksis VAP.

TABEL 5. REKOMENDASI: RESUSITASI AWAL DAN MASALAH INFEKSI

A. Resusuitasi Awal

1. Protokol, resusitasi kuantitatif pada pasien hipoperfusi jaringan

akibat sepsis (didefinisikan sebagai hipotensi menetap setelah

penggantian cairan awal atau konsentrasi laktat darah ≥ 4 mmol/L).

Goal selama 6 jam pertama resusitasi:

a. Central venous pressure (CAP) 8-12 mm Hg

b. Mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mm Hg

c. Urine output ≥ 0.5 mL/kg/hr

d. Central venous (vena cava superior) atau saturasi oksigen vena

campuran 70% atau 65% (grade 1C)

2. Pada pasien dengan peningkatan kadar laktat menargetkan resusitasi

untuk menormalisasi kadar laktat (grade 2C)

B. Screening untuk Sepsis dan Performance Improvement

1. Screening rutin pada pasien sakit berpotensi infeksi untuk sepsis

berat agar dapat memberikan terapi implementasi lebih dini (grade

1C).

2. Usaha rumah sakit berbasis performance improvement pada sepsis

berat (UG)

C. Diagnosis

1. Kultur yang tepat sebelum terapi antimikroba dimulai jika tiap

kultur tidak menyebabkan penundaan yang signifikan (>45 menit)

pada permulaan pemberian antimikroba (grade 1C). Setidaknya 2 set

kultur darah (aerob dan anaerob) sebelum terapi antimikroba,

dengan setidaknya satu secara perkutaneus dan satu melalui akses

Baca Buku dr. Rohmat A Page 35

Page 36: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

vaskular, kecuali jika alat baru saja disisipkan (<48 jam) (grade 1C)

2. Penggunaan 1,3 β-D-glucan assay, mannan, dan anti-mannan antibody

assay ketika kandidiasis invasif merupakan diagnosis banding dari

infeksi yang terjadi.

3. Studi imaging untuk konfirmasi kemungkinan sumber infeksi

D. Terapi Antimikroba

1. Pemberian antimikroba intravena akanefektif bila diberikan dalam

waktu 1 jam setelah diketahui terjadi syok sepsis (derajat 1B) dan

sepsis berat tanpa syok sepsis (derajat 1C) menjadi tujuan terapi ini.

2. a. kami merekomendasikan bahwa terapi antiinfeksi empirik inisiasi

terdiri dari 1 atau lebih obat-obat yang memiliki aktivitas melawan

semua jenis patogen (bakteri dan atau jamur atau virus) dan dapat

melakukan penetrasi dalam konsentrasi sediaan adekuat ke dalam

jaringan yang dianggap sebagai sumber sepsis (derajat 1B).

b. regimen antimikroba harus ditentukan setiap hari untuk dilakukan

de-eskalasi sehingga mencegah timbulnya resistensi, mengurangi

toksisitas, dan mengurangi biaya pengobatan (derajat 1B)

3. kami menganjurkan penggunaan prokalsitronin level rendah atau

sejenisnya sebagai penanda biologis untuk membantu klinisi dalam

menghentikan pemberian antibiotikempirik pada pasien yang diduga

mengalami sepsis, tapi tidak didapatkan bukti subsekuen terjadinya

infeksi (derajat 2C)

4. a. Terapi empirik harusanya bertujuan untuk memperoleh aktivitas

antimikroba melawan patogen yang paling sering menginfeksi

berdasarkan penyakit yang dialami masing-masing pasien dan pola

lokal dari infeksi. Kami menyarankan kombinasi terapi empirik

terhadap pasien neutropenik dengan sepsis berat (derajat 2B) dan

pasien dengan patogen bacterial resisten obat multiple yang susah

diobati. Contoh patogen bacterial resisten obat multiple adalah

Acinebacter dan Pseudomonas spp. (derajat 2B

b. Kami menyarankan ketika secara empiris digunakan pada pasien

Baca Buku dr. Rohmat A Page 36

Page 37: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

dengan sepsis berat, terapi kombinasi tidak dianjurkan diberikan

lebih dari 3 – 5 hari.De-eskalasi menuju terapi agen tunggal yang

paling sesuai dilakukan secepatnya setelah profil kepekaan diketahui.

(derajat 2B)

5. kami menyarankan bahwa lamanya terapi tipikal adalah 7 – 10 hari

ketika secara klinis mengindikasikan bahwa program pengobatan

yang lebih panjang merupakan pilihan tepat bagi pasien yang

memiliki respon klinis lambat; fokal infeksi yang tidak dapat

terserap; bakterimia S. aureus; beberapa kasus infeksi jamur dan

virus; atau defisiensi imunologis seperti neutropenia (derajat 2B)

6. kami menyarankan terapi antiviral dimulai secepat mungkin pada

pasien dengan sepsis berat atau syok sepsis akibat virus (derajat 2C).

7. kami menyarankan agen antimikroba tidak digunakan pada pasien

dengan kondisi inflamasi berat dengan penyebab noninfeksius (UG)

E. Kontrol Sumber

1. Kami menyarankan bahwa diagnosis anatomis spesifik dari infeksi

yang menjadi pertimbangan dalam control sumber darurat (contoh :

infeksi jaringan halus yang nekrosis, peritonitis, cholangitis, infeksi

usus) ditemukan dan didiagnosis atau dihilangkan secepatnya. Selain

itu, intervensi terhadap control sumber dilakukan dalam jangka

waktu 12 jam pertama setelah diagnosis ditegakkan (derajat 1C).

2. Kami menyarankan bahwa ketika terjadi nekrosis peripankres yang

terinfeksi teridentifikasi sebagai sumber infeksi potensial, intervensi

definitive sebaiknya ditunda sampai demarkasi adekuat dari jaringan

(viable dan nonviable) terjadi (derajat 2B).

3. Ketika control sumber pada pasien sepsis berat dibutuhkan,

intervensi efektif berupa manipulasi fisiologis minimalis harus

dilakukan. (misalkan : dilakukan drainase abses secara perkutaneus

daripada melalui pembedahan) (UG)

4. Jika akses intravascular mungkin sumber dari sepsis berat atau syok

sepsis, harus segera dibuang setelah akses vascular dibuat (UG).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 37

Page 38: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

F. Pencegahan Infeksi

1a. Dekontaminasi oral selektif dan dekontaminasi digestif selektif

sebaiknya diperkenalkan dan diinvestigasi sebagai metode untuk

mengurangi insiden pneumonia terkait pemakaian ventilator;

Tindakan pengendalian infeksi ini kemudian dapat dimulai dalam

pengaturan perawatan kesehatan dan wilayah di mana metodologi

ini ditemukan agar menjadi efektif (grade 2B).

1b. Gluconate chlorhexidine oral digunakan sebagai bentuk

dekontaminasi orofaringeal untuk mengurangi risiko pneumonia

terkait ventilator pada pasien ICU dengan sepsis berat.

Dukungan Hemodinamik dan Terapi Ajuvan (Tabel 6)

G. Terapi Cairan Pada Sepsis Berat

1. Kami merekomendasikan kristaloid untuk digunakan sebagai pilihan

cairan awal pada resusitasi sepsis berat dan syok septik (grade 1B).

2. Kami merekomendasikan tidak digunakannya HES (hydroxyethyl

starches) untuk resusitasi cairan pada sepsis berat dan syok septik (grade

1B). (Rekomendasi ini didasarkan pada hasil percobaan oleh VISEP [128],

CRYSTMAS [122], 6S [123], dan DADA [124]. Hasil penelitian

CRYSTAL yang telah lengkap baru-baru ini tidak dipertimbangkan).

3. Kami menyarankan penggunaan albumin pada resusitasi cairan sepsis

berat dan syok septik apabila pasien memerlukan kristaloid dalam jumlah

besar (grade 2C).

Dasar. Tidak adanya manfaat yang jelas setelah pemberian cairan koloid

dibandingkan dengan kristaloid, dan juga terkait dengan biaya cairan koloid,

kami mendukung rekomendasi bermutu tinggi untuk penggunaan kristaloid

pada resusitasi awal pasien dengan sepsis berat dan syok septik.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 38

Page 39: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Tiga penelitian acak terkontrol yang baru-baru ini dilakukan di berbagai

pusat penelitian mengevaluasi penggunaan cairan 130/0.4 HES 6% (tetra

starches) telah dipublikasikan. Penelitian CRYSTMAS menunjukkan tidak ada

perbedaan terkait angka mortalitas antara penggunaan HES vs NaCl 0,9%

(saline normal) (31% vs 25,3%, p = 0,37) pada resusitasi pasien syok septic;

namun penelitian ini kurang mampu mendeteksi perbedaan sebesar 6% terkait

mortalitas oabsolut yang teramati dalam penelitian (122). Penelitian kohort

pada pasien yang sakitnya lebih berat, yakni studi multisenter di Skandinavia

pada pasien sepsis (6s Trial Group) menunjukkan angka kematian yang

meningkat dengan penggunaan 130/0.42 HES 6% sebagai cairan resusitasi jika

dibandingkan dengan Ringer asetat (51% vs 43%, p = 0,03) (123). Penelitian

CHEST, yang dilakukan pada populasi heterogen pada pasienyang dirawat di

ruang perawatan intensif (HES vs saline isotonik, n = 7000 pasien kritis),

menunjukkan tidak ada perbedaan terkait angka mortalitas dalam 90 hari antara

penggunaan HES 6% berberat molekul 130 kD/0.40 dengan penggunaan saline

isotonik sebagai cairan resusitasi (18% vs 17%, p = 0.26); dimana kebutuhan

akan terapi renal replacement lebih tinggi pada kelompok HES (7,0% vs 5,8%;

risiko relatif [RR], 1,21; 95% CI, 1,00-1,45, p = 0,04) (124). Sebuah studi

meta-analisis terhadap 56 penelitian acak tidak menemukan perbedaan secara

keseluruhan antara cairan kristaloid dan koloid buatan (gelatin yang

dimodifikasi, HES, dekstran) ketika digunakan untuk resusitasi cairan awal

(125). Informasi dari 3 percobaan acak (n = 704 pasien dengan sepsis

berat/syok septik) tidak menunjukkan adanya manfaat dari penggunaan heta-,

hexa-, atau pentastarches jika dibandingkan dengan cairan lain (RR, 1.15; 95%

CI, 0,95-1,39; efek acak; I2 = 0 %) (126-128). Namun, cairan-cairan ini

meningkatkan risiko cedera ginjal akut (RR, 1,60, 95% CI, 1,26-2,04; I2 = 0%)

(126-128). Bukti kerugian yang dapat ditemukan dalam studi 6S dan CHEST

serta stui meta-analisis mendukung rekomendasi berkualitas tinggi yang

menyarankan tidak digunakannya cairan HES pada pasien dengan sepsis berat

dan syok septic, terutama jika terdapat pilihan cairan yang lain. Penelitian

CRYSTAL, yakni suatu uji klinis prospektif berskala besar yang

Baca Buku dr. Rohmat A Page 39

Page 40: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

membandingkan kristaloid dan koloid, baru-baru ini telah selesai dan akan

memberikan wawasan tambahan terkait penggunaa cairan HES sebagai

resusitasi.

Penelitian SAFE menunjukkan bahwa pemberian albumin aman dan sama

efektifnya dengan NaCl 0,9% (129). Studi meta-analisis yang mengumpulkan

data dari 17 percobaan acak (n = 1977) tentang penggunaan albumin vs cairan

larut lainnya pada pasien dengan sepsis berat/syok septik (130); 279 kematian

terjadi pada 961 pasien yang diterapi dengan albumin vs 343 kematian pada

1.016 pasien yang diterapi dengan cairan lain, sehingga penggunaan albumin

lebih disukai (odds ratio [OR], 0,82, 95% CI, 0,67-1,00; I2 = 0%). Jika pasien

yang diterapi dengan albumin dibandingkan dengan yang diterapi kristaloid (7

percobaan, n = 1441), maka besar nilai OR pasien yang sekarat turun secara

signifikan pada mereka yang mendapat albumin (OR, 0,78, 95% CI, 0,62-0,99;

I2 = 0%). Sebuah penelitian acak terkontrol di berbagai pusat penelitian (n =

794) pada pasien dengan syok septik membandingkan pemberian albumin

intravena (20 g, 20%) setiap 8 jam selama 3 hari dengan pemberian NaCl

intravena (130); terapi albumin dikaitkan dengan 2,2% reduksi absolut terkait

angka mortalitas 28 hari (dari 26,3% menjadi 24,1%), namun signifikan secara

statistik. Data-data ini mendukung rekomendasi bergrade rendah mengenai

penggunaan albumin pada pasien dengan sepsis dan syok septik (komunikasi

pribadi dari JP Mira dan disampaikan pada Kongres Internasional ISICEM ke-

32 tahun 2012 di Brussels dan Kongres Tahunan ESICM ke-25 tahun 2012 di

Lisbon).

4. Kami merekomendasikan tes fluid challenge awal pada pasien dengan

hipoperfusi jaringan yang disebabkan karena sepsis dengan kecurigaan

hipovolemia hingga mencapai kristaloid minimal sebanyak 30 ml/kg

(sebagian dari jumlah ini dapat berupa cairan yang ekuivalen dengan

albumin). Pemberian resusitasi yang lebih cepat dan dalam jumlah yang

lebih besar mungkin diperlukan pada beberapa pasien (lihat rekomendasi

Resusitasi Awal) (grade 1C).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 40

Page 41: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

5. Kami merekomendasikan teknik fluid challenge dilakukan sambil terus

melanjutkan pemberian cairan asalkan ada perbaikan hemodinamik baik

berdasarkan variabel dinamisnya (misalnya, perubahan tekanan nadi,

variasi stroke volume/isi sekuncup) atau variabel statisnya (misalnya,

tekanan arteri, denyut jantung).

Dasar. Tes dinamis yang dilakukan untuk menilai respon pasien terhadap

penggantian cairan teah sangat populer dalam beberapa tahun terakhir di ICU

(131). Tes ini didasarkan pada pemantauan perubahan stroke volume/isi

sekuncup selama penggunaan ventilasi mekanis atau setelah pemosisian kaki

yang lebih tinggi secara pasif pada pasien yang bernafas spontan. Terdapat

sebuah tinjauan sistematis (29 percobaan, n = 685 pasien kritis) yang

mengamati hubungan antara variasi stroke volume, variasi tekanan nadi,

dan/atau variasi stroke volume dan perubahan pada stroke volume/indeks

kardiak setelah dilakukannya uji coba dengan cairan atau dengan tekanan

ekspirasi akhir positif (132). Nilai OR diagnostik dari responsivitas cairan

adalah sebesar 59,86 (14 percobaan, 95% CI, 23,88-150,05) dan 27,34 (5

percobaan, 95% CI, 3,46-55,53) masing-masing untuk variasi tekanan nadi dan

variasi stroke volume. Utiisasi dari variasi tekanan nadi dan variasi stroke

volume dibatasi oleh adanya fibrilasi atrium, pernapasan spontan, dan bantuan

ernafasan bertekanan rendah. Teknik-teknik ini biasanya membutuhkan sedasi.

H. Vasopressor

1. Kami merekomendasikan pemberian terapi vasopressor awal menargetkan

MAP sebesar 65 mmHg (grade 1C).

Dasar. Terapi vasopresor dibutuhkan untuk menyokong dan

mempertahankan perfusi untuk mengatasi hipotensi yang mengancam jiwa,

bahkan jika hipovolemia belum teratasi. Di bawah ambang batas MAP,

autoregulasi pada dasar embuluh datah yang penting bisa menjadi hilang

kendali, dan perfusi menjadi tergantung pada tekanan secara linier. Sehingga,

beberapa pasien mungkin memerlukan terapi vasopressor untuk mencapai

Baca Buku dr. Rohmat A Page 41

Page 42: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

tekanan perfusi minimal dan mempertahankan aliran darah yang adekuat (133,

134). Titrasi norepinefrin hingga MAP mencapai nilai 65 mmHg diketahui

dapat mempertahankan perfusi jaringan (134). Perlu diingat bahwa definisi

konsensus dari hipotensi yang disebabkan karena sepsis atas penggunaan MAP

dalam mendiagnosis sepsis berat (MAP <70 mmHg) berbeda dari target

berbasis bukti sebesar 65 mmHg yang digunakan dalam rekomendasi pedoman

ini. Dalam kasus apapun, MAP optimal harus bersifat individual karena

mungkin lebih tinggi pada pasien dengan aterosklerosis dan/atau hipertensi

sebelumnya daripada pada pasien muda tanpa komorbiditas kardiovaskuler.

Misalnya, MAP sebesar 65 mmHg mungkin terlalu rendah pada pasien dengan

hipertensi berat yang tidak terkontrol; pada pasien muda, yang sebelumnya

normotensif, MAP yang lebih rendah mungkin sudah adekuat. Poin akhir

lainnya, seperti tekanan darah, dengan penilaian perfusi regional dan global,

seperti konsentrasi laktat darah, perfusi kulit, status mental, dan output urine,

jga merupakan faktor yang penting. Resusitasi cairan yang adekuat merupakan

aspek fundamental dari manajemen hemodinamik pada pasien dengan syok

septik dan idealnya harus dicapai sebelum digunakan vasopressor dan

inotropik; namun, sering dierlukan penggunaan vasopressor pada awal

resusitasi sebagai langkah darurat pada pasien dengan syok berat, seperti ketika

tekanan darah diastolik terlalu rendah. Ketika hal seperti itu terjadi, harus

dilakukan berbagai upaya untuk menghentikan penggunaan vasopressor

dengan terus melanjutkan resusitasi cairan.

2. Kami merekomendasikan norepinefrin sebagai vasopressor pilihan pertama

(grade 1B).

3. Kami menyarankan epinefrin (ditambahkan pada resusitasi dan juga

berpotensi menggantikan norepinefrin) jika dibutuhkan agen tambahan

untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat (grade 2B).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 42

Page 43: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

4. Vasopressin (sampai 0,03 U/menit) dapat ditambahkan pada norepinefrin

dengan maksud meningkatkan MAP sampai target atau menurunkan dosis

norepinephrine (UG).

5. Vasopressin dosis rendah tidak disarankan untuk diberikan sebagai

vasopressor awal tunggal untuk menangani hipotensi yang disebabkan

akrena sepsis, dan dosis vasopressin di atas 0,03-0,04 U/menit harus

disediakan untuk terapi penyelamatan (gagal mencapai MAP yang adekuat

dengan agen vasopressor lain) (UG).

6. Kami menyarankan penggunaan dopamin sebagai agen vasopressor

alternatif dari norepinefrin hanya pada pasien yang dalam kondisi sagat

mendesak (misalnya, pasien dengan risiko rendah takiaritmia dan risiko

absolut atau relative bradikardia) (grade 2C).

7. Fenilefrin tidak direkomendasikan dalam penanganan syok septic kecuali

dalam kondisi-kondisi berikut ini: (a) norepinefrin dikaitkan dengan

aritmia yang berat, (b) curah jantung tinggi dan tekanan darah terus-

menerus rendah, atau (c) sebagai terapi penyelamatan bila kombinasi

inotropik/obat vasopressor dan vasopressin dosis rendah gagal mencapai

MAP yang ditargetkan (grade 1C).

Dasar. Efek fisiologis vasopressor dan kombinasi inotropik/pemilihan

vasopressor pada kasus dengan syok septic dikemukakan dalm banyak

literature (135-147). Tabel 7 menggambarkan ringkasan GRADEpro table

bukti yang membandingkan dopamin dan norepinefrin dalam pengobatan syok

septik. Dopamin meningkatkan MAP dan curah jantung, terutama karena

dopamine dapat meningkatkan stroke volume dan denyut jantung. Norepinefrin

meningkatkan MAP karena efek vasokonstriksi, dengan sedikit perubahan

denyut jantung dan peningkatan stroke volume yang lebih sedikit jika

dibandingkan dengan dopamin. Norepinefrin lebih kuat daripada dopamine dan

mungkin lebih efektif dalam mengembalikan kondisi hipotensi pada pasien

dengan syok septik. Dopamin dapat sangat berguna pada pasien dengan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 43

Page 44: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

gangguan fungsi sistolik tetapi lebih menyebabkan takikardia dan mungkin

lebih bersifat aritmogenik daripada norepinefrin (148). Hal ini juga dapat

mempengaruhi respon axis hipofisis hipotalamus dan menimbulkan efek

imunosupresif. Akan tetapi, informasi dari 5 percobaan acak (n = 1.993 pasien

dengan syok septik) yang membandingkan norepinefrin dengan dopamin tidak

mendukung penggunaan rutin dopamin dalam manajemen syok septik (136,

149-152). Memang, risiko relatif dari kematian jangka pendek akibat dopamin

adalah sebesar 0,91 (95% CI, 0,84-1,00; fixed effect, I2 = 0%) dibandingkan

norepinefrin. Sebuah studi meta-analisis terbaru menunjukkan bahwa dopamin

berkaitan dengan meningkatnya risiko (RR, 1,10 [1,01-1,20], p = 0,035), dalam

dua percobaan yang melaporkan tentang kejadian aritmia, dimana aritmia

terjadi lebih sering pada intervensi dengan dopamin daripada dengan

norepinefrin (RR, 2,34 [1,46-3,77], p = 0,001) (153).

Meskipun beberapa studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa

epinefrin memiliki efek merusak pada sirkulasi splanknikus dan menyebabkan

hiperlaktatemia, tidak ada bukti klinis yang menunjukkan bahwa epinefrin

memberikan hasil terapi yang lebih buruk, dan epinefrin harus menjadi

alternatif pertama dari norepinefrin. Memang, informasi dari 4 percobaan acak

(n = 540) yang membandingkan norepinefrin dengan epinefrin tidak

menemukan bukti perbedaan terkait risiko kematian (RR, 0,96; CI, 0,77-1,21;

fixed effect; I2 = 0%) (142, 147, 154, 155). Epinefrin dapat meningkatkan

produksi laktat aerobik melalui stimulasi reseptor β2-adrenergik di otot rangka

dan dengan demikian dapat mencegah penggunaan klirens laktat untuk

memandu resusitasi. Dengan efek α-adrenergiknya yang hampir murni,

fenilefrin merupakan agen adrenergik yang paling kecil kemungkinannya

dalam menyebabkan takikardia, tetapi fenilefrin dapat menurunkan stroke

volume dan karena itu tidak direkomendasikan penggunaannya dalam

manajemen syok septik kecuali dalam keadaan di mana norepinefrin: a)

menyebabkan aritmia berat, atau b) curah jantung diketahui meningkat atau

tinggi, atau c ) sebagai terapi penyelamatan ketika agen vasopressor lain tidak

Baca Buku dr. Rohmat A Page 44

Page 45: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

dapat mencapai MAP target (156). Kadar vasopressin pada syok septik

dilaporkan lebih rendah daripada yang diperkirakan pada kondisi syok (157).

Vasopressin dosis rendah dapat efektif meningkatkan tekanan darah pasien,

bersifat refrakter terhadap vasopresor lain dan berpotensi memiliki manfaat

fisiologis lainnya (158-163). Terlipressin memiliki efek yang serupa tetapi

lama kerjanya panjang (long acting) (164). Studi menunjukkan bahwa

konsentrasi vasopressin meningkat pada awal syok septik, tetapi menurun

dampai kisaran normal pada sebagian besar pasien antara 24 dan 48 jam walau

syok terus berlanjut (165). Peristiwa ini dikenal sebagai defisiensi vasopressin

relatif karena dengan adanya hipotensi, vasopressin seharusnya akan

meningkat. Signifikansi dari temuan ini tidak diketahui. Percobaan VASST,

yakni suatu penelitian acak terkontrol yang membandingkan pemberian

norepinefrin saja dengan pemberian norepinefrin yang ditambah vasopressin

dalam kecepatan 0,03 U/menit, menunjukkan tidak ada perbedaan hasil pada

populasi intent-to-treat (166). Sebuah apriori mengemukakan analisis

subkelompok yang menunjukkan bahwa kelangsungan hidup di antara pasien

yang mendapat norepinefrin sebanyak <15 mg/menit pada saat randomisasi

ternyata lebih baik pada kelompok yang juga ditambahkan vasopressin, namun

dasar dari stratifikasi ini didasarkan pada eksplorasi potensi manfaat pada

populasi yang membutuhkan norepinefrin ≥15 mg/menit. Dosis vasopressin

yang semakin tinggi berhubungan dengan jantung, digital, dan iskemia

splanknikus dan harus dipersiapkan untuk situasi di mana vasopressor alternatif

juga gagal (167). Informasi dari 7 percobaan (n = 963 pasien dengan syok

septik) yang membandingkan norepinefrin dengan vasopressin (atau

terlipressin) tidak mendukung penggunaan rutin vasopressin atau analognya

terlipressin (93, 95, 97, 99, 159, 161, 164, 166, 168-170). Memang, risiko

relatif kematiannya adalah sebesar 1,12 (95% CI, 0,96-1,30; fixed effects, I2 =

0%). Namun, risiko terjadinya aritmia supraventrikular semakin meningkat

dengan norepinefrin (RR, 7,25, 95% CI, 2,30-22,90, efeknya tetap; I2 = 0 %).

Penulti mempertimbangkan dilakukannya perhitungan curah jantung yang

Baca Buku dr. Rohmat A Page 45

Page 46: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

mempertahankan tekanan darah normal atau terjadi peningkatan aliran darah

jika deperlukan, dimana vasopressor murni sudah mulai dilembagakan.

8. Kami merekomendasikan tidak digunakannya dopamin dosis rendah untuk

proteksi terhadap ginjal (grade 1A).

Dasar. Dari sebuah uji coba teracak berskala besar dan studi meta-analisis

yang membandingkan dopamin dosis rendah dengan plasebo tidak ditemukan

perbedaan baik dari hasil penelitian yang primer (kreatinin serum puncak,

kebutuhan akan terapi pengganti ginjal, output urin, waktu pemulihan fungsi

ginjal normal) maupun dari hasil penelitian yang sekunder (survival baik di

ICU ataupun pemulangan dari rumah sakit, perawatan di ICU, perawatan di

rumah sakit, aritmia) (171, 172). Dengan demikian, data yang tersedia tidak

mendukung diberikannya dopamin dosis rendah yang semata-mata bertujuan

untuk mempertahankan fungsi ginjal.

9. Kami merekomendasikan pada semua pasien yang membutuhkan

vasopressor dilakukan pemasangan kateter arteri segera apabila sumber

dayanya tersedia (UG).

Dasar. Pada kondisi-kondisi syok, estimasi pengukuran tekanan darah

dengan menggunakan manset umumnya tidak akurat; penggunaan kanula arteri

dapat menghasilkan pengukuran tekanan arteri yang lebih tepat dan dapat

dilakukan berulang-ulang. Kateter ini juga memungkinkan analisis yang

kontinyu sehingga pengambilan keputusan terkait terapi dapat didasarkan pada

informasi tekanan darah yang terbaru dan dapat dilulang.

TABEL 7. NOREPINEFRIN DIBANDINGKAN DENGAN DOPAMIN

DALAM RINGKASAN BUKTI SEPSIS BERAT

Norepinefrin dibandingkan dengan dopamin pada sepsis berat

Pasien atau populasi: Pasien dengan sepsis berat

Baca Buku dr. Rohmat A Page 46

Page 47: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Lokasi: unit perawatan intensif

Intervensi: Norepinefrin

Perbandingan: Dopamin

Sumber: Analisis yang dilakukan oleh Djillali Annane untuk Surviving Sepsis

Campaign menggunakan publikasi berikut: De Backer D. N Engl J Med

2010; 362:779-789; Marik PE. JAMA 1994; 272:1354-1357, Mathur RDAC.

India J Crit Perawatan Med 2007; 11:186-191; Martin C. Chest 1993;

103:1826-1831, Patel GP. Kaget 2010; 33:375-380; Ruokonen E. Crit

Perawatan Med 1993; 21:1296-1303.

I. Terapi Inotropik

1. Kami merekomendasikan digunakannya infus dobutamin sampai 20

mg/kg/menit yang diberikan atau ditambahkan dengan vasopressor (jika

digunakan) pada kondisi dengan adanya: a) disfungsi miokard, yang

ditunjukkan oleh tekanan pengisian jantung yang tinggi dan curah jantung

yang rendah, atau b) tanda-tanda hipoperfusi yang sedang berlangsung,

meskipun sudah mencapai volume intravaskular dan MAP yang adekuat

(grade 1C).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 47

Page 48: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

2. Kami merekomendasikan tidak dilakukannya strategi untuk meningkatkan

indeks kardiak ke level/grade di atas normal yang sudah ditentukan (grade

1B).

Dasar. Dobutamin merupakan inotropik pilihan pertama untuk pasien

yang terbukti atau dicurigai memiliki curah jantung yang rendah disertai

tekanan pengisian ventrikel kiri yang adekuat (atau penilaian klinis dari

resusitasi cairan yang adekuat) dan MAP yang juga adekuat. Pasien sepsis yang

tetap hipotensi setelah resusitasi cairan dapat memiliki curah jantung yang

rendah, normal, atau meningkat. Oleh karena itu, terapi dengan kombinasi

inotropik/vasopressor, seperti norepinefrin atau epinefrin, direkomendasikan

jika curah jantung tidak diukur. Apabila dapat dilakukan pemantauan curah

jantung selain tekanan darah, vasopresor, seperti norepinefrin, dapat digunakan

secara terpisah untuk mencapai target MAP dan curah jantung tertentu. Dari

suatu uji klinis prospektif berskala besar, yang melibatkan pasien kritis yang

dirawat di ICU dengan sepsis berat, tida dapat menunjukkan manfaat dari

peningkatan pengiriman oksigen ke target diatas normal dengan penggunaan

dobutamin (173, 174). Studi-studi ini tidak secara menunjuk secara khusus

pasien-pasien dengan sepsis berat dan tidak menarget pada 6 jam pertama

resusitasi. Jika terbukti terjadi hipoperfusi jaringan yang menetap meskipun

volume intravaskuler dan MAP pasien adekuat, alternatif lain yang

memungkinkan (selain mengembalikan penyebab yang mendasarinya) adalah

denga menambahkan inotropik.

J. Kortikosteroid

1. Kami menyarankan tidak menggunakan hidrokortison intravena sebagai

terai pada pasien syok septik dewasa jika resusitasi cairan yang adekuat

dan terapi vasopressor dapat mengembalikan stabilitas hemodinamik (lihat

bagian tujuan Resusitasi Awal). Jika stabilitas hemodinamik belum

tercapai, kami menyarankan hidrokortison intravena saja dengan dosis 200

mg/hari (grade 2C).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 48

Page 49: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Dasar. Respon pasien syok septik terhadap terapi cairan dan vasopressor

tampaknya merupakan faktor penting dalam pemilihan pasien untuk terapi

hidrokortison opsional. Dalam suatu penelitian acak terkontrol di berbagai

pusat penelitian di Perancis pada pasien syok septik yang tidak berespon

terhadap vasopressor (masih hipotensi walaupun telah dilakukan resusitasi

cairan dan vasopressor selama lebih dari 60 menit) menunjukkan pemulihan

kondisi syok dan pengurangan angka kematian yang signifikan pada pasien-

pasien dengan insufisiensi adrenal relatif (didefinisikan dengan meningkatnya

kortisol hormon postadrenocorticotropic [ACTH] ≤9 mg/dL) (175). Dalam 2

penelitian acak terkontrol lain yang berskala lebih kecil juga menunjukkan efek

yang signifikan pada pemulihan syok dengan terapi steroid (176, 177).

Sebaliknya, dari penelitian multisenter berskala besar di Eropa (CORTICUS)

yang melibatkan pasien tanpa syok berkelanjutan dan memiliki risiko kematian

yang lebih rendah daripada populasi penelitian yang di Prancis tadi, tidak dapat

menunjukkan manfaat terkait mortalitas dengan pemberian terapi steroid (178).

Berbeda dengan percobaan di Prancis yang hanya memasukkan pasien syok

dengan tekanan darah yang tidak berespon terhadap terapi vasopressor, studi

oleh CORTICUS turut memasukkan pasien dengan syok septik terlepas dari

bagaimana respon tekanan darah terhadap pemberian vasopressor; angka

kematian dalam 28 hari pada kelompok yang diberi plasebo masing-masing

adalah sebesar 61% dan 31%. Pemeriksaan ACTH (berespon terhadap

vasopressor dan tidak berespon) tidak memprediksi resolusi yang cepat setelah

kondisi syok. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa ulasan sistematis telah

meneliti penggunaan hidrokortison dosis rendah pada syok septik dengan hasil

yang bertentangan: Annane et al. (179) menganalisis hasil dari 12 studi dan

menemukan adanya penurunan mortalitas dalam 28 hari yang signifikan pada

kelompok pasien syok septik dewasa dengan terapi steroid berkepanjangan

dosis rendah (RR, 0,84, 95% CI, 0,72-0,97, p = 0,02) (180). Serupa dengan

penelitian tersebut, Sligl dan rekan (180) menggunakan teknik yang sama,

tetapi hanya mengidentifikasi delapan studi untuk untuk dilakukan meta-

analisis, enam diantaranya dengan desain penelitian acak terkontrol kualitas

Baca Buku dr. Rohmat A Page 49

Page 50: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

tinggi dengan risiko bias yang rendah (181). Berbeda dengan ulasan

sebelumnya, analisis ini menunjukkan tidak ada perbedaan mortalitas yang

signifikan (RR, 1.00, 95% CI, 0,84-1,18). Akan tetapi, kedua ulasan tersebut

memastikan adanya perbaikan pemulihan syok dengan menggunakan

hidrokortison dosis rendah (180, 181). Sebuah tinjauan yang baru-baru ini

dikeluarkan mengenai penggunaan steroid dalam pada pasien syok septik

dewasa menggarisbawahi pentingnya pe milihan studi untuk analisis sistematis

(181) dan mengidentifikasi hanya 6 uji acak terkontrol berkualitas tinggi

sebagai bahan ulasan sistematis yang adekuat (175-178, 182, 183). Saat kami

melakukan analisis hanya pada 6 studi tersebut, kami menemukan bahwa

pasien “risiko rendah’ dari 3 studi (yaitu, kelompok plasebo dengan angka

kematian kurang dari 50%, yang mewakili mayoritas pasien secara

keseluruhan), hidrokortison tidak menunjukkan manfaat (RR, 1,06). Sebagian

kecil pasien dari 3 studi lainnya, yang pada kelompok plasebonya memiliki

angka kematian lebih besar yakni 60 %, menunjukkan kecenderungan

mortalitas lebih rendah yang tidak signifikan dengan penggunaan hidrokortison

(lihat Supplemental Digital Content 4, http://links.lww.com/CCM/A615, Bukti

Tabel Bukti).

2. Kami menyarankan untuk tidak menggunakan tes stimulasi ACTH untuk

mengidentifikasi mana orang dewasa dengan syok septik yang harus diberi

hidrokortison (grade 2B).

Dasar. Dalam sebuah penelitian, pengamatan interaksi potensial antara

penggunaan steroid dan tes ACTH tidak signifikan secara statistik (175). Selain

itu dalam suatu percobaan multicenter terbaru, tidak ada bukti adanya

perbedaan yang ditemukan antara pasien syok septik yang berespon terhadap

vasopressor dengan yang tidak berespon (178). Kadar kortisol acak mungkin

masih berguna pada insufisiensi adrenal absolut, namun pada pasien syok

septik yang menderita insufisiensi adrenal relatif (tanpa respon stres adekuat),

kadar kortisol acak belum terbukti menunjukkan manfaat. Pemeriksaan kadar

kortisol dengan immunoassays dapat menunjukkan hasil kortisol yang terlalu

Baca Buku dr. Rohmat A Page 50

Page 51: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

tinggi atau terlalu rendah daripada yang sebenarnya, yang mempengaruhi

penentuan apakah pasien beresponatau tidak (184). Meskipun signifikansi

klinisnya tidak jelas, kini telah diakui bahwa etomidate, bila digunakan untuk

induksi intubasi, akan mensupresi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (185,

186). Selain itu, analisis dari penelitian CORTICUS (178) menunjukkan bahwa

penggunaan etomidate sebelum pemberian steroid dosis rendah berkaitan

dengan peningkatan angka kematian dalam 28 hari (187). Kadar kortisol acak

yang rendah (<18 mg/dl) pada pasien dengan syok dipertimbangkan sebagai

indikasi pemberian terapi steroid pada pedoman insufisiensi adrenal yang

dahulu.

3. Kami menyarankan agar dokter melakukan pengubahan (tapering) terapi

steroid jika vasopressor tidak lagi diperlukan (grade 2D).

Dasar. Belum ada studi yang membandingkan antara durasi tetap dengan

rejimen klinis terpadu atau antara pengubahan dosis dan penghentian

mendadak terapi steroid. Ada 3 penelitian acak terkontrol yang menggunakan

protokol durasi tetap untuk pemberian terapi (175, 177, 178), dan terapi steroid

semakin berkurang setelah pemulihan syok pada 2 penelitian acak terkontrol

(176, 182). Dalam 4 penelitian, steroid diturunkan dosisnya selama beberapa

hari (176-178, 182), dan terapi steroid dihentikan tiba-tiba pada 2 ujia acak

terkontrol (175, 183). Salah satu studi menunjukkan adanya efek rebound

hemodinamik dan imunologi setelah penghentian mendadak terapi

kortikosteroid (188). Selain itu, sebuah studi menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan hasil terapi pada pasien syok septik jika digunakan hidrokortison

dosis rendah selama 3 atau 7 hari; maka, tidak ada rekomendasi yang dapat

diberikan berkenaan dengan durasi optimal pemberian terapi hidrokortison

(189).

4. Kami menyarankan agar kortikosteroid tidak diberikan pada terapi sepsis

tanpa adanya syok (grade 1D).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 51

Page 52: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Dasar. Steroid dapat diindikasikan dengan adanya riwayat terapi steroid

atau disfungsi adrenal, tetapi apakah steroid dosis rendah memiliki potensi

preventif dalam mengurangi kejadian sepsis berat dan syok septik pada pasien

yang kritis masih belum dapat dijawab. Sebuah studi awal mengenai stress-

dose steroid pada komunitas dengan pneumonia didapat menunjukkan adanya

perbaikan hasil terapi pada populasi kecil (190), dan dari sebuah uji acak

terkontrol terbaru diketahui lamanya masa rawat inap di rumah sakit yang

semakin menurun tanpa mempengaruhi mortalitas (191).

5. Jika diberikan hidrokortison dosis rendah, kami menyarankan untuk

menggunakan infus kontinyu daripada suntikan bolus berulang (grade 2D).

Dasar. Beberapa penelitian acak tentang penggunaan hidrokortison dosis

rendah pada pasien syok septik mengungkapkan adanya peningkatan

hiperglikemia dan hipernatremia yang signifikan (175) sebagai efek samping

terapi. Sebuah penelitian prospektif berskala kecil menunjukkan bahwa

pemberian bolus hidrokortison berulang dapat meningkatkan kadar glukosa

darah secara bermakna; efek puncak ini tidak terdeteksi selamadilakukannya

infus kontinyu. Selain itu, variabilitas interindividual juga tampak dalam kadar

glukosa darah puncak setelah diberikan bolus hidrokortison (192). Meskipun

hubungan antara hiperglikemia dan hipernatremia dengan hasil terapi pasien

tidak dapat ditunjukkan, praktik manajemen yang baik juga meliputi strategi

penghindaran dan/atau deteksi efek samping ini.

TABEL 6. REKOMENDASI: DUKUNGAN HEMODINAMIK DAN

TERAPI AJUVAN

G. Terapi Cairan pada Sepsis Berat

1. Kristaloid sebagai pilihan cairan awal yang diberikan pada resusitasi

sepsis berat dan syok septik (grade 1B).

2. Tidak disarankan penggunaan HES (hydroxyethyl starches) untuk

resusitasi cairan sepsis berat dan syok septik (grade 1B).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 52

Page 53: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

3. Albumin digunakan pada resusitasi carian sepsis berat dan syok

septik apabila pasien membutuhkan kristaloid dalam jumlah besar

(grade 2C).

4. Lakukan uji coba cairan (fluid challenge test) awal pada pasien-pasien

dengan hipoperfusi jaringan akibat sepsis dengan kecurigaan terjadi

hipovolemia untuk hingga mencapai kristaloid minimal 30 ml/kg

(sebagian dari yang diberikan ini bisa yang ekuivalen dengan

albumin). Pemberian cairan yang lebih cepat dan dalam jumlah yang

lebih besar mungkin diperlukan pada beberapa pasien (grade 1C).

5. Teknik uji coba cairan dilakukan sambil terus memberikan cairan

selama terjadi perbaikan hemodinamik baik berdasarkan variabel

dinamik (misalnya perubahan tekanan nadi, variasi curah jantung)

maupun variabel statik (misalnya tekanan arteri, denyut jantung)

(UG).

H. Vasopressor

1. Terapi vasopressor awal diberikan hingga mencapai target MAP 65

mmHg (grade 1C).

2. Norepinefrin sebagai vasopressor pilihan pertama (grade 1B).

3. Epinefrin (baik ditambahkan dan dapat juga sebagai pengganti

norepinefrin) jika dibutuhkan agen tambahan untuk

mempertahankan tekanan darah yang adekuat (grade 2B).

4. Vasopresin sebanyak 0,03 unit/menit dapat ditambahkan pada terapi

norepinefrin

I. Terapi Inotropik

1. Uji dengan infus dobutamin sampai 20 mikrogram/kg/menit dapat

diberikan atau ditambahkan pada terapi vasopressor (jika

digunakan) apabila ada (a) disfungsi miokard yang ditunjukkan oleh

tingginya tekanan pengisisan jantung dan curah jantung yang rendah,

(b) tanda-tanda hipoperfusi yang masih berlangsung, walaupun telah

mencapai volume intravaskuler yang adekuat dan MAP yang adekuat

Baca Buku dr. Rohmat A Page 53

Page 54: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

(grade 1C).

2. Tidak menggunakan strategi untuk meningkatkan indeks kardiak ke

grade di atas normal yang telah ditentukan (grade 1B).

J. Kortikosteroid

1. Tidak menggunakan hidrokortison intravena untuk mengatasi pasien

syok sepsis dewasa jika resusitasi dan terapi vasopressor yang

adekuat sudha mampu mengembalikan stabilitas hemodinamik (lihat

Tujuan Resusitasi Awal). Jika hal tersebut tidak tercapai, kami

menyarankan pemberian hidrokortison intravena saja dengan dosis

200 mg/hari (grade 2C).

2. Tidak menggunakan tes stimulasi ACTH untuk identifikasi pasien

dewasa mana dengan syok septik yang harus diberikan hidrokortison

(grade 2B).

3. Pada pasien yang diberikan hidrokortison lakukan penurunan dosis

(tapering) jika vasopressor sudah tidak dibutuhkan lagi (grade 2D).

4. Kortikosteroid tidak diberikan untuk terapi sepsis jika tidak ada syok

(grade 1D).

5. Jika kortikosteroid diberikan, gunakan aliran kontinyu (grade 2D).

Terapi Suportif Pada Sepsis Berat (TABEL 8)

K. Pemberian Produk Darah

1. Setelah hipoperfusi jaringan telah pulih kembali dan tidak ada kondisi-

kondisi tertentu yang menyulitkan, misalnya iskemia miokard, hipoksemia

berat, perdarahan akut, atau penyakit arteri koroner iskemia, kami

merekomendasikan dilakukan transfusi sel darah merah jika konsentrasi

hemoglobin turun hingga <7.0 g/dL sampai target konsentrasi hemoglobin

mencapai 7.0-9,0 g/dL pada orang dewasa (grade 1B).

Dasar. Walaupun konsentrasi hemoglobin optimal untuk pasien dengan

sepsis berat belum secara khusus diteliti, uji Transfusion Requirements in

Baca Buku dr. Rohmat A Page 54

Page 55: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Critical Care menunjukkan bahwa kadar hemoglobin 7-9 g/dL, dibandingkan

dengan 10-12 g/dL, tidak berkaitan dengan peningkatan mortalitas pada pasien

dewasa yang kritis (193). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam grade

kematian 30 hari yang ditemukan antara kelompok perlakuan dalam

subkelompok pasien infeksi berat dan syok septik (22,8% dan 29,7%; p =

0,36).

Meskipun kurang dapat diterapkan pada pasien sepsis, hasil penelitian dari

uji acak pada pasien yang menjalani operasi jantung dengan cardiopulmonary

bypass mendukung dilakukannya transfusi restriktif menggunakan ambang

batas nilai hematokrit <24% (hemoglobin ≈ 8 g/dL) yang setara dengan

ambang batas transfusi hematokrit <30% (hemoglobin ≈ 10 g/dL) (194).

Transfusi sel darah merah pada pasien sepsis meningkatkan transfer oksigen

tetapi biasanya tidak meningkatkan konsumsi oksigen (195-197). Ambang

transfusi sebesar 7 g/dL bertentangan dengan protokol resusitasi awal yang

menggunakan target hematokrit 30% pada pasien dengan nilai Scvo2 rendah

selama 6 jam pertama resusitasi pada syok septik (13).

2. Kami merekomendasikan untuk tidak menggunakan erythropoietin sebagai

terapi khusus untuk anemia yang disebabkan karena sepsis berat (grade

1B).

Dasar. Tidak ada informasi spesifik mengenai penggunaan erythropoietin

pada pasien septik yang bisa ditemukan, tetapi uji klinis pemberian

erythropoietin pada pasien yang kritis menunjukkan penurunan kebutuhan

transfusi sel darah merah tanpa berefek pada hasil klinis (198, 199). Efek

erythropoietin pada sepsis berat dan syok septik dianggap tidak lebih

bermanfaat dibandingkan dalam kondisi kritis lainnya. Pasien dengan sepsis

berat dan syok septik dapat disertai kondisi-kondisi dimana ada indikasi untuk

penggunaan erythropoietin.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 55

Page 56: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

3. Kami menyarankan untuk tidak menggunakan FFP (fresh frozen plasma)

untuk mengoreksi abnormalitas pembekuan pada temuan laboratorium

tanpa adanya perdarahan atau rencana tindakan invasif (grade 2D).

Dasar. Meskipun studi klinis yang ada belum menilai dampak transfusi

FFP terhadap hasil terapi pada pasien yang kritis, organisasi profesi

merekomendasikan penggunaan FFP pada kondisi koagulopati jika terbukti

ditemukan adanya defisiensi faktor-faktor koagulasi (peningkatan protrombin

time, INR, atau partial thromboplastin time) dan adanya perdarahan aktif atau

sebelum dilakukan prosedur bedah atau tindakan invasif (200-203). Selain itu,

transfusi FFP biasanya tidak dapat mengoreksi prothrombin time pada pasien

tanpa perdarahan dengan abnormalitas ringan (204, 205). Tidak ada studi yang

menunjukkan bahwa koreksi abnormalitas koagulasi yang lebih berat

memberikan manfaat pada pasien yang tidak mengalami perdarahan.

4. Kami merekomendasikan untuk tidak memberikan antitrombin untuk

terapi sepsis berat dan syok septik (grade 1B).

Dasar. Sebuah uji coba klinis fase III dengan antitrombin dosis tinggi

tidak menunjukkan efek menguntungkan terhadap mortalitas dalam 28 hari

dengan sebab apapun pada orang dewasa dengan sepsis berat dan syok septik.

Antitrombin dosis tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko perdarahan

bila diberikan dengan heparin (206). Walaupun analisis subkelompok post hoc

pada pasien dengan sepsis berat dan risiko kematian tinggi menunjukkan

kelangsungan hidup yang lebih baik pada pasien yang mendapat antithrombin,

agen ini tidak dapat direkomendasikan dilakukan uji klinis sampai lanjut (207).

5. Pada pasien dengan sepsis berat, kami menyarankan pemberian trombosit

untuk profilaksis bila AT ≤10.000/mm3 (10 × 109/L) tanpa adanya

perdarahan nyata, juga bila AT ≤20.000/mm3 (20 × 109/L) jika pasien

berisiko tinggi mengalami pendarahan. Dengan hitung trombosit yang

lebih tinggi (≥50.000/mm3 [50 × 109/L]) trombosit disarankan untuk

Baca Buku dr. Rohmat A Page 56

Page 57: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

diberikan apabila terjadi perdarahan aktif, atau akan dilakukan operasi dan

tindakan invasif (grade 2D).

Dasar. Pedoman transfusi trombosit diambil dari konsensus pendapat dan

pengalaman pada pasien dengan trombositopenia karena kemoterapi. Pasien

dengan sepsis berat cenderung mengalami keterbatasan produksi trombosit

yang sama seperti pada pasien kemoterapi, tetapi mereka juga cenderung

mengalami peningkatan konsumsi trombosit. Rekomendasi memperhitungkan

etiologi trombositopenia, disfungsi trombosit, risiko perdarahan, dan adanya

penyakit penyerta (200, 202, 203, 208, 209). Faktor-faktor yang dapat

meningkatkan risiko perdarahan dan menjadi indikasi kebutuhan jumlah

trombosit yang lebih tinggi sering terjadi pada pasien dengan sepsis berat.

Sepsis itu sendiri dianggap sebagai faktor risiko perdarahan pada pasien

dengan trombositopenia karena kemoterapi. Faktor-faktor lain yang dianggap

meningkatkan risiko perdarahan pada pasien dengan sepsis berat diantaranya

suhu tubuh diatas dari 38°C, perdarahan minor yang baru terjadi, penurunan

kadar trombosit yang cepat, dan kelainan koagulasi lainnya (203, 208, 209).

L. Imunoglobulin

1. Kami menyarankan untuk tidak menggunakan imunoglobulin intravena

pada pasien dewasa dengan sepsis berat atau syok septik (grade 2B).

Dasar. Suatu penelitian acak terkontrol berskala besar (n = 624) (210)

pada pasien dewasa dan satu penelitian acak terkontrol multinasional yang juga

berskala besar pada bayi dengan sepsis neonatal (n = 3493) (211) tidak

menunjukkan manfaat immunoglobulin intravena (IVIG). (Untuk informasi

lebih lanjut tentang uji coba ini, lihat bagian, Pertimbangan Pediatrik). Sebuah

studi meta-analisis oleh kolaborasi Cochrane, yang tidak termasuk penelitian

acak terkontrol ini, mengidentifikasi 10 percobaan tentang IVIG poliklonal (n

= 1430) dan 7 percobaan tentang IVIG poliklonal yang diperkaya dengan

imunoglobulin (Ig)M (n = 528) (212). Dibandingkan dengan plasebo, IVIG

menunjukkan penurunan angka kematian yang signifikan (RR, 0,81 dan 95%

Baca Buku dr. Rohmat A Page 57

Page 58: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

CI, 0,70-0,93; dan RR, 0,66 dan 95% CI, 0,51-0,85). Kelompok IVIG yang

diperkaya IgM (n = 7 percobaan) juga menunjukkan penurunan angka

kematian yang signifikan dibandingkan kelompok plasebo (RR, 0,66; 95% CI,

0,51-0,85). Uji coba dengan risiko bias rendah menunjukkan adanya penurunan

angka kematian dengan IVIG poliklonal (RR, 0,97, 95% CI, 0,81-1,15; 5 uji

coba, n = 945). Tiga dari uji coba ini (210, 213, 214) menggunakan IVIG

poliklonal standar dan dua lainnya menggunakan IVIG yang diperkaya dengan

IgM (215, 216).

Temuan-temuan ini sesuai dengan yang ditemukan pada 2 studi meta-

analisis sebelumnya (217, 218) dari penulis Cochrane lainnya. Satu ulasan

sistematis (217) yang meliputi sejumlah total 21 percobaan dan menunjukkan

risiko relatif kematian sebesar 0,77 dengan pemberian terapi imunoglobulin

(95% CI, 0,68-0,88); namun hasil dari uji coba yang berkualitas tinggi saja

(total 763 pasien) menunjukkan risiko relatif sebesar 1,02 (95% CI, 0,84-1,24).

Demikian pula, Laupland et al (218) menemukan penurunan angka kematian

yang signifikan dengan penggunaan terapi IVIG (OR, 0,66; 95% CI, 0,53-0,83,

p <0,005). Jika hanya studi berkualitas tinggi saja yang dikumpulkan, OR

mortalitas adalah sebesar 0,96 (95% CI, 0,71-1,3; p = 0,78). Dari 2 studi meta-

analisis, yang menggunakan kriteria kurang tegas dalam mengidentifikasi bias

dari sumber-sumber atau tidak menyatakan kriterianya secara jelas dalam

penilaian kualitas penelitian, menemukan adanya peningkatan mortalitas yang

signifikan pada pasien dengan pengobatan IVIG (219, 220). Berbeda dengan

untuk review Cochrane yang terbaru, Kreymann et al (219) mengklasifikasikan

5 studi yang meneliti preparat yang diperkaya dengan IgM sebagai studi

berkualitas tinggi, yang menggabungkan penelitian pada orang dewasa dan

neonatus, dan menemukan nilai OR mortalitas sebesar 0,5 (95% CI, 0,34-0,73).

Kebanyakan penelitian IVIG berskala kecil, beberapa diantaranya

memiliki kekurangan dalam hal metodologi, satu-satunya studi berskala besar

(n = 624) tidak menunjukkan adanya efek IVIG (210). Efek subkelompok

antara formulasi yang diperkaya dengan IgM dan yang tidak menunjukkan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 58

Page 59: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

heterogenitas yang substansial. Selain itu, ketidaklangsungan dan dan bias

publikasi juga dipertimbangkan dalam menentukan grade rekomendasi. Bukti

berkualitas rendah menyebabkan pengradean bukti tergolong sebagai

rekomendasi yang lemah. Informasi statistik yang berasal dari uji coba

berkualitas tinggi tidak menunjukkan adanya efek IVIG poliklonal yang

menguntungkan. Kami mendorong dilakukannya studi multisenter berskala

besar untuk lebih mengevaluasi efektivitas preparat imunoglobulin poliklonal

lainnya yang diberikan secara intravena pada pasien dengan sepsis berat.

M. Selenium

1. Kami menyarankan untuk tidak menggunakan selenium intravena untuk

menangani sepsis berat (grade 2C).

Dasar. Selenium diberikan dengan harapan dapat mengoreksi reduksi

konsentrasi selenium pada pasien sepsis dan memberikan efek farmakologis

melalui pertahanan antioksidan. Meskipun terdapat beberapa penelitian acak

terkontrol, bukti penggunaan selenium intravena masih sangat lemah. Hanya 1

coba klinis berskala besar yang memeriksa efek selenium terhadap angka

kematian, dan tidak ada dampak signifikan dilaporkan pada populasi yang

diberikan terapi ini dengan sindrom respon inflamasi sistemik berat, sepsis,

atau syok septik (OR, 0,66, 95% CI, 0,39-1,10, p = 0.109) (221). Secara

keseluruhan, ada kecenderungan penurunan yang bergantung pada konsentrasi

terhadap angka mortalitas, tidak ada perbedaan terkait hasil terapi sekunder

ataupun efek samping merugikan. Akhirnya, tidak ada komentar mengenai

standarisasi manajemen sepsis yang dimasukkan dalam penelitian ini, dimana

penelitian ini melibatkan 249 pasien selama jangka waktu 6 tahun (1999-2004)

(221).

Suatu penelitian acak terkontrol di Perancis pada suatu populasi kecil

mengungkapkan tidak adanya pengaruh terhadap titik akhir primer (pemulihan

syok) ataupun sekunder (lamanya penggunaan ventilasi mekanik, mortalitas di

ICU) (222). Penelitian acak terkontrol berskala kecil lainnya mengungkapkan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 59

Page 60: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

VAP dini yang lebih jarang pada kelompok selenium (p = 0,04), tetapi tidak

ada perbedaan terkait VAP onset lambat atau hasil terapi sekunder seperti

mortalitas di ICU atau di rumah sakit (223). Hal ini sesuai dengan 2 penelitian

acak terkontrol yang mengakibatkan menurunnya jumlah episode infeksius

(224) ataupun peningkatan konsentrasi glutathione peroxidase (225); akan

tetapi tidak satupun dari studi tersebut, yang menunjukkan efek

menguntungkan terkait hasil sekunder (pengganti ginjal, mortalitas di ICU)

(224, 225).

Sebuah penelitian acak terkontrol berskala besar yang lebih baru mencoba

menentukan apakah penambahan selenium dengan dosis yang relatif rendah

(glutamin juga diuji dalam desain dua-faktorial) pada nutrisi parenteral pasien

yang kritis dapat mengurangi infeksi dan meningkatkan hasil terapi (226).

Suplementasi selenium tidak mempengaruhi terjadinya infeksi yang baru

secara signifikan (OR, 0,81, 95% CI, 0,57-1,15), dan grade kematian 6 bulan

juga tidak terpengaruh (OR, 0,89; 95% CI, 0,62-1,29). Selain itu, lamanya

masa perawatan, lamanya penggunaan antibiotik, dan skor Sequential Organ

Failure Assessment yang dimodifikasi juga tidak dipengaruhi secara signifikan

dengan pemberian selenium (227).

Selain kurangnya bukti, pertanyaan-pertanyaan terkait dosis optimal dan

cara pemberiannya masih belum terjawab. Rejimen dosis tinggi yang telah

dilaporkan melibatkan loading dose dilanjutkan dengan infus, sedangkan

percobaan pada hewan menunjukkan bahwa dosis bolus dapat lebih efektif

(227); namun hal ini belum diuji pada manusia. Hal ini merupakan masalah

yang belum terpecahkan yang masih memerlukan uji tambahan, dan kami

mendorong dilakukannya studi multisenter berskala besar untuk mengevaluasi

lebih lanjut mengenai efektivitas selenium intravena pada pasien dengan sepsis

berat. Rekomendasi ini tidak menyingkirkan penggunaan selenium dosis

rendah sebagai bagian dari mineral dan elemen-oligo yang standar yang

digunakan selama pemberian nutrisi parenteral total.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 60

Page 61: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

N. Sejarah Rekomendasi Terkait Penggunaan Rekombinan Protein C

Teraktivasi

rhAPC (Recombinant Human Activated Protein C) disetujui

penggunaannya pada pasien dewasa di sejumlah negara pada tahun 2001

setelah dilakukannya uji PROWESS (Recombinant Human Activated Protein C

Worldwide Evaluation in Severe Sepsis), yang melibatkan 1.690 pasien sepsis

berat dan menunjukkan penurunan angka kematian yang signifikan (24,7%)

dengan pemberian rhAPC dibandingkan dengan plasebo (30,8%, p = 0,005)

(228). Pedoman SSC tahun 2004 merekomendasikan rhAPC sesuai dengan

instruksi pelabelan produk yang dibutuhkan oleh pihak berwenang AS dan

Eropa dengan kualitas bukti grade B (7, 8).

Pada saat penerbitan pedoman SSC 2008, studi rhAPC tambahan pada

sepsis berat (seperti yang dipersyaratkan oleh peraturan lembaga) menunjukkan

tidak efektifnya rhAPC pad pasien yang tidak terlalu kritis dengan sepsis berat

serta pada anak-anak (229, 230). Rekomendasi SSC 2008 mencerminkan

temuan-temuan ini, dan kekuatan rekomendasi rhAPC diturunkan menjadi

“disarankan” (bukan rekomendasi) untuk digunakan pada pasien dewasa

dengan penilaian klinis berisiko tinggi kematian, yang sebagian besar memiliki

skor Acute Physiology and Chronic Health Evaluation (APACHE) II ≥25 atau

kegagalan multi organ (grade 2C, kualitas bukti juga diturunkan dari 2004, dari

B ke C) (7). Pedoman SSC 2008 juga merekomendasikan untuk tidka

menggunakan rhAPC pada pasien dewasa dengan risiko rendah, dimana

sebagian besar memiliki skor APACHE II ≤20 atau kegagalan satu organ

(grade 1A), dan untuk tidak menggunakannya pada semua pasien anak-anak

(grade 1B).

Hasil penelitian PROWESS SHOCK (1.696 pasien) yang dirilis pada akhir

2011, tidak menunjukkan manfaat rhAPC pada pasien dengan syok septik

(mortalitas 26,4% dengan pemberian rhAPC, 24,2% dengan plasebo) dengan

risiko relatif sebesar 1,09 dan nilai p sebesar 0,31 (231). Obat ini ditarik dari

Baca Buku dr. Rohmat A Page 61

Page 62: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

pasaran dan tidak lagi tersedia, meniadakan kebutuhan karena rekomendasi

dari SSC mengenai penggunaannya.

O. Ventilasi Mekanik Pada Sindrom Distres Pernafasan Akut Akibat Sepsis

1. Kami merekomendasikan agar dokter menargetkan volume tidal 6 mL/kg

dari berat badan ayng diperkirakan pada pasien dengan sindrom distres

pernafasan akut (ARDS) yang disebabkan karena sepsis (grade 1A vs 12

mL/kg).

2. Kami merekomendasikan tekanan plateau diukur pada pasien dengan

ARDS dan bahwa tujuan batas atas awal untuk tekanan plateau di paru-

paru yang berinflasi secara pasif ≤30 cmH2O (grade 1B).

Dasar. Dari catatan, digunakan studi untuk menentukan rekomendasi di

bagian ini yang melibatkan pasien dengan menggunakan kriteria dari

American-European Consesnus Criteria Definition untuk cedera paru akut

(ALI) dan ARDS (232). Untuk pedoman ini, kami menggunakan definisi

Berlin yang diperbarui dan menggunakan istilah ARDS ringan, sedang, dan

berat (masing-masing dengan PaO2/FiO2 ≤300, ≤ 200, dan ≤100 mmHg) untuk

sindrom-sindrom yang sebelumnya disebut sebagai ALI dan ARDS (233).

Beberapa uji acak multisenter telah dilakukan pada pasien dengan ARDS untuk

mengevaluasi efek dari membatasi tekanan inspirasi melalui moderasi volume

tidal (234-238). Studi-studi ini menunjukkan hasil yang berbeda yang mungkin

disebabkan karena perbedaan tekanan jalan nafas dalam kelompok terapi dan

kontrol (233, 234, 239). Beberapa studi meta-analisis menunjukkan penurunan

mortalitas pada pasien dengan strategi pembatasan tekanan dan volume karena

ARDS (240, 241).

Uji terbesar dari strategi pembatasan volume dan tekanan menunjukkan

penurunan absolut sebesar 9% pada semua penyebab kematian pada pasien

dengan ARDS yang diventilasi dengan volume tidal 6 mL/kg dibandingkan

dengan 12 mL/kg dari prediksi berat badan, dan bertujuan untuk mencapai

tekanan plateau ≤30 cmH2O (233). Penggunaan strategi pelindung paru untuk

Baca Buku dr. Rohmat A Page 62

Page 63: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

pasien dengan ARDS didukung oleh uji klinis dan telah diterima secara luas,

namun pilihan volume tidal yang tepay untuk pasien dengan ARDS

membutuhkan penyesuaian karena beberapa faktor ketika tercapai tekanan

plateau, grade tekanan ekspirasi akhir positif dipilih, komplians dari ruang

torakoabdominal, dan vigor dari usaha pasien bernafas. Pasien dengan asidosis

metabolik berat, kebutuhan ventilasi yang tinggi, atau bertubuh pendek

mungkin memerlukan manipulasi volume tidal tambahan. Beberapa dokter

percaya mungkin aman untuk ventilasi dengan volume tidal >6 mL/kg dari

perkiraan berat badan asalkan tekanan plateau dapat dipertahankan ≤30

cmH2O (242, 243). Validitas nilai atas ini akan tergantung pada upaya pasien,

mislanya mereka yang aktif bernapas menghasilkan tekanan transalveolar lebih

tinggi karena tekanan plateau yang ada adaripada pada pasien diinflasikan

secara pasif. Sebaliknya, pasien dengan dinding dada yang sangat kaku

mungkin memerlukan tekanan plateau >30 cmH2O untuk memenuhi tujuan

klinis penting. Sebuah studi retrospektif menunjukkan bahwa volume tidal

harus diturunkan bahkan dengan tekanan plateau ≤30 cmH2O (244) karena

tekanan plateau yang lebih rendah dikaitkan dengan penurunan mortalitas di

rumah sakit (245).

Volume tidal tinggi yang digabungkan dengan tekanan plateau harus

dihindari pada ARDS. Dokter harus mengggunakannya sebagai titik awal

tujuan dalam menurunkan volume tidal lebih selama 1-2 jam dari nilai awalnya

sampai volume tidal “rendah” yang ditarget (≈ 6 mL/kg estimasi berat badan)

dicapai dalam hubungannya dengan tekanan plateau akhir inspirasi ≤ 30

cmH2O. Jika tekanan plateau tetap >30 cmH2O setelah penurunan volume

tidal sampai 6 mL/kg, volume tidal dapat dikurangi lagi sampai ke level 4

mL/kg per protokol. (Lampiran C menjabarkan mengenai manajemen dan

formula ventilator ARDSNet untuk menghitung estimasi berat badan). Dengan

menggunakan ventilasi dengan tekanan dan volume yang terbatas akan

mengakbatkan hiperkapnia dengan laju respiratorik toleransi maksimum.

Dalam kasus tersebut, hiperkapnia tidak kontraindikasi (misalnya, TIK tinggi)

Baca Buku dr. Rohmat A Page 63

Page 64: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

dan tampaknya dapat ditoleransi. Infus natrium bikarbonat atau trometamin

(THAM) mungkin dapat dipertimbangkan pada pasien tertentu untuk

membantu kondisi ventilasi terbatas yang menyebabkan hiperkapnia permisif

(246, 247).

Sejumlah percobaan observasional tentang pasien yang dipasang ventilasi

mekanis menunjukkan penurunan risiko ARDS ketika digunakan volume ujia

yang lebih kecil (248-251). Dengan demikian, volume tidal dan tekanan

plateau tinggi harus dihindari pada pasien yang berventilasi mekanik yang

berisiko mengalami ARDS, termasuk orang-orang dengan sepsis.

Tidak ada ventilasi mode tunggal (kontrol tekanan, kontrol volume) yang

secara konsisten terbukti menguntungkan bila dibandingkan dengan yang lain

yang menggunakan prinsip proteksi paru yang serupa.

3. Kami merekomendasikan penggunaan tekanan ekspirasi akhir positif

(positive end-expiratory pressure, PEEP) untuk menghindari kolaps

alveolar pada akhir ekspirasi (atelektotrauma) (grade 1B).

4. Kami menyarankan strategi yang didasarkan pada PEEP yang lebih tinggi

daripada yang rendah untuk pasien dengan ARDS ringan sampai sedang

karena sepsis (grade 2C).

Dasar. Meningkatkan PEEP pada ARDS untuk menjaga unit-unit di paru-

paru terbuka untuk berperanan dalam pertukaran gas. Hal ini akan

meningkatkan PaO2 jika PEEP dipasang baik melalui tabung endotrakeal atau

masker wajah (252-254). Pada hewan percobaan, menghindari kolaps alveolar

akhir ekspirasi membantu meminimalisir cedera paru karena ventilator ketika

digunakan tekanan plateau yang relatif tinggi. Dari 3 percobaan multisenter

berskala besar yang menggunakan kadar PPEP tinggi vs rendah dalam

kaitannya dengan volume tidal yang rendah, tidak mengungkapkan adanya

manfaat atau bahaya (255-257). Sebuah studi meta-analisis yang menggunakan

data individu pasien menunjukkan tidak ada manfaat PEEP pada semua pasien

dengan ARDS, namun, pasien dengan ARDS sedang atau berat (rasio

Baca Buku dr. Rohmat A Page 64

Page 65: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

PaO2/FiO2 ≤200 mmHg) mengalami penurunan mortalitas dengan penggunaan

PEEP tinggi, sedangkan mereka yang dengan ARDS ringan tidak (258). Dua

pilihan direkomendasikan untuk titrasi PEEP. Salah satu pilihan tersebut adalah

mentitrasi PEEP (dan volume tidal) sesuai dengan pengukuran komplians

torakopulmoner dengan tujuan untuk menghasilkan komplians yang terbaik,

menunjukkan keseimbangan antara keterlibatan paru-paru dan distensi berlebih

yang lebih disenangi (259). Pilihan kedua adalah mentitrasi PEEP berdasarkan

keparahan defisit oksigenasi dan dipandu oleh FiO2 yang dibutuhkan untuk

mempertahankan oksigenasi yang adekuat (234, 255, 256). PEEP >5 cmH2O

biasanya diperlukan untuk menghindari kolaps paru (260). Strategi PEEP

standar dari ARDSNet ditunjukkan pada Lampiran C. Strategi PEEP yang

lebih tinggi direkomendasikan untuk ARDS diasjikan dalamvLampiran D dan

berasal dari percobaan ALVEOLI (257).

5. Kami menyarankan manuver recruitment pada pasien sepsis dengan

hipoksemia refrakter berat yang disebabkan karena ARDS (grade 2C).

6. Kami menyarankan posisi tengkurap pada pasien dengan ARDS akibat

sepsis dengan rasio PaO2/FiO2 ≤100 mmHg di fasilitas-fasilitas kesehatan

yang berpengalaman dengan praktik ini (grade 2B).

Dasar. Banyak strategi yang ada dalam menangani hipoksemia refrakter

pada pasien dengan ARDS berat (261). Meningkatkan tekanan transpulmoner

sementara dapat membantu pembukaan alveoli yang atelektatik sehingga

terjadi pertukaran gas (260), tetapi bisa juga mendistensikan unit paru yang

teraerasi secara berlebihan sehingga meningmbulkan cedera paru akibat

ventilator dan hipotensi sementara. Aplikasi penggunaan tekanan saluran

pernafasan positif yang kontinyu secara berkelanjutan sementara tampaknya

dapat meningkatkan oksigenasi pasien pada awalnya, tetapi dampaknya bisa

sementara (262). Walaupun pasien tertentu dengan hipoksemia berat dapat

memperoleh manfaat dari manuver recruitment dalam hubungannya dengan

grade PEEP yang lebih tinggi, hanya sedikit bukti yang mendukung

Baca Buku dr. Rohmat A Page 65

Page 66: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

penggunaan rutin PEEP pada semua pasien ARDS (262). Tekanan darah dan

oksigenasi harus dipantau dan manuver recruitment harus dihentikan jika

diamati adanya penurunan variabel tersebut.

Beberapa penelitian berskala kecil dan 1 studi berskala besar pada pasien

dengan gagal napas hipoksemik atau ARDS menunjukkan bahwa kebanyakan

pasien berespon terhadap posisi tengkurap dengan peningkatan oksigenasi

(263-266). Tak satu pun dari percobaan individu terkait posisi tengkurap pada

pasien dengan ARDS atau gagal napas hipoksemik yang menunjukkan manfaat

mortalitas (267-270). Satu studi meta-analisis menunjukkan potensi kelebihan

dengan memposisikan pasien tengkurap pada pasien dengan hipoksemia berat

dan rasio PaO2/FiO2 ≤100 mmHg, namun tidak pada mereka dengan

hipoksemia yang tidak terlalu berat (270). Pemosisian tengkurap ini mungkin

berhubungan dengan potensi komplikasi yang mengancam nyawa, termasuk

pencabutan tabung endotrakeal dan chest tube secara tidak disengaja;

komplikasi-komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan posisi

tengkurap dibandingkan dengan posisi terlentang (270).

Metode lain untuk mengatasi hipoksemia refrakter, termasuk ventilasi

osilasi frekuensi tinggi, ventilasi pelepasan tekanan saluran napas, dan

oksigenasi membran extrakorporeal (271), dapat dipertimbangkan sebagai

terapi penyelamatan di pusat-pusat dengan keahlian dan pengalaman

penggunaan metode ini (261, 271-274). Nitrat oksida yang terinhalasi tidak

meningkatkan angka kematian pada pasien dengan ARDS dan tidak harus

secara rutin digunakan (275).

7. Kami merekomendasikan bahwa pasien sepsis dengan ventilasi mekanik

dipertahankan dengan kepala elevasi 30 sampai 45 derajat untuk

meminimalkan risiko aspirasi dan untuk mencegah terjadinya VAP (grade

1B).

Dasar. Posisi semi-telentang telah terbukti menurunkan insidensi VAP

(276). Pemberian nutrisi secara enteral meningkatkan risiko terjadinya VAP;

Baca Buku dr. Rohmat A Page 66

Page 67: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

50% pasien yang diberi makan melalui jalur enteral dalam posisi terlentang

mengalami VAP dibandingkan dengan 9% dari mereka yang diberi makan

dalam posisi semi-telentang (276). Namun, posisi tempat tidur dipantau hanya

sekali sehari, dan pasien yang tidak mencapai elevasi yang diinginkan tidur

tidak dimasukkan dalam analisis (276). Sebuah studi tidak menunjukkan

perbedaan dalam kejadian VAP antara pasien yang dipertahankan dalam dalam

posisi terlentang dan semi-telentang (277); pasien yang masuk dalam

kelompok semi-telentang tidak semuanya mencapai elevasi kepala yang

diinginkan, dan elevasi kepala pada kelompok telentang mencapai kondisi

seperti kelompok semi-telentang pada hari ke-7 (277). Bila perlu, pasien dapat

diletakkan telentang selama prosedur, pengukuran hemodinamik, dan selama

episode hipotensi. Pasien tidak boleh diberi makan secara enteral saat

terlentang.

8. Kami menyarankan bahwa ventilasi masker noninvasif (noninvasive mask

ventilation, NIV) digunakan pada minoritas pasien ARDS karena sepsis di

mana manfaat dari NIV telah dipertimbangkan dengan hati-hati dan

diperkirakan lebih besar daripada risiko (grade 2B).

Dasar. Menghindari kebutuhan untuk melakukan intubasi jalan nafas

memberikan beberapa keuntungan: komunikasi yang lebih baik, insidensi

infeksi lebih rendah, dan mengurangi kebutuhan untuk sedasi. Dua studi uji

acak terkontrol pada pasien dengan kegagalan pernafasan akut menunjukkan

peningkatan hasil dengan penggunaan NIV jika digunakan dengan sukses

(278, 279). Sayangnya, hanya sebagian kecil pasien sepsis dengan hipoksemia

yang mengancam jiwa dapat dikelola dengan cara ini (280, 281).

NIV harus dipertimbangkan pada pasien dengan ARDS karena sepsis bila

mereka merespon dukungan tekanan yang relatif rendah dan PEEP dengan

hemodinamik stabil, dapat dibuat nyaman, dan mudah dibangkitkan; bila

mereka mampu melindungi jalan napas dan membersihkan jalan napas dari

sekret secara spontan; dan bila mereka diantisipasi cepat pulih dari insult

Baca Buku dr. Rohmat A Page 67

Page 68: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

presipitasi (280, 281). Ambang rendah untuk intubasi jalan nafas harus

dipertahankan.

9. Kami merekomendasikan bahwa protokol weaning berada di tempat dan

bahwa pasien ventilasi mekanik dengan sepsis berat menjalani uji

pernapasan spontan berkala untuk mengevaluasi kemampuan supaya

ventilasi mekanis dapat dihentikan apabila mereka memenuhi kriteria

sebagai berikut: a) dapat dibangkitkan ; b) hemodinamik stabil (tanpa agen

vasopressor); c) tidak ada kondisi baru yang berpotensi serius; d)

kebutuhan akan tekanan ventilasi dan ekspirasi akhir rendah; dan e)

kebutuhan akan FiO rendah yang dapat diberikan dengan masker wajah

atau kanula nasal. Jika uji pernapasan spontan berhasil, ekstubasi harus

dipertimbangkan (grade 1A) .

Dasar. Pilihan-pilihan uji pernapasan spontan termasuk dukungan tekanan

yang rendah, tekanan jalan napas positif (≈ 5 cm H2O), atau penggunaan T -

piece. Studi menunjukkan uji pernapasan spontan harian pada pasien yang

dipilih dengan tepat mengurangi durasi ventilasi mekanis (282,283). Uji

pernapasan ini sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan uji bangun

spontan (284). Uji pernapasan spontan yang berhasil dengan sempurna

mengarah pada kemungkinan yang tinggi penghentian awal ventilasi mekanis.

10. Kami merekomendasikan menghindari penggunaan rutin kateter arteri

pulmonal untuk pasien dengan ARDS karena sepsis (grade 1A).

Dasar. Meskipun memasukkan kateter arteri pulmonalis (PA) dapat

memberikan informasi yang berguna mengenai status volume dan fungsi

jantung pasien, manfaat ini dapat dirancu oleh perbedaan dalam interpretasi

hasil (285-287), kurangnya korelasi tekanan oklusi PA dengan respon klinis

(288), dan tidak adanya strategi terbukti untuk menggunakan hasil kateter

untuk meningkatkan outcome pasien (173). Pada dua studi uji random

multicenter, satu pada pasien dengan syok atau ARDS (289) dan yang lainnya

pada mereka dengan hanya ARDS (290), gagal untuk menunjukkan manfaat

Baca Buku dr. Rohmat A Page 68

Page 69: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

dengan penggunaan rutin kateter PA di ARDS. Selain itu, penelitian lain di

berbagai jenis pasien sakit kritis telah gagal untuk menunjukkan manfaat

definitif dengan penggunaan rutin dari kateter PA (291-293). Pasien yang

dipilih tetap sesuai sebagai calon insersi kateter PA hanya bila jawaban untuk

keputusan penting manajemen bergantung pada informasi yang semata-mata

didapat dari pengukuran langsung yang dilakukan melalui PA (292, 294).

11. Kami merekomendasikan strategi cairan konservatif untuk pasien dengan

ARDS karena sepsis yang tidak memiliki bukti hipoperfusi jaringan (grade

1C).

Dasar. Mekanisme terbentuknya edema paru pada pasien dengan ARDS

meliputi peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan tekanan hidrostatik,

dan penurunan tekanan onkotik (295). Studi prospektif kecil pada pasien

dengan penyakit kritis dan ARDS telah menyebutkan bahwa peningkatan

sedikit berat badan berhubungan dengan peningkatan oksigenasi (296) dan

lebih sedikit hari menggunakan ventilasi mekanis (297, 298) . Strategi cairan –

konservatif untuk meminimalisasi infus cairan dan penambahan berat badan

pada pasien dengan ARDS, berdasarkan baik kateter vena sentral (CVP<4 mm

Hg) atau kateter PA (batas tekanan arteri pulmonalis <8 mm Hg), bersama

dengan variabel klinis untuk memandu pengobatan, menyebabkan lebih sedikit

hari ventilasi mekanis dan mengurangi lama inap ICU tanpa mengubah

kejadian gagal ginjal atau angka kematian (299). Strategi ini hanya digunakan

pada pasien dengan ARDS yang ditegakkan, beberapa di antaranya mengalami

syok selama tinggal ICU, dan upaya aktif untuk mengurangi volume cairan

hanya dilakukan pada periode di luar syok.

12. Dengan tidak adanya indikasi tertentu seperti bronkospasme, kami

sarankan terhadap penggunaan β2 - agonis untuk pengobatan pasien

dengan ARDS karena sepsis (grade 1B).

Dasar. Pasien dengan ARDS karena sepsis sering mengalami peningkatan

permeabilitas pembuluh darah. Data klinis praklinis dan awal menunjukkan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 69

Page 70: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

bahwa agonis β - adrenergik dapat mempercepat resorpsi edema alveolar (300).

Dua uji klinis random mempelajari efek dari β - agonis pada pasien dengan

ARDS (301, 302) . Dalam salah satu studi, perbandingan albuterol aerosol dan

plasebo pada 282 pasien dengan ARDS, uji dihentikan karena kesia-siaan

(301). Pasien yang menerima albuterol memiliki denyut jantung lebih tinggi

pada hari 2, dan tren itu terdeteksi menuju penurunan hari bebas ventilator

(hari hidup dan off ventilator). Grade kematian sebelum discharge adalah

23,0% pada kelompok albuterol vs 17,7 % pada pasien yang diobati dengan

plasebo. Lebih dari separuh pasien yang terdaftar dalam percobaan ini

memiliki sepsis paru atau nonparu sebagai penyebab ARDS (301).

Penggunaan salbutamol intravena diuji dalam percobaan BALTI - 2 (302).

Di antara tiga ratus dua puluh enam pasien dengan ARDS, 251 di antaranya

memiliki sepsis paru atau nonparu sebagai penyebab, diacak untuk salbutatmol

intravena, 15 mg/kg dari berat badan ideal , atau plasebo selama 7 hari . Pasien

yang diterapi dengan salbutamol mengalami peningkatan angka kematian 28

hari (34 % vs 23 % , RR , 1,4 , 95 % CI , 1,03-2,08) menyebabkan terminasi uji

dini (302) .

Agonis beta-2 mungkin memiliki indikasi tertentu, seperti perawatan

bronkospasme dan hiperkalemia. Pada keabsenan kondisi ini, kami sarankan

menghindari penggunaan rutin agonis β, baik dalam bentuk intravena atau

aerosol, untuk pengobatan pasien dengan ARDS karena sepsis.

P. Sedasi, Analgesia, dan Blokade Neuromuskuler Pada Sepsis

1. Kami merekomendasikan bahwa sedasi baik terus menerus atau intermiten

diminimalkan dalam pasien sepsis ventilasi mekanik, menargetkan titik

akhir titrasi tertentu (grade 1B).

Dasar. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa membatasi

penggunaan sedasi pada pasien kritis ventilasi sakit dapat mengurangi durasi

ventilasi mekanis dan ICU dan lama inap di rumah sakit (303-305). Sementara

studi yang membatasi sedasi pada pasien sakit kritis telah dilakukan di

Baca Buku dr. Rohmat A Page 70

Page 71: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

berbagai, ada sedikit alasan untuk menganggap bahwa pasien sepsis tidak akan

memperoleh manfaat dari pendekatan ini (305). Penggunaan protokol untuk

sedasi adalah salah satu cara untuk membatasi penggunaan sedasi, dan uji

klinis terkontrol acak menemukan bahwa sedasi dengan protokol dibandingkan

dengan perawatan biasa mengurangi durasi ventilasi mekanik, lama inap, dan

grade trakeostomi (305). Menghindari obat penenang adalah strategi lain.

Sebuah studi observasional terbaru dari 250 pasien yang sakit kritis

menunjukkan bahwa sedasi dalam umum dilakukan pada pasien ventilasi

mekanis (306 ). Sebuah uji klinis terkontrol acak, menemukan bahwa pasien

yang diobati dengan bolus intravena morfin secara istimewa memiliki hari

tanpa ventilasi lebih signifikan, lama inap di ICU dan rumah sakit lebih

pendek, dibandingkan pasien yang menerima sedasi (propofol dan midazolam)

selain morfin (307). Namun, delirium gelisah lebih sering terdeteksi pada

kelompok intervensi. Meskipun tidak dipelajari secara khusus pada pasien

dengan sepsis, pemberian sedasi intermiten, interupsi sedasi harian, dan titrasi

sistematis ke titik akhir yang telah ditetapkan telah didemonstrasikan untuk

mengurangi durasi ventilasi mekanis (284, 305, 308, 309). Pasien yang

menerima agen bloking neuromuscular (NMBA) harus dinilai secara individual

dalam penghentian sedasi karena blokade neuromuskular harus terlebih dahulu

dikembalikan. Penggunaan intermiten vs metode kontinyu dalam memberian

sedasi pada pasien sakit kritis telah diperiksa dalam sebuah studi observasional

pasien berventilasi mekanis yang menunjukkan bahwa pasien yang menerima

sedasi terus menerus memiliki jangka waktu yang lebih lama dalam

menggunakan ventilasi mekanik dan lama inap ICU rumah sakit (310).

Uji klinis telah mengevaluasi interupsi harian pada sedasi kontinyu.

Sebuah uji prospektif acak terkontrol pada 128 orang dewasa dengan ventilasi

mekanik yang menerima sedasi intravena kontinyu menunjukkan bahwa

interupsi harian pada infus sedasi kontinyu sampai pasien terjaga menurunkan

durasi ventilasi mekanis dan lama inap ICU (283). Meskipun pasien menerima

infus sedasi kontinyu dalam penelitian ini, interupsi harian dan pembangkitan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 71

Page 72: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

diperbolehkan untuk titrasi sedasi, sehingga membuat dosis intermiten. Selain

itu, uji bangun spontan berpasangan dikombinasikan dengan uji bernapas

spontan menurunkan durasi ventilasi mekanis, lama inap ICU dan rumah sakit,

dan kematian 1 tahun (284). Baru-baru ini, percobaan multicenter acak

membandingkan sedasi berprotokol dengan sedasi berprotocol ditambah

interupsi sedasi harian pada 423 pasien sakit kritis medis dan bedah

denganventilasi mekanik (311). Tidak ada perbedaan dalam durasi ventilasi

mekanis atau lama inap antara kelompok, dan interupsi harian berhubungan

dengan opioid harian dan dosis benzodiazepin yang lebih tinggi, serta beban

kerja perawat yang lebih tinggi. Selain itu, studi randomized prospective

blinded observational menunjukkan bahwa meskipun iskemia miokard adalah

umum pada pasien sakit kritis berventilasi, interupsi sedatif harian tidak terkait

dengan peningkatan terjadinya iskemia miokard (312). Tanpa memperhatikan

pendekatan sedasi, rehabilitasi fisik awal harus dijadikan tujuan (313).

2. Kami merekomendasikan menghindari NMBA jika memungkinkan pada

pasien septik tanpa ARDS karena risiko berkepanjangan blokade

neuromuskular berikut penghentian. Jika NMBA harus dipertahankan,

baik bolus intermiten yang diperlukan atau infus kontinyu monitoring

train-of-four kedalaman blokade harus digunakan (grade 1C).

3. Kami menyarankan pemberian singkat NMBA (≤ 48 jam untuk pasien

dengan ARDS awal, karena sepsis dan Pao2/Fio2 < 150 mm Hg (grace

2C).

Dasar. Meskipun NMBA sering diberikan kepada pasien sakit kritis, peran

mereka di ICU tidak didefinisikan dengan baik. Tidak ada bukti bahwa blokade

neuromuskuler pada populasi pasien ini mengurangi mortalitas atau morbiditas

utama. Selain itu, tidak ada penelitian terpublikasikan yang secara khusus

membahas penggunaan dari NMBA pada pasien sepsis.

Indikasi yang paling umum menggunakan NMBA di ICU adalah untuk

memfasilitasi ventilasi mekanis (314). Jika tepat digunakan, agen ini dapat

Baca Buku dr. Rohmat A Page 72

Page 73: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

meningkatkan komplians dinding dada, mencegah disinkroni pernapasan, dan

mengurangi tekanan udara puncak (315). Kelumpuhan otot juga dapat

mengurangi konsumsi oksigen dengan mengurangi kerja pernapasan dan aliran

darah otot pernafasan (316). Namun, uji klinis acak terkontrol-plasebo pada

pasien dengan sepsis berat menunjukkan bahwa pemberian oksigen, konsumsi

oksigen, dan pH intramukosal lambung tidak membaik selama blokade

neuromuskuler yang mendalam (317).

Baru-baru ini sebuah uji klinis secara acak mengenai infus cisatracurium

kontinyu pada pasien dengan ARDS awal dan Pao2/Fio2< 150 mm Hg

menunjukkan peningkatan grade ketahanan hidup disesuaikan dan hari bebas-

kegagalan organ tanpa peningkatan risiko kelemahan ICU-acquired

dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan plasebo (318). Para peneliti

menggunakan dosis tinggi cisatracurium yang tetap tanpa monitoring train -of -

four , dan setengah dari pasien dalam kelompok plasebo menerima setidaknya

satu dosis tunggal NMBA. Apakah NMBA lain akan memiliki efek yang sama

tidak diketahui. Meskipun banyak pasien yang terdaftar dalam uji ini

kelihatannya memenuhi kriteria sepsis, tidak jelas apakah hasil yang sama akan

terjadi pada pasien sepsis. Sebuah Tabel Ringkasan Bukti GRADEpro tentang

penggunaan NMBA pada ARDS muncul dalam Tambahan Konten digital 5

(http://links.lww.com/CCM/A615).

Hubungan antara penggunaan NMBA dan miopati dan neuropati telah

diusulkan oleh studi kasus dan studi prospektif observasional pada populasi

perawatan kritis (315,319-322), tetapi mekanisme NMBA menghasilkan atau

berkontribusi terhadap miopati dan neuropati pada pasien ini tidak diketahui.

Meski belum ada penelitian khusus untuk populasi pasien septik, tampaknya

bijaksana secara klinis, berdasarkan pengetahuan yang sudah ada, bahwa

NMBA tidak diberikan kecuali terdapat indikasi yang jelas untuk blokade

neuromuskuler yang tidak dapat dicapai dengan aman menggunakan sedasi dan

analgesia yang sesuai (315).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 73

Page 74: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Hanya satu uji acak terkontrol prospektif yang telah membandingkan

stimulasi saraf perifer dan penilaian klinis standar pada pasien ICU. Rudis et al

(323) mengacak 77 pasien kritis ICU yang membutuhkan blokade

neuromuskular untuk menerima dosis dari vecuronium berdasarkan stimulasi

train-of-four atau penilaian klinis (kelompok kontrol). Kelompok stimulasi

saraf perifer menerima obat lebih sedikit dan memulih fungsi neuromuskuler

dan ventilasi spontan lebih cepat dari kelompok kontrol. Penelitian

nonrandomized observasional telah menyarankan bahwa pemantauan saraf

perifer mengurangi atau tidak berpengaruh pada pemulihan klinis NMBA di

ICU (324, 325).

Manfaat bagi monitoring neuromuskuler, termasuk pemulihan fungsi

neuromuskuler lebih cepat dan waktu intubasi lebih pendek, tampaknya ada.

Potensi penghematan biaya (pengurangan dosis total NMBA dan pemendekan

waktu intubasi) mungkin juga ada, meskipun hal ini belum diteliti secara resmi.

Q. Kontrol Glukosa

1. Kami merekomendasikan pendekatan berprotokol untuk manajemen

glukosa darah pada pasien ICU dengan sepsis berat, mulai dosis insulin

ketika dua kadar glukosa darah berturut-turut > 180 mg/dL. Pendekatan ini

harus menargetkan kadar glukosa darah atas ≤ 180 mg /dL daripada target

glukosa darah atas ≤ 110 mg/dL (grade 1A).

2. Kami merekomendasikan nilai glukosa darah dipantau setiap 1 sampai 2

jam sampai nilai glukosa dan grade infus insulin stabil, kemudian setiap 4

jam sesudahnya (grade 1C).

3. Kami merekomendasikan bahwa kadar glukosa yang diperoleh dengan

pengujian point- of care darah kapiler ditafsirkan dengan hati-hati, karena

pengukuran tersebut mungkin tidak secara akurat memperkirakan nilai

glukosa darah arteri atau plasma (UG).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 74

Page 75: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Dasar. Sebuah uji acak terkontrol single-center besar pada ICU bedah

jantung predominan menunjukkan penurunan kematian di ICU dengan insulin

intravena intensif (protokol Leuven) menargetkan glukosa darah 80-110 mg/dL

(326). Randomized trial kedua pada terapi insulin intensif menggunakan

protokol Leuven mendaftarkan pasien ICU medis dengan mengantisipasi lama

inap ICU lebih dari 3 hari dalam tiga buah ICU medis dan mortalitas secara

keseluruhan tidak berkurang (327).

Sejak studi-studi tersebut (326, 327) dan Pedoman Penanggulangan Sepsis

sebelumnya (7) muncul, beberapa uji acak terkontrol (128, 328-332) dan meta-

analisis (333-337) terapi insulin intensif telah dilakukan. Beberapa uji acak

terkontrol tersebut mempelajari populasi campuran pasien ICU bedah dan

medis (128, 328-332) dan menemukan bahwa terapi insulin intensif tidak

secara signifikan menurunkan angka kematian (128, 328-332), sedangkan uji

NICE-SUGAR menunjukkan peningkatan mortalitas (331). Semua studi (128,

326-332) melaporkan insiden hipoglikemia parah yang jauh lebih tinggi

(glukosa ≤ 40 mg/dL) (6% - 29%) dengan terapi insulin intensif. Beberapa

meta-analisis menegaskan bahwa terapi insulin intensif tidak terkait dengan

kematian pada pasien ICU bedah, medis, atau campuran (333, 335, 337). Meta-

analisis oleh Griesdale dkk (334), menggunakan perbandingan antara-uji

terutama didorong oleh studi 2001 oleh van den Berghe et al (326),

menemukan bahwa terapi insulin intensif menguntungkan pada pasien ICU

bedah (rasio risiko, 0,63 [0,44-0,9]), sedangkan meta-analisis oleh Friedrich et

al (336), menggunakan perbandingan melalui-uji, menunjukkan tidak ada

manfaat untuk pasien bedah di ICU campuran medis-bedah (rasio risiko 0.99

[0,82-1,11]) dan tidak ada subkelompok pasien bedah yang diuntungkan dari

terapi insulin intensif. Menariknya, uji acak terkontrol yang dilaporkan (326,

327) membandingkan terapi insulin intensif untuk kontrol tinggi (180-200 mg /

dL) (OR , 0,89 [ 0,73-1,09 ]), sedangkan penelitian yang tidak menunjukkan

manfaat (330-332) membandingkan terapi intensif sampai kontrol sedang (108-

Baca Buku dr. Rohmat A Page 75

Page 76: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

180 mg / dL) [OR , 1,14 (1,02 sampai -1.26)]. Lebih detilnya dapat dilihat

Tambahan Digital Content 6 (http://links.lww.com/CCM/A615).

Pemicu untuk memulai protokol insulin pada grade glukosa darah > 180

mg/dL dengan sasaran kadar glukosa darah atas <180 mg/dL berasal dari studi

NICE-SUGAR (331), yang menggunakan nilai-nilai tersebut untuk memulai

dan menghentikan terapi. Uji NICE-SUGAR adalah studi yang terbesar, yang

paling menarik sampai saat ini mengenai kontrol glukosa pada pasien ICU

mengingat diinklusikannya ICU dan rumah sakit multipel dan populasi pasien

umum. Beberapa organisasi kesehatan, termasuk American Association of

Clinical Endocrinologist, American Diabetes Association, American Heart

Association, American College of Physicians, dan Society of Critical Care

Medicine, telah menerbitkan pernyataan konsensus untuk kontrol glikemik

pasien rawat inap (338-341). Pernyataan-pernyataan tersebut umumnya

menargetkan kadar glukosa antara 140 dan 180 mg / dL. Karena tidak ada bukti

bahwa menarget antara140 dan 180 mg / dL berbeda dari menarget 110 hingga

140 mg /dL, rekomendasi menggunakan sasaran glukosa darah atas ≤ 180 mg /

dL tanpa target lebih rendah selain hipoglikemia. Perngobatan sebaiknya

menghindari hiperglikemia (> 180 mg/dL), hipoglikemia, dan ayunan luas

kadar glukosa. Kelanjutan infus insulin, terutama disertai penghentian gizi,

telah diidentifikasi sebagai faktor risiko hipoglikemia (332). Gizi seimbang

mungkin berkaitan dengan penurunan risiko hipoglikemia (342). Beberapa

studi telah menyarankan bahwa variabilitas kadar glukosa dari waktu ke waktu

merupakan faktor penentu penting dari kematian (343-345). Hiperglikemia dan

variabilitas glukosa tampaknya tidak berhubungan dengan meningkatnya angka

kematian pada pasien diabetes dibandingkan dengan pasien nondiabetes (346,

347).

Beberapa faktor dapat mempengaruhi akurasi dan reproduksibilitas dari uji

point-of care glukosa darah kapiler darah, termasuk jenis dan model perangkat

yang digunakan, keahlian pengguna, dan faktor pasien, termasuk hematokrit

(elevasi palsu dengan anemia), Pao2, dan obat-obatan (348). Nilai glukosa

Baca Buku dr. Rohmat A Page 76

Page 77: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

plasma menggunakan uji point-of-care kapiler telah diketahui tidak akurat

dengan elevasi palsu yang sering (349, 350) dalam rentangan grade glukosa

(350), tetapi terutama dalam rentang hipoglikemik (349, 351) dan rentang

hiperglikemia (351) dan pada pasien hipotensi (352) atau pasien yang

menerima katekolamin (353). Sebuah review mengenai 12 protokol infus

insulin yang diterbitkan untuk pasien sakit kritis menunjukkan variabilitas luas

dalam rekomendasi dosis dan variabel kontrol glukosa (354). Kurangnya

konsensus tentang dosis insulin intravena optimal mungkin mencerminkan

variabilitas pada faktor pasien (grade keparahan penyakit, pengaturan medis vs

bedah), atau pola praktek (misalnya, pendekatan untuk makan, dekstrosa

intravena) dalam lingkungan di mana protokol ini dikembangkan dan diuji.

Atau, beberapa protokol mungkin lebih efektif daripada yang lain, kesimpulan

didukung oleh variabilitas luas grade hipoglikemia yang dilaporkan dengan

protokol (128, 326-333). Dengan demikian, penggunaan protokol insulin yang

ditegakkan adalah penting tidak hanya untuk perawatan klinis, tetapi juga

untuk pelaksanaan uji klinis untuk menghindari hipoglikemia, efek samping,

dan penghentian prematur dari uji coba sebelum sinyal efikasi, jika ada, dapat

ditentukan. Beberapa studi telah menyarankan bahwa algoritma berbasis

komputer menghasilkan kontrol glikemik yang lebih ketat dengan penurunan

risiko hipoglikemia (355, 356). Diperlukan studi lebih lanjut mengenai

protokol yang tervalidasi, aman, dan efektif untuk mengendalikan kadar gula

darah dan variabilitas dalam populasi sepsis berat.

R. Terapi Pengganti Ginjal

1. Kami mengusulkan bahwa terapi pengganti ginjal kontinyu dan

hemodialisis intermiten sama pada pasien dengan sepsis berat dan gagal

ginjal akut karena keduanya menunjukkan grade kelangsungan hidup

jangka pendek yang sama (grade 2B).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 77

Page 78: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

2. Kami menyarankan penggunaan terapi kontinyu untuk membantu dalam

manajemen keseimbangan cairan pada pasien sepsis dengan hemodinamik

tidak stabil (grade 2D).

Dasar. Meskipun berbagai penelitian nonrandomized telah melaporkan

kecenderungan yang tidak signifikan terhadap peningkatan kelangsungan hidup

dengan menggunakan metode kontinyu (357-364), dua meta -analisis (365,

366) melaporkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada mortalitaas di

rumah sakit antara pasien yang menerima terapi pengganti ginjal kontinyu dan

intermiten. Ketidakhadiran dari manfaat nyata pada salah satu modalitas

terhadap yang lain tetap ada bahkan ketika analisis terbatas pada studi uji acak

terkontrol (366). Sampai saat ini, lima uji acak terkontrol prospektif telah

diterbitkan (367-371), empat di antaranya menemukan tidak ada perbedaan

mortalitas yang signifikan (368-371), sementara satu menemukan mortalitas

yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok pengobatan kontinyu (367),

tetapi randomisasi yang tidak seimbang telah menyebabkan keparahan penyakit

awal yang lebih tinggi dalam kelompok ini. Ketika model multivariabel

digunakan untuk menyesuaikan grade keparahan penyakit , tidak ada

perbedaan jelas dalam mortalitas antara kelompok (367). Kebanyakan studi

yang membandingkan mode penggantian ginjal pada sakit kritis memasukkan

sejumlah kecil pasien dan beberapa kelemahan utama (yaitu, kegagalan

randomisasi, modifikasi dari protokol terapi selama masa studi, kombinasi dari

berbagai jenis terapi pengganti ginjal terus menerus, sejumlah kecil kelompok

pendaftar heterogen). uji acak terkontrol terbaru dan terbesar (371) mendaftar

360 pasien dan tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam

kelangsungan hidup antara kelompok kontinyu dan intermittent . Selain itu,

tidak ada bukti yang mendukung penggunaan terapi terus menerus pada sepsis

independen dengan kebutuhan pengganti ginjal.

Tidak ada bukti yang mendukung toleransi yang lebih baik dengan terapi

kontinyu berkaitan dengan toleransi hemodinamik masing-masing metode. Dua

studi prospektif (369, 372) telah melaporkan toleransi hemodinamik lebih baik

Baca Buku dr. Rohmat A Page 78

Page 79: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

dengan terapi kontinyu, tanpa peningkatan daerah perfusi (372) dan tidak ada

manfaat kelangsungan hidup (369). Empat studi prospektif lain tidak

menemukan perbedaan signifikan tekanan rata-rata arteri atau penurunan

tekanan sistolik antara dua metode (368, 370, 371, 373). Dua studi melaporkan

peningkatan yang signifikan dalam pencapaian tujuan dengan metode kontinyu

(367, 369) berkaitan dengan manajemen keseimbangan cairan. Singkatnya,

bukti tidak cukup untuk menarik kesimpulan yang kuat mengenai modus terapi

penggantian untuk gagal ginjal akut pada pasien sepsis.

Pengaruh dosis penggantian ginjal terus menerus pada hasil pasien dengan

gagal ginjal akut telah menunjukkan hasil yang kabur (374, 375). Tak satu pun

dari percobaan ini dilakukan secara khusus pada pasien dengan sepsis.

Meskipun beratnya bukti menunjukkan bahwa dosis tinggi penggantian ginjal

dapat berhubungan dengan hasil yang lebih baik, hasil ini tidak dapat

digeneralisasikan. Dua uji random multicenter besar yang membandingkan

dosis penggantian ginjal (Acute Renal Failure Trial Network di Amerika

Serikat dan RENAL Renal Replacement Therapy Study di Australia dan

Selandia Baru ) gagal untuk menunjukkan manfaat dosis ginjal pengganti yang

lebih agresif. (376, 377). Dosis khas untuk terapi penggantian ginjal terus

menerus berkisar antara 20 sampai 25 mL/kg/jam generasi efluen.

S. Terapi Bikarbonat

1. Kami merekomendasikan penggunaan terapi natrium bikarbonat untuk

memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan vasopresor pada

pasien dengan hipoperfusi yang diinduksi asidosis laktat dengan pH ≥ 7.15

(tingkat 2B).

Dasar. Meskipun terapi bikarbonat dapat berguna dalam membatasi

volume tidal pada ARDS dalam beberapa situasi hypercapnia permisif (lihat

bagian, Ventilasi Mekanik ARDS), namun tidak ada bukti yang mendukung

penggunaan terapi bikarbonat dalam pengobatan hipoperfusi diinduksi

asidemia laktat yang berhubungan dengan sepsis. Two blinded, randomized

control trial crossover yang membandingkan saline equimolar dan bikarbonat

Baca Buku dr. Rohmat A Page 79

Page 80: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

pada pasien dengan asidosis laktat gagal mengungkapkan perbedaan dalam

variabel hemodinamik atau kebutuhan vasopressor (378, 379). Jumlah pasien

dengan pH <7.15 dalam penelitian ini sedikit. Pemberian bikarbonat telah

dihubungkan dengan kelebihan natrium dan cairan, peningkatan laktat dan

Pco2, dan penurunan serum kalsium terionisasi, tetapi hubungan variabel-

variabel tersebut terhadap hasilnya tidak jelas. Pengaruh pemberian bikarbonat

pada hemodinamik dan kebutuhan vasopressor di pH yang rendah, serta efek

hasil klinis pada pH berapapun, tidak diketahui. Tidak ada penelitian yang

meneliti efek pemberian bikarbonat. 

T. Profilaksis Thrombosis Vena Dalam

1. Kami merekomendasikan pasien dengan sepsis berat menerima farmako

profilaksis harian untuk Tromboemboli Vena (TEV) (tingkat 1B). Kami

merekomendasikan bahwa hal ini dapat dicapai dengan low molecular

weight heparin (LMWH) subkutan harian (tingkat 1B dibandingkan

unfractionated heparin [UFH] dua kali sehari dan tingkat 2C

dibandingkan dengan UFH diberikan tiga kali sehari). Jika creatinin

clearance adalah <30 mL / menit, kami merekomendasikan menggunaan

dalteparin (tingkat 1A) atau bentuk lain dari LMWH yang memiliki

tingkat metabolisme ginjal yang rendah (tingkat 2C) atau UFH (tingkat

1A).

2. Kami menyarankan bahwa pasien dengan sepsis berat dapat diobati

dengan kombinasi terapi farmakologis dan Intermittent Compression

Devices bila memungkinkan (tingkat 2C).

3. Kami merekomendasikan bahwa pasien sepsis yang memiliki

kontraindikasi pada penggunaan heparin (misalnya, trombositopenia,

koagulopati yang parah, perdarahan aktif, perdarahan intraserebral baru-

baru ini) untuk tidak menggunakan farmako profilaksis (derajat 1B).

Sebaliknya kami sarankan mereka menerima pengobatan profilaksis

mekanik, seperti Graduated compression stockings atau Intermittent

Compression Devices (tingkat 2C), kecuali bila terdapat kontraindikasi.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 80

Page 81: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Ketika risiko menurun, kami sarankan untuk mulai menggunakan farmako

profilaksis (tingkat 2C).

Dasar. Pasien ICU beresiko terjadi Trombosis Vena Dalam (TVD) (380).

Ini merupakan hal yang logis bahwa pasien dengan sepsis berat akan berada

pada risiko yang sama atau lebih tinggi dari populasi ICU umum. Konsekuensi

dari TEV dalam kasus sepsis (peningkatan risiko emboli paru yang fatal pada

pasien dengan penurunan fungsi hemodinamik) adalah mengerikan. Oleh

karena itu, pencegahan TEV sangat diperlukan sekali, terutama jika hal itu

dapat dilakukan dengan aman dan efektif.

Profilaksis umumnya efektif. Secara khusus, sembilan kontrol placebo uji

acak terkontrol dari profilaksis TEV telah dilakukan pada populasi umum

pasien dengan sakit akut (381-389). Semua percobaan menunjukkan penurunan

TVD atau emboli paru, manfaat ini juga didukung oleh meta-analisis (390,

391). Dengan demikian, bukti sangat mendukung nilai profilaksis TEV (tingkat

1A). Prevalensi infeksi / sepsis adalah 17% pada penelitian yang mana dapat

dipastikan. Hanya satu penelitian yang meneliti pasien ICU saja, dan 52% dari

mereka yang terdaftar mengalami infeksi/sepsis. Kebutuhan untuk

memperhitungkan secara umum, pasien sakit akut dengan pasien sakit kritis

dengan pasien sepsis menurunkan bukti. Efek tersebut jelas dan data yang kuat

agak mengurangi perhitungan, yang mengarah ke penentuan tingkat B. Karena

risiko pemberian pada pasien adalah kecil, kekuatan untuk tidak memberikan

mungkin lebih baik, dan biaya rendah, kekuatan rekomendasi kuat (1).

Memutuskan bagaimana cara memberikan profilaksis adalah jelas lebih

sulit. The Canadian Critical Care Trials Group membandingkan UFH (5000

IU dua kali sehari) dengan LMWH (dalteparin, 5000 IU sekali per hari dan

suntikan plasebo kedua untuk memastikan parallel-group equivalence) (392).

Tidak ada perbedaan yang signifikan pada TVD asimptomatik yang ditemukan

antara kedua kelompok (rasio hazard, 0,92, 95% CI, 0,68-1,23, p = 0.57), tetapi

proporsi pasien yang didiagnosis dengan emboli paru pada CT scan,

probabilitas tinggi ventilation perfusion scan, atau otopsi secara signifikan

lebih rendah pada kelompok LMWH (rasio hazard, 0,51, 95% CI, 0,30-0,88, p

Baca Buku dr. Rohmat A Page 81

Page 82: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

= 0,01). Penelitian ini tidak memperhitungkan penggunaan bentuk-bentuk lain

dari LMWH. Data ini menunjukkan bahwa LMWH (dalteparin) adalah pilihan

pengobatan di atas pemberian UFH dua kali sehari pada pasien dengan sakit

kritis. Juga, karena penelitian ini termasuk pasien sepsis, bukti yang

mendukung penggunaan dalteparin di atas UFH dua kali sehari pada pasien

sakit kritis, dan juga mungkin pasien sepsis, adalah kuat. Demikian pula,

sebuah meta-analisis dari sakit akut, pasien medis umum membandingkan UFH

dua kali dan tiga kali sehari menunjukkan bahwa rejimen yang terakhir adalah

lebih efektif untuk mencegah TEV, tetapi dosis dua kali sehari menghasilkan

pendarahan yang lebih sedikit (393). Kedua pasien dengan sakit kritis dan

pasien sepis dimasukkan dalam analisis ini, tetapi jumlah mereka tidak jelas.

Meskipun demikian, kualitas bukti yang mendukung penggunaan tiga kali

sehari, berbeda dengan dua kali sehari, dosis UFH dalam mencegah TEV pada

pasien medis akut adalah tinggi (A). Namun, membandingkan LMWH

terhadap UFH dua kali sehari, atau UFH dua kali sehari terhadap UFH tiga kali

sehari, pada sepsis membutuhkan perhitungan, menurunkan data. Tidak

terdapat data pada perbandingan langsung dari LMWH terhadap UFH yang

diberikan tiga kali sehari, dan juga tidak ada penelitian yang secara langsung

membandingkan pemberian dua kali sehari dan tiga kali sehari dosis UFH pada

pasien septis atau pasien dengan sakit kritis. Oleh karena itu, tidaklah mungkin

untuk menyatakan bahwa LMWH lebih unggul dari pemberian UHF tiga kali

sehari atau pemberian dosis tiga kali sehari lebih unggul dari pemberian dua

kali sehari pada sepsis. Hal Ini menurunkan kualitas bukti dan juga

rekomendasi.

Douketis et al (394) melakukan penelitian terhadap 120 pasien sakit kritis

dengan cedera ginjal akut (creatinin clearance <30 mL / menit) yang

menerima profilaksis TEV dengan dalteparin 5000 IU setiap hari selama antara

4 dan 14 hari dan memiliki setidaknya satu anti-faktor Xa kadar terendah yang

terukur. Tidak ada pasien yang memiliki bio-akumulasi (kadar anti-faktor Xa

lebih rendah dari 0,06 IU / mL). Insiden perdarahan mayor agak lebih tinggi

daripada dalam uji coba dengan agen lainnya, tetapi kebanyakan penelitian lain

Baca Buku dr. Rohmat A Page 82

Page 83: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

tidak melibatkan pasien dengan sakit kritis yang memiliki risiko perdarahan

lebih tinggi. Selanjutnya, perdarahan tidak berkorelasi dengan kadar terendah

yang terdeteksi (394). Oleh karena itu, kami merekomendasikan bahwa

dalteparin dapat diberikan untuk pasien sakit kritis dengan gagal ginjal akut

(A). Data pada LMWHs lainnya adalah kurang. Akibatnya, bentuk ini

mungkin harus dihindari atau, jika digunakan, kadar anti-faktor Xa harus

dipantau (tingkat 2C). UFH tidak dibersihkan melalui renal dan aman (tingkar

1A).

Metode mekanis (intermittent compression devices and graduated

compression stockings) dianjurkan ketika antikoagulasi merupakan

kontraindikasi (395-397). Sebuah meta-analisis dari 11 studi, termasuk enam

UJI ACAK TERKONTROL, diterbitkan dalam Cochrane Library

menyimpulkan bahwa kombinasi farmakologis dan profilaksis mekanik adalah

yang paling unggul terhadap modalitas dalam mencegah TVD saja dan lebih

baik daripada kompresi saja dalam mencegah emboli paru (398). Analisis ini

tidak fokus pada sepsis atau pasien dengan sakit kritis tetapi meliputi studi

profilaksis setelah operasi ortopedi, pelvic, dan jantung. Selain itu, jenis

profilaksis farmakologis bervariasi, termasuk UFH, LMWH, aspirin, dan

warfarin. Meskipun demikian, risiko minimal terkait dengan compression

devices membawa kita untuk merekomendasikan terapi kombinasi dalam

banyak kasus. Pada pasien berisiko sangat tinggi, LMWH lebih disukai

daripada UFH (392, 399-401). Pasien yang menerima heparin harus dipantau

terhadap terjadinya trombositopenia diinduksi heparin. Rekomendasi ini sesuai

dengan yang dikembangkan oleh American College of Chest Physicians (402). 

U. Profilaksis Stres Ulcer

1. Kami merekomendasikan bahwa profilaksis stres ulcer menggunakan H2

blocker atau proton pump inhibitor diberikan kepada pasien dengan sepsis

berat / syok septik yang mengalami faktor risiko perdarahan (tingkat 1B).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 83

Page 84: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

2. Ketika profilaksis stres ulcer digunakan, kami menyarankan menggunakan

inhibitor pompa proton daripada antagonis reseptor H2 (H2RA) (tingkat

2C).

3. Kami menyarankan bahwa pasien tanpa faktor risiko seharusnya tidak

menerima profilaksis (kelas 2B).

Dasar. Meskipun tidak ada penelitian yang dilakukan secara khusus pada

pasien dengan sepsis berat, percobaan mengkonfirmasi manfaat dari profilaksis

stres ulcer dalam mengurangi perdarahan gastrointestinal (GI) bagian atas pada

populasi umum ICU termasuk 20% sampai 25% pasien dengan sepsis (403-

406). Manfaat ini harus berlaku untuk pasien dengan sepsis berat dan syok

septik. Selain itu, faktor risiko perdarahan GI (misalnya, koagulopati, ventilasi

mekanik selama minimal 48 jam, kemungkin hipotensi) sering terjadi pada

pasien dengan sepsis berat dan syok septik (407, 408). Pasien tanpa faktor

risiko ini tidak mungkin (0,2%, 95% CI, 0,02-0,5) memiliki pendarahan secara

klinis yang berarti (407). meta-analisis yang baru dan lama menunjukkan

profilaksis menyebabkan berkurangnya perdarahan GI bagian atas signifikan

secara klinis, yang kami anggap signifikan bahkan tanpa adanya manfaat

mortalitas yang terbukti (409-411). Manfaat pencegahan perdarahan GI bagian

atas harus dipertimbangkan terhadap efek potensi (tidak terbukti) peningkatan

pH lambung pada insiden lebih besar dari VAP dan Infeksi C. difficile (409,

412, 413).(Lihat Supplemental Digital Content 7 dan 8

[http://links.lww.com/CCM A615], Ringkasan Tabel Bukti terhadap efek

pengobatan pada hasil yang spesifik.) Dalam hipotesis perhitungan, kita

menganggap (seperti yang dilakukan penulis meta-analisis) (411) kemungkinan

keuntungan yang kurang dan lebih berbahaya pada profilaksis di antara pasien

yang menerima nutrisi enteral tetapi memutuskan untuk memberikan satu

rekomendasi sambil menurunkan kualitas bukti. Keseimbangan manfaat dan

risiko mungkin tergantung pada karakteristik pasien secara individu dan juga

pada epidemiologi lokal VAP dan Infeksi C. difficile. Dasar untuk

mempertimbangkan hanya menekan produksi asam (dan tidak sukralfat)

didasarkan pada penelitian dari 1.200 pasien oleh Cook et al membandingkan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 84

Page 85: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

H2 blocker dan sukralfat (414). Meta-analisis yang lebih baru memberikan

bukti dengan kualitas rendah menunjukkan perlindungan perdarahan GI lebih

efektif dengan penggunaan inhibitor pompa proton dari pada dengan H2RA

(415-417). Pasien harus secara berkala dievaluasi untuk kebutuhan lebih lanjut

profilaksis.

V. Nutrisi 

1. Kami menyarankan pemberian makanan oral atau enteral (jika perlu),

sebagai toleransi, daripada puasa lengkap atau hanya penyediaan glukosa

intravena dalam 48 jam setelah diagnosis sepsis berat / syok septik (tingkat

2C).

2. Kami menyarankan menghindari makan dengan kalori penuh yang

dibutuhkan pada minggu pertama, melainkan menyarankan makan dengan

dosis rendah (misalnya, sampai dengan 500 kkal per hari), kedepannya

hanya sebagai toleransi (tingkat 2B).

3. Kami sarankan untuk menggunakan glukosa intravena dan nutrisi enteral

daripada Nutrisi Parenteral Total (NPT) saja atau nutrisi parenteral dalam

hubungannya dengan makanan enteral dalam 7 hari pertama setelah

diagnosis sepsis berat / syok septik (tingkat 2B).

4. Kami menyarankan menggunakan nutrisi tanpa suplemen imunomodulasi

spesifik pada pasien dengan sepsis berat (tingkat 2C).

Dasar. Nutrisi enteral dini memiliki kelebihan teoritis dalam integritas

mukosa usus dan pencegahan translokasi bakteri dan disfungsi organ, tetapi

juga memperhatikan risiko iskemia, terutama pada pasien dengan

hemodinamik tidak stabil.

Sayangnya, tidak ada uji klinis yang secara khusus ditujukan pada

pemberian makan dini pada pasien sepsis. Penelitian pada subpopulasi yang

berbeda dari pasien dengan sakit kritis, kebanyakan pasien bedah, tidak

konsisten, dengan variabilitas yang besar dalam kelompok intervensi dan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 85

Page 86: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

kontrol, semua memiliki kualitas metodologis rendah (418-427) dan tidak ada

yang secara individu mendukung mortalitas, dengan angka kematian yang

sangat rendah (418-420, 423, 426). Penulis meta-analisis sebelumnya

mengenai strategi nutrisi optimal untuk sakit yang kritis semua melaporkan

bahwa penelitian yang mereka masukkan memiliki heterogenitas yang tinggi

dan kualitas rendah (418-430). Meskipun tidak ada efek yang konsisten

terhadap mortalitas ysng diamati, terdapat bukti manfaat dari beberapa

prmberian makanan enteral dini pada hasil sekunder, seperti mengurangi

kejadian komplikasi infeksi (418, 422, 426, 427-430), mengurangi masa

penggunaan ventilasi mekanik (421, 427), dan mengurangi lamanya tinggal di

ICU (421, 427) dan di rumah sakit (428). Tidak ada bukti mengenai bahaya

yang ditunjukan pada setiap penelitian mereka. Oleh karena itu, terdapat bukti

yang cukup untuk mengeluarkan rekomendasi yang kuat, tapi saran dari

manfaat dan tidak adanya bahaya mendukung bahwa beberapa makanan enteral

diperbolehkan.

Penelitian membandingkan pemberian makanan enteral dini kalori penuh

dengan target yang lebih rendah dalam sakit kritis telah menghasilkan hasil

yang kurang jelas. Dalam empat penelitian, tidak ada efek kematian yang

terlihat (431-434), satu melaporkan komplikasi infeksi lebih yang sedikit (431),

dan yang lainnya melaporkan peningkatan diare dan residual lambung (433,

434) dan peningkatan kejadian komplikasi infeksi dengan makan kalori penuh (

432). Dalam studi lain, angka kematian lebih besar dengan pemberian makan

yang lebih tinggi, tetapi perbedaan dalam strategi pemberian makan yang

sederhana dan ukuran sampel kecil (435). Oleh karena itu, bukti tidak cukup

untuk mendukung target awal asupan kalori penuh dan, memang, beberapa

kemungkinan terdapat bahaya. Underfeeding (60% -70% dari target) atau

trophic feeding (batas atas 500 kkal) mungkin strategi nutrisi yang lebih baik di

minggu pertama sepsis berat / syok septik. Batas atas ini untuk trophic feeding

adalah jumlah yang sewenang-wenang, tetapi sebagian didasarkan pada

kenyataan bahwa dua studi baru-baru ini menggunakan rentang 240-480 kkal

Baca Buku dr. Rohmat A Page 86

Page 87: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

(433, 434). Underfeeding / strategi trophic feeding tidak mengecualikan

memajukan diet sesuai toleransi pada mereka yang meningkat dengan cepat.

Beberapa bentuk nutrisi parenteral telah dibandingkan dengan strategi

makan alternatif (misalnya, puasa atau nutrisi enteral) di lebih dari 50 studi,

meskipun hanya satu penelitian sepsis secara eksklusif (436), dan delapan

meta-analisis telah diterbitkan (429, 437-443 ). Dua dari meta-analisis

merangkumkan perbandingan nutrisi parenteral vs puasa atau glukosa intravena

(437, 438), dan enam melihat nutrisi enteral vs parenteral (429, 439-443), dua

di antaranya berusaha untuk mengeksplorasi efek dari nutrisi enteral awal (441,

442). Baru-baru ini, sebuah penelitian yang jauh lebih besar daripada

kebanyakan uji nutrisi sebelumnya membandingkan pasien ICU secara acak

terhadap penggunaan awal nutrisi parenteral untuk menambah makanan enteral

vs makanan enteral dengan inisiasi lambat nutrisi parenteral jika perlu (444).

Tidak ada bukti yang langsung mendukung manfaat atau bahaya nutrisi

parenteral dalam 48 jam pertama pada sepsis. Sebaliknya, bukti yang

dihasilkan terutama dari pasien bedah, luka bakar, dan trauma. Tak satu pun

dari meta-analisis melaporkan manfaat mortalitas dengan nutrisi parenteral,

kecuali satu menyarankan nutrisi parenteral mungkin lebih baik daripada

terlambat pengenalan nutrisi enteral (442). Beberapa menyarankan bahwa

nutrisi parenteral memiliki komplikasi infeksi lebih tinggi dibandingkan

dengan puasa atau glukosa intravena dan nutrisi enteral (429, 431, 438, 439,

442). Makanan enteral dikaitkan dengan angka komplikasi enteral yang lebih

tinggi (misalnya diare) dibandingkan nutrisi parenteral (438).Penggunaan

nutrisi parenteral untuk suplemen makanan enteral juga dianalisis oleh

Dhaliwal et al (440), yang juga melaporkan tidak terdapat manfaat. Uji coba

oleh Casaer et al (444) melaporkan bahwa inisiasi dini nutrisi parenteral

menyebabkan tinggal dirumah sakit dan ICU lebih lama, durasi yang lebih

lama dari dukungan organ, dan insiden yang lebih tinggi terhadap infeksi yang

di dapat dari ICU. Seperlima dari pasien mengalami sepsis dan tidak ada bukti

heterogenitas efek pengobatan di seluruh subkelompok, termasuk sepsis. Oleh

karena itu, tidak ada penelitian yang menunjukkan keunggulan TPN enteral

Baca Buku dr. Rohmat A Page 87

Page 88: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

saja di 24 jam pertama. Bahkan, ada usulan agar nutrisi enteral mungkin

sebenarnya unggul terhadap TPN vis-à-vis komplikasi infeksi dan

kemungkinan kebutuhan untuk perawatan intensif dan dukungan organ.

Fungsi sistem kekebalan tubuh dapat diubah melalui perubahan dalam

pasokan nutrisi tertentu, seperti arginin, glutamin, atau asam lemak omega-

3.Sejumlah penelitian telah menilai apakah penggunaan agen ini sebagai

suplemen gizi dapat mempengaruhi jalannya penyakit kritis, tetapi hanya

sedikit secara khusus menunjukkan penggunaan awal mereka dalam sepsis.

Empat meta-analisis mengevaluasi nutrisi peningkatan imun dan tidak

menemukan perbedaan dalam mortalitas, baik pada pasien bedah atau medis

(445-448). Namun, mereka menganalisis semua penelitian bersama-sama,

terlepas dari kompenen imun yang digunakan, yang menurunkan kesimpulan

mereka. penelitian individu lainnya menganalisis diet dengan campuran

arginin, glutamin, antioksidan, dan / atau omega-3 dengan hasil negatif (449,

450) termasuk sebuah penelitian kecil pada pasien sepsis menunjukkan

peningkatan yang tidak signifikan dalam mortalitas ICU (451, 452).

  Arginine.

Ketersediaan arginin berkurang pada sepsis, yang dapat menyebabkan

penurunan sintesis nitrat oksida, hilangnya regulasi mikrosirkulasi, dan

meningkatkan produksi superoksida dan peroxynitrite. Namun, suplementasi

arginine dapat menyebabkan vasodilatasi dan hipotensi yang tidak diinginkan

(452, 453). Percobaan manusia terhadap suplementasi L-arginine yang secara

umum berjumlah kecil dan melaporkan efek variabel pada kematian (454-457).

Penelitian pada pasien sepsis menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup,

tetapi memiliki keterbatasan dalam desain penelitian (455). Penelitian lain

menunjukkan bahwa tidak ada manfaat (449, 454, 455) atau kemungkinan

kerugian (455) pada sub-kelompok pasien sepsis. Beberapa penulis menemukan

peningkatan hasil sekunder pada pasien sepsis, seperti mengurangi komplikasi

infeksi (454, 455) dan lama tinggal di rumah sakit (454), tetapi relevansi temuan

ini dalam menghadapi potensial bahaya masih tidak jelas

Baca Buku dr. Rohmat A Page 88

Page 89: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Glutamine.

Kadar glutamin juga berkurang selama sakit kritis. Suplemen eksogen

dapat meningkatkan atrofi dan permeabilitas usus mukosa, mungkin

menyebabkan berkurangnya translokasi bakteri. Manfaat potensial lainnya adalah

meningkatkan fungsi sel kekebalan tubuh, penurunan produksi sitokin pro-

inflamasi, dan meningkatkan kadar kapasitas antioksidan dan glutathione (452,

453). Namun, signifikansi klinis temuan ini tidak ditetapkan secara jelas.

Meskipun meta-analisis sebelumnya menunjukkan penurunan angka

kematian (428), empat meta-analisis lainmya tidak menunjukkan (458-462).

Penelitian kecil lainnya tidak termasuk dalam meta-analisis tersebut memiliki

hasil yang sama (463, 464). Tiga penelitian terbaru yang dirancang dengan baik

juga gagal menunjukkan manfaat mortalitas dalam analisis primer (227, 465,

466), tapi sekali lagi, tidak difokuskan secara khusus pada pasien sepsis. Dua

penelitian kecil pada pasien sepsis menunjukkan tidak ada manfaat angka kematia

(467, 468) tetapi penurunan yang signifikan dalam komplikasi infeksi (467) dan

pemulihan disfungsi organ yang lebih cepat (468). Beberapa penelitian individu

sebelumnya dan meta-analisis menunjukkan hasil sekunder positif, seperti

pengurangan morbiditas infeksi (461, 462, 465) dan disfungsi organ (462). Efek

menguntungkan kebanyakan ditemukan dalam percobaan menggunakan

parenteral daripada enteral glutamin. Namun, studi terbaru dan well-sized tidak

bisa menunjukkan pengurangan komplikasi infeksi (227) atau disfungsi organ

(465, 466), bahkan dengan glutamin parenteral. Sebuah percobaan yang sedang

berlangsung (REDOXS) dari 1.200 pasien akan menguji baik keduanya glutamin

enteral maupun parenteral dan suplemen antioksidan pada keadaan sakit kritis,

pasien ventilasi secara mekanik (469). Meskipun tidak ada manfaat jelas yang

dapat dibuktikan dalam uji klinis dengan glutamin suplemen, tetapi tidak ada

tanda-tanda bahaya yang terlihat.

Asam eicosapentaenoic (AEP) asam lemak omega-3 dan Asam Gamma-

Linolenat (AGL) merupakan prekursor eicosanoid. Prostaglandin, leukotrien, dan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 89

Page 90: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

tromboksan dihasilkan dari AEP / AGL kurang kuat daripada derivat equivalent

asam arakidonat mereka, mengurangi dampak pro-inflamasi pada respon imun

(452, 453). Tiga penelitian awal yang dirangkum dalam meta-analisis melaporkan

penurunan signifikan angka kematian, meningkatkan hari tanpa pemakaian

ventilator, dan mengurangi risiko disfungsi organ baru (470). Namun, hanya satu

penelitian pada pasien sepsis (471), tidak ada yang secara individu mendukung

untuk mortalitas (472, 473), dan ketiganya menggunakan diet dengan kadar lemak

omega-6 yang tinggi pada kelompok kontrol, yang mana bukan merupakan

perawatan standar bagi sakit kritis. Para penulis yang pertama kali melaporkan

penurunan mortalitas pada sepsis (471) melakukan penelitian multicenter lanjut

dan menemukan peningkatan pada hasil nonmortalitas, meskipun terutama tidak

ada efek nyata terhadap mortalitas (474). Penelitian lain menggunakan minyak

ikan enteral (475-477) atau parenteral (478-480) gagal untuk mengkonfirmasi

temuan ini pada penyakit kritis secara umum atau cedera paru-paru akut. Dengan

demikian, temuan reproduksi menunjukkan manfaat yang jelas dalam penggunaan

imunomodulasi suplemen gizi pada sepsis, meskipun percobaan yang lebih besar

sedang berlangsung.

W. Menetapkan Tujuan Perawatan

1. Kami merekomendasikan bahwa tujuan perawatan dan prognosis

didiskusikan dengan pasien dan keluarga (tingkat 1B).

2. Kami merekomendasikan bahwa tujuan perawatan dimasukkan ke dalam

perencanaan pengobatan dan perawatan end of life, memanfaatkan

prinsip-prinsip perawatan paliatif yang sesuai (tingkat 1B).

3. Kami menyarankan bahwa tujuan perawatan ditangani sedini mungkin,

namun selambat-lambatnya dalam waktu 72 jam dari masuk ICU (tingkat

2C).

Dasar. Sebagian besar pasien ICU menerima dukungan penuh dengan

agresif, perawatan pendukung kehidupan. Banyak pasien dengan kegagalan sistem

organ multiple atau cedera neurologis berat tidak akan bertahan hidup atau akan

memiliki kualitas hidup yang buruk. Keputusan untuk memberikan perawatan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 90

Page 91: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

pendukung hidup yang kurang agresif atau menarik perawatan pendukung hidup

pada pasien ini mungkin hal terbaik bagi pasien dan mungkin apa yang pasien dan

keluarga inginkan (481). Dokter memiliki praktek end of life yang berbeda

berdasarkan wilayah praktek mereka, budaya, dan agama (482). Meskipun hasil

pengobatan perawatan intensif pada pasien dengan sakit kritis mungkin sulit untuk

diprognosis secara akurat, menetapkan tujuan pengobatan realistis adalah penting

dalam mengembangkan perawatan pasien berpusat di ICU (483). Model inisiatif

penataan untuk meningkatkan perawatan di ICU menyoroti pentingnya

menggabungkan tujuan perawatan bersama dengan prognosis untuk menjadi

rencana perawatan (484). Selain itu, membahas prognosis untuk mencapai tujuan

dari perawatan dan tingkat kepastian prognosis telah diidentifikasi sebagai

komponen penting dari pengganti pengambilan keputusan di ICU (485, 486).

Namun, variasi yang ada dalam penggunaan perencanaan perawatan lanjutan dan

integrasi paliatif dan perawatan akhir-hidup di ICU, yang dapat menyebabkan

konflik yang dapat mengancam kualitas keseluruhan perawatan (487, 488).

Penggunaan konferensi perawatan keluarga proaktif untuk mengidentifikasi

arahan lanjutan dan tujuan pengobatan dalam waktu 72 jam dari masuk ICU

memajukan komunikasi dan saling pengertian antara keluarga pasien dan tim

asuhan; meningkatkan kepuasan keluarga, mengurangi stres, kecemasan, dan

depresi pada hidup keluarga; memfasilitasi pengambilan keputusan akhir

kehidupan, dan mengurangi lama tinggal untuk pasien yang meninggal di ICU

(489-494). Pedoman praktek klinis untuk mendukung pasien ICU dan

mendukung keluarga: konferensi awal dan perawatan berulang untuk mengurangi

stres keluarga dan meningkatkan konsistensi dalam komunikasi; membuka

kunjungan yang fleksibel, kehadiran keluarga selama klinis dan resusitasi, dan

perhatian terhadap dukungan budaya dan spiritual (495). Selain itu, integrasi

perencanaan perawatan lanjutan dan perawatan paliatif berfokus pada manajemen

nyeri, kontrol gejala, dan dukungan keluarga telah ditunjukkan untuk

meningkatkan manajemen gejala dan kenyamanan pasien, dan untuk

meningkatkan komunikasi keluarga (484, 490, 496). 

Baca Buku dr. Rohmat A Page 91

Page 92: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

TABEL 8. REKOMENDASI: TERAPI SUPORTIF LAINNYA PADA SEPSIS BERAT

K. Pemberian Produk Darah

1. Jika hipoperfusi jaringan telah pulih dan tidak ada kondisi-kondisi penyulit

lainnya, seperti iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, atau

penyakit jantung iskemik, kami merekomendasikan transfusi sel darah

merah dilakukan hanya jika konsentrasi hemoglobin turun sampai <7,0

g/dl hingga mencapai konsentrasi hemoglobin target 7,0-9,0 g/dl pada

pasien dewasa (grade 1B).

2. Tidak menggunakan eritropeietin sebagai terapi spesifik pada anemia yang

berkaitan dengan sepsis berat (grade 1B).

3. Fresh frozen plasma (FFP) tidak digunakan untuk mengoreksi

abnormalitas pembekuan dari hasil pemeriksaan laboratorium tanpa

adanya peradarahan atau rencana prosedur invasif (grade 2D).

4. Tidak menggunakan antitrombin untuk terapi sepsis berat dan syok septik

(grade 1B).

5. Pada pasien dengan sepsi berat, pemberian trombosit untuk profilaksis

dilakukan jika AT <10.000/mm3 (10x109/L) tanpa adanya perdarahan

nyata. Kami menyarankan transfusi trombosit profilaksis jika AT

<20.000/mm3 (20x109/L) jika pasien berisiko tinggi mengalami

perdarahan. Hasil pemeriksaan yang menunjukkan AT yang lebih tinggi

(≥50.000/mm3 [50x109/L]) disarankan transfusi trombosit jika ada

perdarahan aktif, operasi, atau prosedur invasif (grade 2D).

L. Imunoglobulin

1. Tidak menggunakan imunoglobulin intravena pada pasien dewasa dengan

sepsis berat atau syok septik (grade 2B).

M. Selenium

1. Tidak menggunakan selenium intravena untuk terapi sepsis berat (grade

2C)

N. Sejarah Rekomendasi Terkait Penggunaan Rekombinan Protein C

Baca Buku dr. Rohmat A Page 92

Page 93: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Teraktivasi (rhAPC)

Sejarah perubahan rekomendasi SSC saat rhAPC masih ada (saat ini sudah

tidak tersedia).

O. Ventilasi Mekanik Pada Sindrom Distres Respiratorik Akut yang

Dikarenakan Sepsis

1. Volume tidal target adalah 6 ml/kg dari prediksi berat badan pada pasien

dengan ARDS yang disebabkan karena sepsis (grade 1A vs 12 ml/kg).

2. Tekanan plateau diukur pada pasien dengan ARDS dan batas atas awalnya

pada paru yang berinflasi secara pasif adalah ≤30 cmH2O (grade 1B).

3. Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) dilakukan untuk menghindari

kolapsnya alveolus pada saat ekspirasi akhir (atelektotrauma) (grade 1B).

4. Strategi-strategi didasarkan pada PEEP yang lebih tinggi daripada yang

rendah untuk digunakan pada pasien dengan ARDS ringan sampai berat

karena sepsis (grade 2C).

5. Manuver recruitment digunakan pada pasien sepsis dengan hipoksemia

refrakter berat (grade 2C).

6. Pemosisian tengkurap digunakan pada pasien ARDS akibat sepsis dengan

rasio PaO2/FiO2 ≤100 mmHg di fasilitas kesehatan yang berpengalaman

dengan praktik ini (grade 2B).

7. Pasien sepsis yang dipasang ventilasi mekanik dipertahankan dalam posisi

kepala elevasi 30-45 derajat terhadap tempat tidur untuk meminimalisir

risiko aspirasi dan mencegah terjadinya pneumonia akibat ventilator

(grade 2B).

8. Ventilasi masker non-invasif (NIV) digunakan pada sebagain kecil pasien

dengan ARDS akibat sepsis dimana pemasangan NIV akan memberikan

manfaat dan dianggap mengurasi risiko (grade 2B).

9. Protokol weaning dilakukan dan pada pasien dengan ventilasi mekanik yang

mengalami sepsis berat menjalani uji pernafasan spontan secara teratur

untuk mengevaluasi kemampuan pasien saat ventilasi mekanik dilepas jika

pasien memenuhi kriteria berikut: a) arousable, b) hemodinamik stabil

Baca Buku dr. Rohmat A Page 93

Page 94: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

(tanpa agen vasopressor); c) tidak ada potensi infeksi yang baru; d)

kebutuhan akan ventilator dan PEEP yang rendah; dan e) kebutuhan akan

FiO2 yang rendah yang dapat dipenuhi secara aman dengan menggunakan

masker atau kanul nasal. Jika uji pernafasan spontan berhasil, harus

dipertimbangkan ekstubasi (grade 1A).

10. Tidak menggunakan kateter arteri pulmoner pada pasien dengan ARDS

akibat sepsis (grade 1A).

11. Strategi cairan konservatif daripada liberal untuk pasien dengan ARDS

karena sepsis yang tidak terbukti mengalami hipoperfusi jaringan (grade

1C).

12. Jika tidak ada indikasi tertentu seperti bronkospasme, maka tidak

digunakan agonis β2 untuk terapi ARDS karena sepsis (grade 1B).

P. Sedasi, Analgsia, dan Blokade Neuromuskuler pada Sepsis

1. Sedasi kontinyu atau intermiten harus diminimalisir pada pasien sepsis

dengan ventilasi mekanik, yang menargetkan titik akhir titrasi tertentu

(grade 1B).

2. Agen-agen blok neuromuskuler (NMBA) sebaiknya dihindari

penggunaannya jika memungkinkan pada pasien sepsis tanpa ARDS

karena risiko blokade neuromukuler yang berkepanjangan setelah agen

tersebut dihentikan. Jika NMBA tetap harus diberikan, baik melalui bolus

intermiten ataupun infus kontinyu dengan dilakukan pemantauan train-of-

four kedalaman blokade (grade 1C).

3. Pemberian NMBA dalam jangka waktu tidak lebih dari 48 jam untuk

pasien dengan ARDS dini akibat sepsis dan rasio PaO2/FiO2 <150 mmHg

(grade 2C).

Q. Kontrol Glukosa

1. Pendekatan berprotokol untuk manajemen glukosa darah pada pasien di

ICU dengan sepsis berat yang

2. Nilai glukosa darah dipantau setiap 1-2 jam sampai nilai glukosa dan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 94

Page 95: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

laju infus insulin stabil dan kemudian setiap 4 jam (kelas 1C).

3. Kadar glukosa yang diperoleh dengan tes point-of-care dari darah

kapiler harus diinterpretasikan dengan hati-hati, karena pengukuran

tersebut mungkin tidak akurat dalam memperkirakan nilai darah arteri atau

glukosa plasma (UG).

R. Terapi Pengganti Ginjal

1. Terapi pengganti ginjal secara kontinyu setara dengan hemodialisis

intermiten sama pada pasien dengan sepsis berat dan gagal ginjal akut

(grade 2B).

2. Gunakan terapi kontinyu untuk membantu manajemen keseimbangan

cairan pada pasien sepsi yang secara hemodinamik tidak stabil (grade 2D).

S. Terapi Bikarbonat

1. Tidak menggunakan terapi natrium bikarbonat untuk tujuan

memeperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan vasopressor pada

pasien dengan asidemia laktat akibat hipoperfusi dengan pH ≥7,15 (grade

2B).

T. Profilaksis Trombosis Vena Dalam

1. Pasien dengan sepsis berat mendapatkan farmafilaksis tiap hari untuk

mencegah tromboemboli vena (grade 1B). Hal ini dilakukan dengan

pemberian heparin berberat molekul rendah (LMWH) secara subkutan tiap

harinya (grade 1B vs UFC dua kali sehari, grade 2C vs UFH tiga kali

sehari). Jika klirens kreatinin <30 ml/menit, gunakan dalteparin (grade 1A)

atau LMWH bentuk lainnya yang memiliki derajat metabolisme ginjal

yang rendah (grade 2C) atau UFH (grade 1A).

2. Pasien dengan sepsis berat diterapi dengan kombinasi terapi

farmakologis dan alat kompresi pneumatik intermiten saat memungkinkan

(grade 2C).

3. Pasien sepsis yang memiliki kontraindikasi pemberian heparin

(misalnya, trombositopenia, koagulopati berat, perdarahan aktif,

Baca Buku dr. Rohmat A Page 95

Page 96: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

perdarahan intraserebri yang baru terjadi) tidak diberikan farmakofilaksis

(grade 1B), namun mendapat terapi profilaksis mekanis, misalnya dengan

stocking kompresi atau alat kompresi intermiten (grade 2C), kecuali ada

kontraindikasi lain. Jika risikonya turun atau berkurang dapat diberikan

farmakofilaksis (grade 2C).

U. Profilaksis Stress Ulcer

1. Profilaksis stress ulcer dengan menggunakan H2-blocker atau PPI yang

diberikan pada pasien dengan sepsis berat/syok septik yang memiliki

faktor risiko perdarahan (grade 1B).

2. Jika digunakan profilaksis stress ulcer, berikan PPI daripada H2RA

(grade 2D).

3. Pasien tanpa faktor risiko ini tidak mendapatkan profilaksis (grade 2B).

V. Nutrisi

1. Berikan nutrisi secara oral atau enteral (jika perlu), sesuai grade

toleransi, daripada melakukan puasa utuh

2. Hindari pemberian nutrisi dengan kalori penuh dalam mingu pertama

dan lebih disarankan pemberian nutrisi dosis rendah (misalnya sampe 500

kalori per hari), berikan sesuai toleransi (grade 2B).

3. Gunakan glukosa intravena dan nutrisi enteral daripada prenteral (TPN)

saja atau nutrisi parenteral yang digabung dengan pemberian nutrisi enteral

dalam 7 hari pertama setelah didiagnosis sepsis berat/syok septik (grade

2B).

4. Gunakan nutrisi tanpa suplementasi imunomodulasi khusus daripada

nutrisi dengan suplementasi imunomodulasi khusus pada pasien dengan

sepsis berat (grade 2C).

W. Tujuan Perawatan

1. Diskusikan tujuan perawatan dan prognosisnya dengan pasien dan

keluarga pasien (grade 1B).

2. Masukkan tujuan perawatan ke dalam rencana terapi dan perawatan

Baca Buku dr. Rohmat A Page 96

Page 97: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

akhir hidup, manfaatkan prinsip-prinsip perawatan paliatif bila sesuai

(kelas 1B).

3. Arahkan tujuan perawatan sedini mungkin, namun selambat-lambatnya

dalam waktu 72 jam dari ICU (kelas 2C).

PERTIMBANGAN PEDIATRIK PADA SEPSIS BERAT (TABEL 9)

Sementara sepsis pada anak-anak merupakan penyebab utama kematian di

negara-negara industri dengan state-of-the-art ICUs, namun kematian secara

keseluruhan dari sepsis berat pada anak jauh lebih rendah daripada pada orang

dewasa, diperkirakan sekitar 2% sampai 10% (497-499) . Angka kematian di

rumah sakit untuk sepsis berat adalah 2% pada anak-anak yang sebelumnya sehat

dan 8% pada anak-anak dengan sakit kronis di Amerika Serikat (497). Definisi

sepsis, sepsis berat, syok septik, dan beberapa sindrom kegagalan /disfungsi organ

mirip dengan definisi dewasa tetapi tergantung pada denyut jantung usia tertentu,

laju pernapasan, dan nilai batas jumlah sel darah putih (500, 501). Kumpulan data

ini memberikan rekomendasi hanya untuk bayi cukup bulan dan anak-anak dalam

pengaturan kaya sumber daya industri dengan akses penuh terhadap mekanik

ventilasi ICU.

A. Resusitasi awal

1. Kami sarankan mulai dengan oksigen diberikan melalui masker wajah

atau, jika diperlukan dan tersedia, aliran tinggi oksigen kanula nasal atau

Nasopharyngeal Continous Positive Airway Pressure (CPAP) untuk

distress pernapasan dan hipoksemia. Akses intravena perifer atau akses

intraosseous dapat digunakan untuk resusitasi cairan dan infus inotrope

ketika central line tidak tersedia. Jika ventilasi mekanik diperlukan, maka

ketidakstabilan kardiovaskular selama intubasi sedikit mungkin terjadi

setelah resusitasi kardiovaskular yang sesuai (kelas 2C).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 97

Page 98: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Dasar. Karena kapasitas residual fungsional yang rendah, bayi muda dan

neonatus dengan sepsis berat mungkin memerlukan intubasi dini, namun, selama

intubasi dan ventilasi mekanik, meningkatan tekanan intratoraks dapat

mengurangi aliran balik vena dan menyebabkan memburuknya syok jika volum

pasien tidak terpenuhi. Pada mereka yang desaturasi meskipun pemberian masker

oksigen, aliran tinggi nasal cannula oksigen atau nasofaring CPAP dapat

digunakan untuk meningkatkan kapasitas residual fungsional dan mengurangi

kerja pernapasan, memungkinkan untuk pembentukan akses intravena atau

intraosseous untuk resusitasi cairan dan pemberian inotrope perifer (502,

503).Obat yang digunakan untuk sedasi memiliki Efek samping yang penting

pada pasien ini. Misalnya, etomidate dikaitkan dengan peningkatan mortalitas

pada anak dengan sepsis meningokokus karena efek supresi adrenal (504, 505).

Karena pencapaian akses sentral lebih sulit pada anak-anak daripada orang

dewasa, ketergantungan pada akses perifer atau intraosseous dapat diganti sampai

akses sentral tersedia.

2. Kami menyarankan bahwa tujuan terapi awal resusitasi syok septik

adalah kapiler refill ≤ 2 detik, tekanan darah normal sesuai usia, denyut

nadi normal, tanpa ada perbedaan antara denyut nadi perifer dan sentral,

ekstremitas hangat, urin> 1 ml / kg / jam, dan status mental normal.

Setelah itu, saturasi Scvo2 yang lebih besar dari atau sama dengan 70%

dan indeks jantung antara 3,3 dan 6,0 L/min/m2 harus ditargetkan (tingkat

2C).

Dasar. Pedoman dewasa merekomendasikan laktat clearance, tetapi

anak-anak umumnya memiliki kadar laktat normal dengan syok septik. Karena

banyak modalitas yang digunakan untuk mengukur Scvo2 dan indeks jantung,

pilihan khusus diserahkan kepada kebijaksanaan praktisi (506-512).

3. Kami merekomendasikan sebaiknya mengikuti pedoman pengelolaan

syok septik American College of Critical Care Medicine-Pediatric

Advanced Life Support (tingkat 1C).

Dasar. Pedoman yang direkomendasikan diringkas dalam Gambar 2

(510-512).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 98

Page 99: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

4. Kami merekomendasikan untuk mengevaluasi dan memperbaiki

pneumotoraks, tamponade perikardial, atau keadaan darurat endokrin

pada pasien dengan syok refrakter (kelas 1C).

Dasar. Kegawat daruratan endokrin termasuk hypoadrenalism dan

hipotiroidisme. Pada pasien tertentu, hipertensi intra-abdominal mungkin juga

perlu dipertimbangkan (513-515).

B. Antibiotik dan Kontrol Sumber

1. Kami merekomendasikan bahwa antimikroba empiris diberikan dalam

waktu 1 jam dari identifikasi nya sepsis berat. Kultur darah harus

diperoleh sebelum memberikan antibiotik bila mungkin, tapi ini tidak

harus menunda pemberian dini antibiotik. Pilihan obat empirik harus

diubah sebagai dikte epidemi dan ekologi endemik (misalnya, H1N1,

methicillin-resistant S. aureus, malaria chloroquine-resistant, penicillin-

resistant pneumococci, baru-baru ini tinggal ICU, neutropenia) (tingkat

1D).

Dasar. Akses vaskular dan gambaran darah lebih sulit pada bayi baru

lahir dan anak-anak. Antimikroba dapat diberikan intramuskuler atau secara oral

(jika dapat ditoleransi) hingga akses jalur intravena tersedia (516-519).

2. Kami menyarankan penggunaan terapi klindamisin dan antitoksin untuk

sindrom syok toksik dengan hipotensi refrakter (tingkat 2D).

Dasar. Anak-anak lebih rentan terhadap syok toksik daripada orang

dewasa karena kurangnya sirkulasi antibodi terhadap racun. Anak-anak dengan

sepsis berat dan eritroderma dan dicurigai syok toksik harus ditangani dengan

klindamisin untuk mengurangi produksi toksin. Peran IVIG pada toxic shock

syndrome tidak jelas, tapi mungkin bisa dipertimbangkan dalam toxic shock

syndrome refraktori (520-527).

3. Kami merekomendasikan kontrol sumber infeksi awal dan agresif

(tingkat 1D).

Dasar. Debridement dan kontrol sumber sangat penting dalam sepsis

berat dan syok septik. Kondisi yang memerlukan debridement atau drainase

Baca Buku dr. Rohmat A Page 99

Page 100: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

termasuk pneumonia necrotizing, necrotizing fasciitis, myonecrosis gangren,

empiema, dan abses. Perforated viskus membutuhkan perbaikan dan pencucian

peritoneal. Keterlambatan dalam penggunaan antibiotik yang tepat, kontrol

sumber yang tidak memadai, dan kegagalan untuk menyingkirkan perangkat yang

terinfeksi berhubungan dengan peningkatan mortalitas secara sinergis (528-538).

4. Kolitis C. difficile harus diobati dengan antibiotik enteral jika dapat

ditoleransi.Vankomisin oral lebih disukai untuk penyakit berat (grade

1A).

Dasar. Pada orang dewasa, metronidazol adalah pilihan pertama, namun

respon terhadap pengobatan dengan C. difficile dapat menjadi yang terbaik

dengan vankomisin enteral. Dalam kasus yang sangat parah di mana diverting

ileostomy atau kolektomi dilakukan, pengobatan parenteral harus

dipertimbangkan sampai perbaikan klinis dipastikan (539-541).

 

C. Resusitasi Cairan

1. Dalam dunia industri dengan akses inotropik dan ventilasi mekanis,

kami sarankan resusitasi awal syok hipovolemik dimulai dengan infus

isotonic kristaloid atau albumin, dengan bolus hingga 20 mL / kg untuk

kristaloid (atau setara albumin) selama 5 sampai 10 menit. Ini harus

dititrasi untuk memperbaiki hipotensi, meningkatkan output urine, dan

mencapai pengisian kapiler normal, denyut nadi perifer dan tingkat

kesadaran tanpa diinduksi hepatomegali atau ronkhi. Jika hepatomegali

atau rales terjadi, pemberian inotropik harus dilaksanakan, bukan

resusitasi cairan .Pada anak-anak dengan anemia hemolitik berat (malaria

berat atau krisis sel sabit) yang tidak hipotensi, transfusi darah dianggap

lebih unggul dari pada bolus kristaloid atau albumin (tingkat 2C).

Dasar. Tiga uji acak terkontrol membandingkan penggunaan koloid

terhadap kristaloid untuk resusitasi pada anak dengan dengue shock hipovolemik

dengan hampir 100% kelangsungan hidup pada semua kelompok pengobatan

(542-544). Dalam dunia industri, sebelum dan setelah penelitian mengamati

penurunan 10 kali lipat dalam kematian ketika anak-anak dengan purpura /

Baca Buku dr. Rohmat A Page 100

Page 101: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

meningokokus syok septik diobati dengan bolus cairan, inotropik, dan ventilasi

mekanik di instalasi gawat daruarat komunitas (545, 546). Dalam satu uji coba

secara acak, mortalitas syok septik berkurang (40% sampai 12%) ketika

meningkat bolus cairan, darah, dan inotropik diberikan untuk mencapai tujuan

pemantauan Scvo2 lebih besar dari 70% (511). Sebuah studi dengan kulaitas yang

meningkat mencapai penurunan angka kematian sepsis berat (dari 4,0% menjadi

2,4%) dengan pemberian bolus cairan dan antibiotik dalam satu jam pertama di

instalasi gawat darurat pediatrik untuk memperbaiki tanda-tanda klinis syok (547).

Anak-anak biasanya memiliki tekanan darah lebih rendah daripada orang

dewasa, dan penurunan tekanan darah dapat dicegah dengan vasokonstriksi dan

meningkatkan denyut jantung.Oleh karena itu, tekanan darah bukan meupakan

tujuan akhir yang dapat diandalkan untuk menilai kecukupan resusitasi. Namun,

setelah hipotensi terjadi, kolaps kardiovaskular akan segera mengikuti. Dengan

demikian, resusitasi cairan dianjurkan untuk anak-anak normotensif dan hipotensi

dalam syok hipovolemik (542-554).Karena hepatomegali dan / atau ronkhi terjadi

pada anak-anak yang kelebihan beban cairan, temuan ini dapat menjadi tanda

yang berguna untuk hypervolemia.Dengan tidak adanya tanda-tanda ini, defisit

cairan besar dapat terjadi, dan resusitasi volume awal dapat memerlukan 40

sampai 60 mL / kg atau lebih, namun jika tanda-tanda ini hadir, maka pemberian

cairan harus dihentikan dan diuretik harus diberikan. Infus dan inotrope ventilasi

mekanik biasanya diperlukan untuk anak-anak dengan syok refakter cairan.

D. Inotropik / Vasopressors / Vasodilator

1. Kami sarankan mulai pemberian inotropik perifer sampai akses vena

sentral dapat dicapai pada anak-anak yang tidak responsif terhadap

resusitasi cairan (kelas 2C).

Dasar. Penelitian kohort menunjukkan bahwa penundaan dalam

penggunaan terapi inotropik dikaitkan dengan peningkatan besar dalam risiko

kematian (553, 554). Penundaan ini sering dikaitkan dengan kesulitan dalam

mencapai akses sentral. Pada fase resusitasi awal, terapi inotrope / vasopressor

mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan perfusi, bahkan ketika

Baca Buku dr. Rohmat A Page 101

Page 102: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

hipovolemia belum diatasi. Anak-anak dengan sepsis berat dapat hadir dengan

output jantung yang rendah dan resistensi vaskular sistemik yang tinggi, curah

jantung yang tinggi dan resistensi vaskular sistemik yang rendah, atau output

jantung yang rendah dan syok resistensi vaskuler sistemik rendah (555). Seorang

anak bisa berpindah dari satu keadaan hemodinamik ke keadaan yang lain.

Vasopressor atau terapi inotrope harus digunakan sesuai dengan keadaan

hemodinamik (555). Syok Dopamine refractory dapat membaik dengan infus

epinefrin atau norepinefrin. Dalam kasus resistensi pembuluh darah sistemik

rendah meskipun penggunaan norepinefrin, penggunaan vasopressin dan

terlipressin telah dijelaskan dalam sejumlah laporan kasus, namun bukti untuk

mendukung ini dalam sepsis anak, serta data keamanan, masih kurang. Memang,

dua uji acak terkontrol menunjukkan tidak ada manfaat dalam hasil dengan

penggunaan vasopressin atau terlipressin pada anak-anak (556-559).Menariknya,

sementara tingkat vasopressin berkurang pada orang dewasa dengan syok septik,

tingkat tersebut tampaknya bervariasi secara luas pada anak-anak. Ketika

vasopressor digunakan untuk hipotensi refrakter, penambahan inotropik biasanya

diperlukan untuk mempertahankan cardiac output yang adekuat (510, 511, 555).

2. Kami menyarankan bahwa pasien dengan curah jantung rendah dan

peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik dengan tekanan darah

normal diberikan terapi vasodilator selain inotropik (tingkat 2C).

Dasar. Pemilihan agen vasoaktif awalnya ditentukan oleh pemeriksaan

klinis, namun, untuk anak dengan pemantauan invasif di tempat dan demonstrasi

rendah keadaan curah jantung persisten rendah dengan resistensi pembuluh darah

sistemik yang tinggi dan tekanan darah normal meskipun resusitasi cairan dan

dukungan inotropik, terapi vasodilator dapat memperbaiki shock.Tipe III inhibitor

phosphodiesterase (amrinon, milrinone, enoximone) dan levosimendan kalsium

sensitizer dapat membantu karena mereka mengatasi desensitisasi reseptor.

Vasodilator penting lainnya termasuk nitrosovasodilators, prostasiklin, dan

fenoldopam. Dalam dua uji acak terkontrol, pentoxifylline mengurangi mortalitas

akibat sepsis berat pada bayi baru lahir (510, 560-569).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 102

Page 103: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

 

E. Extracorporeal Membrane Oxygenation

1. Kami menyarankan ECMO pada anak dengan refraktori syok septik atau

dengan kegagalan pernafasan refraktori yang berhubungan dengan sepsis

(tingkat 2C).

Dasar. ECMO dapat digunakan untuk mendukung anak-anak dan

neonatus dengan syok septik atau kegagalan pernapasan terkait sepsis (570, 571).

Kelangsungan hidup pasien sepsis didukung dengan ECMO adalah 73% untuk

bayi dan 39% untuk anak-anak, dan tertinggi pada mereka yang menerima ECMO

venovenous (572). Empat puluh satu persen anak-anak dengan diagnosis sepsis

membutuhkan ECMO untuk kegagalan pernafasan bertahan hidup di rumah sakit.

(573). ECMO Venoarterial berguna pada anak dengan syok septik refrakter (574),

dengan satu pusat pelaporan 74% kelangsungan hidup terhadap rumah sakit

menggunakan kanulasi sentral melalui sternotomy (575).ECMO telah berhasil

digunakan pada pasien anak sakit kritis H1N1 dengan gagal napas refrakter (576,

577).

F. Kortikosteroid

1. Kami menyarankan terapi hidrokortison secara tepat pada anak dengan

refakter cairan, shock katekolamin resistant dan dicurigai atau terbukti

mutlak (klasik) insufisiensi adrenal (kelas 1A).

Dasar. Sekitar 25% dari anak-anak dengan syok septik memiliki

insufisiensi adrenal absolut. Pasien yang beresiko untuk insufisiensi adrenal

absolut termasuk anak-anak dengan syok septik parah dan purpura, mereka yang

sebelumnya telah menerima terapi steroid untuk penyakit kronis, dan anak-anak

dengan hipofisis atau kelainan adrenal. Perawatan awal adalah hidrokortison infus

diberikan dengan dosis stres (50 mg/m2/24 jam), namun, infus sampai dengan 50

mg / kg / hari mungkin diperlukan untuk membalikkan syok dalam jangka

pendek. Kematian dari insufisiensi adrenal absolut dan syok septik terjadi dalam 8

Baca Buku dr. Rohmat A Page 103

Page 104: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

jam presentasi. Mendapatkan kadar kortisol serum pada waktu hidrokortison

empiris adalah diberikan dapat membantu (578-583).

G. Protein C dan Activated Protein Concentrate

Lihat bagian, Sejarah Rekomendasi Mengenai Penggunaan rekombinan

Activated Protein C.

H. Terapi Produk Darah dan Plasma

1. Kami menyarankan target hemoglobin yang sama pada anak-anak seperti

pada orang dewasa. Selama resusitasi saturasi oksigen vena cava

superior rendah(<70%), kadar hemoglobin 10 g / dL merupakan target.

Setelah stabilisasi dan pemulihan dari shock dan hipoksemia, maka target

yang lebih rendah> 7,0 g / dL dapat dianggap wajar (tingkat 1B).

Dasar. Hemoglobin yang optimal untuk anak sakit kritis dengan sepsis

berat tidak diketahui. Sebuah percobaan multicenter baru-baru ini melaporkan

tidak ada perbedaan angka kematian pada anak-anak yang sakit kritis

hemodinamik stabil dikelola dengan ambang transfusi 7 g/dL dibandingkan

dengan mereka dikelola dengan ambang batas transfusi 9,5 g/dL, namun, sub

kelompok sepsis berat mengalami peningkatan nosokomial sepsis dan bukti yang

jelas tidak memiliki kesetaraan dalam hasil dengan strategi restriktif (584, 585).

Transfusi darah dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia untuk anemia berat,

kadar hemoglobin <5 g / dL, dan asidosis. Sebuah uji acak terkontrol terapi

diarahkan pada tujuan awal untuk anak syok septik menggunakan hemoglobin

ambang 10 g / dL untuk pasien dengan saturasi Svco 2 kurang dari 70% pada 72

jam pertama dari pediatrik ICU menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup

pada kelompok intervensi multimodal ( 511).

2. Kami menyarankan target transfusi trombosit yang sama pada anak-anak

seperti pada orang dewasa (kelas 2C).

3. Kami menyarankan penggunaan terapi plasma pada anak-anak untuk

memperbaiki gangguan trombotik purpura sepsis yang diinduksi,

termasuk progresif disseminated intravascular coagulation,

Baca Buku dr. Rohmat A Page 104

Page 105: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

microangiopathy trombotik sekunder, dan thrombocytopenic purpura

trombotik (kelas 2C).

Dasar. Kami memberikan plasma untuk memperbaiki microangiopathies

trombotik pada anak dengan gagal organ multiple trombositopenia terkait dan

purpura progresif karena plasma beku segar mengandung protein C, antitrombin

III, dan protein antikoagulan lainnya. Resusitasi cepat shock paling membaikpada

disseminated intravascular coagulation, namun, purpura berlangsung pada

beberapa anak sebagian karena konsumsi kritis protein antitrombotik (misalnya,

protein C, antitrombin III, ADAMTS 13). Plasma diresapi dengan tujuan

mengoreksi protrombin yang memanjang / parsial tromboplasyin time dan

purpura .Volume besar plasma memerlukan penggunaan bersama diuretik, terapi

penggantian ginjal terus menerus, atau pertukaran plasma untuk mencegah

kelebihan cairan lebih dari 10% (586-611).

I. Ventilasi Mekanik

1. Kami sarankan menyediakan strategi pelindung paru selama ventilasi

mekanik (tingkat 2C).

Dasar. Beberapa pasien dengan ARDS akan memerlukan peningkatan

PEEP untuk mencapai kapasitas residual fungsional dan mempertahankan

oksigenasi, dan tekanan puncak di atas 30 sampai 35 cm H2O untuk mencapai

volume tidal yang efektif dari 6 sampai 8 mL / kg dengan removal CO2 yang

memadai. Pada pasien ini, dokter biasanya transisi dari ventilasi kontrol tekanan

konvensional untuk melepaskan tekanan ventilasi (ventilasi pelepasan tekanan

udara) atau frekuensi tinggi osilasi ventilasi. Mode ini mempertahankan

oksigenasi dengan tekanan udara rata-rata yang lebih tinggi menggunakan

"membuka" strategi ventilasi paru-paru. Agar efektif, mode ini dapat memerlukan

rata-rata saluran udara tekanan 5 cm H2O lebih tinggi daripada yang digunakan

dengan ventilasi konvensional. Hal ini dapat mengurangi aliran balik vena yang

menyebabkan kebutuhan yang lebih besar untuk resusitasi cairan dan kebutuhan

vasopressor (612-616).

Baca Buku dr. Rohmat A Page 105

Page 106: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

J. Sedasi / Analgesia / Toksisitas Obat

1. Kami merekomendasikan penggunaan sedasi dengan tujuan sedasi pada

pasien dengan sakit kritis ventilasi mekanik dengan sepsis (kelas 1D).

Dasar. Meskipun tidak ada data pendukung obat-obatan atau rejimen

tertentu, propofol tidak boleh digunakan untuk sedasi jangka panjang pada anak-

anak muda dari 3 tahun karena dilaporkan berhubungan dengan asidosis

metabolik fatal. Penggunaan etomidate dan / atau dexmedetomidine selama syok

septik harus dianggap hati-hati, karena obat ini menghambat axis adrenal dan

sistem saraf simpatik, masing-masing, yang keduanya dibutuhkan untuk stabilitas

hemodinamik (617-620).

2. Kami merekomendasikan pemantauan laboratorium toksisitas obat

karena metabolisme obat berkurang selama sepsis berat, menempatkan

anak-anak berisiko lebih besar dari peristiwa terkait obat merugikan

(tingkat 1C).

Dasar. Anak-anak dengan sepsis berat telah mengurangi metabolisme

obat (621)

 

K. Kontrol Glikemik

1. Kami menyarankan kontrol hiperglikakemia menggunakan target yang

sama seperti pada orang dewasa (≤ 180 mg / dL).Infus glukosa harus

menemani terapi insulin pada bayi baru lahir dan anak-anak (tingkat 2C).

Dasar. Secara umum, bayi beresiko untuk terjadi hipoglikemia ketika

mereka bergantung pada cairan infus. Ini berarti bahwa asupan glukosa dari 4

sampai 6 mg / kg / menit atau pemeliharaan asupan cairan dengan dextrose 10%

normal saline yang mengandung larutan disarankan (6-8 mg / kg / menit pada bayi

baru lahir). Telah dilaporkan hubungan antara hiperglikemia dan peningkatan

risiko kematian dan lamanya tinggal di ICU.Sebuah studi ICU pediatrik

retrospektif melaporkan hubungan hiperglikemia, hipoglikemia, dan variabilitas

Baca Buku dr. Rohmat A Page 106

Page 107: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

glukosa dengan peningkatan lama tinggal dan angka kematian.Sebuah uji acak

terkontrol dari kontrol glikemik yang ketat dibandingkan dengan kontrol sedang

menggunakan insulin pada populasi ICU pediatrik ditemukan penurunan

mortalitas dengan peningkatan hipoglikemia.Terapi insulin hanya harus dilakukan

dengan pemantauan glukosa sering mengingat risiko hipoglikemia yang dapat

lebih besar pada bayi baru lahir dan anak-anak karena a) relatif kurangnya

penyimpanan glikogen dan massa otot untuk glukoneogenesis, dan b)

heterogenitas penduduk dengan beberapa eksresi tanpa insulin endogen dan lain-

lain menunjukkan tingkat insulin yang tinggi dan resistensi insulin (622-628).

 

L. Diuretik dan Terapi Pengganti Ginjal

1. Kami menyarankan penggunaan diuretik untuk membalikkan kelebihan

cairan saat syok telah teratasi dan jika tidak berhasil, maka hemofiltration

venovenous terus menerus atau dialisis intermiten untuk mencegah lebih

dari 10% total body weight fluid berlebihan (kelas 2C).

Dasar. Sebuah studi retrospektif anak-anak dengan meningococcemia

menunjukkan risiko kematian yang terkait ketika anak-anak menerima terlalu

sedikit atau terlalu banyak resusitasi cairan (549, 553). Sebuah studi retrospektif

terhadap 113 anak sakit kritis dengan beberapa organ sindrom disfungsi

melaporkan bahwa pasien dengan overload cairan kurang sebelum hemofiltration

venovenous terus menerus memiliki ketahanan hidup yang lebih baik (629-631),

 

M. Profilaksis TVD

1. Kami tidak membuat rekomendasi dinilai pada penggunaan profilaksis

TDV pada anak-anak prapubertas dengan sepsis berat.

Dasar. Kebanyakan TVD pada anak-anak berhubungan dengan kateter

vena sentral. Kateter terkait Heparin dapat menurunkan risiko kateter terkait TVD.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 107

Page 108: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Tidak ada data yang ada tentang kemanjuran UFH atau LMWH profilaksis untuk

mencegah kateter terkait TVD pada anak-anak di ICU (632, 633).

 

N. Profilaksis Stres Ulcer

1. Kami tidak membuat rekomendasi mengenai profilaksis stres ulcer.

Dasar. Penelitian telah menunjukkan bahwa klinis penting perdarahan GI

pada anak-anak terjadi pada tingkat yang sama dengan orang dewasa. profilaksis

Stress ulcer umumnya digunakan pada anak-anak dengan ventilasi mekanik,

biasanya dengan H2 blocker atau penghambat pompa proton, meskipun efeknya

tidak diketahui (634, 635).

 

O. Nutrisi

1. Nutrisi enteral harus digunakan pada anak-anak yang bisa mentolerir itu,

makan parenteral pada mereka yang tidak bisa (tingkat 2C).

Dasar. Dextrose 10% (selalu dengan larutan yang mengandung natrium

pada anak-anak) pada tingkat pemeliharaan menyediakan kebutuhan glukosa

untuk bayi dan anak-anak (636). Pasien dengan sepsis telah meningkatkan

kebutuhan glukosa yang dapat dipenuhi oleh rejimen ini. Pengukuran spesifik

kebutuhan kalori dianggap terbaik dicapai dengan menggunakan chart metabolik

karena mereka umumnya kurang pada anak dengan sakit kritis dibandingkan pada

anak yang sehat.

TABEL 9. REKOMENDASI: PERTIMBANGAN KHUSUS PADA

PEDIATRIK

A. Resusitasi awal

1. Untuk distress pernapasan dan hipoksemia mulai dengan face mask oxygen

atau jika diperlukan dan tersedia, aliran tinggi oksigen kanul nasal atau

nasofaring CPAP (NP CPAP). Untuk meningkatkan sirkulasi, akses

Baca Buku dr. Rohmat A Page 108

Page 109: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

intravena perifer atau akses intraosseus dapat digunakan untuk resusitasi

cairan dan infus inotrope ketika central line tidak tersedia. Jika ventilasi

mekanis diperlukan lalu terjadi ketidakstabilan kardiovaskular selama

intubasi sedikit kemungkinan terjadi setelah resusitasi kardiovaskular yang

sesuai (tingkat 2C).

2. poin akhir terapi awal resusitasi syok septik: refill kapiler ≤ 2 detik,

tekanan darah normal sesuai usia, denyut nadi normal dengan tidak ada

perbedaan antara denyut nadi perifer dan central, ekstremitas hangat,

urin> 1 mL · kg-1 · jamr-1 , dan status mental normal. Scvo2 saturasi ≥

70% dan indeks jantung antara 3,3 dan 6,0 L/min/m2 harus ditargetkan

kemudian (tingkat 2C).

3. Ikuti pedoman pengelolaan syok septik American College of Critical Care

Medicine-Pediatric Life Support (ACCM-analog PAL) (tingkat 1C).

4. Evaluasi untuk reverse pneumotoraks, tamponade perikardial, atau

keadaan darurat endokrin pada pasien dengan syok refrakter (kelas 1C).

B. Antibiotik dan kontrol sumber

1. Antibiotik empiris diberikan dalam waktu 1 jam dari identifikasinya sepsis

berat. Kultur darah harus diperoleh sebelum pemberian antibiotik bila

mungkin tapi tidak harus menunda pemberian antibiotik. Pilihan obat

empirik seharusnya diubah sebagai dikte epidemi dan ekologi endemik

(misalnya H1N1, MRSA, klorokuin resisten malaria, penicillin-resistant

pneumococci, tinggal di ICU baru-baru ini, neutropenia) (tingkat 1D).

2. Klindamisin dan anti-toksin terapi untuk toksik syok sindrom dengan

hipotensi refrakter (tingkat 2D).

3. kontrol sumber secara dini dan agresif (tingkat 1D).

4. kolitis Clostridium difficile harus diobati dengan antibiotik enteral jika

dapat ditoleransi.Vankomisin oral lebih disukai untuk penyakit berat

(tingkat 1A).

C. Resusitasi Cairan

1. Dalam dunia industri dengan akses terhadap inotropik dan ventilasi

mekanis, resusitasi awal syok hipovolemik dimulai dengan infus kristaloid

Baca Buku dr. Rohmat A Page 109

Page 110: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

isotonik atau albumin dengan bolus hingga 20 mL / kg kristaloid (atau

setara albumin) diatas 5-10 menit, dititrasi untuk memulihkan hipotensi ,

meningkatkan output urine, dan mencapai normal capillary refill, denyut

nadi perifer, dan tingkat kesadaran tanpa terjadi hepatomegali atau ronkhi.

Jika terdapat hepatomegali atau ronkhi maka support inotropik harus

dilakukan, bukan resusitasi cairan. Pada anak-anak non-hipotensi dengan

anemia hemolitik berat (krisis malaria berat atau sel sabit) transfusi darah

dianggap lebih unggul dari pada bolus kristaloid atau albumin (tingkat

2C).

D. Inotropik / Vasopressors / Vasodilator

1. Memulai dukungan inotropik perifer sampai akses vena sentral dapat

dicapai pada anak-anak yang tidak responsif terhadap resusitasi cairan

(tingkat 2C).

2. Pasien dengan curah jantung rendah dan keadaan resistensi pembuluh

darah sistemik yang meningkat dengan tekanan darah normal diberikan

terapi vasodilator selain inotropik (tingkat 2C).

E. Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)

1. Pertimbangkan ECMO untuk syok septik pediatrik refraktori dan gagal

nafas (tingkat 2C).

F. Kortikosteroid

1. Terapi hidrokortison tepat waktu pada anak dengan refraktori cairan, shock

resistant katekolamin dan dicurigai atau terbukti absolute (klasik)

insufisiensi adrenal (tingkat 1A).

G. Protein C dan Activated Protein Concentrate

Tidak ada rekomendasi, tidak lagi tersedia.

H. Terapi Produk Darah dan Plasma

1. Target hemoglobin pada anak-anak sama seperti pada dewasa. Selama

resusitasi vena kava superior saturasi oksigen syok rendah (<70%), kadar

hemoglobin 10 g / dL ditargetkan. Setelah stabilisasi dan pemulihan dari

shock dan hipoksemia kemudian target lebih rendah > 7.0 g / dL dapat

Baca Buku dr. Rohmat A Page 110

Page 111: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

dianggap wajar (tingkat 1B).

2. Target transfusi trombosit pada anak-anak sama seperti pada orang dewasa

(kelas 2C).

3. Gunakan terapi plasma pada anak-anak untuk memperbaiki sepsis

diinduksi thrombotic purpura disorder, termasuk progresif disseminated

intravascular coagulation, microangiopathy trombotik sekunder, dan

thrombotic thrombocytopenic purpura (tingkat 2C).

I. Ventilasi Mekanik.

1. strategi pelindung paru selama ventilasi mekanik (tingkat 2C)

J. Sedasi / Analgesia / Toksisitas Obat

1. Kami merekomendasikan penggunaan sedasi dengan tujuan sedasi pada

pasien dengan sakit kritis ventilasi mekanik dengan sepsis (kelas 1D).

2. Memantau laboratorium toksisitas obat karena metabolisme obat

berkurang selama sepsis berat, menempatkan anak-anak pada risiko lebih

besar dari peristiwa terkait obat yang merugikan (tingkat 1C).

K. Kontrol Glikemik

1. Pengendalian hiperglikemia menggunakan target yang sama seperti pada

orang dewasa ≤ 180 mg / dL. Infus glukosa harus disertai terapi insulin

pada bayi baru lahir dan anak-anak karena beberapa anak hiperglikemia

tidak membuat insulin sedangkan yang lain adalah resisten insulin (tingkat

2C).

L. Diuretik dan Renal Replacement Therapy

1. Gunakan diuretik untuk overload cairan ketika syok sudah teratasi, dan

jika tidak berhasil maka terus menerus hemofiltration venovenous

(CVVH) atau dialisis intermiten untuk mencegah overload total body fluid

> 10% (tingkat 2C).

M. Profilaksis Thrombosis Vena Dalam (TVD)

Tidak ada rekomendasi mengenai penggunaan profilaksis TVD pada anak-

anak prapubertas dengan sepsis berat.

N. Profilaksis Stress Ulcer (SU)

Baca Buku dr. Rohmat A Page 111

Page 112: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Tidak ada rekomendasi mengenai penggunaan SU profilaksis pada anak-anak

prapubertas dengan sepsis berat.

O. Nutrisi

1. Nutrisi enteral diberikan kepada anak-anak yang bisa diberi makan enteral,

dan parenteral pada mereka yang tidak bisa (tingkat 2C).

 

RINGKASAN DAN ARAHAN UNTUK MASA DEPAN

Meskipun kumpulan data ini adalah statis, pengobatan optimal sepsis berat dan

syok septik adalah proses yang dinamis dan berkembang. Bukti tambahan telah

muncul sejak publikasi pedoman tahun 2008 memungkinkan lebih banyak

kepastian yang kita buat untuk rekomendasi sepsis berat, namun penelitian klinis

lebih lanjut dalam program sepsis sangat penting untuk mengoptimalkan

rekomendasi kedokteran berbasis bukti ini. Intervensi intervensi baru akan

terbukti dan didirikan mungkin perlu modifikasi. Publikasi ini merupakan proses

yang berkelanjutan. The Surviving Sepsis Campaign dan anggota komite

konsensus berkomitmen untuk memperbarui pedoman secara teratur sebagai

intervensi baru yang diuji dan hasil yang dipublikasikan.

Baca Buku dr. Rohmat A Page 112

Page 113: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Baca Buku dr. Rohmat A Page 113

Pengenalan penurunan status mental dan perfusi.

Mulai dengan aliran oo2 tinggi. Pasang IV/IO akses.

Resusitasi awal: bolus isotonik salin 20cc/kg atau koloid ≥ 60 cc/kg hingga perfusi meningkat atau setidaknya terjadi hepatomegali atau ronkhi.

Koreksi hipoglikemi & hipokalemi, mulai antibiotik

Syok tidak membaik?

Syok refrakter cairan : mulai inotrope IV/IO.

Gunakan atropine /keramin IV/IO/IM

Akses sentral & jalan nafas bila diperlukan

Reverse cold shock dengan titrrasi dopamin sentral atau jika resisten titrasi epinerpne sentral

Reverse warm shock dengan titrasi noreepinerpine sentral

Syok tidak membaik?

Syok resisten katekolamin: mulai hidrokortison jika pada resiko untuk insufisiensi adrenal absolute

Monitor CVP pada PICU, normal MAP-CVP & ScvO2 > 70%

Cold shock dengan tekanan darah normal

Titrasi cairan & epinefrin ScvO2 > 70%, Hgb > 10 g/dl

Jika ScvO2 masih < 70 %] Tambahkan vasodilator dengan volume loading (nitrovasodilator, milrininone imrinone & lainnya ) sesuai levosimendann

Cold shock dengan tekanan darah rendah:

Titrasi cairan & epinefrin ScvO2 > 70%, Hgb > 10 g/dl

Jika ypotensi pertimbangkan noreepinerhine

Jika ScvO2 masih <705 pertimbangkan dobutamin, milrinone, enoximone atau levosimendan

Warm shock dengan tekanan darah rendah:

Titrasi cairan & norepinefrin ScvO2 > 70%

Jika masih hypotensi pertimbangkan vasopressin, terlipressin atau angiotensin

Jika ScvO2 masih <70% pertimbangkan dosis rendah epinephrine

Jika PIV kedua mulai inotripe

Rentang dosis: dopamine hingga 10 mcg/kg/menit. Epinephrine 0.05-0.03/mcg/kg/menit

Page 114: Dr. Rohmat - Sepsis Campaign 2012

Baca Buku dr. Rohmat A Page 114

Syok tidak membaik?

Syok resisten katekolamin persisten; rule out dsn koreksi efudi perikadial, peneumothorax & tekanan intraabdominal >12mm/Hg.

Pertimbangkan artery pulmonary, PICCO atau kateter FATD, &/atau Ultrasound Doppler untuk memandu cairan, inotrope, vasopressor, vasodilator dan terapi hormonal .

Goal C.I >3.3 & , 6.0L/min/m2.

Syok tidak membaik?

Syok refaktory : ECMO