DM tipe I

12
1 PRODIA DIAGNOSTICS EDUCATIONAL SERVICES Djoko Wahono Soeatmadji Seksi Diabetes dan Endokrinologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr Saiful Anwar – Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang ForumDiagnosticum ISSN 0854-7173 | No. 3/2002 LABORATORIUM KLINIK PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1 P ENDAHULUAN Diabetes Mellitus tipe 1 (DM 1), dahulu disebut sebagai Insulin-Dependent Dia- betes Mellitus (IDDM) ditandai dengan destruksi sel b yang menjurus ke arah kekurangan insulin absolut. Terminologi kekurangan insulin absolut bermakna bahwa tanpa pemberian insulin eksogen pasien akan jatuh dalam dekompensasi metabolik yang berat, ketoasidosis, sampai kematian dalam waktu yang pendek. Menurut The Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus (1), untuk DM tipe 1 didapatkan 2 subklasifikasi, yaitu : (A) Immune mediated (DM 1A), dan (B) Idiopathic (DM 1B). DM 1A dapat terjadi pada bayi baru lahir sampai individu berusia lanjut lebih dari 60 tahun. Prakiraan saat ini sekitar 5 – 10% diabetes pada individu dewasa adalah DM 1A. Di Amerika Serikat, sebagian besar (lebih dari 90%) DM 1 ras Kaukasian adalah DM 1A, sedangkan pada African American dan Hispanic American sekitar 50% DM 1 tidak menunjukkan adanya autoantibodi dan petanda imunogenik yang lazimnya merupakan tanda khas DM 1A. Sebagian anak-anak tersebut tampaknya merupakan varian DM 2 dengan sindrom genetik yang khas (Maturity-Onset Diabetes of the Young = MODY) seperti mutasi gen glukokinase atau Hepatic Nuclear Factors (HNF). Bila seorang individu menderita DM 1A maka saudara kandungnya mempunyai risiko menderita penyakit autoimun yang meningkat. Penyakit celiac, hipotiroidisme, hipertiroidisme, penyakit Addison dan anemia pernisiosa merupakan penyakit-penyakit autoimun yang sering terkait dengan DM 1A. Sekitar 1/20 pasien dengan DM1 juga menderita penyakit celiac.

description

dm tipe 1

Transcript of DM tipe I

Page 1: DM tipe I

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

1

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

P R O D I A D I A G N O S T I C S E D U C A T I O N A L S E R V I C E S

Djoko Wahono SoeatmadjiSeksi Diabetes dan Endokrinologi

Bagian Ilmu Penyakit DalamRSUD Dr Saiful Anwar – Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang

ForumDiagnosticum

ISSN 0854-7173 | No. 3/2002

LABORATORIUM KLINIK

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESISDIABETES MELITUS TIPE 1

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus tipe 1 (DM 1), dahulu disebut sebagai Insulin-Dependent Dia-

betes Mellitus (IDDM) ditandai dengan destruksi sel b yang menjurus ke arah

kekurangan insulin absolut. Terminologi kekurangan insulin absolut bermakna

bahwa tanpa pemberian insulin eksogen pasien akan jatuh dalam dekompensasi

metabolik yang berat, ketoasidosis, sampai kematian dalam waktu yang pendek.

Menurut The Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus (1), untuk DM tipe 1 didapatkan 2 subklasifikasi, yaitu : (A) Immune

mediated (DM 1A), dan (B) Idiopathic (DM 1B). DM 1A dapat terjadi pada bayi baru

lahir sampai individu berusia lanjut lebih dari 60 tahun. Prakiraan saat ini sekitar

5 – 10% diabetes pada individu dewasa adalah DM 1A. Di Amerika Serikat,

sebagian besar (lebih dari 90%) DM 1 ras Kaukasian adalah DM 1A, sedangkan

pada African American dan Hispanic American sekitar 50% DM 1 tidak

menunjukkan adanya autoantibodi dan petanda imunogenik yang lazimnya

merupakan tanda khas DM 1A. Sebagian anak-anak tersebut tampaknya

merupakan varian DM 2 dengan sindrom genetik yang khas (Maturity-Onset

Diabetes of the Young = MODY) seperti mutasi gen glukokinase atau Hepatic

Nuclear Factors (HNF). Bila seorang individu menderita DM 1A maka saudara

kandungnya mempunyai risiko menderita penyakit autoimun yang meningkat.

Penyakit celiac, hipotiroidisme, hipertiroidisme, penyakit Addison dan anemia

pernisiosa merupakan penyakit-penyakit autoimun yang sering terkait dengan

DM 1A. Sekitar 1/20 pasien dengan DM1 juga menderita penyakit celiac.

Page 2: DM tipe I

2

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

PERJALANAN PENYAKIT DANKLASIFIKASI

PERJALANAN PENYAKIT DANKLASIFIKASI

Walaupun masih spekulatif dan belum lengkap, hasil

penelitian pada manusia dan hewan model menunjukkan

bahwa interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan berperan

dalam mekanisme patogenesis DM 1A.

Tahap-tahap dalam perjalanan penyakit dan mekanisme

patogenesis DM 1A sampai saat ini belum sepenuhnya

diketahui. Berbagai kemungkinan perjalanan penyakit DM

1A adalah :

� linier - sekali proses autoimun dicetuskan, proses tersebut

akan menetap serta berlanjut dengan perjalanan yang

progresif.

� acak -sesudah proses autoimun dicetuskan dapat

mengalami fluktuasi dengan periode-periode remisi dan

kambuhan (relaps) disertai abnormalitas metabolik dan

imunologik yang juga berfluktuasi. Proses autoimun

tersebut mungkin dapat bersifat sementara (transient)

dan reversibel.

� Sebagian individu mungkin mengalami proses yang tidak

lengkap, karena perjalanan destruksi sel b yang lambat,

tampil secara klinis sebagai DM tipe 2 dengan petanda

autoimun (+) sehingga tidak pernah timbul ketoasidosis

spontan karena sisa masa sel b masih selalu cukup,

atau timbul ketoasidosis spontan lama sesudah kejadian

hiperglikemi yang pertama diidentifikasi.

� Sebagian individu menunjukkan perjalanan yang sangat

akut (fulminant). Hiperglikemi yang berat sampai

ketoasidosis dan koma timbul beberapa hari sesudah

gejala yang mirip influenza (flu-like). HbA1c biasanya

masih normal dan hal tersebut menunjukkan bahwa

kondisi hiperglikemi tersebut masih baru terjadi.

Berbagai kemungkinan proses perjalanan autoimun penyakit

tersebut tercermin dari manifestasi klinis DM 1A (Tabel 1).

Type 1 diabetes1. Clinical diagnosis by a doctor : Young-onset ( < 16 yr), ketosis prone, on insulin from diagnosis2. Autoimmune process : GAD65 autoantibody (+)3. Insulin-dependent stage : (3.1 or 3.2 or 3.3 or 3.4)

3.1. Urine C-peptide < 20 ug/day (or ug/g Cr)3.2. Serum C-peptide < 0.5 ng/ml (fasting)3.3. Serum C-peptide < 1.0 ng/ml (after meal or iv. Glucagon*)3.4. C-peptide < 0.5 ng/ml after iv. Glucagon*

Slowly progressive Type 1 (SP type 1) diabetes (Diabetes Care 16: 780 – 788, 1993)1. ICA and/or GADab (+)2. Non-insulin dependent at onset or at diagnosis3. Periode of non-insulin requiring more than 13 month after onset or diagnosis

Diabetes Tipe 1 fulminant ( N Eng J Med 342: 301, 2000)1. Ketosis/ketoacidosis within 1 week after hyperglycemic symptoms2. C-peptide serum < 0.3 ng/ml (fasting) dan

< 0.5 ng/ml (after meal or after iv.Glucagon)3. AIC < 5.5% pada kunjungan pertama

Tabel 1. Subtipe Manifestasi Klinis Diabetes Tipe 1*

*Asia Molecular Diabetology, 2002GAD : glutamic acid decarboxylase

Page 3: DM tipe I

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

3

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

TAHAP-TAHAP DALAM PERJALANANPENYAKIT

Untuk memudahkan dalam mempelajari dan memahami

patogenesis DM 1, perjalanan penyakit tersebut dapat dibagi

menjadi beberapa tahap diawali dengan kerentanan genetik

dan diakhiri (dari sudut pandang imunologi) dengan destruksi

sel b yang menyeluruh (Gambar 1):

1. Tahap I : kerentanan genetik

2. Tahap II : pemicu autoimunitas

3. Tahap III : destruksi sel b oleh proses autoimunitas

4. Tahap IV : hilangnya sekresi insulin

Gambaran tersebut merupakan gambaran yang umum.

Faktor genetik diduga mempengaruhi setiap tahap

perkembangan penyakit. Pada beberapa individu, seperti

individu yang mengekspresikan alel HLADQB1 *0602 yang

protektif, walaupun menunjukkan adanya autoantibodi di

dalam serumnya tetapi tidak berlanjut menjadi DM 1A.

TAHAP 1. RISIKO GENETIK

Diabetes tipe 1A merupakan penyakit yang heterogen,

dengan berbagai bentuk immune mediated diabetes dengan

kausa genetik yang diketahui sebagai bagian dari sindrom

autoimun (Tabel 2).

Bukti risiko genetik. Kembar identik (monozigotik) pasien

DM 1A mempunyai risiko menderita DM 1A sebesar 50%.

Konsisten dengan heterogenitasnya, risiko tersebut sangat

bervariasi. Usia awal (onset) timbulnya penyakit menentukan

risiko kembarannya. Bila kembarannya menderita DM

sebelum usia 5 tahun, risiko saudara kembarnya menjadi

diabetes melampaui 50%. Sebaliknya bila saudara

kembarnya menderita diabetes sesudah usia 25 tahun, risiko

kembarannya kurang dari 10%. Risiko saudara kandung

pasien DM 1A menderita DM 1A sekitar 1/20, sedangkan

risiko populasi umum USA sekitar 1/300. Negara dengan

insidensi yang paling tinggi adalah Finlandia, yaitu sekitar

1/100. Polimorfisme genetik mempunyai pengaruh yang

besar terhadap risiko penyakit, saudara kembar pasien DM

1A dengan genotip DR3/4 DQB1*0302 mempunyai risiko

tinggi. Anti-islet autoantibodies (+) didapatkan pada 50% dan

akan menjurus pada DM 1A (DAISY study).

Type 1A Diabetes

Monogenic : Single gene defectAPS-1 : AIRE autosomal recessiveX-PID : Scurfy Gene X-linked

Polygenic : Summation of small effects of multiple genescreating diabetes succeptibility(e.g. NODmouse)

Oligogenic : MHC + few major genesGenetic heterogeneity with different major non-MHC genes for different families (e.g. BB rat)

Tabel 2. Heterogenitas genetik immune mediated type 1 diabetesdengan bentuk-bentuk monogenik, poligenik, dan oligogenik

Gambar 1. Tahap-tahap hipotetik dan hilangnya sel b pada DM 1A(Eisenbarth, NEJM, 1986)

Page 4: DM tipe I

4

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

Heterogenitas pasien DM 1A dapat dilihat dalam Tabel 2.

Pasien, khususnya dengan mutasi gen Autoimmune

Regulator (AIRE) dan gen homolog yang menyebabkan

Scurfy pada mencit menimbulkan immune mediated

diabetes. Mutasi AIRE menimbulkan Autoimmune

Polyendocrine Syndrome Type I, sedangkan mutasi gen

homolog Scurfy menimbulkan autoimunitas neonatal yang

berat yaitu XPID syndrome (X-linked polyendocrinopathy,

immune dysfunction and diarrhea)(dikutip: Eisenbart,

Endotext.org 2002).

The Major Histocompatibility Complex (The MHC = HLA

genes). Sebagian besar DM 1A diabetes mempunyai etiologi

dan polimorfisme oligogenik atau poligenik gen di dalam

the major histocompatibility complex (HLA genes). MHC

kompleks dibagi menjadi 3 regions, yaitu : Class II, class III

dan class I.

Determinan utama DM 1A adalah alel-alel gen HLA DQ dan

DR. Molekul-molekul produk gen tersebut didapatkan pada

permukaan antigen presenting cells (misal : makrofag) dan

akan berikatan serta mempresentasikan peptida-peptida

pendek yang dapat dikenal oleh reseptor sel T limfosit. Gen-

gen tersebut dikenal sebagai immune response genes

karena molekul produk gen tersebut mempunyai urutan asam

amino yang spesifik, yang menentukan peptida mana yang

akan berikatan dan dengan demikian peptida individu yang

mana yang akan bereaksi. Setiap urutan asam amino yang

berbeda diberi nomor. Untuk molekul DQ, baik gen rantai a

maupun rantai b merupakan gen yang polimorfik, dan oleh

sebab itu untuk mengenali suatu molekul DQ, harus

sekaligus dikenal kedua rantai (a dan b) tersebut. Untuk

molekul DR, hanya gen rantai DRB yang polimorfik, dan oleh

sebab itu rantai tersebut spesifik. Setiap nomor sesudah

tanda bintang (*) menunjukkan urutan asam amino yang

khas dari alel HLA dan huruf serta nomor pertama gen (Misal:

DRB1*0401, adalah rantai DR B gen nomor 1, alel 0401)

(Tabel 3).

Binatang model dan manusia. Heterogenitas gen juga

tampak pada model binatang DM 1A yang spontan, yaitu :

the Biobreeding (BB) rat, the NOD (Non-obese diabetic)

dan the Tokushima rat ((Tabel 4).

Terminologi HLAAllele DRB*0401

Haplotype DRB1*0401 ¾¾ DQB1*0302(Satu kromosom)

DRB1*0401 ¾¾ DQB1*0302

Genotype DRB1*0301 ¾¾ DQB1*0201(Dua kromosom)

Tabel 3. Terminologi gen HLA

Tabel 4. Tiga strain rodent yang menjadi immune mediated diabetes

Spontaneous Animal Models

BB rat Homozygosity Lymphopenia (Ch4)

RT1-U class II (CH20)Additional Loci (Ch2.18.X)

NOD mouse Polygenic : class II + class I loci+ > 12 “ unknown” polymorphic loci

Long-Evans RT1-U MHCTokushima Rat Homozygosity Chromosome 11

Gambar 2. Bagan dari the human major histocompatibility complex –panjang sekitar 4 juta base pairs

The Human Major Histocompatibility Complex

Page 5: DM tipe I

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

5

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

Haplotip DR4 dengan risiko paling tinggi adalah

DRB1*0401, DRB1*0402, dan DRB1*0405, sedangkan

DRB1*0403 mempunyai sifat protektif yang moderat. Risiko

paling tinggi haplotip DR4 adalah DQB1*0302, sedangkan

DQB1*0301 dan DQB1*0303 berisiko lebih rendah. Oleh

sebab itu kedua alel DR dan DQ mempunyai kontribusi

terhadap risiko DM 1A. Haplotip DR3 hampir selalu

terkonservasi dengan DRB1*0301 dan berkombinasi

dengan DQA1*0501, DQB1*0201. Risiko genotip paling

tinggi mempunyai DR4/DR3 DQB1*0302/DQB1*0201.

Tampaknya HLA DQB1*0602 memberikan proteksi yang

paling dominan. Sekitar 20% individu di USA mempunyai

alel HLA DQB1*0602. Proteksi tersebut tidak absolut,

molekul tersebut masih didapatkan pada 1% anak dengan

DM 1A. DQA1*0201, DQB1*0303 dan DRB1*1401

memberikan proteksi yang dramatis dan jarang sekali

dijumpai pada pasien DM 1A, serta jarang diturunkan dari

orang tua ke anaknya. Penulis mendapatkan alel HLA

DQB1 0302 dan DQB1 *0201 terkait dengan peningkatan

risiko terhadap DM 1A dan HLA DQB1*0602 terkait dengan

proteksi.

Pada manusia gen-gen utama yang terkait dengan DM 1A

adalah gen HLA DR dan DQ. Selain gen-gen HLA DQ dan

DR, didapatkan paling sedikit 15 lokus gen yang memegang

peran dalam kerentanan diabetes pada NOD mouse,

walaupun peran setiap lokus tersebut relatif kecil (polygenic

inheritance).

Pada binatang model BB rat dan Tokushima rat didapat lokus-

lokus yang cukup penting di luar MHC yang berperan

terhadap kerentanan DM 1 (Oligogenic inheritance). Pada

manusia diduga gen-gen DM 1 tidak lebih heterogen

dibanding dengan gen-gen binatang model.

Alel-alel berbagai gen HLA yang berbeda (misal DRB1 dan

DQB1) secara tidak acak terkait (non-randomly associated)

satu dengan lainnya, seperti DRB*0401 berpasangan dengan

salah satu dari 3 alel DQ (misal : DQB1*0301, DQB1*0302,

DQB1*0303), dan bukan dengan satu diantara lebih dari 40

molekul DQB yang lain. Asosiasi alel dari gen yang berbeda

di dalam satu kromosom disebut sebagi l inkage

disequilibrium.

Didapatkan spektrum yang sangat lebar antara risiko DM 1A

dengan genotip DR dan DQ yang berbeda (Tabel 5). Untuk

ras Caucasian asosiasi haplotip yang paling sering adalah

DR3 dan DR4. Lebih dari 90% pasien DM 1A di USA

mempunyai salah satu atau kedua alel tersebut, sedangkan

untuk populasi umum (non-diabetes) hanya 40%. Dengan

cara pemeriksaan yang lebih teliti saat ini diketahui bahwa

haplotip DR4 dibagi berdasar varian yang spesifik DRB1 dan

DQB1.

Tabel 5. Hirarkhi risiko DM 1A dengan contoh-contoh haplotip yangmenjurus pada kerentanan, netralitas, atau protektif terhadapdiabetes

RISK DRBI DQA1 DQB1HIGH 0401, 0405, 0402 (DR4) 0301 0302

0301 (DR3) 0501 02010801 0401 0402

MODERATE 0401 0301 03010401 0301 03030403 0301 03020101 0101 05011601 0102 0502

LOW 1101 0501 0301PROTECTIVE 1501 (DR2) 0102 0602

0701 0201 03031401 0101 0503

Diabetes Risk by HLADRB, DQA, and DQB Haplotypes

Page 6: DM tipe I

6

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

Bagaimana mekanisme kerentanan dan proteksi tersebut

berlangsung sampai saat ini belum jelas. Diduga kegagalan

seleksi-maturasi sel T di timus menyebabkan banyaknya sel

T yang mengekspresikan sekaligus CD4+ dan CD8+ lolos

di sirkulasi perifer sehingga sel-sel tersebut tidak mampu

membedakan self dan non-self.

TAHAP II : PEMICU (TRIGGERING)

Pada binatang model, autoimunitas anti-islet (misal:

autoantibodi insulin), insulitis dan immune mediated diabe-

tes dapat dicetuskan dengan berbagai manipulasi imunologik

dan genetik. Contoh yang paling relevan adalah pemberian

poly-IC (poly inosinic cytodylic acid) pada strain tikus normal

yang mempunyai MHC RT1-U haplotip yang rentan terhadap

diabetes. Pemberian poly-IC akan menimbulkan insulitis

pada sebagian tikus dan pada sebagian tikus yang lain

menimbulkan diabetes yang nyata (overt) dengan destruksi

sel b. Poly-IC berinteraksi dengan reseptor Toll 3 sistim imun

innate yang berakibat serangkaian peristiwa imunologik

intrasel yang dimediasi sitokin. Poly-IC menirukan virus RNA

double stranded dalam menimbulkan DM 1A pada individu

yang rentan. Berbagai strain mencit yang normal seperti Balb/

c dengan cepat akan membentuk autoantibodi terhadap in-

sulin bila di challenge dengan peptida insulin (B chain pep-

tide, amino acids 9 to 23)(45). Bila peptida tersebut diberikan

bersama dengan poly-IC, insulitis akan terinduksi dan pada

mencit yang rentan diabetes dapat terinduksi juga. Berbagai

studi dengan model binatang menunjukkan bahwa binatang

normal mempunyai limfosit B dan T yang autoreactive yang

dapat diperbanyak dan diaktifkan, dengan hasil akhir diabe-

tes. Walaupun strain-strain tersebut normal, tetapi mereka

mempunyai varian-varian molekul MHC yang menentukan

kerentanan penyakit, dengan cara mempengaruhi responsi

sel T terhadap peptida yang relevan. Molekul MHC klas II

(equivalen dengan DR and DQ pada manusia) tampaknya

merupakan molekul yang paling penting dan molekul-

molekul tersebut mungkin mempengaruhi timbulnya diabe-

tes dengan cara mengikat peptida yang sesuai dan

mempresentasikan pada sel T di dalam sel islet, atau dengan

mempengaruhi T cell repertoir di timus.

Pada manusia faktor lingkungan yang mencetuskan

autoimunitas anti-islet sebagian besar masih belum

diketahui. Infeksi kongenital diketahui meningkatkan risiko

DM 1A, dan berbagai kelainan autoimun (seperti autoimunitas

tiroid). Infeksi rubella kongenital dikaitkan dengan

meningkatnya risiko DM 1A melampaui 1/5. Diduga infeksi

kongenital merusak sistim imun yang sedang tumbuh dan

menyebabkan kerentanan berbagai penyakit meningkat.

Tabel 6 menunjukkan berbagai faktor lingkungan yang

mungkin mempunyai pengaruh pada terjadinya DM 1A.

Enterovirus mungkin merupakan faktor lingkungan yang

paling banyak diteliti. Para ahli mengkaitkan antibodi virus

Coxsackie dan virus RNA tipe 1 dengan DM 1A. Dengan

mengukur timbulnya autoantibodi anti-islet, studi di Finlandia

membuktikan bahwa infeksi dengan enterovirus dikaitkan

dengan timbulnya autoimunitas anti-islet. Studi DAISY dari

Denver Colorado dengan cara mengikuti bayi-bayi yang baru

lahir tidak mendapatkan kaitan antar infeksi enterovirus

dengan autoimunitas anti-islet.

Tabel 6. Faktor lingkungan yang mungkin meningkatkan ataumenurunkan risiko DM 1A. Rubella kongenital merupakansatu-satunya faktor yang kaitannya jelas

Faktor Lingkungan� Rubella kongenital� Virus

EnterovirusRotavirus

� DietSusu sapiGliadinToksin

� Hipotesis higieneProteksi terhadap infeksi (Vaksinasi)Cacing kremi

Page 7: DM tipe I

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

7

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

Peran faktor makanan dalam kaitannya dengan risiko DM

1A juga telah diteliti secara ekstensif. Salah satu hipotesis

menyebutkan bahwa susu sapi yang diberikan pada bayi,

terutama pada bulan-bulan pertama dikaitkan dengan

timbulnya diabetes. Penelitian dari Denver, Munich, dan

Melbourne tidak mendukung hipotesis tersebut. Saat ini

belum ada data yang cukup kuat yang mengkaitkan diit pada

bayi dengan risiko diabetes.

Faktor lingkungan selain meningkatkan risiko timbulnya

diabetes, tetapi mungkin juga memberikan proteksi.

Didapatkan variasi risiko DM 1 yang amat lebar diantara

berbagai negara, mulai dari insidensi kurang dari 1/100.000

per tahun di Cina sampai 50/100.000 di Finlandia. Walaupun

perbedaan tersebut sebagian besar mungkin terkait dengan

faktor genetik, tetapi faktor lingkungan juga berpengaruh.

Bukti paling kuat diperoleh dari meningkatnya risiko diabetes

pada populasi yang multipel di Finlandia. Dalam kurun waktu

3 dekade insidensi diabetes, khususnya diabetes yang timbul

pada usia 5 tahun atau kurang, meningkat secara dramatis

3 kali lipat. Peningkatan seperti itu tidak dapat dijelaskan

dari perubahan pool genetik. “Sesuatu” yang meningkatkan

risiko diabetes mungkin telah ditambahkan, atau mungkin

juga faktor lingkungan yang mungkin mengurangi risiko telah

hilang dari populasi. Dengan meningkatnya kesehatan

masyarakat, hipotesis higiene diajukan. Hipotesis tersebut

terutama berlaku untuk peningkatan angka kejadian asthma

dan DM. Hipotesis tersebut mengemukakan bahwa

lingkungan yang makin “bersih” menyebabkan

perkembangan sistim imun yang normal akan terganggu

(misal : perkembangan yang subnormal regulatory T cell)

dengan akibat meningkatnya penyakit-penyakit yang

dimediasi Th2 (asthma) dan Th1 (Type 1 diabetes). Salah

satu tulisan telah membahas kemungkinan berkurangnya

infeksi dengan cacing kremi (pin worm) dengan

meningkatnya risiko DM 1A.

TAHAP III : AUTOIMMUNITY

Pada manusia autoantibodi primer pada DM 1A yang

terdeteksi bereaksi dengan insulin, glutamic acid

decarboxylase (GAD)65, dan ICA512 (IA-2) dapat dilihat di

Tabel 7. Autoantibodi GAD 67 merupakan subset antibodi

yang bereaksi silang (cross-react) dengan GAD65,

sedangkan antibodi IA-2b merupakan subset autoantibodi

ICA512.

Dalam menggunakan hasil pemeriksaan autoantibodi masih

harus dipertimbangkan berbagai kelemahan yang ada. Pada

anak yang diikuti sejak lahir yang kemudian akan menjadi

DM 1A, insulin autoantibodies pada umumnya merupakan

autoantibodi pertama yang muncul. Autoantibodi tersebut

dapat muncul pada 6 bulan pertama usia bayi. Sekali

autoantibodi insulin tersebut muncul pada usia yang

sedemikian muda maka risiko timbulnya autoantibodi-

autoantibodi islet-cell yang lain serta terjadinya DM 1A

meningkat. Lebih dari 90% anak dengan DM 1A yang timbul

sebelum usia 5 tahun mempunyai insulin autoantidodies,

bila DM 1A timbul sesudah usia 12 tahun insulin autiantibodies

hanya didapatkan pada kurang dari 50%. Pada manusia

terapi dengan insulin dapat menginduksi insulin antibodi

yang sampai saat ini belum dapat dibedakan dengan insulin

autoantibodi. Oleh sebab itu pada individu yang telah

mendapat terapi dengan insulin selama beberapa minggu,

insulin autoantibodi yang positif tidak dapat diinterpretasikan.

Primary “Biochemical” Autoantibody Assay

InsulinGlutamic Acid Decarboxylase 65 dan 67ICA512 (IA-2)IA-2b (phogrin)

Tabel 7. Islet autoantigens dengan pemeriksaan autoantibodi yangspesifik/sensitif

Page 8: DM tipe I

8

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

Semua autoantibodi yang diperiksa pada 9 bulan pertama

usia anak mungkin diperoleh dari ibu (transplacental in ori-

gin). Kedua hal tersebut menimbulkan masalah tersendiri

khususnya pada ibu yang menderita DM 1A dan mendapat

terapi.

Keberadaan autoantibodi tunggal hanya dikaitkan dengan

peningkatan risiko progresi menjadi DM 1A sekitar 20%. Bila

didapatkan dua atau lebih autoantibodi (GAD65, ICA512, atau

insulin) maka progresi menjadi diabetes sangat tinggi, dan

bila diikuti selama 10 tahun mencapai lebih dari 75%

(Gambar 3).

Bila didapatkan beberapa autoantibodi, umumnya

autoantibodi-autoantibodi tersebut tetap terekspresi sampai

individu tersebut menjadi diabetes yang nyata (overt).

Sesudah diabetesnya timbul autoantibodi tersebut akan

menghilang. ICA512 menghilang lebih cepat dibanding

dengan GAD65 (lebih dari 10 tahun). Pada pasien yang sudah

lama menderita diabetes, transplantasi pankreas atau islet

cell, ekspresi GAD65 dan ICA512 dapat diinduksi kembali.

Autoantibodi yang paling khas adalah autoantibodi yang

bereaksi dengan ICA512, akan tetapi autoantibodi tersebut

pada umumnya terdeteksi sesudah autoantibodi insulin dan/

atau GAD65 muncul. Walaupun demikian positif palsu

dengan autoantibodi ICA512 masih dijumpai, bahkan

beberapa individu menunjukkan autoantibodi positif

sementara dan individu normal menunjukkan autoantibodi

ICA512 yang positif. Berbeda dengan individu-individu yang

menjadi DM 1A, autoantibodi ICA512 individu yang tetap

normal tersebut tidak mengekspresikan anti-islet

autoantibodies yang lain. 9/10 autoantibodi ICA512 individu

yang normal juga tidak mengenali epitop ICA512 yang

multipel dan tidak bereaksi dengan ICA512 autoantigenic

domain yang dominan.

Tidak semua individu dengan 2 atau lebih autoantibodi

berkembang menjadi DM 1A. Misalnya, pada individu yang

mempunyai 2 autoantibodi atau lebih dan mempunyai

molekul HLA yang protektif (DQA1*0102, DQB1*0602) risiko

diabetesnya tidak diketahui. Diabetes tidak timbul pada

individu yang mempunyai alel HLA DQB1*0602 yang protektif

walaupun titer autoantibodi tinggi.

TAHAP IV. HILANGNYA SEKRESI (PRODUKSI) INSULIN

Secara umum dapat dikatakan bahwa DM 1A timbul pada

individu yang secara genetik rentan atau kehilangan proteksi,

terpapar oleh suatu agen pencetus dari lingkungan sehingga

terjadi proses autoimun yang berlanjut sampai sebagian

besar sel b mengalami kerusakan dan musnah.

Progresi dan perjalanan penyakit DM 1A secara sepintas

telah dibicarakan. Subtipe DM 1A, yaitu DM 1A yang klasik,

Slowly Progressive Type 1 (Latent Autoimmune Diabetes in

Adult = DM tipe 1½), serta DM 1 tipe “Fulminant”

sesungguhnya merupakan berbagai kemungkinan variasi

hilangnya sekresi sel b. Saat ini belum ada cara yang secara

pasti dapat mengukur masa sel b dan progresi hilangnya

sel b.

Gambar 3.Progresi menjadi diabetes pada kerabat tingkat 1 pasiendiabetes dengan berbagai autoantibodi yang diekspresikan(GAD 65, ICA 512, dan insulin).

Progression to Diabetes vs Number of Autoantibodies(GAD 65, ICA 512, Insulin)

Percent not Diabetic

Years of Follow-up

3 Abs n = 41 17 8 12 Abs n = 44 27 15 4 2 11 Ab n = 93 23 14 10 6 4

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15

100

80

60

40

20

3 Abs2 Abs1 Ab

u

u

Page 9: DM tipe I

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

9

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

Hanya sebagian kecil individu yang menyandang alel gen

yang rentan berlanjut menjadi DM 1A. Tampaknya

serangan autoimun berlangsung melalui beberapa tahap

dan setiap tahap memerlukan berbagai gen atau faktor

lingkungan yang “sesuai” agar proses perjalanan penyakit

dapat terus berlangsung atau berhenti. Mungkin timing

untuk setiap peristiwa juga penting dalam menentukan

kelanjutan proses perjalanan penyakit.

Pada binatang model jelas tampak bahwa autoimunitas

anti-islet yang dapat diukur dan invasi sel T mendahului

terjadinya diabetes. Pada mencit NOD terdapat bukti-bukti

adanya destruksi dan regenerasi sel b sebelum terjadinya

diabetes. Juga telah terbukti adanya perubahan-

perubahan sistim imun saat mendekati onset diabetes,

misalnya rasio aktivitas Th2 terhadap Th1. Perubahan-

perubahan tersebut dikaitkan dengan progresi penyakit

yang lebih cepat, kemungkinan mentransfer diabetes oleh

sel T, serta peluang waktu di mana imunoterapi yang

spesifik (monoclonal anti-CD3 antibodies) dapat

mencegah progresi penyakit secara efektif. (Gambar 4).

Pada manusia bukti yang paling baik untuk menunjukkan

hilangnya secara progresif fungsi sel b diperoleh dari

pengukuran sekresi insulin dan C-peptida. Sesudah onset

diabetes terbukti bahwa sekresi C-peptide berkurang secara

progresif sampai pada akhirnya tidak terdeteksi. Hal tersebut

menunjukkan ketergantungan terhadap insulin eksogen

yang sesungguhnya. Pada saudara kandung pasien DM 1A,

sekresi insulin fase pertama pasca bolus glukosa intra vena

juga berkurang. Fenomena tersebut mendahului timbulnya

diabetes. Gangguan tersebut mungkin akibat dari hambatan

fungsional sekresi sel b. Akan tetapi studi patologi

menunjukkan bahwa pada kembar identik pasien yang tidak

menunjukkan aktivitas autoimunitas anti-islet, masa sel b

normal. Pada pasien diabetes yang baru sebagian besar

massa sel b telah rusak. Di dalam pankreas pasien diabetes

tipe 1 didapatkan gambaran islet lesion yang heterogen.

Sebagian besar sel b islet telah hilang dan tidak dijumpai

adanya infiltrasi limfosit (pseudotrophic islet). Beberapa islet

yang normal tanpa infiltrasi limfosit, serta sebagian islet

dengan sisa sel b dijumpai infiltrasi limfosit. Hal tersebut

mungkin analog dengan timbulnya vitiligo yang progresif

pada kulit, di mana didapatkan bercak-bercak kulit dengan

melanosit yang rusak, sedangkan sebagian

kulit normal.

TAHAP V. DIABETES YANG NYATA

Timbulnya DM 1 umumnya dianggap

sebagai suatu kejadian yang mendadak,

dan pada beberapa individu tampak

sebagai hiperglikemi berat yang

berlangsung cepat. Dengan kemajuan

pengetahuan dan teknik pemeriksaan yang

ada, saat ini perkembangan seseorang

yang akan menjadi DM 1 dapat dipantau

dan diidentifikasi. Tampaknya

autoantibodi-autoantibodi anti-islet dapat

Gambar 4. Perjalanan alamiah DM tipe 1 autoimun. Mekanisme yang kompleks dan timingyang tepat untuk berbagai kejadian yang penting mungkin dapat menjelaskankeragaman perjalanan pasien DM 1A.

Page 10: DM tipe I

10

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

mendahului kejadian hiperglikemi sampai beberapa tahun.

Biasanya gangguan toleransi glukosa (dengan tes toleransi

glukosa intravena) sudah mulai terlihat lebih dari 1 tahun

sebelum mulai timbulnya (onset) diabetes. Mayoritas individu

tersebut menunjukkan peningkatan glukosa darah 2 jam

pasca muatan glukosa (200 mg%) dan bukan peningkatan

glukosa darah puasa. Sebagian pasien datang dalam

kondisi yang akut dengan hiperglikemi yang berat serta

ketoasidosis yang mengancam jiwa. Sekitar 1/200 anak-anak

meninggal dunia pada saat onset DM 1. Dari anamnesis

diketahui bahwa petugas kesehatan yang pertama

menghadapi anak-anak tersebut gagal menegakkan

diagnosis diabetesnya. Anak tersebut kemudian datang lagi

dalam kondisi yang jauh lebih buruk dan meninggal karena

edem otak. Gejala dan keluhan klasik seperti poliuri, polidipsi

dan berat badan yang menurun biasanya didapatkan akan

tetapi diagnosis awal diabetes tetap luput. Mual dan muntah

yang menyertai biasanya menyebabkan diagnosis yang salah.

Diagnosis (alternatif) yang paling sering diajukan adalah

infeksi virus. Dengan ketersediaan pemeriksaan glukosa

darah yang mudah (dengan menggunakan glucosemeter)

kesalahan tersebut seharusnya dapat lebih ditekan.

Page 11: DM tipe I

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

11

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

DAFTAR PUSTAKA

1. The Expert Committee. Report of the Expert Committee on the Diag-nosis and Classification of Diabetes Mellitu. Diabetes Care (Suppl.1)23: S4 – S19, 2000.

2. Atkinson,MA, Eisenbarth,GS: Type 1 Diabetes: New Perspectiveson Disease Pathogenesis and Treatment. Lancet 358:221-229,2001.

3. Eisenbarth,G: Type I diabetes mellitus: a chronic autoimmunedisease. N.Engl.J.Med. 314:1360-1368, 1986.

4. Eisenbarth,GS: Type I diabetes mellitus. A chronic autoimmunedisease. N Engl J Med 314:1360-1368, 1986.

5. Thai A-H and Eisenbarth GS. Natural History of IDDM. DiabetesReview 1: 1-14, 1993.

6. Imagawa,A, Hanafusa,T, Miyagawa,J, Matsuzawa,Y: A novel sub-type of type 1 diabetes mellitus characterized by a rapid onset andan absence of diabetes-related antibodies. Osaka IDDM StudyGroup. New Engl.J.Med. 342:301-307, 2000.

7. Horton,V, Stratton,I, Bottazzo,GF, Shattock,M, Mackay,I, Zimmet,P,Manley,S, Holman,R, Turner,R: Genetic heterogeneity of auto-immune diabetes: age of presentation in adults is influenced by HLADRB1 and DQB1 genotypes (UKPDS 43). UK Prospective Diabe-tes Study (UKPDS) Group. Diabetol 42:608-616, 1999.

8. Winter,WE, Maclaren,NK, Riley,WJ, Clarke,DW, Kappy,MS,Spillar,RP: Maturity-onset diabetes of youth in Black Americans. NEngl J Med 316:285-291, 1987.

9. Eisenbarth GS, Gottlieb P: Immunoendocrinopathy Syndromes. InWilliams Textbook of Endocrinology, 10th edition. Larsen PR,Kronenberg H, Melmed S, Polonsky KS, Eds. W.B. Saunders, 2001.

10.Chowdury TA, Mijovic CM, Barnett AH. The aetiology of Type 1diabetes. In: Bailliere’s Best Practice and Research in Clinical En-docrinology and Metabolism 13: 181 – 195, 1999.

11.McIntosh EDG & Menser MA. A fifty year follow up of congenitalrubella. Lancet 340: 414 – 415, 1993.

12.Haverkos HW. Could the etiology of IDDM be multifactorial ?Diabetologia 40: 1235-1240, 1997.

13.Roll U, Christe MR, Fuchtenbusch M et al. Perinatal autoimmunity inoffspring of diabetic patrents. The German multicenter BABY-DIABstudy: detection of humoral responses to islet antigens in early child-hood. Diabetes; 45: 967-973, 1996.

14.EURODIAB ACE study group and the EURODIAB ACE Substudy2 study group. Familial risk of type 1 diabetes in European children.Diabetologia 41: 1115-1156, 1998.

15.Soeatmadji DW, Fatchiyah. Genotype frequencies of HLA-DQB1associated with succeptibility and resistance to Type 1 Diabetes inIndonesian population.11th Congress of AFES, 2000.

16.Mehta V and Palmer J: The Natural History of IDDM Disease Pro-cess. In: Prediction, Prevention, and Genetic Counseling in NIDDM,Palmer JP (Ed.), John Wiley & Sons,p.3-16,1997.

17.Pugliese A : Unraveling the genetics of insulin-dependent type 1diabetes - the search must go on. Diabetes Review 7: 39 – 54.2000.

18.Tuomi T, Carlsson A, Li H, Isomaa B, Mietinen, et al : Clinical andgenetic characteristic of type 2 diabetes with and without GAD anti-

bodies. Diabetes 48: 150 – 157, 1999.19.Trowsdale J: Molecular genetics of class I and class II regions. In:

HLA and MHC genes, molecule and function . Browning M andMcMichael A (Eds.), Bios Scientific Publishers Ltd, 1996, p.23 – 36.

20.1Klein,J, Sato,A: The HLA system. First of two parts. N Engl J Med343:702-709, 2000.

21.Nepom GT, Kwok WW: Molecular basis for HLA-DQ associationwith IDDM. Diabetes 47: 1177 – 1184. 1998.

22.Witas HW, Rozalski, Jedrychowska-Daska K, Mlynarsky W, andBodalsky J : HLA-DQB1 but not HLA-DQA1 alteration is associatedwith the disease ion Polish IDDM families. 16th IDF Congress Ab-stracts, Diabetologia Suppl., 1997.

23.Tandon N, Rajalingam R, Mehra, NK : Non-Asp 57 residues in theHLA-DQB1 gene control succeptibility to IDDM in India. 16th IDFCongress Abstracts, Diabetologia Suppl., 1997.

24.Lonnrot,M, Korpela,K, Knip,M, Ilonen,J, Simell,O, Korhonen,S,Savola,K, Muona,P, Simell,T, Koskela,P, Hyoty,H: Enterovirus in-fection as a risk factor for beta-cell autoimmunity in a prospectivelyobserved birth cohort: the Finnish Diabetes Prediction and Preven-tion Study. Diabetes 49:1314-1318, 2000.

25.Redondo,MJ, Kawasaki,E, Mulgrew,CL, Noble,JA, Erlich,HA,Freed,BM, Lie,BA, Thorsby,E, Eisenbarth,GS, Undlien,DE,Ronningen,KS: DR and DQ associated protection from type 1 dia-betes: comparison of DRB1*1401 and DQA1*0102-DQB1*0602. JClin Endocrinol Metab 85:3793-3797, 2000.

26.Rewers,M, Bugawan,TL, Norris,JM, Blair,A, Beaty,B, Hoffman,M,McDuffie,RSJr, Hamman,RF, Klingensmith,G, Eisenbarth,GS,Erlich,HA: Newborn screening for HLA markers associated withIDDM: diabetes autoimmunity study in the young (DAISY).Diabetologia 39:807-812, 1996.

27.Norris,JM, Beaty,B, Klingensmith,G, Yu,L, Hoffman,M, Chase,HP,Erlich,HA, Hamman,RF, Eisenbarth,GS, Rewers,M: Lack of asso-ciation between early exposure to cow’s milk protein and ?-cellautoimmunity: Diabetes Autoimmunity Study in the Young (DAISY).JAMA 276:609-614, 1996.

28.Yang,Z, Wang,K, Li,T, Sun,W, Li,Y, Chang,YF, Dorman,JS,LaPorte,RE: Childhood diabetes in China. Enormous variation byplace and ethnic group. Diabetes Care 21:525-529, 1998.

29.Worldwide increase in incidence of Type I diabetes—the analysis ofthe data on published incidence trends. Diabetologia 42:1395-1403,1999.

30.Kolb,H, Elliott,RB: Increasing incidence of IDDM a conse-quence of improved hygiene? Diabetologia 37:729, 1994.

31.Verge,CF, Stenger,D, Bonifacio,E, Colman,PG, Pilcher,C,Bingley,PJ, Eisenbarth,GS, Participating Laboratories: Combineduse of autoantibodies (IA-2ab, Gadab, IAA, ICA) in type 1 diabetes:Combinatorial islet autoantibody workshop. Diabetes 47:1857-1866,1998.

32.Bonifacio,E, Atkinson,M, Eisenbarth,GS, Serreze,D, Kay,TW, Lee-Chan,E, Singh,B: International workshop on autoimmunity in animalmodels of autoimmune diabetes identifies insulin, but not GAD or IA-2 as specific antigens of humoral autoimmunity in the non-obesediabetic mouse. Diabetes 50:2451-2458, 2001.

Page 12: DM tipe I

12

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

PERJALANAN PENYAKIT DAN PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1

ForumDiagnosticumISSN 0854-7173

Redaksi KehormatanProf. DR.Dr. Marsetio Donosepoetro, Drs. Andi WijayaProf. DR.Dr. FX Budhianto Suhadi, DR.Dr. Irwan Setiabudi

Ketua Dewan Redaksi/Penanggung JawabDra. Marita Kaniawati

Anggota Dewan RedaksiDra. Dewi Muliaty, Dra. Ampi RetnowardaniDra. Evy Liswati, Dra. Indriyanti RSDra. Lies GantiniFaliawati Moeliandari S.Si.

Alamat RedaksiLaboratorium Klinik ProdiaJl.Wastukencana 38, Bandung 40116Telepon: (022) 4202011, 4219392, 4219394, Fax : (022) 4236461e-mail: [email protected]: www.prodia.co.id

Januari 2003-3462

Certificate Number: 403247Certified to QMS