Doc1 Edit Referat
-
Upload
nayda-fitrina -
Category
Documents
-
view
101 -
download
10
description
Transcript of Doc1 Edit Referat
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Pendahuluan
Kami membahas tentang Ulkus di sini untuk memenuhi tugas kami sebagai Dokter
Muda pada bagian Kepaniteraan Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin di RS.Tk.II
Dr.Soepraoen Malang dan untuk menambah wawasan kami mengenai definisi, etiologi,
epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosa banding dan penatalaksanaan.
Dalam Tinjaun Pustaka ini kami akan membahas tentang Ulkus yang dibagi menjadi
dua kelompok yaitu Ulkus pada Kulit dan Ulkus pada Kelamin. Kami akan membahas setiap
Ulkus yang ada secara lebih rinci dalam Tinjauan Pustaka yang kami buat ini.
I.2 Rumusan Masalah
Yang akan dibahas dalam Tinjauan Pustaka ini meliputi definisi, etiologi
epidemiologi, patofisiologi, menifestasi klinis, diagnosa banding dan penatalaksanaan dari
setiap Ulkus yang ada pada kulit dan kelamin.
I.3 Tujuan
Tujuan penulisan Tinjauan Pustaka ini adalah sebagai syarat dalam melaksanakan
Kepaniteraan Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin di RS.Tk.II Dr.Soepraoen & Malang.
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Ulkus ( Ulcer ) atau yang sering dijumpai di sekitar kita dengan sebutan borok,
memilki beberapa pengertian dari beberapa ahli, yaitu :
Ulkus adalah kerusakan dimana epidermis dan papilar dermis telah hilang
(Fitzpatrick’s).1
Ulkus adalah kerusakan lokal atau ekskavasi, permukaan organ atau jaringan yang
ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan.( Hartanto.H).2
Ulkus adalah ekskavasi yang berbentuk lingkaran maupun ireguler akibat dari
hilangnya epidermi dan sebagian atau seluruh dermis. (James WD, Timothy GB & Dirk
ME).3
Ulkus adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. (Prof. Dr.dr. Adhi
Djuanda ).4
Ulkus adalah kerusakan kulit (Epidermis & dermis) yang memiliki dasar, dinding,
tepi & isi. Misal Ulkus tropikum, Ulkus durum (Prof. Dr. R.S Siregar Sp. KK(K)).5
II.2 Patofisiologi
Komposisi jaringan lunak bervariasi pada satu anggota tubuh dengan anggota tubuh
lainnya sehingga pada aktivitas normal dapat melakukan adaptasi pada tekanan yang beragam
tanpa terjadi kerusakan. Kolagen dan elastin merupakan dua komponen yang memperkuat
jaringan lunak. Secara fisiologis, jaringan mengalami tekanan yang berlebihan maka akan
memicu sel saraf untuk mengirimkan impuls ke otak. Tekanan yang berlebihan akan diartikan
sebagai nyeri sehingga tubuh akan berespon untuk mengistirahatkan daerah tersebut.6
Respon lokal yang terjadi di jaringan tersebut berupa pelepasan fibrin, neutrofil,
platelet, dan plasma beserta peningkatan aliran darah yang menyebabkan edema. Edema
ternyata dapat menekan pembuluh kapiler yang menyuplai nutrisi sehingga jaringan dapat
mengalami kematian. Kematian jaringan ini justru akan semakin meningkatkan pelepasan
2
mediator inflamasi. Kulit memberikan tekanan internal untuk mengeluarkan akumulasi sel-sel
debris dan radang tersebut. 6
II.2.1 Proses Penyembuhan Ulkus
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Fase aktif ( ± 1 minggu)
Leukosit secara aktif akan memutus kematian jaringan, khususnya monosit akan
memutus pembentukan kolagen dan protein lainnya. Proses ini berlangsung hingga
mencapai jaringan yang masih bagus. Penyebaran proses ini ke dalam jaringan
menyebabkan ulkus menjadi semakin dalam. Undermined edge dianggap sebagai tanda
khas Ulkus yang masih aktif. 8
Di samping itu juga, terdapat transudat yang creamy, kotor, dengan aroma
tersendiri. Kemudian ikut pula debris dalam cairan tersebut, maka disebut eksudat.
Pada fase aktif, eksudat bersifat steril. Selanjutnya, sel dan partikel plasma berikatan
membentuk necrotix coagulum yang jika mengeras dinamakan eschar. 8
2. Fase proliferasi
Fase ini ditandai dengan adanya granulasi dan reepitelisasi. Jaringan granulasi
merupakan kumpulan vaskular (nutrisi untuk makrofag dan fibroblast) dan saluran
getah bening (mencegah edema dan sebagai drainase) yang membentuk matriks
granulasi yang turut menjadi lini pertahanan terhadap infeksi. Jaringan granulasi terus
diproduksi sampai kavitas Ulkus terisi kembali. Pada fase ini tampak epitelisasi di
mana terbentuk tepi luka yang semakin landai. 8
3. Fase maturasi atau remodelling
Saat inilah jaringan ikat (skar) mulai terbentuk. 7
II.2.2 Menilai Luas Ulkus
3
Gambar 2.1 Tahap Penyembuhan Ulkus
a. Fase aktif b. Fase prolifersi c. Fase maturasi atau remodelling
(a) (b) (c)
Di samping itu, tiga hal yang perlu dinilai untuk menentukan intervensi yang
akan diberikan pada Ulkus tersebut adalah tepi Ulkus, dasar Ulkus dan jenis discharge.
Berikut Interpretasi dari ketiganya :
II.3 Klasifikasi Ulkus7
Ulkus sering menyerang ekstremitas bawah maupun ekstremitas atas karena beberapa
sebab seperti infeksi, gangguan pembuluh darah, kelainan saraf dan keganasan.3
Yang dibahas di dalam Tinjauan Pustaka ini adalah segolongan Ulkus pada kulit dan
kelamin. Ulkus pada kulit biasanya merupakan golongan Ulkus yang menyerang ekstremitas
bawah maupun ekstremitas atas, karena beberapa sebab, antara lain infeksi, gangguan
pembuluh darah, kelainan saraf dan keganasan. Yang termasuk golongan ini adalah
kelompok Ulkus Kruris, Ulkus Piogenik dan Ulkus Dekubitus. Sedangkan pada kelamin
terdapat Ulkus Mole dan Ulkus Durum.
4
II.3.1 Ulkus Kruris
Ulkus terbuka disertai hilangnya epidermis dan sebagian atau seluruh dermis
pada ekstremitas bawah maupun ekstremitas atas yang disebabkan oleh infeksi,
gangguan pembuluh darah atau keganasan.
Ulkus kruris dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu ulkus neurotrofik, ulkus
venosum, ulkus arteriosum dan ulkus tropikum.3 Di Amerika Serikat, hampir 2,5 juta
orang menderita ulkus kruris. Di negara tropis, insiden ulkus kruris didominasi oleh
ulkus neurotropik dan ulkus varikosum.4
II.3.1.1. Ulkus Neurotrofik
Ulkus Neurotofik adalah ulkus kronik anestetik pada kulit karena
neuropati saraf sensorik di daerah tekanan dan trauma ekstremitas. Ulkus
neurotropik timbul pada stadium lanjut dari beberapa penyakit sistemik kronik.
Frekuensi terbanyak terjadi pada ekstremitas bawah, terutama pada telapak
kaki karena daerah ini sering mengalami tekanan dan trauma.
Etiologi ulkus neurotropik adalah Penyakit sistemik yang sering
menyebabkan ulkus. Yang paling banyak dijumpai adalah Ulkus pada
Diabetes Mellitus dan Ulkus pada Kusta.
II.3.1.1.1. Ulkus Diabetikum
II.3.1.1.1.1. Definisi
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit
karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada
penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi
infeksi.
II.3.1.1.1.2. Etiologi
Penyebab dari ulkus diabetikum adalah adanya infeksi bakteri
aerob maupun anaerob pada permukaan ulkus.
II.3.1.1.1.3. Epidemiologi
Karena penyebab Ulkus ini adalah penyakit yang mendasarinya
yaitu Diabetes Mellitus maka semakin banyak pula dijumpai pada
5
keseharian kita. Hal ini dikarenakan semakin banyak penderita
Diabetes Melittus yang dijumpai.
II.3.1.1.1.4. Patofisiologi
Ekstremitas yang mengalami ulserasi tampak tidak normal
akibat perubahan – perubahan atrofik yang kronik. Hal ini sesuai
dengan perjalanan penyakit yang mendasarinya yaitu Diabettes
Melittus.
1I.3.1.1.1.5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu sering kesemutan, nyeri
kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang. Kerusakan Jaringan
(nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis
pedis/tibialis/poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal
serta kulit kering. 9,10
II.3.1.1.1.6. Diagnosa Banding
Osteomielitis
Ulkus karena iskemia vaskuler
Ulkus dari tuberkulosis kutis
II.3.1.1.1.7. Penatalaksanaan
Pengendalian Diabetes Mellitus
Langkah awal penanganan pasien ulkus diabetik adalah dengan
melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik
karena kebanyakan pasien dengan ulkus diabetik juga menderita mal nutrisi,
penyakit ginjal kronis dan infeksi kronis. 9,10
Diabettes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes salah satunya
adalah terjadinya ulkus diabetik. Jika keadaan gula darah selalu dapat
dikendalikan dengan baik diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi
dapat dicegah paling tidak dihambat. 9,10
Mengelola Diabettes Mellitus, langkah yang harus dilakukan adalah
pengelolaan non farmakologis diantaranya perencanaan makanan dan kegiatan
6
jasmani, baru bila langkah tersebut belum tercapai dilanjutkan dengan langkah
berikutnya yaitu dengan pemberian obat atau disebut pengelolaan
farmakologis. 9,10
Penanganan Ulkus diabetikum
a. Strategi pencegahan
Fokus pada penanganan ulkus diabetik adalah pencegahan terjadinya luka.
Strategi yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawtan kulit,
kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada
penderita dengan resiko rendah boleh menggunakan sepatu hanya saja sepatu
yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak. Perawatan kuku yang
dianjurkan pada penderita Resiko tinggi adalah kuku harus dipotong secara
tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak jaringan
sekitar. 9,10
b. Penanganan Ulkus Diabetik
Penangan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan, yaitu:
Tingkat 0 : Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien
tentang bahaya dari ulkus dan cara pencegahan.
Tingkat I : Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang
infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
Tingkat II : Memerlukan debrimen antibiotik yang sesuai dengan hasil
kultur, perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti.
TingkatIII: Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral
yang sesuai dengan kultur.
Tingkat IV : Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi
sebagaian atau seluruh kaki. 9,10
II.3.1.1.2. Ulkus pada Kusta
II.3.1.1.2.1. Definisi
Ulkus pada penderita kusta adalah ulkus plantar. Bagian kaki
yang paling sering dijumpai ulkus adalah telapak kaki khususnya
7
telapak kaki bagian depan (ball of the foot), di mana sekitar 70-90%
ulkus berada di sini. Pada lokasi ini, ulkus lebih sering ditemukan
pada bagian medial dibanding dengan bagian lateral, sekitar 30-50%
berada di sekitar ibu jari, di bawah falang proksimal ibu jari dan
kepala metatarsal.7,11
II.3.1.1.2.2. Etiologi
Tiga penyebab terjadinya ulkus :
1. Berjalan pada kaki yang insensitif serta paralisis otot-otot kecil
2. Infeksi yang timbul akibat trauma pada kaki yang insensitif
3. Infeksi yang timbul pada deep fissure telapak kaki yang
insensitif dan kering atau terdapatnya corn atau kalus pada telapak
kaki
Penyebab pertama menimbulkan sekitar 85% ulkus
plantar sedangkan penyebab ke 2 & 3 menimbulkan ulkus pada
sekitar 15% ulkus plantar.
II.3.1.1.2.3. Epidemiologi
Bila sekali terkena ulkus plantar ini maka proses
penyembuhan tidaklah mudah, cenderung untuk kambuh dan
potensial merusak kaki secara progresif.
II.3.1.1.2.4. Patofisiologi
Tiga tahap terjadinya ulkus plantar sejati :
a. Tahap ulkus mengancam dimana hanya terjadi peradangan
pada tempat yang menerima tekanan
b. tahap ulkus tersembunyi dimana terjadi proses kerusakan
jaringan, timbul bula nekrosis, tetapi kerusakan ini tertutupi oleh kulit
yang masih intak.
c. tahap ulkus yang nyata, dimana kerusakan terekspos dunia luar.
II.3.1.1.2.5. Manifestasi Klinis
Tahap ulkus mengancam ditandai dengan timbulnya edema
yang dapat dikenali dengan meningkatnya gap antara 2 jari, telapak
kaki yang lunak dan hangat pada daerah yang rusak ( contohnya dasar
8
dari falang proksimal ) dan kemungkinan timbul bengkak pada
dorsum yang berhubungan. Tahap ulkus tersembunyi dapat dikenali
dengan timbulnya bula nekrosis, dan pada tahap ketiga radang
menjadi jelas.11
Pada 2 jenis ulkus plantar yang lain, kulit terbuka akibat luka
atau fisura kemudian timbul infeksi pada jaringan yang lebih dalam
dan terdapat fokus peradangan supuratif yang berkembang menjadi
ulkus. Tanpa melihat asalnya, selanjutnya ulkus memiliki sifat yang
sama yaitu sulit untuk sembuh, mudah kambuh dan merusak jaringan
lunak dan skeleton kaki secara progresif. Ulkus plantar akibat trauma
dan fisura dapat dicegah dengan melindungi telapak kaki dari luka dan
perawatan diri yang teratur. 7,11
II.3.1.1.2.6. Diagnosa Banding
• Dermatofitosis
• Tinea versikolor
• Pitiriasis rosea
• Pitiriasis alba
• Dermatitis seboroika
• Psoriasis
II.3.1.1.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ditujukan pada penyakit yang mendasari terjadinya
ulkus, yaitu penyakit Kusta. Kemudian penatalaksanaan terhadap Ulkusnya
sendiri.
Penatalaksanaan terhadap ulkusnya meliputi terapi sistemik dan
topikal, yaitu :
1. Terapi Sistemik
-. Antibiotika secara rasional : tepat etiologi, tepat dosis, dan tepat
pilihan obat sehingga efektif dan tidak resistensi.
-. Pentoksifilin 2-3 kali 400mg per hari sebagai anti agregasi
eritrosit.
9
-.Triklopidin HCl 100-250 mg per hari sebagai anti agregasi
trobosit.
-. Pemberian triple vitamin secukupnya : beta karoten, vitamin C
dan vitamin E.
2. Terapi Topikal
-. Jangan diberi kompres, tetapi diberikan pasta topikal
chlorampenicol 2% ke dalam ulkus 3 hari sekali.
-. Tingtura albotyl.
II.3.1.2. Ulkus Varikosum
II.3.1.2.1. Definisi
Ulkus Varikosum adalah ruptur yang terjadi pada stadium lanjut dari
varises kruris karena terdapat hambatan yang berlangsung lama terhadap
aliran balik darah vena dari tungkai ke arah jantung. Dengan kata lain terdapat
venostasis terhadap aliran balik darah vena.
Venostasis dapat menyebabkan terjadinya venektasia permanen pada
vena dan disebut varises atau vena varikosis. Dari sudut patofisiologi – klinik
varises kruris dibagi menjadi varises kruris primer dan varises kruris sekunder.
Varises kruris primer terjadi karena adanya cacat katup atau destruksi
katup vena intraluminer pada veba – vena superfisial dan vena – vena
komunikantens ( vena profunda ).
Varises kruris sekunder dapat terjadi karena adanya gangguan terhadap
vena profunda, berupa trombus penyempitan vena, tumor yang menekan vena,
gangguan hormonal ( pada kehamilan ), gangguan mekanis ortostatik
( kebiasaan berdiri lam ). Hal ini mengakibatkan venostasis pada vena kruris
perifer yang terkait.
II.3.1.2.2. Etiologi
Penyebab gangguan aliran darah balik pada tungkai bawah secara
garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu, berasal dari pembuluh darah seperti
trombosis atau kelainan katup vena dan yang berasal dari luar pembuluh darah
seperti bendungan di daerah proksimal tungkai bawah oleh karena tumor di
abdomen, kehamilan atau pekerjaan yang dilakukan dengan banyak berdiri(3).
10
Bila terjadi bendungan di daerah proksimal atau terjadi kerusakan
katup vena tungkai bawah maka tekanan vena akan meningkat. Akibat
keadaan ini akan timbul edema yang dimulai dari sekitar pergelangan kaki.
Tekanan kapiler juga akan meningkat dan sel darah merah keluar ke jaringan
sehingga timbul perdarahan di kulit, yang semula terlihat sebagai bintik-bintik
merah lambat laun berubah menjadi hitam(6). Vena superfisialis melebar dan
memanjang berkelok-kelok seperti cacing (varises). Keadaan ini akan lebih
jelas terlihat ketika pasien berdiri. Bila hal ini berlangsung lama, jaringan yang
semula sembab akan digantikan jaringan fibrotik, sehingga kulit teraba kaku
atau mengeras. Hal ini akan mengakibatkan jaringan mengalami gangguan
suplai darah karena iskemik, lambat laun terjadi nekrosis(7).
II.3.1.2.3. Epidemiologi
Di negara barat, kurang lebih 0,5 % penduduk menderita Ulkus Kruris
dan 90 % berupa Ulkus Varikosis. Di negara tropik insidens Ulkus Kruris 2%
dari populasi dan didominasi oleh Ulkus Varikosis dan Ulkus Neurotropik.
Wanita lebih banyak terserang Ulkus Varikosis daripada pria., dengan
perbandingan 2 : 1, dengan usia rata – rata di atas 37 tahun. Predisposisi
lainnya adalah faktor obesitas dan ortostatik. Hal ini telah dikemukakan
masing – masing oleh Chauliac pada abad ke-14 dan Ali Ibnu pada abad ke-
10. Sebuah survei terhadap hubungan antara varises dengan berat badan
adalah sebagai berikut :
o BB < 49 kg terdapat varises 17,1 %
o BB >70 kg terdapat varises 41,9%
Trauma dan operasi pelvis sering menimbulkan trombosis pada
vena – vena sebelah dalam. Insiden Ulkus Varikosus terbanyak
terjadi di daerah medial pada 1/3 bagian bawah dari tungkai. Kaki
kiri terkena agak lebih frekuen daripada kaki kanan.
II.3.1.2.4. Patofisiologi
11
Biasanya Ulkus Varikosus berjalan kronik hingga berbulan – bulan,
bahkan bertahun – tahun. Bila tidak diobati Ulkus menjadi lebar dan oleh
karena faktor X pada setiap radang kronik, keganasan mungkin saja dapat
terjadi, misalnya karsinoma epidermoid. Menurut penelitian Tenopyr dan
Silverman ( 1932 ) 4% kasus Ulkus Varikosus mengalami keganasan. Ulkus
Varikosus merupakan stadium IV dari keseluruhan stadium varises.
Stadium I : Terdapat varises kapilaris dan varises retikularis yang
terbatas dengan keluhan subyektif : tungkai berat, bengkak, tegang, nyeri,
kejang betis.
Stadium II : Terdapat varises yang nyata, bukan sekedar venectasia
temporer dari vena – vena superfisial ( vena safena dan cabang – cabangnya ).
Dikatakan varises bila telah ada venektasia permanen yang pang, berkelok –
kelok atau sebagai pembesaran vena setempat berbentuk kumparan ( spindle
form. Bila kedua hal ini tidak ada, maka dapat dikatakan sebagai venektasi
biasa.
Stadium III : Varises dengan dermatitis stasis dan kelainan trofik
( atrofi dan distrofi ).
Stadium IV : Ulkus varikosis atau CVI (Chronic Venous
Insufficiency).
Bila Ulkus Varikosis menjadi amat kronik, Ulkus dikelilingi oleh
jaringan ikat yang atrofik ( jaringan callus ). Ini disebut Ulkus Varikosis
Kolusum atau Ulkus Kalosum.
II.3.1.2.5. Manifestasi Klinis
Tanda yang khas dari ekstrimitas dengan insufisiensi vena menahun
adalah edema. Penderita sering mengeluh bengkak pada kaki yang semakin
meningkat saat berdiri dan diam, dan akan berkurang bila dilakukan elevasi
tungkai(8). Keluhan lain adalah kaki terasa pegal, gatal, rasa terbakar, tidak
nyeri dan berdenyut. Biasanya terdapat riwayat trombosis vena, trauma operasi
dan multiparitas. Juga adanya riwayat obesitas dan gagal jantung kongestif.
Ulkus biasanya memilki tepi yang tidak teratur, ukurannya bervariasai, dan
dapat menjadi luas. Di dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan
fibrosa. Dapat juga terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya tampak
merah kecoklatan akibat hemosiderin. Kelainan kulit ini dapat mengalami
12
perubahan menjadi lesi eksema (dermatitis statis)(9). Kulit sekitar luka
mengalami indurasi, mengkilat, dan fibrotik(1).
Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi
cenderung timbul di sekitar maleolus medialis. Dapat juga meluas sampai
tungkai atas. Sering terjadi varises pada tungkai bawah. Ulkus yang telah
berlangsung bertahun-tahun dapat terjadi perubahan pinggir ulkus tumbuh
menimbul, dan berbenjol-benjol. Dalam hal ini perlu dipikirkan kemungkinan
ulkus tersebut telah mengalami pertumbuhan ganas. Perubahan keganasan
pada ulkus tungkai biasanya sangat jarang(1,3).
Kelainan kulit berupa; ulkus dikelilingi oleh eritema dan
hiperpigmentasi. Ulkus soliter tetapi dapat pula multipel. Bentuk ulkus bulat
atau oval, kadang-kadang berbentuk tidak teratur. Tepi luka lunak dan
meninggi oleh karena radang akut dan dasar kotor. Pada umumnya ulkus tidak
terasa nyeri, kecuali bila disertai selulitis atau infeksi sekunder lainnya(3).
Pada pemeriksaan fisik, penderita pada sosisi berdiri biasanya
mengeluh tungkai bawah terasa kemeng agak berat, tampak varises pada
tungkai bawah, kadang tampa “Angoid atas spider Vurst” pada paha.
Gambar : Ulkus Varikosum
II.3.1.2.6. Diagnosa Banding
o Selulitis rekuren
o Osteomielitis
o Ulkus Traumatik
o Guma lues
o Mikosis Profunda
o Neoplasma
13
II.3.1.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaa terhadap Ulkus Varikosis perlu ditujukkan pada
dua hal, yaitu penatalaksanaan terhadap Ulkus dan penatalaksanaan
terhadap varises. Pengobatan Ulkus Varikosis saja tanpa
memperhatikan terapi varises akan gagal. Apabila terapi untuk Ulkus
Varikosis telah berhasil, secara kontinyu harus dilakukan tindakan
terapi untuk varises.
1. Penatalaksanaan Umum
Tinggikan letak tungkai saat berbaring untuk mengurangi
hambatan aliran vena, sementara untuk varises yang terletak di
proksimal dari ulkus diberi bebat elastin agar dapat membantu kerja
otot tungkai bawah memompa darah ke jantung.
Konsul pasien ke Bagian Penyakit Dalam untuk mengobati
penyebab ( varises ).
2. Penatalaksanaan Khusus untuk Ulkus Varikosis(3,8)
a. Pengobatan Sistemik
-. Pemberian Antibiotik sistemik terhadap infeksi sekunder.
-.Untuk Iskemia dan Angiopati perifer diberikan pentoksifilin 2 – 3
x 400 mg per hari sebagai anti agregasi eritrosit.
-. Pemberian tripel vitamin secukupnya : Beta Karoten, Vitamin C,
dan Vitamin E.
b. Pengobatan Topikal
o Pembersihan luka dari kotoran dan debris ( Ulcer Slough ) :
merendam dalam air hangat untuk merangsang vaskularisasi dan
epitelisasi. Setelah itu dikompres dengan larutan boor 3%, larutan
povidon 5 – 10 % atau larutan garam fisiologik 0,9 %.
o Bila Ulkus telah bersih, mulai mengering dan rata dengan kulit
disekitarnya, percepatan epitelisasi Ulkus dapat dilakukan dengan
pemulasan tingtura albotil pada tepi Ulkus setiap hari.
o Daerah sekitar Ulkus yang biasanya mengalami dermatitis stasis
diberi krim kortikosteroid. Kortikosteroid sistemik sebaiknya
14
jangan diberikan karena dapat menghambat penyembuhan
Ulkusnya sendiri.
o Krim topikal antibiotika neomisin sulfat 0,35 % yang dipadu
dengan obat pemacu epitelisasi seperti klostebol 0,5%, I-sisteina
0,2%, glisina 0,1%, d-I-treonina 0,1%, dapat diberikan pada
tahap akhir terapi pada saat ulkus telah tenang, rata, mengecil,
tanpa tanda – tanda dermatitis sekitar Ulkus.
II.3.1.3. Ulkus Arteriosum
Ulkus arteriosum adalah ulkus yang terjadi akibat gangguan
peredaran darah arteri(3). Dua penyakit yang sering meniimbulkan
Ulkus Arteriosum adalah penyakit Raynaud dan penyakit Buerger.
Ulkus Arteriosum yang berasal dari dua jenis penyakit tersebut
dengan sendirinya mempunyai aspek dan dasar penyakit yang berbeda,
sehingga keduanya akan dikemukakan secara terpisah.
II.3.1.3.1. Penyakit Raynaud
II.3.1.3.1.1 Definisi
Penyakit Raynaud adalah penyakit vasospastik paroksismal
rekuren pada arteri kecil dan arteriol. Penyakit ini terutama menyerang
ekstremitas atas dan bilateral dengan tiga perubahan patologi yang
kronologik, yakin mula – mula kulit memucat setempat ( pallor )
sebagai fase sianotik dan pada akhirnya timbul rubor ( blushing ) dan
parestesi sebagai fase vasodilatasi.
II.3.1.3.1.2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh labilitas abnormal sistem saraf
simpatis dengan faktor – faktor presipitasi, seperti rangsangan dingin
atau stresor berat. Perangsangan ini jelas tetapi mekanismenya tetap
merupakan misteri. Kesimpulan dari banyak penyelidikan tidak
memperlihatkan proses penyakit yang dicurigai.
II.3.1.3.1.3 Epidemiologi
15
Studi terakhir menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
prevalensi antara pria dan wanita, maupun ras putih dan ras hitam.
Belakangan juga ditemukan bahwa masih banyak penyakit –
penyakit lain yang memperlihatkan sindrom yang sama seperti
penyakit Raynaud, tetapi penyakit – penyakit tersebut mempunyai
sebab dasar yang jelas bdengan patologi yang berbeda, sehingga
akhirnya dinamakan fenomena Raynaud (dikemukakan oleh
Hutchinson, 1901 ).
Jadi, fenomena Raynaud dapat timbul sebagai sindrom klinik
primer dari penyakit Raynaud atau sindroma klinik sekunder dari
penyakit – penyakit bukan penyakit Raynaud seperti trauma
neurogenik, neurovaskuler, penyakit arteri oklusif, intoksikasi,
penyakit kolagen, kelainan hematologi dan keganasan.
II.3.1.3.1.4. Patofisiologi
Mekanisme jelas yang dapat membuktikan perjalanan penyakit
ini hingga saat ini masih belum ditemukan dengan jelas.
II.3.1.3.1.5. Manifestasi Klinis
Pucat ( pallor ), nyeri ( pain ), dan dinginnya ekstremitas karena
tidak ada denyut nadi ( pulselessness ) timbul pada masa dini.
Hilangnya fungsi saraf sensorik ( parestesi ) dan motorik ( paralisis )
terjadi pada stadium lanjut dan menunjukkan iskemia yang ireversibel.
Gejala klinis tersebut bersifat bilateral simetris.
Berat ringannya penyakit ini menurut vasokonstriksi / oklusi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Ringan
Atrofi kulit dan kuku jari tangan
Alopesia setempat dari punghgung tangan
Pulsasi ulnaris atau radialis normal
Sedang
Pulsasi arteri tak teraba, terjadi oklusi arteriol
16
Kulit memucat dan dinginm, timbul rasa nyeri dan parestesi
Ulserasi – ulserasi kronik, dapat sembuh sebagai punctate scars
Berat
Gangren dengan rasa nyeri yang hebat
II.3.1.3.1.6. Diagnosa Banding
Ulkus arteriosum pada fenomena Raynaud ( unilateral )
Ulkus arteriosum pada penyakit Buerger
Ulkus Neurotrofik
Ulkus Varikosis Kronik
II.3.1.3.1.7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
Usaha dan tindakan yang ditujukan terhadap penyakit
kausal yang mendasari, baik fenomena Raynaud maupun
penyakit Raynaud.
Menghindari rangsangan dingin dan stresor berat sebagai
pencetus yang dominan. Pakailah sarung tangan dan
berhenti merokok. Bila perlu, pindah ke daerah beriklim
panas.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Sistemik
Untuk vasospastik bila belum ada oklusi total pada stadium dini
dapat diberikan :
Obat simpatolitik : fenoksi-benzamin, tolazolin HCl,
metildopa.
Ca channel blocker : nifedipin, diltiazem, ( dapat
mengurangi durasi, frekuensi dan beratnya serangan )
Nitrogliserin topikal dan sublingual
Reserpin intrarteriil
Terapi Ozon
b. Tindakan Bedah
Simfatektomi ( Cerricodorsal symphathectomy )
dikatakan paling efektif pada kasus berat saat terapi lain
17
telah gagal. Simfatektomibaik terutama untuk spasme
oleh faktor neurologik.
Gangrektomi sampai dengan amputasi dilakukan sesuai
dengan indikasi.
II.3.1.3.2. Penyakit Burger
II.3.1.3.2.1 Definisi
Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah
penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran
kecil dan sedang.Terutama mengenai pembuluh darah perifer
ekstremitas inferior dan superior.Penyakit pembuluh darah arteri dan
vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-
alat dalam.
Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang
mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki.
Pembuluh darah mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang
dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran
darah ke jaringan.
II.3.1.3.2.2. Etiologi
Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor
familial serta tidak ada hubungannya dengan penyakit Diabetes
Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang
kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada usia
sekolah . Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada
penyakit ini.
Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu
hubungan yang erat dengan penggunaan tembakau tidak dapat
disangkal. Penggunaan maupun dampak dari tembakau berperan
penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut.
Hampir sama dengan penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis
Obliterans dapat memiliki sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab
mutasi gen secara langsung. Sebagian besar peneliti mencurigai bahwa
penyakit imun adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem imun.
18
II.3.1.3.2.3 Epidemiologi
Penyakit ini banyak menyerang pria dan hanya 5 – 10 %
menyerang wanita. Tetapi dengan kian banyaknya wanita yang perokok
berat maka prevalensi pada wanita meningkat. Usia termuda adalah 17
tahun, berkisar antara 20 – 40 tahun rata – rata, namun tak jarang mulai
timbul pada usia lebih tua yaitu 75 tahun.
Dari 936 kasus, De Bakey dan Cohen telah meneliti selama 10
tahun, ternyata 10% meninggal. Angka ini tiga kali lebih tinggi
daripada kematian penyakit kardiovaskuler pada usia yang sama.
II.3.1.3.2.4. Patofisiologi
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum
jelas, tetapi beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi
fenomena imunologi yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh
darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien dengan penyakit ini
memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak
tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitive pada
kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endothelial
antibody sel , dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh
darah perifer. Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan
HLA-B5 yang dipantau pada pasien ini, yang diduga secara genetic
memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior),
akan terjadi perubahan patologis : (a) otot menjadi atrofi atau
mengalami fibrosis, (b) tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul
gangren maka terjadi destruksi tulang yang berkembang menjadi
osteomielitis, (c) terjadi kontraktur dan atrofi, (d) kulit menjadi atrofi,
(e) fibrosis perineural dan perivaskular, (f) ulserasi dan gangren yang
dimulai dari ujung jari.
II.3.1.3.2.5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis Tromboangitis Obliterans terutama disebabkan
oleh iskemia. Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri yang
19
bermacam-macam tingkatnya. Pengelompokan Fontaine tidak dapat
digunakan disini karena nyeri terjadi justru waktu istirahat. Nyerinya
bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang
bila ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat
bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit
Raynaud. Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau
gangren, maka nyeri sangat hebat dan menetap.
Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat
berjalan) lengkung kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger.
Klaudikasi kaki merupakan cermin penyakit oklusi arteri distal yang
mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik
timbul progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga
jari tangan dan jari yang terkena bisa memperlihatkan tanda sianosis
atau rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan kuku dan
akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa
phalang distal yang bisa berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis
yang nyeri.
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan
bebal pada tungkai dan penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana
ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena
suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada
penyakit buerger (gambar 4). Sakit mungkin sangat terasa pada daerah
yang terkena.
Perubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik
lainnya kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat
ringan terutama di ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak
vasokonstriksi yang ditandai dengan campuran pucat-sianosis-
kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit
Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral. Pada perabaan,
kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atau
hilang merupakan tanda fisik yang penting.
Tromboflebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan
atau tahun sebelum tampaknya gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase
akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba
20
sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter sampai
sentimeter di bawah kulit. Kelainan ini sering muncul di beberapa
tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa
minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-benjol. Tanda ini
tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir
patognomonik untuk tromboangitis obliterans.
Gejala klinis Tromboangitis Obliterans sebenarnya cukup
beragam. Ulkus dan gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut dan
sering didahului dengan udem dan dicetuskan oleh trauma. Daerah
iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas
kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari
kemerahan sampai ke tanda selulitis.
Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah
berat. Penyakit berkembang secara intermitten, tahap demi tahap,
bertambah falang demi falang, jari demi jari.Datangnya serangan baru
dan jari mana yang bakal terserang tidak dapat diramalkan. Morbus
buerger ini mungkin mengenai satu kaki atau tangan, mungkin
keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali karena
tidurnya terganggu oleh nyeri iskemia.
II.3.1.3.2.6. Diagnosa Banding
Penyakit Buerger harus dibedakan dari penyakit oklusi arteri
kronik aterosklerotik.Keadaan terakhir ini jarang mengenai ekstremitas
atas. Penyakit oklusi aterosklerotik diabetes timbul dalam distribusi
yang sama seperti Tromboangitis Obliterans, tetapi neuropati penyerta
biasanya menghalangi perkembangan klaudikasi kaki.
II.3.1.3.2.7. Penatalaksanaan
Terapi medis penderita penyakit Buerger harus dimulai dengan
usaha intensif untuk meyakinkan pasien untuk berhenti merokok. Jika
pasien berhasil berhenti merokok, maka penyakit ini akan berhenti
pada bagian yang terkena sewaktu terapi diberikan. Sayangnya,
kebanyakan pasien tidak mampu berhenti merokok dan selalu ada
progresivitas penyakit.Untuk pembuluh darahnya dapat dilakukan
21
dilatasi (pelebaran) dengan obat vasodilator, misalnya Ronitol yang
diberikan seumur hidup.Perawatan luka lokal, meliputi mengompres
jari yang terkena dan menggunakan enzim proteolitik bisa
bermanfaat.Antibiotic diindikasikan untuk infeksi sekunder.
Terapi bedah untuk penderita buerger meliputi debridement
konservatif jaringan nekrotik atau gangrenosa , amputasi konservatif
dengan perlindungan panjang maksimum bagi jari atau ekstremitas, dan
kadang-kadang simpatektomi lumbalis bagi telapak tangan atau
simpatetomi jari walaupun kadang jarang bermanfat.
Revaskularisasi arteri pada pasien ini juga tidak mungkin
dilakukan sampai terjadi penyembuhan pada bagian yang
sakit.Keuntungan dari bedah langsung (bypass) pada arteri distal juga
msih menjadi hal yang kontroversial karena angka kegagalan
pencangkokan tinggi. Bagaimanapun juga, jika pasien memiliki
bebrapa iskemik pada pembuluh darah distal, bedah bypass dengan
pengunaan vena autolog sebaiknya dipertimbangkan.
Simpatektomi dapat dilakukan untuk menurunkan spasma arteri
pada pasien penyakit Buerger.Melalui simpatektomi dapat mengurangi
nyeri pada daerah tertentu dan penyembuhan luka ulkus pada pasien
penyakit buerger tersebut, tetapi untuk jangka waktu yang lama
keuntungannya belum dapat dipastikan.
Simpatektomi lumbal dilakukan dengan cara mengangkat paling
sedikit 3 buah ganglion simpatik, yaitu Th12, L1 dan L2. Dengan ini
efek vasokonstriksi akan dihilangkan dan pembuluh darah yang masih
elastis akan melebar sehingga kaki atau tangan dirasakan lebih hangat.
Terapi bedah terakhir untuk pasien penyakit Buerger (yaitu
pada pasien yang terus mengkonsumsi tembakau) adalah amputasi
tungkai tanpa penyembuhan ulcers, gangrene yang progresif, atau nyeri
yang terus-menerus serta simpatektomi dan penanganan lainnya gagal.
Hidarilah amputasi jika memungkinkan, tetapi, jika dibutuhkan,
lakukanlah operasi dengan cara menyelamatkan tungkai kaki sebanyak
mungkin.
Beberapa usaha berikut sangat penting untuk mencegah
komplikasi dari penyakit buerger:
22
- Gunakanlah alas kaki yang dapat melindungi untuk
menghindari trauma kaki dan panas atau juga luka karena kimia
lainnya.
- Lakukanlah perawatan lebih awal dan secara agresif pada lula-
luka ektremis untuk menghindari infeksi
- Menghindar dari lingkungan yang dingin
- Menghindari obat yang dapat memicu vasokontriksi
II.3.1.4. Ulkus Tropikum
II.3.1.4.1. Definisi
Ulkus tropikum adalah Ulkus yang cepat berkembang dan nyeri,
biasanya pada tungkai bawah, dan lebih sering ditemukan pada anak - anak
kurang gizi di daerah tropik3.
II.3.1.4.2. Etiologi
Penyebab pasti Ulkus Tropikum belum diketahui secara pasti. Ada tiga
faktor yang memegang peranan penting dalam menimbulkan penyakit ini,
yaitu trauma, higiene dan gizi serta infeksi oleh kuman Bacillus fusiformis
yang biasanya bersama - sama dengan Borrelia vincentii. Trauma merupakan
keadaan yang mendahului timbulnya Ulkus. Ada kemungkinan trauma tersebut
sangat kecil sehingga tidak memberi keluhan, namun sudah cukup untuk
tempat masuk kuman. Keadaan higiene dan gizi merupakan faktor yang sangat
penting karena mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang terhadap serangan
penyakit. Demikian pula halnya dengan Ulkus Tropikum akan lebih mudah
timbul pada penderita yang kekurangan gizi, misalnya pada keadaan malnutrisi
akibat kekurangan protein dan kalori3.
II.3.1.4.3. Epidemiologi
Banyak dijumpai di daerah tropis yang panas dan memiliki
kelembapan yang tinggi.
II.3.1.4.4. Patofisiologi
23
Biasanya dimulai dengan luka kecil, kemudian terbentuk papula yang
dengan cepat meluas menjadi vesikel. Vesikel kemudian pecah dan
terbentuklah ulkus kecil. Setelah ulkus diinfeksi oleh kuman, ulkus meluas ke
samping dan ke dalam dan memberi bentuk khas ulkus tropikum(5).
II.3.1.4.5. Manifestasi Klinis
Gambar 2.5 Ulkus Tropikum
Predileksi terutama di tungkai bawah. Dengan kelainan berupa Ulkus
solitar, numular, kadang-kadang ada lesi satelit akibat autoinokulasi. Pinggir
ulkus meninggi, dinding menggaung, dasar kotor, cekung berbenjol-benjol,
tepi teratur, sekret produktif berwarna kuning coklat kehijauan dan berbau.
Ulkus biasanya nyeri, namun tidak disertai gejala konstitusi. Pemeriksaan
sedian langsung dari sekret yang diambil dari dinding ulkus untuk mencari
Bacillus fusiformis dan Borrelia vincentii,kadang-kadang diperlukan untuk
memperkuat diagnosis(3).
II.3.1.4.6. Diagnosa Banding
Ulkus Varikosis
II.3.1.4.7. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa(3)
24
Perbaiki keadaan gizi dengan cara memberikan makanan yang
mengandung kalori dan protein tinggi, serta vitamin dan mineral.
2. Medikamentosa(3)
Penatalaksanaan khusus terdiri dari pengobatan sistemik dan topikal.
a. Pengobatan Sistemik
Penisillin intramuskular selama 7 sampai 10 hari, dosis sehari 600.000
unit sampai 1.200.000 unit. Tetrasiklin peroral dengan dosis 3x500 mg
sehari dapat juga dipakai sebagai pengganti penicillin.
b. Pengobatan Topikal
Salap salisilat 2%
Kompres KMnO4
II.3.2. Ulkus Piogenik
II.3.2.1. Definisi
Ulkus Piogenik atau sering disebut juga dengan sebutan Ulkus
Banal merupakan infeksi kulit yg menimbulkan ulkus tidak khas,
disebabkan oleh streptokok atau stafilokok.
II.3.2.2. Etiologi
Streptokok atau Stafilokok.
II.3.2.3. Epidemiologi
o Lebih sering pada anak - anak
o Jenis kelamin : frekuensi sama antara pria dan wanita
o Predisposisi: lebih sering pada daerah tropis.
o Musim/iklim : panas dan lembab
o Kebersihan atau higien: higien buruk dan gizi yang kurang
menimbulkan penyakit lebih berat
o Lingkungan : sanitasi lingkungan kurang baik
II.3.2.4. Patofisiologi
25
Gambaran perjalanan penyakitnya berawal dari timbul ulkus
dengan tanda - tanda radang di sekitarnya, kemudian secara lambat
mengalami nekrosis dan menyebar secara serpiginosa.
II.3.2.5. Manifestasi Klinis
Lokalisasi ulkus Piogenikum ( Ulkus Banal ) berada di daerah
ekstrimitas. Ulkus berukuran kecil, pinggir tidak meninggi serta
teratur, dinding tidak menggaung, dan di sekitar ulkus terdapat tanda -
tanda radang dan sekret serosa kekuningan.
II.3.2.6. Diagnosa Banding
Diagnosis bandingnya adalah Ulkus Tropikum dan Ulkus
karena penyebab lain seperti Antraks, Tuberkulosis atau Frambusia.
II.3.2.7. Penatalaksanaan
Umum: Debribemen Ulkus
Khusus:
Sistemik
o Penisislin 600.000 - 1.200.000 IU IM selama 5 – 7 hari
o Eritromicin 4 x 500 mg selama 7 hari.
Topikal:
o Salap Salicyl 2%
o Jika berat digunakan kompres PK 1/10.000 atau AgNO3
1-2%
II.3.3. Ulkus Dekubitus
II.3.3.1. Definisi
Dekubitus berasal dari bahasa latin “decumbere” yang artinya
berbaring. Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit,
Bedsores) adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran
darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol,
dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi
roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang.
26
95 % ulkus dekubitus terjadi pada tubuh bagian bawah, 65% di derah
pelvis dan 30% di tungkai.
II.3.3.2. Etiologi
Tekanan yang mengenai kulit, jaringan lunak, otot dan tulang
akibat berat badan seseorang seringkali melebihi tekanan pengisian
pembuluh kapiler, hampir 32mmHg. Pasien yang memiliki
sensistivitas, mobilitas dan mental normal, maka tekanan ini tidak
terjadi karena ada tekanan pada daerah tertentu mersang seseorang
untuk melakukan perubahan posisi.13
Daerah pada tubuh yang berpotensi ulkus dekubitus
II.3.3.3. Epidemiologi
Sering dijumpai pada pasien dimana kulitnya sering
mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian
atau benda keras lainnya dalam jangka panjang. 95 % ulkus dekubitus
terjadi pada tubuh bagian bawah, 65% di derah pelvis dan 30% di
tungkai.
II.3.3.4. Patofisiologi
Saat tekanan pada kulit di beberapa permukaan, seperti matras
atau kursi berlangsung terus-menerus kerusakan akan terjadi yang
dimulai dari kulit, lalu berkembang pada pembuluh darah, jarungan
27
subkutan, otot bahkan tulang. Ini disebut the top-to-bottom model of
pressure ulcer development.13
Terdapat pula hipotesis lain yaitu bottom-to-top model
hypothesizes dimana ulkus berkembang lebih dahulu pada daerah
terdekat dengan tulang yang tertekan, kemudian ke otot, lemak
subkutan dan pembuluh darah, sebelum akhirnya Nampak di
permukaan kulit. 13
II.3.3.5. Manifestasi Klinis
Predileksinya ialah daerah ekstremitas dan bokong, juga daerah
yang sering mendapat tekanan secara terus – menerus. Pada tempat
tersebut, ulkus berisi jaringan nekrotik dan di sekelilingnya terdapat
daerah yang eritematosa.
II.3.3.6. Diagnosa Banding
II.3.3.7. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah:
1. Mengurangi tekanan
a. Reposisi berkala, dengan mengubah posisi minimal setiap 2
jam,
b. Alas pengaman (protective padding)
c. Support surfaces
2. Perawatan ulkus (cleaning & dressing)
3. Mengatasi nyeri, infeksi dan undernutrition
Penggunaan analgesik jika diperlukan dan antibiotik topikal
yang sesuai (Silver Sulfa Diazine, triple antibiotic dan metronidazole).
Bacitracin (AK-tracin), polymyxin B dengan bacitracin (Polysporin),
dan kombinasi neomycin, bacitracin dan polymyxin B (Neosporin)
dapat digunakan untuk infeksi kulit.14
Dikatakan Undernutrition jika albumin < 3.5 mg/dL atau BB <
80% BB ideal. Maka perlu pemberian nutrisi yang cukup meliputi
pemberian protein 1.25 s.d. 1.5 g/kg/hari, suplementasi zink 50 mg
28
(dalam 3 dosis/hari) ataupun dengn pemberian vitamin C 1g/hari.
Disarankan untuk banyak minum air putih setiap kali dilakukan
reposisi.13
4. Terapi tambahan atau bedah
II.3.4. Ulkus Mole
II.3.4.1. Definisi
Ulkus Mole (Ulcus Molle) merupakan penyakit ulseratif akut, biasanya
terjadi di genitalia. Penyakit ini sering dihubungkan dengan adenitis ingunal
atau bubo yang disebabkan oleh infeksi Haemophilus ducreyi, basil gram
negatif yang juga bersifat anaerob fakultatif, yang membutuhkan hemin
(faktor X) untuk pertumbuhannya.
II.3.4.2. Etiologi
Chancroid atau Ulkus Mole disebabkan oleh H.ducreyi yang
merupakan basil gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik yang membutuhkan
hemin (faktor X) untuk pertumbuhannya. Basil ini juga dapat mereduksi nitrat
menjadi nitrit dan mengandung 0,38 mol DNA guanosin plus cytosine.
Organisme kecil ini, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan
memperlihatkan rantai streptobasilaris yang khas pada pewarnaan gram,
terutama pada kultur.
Haemophilus ducreyi dapat dibedakan dari beberapa strain
Haemophilus lainnya melalui beberapa faktor biokimia. Ciri khas genus ini
adalah mereduksi nitrat menjadi nitrit. Haemophilus ducreyi tidak
membutuhkan faktor Nikotinamide Adenin Dinucleotide (NAD, faktor V)
untuk mencerna hemin dan tidak menghasilkan H2S, katalase dan indole.
H.ducreyi juga membutuhkan zat besi (iron) yang didapat dari intraseluler
dengan cara menginvasi atau merusak sel tersebut.
II.3.4.3. Epidemiologi
Penyakit ini dapat dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah tropis
dan subtropis. Di Amerika Serikat, insidennya mengalami penurunan antara
tahun 1950-1978. Namun pada tahun 1985 dilaporkan insidennya bertambah
29
menjadi 2000 kasus dan menjadi 3418 kasus pada tahun 1986. pada tahun
1987 dan 1990 berturut turut dilaporkan 5035 dan 4200 kasus. Jumlah kasus
kemudian menurun sejak saat situ dan menjadi stabil, dimana dilaporkan ada
sekitar 733 kasus pada tahun 1994.
Ulkus Mole lebih banyak di diagnosis pada laki-laki dengan
perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan adalah antara 3:1 sampai
25:1 atau lebih tinggi. Laki-laki yang tidak di sirkumsisi memiliki resiko 2 kali
lebih tinggi daripada laki laki yang disirkumsisi.
Prevalensi Ulkus Mole tinggi pada kelompok sosial ekonomi
rendahm terutama pekerja seks, dan tampaknya pekerja seks menjadi reservoir
pada semua laporam epidemi penyakit ini. Diantara pekerja seks komersial
kelas bawah, prevalensi ulkus genital antara 5-35% dan H.ducreyi dapat
dikultur dari kira-kira 50% dari ulkus tersebut.
Baru - baru ini beberapa penelitian di Afrika memperlihatakan bahwa
Ulkus Chancroidal merupakan faktor resiko penting penyebaran HIV pada
heteroseksual. Jika Ulkus mole terjadi pada individu yang imunokompeten dan
mendapat terapi sesusai maka infeksinya dapat disembuhkan. Pada penderita
HIV (+), angka kesembuhan infeksi H.ducreyi dengan pengobatan antibiotika
standar menjadi lebih rendah dibandingkan populasi umum sehingga
direkomendasikan untuk memberi terapi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Pada kasus ulkus yang sangat berat sehingga terbentuk skar yang permanen,
maka diperlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lebih lama. Infeksi
yang bersifat diseminata tidak pernah terjadi meskipun pada penderita dengan
HIV/AIDS. Seperti halnya penyakit menular seksual lainnya, ulkus mole juga
paling banyak terjadi pada usia dewasa muda. Namun dapat juga terjadi pada
setiap usia.
II.3.4.4. Patofisiologi
Melekatnya mikroba yang patogen ini pada permukaan sel epitel
dianggap merupakan proses awal yang terpenting dari infeksi H.ducreyi
mampu menyebabkan hemaglutinasi sel-sel eritrosit manusia dan aktivitas ini
dihubungkan dengan permukaan bakteri yang beersifat hidrofobik tinggi. Sifat
30
ini dapat dirusak oleh terapi trypsin atau formaldehid, namun tidak akan
terpengaruh oleh D-mannose atau dengan pemanasan 60 derajat sampai 100
derajat.
Pili yang dimiliki oleh H.ducreyi mungkin memegang peran penting
pada proses adesi ini. Pili yang dapat terdeteksi dengan menggunakan
mikroskop elektron ini tampak sebagai bagian tubuh yang sangat halus, dan
berbeda dengan pili pada Neisseria gonorrhoeae. Pili ini terdiri atas pilin
monomer dengan berat molekul 2400 dalton.
H.ducreyi dapat berpenetrasi ke dalam epidermis melalui sel-sel epitel
yang rusak karena trauma atau abrasi. Ukuran inokulum yang mampu
menyebabkan infeksi adalah lebih besar dari 100.000. Ikatan H.ducreyi
kemudian dapat terjadi pada matriks protein ekstraseluler dari fibrinogen,
fibronektin, kolagen dan gelatin. Pada lesi tersebut organisme dapat dijumpai
baik di dalam makrofag maupun neutrofil. Bahkan juga dapat terlihat secara
berkelompok dalam jaringan interstitium.
Patogenesis terbentuknya ulkus tidak sepenuhnya dapat dimengerti.
Diperkirakan ada pengaruh produk toksik yang dihasilkan oleh H.ducreyi atau
karena mekanisme tidak langsung misalnya karena induksi inflamasi dari
bakteri itu sendiri. Data mengenai kemungkinan dihasilkannya enzim dari
jaringan ekstraseluler H.ducreyi yang berfungsi sebagai enzim degradasi masih
kontroversial.
II.3.4.5. Manifestasi Klinis
Masa inkubasinya adalah berkisar antara 4 sampai 7 hari dan jarang
yang kurang dari 3 hari atau lebih dari 10 hari. Biasanya tidak disertai gejala
prodromal. Berikut adalah perjalanan pembentukan Ulkus Mole:
1. Adanya papula lunak, dengan kulit yang eritema di sekelilingnya
2. Tidak ditemukan adanya vesikel pada tiap tingkat perjalanan penyakit
3. Dalam 24 sampai 48 jam, papula akan berubah menjadi pustula,
kemudian mengalami erosi dan ulserasi.
31
4. Pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus biasanya ditutupi
jaringan nekrotik dan eksudat yang berwarna abu-abu kekuningan di atas jaringan
granulasi yang mudah berdarah. Berbeda dengan sifilis, ulkus mole biasanya
lunak dan sering kali multipel.
5. Diameter ulkus berkisar antara 1 mm sampai dengan 2 cm.
6. Pada laki-laki keluhan yang ditemui biasanya berhubungan langsung
dengan ulkus atau abses di inguinal. Ulkus mole terasa nyeri. Pada wanita
keluhan tergantung pada lokasi ulkus. Keluhan tersebut dapat berupa nyeri pada
saat buang air, perdarahan perektal, dispareunia, atau keluarnya duh tubuh dari
vagina. Lokalisasi ulkus pada laki-laki adalah preputium, lipatan balanopreputial,
frenulum, glans penis dan sulkus koronarius. Sering tampak edema pada
preputium, meatus uretra dan batang penis. Chancre yang terdapat pada uretra
sering mengakibatkan uretritis purulenta tetapi jarang terjadi. Pada wanita
terutama pada vulva pada cammisura posterior (berbentuk ulkus longitudinal),
labia minora, vestibulum, labia mayora, dan daerah uretra.
Variasi bentuk klinis:
1. Giant Chancroid (ulkus raksasa) yaitu lesi soliter yang meluas ke perifer dan
tampak adanya ulserasi yang luas.
2. Ulkus serpiginosa yang besar yaitu lesi-lesi yang bergabung dan melebar karena
autoinokulasi. Dapat terjadi infeksi campuran pada kasus ini dan dapat mengenai
daerah inguinal, paha atau dinding abdomen.
3. Chancroid phagadenic, yaitu bentuk lain ulkus yang disebabkan oleh superinfeksi
dengan fusospirochetosis. Dapat terjadi destruksi jaringan yang cepat dan dalam
(ulkus mole gangrenosum)
4. Transient chancroid, berupa ulkus kecil yang membaik secara spontan dalam
beberapa hari. Keadaan ini dapat diikuti dengan limfadenitis regional yang akut
dalam 2-3 minggu kemudian.
5. Follicular chancroid, yaitu ulkus kecil multipel, yang timbul di sekitar folikel
rambut, sering kali di daerah mons pubis. Dapat terlihat beberapa ulkus folikuler.
6. Papular chancroid, terdiri atas papul-papul yang mengalami ulserasi
granulomatous. Dapat menyerupai donovanosis atau kondiloma lata (sifilis
stadium II).
32
II.3.4.6. Diagnosa Banding
1. Sifilis primer
2. Herpes genitalis
3. Lesi primer Limfogranuloma venereum
4. Granuloma inguinale
5. Ulkus traumatik yang disertai infeksi sekunder
II.3.4.7. Penatalaksanaan
Sistemik
H.ducreyi diketahui telah mengalami resistensi terhadap
sulfonamid, tetrasiklin, ampisilin, kloramfenikol dan kanamisin. Centre
of Disease Control (CDC) pada tahun 1998 merekomendasikan
pengobatan ulkus mole dengan :
Azitromisin 1 gr per oral, dosis tunggal
Seftriakson 250 mg IM, dosis tunggal
Siprofloksasin 2x500 mg/hari per oral, selama 3 hari
Eritromisin 4x500 mg sehari per oral, selama 7 hari
Trimetoprim 160 mg dan sulfametoksasol 800 mg 2xsehari selama 7
hari
Kombinasi amoksisilin 500 mg dan asam klavulanat 125 mg oral 3x
sehari selama 7 hari
Fleroksasin 200 mg dosis tunggal
Sefalotin 3 gr IV / hari, selama 7 hari
Topikal
Pengobatan topikal pada kasus ini terdiri atas pemberian antispetik seperti
povidon iodin. Limfadenitis tidak boleh diinsisi. Bila perlu diaspirasi untuk mencegah
ruptur spontan. Aspirasi menggunakan jarum besar dan ditusuk di bagian lateral sampai
menembus kulit normal. Pada penderita yang mengeluh ulkusnya sangat nyeri, dapat
diberi terapi topikal dengan kompres dingin untuk mengurangi peradangannya.
Penderita dianjurkan untuk istirahat, karena bila penderita tetap melakukan aktivitasnya
maka akan memudahkan terjadi adenopati. Penderita dengan phimosis sebaiknya
33
dilakukan sirkumsisi apabila semua lesi aktif telah sembuh, dan tampaknya bubo jarang
berkembang setelah sirkumsisi dilakukan.
Penatalaksanaan pasangan seksual
Seseorang yang memiliki kontak seksual dengan penderita ulkus mole dalam 10
hari sebelum muncul gejala ulserasi di kelamin penderita, maka sebaiknya diberi terapi,
meskipun gejala klinisnya belum muncul. Terbukti karier pembawa H.ducreyi dapat
terjadi pada penderita yang asimtomatis. Obat yang diberikan pada pasangan seksual ini
sama dengan yagn diberikan pada penderita baik jenis maupun dosis obatnya. Jika tidak
mungkin melakukan abstinensia seksual, maka penderita harus menggunakan kondom
saat berhubungan seksual selama lesi masih ada. Meskipun demikian, kondom yang
tidak dipakai dengan cara yang benar dalam artian lesi ulkus tidak tertutup kondom
secara sempurna, masih memungkinkan untuk terjadinya penularan penyakit.
II.3.5. Ulkus Durum
II.3.5.1. Definisi
Atau sifilis primer adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
Treponema pallidum. Sifilis biasanya menular melalui hubungan seksual atau
dari ibu kepada bayi, akan tetapi sifilis juga dapat menular tanpa hubungan
seksual pada daerah yang mempunyai kebersihan lingkungan yang buruk.
Treponema pallidum juga dapat menular melalui transfusi darah.1
Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat
diabaikan, karena merupakan penyakit berat. Hampir semua organ tubuh dapat
diserang, termasuk sistem kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil
yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga
menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyebabkan kelainan bawaan dan
kematian. Istilah untuk penyakit ini yaitu raja singa sangat tepat karena
keganasannya.2
II.3.5.2. Etiologi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan
penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa
34
manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam
kandungan.1,2,3
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales,
familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral
teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai
dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju
seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada
stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.2
Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak
dapat dibiakkan in vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu
Treponema pallidum sub species pallidum yang menyebabkan sifilis,
Treponema pallidum sub species pertenue yang menyebaban frambusia,
Treponema pallidum sub species endemicum yang menyebabkan bejel,
Treponema carateum menyebabkan pinta.3
Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir
(misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam,
bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke
seluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin selama
dalam kandungan dan menyebabkan cacat bawaan.4
II.3.5.3. Epidemiologi
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di
Eropa. Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang
dibawa oleh anak buah Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada
tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru
diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore disebabkan oleh sanggama dan
keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama.2
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996
berkisar antara 0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang
tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami
penderita yang terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang
jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.2
35
WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada tahun
1999, dimana lebih dari 90% terdapat di negara berkembang.1
II.3.5.4. Patofisiologi
Stadium dini
T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput len-
der, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi
dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel
plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil
berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel radang. Treponema
tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di
sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan
hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis
obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai S1.2
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening
regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran
hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya
akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai
SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah S1. S1 akan sembuh
perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang,
kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa
sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.2
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi
yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat
melahirkan bayi dengan sifilis kongenital.2
Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema
dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum
penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-
konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah
satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah S III berbentuk guma.
Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan T. pallidum, reaksinya
36
hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah
mengalami mass laten yang bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat
lain.2
II.3.5.5. Manifestasi Klinis
Sifilis primer (SI) / Ulkus Durum
Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre),
tetapi bisa juga terdapat tukak lebih dari satu.3,5 Tukak dapat terjadi dimana
saja di daerah genitalia eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya
berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi.
Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi
dari beberapa mm sampai dengan 1-2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi
meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan
berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan tersebut dinamakan
afek primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius,
sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di
ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.2 Pada pria selalu disertai
pembesaran kelenjar limfe inguinal medial unilateral/bilateral.3
Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar
getah bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut
kompleks primer. Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya
biasanya lentikular, tidak supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di
atasnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut.2
Gambar Lesi sifilis primer
37
Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh
minggu. Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer. Kuman
masuk ke jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transfuse darah atau
suntikan.2
II.3.5.6. Diagnosa Banding
Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit.
1. Herpes simpleks
Penyakit ini residif dapat disertai rasa gataV nyeri, lesi berupa vesikel di alas kulit
yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering
berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.2
2. Ulkus piogenik
Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak
kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis regional
disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan terdapat
leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.2
3. Skabies
Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna,
terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat predileksi,
misalnya lipat jari Langan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan menderita
penyakit yang sama.2
4. Balanitis
Pada balanitis, kelainan berupa erosi superficial pada glans penis disertai eritema,
tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi.2
5. Limfogranuloma venereum (L.G.V.)
Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus,
dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda
radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. L.G.V. disertai gejala
konstitusi: demam, malese, dan artralgia.2
6. Karsinoma sel skuamosa
Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan kulit
berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis, perlu
biopsi.
38
7. Penyakit Behcet
Ulkus superficial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula ulserasi
pada mulct dan lesi pada mata.2
8. Ulkus mole
Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari sate, disertai tanda-tanda radang akut,
terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus Ducreyi positif. Jika terjadi
limfadenitis regional juga disertai tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak.2
II.3.5.7. Penatalaksanaan
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan
selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini
mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah
proses lebih lanjut.2
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.2,3,5
1. Penilisin
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus
placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang
terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.2
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03
unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan dalam serum selama sepuluh
sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh sate hari untuk
neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah
lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang
biak.2
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:2
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi
bersifat kerja singkat.
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama
kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
a. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum dua
sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak
dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan suntikan.
39
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang
pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya
setiap minggu.2
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat dalam serum
dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hari
seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai
kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk neurosifilis karena sukar masuk ke dalam
darah di otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua. Karena
penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang
tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi. Demikian pula PAM memberi rasa
nyeri pada tempat suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam;
obat ini kini jarang digunakan.2
Reaksi Jarish-Herxheimer
Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi Jarish- Herxheimer.6 Sebab
yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan oleh
hipersensitivitas akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T. paffidum yang coati.
Dijumpai sebanyak 50-80% pada sifilis dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam
sampai due betas jam pada suntikan penisilin yang pertama.2
Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya hanya ringan
berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi, nyeri kepala,
artralgia, malese, berkeringat, dan kemerahan pada muka.8 Gejala lokal yakni afek
primer menjadi bengkak karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasa-
nya akan menghilang setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan penderita
pada S I.2
Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis
pada penderita dengan gums di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya
karena edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur
aneurisms atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh
terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.2
Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid, contohnya
dengan prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai
pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan
40
dua sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari
kemudian.2
2. Antibiotik Lain
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai pengo-
batan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.2
Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau
aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari
bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil,
efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin,
yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.2
Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau eritromisin yang diberikan
sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari, menunjukkan perbaikan.9
Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg sehari
selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v. selama 15
hari.2
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara yang sedang
berkembang untuk menggantikan penisilin.10 Dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis
tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk. Penyembuhannya
mencapai 84,4%.2
Pencegahan6,8
Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan
Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda
Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang
Gunakan kondom ketika berhubungan sexual
Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah berhubungan
sexual.8
BAB III
41
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan yang menjadi pokok bahasan dalam
tinjauan pustaka ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan tinjauan pustaka ini.
Kami berharap mendapatkan kritik dan saran yang membangun demi
sempurnanya tinjauan pustaka ini dan penulisan tinjauan pustaka di kesempatan
berikutnya. Semoga tinjauan pustaka ini berguna bagi kami.
DAFTAR PUSTAKA
42