Dokter dan Pasien Rumah Sakit
-
Upload
robertus-arian-datusanantyo -
Category
Health & Medicine
-
view
166 -
download
3
Transcript of Dokter dan Pasien Rumah Sakit
RAD Journal 2014:12:018
Dokter dan Pasien Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 1
Dokter dan Pasien Rumah Sakit
Ilustrasi: Seorang dokter jaga ruang rawat inap merasa gusar, karena keluarga pasien yang sekarat meminta banyak hal yang menurutnya tidak penting dan tidak masuk akal. Walaupun jengkel, dokter tersebut berupaya semaksimal mungkin memenuhi permintaan keluarga pasien tersebut. Dua hari setelah pasien meninggal, keluarganya membuat iklan satu halaman penuh di tiga koran lokal dan dengan rinci mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada rumah sakit yang disebut “sangat memahami” kebutuhan keluarga ketika pasien berada dalam pelayanan akhir hidup.
Pasien Sebagai Customer Sebelum Apple Computer menciptakan iPod, alat pemutar musik digital yang tampak praktis sekaligus keren tidak dikenal. Dengan strategi pemasaran tertentu, mereka menciptakan pasar sampai pada titik penting sehingga para customer menjadi alasan utama mereka untuk terus mengembangkan iPod. Orientasi pada keinginan untuk memberikan apa yang menjadi harapan customer adalah urusan terpenting di Apple Computer dan banyak perusahaan dunia lainnya. Kondisi ini sangat terbalik dengan kondisi di rumah sakit kita. Kebutuhan pasien tidak pernah menjadi urusan yang benar-‐benar paling penting. Walau mutu rumah sakit dan keselamatan pasien mulai menjadi isu yang mengemuka, namun tetap saja bukan kebutuhan pasien yang menjadi urusan terpenting rumah sakit, melainkan bagaimana menjalankan bisnis rumah sakit dengan aman. Harus diakui memang ada reduksi nilai pada hubungan dokter dan pasien dibanding pada jaman Hippocrates. Imbalan jasa medis yang dahulu merupakan ucapan terima kasih pasien kepada dokter saat ini oleh rumah sakit ditetapkan besarannya. Bahkan para dokter, terutama spesialis yang jarang dan para konsultan, menetapkan sendiri besaran tarif sesi konsultasi dengan pasien. Semestinya, hal ini justru membuat urusan kebutuhan pasien menjadi urusan yang lebih penting daripada ketika jaman Hippocrates karena alasan ekonomi. Namun, sekali lagi, ini juga tidak terjadi. Dalam ilmu manajemen modern dikenal istilah customer value mindset. Pola pikir ini mementingkan customer value dalam membangun bisnis rumah sakit. Sebelum mendalaminya, perlu dipahami bagaimana pasien adalah customer dalam perspektif manajemen rumah sakit. Para dokter sering mengatakan bahwa tabu menyebut pasien sebagai customer. Customer tidak dapat disebut pelanggan dalam bahasa Indonesia karena pelanggan dalam bahasa Indonesia berarti pembeli yang berulang datang kembali. Customer adalah siapa saja yang mempergunakan hasil kerja seseorang atau tim. Customer bukan berarti end-‐user. Seorang ibu yang berbelanja popok bayi membergunakan hasil kerja pembuat popok bayi. Namun tentu popok bayi ini tidak dipakainya sendiri, melainkan dipakai oleh bayinya yang masih sering mengompol. Para dokter yang berkarya di rumah sakit perlu memahami bahwa tujuan bisnis adalah menciptakan customer. Pada diri setiap customer terdapat potensi kebutuhan yang akan menjadi permintaan efektif setelah ada aksi pemasaran maupun inovasi dari pelaku bisnis. Di rumah sakit, kita boleh menggolongkan customer menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Customer internal adalah mereka yang berada pada proses berikutnya. Contoh: dokter spesialis yang menjadi dokter penanggung jawab pelayanan menerima pasien setelah diberikan terapi awal di IGD. Doker ini adalah customer internal dari IGD. Sementara itu, customer eksternal atau customer akhir adalah mereka yang berada di luar organisasi rumah sakit. Pasien adalah customer eksternal. Customer value adalah selisih antara manfaat dan pengorbanan customer yang ditentukan oleh kualitas hubungan antara customer dan pelaku bisnis. Dalam kegiatan sehari-‐hari di rumah sakit, manfaat yang diterima pasien dikurangi pengorbanan yang dilakukan pasien adalah customer value. Semakin baik hubungan antara dokter dan pasien, semakin tinggi customer value karena hubungan yang baik adalah pelipat ganda value. Oleh karena itu, penting bagi dokter di rumah sakit untuk dapat menciptakan hubungan yang berkualitas dengan pasien. Di bawah ini terdapat uraian mengenai hak pasien dan pelayanan berpusat pada pasien yang dapat membantu dokter dalam menciptakan hubungan yang berkualitas dengan pasien.
RAD Journal 2014:12:018
Dokter dan Pasien Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 2
Hak Pasien Undang-‐undang Rumah Sakit no. 44 tahun 2009 mengatur ada sejumlah hak pasien. Jumlah hak pasien yang diatur oleh undang-‐undang tersebut adalah 18. Sebagian adalah hak yang sudah dikenal sejak para dokter belajar ilmu kedokteran dasar, namun ada juga beberapa hak yang sangat baru. Hak pasien tersebut adalah:
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di sumah sakit; 2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien; 3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi; 4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional; 5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik
dan materi; 6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan; 7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit; 8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai
surat ijin praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar rumah sakit; 9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-‐data medisnya; 10. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
11. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis; 13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya; 14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit; 15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya; 16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya; 17. Menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan 18. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui
media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-‐undangan. Dua hak yang terakhir sampai saat ini masih menjadi perdebatan dan belum sepenuhnya bisa diterima oleh para dokter. Hak menggugat ini, walaupun dilayangkan untuk rumah sakit namun secara langsung akan mengenai pelayanan yang dilakukan oleh dokter mengingat inti pelayanan di rumah sakit adalah pelayanan dokter. Dalam hal ini, penting bagi dokter untuk menjalin komunikasi intensif dengan direktur atau direktur utama rumah sakit. Pasal 46 undang-‐undang yang sama mengatakan bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap kerugian yang timbul atas kelalaian tenaga kesehatan di rumah sakit. Direktur sebagai representasi rumah sakit sebagai badan hukum, adalah orang yang akan dimintai pertanggungjawaban dalam proses ini. Lalai atau tidak, dokter yang pasiennya mengajukan klaim kerugian akan terbawa dalam proses dan harus kooperatif dalam penyelesaiannya secara internal karena akan membawa konsekuensi pada kelangsungan hidup rumah sakit. Terlepas dari dua hak yang masih menjadi perdebatan tersebut, masih ada banyak hak lain yang perlu diperhatikan oleh dokter ketika melayani pasien. Beberapa hal memang harus dilakukan oleh personel rumah sakit yang lain seperti misalnya mendapatkan informasi tata tertib, informasi biaya, pendampingan spiritual sesuai agama yang dianutnya, dan lain-‐lain. Namun demikian, beberapa hak lain sangat erat berhubungan dengan pelayanan dokter, misalnya mendapatkan penjelasan dan informasi, mendapatkan privasi, mendapat jaminan kerahasiaan, dan mendapatkan informasi di mana bisa memperoleh second opinion.
RAD Journal 2014:12:018
Dokter dan Pasien Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 3
Tidak mudah untuk memenuhi hak-‐hak pasien tersebut. Hak pasien untuk tidak mendapatkan diskriminasi contohnya. Tidak mudah untuk memberikan pelayanan yang sama ramahnya, sama rapinya, sama senyumnya, pada pasien kelas tiga dengan jaminan pembayaran dari pemerintah dibandingkan pada pasien VIP yang membayar out of pocket. Sama dengan pelayanan yang diberikan kepada pasien etnis tertentu yang kepada mereka melekat stigma tertentu. Juga kepada pada para pasien yang dengan profesi atau latar belakang pendidikan tertentu yang sering bermasalah dengan para dokter. Dengan pengertian yang mendalam atas customer value di atas, pemenuhan hak pasien ini hanyalah panduan dasar (dan standar) dalam pelayanan pasien. Seiring dengan waktu, seluruh rumah sakit dan dokter di dalamnya akan membuat pelayananya kepada pasien memenuhi hak-‐hak ini. Tidak ada strategi selain berubah dan mulai mengenali hak pasien ini sebagai pelayanan yang standar. Untuk mengintegrasikannya, berikut ditawarkan pendekatan pelayanan berpusat pada pasien sebagai cara mudah untuk mewujudkannya. Pelayanan Berpusat pada Pasien Pelayanan kedokteran sedapat mungkin menyembuhkan penyakit bila mungkin, namun pelayanan kedokteran harus selalu mengurangi penderitaan. Sering kali, pasien dan keluarga merasa diabaikan oleh pelayanan rumah sakit terutama dalam proses pengambilan keputusan, mendapatkan informasi yang dibutuhkan, didengar, dan partisipasi pada sistem pelayanan yang melayani kebutuhan mereka. Abainya pelayanan kedokteran dan pelayanan rumah sakit dalam hal ini tidak pernah bisa mengurangi penderitaan. Kerap kita melihat di rumah sakit daerah maupun rumah sakit swasta, pasien berusia tua yang datang dari desa kesulitan mengurus administrasi. Rasanya sulit sekali mengakses pelayanan kedokteran karena syarat yang selalu saja kurang. Tidak ada yang membantu mereka. Penderitaan karena sakit yang diderita tidak dikurangi, justru ditambah dengan kerumitan urusan administrasi yang membuat pusing kepala. Mengacu kepada uraian pasien sebagai customer di atas, dikenal istilah pelayanan berpusat pada pasien atau patient-‐centered care. Pelayanan berpusat pada pasien memiliki enam dimensi, yaitu: 1) Menghormati nilai-‐nilai pasien, pilihan, dan kebutuhan yang disampaikan, 2) Koordinasi dan integrasi pelayanan, 3) Informasi, komunikasi, dan pendidikan, 4) Kenyamanan fisik, 5) Dukungan emosional, dan 6) Keterlibatan keluarga dan teman. Tujuan utama pelayanan berpusat pada pasien adalah untuk melakukan modifikasi pelayanan untuk memenuhi kebutuhan spesifik dan kondisi tiap individu. Dengan demikian, pelayanan dimodifikasi untuk merespon pasien dan bukan pasien yang harus menyesuaikan pada pelayanan. Pilihan, nilai, dan kebutuhan pasien juga berbeda antara satu pasien dengan yang lain. Beberapa orang sangat kawatir dengan prosedur-‐prosedur medis dan memerlukan penjelasan yang jauh lebih panjang dan kompleks. Beberapa orang lain bersedia menanggung risiko atas tindakan medis yang agresif namun membutuhkan pendampingan untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan misalnya. Perbedaan antar pasien dan antar kondisi ini perlu dipahami dan diintervensi dengan cara yang sesuai sesuai penghormatan terhadap nilai, pilihan, dan kebutuhan yang disampaikan. Kebutuhan yang berbeda-‐beda mempengaruhi perilaku sakit pasien. Di sinilah peran dokter di rumah sakit untuk mengintegrasikan data dan riwayat dari pemeriksaan sebelumnya (dan mungkin di tempat lain). Satu pasien mungkin menginginkan rumah sakit dan dokter merencanakan berbagai pemeriksaan penunjang, namun pasien lain dapat saja menginginkan pemeriksaan penunjang dilakukan dengan pilihan-‐pilihan yang paling sesuai dengan sumber daya mereka. Memastikan proses ini terkoordinasi dan terintegrasi merupakan tantangan bagi dokter di rumah sakit. Proses yang terkoordinasi tersebut perlu diimbangi dengan pemberian informasi yang lengkap. Sebagian besar pasien ingin mengetahui apa ada yang salah dengan diri mereka, apa diagnosisnya dan bagaimana mengatasinya. Prognosis yang biasa dibuat oleh dokter juga dapat menjadi senjang dengan kebutuhan pasien. Dokter cenderung menilai prognosis berdasarkan kemungkinan kehidupan, kemungkinan fungsional diri, dan kemungkinan kesembuhan. Namun, bagi pasien, informasi mengenai prognosis yang paling dinanti adalah bagaimana penyakit ini akan
RAD Journal 2014:12:018
Dokter dan Pasien Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 4
mempengaruhi cara mereka menjalani hidup (pekerjaan, olah raga, hobi, dll) dan apa saja pilihan yang tersedia untuk mengelola kemungkinan-‐kemungkinan ini. Dukungan, baik kenyamanan fisik maupun dukungan emosional perlu disediakan baik oleh dokter maupun profesi kesehatan yang lain. Pasien dengan sesak nafas di akhir hidup perlu dikelola agar tidak perlu terlalu menderita dengan sesak nafasnya tersebut. Dukungan emosional maupun spiritual perlu terus diberikan diimbangi dengan kenyamanan fisik tersebut. Akhirnya, penting juga bagi dokter bahwa dukungan kenyamanan fisik dan dukungan emosional tersebut paling baik disediakan oleh keluarga maupun teman pasien. Untuk masyarakat Indonesia yang biasa hidup dalam keluarga besar, kehadiran anggota keluarga yang lain dapat sangat membantu secara emosional. Smentrara di kota-‐kota besar yang makin individualistis, peran teman sekerja atau sehobi dapat dipertimbangkan. Sampai saat ini, hanya keluarga yang mendapat akses untuk memberikan dukungan emosional bagi pasien yang sakit. Perlu dipertimbangkan untuk melibatkan teman, pekerja sosial, maupun pendamping rohani yang selama ini bekerja sama dalam pengelolaan pasien untuk diperlakukan sebagai keluarga pasien. Mengintegrasikan Customer Value di Rumah Sakit Uraian mengenai pelayanan berpusat pada pasien, hak pasien, dan customer value di atas merangsang pertanyaan, “bagaimana customer value dapt diwujudkan oleh dokter yang bekerja di rumah sakit?” Untuk hal ini, Mulyadi dalam bukunya: Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen (SPPM) mengatakan bahwa kunci penerapan paradigma customer value ada tiga, yaitu integritas, kerendahan hati, dan kesediaan untuk melayani. Ketiganya disebut sebagai nilai dasar. Ketiga nilai dasar ini perlu ditambah dengan keyakinan dasar. Bagi dokter yang berkarya di rumah sakit, keyakinan dasar tersebut perlu dimodifikasi menjadi: 1) bisnis rumah sakit merupakan mata rantai penghubung pemasok dan pasien; 2) pasien merupakan tujuan karya dokter di rumah sakit, dan 3) sukses adalah penilaian terhadap suara pasien. Suara pasien yang dimaksud sering kali diukur dengan kepuasan pasien atau pengalaman pasien. Dokter yang berintegritas mampu melakukan apa yang dikatakan menjadi realitas, baik apa itu menguntungkan baginya maupun sebaliknya. Pasien akan memilih untuk berinteraksi dan percaya pada dokter yang benar-‐benar berintegritas dan berupaya keras mewujudkan apa yang dikatakannya. Tentu dalam hal ini dokter tidak dibenarkan mengatakan janji atas kesembuhan. Sebaik-‐baiknya janji adalah janji untuk memberikan usaha yang terbaik dalam kerja sama mengupayakan kesembuhan atau solusi atas masalah pasien. Setiap dokter pasti mampu menerima kondisi hubungan dengan pasien apabila sesuai dengan harapannya. Kesulitan mulai timbul apabila kondisi hubungan dengan pasien yang dilayaninya mulai berjalan tidak sesuai harapan. Kondisi mental untuk menerima seseorang, sesuatu, atau suatu kondisi apa adanya disebut dengan kerendahan hati. Sikap mental ini penting karena dengan kerendahan hati, dokter dapat mengakui bahwa suara customer adalah yang penting dan benar. Kerendahan hati juga yang dapat mendorong dokter untuk selalu bersedia melayani orang lain. Dengan kerendahan hati dan kesediaan melayani, pasien akan selalu merasa dipedulikan oleh rumah sakit dan oleh dokter sehingga fokus rumah sakit terhadap customer value dapat terwujud. Penutup Paradigma pasien sebagai customer memang belum terlalu populer dan bisa dibilang kontroversial. Paradigma bahwa nilai yang didapat pasien dari pengalamannya di rumah sakit perlu terus disampaikan agar para dokter yang bekerja di rumah sakit dapat mengimplementasikannya lewat konsep pelayanan berpusat pada pasien dan juga pemahaman integratif atas hak pasien. Penulis Artikel ini dipersiapkan dan ditulis oleh dr. Robertus Arian Datusanantyo. Tulisan ini merupakan tulisan ketiga dari seri Dokter dan Manajemen Rumah Sakit yang sedang ditulis sebagai pertanggungjawaban keilmuan.
RAD Journal 2014:12:018
Dokter dan Pasien Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 5
Daftar Bacaan ________, 2009. Undang-‐Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Committee on Quality of Health Care in America, Institute of Medicine., 2001. Crossing the Quality
Chasm : A New Health System for the 21st Century. Washington DC: National Academy Press. Mulyadi., 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendali Manajemen: Sistem Pelipatganda Kinerja
Perusahaan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.