Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia ( peningkatan kadar gula darah ) yang terus menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. 1 Jumlah penderita diabetes melitus menurut data WHO ( World Health Organization), Indonesia menempati urutan ke-4 didunia. Diabetes Melitus merupakan salah satu contoh penyakit degeneratif yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat berbagai kalangan dan bukan lagi menjadi konsumsi para dokter (Badawi,2009) 2 Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat Dm pada kelompok usia 45-54 tahun didaerah perkotaan menduduki renking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. 3 Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu faktor resiko tersering pada pasien tuberkulosis (TB) paru, saat ini , prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi pasien DM. Patofisiologi yang terjadi pada pasien DM turut mempengaruhi patogenesis terjadinya TB paru dimana pada pasien DM terjadi efek pada fungsi sel-sel imun. Frekuensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM. Frekuensi Dm pada pasien TB dilaporkan10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang non-diabetes. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al di Indonesia pada tahun 2001-2005, DM lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru dibandingkan dengan non-TB. 2 1.2 Tujuan 1

description

KASUS BARU

Transcript of Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

Page 1: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia ( peningkatan kadar gula darah ) yang terus menerus dan bervariasi, terutama setelah makan.1

Jumlah penderita diabetes melitus menurut data WHO ( World Health Organization), Indonesia menempati urutan ke-4 didunia. Diabetes Melitus merupakan salah satu contoh penyakit degeneratif yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat berbagai kalangan dan bukan lagi menjadi konsumsi para dokter (Badawi,2009)2

Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat Dm pada kelompok usia 45-54 tahun didaerah perkotaan menduduki renking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.3

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu faktor resiko tersering pada pasien tuberkulosis (TB) paru, saat ini , prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi pasien DM. Patofisiologi yang terjadi pada pasien DM turut mempengaruhi patogenesis terjadinya TB paru dimana pada pasien DM terjadi efek pada fungsi sel-sel imun. Frekuensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM. Frekuensi Dm pada pasien TB dilaporkan10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang non-diabetes. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al di Indonesia pada tahun 2001-2005, DM lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru dibandingkan dengan non-TB. 2

1.2 Tujuan

Tingginya insidensi terjadinya TB paru dengan peningkatan prevalensi pasien

Tuberkulosis paru di Indonesia, khususnya di RSUD kota Langsa mendorong kami untuk

mengangkat Tuberkulosis Paru sebagai tema laporan kasus.

1

Page 2: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Husman Said

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Perlak

Suku : Aceh

Tanggal Masuk : 28 februari 2014, pukul : 23.50 WIB

ANAMNESA

Keluhan utama : Lemas

Telaah :

Pasien datang ke RSUD Langsa dengan keluhan lemas sejak beberapa hari ini, dada terasa panas, perut mulas, pasien juga mengeluhkan kedua tangan dan kakinya kebas-kebas di ujung-ujung jari, pasien sering merasa lapar, dan pasien juga mengeluhkan sering terbangun saat tidur malam untuk buang air kecil, serta pasien juga mengatakan ia jadi sering haus, kemudian pasien juga mengeluhkan batuk yang tidak berdahak.

RPO : -

RPT : Diabetes melitus ± 2 tahun

Anemnesa Organ

Jantung : Tidak ada kelainan Tulang : Tidak ada kelainan

Sirkulasi : Tidak ada kelainan Otot : Tidak ada kelainan

Saluran Pernafasan : ada kelainan Darah : Tidak ada kelainan

2

Page 3: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

Ginjal dan Saluran kencing : Tidak ada kelainan Endokrin : Tidak ada kelainan

Saluran Cerna : Tidak ada kelainan Genitalia : Tidak ada kelainan

Hati dan Saluran Empedu : Tidak ada kelainan Pancaindra : Tidak ada kelainan

Sendi : Tidak ada kelainan Psikis : Tidak ada kelainan

Keadaan Umum

STATUS PRESENT KEADAAN PENYAKIT

Sensorium : Compos Mentis Anemia : (-) Edema : (-)

Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg Ikterus : (-) Eritema : (-)

Temperatur : 36,5 ˚c Sianosis : (-) Turgor : (-)

Pernafasan : 20 x/m Dispnoe : (+) Sikap Tidur paksa : (-)

Nadi : 80 x/m

KEADAAN GIZI

BB : 67 kg TB : 165 cm

RBW : ( 67/165-100 ) x 100 % = 103 % (Normal)

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala Leher

Inspeksi Inspeksi

Rambut : Tidak ada kelainan Struma : Tidak ada

Wajah : Tidak ada kelainan Kelenjar limfe :Tidak ada kelainan

Alis mata : Tidak ada kelainan Posisi trakea : medial

Bulu mata : Tidak ada kelainan Sakit/nyeri tekan : (-)

Mata : Tidak ada kelainan TVJ : Normal

Hidung : Tidak ada kelainan

Bibir : Tidak ada kelainan

Lidah :Tidak ada kelainan

3

Page 4: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

Thorax

Thorax depan Thorax belakang

Inspeksi Inspeksi

Bentuk : fusiformis Bentuk : fusiformis

Ketinggalan bernafas : (-) Ketinggalan bernafas : (-)

Venektasi : (-) Venektasi : (-)

Palpasi Palpasi

Paru depan Paru belakang

Nyeri tekan : (-) Nyeri tekan : (-)

Fremitus : kanan = kiri Fremitus : kanan = kiri

Jantung

Ictus cordis : Teraba pada ICS V line midclavicular sinistra 1 jari kelateral

Perkusi

ParuSuara paru : SonorRelatif : ICS V dextraAbsolut : ICS VI dextra

JantungBatas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistraBatas jantung kiri : ICS V medial linea midclavicularis sinistraBatas jantung kanan : linea parasternalis dextra

Auskultasi paru

Suara pernafasan : vesikuler (+) melemah

Suara tambahan : Ronkhi kering (+)

Auskultasi jantung

Suara katup

M1 ˃ M2 A2 ˃ A1 P2 ˃ P1 A2 > P2

4

Page 5: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

ABDOMEN GENETALIA

Inspeksi Inspeksi

Bengkak : (-) Luka : (-)

Venektasi : (-) Nanah : (-)

Palpasi

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Perkusi

Nyeri ketok : (-)

Auskultasi

Peristaltik Usus : (+)

EKSTREMITAS

Extremitas atas Extremitas bawah

Edema : (-) Edema : (-)

Merah : (-) Pucat : (-)

Gangguan fungsi motorik : (-) Gangguan Fungsi motorik : (+)

Rumple leed test: (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Hasil Pemeriksaan Hematologi dan Urin

Tanggal Pemeriksaan Hematologi

Hasil Normal

28-02-2014 KGD Sewaktu 516 mg% 110-170 mg%

28-02-2014 KGD Sewaktu 486 mg% 110-170 mg%

28-03-2014 Hb 12,6 g/dl 14-18g/dl

Ht 34,2% 40-48 %

Leukosit 11.900/mm3 5000-10.000/mm3

Trombosit 349.000/mm3 200.000-500.000/

5

Page 6: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

mm3

Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih

PH 6.5

Protein ( - )

Blurubin ( - )

Reduksi ( +++)

Urobilinogen ( - )

Leukosit 0-1 /LBP

Eritrosit 10-20 /LBP

Epitel sel 2-4 /LBP

Ca Oxalat (0-1)/LBP

Silinder (-)/LBP

DIAGNOSIS BANDING

- Diabetes Melitus type 2 + Tuberkulosis Paru- Diabetes Melitus type 2 + Peneumonia- Diabetes Melitus type 2 + PPOK-

DIAGNOSIS KLINIS : Diabetes Melitus type 2 + Tuberkulosis Paru

PENATALAKSANAAN

Nonfarmakologis :

- Latihan jasmani- Pengaturan diet- Penyuluhan

Farmakologis :

- IVFD RL 20 gtt/i- Injeksi Cefotaxime 1 gr/12 jam- Novorapid 10-10-8- Lansoprazole 30 mg 2x1- Paracetamol 500mg 3x1

Anjuran :

- Darah rutin- Urin rutin- RFT- Profil lipid- Foto thorax antero posterior/lateral- Sputum BTA

6

Page 7: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP

Tanggal S O A P

1-02-2014 - lemas (+)- riwayat DM (+) ± 2 tahun lalu

TD:110/70 mmHgHR : 78 x/mRR : 20 x/mT : 36,5 ˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

IVFD RL 20 gtt/iInjeksi Cefotaxime 1 gr/12 jamNovorapid 10-10-8Lansoprazole 30 mg 2x1Paracetamol 500mg 3x1

03-03-2014 - lemas (+)- BAK(+) sering-kedua kaki berdenyut

TD:110/60 mmHgHR : 72 x/mRR : 22 x/mT : 36,5 ˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/iInjeksi Cefotaxime 1 gr/12 jamParasetamol 500mg 3x1INH 300 mg 1x1Rifamfisin 450 mg 1x1Pirazinamid 50 mg 3x1Etambutol 250 mg1xIIGabapentin 300mg 1x1

04-03-2014 Sering BAKTidak bisa tidur

TD:110/70 mmHgHR : 72 x/mRR : 22 x/mT : 36,5 ˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/iInjeksi Cefotaxime 1 gr/12 jamParasetamol 500mg 3x1INH 300 mg 1x1Rifamfisin 450 mg 1x1Pirazinamid 50 mg 3x1Etambutol 250 mg1xIIGabapentin 300mg 1x1

05-03-2014 Pusing (+)Kebas ujung jariTangan dan kaki

TD:110/60 mmHgHR :80 x/mRR : 18 x/mT : 36,5 ˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/iInjeksi Cefotaxime 1 gr/12 jamParasetamol 500mg 3x1INH 300 mg 1x1Rifamfisin 450 mg 1x1Pirazinamid 50 mg 3x1Etambutol 250 mg1xIIGabapentin 300mg 1x1

06-03-2014 Lemas (+)Kebas-kebas ujung jari tangan dan kaki

TD:120/70 mmHgHR :80 x/mRR : 18 x/mT : 36,2 ˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/iInjeksi Cefotaxime 1 gr/12 jamParasetamol 500mg 3x1INH 300 mg 1x1Rifamfisin 450 mg 1x1Pirazinamid 50 mg 3x1Etambutol 250 mg1xIIGabapentin 300mg 1x1

7

Page 8: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

07-03-2014 BAK sering, malam hari 4 kali mengaggu tidurLemas (+)

TD:110/70 mmHgHR :80 x/mRR : 20 x/mT : 36,1 ˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/iInjeksi Cefotaxime 1 gr/12 jamParasetamol 500mg 3x1INH 300 mg 1x1Rifamfisin 450 mg 1x1Pirazinamid 50 mg 3x1Etambutol 250 mg1xIIGabapentin 300mg 1x1

08-03-2014 Pasien tidak mau dipasang infus

TD:100/70 mmHgHR :80 x/mRR : 18 x/mT : 36,3˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/iInjeksi Cefotaxime 1 gr/12 jamParasetamol 500mg 3x1INH 300 mg 1x1Rifamfisin 450 mg 1x1Pirazinamid 50 mg 3x1Etambutol 250 mg1xIIGabapentin 300mg 1x1

09-03-2014 TD:110/60 mmHgHR :80 x/mRR : 18 x/mT : 37 ˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/iInjeksi Cefotaxime 1 gr/12 jamParasetamol 500mg 3x1INH 300 mg 1x1Rifamfisin 450 mg 1x1Pirazinamid 50 mg 3x1Etambutol 250 mg1xIIGabapentin 300mg 1x1

10-03-2014 Sering buang air kecil

TD:110/70 mmHgHR :80 x/mRR : 18 x/mT : 36,5 ˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

Novorapid 14-14-12 INH 300 mg 1x1Rifamfisin 450 mg 1x1Pirazinamid 50 mg 3x1Etambutol 250 mg1xIIGabapentin 300mg 1x1

11-03-2014 Kebas-kebas pada kaki

TD:110/70 mmHgHR :80 x/mRR : 18 x/mT : 36,5 ˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

Novorapid 14-14-12 INH 300 mg 1x1Rifamfisin 450 mg 1x1Pirazinamid 50 mg 3x1Etambutol 250 mg1xIIGabapentin 300mg 1x1

12-03-2014 Kebas-kebas pada kaki

TD:110/70 mmHgHR :80 x/mRR : 18 x/mT : 36,5 ˚c

DM type 2 + TB paru+ Neuropati

Novorapid 14-14-12 INH 300 mg 1x1Rifamfisin 450 mg 1x1Pirazinamid 50 mg 3x1Etambutol 250 mg1xIIGabapentin 300mg 1x1

8

Page 9: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1. Diabetes Melitus

3.1.1 Definisi Diabetes Melilltus

WHO menyatakan Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang

disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai

karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dan

menurut American Diabetes Association (ADA) Diabetes mellitus merupakan penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya. ¹

3.1.2 Prevalensi Diabetes Melistus

WHO memperkirakan prevalensi global diabetes melistus tipe 2 akan meningkat dari

171 orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia

mendududki rangking ke-4 dunia dalam hal jumlah penderita setelah Cina, India, dan

Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mellistus tipe 2 mencapai 8,4

juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes Indonesia akan bejumlah

21,3 juta. Tetapi hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka

menderita diabetes dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.

Peningkatan insiden diabetes di Indonesia tentu diikuti dengan meningkatnya peningkatan

komplikasi kronis diabetes mellitus.mellitus maka kemungkinan anak-anaknya menderita

diabetes mellitus lebih besar. Virus hepatitis B yang menyerang hati dan merusak pankreas

sehingga sel beta yang memproduksi insulin menjadi rusak. Selain itu peradangan pada sel

beta dapat menyebabkan sel tidak dapat memproduksi insulin. ²

3.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus

American Diabetes Assosiation mengklasifikasikan diabetes mellitus menjadi : ²

1. Diabetes mellitus tipe 1

Dibagi dalam 2 subtipe yaitu autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan

sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti autoimun dan tidak diketahui sumbernya.

2. Diabetes mellitus tipe 2

Bervariasi mulai yang predominan resisten insulin disertai defisinsi insulin relatif

sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resisten insulin.

Diabetes mellitus Gestasional

9

Page 10: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

3.1.4 Faktor Resiko Diabetes Meliltus

Factor-faktor resiko terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2 menurut ADA,2007 dengan

modifikasi terdiri atas : ²

a. Faktor Resiko M ayor

a) Riwayat keluarga

b) Obesitas

c) Kurang aktifitas fisik

d) Ras/ Etnik

e) Hipertensi

f) Kolesterol dan HDL tidak terkontrol

g) Riwayat DM saat kehamilan

h) Sindrom poli kistik

b. Faktor Resiko Lainya

a) Factor nutrisi

b) Konsumsi alcohol

c) Stridor

d) Stres

e) Perokok

f) Jenis kelamin

g) Konsumsi kopi dan kafein

h) Paritas

3.1.5 Patofisiologi Diabetes Melitus

Menurut Brunner & Sudddart (2002) patofisiologi terjadinya penyakit diabetes

mellitus tergantung kepada tipe diabetes yaitu : ¹´ ²

1. Diabetes Tipe I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat

disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan

hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah

cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring

keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini

akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini

10

Page 11: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih

(poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

2. Diabetes Tipe II

Resistensi insulin menyebabkan kemampuan insulin menurunkan kadar gula darah

menjadi tumpul. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih banyak untuk

mengatasi kadar gula darah. Pada tahap awal ini, kemungkinan individu tersebut akan

mengalami gangguan toleransi glukosa, tetapi belum memenuhi kriteria sebagai

penyandang diabetes mellitus. Kondisi resistensi insulin akan berlanjut dan semakin

bertambah berat, sementara pankreas tidak mampu lagi terus menerus meningkatkan

kemampuan sekresi insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah. Peningkatan

produksi glukosa hati, penurunan pemakaian glukosa oleh otot dan lemak berperan

atas terjadinya hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah makan. Akhirnya sekresi

insulin oleh beta sel pankreas akan menurun dan kenaikan kadar gula darah semakin

bertambah berat.

3. Diabetes Gestasional

Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.

Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta.

Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes

gestasional akan kembali normal.

3.1.6 Gejala Klinis Diabetes Melistus

Gejala dan tanda-tanda DM dapat di golongkan menjadi gejala akut dan gejala

kronik.²

a. Gejala Akut Penyakit Diabetes Mellitus

Gejala penyakit diabetes dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan

mungkin tidak menunjukan apa pu sampai saat tertentu.

1. Pada permulaan gejala yang di tunjukkan meliputi serba banyak ( Poli)

1. Banyak Makan.

2. Banyak minum.

3. Banyak kencing.

b. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timubul gejal :

a. Banyak minum

b. Banyak kencing

c. Nafsu makan mulai berkurang/berat badan turun dengan cepat

d. Mudah lelah

11

Page 12: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan pendrita akan jatuh ke

koma yang disebut koma diabetik

3.1.7 Diagnosis Diabetes Melilltus

Diagnosis diabetes dipastikan bila terdapat keluhan khas diabetes ( poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya )

disertai dengan satu nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal ( glukosa darah sewaktu ≥

200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl ). Selain itu terdapat keluhan has yang tidak

lengkap atau terdapat keluhan tidak khas ( lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi

ereksi, pruritus vulvae) disertai dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal

( glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang diperiksa

pada hari yang berbeda. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. ¹´²

3.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Melilltus

Penatalaksanaa nya berupa :¹´²

1. Penyuluhan

2. Diet

3. Latihan Jasmani

Prinsip olah raga pada pasien diabetes sama saja dengan prinsip olah raga secara umum,

Yaitu memenuhi hal berikut ini (F.I.T.T) :

a. Frekuensi : Jumblah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan secara teratur.

b. Intensita : Ringan dan sedang yaitu 60% - 70 % MHR.

c. Time : 30- 60 menit.

d. Tipe ; olahraga endurance untuk meningkatkan kemempuan kardioexpirasi.

4. Farmakoterapi

12

Page 13: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

1. Komplikasi kronis diabetes mellitus

3.1.9 Komplikasi Diabetes Melitus1.2

3.2 Tuberkulosis Paru

3.2.1 Definisi TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya.3

3.2.2 Prevalensi TB Paru

WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TB paru setiap tahun dan

diperkirakan 5000 orang setiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TB paru baru dari

25% kasus kematian dan kesakitan. Masyarakat yang menderita TB paru adalah orang-orang

pada usia produktif yaitu dari 15 sampai 54 tahun (Depkes RI,2008). Prevalensi TB paru

20% lebih tinggi pada lakilakidibandingkan perempuan, tiga kali lebih tinggi dipedesaan

dibandingkan perkotaan dan empat kalilebih tinggi pada pendidikan rendah

dibandingkanpendidikan tinggi. Di Sulawesi utara, penderita TB paru pada tahun 2009 yaitu

± 423 dan meningkat pada tahun 2010 yaitu ± 466 penderita.Case Detection RateTB paru di

13

Page 14: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

Indonesia per juni 2012 terdapat sekitar 60,81% kasus TB paru di Sulawesi Utara dan angka

ini menunjukkan kasus paling tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia menurut Kemenkes

RI 2012. 4

Prevalensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM. Frekuensi DM

pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih

tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang non-diabetes.4,6 Dalam studi

terbaru di Taiwan disebutkan bahwa diabetes merupakan komorbid dasar tersering pada

pasien TB yang telah dikonfirmasi dengan kultur, terjadi pada sekitar 21,5% pasien.7

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al8 di Indonesia pada tahun 2001-

2005, DM lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru dibandingkan dengan non TB.3

3.2.3 Patofisiologi TB Paru

Penularan TB umumnya terjadi melalui droplet, yang dikeluarkan dengan cara batuk,

bersin, atau percikan ludah orang terinfeksi TB paru. Droplet ini dapat bertahan di udara

dalam waktu beberapa jam. Diameter droplet yang sangat kecil (<5-10 μm) menyebabkan

droplet tersebut dapat mencapai jalan napas terminal jika terhirup dan membentuk sarang

pneumonia, yang dikenal sebagai sarang primer atau afek primer. Kemungkinan penyebab

meningkatnya insiden tuberculosis paru pada pengidap diabetes dapat berupa defek pada

fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan pejamu.3

Mekanisme yang mendasari terjadinya hal tersebut masih belum dapat dipahami

hingga saat ini, meskipun telah terdapat sejumlah hipotesis mengenai peran sitokin sebagai

suatu molekul yang penting dalam mekanisme pertahanan manusia terhadap TB. Selain itu,

ditemukan juga aktivitas bakterisidal leukosit yang berkurang pada pasien DM, terutama pada

mereka yang memiliki kontrol gula darah yang buruk.2 Meningkatnya risiko TB pada pasien

DM diperkirakan disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Wang et

al.11 mengemukakan adanya peningkatan jumlah makrofag alveolar matur (makrofag

alveolar hipodens) pada pasien TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan perbedaan jumlah

limfosit T yang signifikan antara pasien TB dengan DM dan pasien TB saja.3

Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada pasien TB yang disertai

DM, seperti yang ditemukan dalam penelitian ini, dianggap bertanggungjawab terhadap lebih

hebatnya perluasan TB dan jumlah bakteri dalam sputum pasien TB dengan DM. Pada

percobaan eksperimental yang dilakukan Stalenhoef et al.11 pada plasma darah manusia

didapatkan bahwa tidak ada perbedaan produksi sitokin antara pasien TB dengan atau tanpa

DM. 3

Jika pasien dengan DM tipe 2 dibandingkan dengan kontrol yang sehat, produksi IFN-

g spesifik M. tuberculosis sama saja, tetapi produksi IFN-g yang non-spesifik berkurang

14

Page 15: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

secara signifikan pada kelompok DM. Diduga bahwa berkurangnya IFN-g yang non-spesifik

tersebut menunjukkan adanya defek pada respon imun alamiah yang berperan pada

meningkatnya risiko pasien DM untuk mengalami TB aktif. Meskipun demikian, mekanisme

yang mendasari terjadinya hal tersebut masih perlu ditelusuri lebih lanjut.3

3.2.4 Faktor Risiko TB Paru 4

Gambar. Factor resiko paenderita tuberculosa

Gambar. Bentuk patologi penderita TB Paru

3.2.5 Klasifikasi TB Paru

15

Page 16: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu

“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:4

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;

2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif;

3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.

4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:

1) Tuberkulosis paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk

pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,

persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada

TB Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan

gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria

diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

1) Kasus Baru

Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus Kambuh (Relaps)

16

Page 17: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)

Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

4) Kasus Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk

melanjutkan pengobatannya.

6) Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok

ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA

positif setelah selesai pengobatan ulangan.

3.2.6 Gejala Klinis TB Paru

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang

timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama

pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.3

Gejala sistemik/umum:

1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan

malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam

seperti influenza dan bersifat hilang timbul

3. Penurunan nafsu makan dan berat badan

4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus:

1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian

bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening

yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang

disertai sesak.

17

Page 18: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan

keluhan sakit dada.

3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu

saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini

akan keluar cairan nanah.

4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai

meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan

kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau

diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak

dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3

bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA

positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

3.2.7 Diagnosis Tuberkulosis Paru

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu

dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:4

a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

b. Pemeriksaan fisik.

c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

e. Rontgen dada (thorax photo).

f. Uji tuberkulin.

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.

Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak

nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam

hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas

dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,

asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih

tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap

sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.4

18

Page 19: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

Gambar . Alur diagnosis TB Paru

2.7 Penatalaksanaan TB Paru

Pada masa belum diterapkannya terapi insulin, sebagian besar pasien DM akan

meninggal karena TB paru bila mereka berhasil bertahan dari koma diabetes. Setelah

diperkenalkanterapi insulin pada tahun 1922, TB masih tetap menjadi ancaman yang serius

dan mematikan pada pasien DM. Namun, dengan pengobatan anti-TB yang efektif,

prognosisnya akan jauh lebih baik. Prinsip pengobatan TB paru pada pasien DM serupa

dengan yang bukan pasien DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol. 3

Prinsip pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT) dibagi menjadi dua fase,

yaitu fase intensif yang berlangsung selama 2-3 bulan dan dilanjutkan dengan fase lanjutan

selama 4-6 bulan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan

pengobatan TB paru pada pasien DM, salah satunya adalah kontrol kadar gula darah dan efek

samping OAT. Obat lini pertama yang biasa digunakan adalah isoniazid, rifampisin,

pirazinamid, etambuto,dan streptomicin.3,13,15 Dosis harian isoniazid ialah 4-6 mg/kg berat

badan (BB)/ hari dengan dosis maksimal 300 mg. Efek samping ringan dapat berupa gejala-

gejala pada saraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Keadaan ini terkait

dengan terjadinya defisiensi piridoxin (Vit B6) sehingga dapat dikurangi dengan pemberian

piridoksin dengan dosis 10 mg/ hari atau dengan vitamin B kompleks. Kelainan akibat

defisiensi piridoksin dapat berupa sindrom pellagra. 3

Efek samping berat yang dapat terjadi berupa hepatitis imbas obat yang t timbul pada

kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, OAT yang bersifat

19

Page 20: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

hepatotoksik (isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid) dihentikan dan pengobatan TB

dilanjutkan sesuai pedoman pengobatan TB pada keadaan khusus.3,13 Obat lini pertama

selanjutnya adalah rifampisin dengan dosis hariannya 8-12 mg/kg BB/hari dan dosis

maksimal 600 mg. Efek samping ringan yang didapat berupa sindrom flu (misalnya demam,

menggigil, nyeri tulang), sindrom perut (sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah, diare),

dan sindrom kulit (gatal-gatal). 3

Efek samping berat rifampisin dapat berupa hepatitis imbas obat, sesak nafas, dan

bila terjadi salah satu gejala sepeti purpura, anemia hemolitik, syok, gagal ginjal, maka

pengobatan dengan rifampisin harus segera dihentikan dan tidak diberikan lagi walaupun

gejala telah menghilang. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada urin, keringat, air

mata, air liur. Hal itu terjadi karena metabolit obat dan hal ini tidak berbahaya. boleh

diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin.3,13 Obat-obat ini

dapat diberikan dalam bentuk terpisah ataupun dalam bentuk kombinasi dosis tetap (Fixed

Dose Combination/FDC), kecuali streptomisin. 3

Jenis kombinasi dan lama pengobatan TB paru tergantung dari kasus TB paru yang

diderita pasien dan disesuaikan dengan kategori pengobatan TB.3 Berbagai bukti yang ada

saat ini menunjukkan bahwa efikasi rifampisin tergantung pada paparan terhadap obat dan

konsentrasi maksimum obat yang dapat dicapai. Menurut Nijland,13 kadar plasma rifampisin

pada pasien TB dengan DM hanya 50% dari kadar rifampisin pasien TB tanpa DM. Keadaan

yang perlu diperhatikan ialah pemberian rifampisin pada pasien DM yang menggunakan obat

oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea karena dapat mengurangi efektivitas obat tersebut

dengan cara meningkatkan metabolisme sulfonilurea. Sehingga pada pasien DM, pemberian

sulfonilurea harus dengan dosis yang ditingkatkan. 3

Sementara itu, pirazinamid sebagai antituberkulosis dapat diberikan dengan dosis

harian: 20-30 mg/kg BB/hari. Efek samping utama obat ini ialah hepatitis imbas obat. Dapat

pula terjadi nyeri akibat serangan arthritis gout yang disebabkan oleh penimbunan asam urat.

Bila hal ini terjadi maka perlu dimonitor karena bila kadar asam urat terlalu tinggi mungkin

obat perlu diganti. Dapat juga terjadi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang

lain.3,13 Etambutol diberikan pada pasien TB dengan dosis harian 15-20 mg/kg BB/hari.

Antituberkulosis ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya

ketajaman, serta buta warna hijau dan merah. 3

Gangguan penglihatan akan kembali normal beberapa minggu setelah obat

dihentikan. Penggunaan etambutol pada pasien DM harus hati-hati karena efek sampingnya

terhadap mata, padahal pasien DM sering mengalami komplikasi penyakit berupa kelainan

pada mata. 3.13 Streptomisin sebagai antituberkulosis diberikan pada dosis harian 15-18

mg/kg BB/hari dan dengan dosis maksimal: 1000 mg. Efek samping utama adalah kerusakan

20

Page 21: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

nervus VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Gejalanya adalah telinga

mendenging, vertigo, dan kehilangan keseimbangan. 3

Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 25

mg dari dosis total yang diberikan. Jika pengobatan streptomisin diteruskan maka kerusakan

alat keseimbangan makin parah dan akan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Efek

samping ringan lainnya yang dapat terjadi demam, sakit kepala, muntah, eritema pada kulit,

dan kesemutan sekitar mulut. 3

Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidakBegitu pula pasien TB

dengan DM, konsentrasi plasma maksimal rifampisin di atas target (8 mg/L) hanya

ditemukan pada 6% pasien, sedangkan pada yang bukan DM ditemukan pada 47% pasien.

Hal ini mungkin dapat menjelaskan respon pengobatan yang lebih rendah pada pasien TB

dengan DM. Namun, studi tambahan lain yang menjelaskan respon pengetahun lebih rendah

pada TB dengan DM ini tetap diperlukan. Untuk mengontrol kadar gula darah dilakukan

pengobatan sesuai standar pengobatan DM yang dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan

jasmani selama beberapa waktu. Bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan intervensi farmakologis dengan obat oral anti diabetes dan atau dengan suntikan

insulin. 3

21

Page 22: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

BAB IV

PEMBAHASAAN

Pembahasan teori dan kasus

Teori Kasus

Manifestasi klinis DM :

Akut

- Banyak makan (poliphagia)

- Banyak minum (polidipsi)

- Banyak kencing (poliuri)

Kronik

- Nafsu makan mulai berkurang,

berat badan turun dengan

cepat ( turun 5-10 kg dalam

waktu 2-4 minggu)

- Kesemutan

- Kulit terasa panas, atau seperti

tertusu-tusuk jaum

- Mata kabur

Manifestasi klinis TB paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk

berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.

Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan

yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,

sesak nafas, badan lemas, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, malaise,

berkeringat malam hari tanpa kegiatan

fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.

Manifestasi klinis DM:

Pasien mengeluhkan ujung jari tangan

dan kaki kebas dan seperti ditusuk-

tusuk jarum

Sering buang air kecil

Manifestasi klinis TB paru

Pasien mengeluhkan batuk selama

sebulan terakhir ini batuk bercampur

darah .

Demam sering naik turun selama

sebulan ini.

Pada malam hari pasien sering

menggigil dan kadang berkeringat

tengah malam .

Badan terasa malas ,kurang nafsu

makan ,dan sering sakit kepala.

Pemeriksaan Glukosa Darah

KGDS ≥ 200 mg/dL

KGDP ≥ 126 mg/dL

Pemeriksaan Glukosa Darah

Hasil pemeriksaan KGDS pasien

didapatkan KGDS yang pertama 516

mg/dL dan yang kedua 486 mg/dL

22

Page 23: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

Pembahasan kasus berdasarkan keluhan pasien

Pasien mengeluhkan makan dan mium banyak namun berat badan tidak bertambah

dan justru mengalami penurunan berat badan bukan penambahan berat badan. Hal ini

disebabkan karena glukosa jika masuk kedalam tubuh akan dirubah menjadi gikogen dengan

bantuan insulin dan disimpan didalam hati sebagai cadangan energi. Pada penderita diabetes,

glukosa glukossa tidak dapat masuk kedalam sel target dan berubah menjadi glikogen untuk

disimpan didalam hati sebagai cadangan energi karena, insulin yang dihasilkan pancreas tidak

dapat bekerja atau insulin dapat bekerja tetapi lambat. Oleh karena itu tidak ada intake

glukosa yang masuk sehingga penderita DM merasa cepat lapar ( pasien jadi lebih banyak

makan) dan lemas.

Pasien sering mengeluhkan terjadi peningkatan intensitas berkemih. Hal ini

disebabkan karena pada penderita DM, akbiat insulin yang tidak mampu mengubah glukosa

menjadi glikogen, kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi. Keadaan ini akan menyebabkan

hiperfiltrasi pada ginjal sehingga kecepatan filtrasi ginjal juga meningkat. Akibatnya glukosa

dan natrium yang diserap ginjal menjadi berlebihan sehingga urine yang dihasilkan banyak

dan membuat penderita menjadi sering berkemih.

Pasien juga mengeluhkan sering haus sehingga sering minum dalam jumlah yang

banyak. Hal ini disebabkan karena proses filtrasi pada ginjal normal merupakan proses difusi

yaitu filtrasi zat dari tekanan yang rendah ke tekanan yang tinggi. Pada penderita DM,

glukosa darar yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa dalam pembuluh darah sehingga

proses filtrasi ginjal berubah menjadi osmosis ( filtrasi zat dari tekanan yang tinggi ke

tekanan yang rendah). Akibatnya air yang ada di pembuluh darah diambil oleh ginjal

sehingga pembuluh darah menjadi kekurangan air yang menyebabkan penderita cepat haus.

Pada pasien mengeluhkan ujung-ujung jari tangan dan kaki kebas dan juga terasa

seperti ditusuk-tusuk jarum. Hal ini terjadi karena pada pasien sudah terjadi komplikasi pada

saraf berupa polineuropati dan lebih spesifik mengenai saraf sensoris.

Pasien mengeluhkan batuk berdahak bercampur darah selama satu bulan lebih ini

dikarenakan infasi bakteri pada jaringan paru sehingga menyebabkan perdarahan pada

jaringan tersebut yang akan menimbulkan reaksi batuk yang disertai oleh darah.

Pasien sering berkeringat tengah malam serta mengigil, ini dikarenakan aktifitas dari

Mycobacterium Tuberculosis yang lebih aktif pada malam hari. Gejala-gejala Ini

menunjukan gejala dari penyakit TB paru yang dapat didiagnosa secara pasti dengan

pemeriksaan BTA.

23

Page 24: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien DM tipe II dengan TB Paru kasus baru setelah dilakukan

pemberian terapi berupa insulin dan penggunaan OAT lini 1 didapatkan adanya perubahan

berupa penurunan kadar gula darah yang signifikan dan keluhan TB Paru mulai berkurang,

akan tetapi untuk menilai hasil pengobatan TB Paru harus dilakukan rotgen thorak ulang

yaitu pada minggu kelima terapi pengobatannya.

24

Page 25: Dm tipe II + TB PARU KASUS BARU

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari Dyah ,2009 DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI DIABETES

MELLITUS. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM JILID III.EDISI

V.JAKARTA; PUSAT DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FKUI.HALAMAN 1880-1883

2. Soegondo Sidartawan,2009 FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN

GLIKEMIA DIABETES MELLITUS TIPE II. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT

DALAM JILID III.EDISI V.JAKARTA; PUSAT DEPARTEMEN ILMU

PENYAKIT DALAM FKUI.HALAMAN 1885-1890

3. http://Alius Cahyadi. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus . Venty

Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Atma

Jaya/Rumah Sakit Atma Jaya, Jakarta.Diakses pada tanggal 16 maret 2014

4. PEDOMAN NASIONAL PENANGGULANGA TUBERCULOSIS .EDISI

2.DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.2006 .JAKARTA

25