blok 21 DM tipe 1

21

Click here to load reader

description

Diabetes Melitus Tipe 1 dengan Ketoasidosis Metabolik

Transcript of blok 21 DM tipe 1

Page 1: blok 21 DM tipe 1

Diabetes Melitus Tipe 1 dengan Ketoasidosis Metabolik

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat, 11510

Pendahuluan

Ketoasidosis diabetes merupakan komplikasi akut yang paling serius yang terjadi

pada anak-anak pada DM tipe 1, dan merupakan kondisi gawat darurat yang menimbulkan

morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang diketahui baik dari

patogenesisnya maupun dalam hal diagnosis dan tata laksananya. Diagnosis ketoasidosis

diabetes (KAD) didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru dengan DM tipe 1.

KAD juga merupakan penyebab kematian tersering pada anak dan remaka dengan

DM tipe 1, yang diperkirakan setengah dari penyebab kematian penderita DM di bawah usia

24 tahun. Sementara itu di Indonesia belum didapatkan angka yang pasri mengenai hal ini.

Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat diperlukan dalam pengelolaan kasus-kasus KAD

untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.

Skenario

Seorang perempuan 7 tahun dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan lemas sejak

beberapa jam yang lalu. Keluhan disertai nyeri perut dan kadang-kadang muntah. Menurut

ibunya, pasien BAK sedikit sekali. Menurut ibunya , pasien mengalami penurunan berat

badan 3 kg sejak 2 minggu yang lalu, semakin mudah lelah sejak 1 minggu yang lalu dan

terutama pasien merasa cepat haus, sering kencing dan ngompol pada saat tidur sejak 3 hari

yang lalu.

Pf: tampak somnolen, denyut jantung 120x/menit, TD80/50 mmhg, temperature 37 C,

pernafasan 40x/menit, cepat dan dalam, bau keton +, capillary refill 3 detik, serta turgor kulit

menurun.

Anamnesis

Pada skenario yang didapatkan, pasien akan dilakukan anamnesis terlebih dahulu.

Anamnesis akan dilakukan alloanamnesis dan autoanamnesis. Anamnesis akan dimulai dari

sapaan kepada pasien dan keluarganya untuk memulai komunikasi. Dikarenakan pasien

1

Page 2: blok 21 DM tipe 1

adalah seorang anak berumur 7 tahun, maka anamnesis dilakukan secara alloanamnesis

dengan bertanya kepada Ibu pasien, namun dibantu juga dengan autoanamnesis.

Alloanamnesis adalah tindakan anamnesis yang dilakukan pada keluarga atau orang

yang mengantar pasien datang kepada seorang dokter.1 Alloanamnesis dimulai dari identitas

pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), dan

riwayat penyakit keluarga (RPK). Identitas pasien akan ditanya dari, nama lengkap pasien,

tempat dan tanggal lahir, umur pasien, alamat, pendidikan terakhir, pekerjaan, status

perkawinan, suku bangsa, dan agama. Pada keluhan utama, ditanyakan kepada pasien dibantu

dengan keluarganya, masalah atau keluhan yang dialaminya sehingga mendorongnya datang

kepada dokter untuk berobat. RPS pada pasien ditanyakan berupa pertanyaan – pertanyaan

seperti ini:

Apakah keluhan anak Ibu? Sejak kapan?

Apakah anak ibu ada gejala – gejala dehidrasi seperti bibir dan mulutnya kering, tidak buang

air kecil selama lebih dari 6 – 12 jam, anak ibu menjadi lebih rewel karena haus, tidak ada air

mata saat menangis, mata anak menjadi cekung, turgor kulit menurun yang ditandai dengan

dicubit kulit anak di telapak tangan bagian luar dan kembali dalam bentuk elastis

memerlukan waktu yang lebih lama dari normal, dan anak menjadi lemah, tidak fokus, serta

tidak mampu berdiri?

Apakah ada gejala – gejala asidosis metabolik seperti pernafasan cepat dan dalam? Atau apa

bau keton, apakah ibu menciumnya dari nafas atau mulut anak ibu?

Apakah ada nyeri perut, muntah, mual, dan demam?

Apakah ada mengkonsumsi obat – obatan golongan steroid?

Apakah sering beraktifitas olahraga? Berapa kali dalam seminggu?

Apakah ada nyeri saat berolahraga atau sakit saat bergerak?

Apakah kulitnya kering, namun tidak berkeringat?

Apakah pernah mengeluh penurunan atau kehilangan kemampuan penglihatan?

Apakah sering merasa gatal, ditandai dengan digaruknya area tubuh tertentu secara berulang

kali? Atau apakah anak ibu pernah terdiagnosa dengan suatu penyakit kulit?

2

Page 3: blok 21 DM tipe 1

Apakah berat badan anak Ibu sulit meningkat? Atau bahkan meningkat secara berlebihan?

Atau ada penurunan berat badan yang signifikan?

Apakah anak Ibu pernah Ibu lihat urinnya? Warna apa? Atau urinnya ada kelainan lainnya,

misalnya ada benda asing dan sebagainya?

Apakah di keluarga, ada yang pernah mengalami kelainan seperti ini juga?

Setelah menanyakan mengenai masalah yang dihadapi anak tersebut, dilanjutkan

dengan perkembangan atau perburukkan yang dialaminya dalam beberapa hari terakhir,

ditanyakan pula obat yang mungkin sudah dikonsumsi oleh anak tersebut dan hasilnya seperti

apa setelah meminum obat tersebut.

Ditanyakan pula apa ada keluhan – keluhan lainnya dan keluhan berat lainnya yang

mungkin diderita pula oleh anak tersebut. Selanjutnya, setelah RPS selesai maka akan menuju

kepada RPD, RPK.

Pemeriksaan

Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan keadaan umum pasien, Tanda-tanda

vital (TTV), kesadaran pasien, berat dan tinggi badan pasien, pemeriksaan khusus mata,

kelenjar tiroid, jantung, paru, dan ginjal.

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan darah

rutin, hemoglobin A1c (HbA1c), glukosa darah sewaktu dan puasa, urin rutin, analisa gas

darah (AGD), dan pengecekan DNA (jika perlu). Pemeriksaan EKG menurut literatur

diperlukan untuk melihat hipokalemia atau hiperkalemia, namun pada keadaan berdasarkan

skenario, hasil elektrolit belum ada sehingga tidak diindikasikan untuk pemeriksaan EKG

karena pemeriksaan elektrolit yang dasar saja belum ada hasilnya.

Keadaan umum pasien saat datang sudah dalam kondisi sakit berat. Pada TTV

didapatkan nilai adalah sebagai berikut, tekanan darah adalah 80/50 mmHg, tampak

somnolen, denyut jantung 120x/menit, temperature 37 C, pernafasan 40x/menit, cepat dan

dalam, bau keton +, capillary refill 3 detik, serta turgor kulit menurun.3 pada hasil

pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran menurun, yang merupakan tanda dari kesadaran jenis

somnolen. Berat dan panjang badan pasien juga diukur untuk mengetahui nilai Body Mass

Index (BMI), apakah anak tersebut dalam keadaan tumbuh normal atau tidak, hal ini yang

menjadi pertanda dari pada seorang anak kekurangan gizi atau bahkan kelebihan gizi, namun

3

Page 4: blok 21 DM tipe 1

dibantu juga dengan pemeriksaan lingkar kepala, lingkar lengan atas, lingkar dada, dan

kandungan lemak pada tubuh. Pada kasus yang dicurigai anak menderita DMT1 juga sangat

penting dilakukan pemeriksaan mata, karena sering kali gangguan penglihatan seperti katarak

timbul lebih awal pada penderita DMT1.

Pemeriksaan fisik yang sangat penting adalah pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi. Pada wajah anak tersebut akan diinspeksi dan dipalpasi, untuk mengetahui

kelainan yang terjadi pada anak tersebut. Pada saat pemeriksaan wajah juga pasien akan

diminta meniupkan nafas dari mulutnya, pada penderita DMT1 dengan ketoasidosis

metabolik akan tercium bau keton saat anak tersebut meniupkan nafasnya dari mulut, hal ini

merupakan ciri khas DMT1 dengan ketoasidosis metabolik. Pemeriksaan kelenjar tiroid juga

berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran, karena pada penderita DMT1

berhubungan dengan hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Jika ditemukan kelainan, maka

pemeriksaan fungsi tiroid selanjutnya melalui pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan

dengan segera, karena hal ini akan berdampak pada manajemen pengobatan penyakit

Diabetes Melitus Tipe 1 itu sendiri. Selanjutnya juga dilakukan pemeriksaan fisik pada

jantung, paru, dan ginjal, hal ini lebih bertujuan untuk mencari adanya ketidaknormalan pada

anak tersebut, dikarenakan keadaan kedatangan anak yang kurang jelas sakitnya pada

bagian/organ apa dan dehidrasi berat, maka dari itu dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang, selalu dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk melihat

apakah pasien terdapat kelainan hematologi yang mungkin menjadi penyebab dari keluhan

atau gejala pasien. Nilai normal pemeriksaan darah rutin adalah sebagai berikut, hemoglobin

11 – 15 g/dL, hematokrit 31 – 45%, leukosit 5.700 – 18.000 sel/mm3, trombosit 150.000 –

450.000 sel/mm3, laju endap darah (LED) <10 mm/jam pertama, dan eritrosit 3.6 – 4.8 juta

sel/mm3.4

Pemeriksaan HbA1c merupakan pemeriksaan yang menghitung persentase

hemoglobin yang diselimuti oleh gula. Semakin tinggi level dari HbA1c maka semakin tinggi

pula resiko komplikasi diabetes. Pemeriksaan ini menunjukkan nilai rata-rata gula darah

sekitar 2 sampai 3 bulan yang lalu. Nilai normal untuk pemeriksaan ini adalah lebih kecil dari

5.7% ( 4%-5,6%) dengan kadar gula darah rata – rata 2 sampai 3 bulan yang lalu adalah 111

mg/dL. Pemeriksaan yang menjadi penentu sesuai di kasus adalah pemeriksaan glukosa darah

sewaktu dan puasa. Pemeriksaan glukosa darah bertujuan untuk mengukur kadar gula dalam

4

Page 5: blok 21 DM tipe 1

darah. Nilai normal glukosa darah sewaktu adalah 100 mg/dL, dan dikatakan diabetes ketika

sudah melebihi dari 200 mg/dL, umumnya pada anak yang menderita diabetes akan terdeteksi

di nilai 250 mg/dL. Pada glukosa darah puasa dikatakan diabetes ketika sudah melebihi 120

mg/dL.5

Pemeriksaan urin rutin juga sangat penting untuk dilakukan karena akan ditemukan

adanya glukosa dalam urin, keadaan ini disebut glukosuria. Normalnya tidak ditemukan

glukosa dalam urin karena glukosa dalam filtrat glomeruli akan direabsorpsi kembali secara

aktif di tubuli proksimal. Bagaimanapun, pemeriksaan glukosa dalam urin bukanlah suatu

pemeriksaan diagnostik dalam penyakit DMT1 ini, melainkan hanya pendukung, karena

glukosuria dapat ditemukan bukan hanya pada DM. Glukosuria dapat ditemukan pada

tirotoksikosis, feokromasitoma, sindrom Cushing, anestesi dengan eter, peningkatan tekanan

intrakranial, renal glukosuria, kehamilan, dan sindrom Fanconi. Pemeriksaan benda keton

juga dilakukan pada pemeriksaan urin rutin, pada penderita DMT1 dengan ketoasidosis

metabolik akan terdeteksi benda keton di urinnya, karena normalnya tidak ditemukan benda

keton dalam urin, keadaan ini disebut ketonuria. Ketonuria dapat juga ditemukan dalam

keadaan kelaparan, kakeksia, muntah – muntah, anoreksia, dan lain – lain.6

Analisa Gas Darah (AGD) adalah pemeriksaan yang menggunakan darah arteri untuk

memeriksa pH darah, tekanan parsial kelarutan oksigen di dalam darah, tekanan parsial

kelarutan karbondioksida dalam darah, dan saturasi oksigen pada hemoglobin. Nilai

normalnya adalah sebagai berikut, pH 7,35 – 7,45, PaO2 80 – 100 mmHg, PaCO2 35 – 45

mmHg, SaO2 95% atau lebih. Pada kasus ini, pasien datang dalam keadaan ketoasidosis

metabolik ditandai dengan gula darah sewaktu yang lebih dari 200 mg/dL, pH darah dalam

keadaan asidosis metabolik dengan nilai kurang dari 7,35 ditandai dengan pernafasan anak

yang cepat dan dalam (Kussmaul breathing), dan ketonuria/ketonemia.7

Analisa DNA sebaiknya dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita Maturity

Onset Diabetes of the Young (MODY) dengan gambaran klinis dan pemeriksaan sebelumnya

yang sudah dilakukan, mengingat pemeriksaan ini masih terbatas dan harganya pun sangat

mahal.

Test C-peptide, Pemeriksaan C-Peptide merupakan pengukuran kadar C-Peptide

dalam darah dan urin. Kadar C-Peptide dalam darah proporsional terhadap produksi insulin

endogen. Pemeriksaan ini dapat menggambarkan fungsi sel beta residual pada

individu dengan diabetes melitus (DM) yang tergantung insulin. Manfaat Pemeriksaan :

5

Page 6: blok 21 DM tipe 1

1) Diagnosis hipoglikemia; 

2) Membantu dalam klasifikasi DM; 

3) Penentuan fungsi sel beta dalam kondisi DM; 

4) Evaluasi kelengkapan proses pankreatektomi.

C-peptide ini adalah fragmen melekat pada insulin (pro-insulin) saat diproduksi insulin dalam

pankreas. Kadar C-peptide biasanya berkorelasi dengan kadar insulin, kecuali bila orang

mendapat suntikan insulin. Ketika seorang pasien hypoglycemic (gula darah rendah), tes ini

mungkin berguna untuk menentukan apakah kadar insulin yang tinggi karena pancreas

berlebihan dalam melepas insulin, atau karena suntikan insulin.

Diagnosis Kerja

Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan

ketoasidosis metabolik. Hal ini tergambar pada pemeriksaan fisik yang menunjukkan pasien

berada dalam keadaan diabetes melitus dengan gejala khasnya yaitu poliuria, polidipsi,

polifagia, pasien juga sering merasa haus, kehilangan berat badan dalam waktu singkat, dan

mudah lelah. Pasien juga berada dalam keadaan ketoasidosis metabolik karena berdasarkan

skenario, pasien bernafas secara cepat dan dalam, pernafasan ini merupakan khas pada

keadaan asidosis metabolik. Ketoasidosis metabolik merupakan komplikasi dari penyakit

DMT1.

Diagnosis diferensial

Diagnosis diferensial pada skenario ini adalah Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2),

Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY), dan sindrom hiperosmolar diabetik. Pada

dasarnya, ketiga penyakit ini memiliki gejala klinis yang hampir sama, namun dapat

dibedakan dari faktor usia dan pemeriksaan penunjangnya. Pada DMT2 dapat didiagnosa

dengan anak yang overweight menurut Body Mass Index (BMI), faktor keluarga yang sudah

menderita DMT2 terlebih dahulu dari 1 sampai 2 generasi diatasnya, dan anak tersebut

merupakan keturunan ras American Indian, African American, Hispanic, Asian/Pacific

Islander.

Namun yang tidak kalah penting adalah penderita DMT2 umumnya adalah orang

dewasa, bukan anak kecil seperti yang di skenario. MODY memang sulit dibedakan secara

klinis dengan DMT1 dan DMT2, namun umumnya MODY timbul pada anak yang berusia 9 -

25 tahun dengan faktor herediter dari orang tua yang memiliki DMT2 dan defek primer pada

6

Page 7: blok 21 DM tipe 1

sekresi insulin.5 Pemeriksaan pasti yang dapat menunjang MODY adalah dengan

pemeriksaan analisis DNA, namun pemeriksaan ini terbatas karena masih sedikit fasilitas

laboratorium yang dapat menjalankannya dan juga pemeriksaan ini di Eropa saja masih

tergolong mahal. Pemeriksaan ini hanya dapat dilaksanakan ketika gejala klinis sudah

dipastikan bahwa pasien adalah penderita DM dan bukan termasuk DMT1 atau DMT2 serta

biaya pemeriksaannya dapat ditanggung oleh pasien.

sindrom hiperosmolar diabetik adalah keadaan dimana kadar gula dalam darah

mencapai batas yang sangat tinggi sehingga darah menjadi kental seperti sirup, dan juga

glukosuria yang terjadi secara masif sehingga menarik cairan keluar dari tubuh dimana dapat

terjadi edema. Gejala – gejala yang timbul pada sindrom hiperosmolar diabetik ini sama

seperti DMT1 dan DMT2 namun ditambah dengan halusinasi, kejang, koma, kelemahan pada

1 sisi tubuh, dan demam. Diagnosa sindrom hiperosmolar diabetik akan timbul ketika kadar

gula dalam darah mencapai 600 mg/dL.

Gastroenteritis

Inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan

usus besar. Gastroenteritis ditandai dengan gejala utamanya yaitu diare, muntah, mual dan

kadang disertai demam dan nyeri abdomen. Bila tidak ditangani segera dapat mengakibatkan

kehilangan cairan (dehidrasi) dan gangguan keseimbangan elektrolit sehingga dapat

menyebabkan kematian terutamanya pada anak. Kebanyakan kasus gastroenteritis bersifat

infeksius, namun dapat juga terjadi akibat konsumsi obat-obatan dan bahan-bahan toksik

seperti plumbum. Penularan gastroenteritis dapat melalui rute fekal-oral dari orang ke orang

atau melalui air dan makanan yang terkontaminasi.

Gastroenteritis dapat disebabkan oleh banyak hal seperti virus, bakteri, parasit, obat-

obatan, alergi makanan dan bahan toksik. Namun, yang paling sering menjadi penyebab

adalah virus dan bakteri.

Gejala klinis umumnya, gejala yang timbul adalah dalam bentuk kombinasi dari

muntah, diare, nyeri abdomen, demam dan kurang nafsu makan. Namun, gejala utama dari

gastroenteritis adalah diare dengan atau tanpa muntah yang dapat disertai dengan gejala

sistemik seperti demam, letargi dan nyeri abdomen.

Etiologi

7

Page 8: blok 21 DM tipe 1

Penyebab pasti dari DMT1 dengan ketoasidosis metabolik sejauh ini belum diketahui.

Hal yang diketahui adalah pada DMT1 ini, terjadi sistem imun yang salah menyerang dan

menghancurkan sel islet (sel yang memproduksi insulin) di pankreas, hal ini bisa terjadi

karena genetik atau pemaparan dari virus tertentu melalui lingkungan. Gen HLA kelas II

molekul DR3 dan DR4 dikaitkan secara kuat dengan DMT1. Pemaparan virus yang dapat

menyebabkan DMT1 adalah rubella, enterovirus, dan mumps. Menurut penelitian terbaru,

negara – negara yang anak – anaknya mudah dan sering terinfeksi oleh penyakit memiliki

kecenderungan rendah dalam menderita DMT1 sedangkan negara maju yang anak – anaknya

jarang terinfeksi oleh penyakit memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menderita

DMT1. Faktor diet juga menjadi salah satu penyebab dari DMT1 seperti, ASI yang dapat

menurunkan resiko DMT1, alergi terhadap susu sapi dan gluten, dan defisiensi vitamin D.5

Epidemiologi

Secara keseluruhan insidens penderita DM di seluruh dunia adalah 24.3 kasus per

100.000 orang per tahunnya.8 DMT1 memiliki proporsi 10% dari total penderita DM di

dunia. Di Amerika sendiri penderita DMT1 sebanyak 1,4 juta dan lebih dari 15 juta di seluruh

dunia. Insidens DMT1 bervariasi di seluruh dunia dari 0.7/100.000 per tahun di Karachi

(Pakistan) sampai 40/100.000 per tahunnya di Finlandia. Data dari Western Europe Diabetes

Centers menunjukkan bahwa setiap tahunnya terdapat kenaikan 2 – 5% di Eropa dengan

Eropa Tengah dan Eropa Timur menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi, peningkatan ini

juga terbanyak terjadi di anak – anak. Prevalensi penderita DMT1 di Amerika adalah

1.9/1.000 dengan kasus baru setiap tahunnya sekitar 14.9/100.000 yang diestimasikan sekitar

30.000 kasus baru muncul di setiap tahunnya. Prevalensi DMT1 tinggi di Eropa Barat dan

rendah di Asia dan Afrika. Namun kemunculan kasus baru, hampir sama antara Eropa dengan

Asia, karena populasi dunia banyak terdapat di Asia. Setiap tahunnya sekitar 400.000 kasus

baru DMT1 pada anak di bawah 14 tahun di seluruh dunia dengan setengahnya berada di

Asia, hal ini karena populasi lebih banyak di Asia. Pada laki – laki dan perempuan,

insidensnya hampir sama, tidak ada perbedaan yang signifikan.5 Namun pada beberapa

penelitian menyebutkan, pada daerah insidens tinggi, laki – laki lebih mudah terkena

khususnya usia tua dan pada daerah insidens rendah, wanita lebih mudah terkena. Ras orang

kulit putih memiliki insidens DMT1 yang paling tinggi dengan orang Chinese yang terendah.

DMT1 1,5 kali lebih mudah ditemukan pada orang kulit putih Amerika daripada orang kulit

hitam Amerika atau hispanik, dan juga pada imigran yang pindah dari daerah yang insidens

rendah ke daerah yang insidens tinggi, resiko DMT1 akan meningkat. Pada anak – anak,

8

Page 9: blok 21 DM tipe 1

insidens DMT1 akan meningkat pada 2 kelompok umur yaitu umur 4 – 6 tahun dan 10 – 14

tahun.9,10 DMT1 dengan ketoasidosis metabolik sendiri mempunyai angka sekitar 25% dari

total DMT1 dengan perkiraan 4 kasus per 100.000 anak.11,12 Meningkatnya kasus DMT1

dengan ketoasidosis metabolik pada anak kecil dikarenakan sulitnya mendiagnosa secara

pasti sehingga terjadi keterlambatan diagnosa.13

Patofisiologi

Secara singkat, penyebab awal dari DMT1 adalah destruksi dari pada sel beta di

pankreas yang memproduksi insulin oleh sistem imun tubuh, sehingga insulin tidak

dihasilkan lagi dan tubuh bergantung pada insulin yang didapat dari injeksi dari luar.

Penyebab kenapa sistem imun tubuh dapat menyerang sel beta masih belum secara jelas

diketahui. Tahapan – tahapan sistem imun bisa menyebabkan DMT1 adalah sebagai berikut:

Autoimunitas inisiasi. Tahap ini umumnya berjalan karena adanya gen HLA DR3 dan

DR4. Namun masih banyak faktor juga yang dapat menginisiasi seperti yang telah dijelaskan

di atas. Umumnya akan mulai terlihat tanda autoimunitas pada umur 2 tahun dan terdiagnosa

sebelum umur 10 tahun. Terdapat autoantibodi juga yang berperan seperti Insulin Associated

Antibodies (IAA) yang pertama muncul di anak kecil, diikuti oleh Glutamic Acid

Decarboxylase 65kd (GAD 65), dan Tyrosine Phospatase Insulinoma Associated-2 (IA-2).

Autoimunitas preklinis dengan penurunan progresif fungsi sel beta, Onset dari gejala

klinis, Remisi sementara, Gejala klinis yang menetap, Pembentukan komplikasi5

Gejala Klinis

Pada DMT1 dengan ketoasidosis metabolik terdapat gejala klinis seperti pada

penyakit diabetes lainnya yaitu, polifagia, polidipsi, poliuria, pasien juga sering merasa haus,

kehilangan berat badan dalam waktu singkat, dan mudah lelah. Pasien juga berada dalam

keadaan ketoasidosis metabolik karena berdasarkan skenario, pasien bernafas secara cepat

dan dalam, pernafasan ini merupakan khas pada keadaan asidosis metabolik. Umumnya juga

disertai gatal – gatal pada daerah lipatan di tubuh sehingga menimbulkan hiperpigmentasi dan

ditemukannya juga kandidiasis, kalau berdasarkan skenario, dapat ditemukan pada lipatan

paha karena sering memakai popok.

Penatalaksanaan

9

Page 10: blok 21 DM tipe 1

Pengobatan medika mentosa pertama kali bertujuan untuk mengatasi keadaan

ketoasidosis metaboliknya, dengan memberikan cairan salin 0.9% untuk mengembalikan

sirkulasi perifer, dengan hitungan 10 ml/kg/jam selama 1 – 2 jam pertama dan boleh diulang

sampai pasien berada dalam keadaan stabil. Setelah pasien berada dalam keadaan stabil,

dapat diberikan selama setidaknya 4 – 6 jam berikutnya. Penghitungan ulang kebutuhan

cairan harus dilakukan dan dimonitor secara teratur khususnya selama 48 jam pertama sejak

dalam perawatan. Penghitungan dilakukan dengan cara maintenance volume ditambah 10%

defisit berdasarkan berat badan. Umumnya sulit menentukan derajat dehidrasi, maka

pemberian cairan dapat dilakukan sekitar 1.5 sampai 2 kali dari kebutuhan cairan normal.

Ketika pemberian oral sudah mulai dapat diterima, maka pemberian secara IV dapat

diberhentikan secara bertahap. Selanjutnya barulah diberikan terapi insulin. Terapi insulin

dapat diberikan secara infus/IV selama 1 – 2 jam setelah terapi penggantian cairan dengan

dosis 0.1 unit/kg/jam dengan catatan 1 unit sama dengan 1 ml. Terapi insulin dengan

pemberian yang telah dijelaskan tersebut dapat diberikan selama setidaknya menunggu pasien

berada dalam kondisi normal, sudah tidak asidosis metabolik (pH lebih dari 7,3, bikarbonat

lebih dari 15 mmol/L).

Pada keadaan tertentu dimana keadaan asidosis metabolik masih belum tertangani

dengan baik, dapat diberikan natrium bikarbonat secara hati – hati dengan dosis 1 – 2

mmol/kg selama 1 jam. Setelah pasien semakin menujukkan perbaikan, pemberian insulin

dapat diganti menjadi injeksi subkutan. Terapi awal insulin injeksi subkutan untuk mencegah

hiperglikemia, dapat diberikan 15 – 30 menit (dengan insulin aksi cepat) atau 1 – 2 jam

(dengan insulin reguler) sebelum terapi insulin IV diberhentikan, agar memberikan waktu

untuk absorpsi insulin oleh tubuh.

Jenis insulin kerja cepat adalah insulin lispro dan insulin aspart yang mulai bekerja

dalam 5 – 15 menit dan berada di puncak pada 30 – 90 menit kemudian. Insulin kerja lambat

adalah human insulin yang mulai bekerja 30 – 60 menit setelah injeksi dan umumnya

memuncak dalam 2 – 4 jam kemudian. Insulin kerja panjang adalah insulin glargine dan

insulin detemir yang hampir tidak mempunyai puncak karena kerjanya yang stabil dalam 20 –

26 jam sehingga kadarnya hampir rata terus – menerus. Insulin kerja sedang seperti insulin

NPH yang mulai bekerja 1 – 3 jam dan memuncak dalam 8 jam. Insulin NPH hampir sama

efektifitasnya dengan insulin kerja panjang namun lebih besar menyebabkan hipoglikemia.

Menggunakan insulin NPH akan membuat kurang fleksibel dengan waktu makan begitu juga

dengan kadar karbohidrat yang akan dimakan oleh pasien.

10

Page 11: blok 21 DM tipe 1

Pengobatan non medika mentosa yang penting juga adalah diet rendah kalori dan

lemak serta banyak mengkonsumsi buah, sayuran, dan biji - bijian. Diet rendah lemak

dikarenakan konsumsi lemak terutama lemak hewani akan menyebabkan melambatkan

sistem metabolisme sehingga kadar gula dalam darah dapat meningkat secara cepat, begitu

juga dengan konsumsi gula yang berlebih. Olahraga juga sangat diperlukan dalam membantu

meningkatkan kebugaran tubuh pasien, tidak ada olahraga yang dilarang dalam penyakit

DMT1 ini, namun perlu diingat bahwa aktifitas fisik dapat menurunkan kadar gula dalam

darah yang akan memiliki efek selama 12 jam ke depan setelah aktifitas, sehingga perlunya

kontrol yang lebih sering, disaat anak baru mulai mencoba suatu aktifitas fisik baru, agar

dapat dilihat reaksi tubuhnya sehingga hipoglikemia dapat dicegah, selain itu dapat dicegah

dengan diturunkannya dosis insulin sebelum berolahraga atau diberikan makanan ringan

sebelum berolahraga. Pada saat tidur pun kadar gula dalam darah dapat turun, sehingga dapat

diberikan dosis insulin yang lebih rendah saat mau tidur atau diberikan makanan ringan

sebelum tidur agar kadar gula dalam darah untuk anak 5 tahun yang baik adalah 110 – 200

mg/dL.5

Komplikasi

Pada DMT1 dengan ketoasidosis metabolik dapat menimbulkan berbagai komplikasi

seperti, gangguan jantung dan pembuluh darah, neuropati, nefropati, gagal ginjal akut, Adult

Respiratory Distress Syndrome (ARDS), kerusakan mata, kerusakan ekstremitas bawah,

gangguan kulit, osteoporosis, edem serebral, dan gangguan otak.5

Prognosis

Prognosis pada DMT1 dengan ketoasidosis metabolik sejak ditemukannya insulin

menurun drastis hanya menjadi 2 – 5% dari 100% kematian.14 Menurut penelitian, orang yang

menderita DM akan memiliki umur yang lebih pendek 10 tahun dibandingkan dengan orang

yang tidak menderita DM. Terapi yang memegang peranan penting adalah terapi penggantian

cairan tubuh yang hilang dan insulin. Jika kedua hal ini sudah ditangani dengan baik maka

hasilnya pun akan menjadi baik, khususnya untuk ketoasidosis metaboliknya sendiri harus

dapat terdiagnosa dengan cepat sehingga memiliki prognosis yang baik.

Pencegahan

DMT1 dengan ketoasidosis metabolik tidak dapat dicegah, namun pola hidup yang

sehat dapat membantu mengurangi kemungkinan menderita penyakit ini.

11

Page 12: blok 21 DM tipe 1

Kesimpulan

Anak tersebut menderita Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan ketoasidosis

metabolik. Penyebab Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan ketoasidosis metabolik masih

belum dapat dipastikan, namun faktor imun dan lingkungan memegang peranan penting

dalam rusaknya sel beta yang seharusnya memproduksi insulin dan pemeriksaan penunjang

melalui glukosa darah sewaktu dan puasa serta analisa gas darah sangatlah penting untuk

menentukan diagnosis kerja. Pengobatan yang spesifik untuk penyakit Diabetes Melitus Tipe

1 (DMT1) dengan ketoasidosis metabolik adalah penggantian cairan tubuh yang hilang dan

insulin. Prognosis akan menjadi baik ketika tindakan terapi berjalan dengan cepat dan tepat.

Tindakan pencegahan yang spesifik belum ada, namun pola hidup yang sehat dapat

mengurangi kemungkinan menderita Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan ketoasidosis

metabolik.

Daftar Pustaka

1. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran bagaimana dokter berpikir, bekerja,

dan menampilkan diri. Edisi ke-1 Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2006.H.258.

2. Inzucchi S, et al. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care Jan

2010; 33 (1): 62-69.

3. Bickley LS. Approach to the patient: history and physical examination. 11th edition.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011.P.118-27.

4. Chernecky CC, Berger BJ. Laboratory tests and diagnostics procedures. 5th edition.

Missouri: Saunders Elsevier; 2008. P. 400-512.

5. Alemzadeh R, Ali O. Diabetes Mellitus. In: Kliegman RM, Stanton BF, Geme III

JWSt, Schor NF, Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics. 19th edition.

Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. P. 1968-97.

6. Sudiono H, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Patologi Klinik Urinalisis.

Edisi ke-3. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2009. H. 43-6.

7. Asmadi. Teknik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.

Edisi ke-1. Jakarta: Salemba Medika; 2008. H. 27.

12

Page 13: blok 21 DM tipe 1

8. Dabelea D, Bell RA, D'Agostino RB Jr, Imperatore G, Johansen JM. Incidence of

diabetes in youth in the united states. JAMA Jun 27 2007; 297 (24): 2716-24.

9. Felner EI, et al. Genetic interaction among three genomic regions creates distinct

contributions to early- and late-onset type 1 diabetes mellitus. Pediatr Diabetes Dec

2005; 6 (4): 213-20.

10. Danaei G, et al. National, regional, and global trends in fasting plasma glucose and

diabetes prevalence since 1980: systematic analysis of health examination surveys and

epidemiological studies with 370 country-years and 2.7 million participants. Lancet

378; 31-40.

11. Usher-Smith JA, Thompson MJ, Sharp SJ, Walter FM. Factors associated with the

presence of diabetic ketoacidosis at diagnosis of diabetes in children and young

adults: a systematic review. BMJ Jul 7 2011; 343: d4092.

12. Quinn M, et al. Characteristics at diagnosis of type 1 diabetes in children younger

than 6 years. J Pediatr Mar 2006; 148(3): 366-71.

13. Rewers A, et al. Presence of diabetic ketoacidosis at diagnosis of diabetes mellitus in

youth: the search for diabetes in youth study. Pediatrics May 2008; 121(5): 1258-66.

14. Neu A, et al. Ketoacidosis at onset of type 1 diabetes mellitus in children: frequency

and clinical presentation. Pediatr Diabetes Jun 2003; 4(2): 77-81.

13