DIVERSIFIKASI PRODUK PANGAN NON-TERIGU PADA …repository.ub.ac.id/2469/1/Pusparini, Virga.pdf ·...

79
DIVERSIFIKASI PRODUK PANGAN NON-TERIGU PADA PEMBUATAN KUE BOLU (KAJIAN PROPORSI TEPUNG MAIZENA:KELAPA KERING DAN PENAMBAHAN GLUKOMANAN) SKRIPSI Oleh : WIDANTI AMANDA PUSPARINI NIM. 135100100111037 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of DIVERSIFIKASI PRODUK PANGAN NON-TERIGU PADA …repository.ub.ac.id/2469/1/Pusparini, Virga.pdf ·...

  • DIVERSIFIKASI PRODUK PANGAN NON-TERIGU PADA PEMBUATAN KUE

    BOLU (KAJIAN PROPORSI TEPUNG MAIZENA:KELAPA KERING DAN

    PENAMBAHAN GLUKOMANAN)

    SKRIPSI

    Oleh :

    WIDANTI AMANDA PUSPARINI

    NIM. 135100100111037

    JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • DIVERSIFIKASI PRODUK PANGAN NON-TERIGU PADA PEMBUATAN KUE

    BOLU (KAJIAN PROPORSI TEPUNG MAIZENA:KELAPA KERING DAN

    PENAMBAHAN GLUKOMANAN)

    Oleh :

    WIDANTI AMANDA PUSPARINI

    NIM. 135100100111037

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

    JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • LEMBAR PERSETUJUAN

    Judul TA : Diversifikasi Produk Pangan Non-Terigu pada Pembuatan

    Kue Bolu (Kajian Proporsi Tepung Maizena:Kelapa Kering

    dan Penambahan Glukomanan)

    Nama Mahasiswa : Widanti Amanda Pusparini

    NIM : 135100100111037

    Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

    Fakultas : Teknologi Pertanian

    Pembimbing,

    Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc.

    NIP. 19680223 199303 1 002

    Tanggal Persetujuan:

  • LEMBAR PENGESAHAN

    Judul TA : Diversifikasi Produk Pangan Non-Terigu pada Pembuatan

    Roti (Kajian Proporsi Tepung Maizena:Kelapa Kering dan

    Penambahan Glukomanan)

    Nama Mahasiswa : Widanti Amanda Pusparini

    NIM : 135100100111037

    Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

    Fakultas : Teknologi Pertanian

    Dosen Penguji I

    Prof. Dr. Ir. Simon Bambang W.,M.App.Sc

    NIP. 195210031979031002

    Dosen Penguji II

    Dr. Widya Dwi Rukmi P.,STP.MP

    NIP. 197005041999032002

    Dosen Pembimbing,

    Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc.

    NIP. 196802231993031002

    Ketua Jurusan

    Prof.Dr.Teti Estiasih,STP.,MP

    NIP. 19701226 200212 2 001

    Tanggal Persetujuan:

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 18 Mei 1995 dari

    pasangan bapak Sugeng dan ibu Amrih Sukesi. Penulis

    merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Saat ini penulis

    bertempat tinggal di Jalan Sadewa RT.004 RW.015 Desa

    Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.

    Penulis memulai pendidikannya di TK Bustanul Athfal pada

    tahun 1999. Selanjutnya menempuh pendidikan di SDN Tumpang 1 pada tahun

    2000-2007, SMPN 1 Tumpang pada tahun 2007-2010, dan SMAN 1 Tumpang

    pada tahun 2010-2013. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, penulis

    melanjutkan pendidikan S-1 di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

    Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.

    Selama masa pendidikan, penulis aktif dibeberapa organisasi diantaranya

    anggota OSIS SMAN 1 Tumpang tahun 2011-2013, staf muda Himpunan

    Mahasiswa Jurusan tahun 2014, anggota Lembaga Pers Mahasiswa Techno

    tahun 2014-2016. Penulis juga berpartisipasi dalam beberapa kepanitiaan antara

    lain bendaharaa umum Himalogista Anniversary 2013, bendahara umum Techno

    Present, koordinator divisi konsumsi ospek jurusan tahun 2014, steering comitee

    bendahara dan sekertaris Techno Present 2014, wakil koordinator ospek fakultas

    2015, dan divisi acara gala dinner 2015.

  • Sesungguhnya kamu pasti menjalani (keadaan) tingkat demi tingkat.

    -QS Al Insyiqaaq 19-

    Pertama-tama, katakan pada dirimu apa yang akan kamu raih, lalu lakukan

    apa yang perlu kamu lakukan.

    -Epictetus-

    Apapun yang kau lakukan, cintailah dirimu karena melakukannya. Apapun

    yang kau rasakan, cintailah dirimu karena merasakannya.

    -Thadeus Golas-

    Tugas dihadapan kita tidak pernah sebesar kekuatan di belakang kita.

    -Anonim-

    Bersenang-senanglah. Hari-hari ini adalah hari-hari yang akan kita rindukan

    di tahun-tahun mendatang.

    -Anonim-

    Keluarga – gurita tersayang dan kita tak dapat benar-benar terlepas dari

    tentakelnya, namun dalam lubuk hati kita, kita tak pernah benar-benar ingin

    lepas.

    -Dodie Smith-

    Teman adalah hadiah yang kita berikan pada diri sendiri.

    -Robert Louis S-

  • PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

    Yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama Mahasiswa : Widanti Amanda Pusparini

    NIM : 135100100111037

    Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

    Fakultas : Teknologi Pertanian

    Judul TA : Diversifikasi Produk Pangan Non-Terigu pada Pembuatan

    Roti (Kajian Proporsi Tepung Maizena:Kelapa Kering dan

    Penambahan Glukomanan)

    Menyatakan bahwa,

    Skripsi dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila

    dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai

    hukum yang berlaku.

    Malang, 15 Juli 2017

    Pembuat pernyataan,

    Widanti Amanda P

    135100100111037

  • i

    Widanti Amanda Pusparini. 135100100111037. Diversifikasi Produk Pangan

    Non-Terigu pada Pembuatan Kue Bolu (Kajian Proporsi Tepung

    Maizena:Kelapa Kering dan Penambahan Glukomanan). SKRIPSI.

    Pembimbing: Ir. Aji Sutrisno, Msc, Ph. D

    RINGKASAN

    Kue bolu adalah produk yang terbuat dari tepung, cairan, dan beberapa bahan lain yang diuleni menjadi adonan, dihaluskan, dicetak dan dipanggang (Kusinska, 2007). Tepung yang sering dimanfaatkan dalam pembuatan kue bolu adalah terigu. Terigu mengandung gluten yang tidak baik bila dikonsumsi oleh penderita celiac desease sehingga kini bermunculan kue bolu yang dibuat tanpa terigu. Salah satu kue bolu yang dibuat tanpa terigu adalah kue bolu yang terbuat dari tepung maizena. Pada kue bolu yang terbuat dari 100% tepung maizena, terdapat permasalahan yang sering timbul antara lain ukuran pori yang besar dan memanjang, terbentuk endapan, kue yang bantat, warna terlalu gelap, dan viskositas adonan rendah. Kelapa kering ditambahkan untuk mengatasi permasalahan ini karena mampu memperbaiki kualitas adonan (Olubunmi et al., 2015), warna kue bolu, serta menambahkan nilai gizi pada kue bolu (Khan, 1976). Selain itu, ditambahkan juga glukomanan sebagai bahan pengganti gluten untuk memperbaiki kualitas kue bolu karena kemampuannya dalam membentuk larutan kental dalam air, dapat mengembang dengan daya mengembang yang besar, dapat membentuk gel dan dapat membentuk lapisan tipis (Saputro, 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah mencari formulasi terbaik penambahan kelapa kering pada pembuatan kue bolu non-terigu dari tepung maizena serta pengaruh penambahan glukomanan terhadap kue bolu sehingga diperoleh hasil terbaik secara fisiko-kimia dan organoleptik. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor I terdiri dari empat level dan faktor II terdiri dari dua level sehingga diperoleh delapan kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan. Faktor I: Proporsi tepung maizena dan kelapa kering dengan perbandingan A1 (100% maizena); A2 (80% : 20%); A3 (60% : 40%); A4 (40% : 60%). Faktor II: Penambahan glukomanan dengan presentase G1 (tanpa glukomanan) dan G2 (1%). Kemudian hasil penelitian dianalisa dengan two way ANOVA. Untuk pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metode Zeleny. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kelapa kering memberi pengaruh nyata (α=0.05) terhadap organoleptik, volume pengembangan, kekerasan, porositas, dan nilai warna (L, a*, b*) pada kue bolu non terigu. Penambahan glukomanan memberikan pengaruh nyata (α=0.05) terhadap organoletik, volume pengembangan, kekerasan, dan porositas kue bolu namun tidak memberi pengaruh pada warna (L, a*, b*) kue bolu non terigu. Perlakuan terbaik kue bolu non-terigu adalah kue bolu dengan persentase maizena:kelapa kering (40% : 60%) serta penambahan gel glukomanan 1%. Kue bolu non-terigu perlakuan terbaik memiliki kandungan kadar air sebesar 25.17%, kadar abu 1.45%, kadar protein 8.96%, kadar lemak 22.68%, kadar serat kasar 16.42% dan kadar karbohidrat 25.31%. Kata kunci: kue bolu, glukomanan, kelapa kering, maizena

  • ii

    Widanti Amanda Pusparini. 135100100111037. Diversification of Non-Wheat

    Cake Product (Study of Cornstarch:Dry Coconut Proportion and

    Glucomannan Addition). SKRIPSI. Mentor: Ir. Aji Sutrisno, Msc, Ph. D

    SUMMARY

    Cake is a product made of flour, fluid and a few ingredient then mixed, stirred, poured in pan, then baked (Kusinska, 2007). Wheat are the most popular flour to use in cake production. Wheat contain gluten wich is not good to consumed by people with celiac disease. This condition initiate people to made a cake without wheat flour. Maizena cake are one of cake made without wheat flour. On this kind of cake, there are problems like a low dough viscosity, big pore, lack of texture, and dark appearance. Dried coconut are added to fix up this problems because dried coconut can improves the quality of the dough (Olubunmi et al., 2015), fix up the dark appearance of cake and adds the nutritional values (Khan, 1976). Glucomannan are added to improve the quality of cake because of it ability to forming a gel, expanding, and forming a thin layer (Saputro, 2014).

    The purpose of this research is to find the best formulation of dry coconut additions in non-wheat cake made from maize and the effect of adding glucomannan to cake to obtain the best result physico-chemical and organoleptic. This research was arranged in Randomized Block Design (RAK) with 2 factors. Factor l consists of four levels and factor ll consists of two levels to obtain eight treatment combinations with three replications. Factor 1: The proportion of maize flour and dried coconut with A1 ratio (100% maize); A2 (80% : 20%), A3 (60% : 40%) and A4 (40% : 60%). Factor ll: Glucomannan addition with percentage G1 (without glucomannan material) and G2 (1%). Then the results of the study were analyzed by two way ANOVA. For the best treatment selection using Zeleny method.

    The result showed that dried coconut added have a significant effect 95% (α=0.05) to organoleptic, expanding volume, hardness, porosity and colour index (L, a*, b*). The addition of glucomannan gel gave a significant effect (α=0.05) to organoleptic, expanding volume, hardness and porosity but no effect on colour index (L, a*, b*). The best formulation of non-wheat cake was a cake with a percentage of maize:dried coconut (40 % : 60%) and 1% glucomannan gel. The best non-wheat cake treatments had moisture content of 25.17%, ash content of 1.45%, protein content 8.96%, fat content 22.68%, crude fiber content 16.42% and carbohydrate 25.31%.

    Keyword: cake, glucomannan, dry coconut, maizena

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-

    Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Penelitian

    Tugas Akhir yang berjudul “DIVERSIFIKASI PRODUK PANGAN NON-TERIGU

    PADA PEMBUATAN ROTI (KAJIAN PROPORSI TEPUNG MAIZENA:KELAPA

    KERING DAN PENAMBAHAN GLUKOMANAN)”. Sehubungan dengan

    terselesaikannya penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis menyampaikan

    rasa terima kasih kepada:

    1. Bapak Sugeng, Ibu Amrih, Yangti, Mbak Arum, dan Adit atas pertanyaan

    bertubi-tubi mengenai kapan wisuda dan ancaman tiada henti mengenai

    biaya UKT mahal yang tidak seorangpun mau membayar untuk semester

    tambahan serta doa, semangat, dukungan, bahkan waktu untuk sekedar

    mendengar curhatan selama menempuh tugas akhir ini.

    2. Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

    memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat membantu

    penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

    3. Wanita-wanita romantisku Putri Satika Dewi, Maya Puspito Ningrum, Pinta

    Rahma, Eka Fajarwati dan Whima Lestari yang selalu memberi masukan

    dan sedikit contekan, teman bertanya hingga berdebat, partner in crime,

    tempat berbagi wifi dan kos-kosan, dan selalu menyemangati setiap

    kebuntuan melanda.

    4. Gengges yang setiap meet up baik nongkrong maupun kondangan selalu

    laporan progres skripsian masing-masing; Lia Nur Izza, Cipti Wiji Utami,

    Ivani Putri Tarwendah dan Nur Azizah.

    5. Astri Prastiti yang menjadi partner sementara dan seluruh anak-anak ayah

    yang memberi masukan dan pendapat dalam mengambil langkah selama

    penelitian.

    6. Seluruh teman-teman THP 2013 yang cepat sekali sidang sehingga penulis

    lebih bersemangat dalam mengerjakan tugas akhir.

    7. Dan semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah

    membantu penulis dalam menyusun laporan penelitian ini.

    Demikian yang dapat penulis sampaikan, penulis mengucapkan terima kasih.

    Malang, 15 Juli 2017

    Penulis

  • iv

    DAFTAR ISI

    RINGKASAN ........................................................................................................ i

    SUMMARY .......................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

    DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii

    DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viii

    BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

    1.3 Tujuan............................................................................................................ 3

    1.4 Manfaat .......................................................................................................... 3

    1.5 Hipotesa ........................................................................................................ 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 4

    2.1 Roti ................................................................................................................ 4

    2.1.1 Jenis Kue Bolu (Cake) ................................................................................ 5

    2.1.2 Kue Bolu Non Terigu ................................................................................... 6

    2.2 Gluten ............................................................................................................ 7

    2.3 Jagung ........................................................................................................... 8

    2.3.1 Tepung Maizena ....................................................................................... 10

    2.4 Kelapa ......................................................................................................... 12

    2.4.1 Kelapa Kering ........................................................................................... 14

    2.5 Hidrokoloid ................................................................................................... 16

    2.5.1 Glukomanan ............................................................................................. 17

    2.5.2 Mekanisme Pembentukan Gel Glukomanan ............................................. 19

    2.6 Bahan Pembuatan Kue Bolu ........................................................................ 21

    2.6.1 Gula Pasir ................................................................................................. 21

    2.6.2 Telur ......................................................................................................... 22

    2.6.3 Margarin ................................................................................................... 23

    2.6.4 Baking Powder .......................................................................................... 24

    2.7 Cara Pembuatan .......................................................................................... 24

    2.7.1 Tahap Persiapan ...................................................................................... 24

    2.7.2 Tahap Pembuatan Adonan ....................................................................... 25

    2.7.3 Tahap Pemanggangan ............................................................................. 25

    BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN .................................................... 27

    3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ................................................................. 27

    3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 27

    3.2.1 Alat ........................................................................................................... 27

    3.2.2 Bahan ....................................................................................................... 27

    3.3 Metode......................................................................................................... 28

    3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 29

    3.4.1 Studi Literatur ........................................................................................... 29

    3.4.2 Penelitian Pendahuluan ............................................................................ 29

  • v

    3.4.3 Penelitian Utama....................................................................................... 30

    3.5 Prosedur Penelitian...................................................................................... 30

    3.5.1 Pembuatan Gel Glukomanan .................................................................... 30

    3.5.2 Pembuatan Kue Bolu Non Terigu .............................................................. 30

    3.5.3 Diagram Alir Pembuatan Kue Bolu Non Terigu ......................................... 32

    3.6 Pengamatan ................................................................................................ 33

    3.6.1 Pengamatan Fisik ..................................................................................... 33

    3.6.2 Uji Organoleptik ........................................................................................ 33

    3.6.3 Pengamatan Kimia pada Kue Bolu Perlakuan Terbaik .............................. 33

    3.7 Analisa Data ................................................................................................ 33

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 34

    4.1 Karakteristik Bahan Baku ............................................................................. 34

    4.2 Karakteristik Fisik Kue Bolu Non Terigu ....................................................... 37

    4.2.1 Volume Pengembangan............................................................................ 37

    4.2.2 Kekerasan ................................................................................................ 39

    4.2.3 Ukuran Pori ............................................................................................... 41

    4.2.4 Regresi Ukuran Pori terhadap Kekerasan ................................................. 43

    4.2.5 Warna Kecerahan (L*) .............................................................................. 44

    4.2.6 Warna Kemerahan (a*) ............................................................................. 45

    4.2.7 Warna Kekuningan (b*) ............................................................................. 47

    4.3 Karakteristik Sensori Kue Bolu Non Terigu .................................................. 49

    4.3.1 Hedonik .................................................................................................... 49

    4.3.2 Skoring ..................................................................................................... 52

    4.4 Analisa Perlakuan Terbaik ........................................................................... 53

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 57

    5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 57

    5.2 Saran ........................................................................................................... 57

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 58

    LAMPIRAN ........................................................................................................ 65

  • vi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Syarat Mutu Kue Bolu .......................................................................... 5

    Tabel 2.2 Komposisi Kimia Biji Jagung .............................................................. 10

    Tabel 2.3 Perbandingan Komposisi Kimia Tepung Maizena dan Tepung Terigu 11

    Tabel 2.4 Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa Segar ..................................... 14

    Tabel 2.5 Komposisi Kimia Kelapa Kering ......................................................... 15

    Tabel 2.6 Syarat Mutu Gula Kristal Putih ........................................................... 21

    Tabel 2.7 Kandungan Gizi Telur Ayam Setiap 100 gram .................................... 22

    Tabel 2.8 Komposisi Kimia Margarin Setiap 100 gram ....................................... 23

    Tabel 3.1 Rincian Kombinasi Perlakuan ............................................................ 28

    Tabel 3.2 Formulasi Bahan Kue Bolu dengan Penambahan Glukomanan dan

    Proporsi Tepung Maizena dan Kelapa Kering Berbeda ...................... 31

    Tabel 4.1 Data Hasil Analisa Kimia Bahan Baku ................................................ 34

    Tabel 4.2 Rerata Volume Pengembangan Kue Bolu Non Terigu ....................... 37

    Tabel 4.3 Rerata Kekerasan Kue Bolu Non Terigu ............................................ 40

    Tabel 4.4 Rerata Ukuran Pori Kue Bolu Non Terigu ........................................... 41

    Tabel 4.5 Regresi Ukuran Pori dengan Kekerasan ............................................ 43

    Tabel 4.6 Rerata Warna Kecerahan Kue Bolu Non Terigu ................................. 44

    Tabel 4.7 Rerata Warna Kemerahan Kue Bolu Non Terigu ................................ 46

    Tabel 4.8 Rerata Warna Kekuningan Kue Bolu Non Terigu ............................... 47

    Tabel 4.9 Data Hasil Uji Hedonik Kue Bolu Non Terigu...................................... 49

    Tabel 4.10 Data Hasil Uji Skoring Kue Bolu Non Terigu..................................... 52

    Tabel 4.11 Parameter Fisik dan Organoleptik Perlakuan Terbaik (A4G2) .......... 54

    Tabel 4.12 Data Hasil Uji Kimia Kue Bolu Non Terigu ........................................ 54

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Perbedaan Bentuk Roti Manis Adonan Dough (kiri) dan Batter

    (kanan) ............................................................................................ 4

    Gambar 2.2 Struktur Gluten ................................................................................. 8

    Gambar 2.3 Tanaman Jagung ............................................................................. 9

    Gambar 2.4 Tepung Maizena ............................................................................ 11

    Gambar 2.5 Buah Kelapa .................................................................................. 13

    Gambar 2.6 Kelapa Kering ................................................................................ 14

    Gambar 2.7 Struktur Kimia Glukomanan ........................................................... 17

    Gambar 2.8 Mekanisme Pembentukan Zona Persimpangan (Junction Zone)

    pada Pembentukan Gel Glukomanan ............................................ 20

    Gambar 4.1 Spider Chart Uji Sensori Mutu Hedonik .......................................... 51

    Gambar 4.2 Kue Bolu Non Terigu Perlakuan Terbaik ........................................ 53

  • viii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Prosedur Analisa ............................................................................. 65

    Lampiran 2 Lembar Uji Sensori .......................................................................... 71

    Lampiran 3 Prosedur Pemilihan Perlakuan Terbaik (Zeleny, 1982) ................... 75

    Lampiran 4 Data Hasil Analisa Volume Pengembangan .................................... 78

    Lampiran 5 Data Hasil Analisa Kekerasan ......................................................... 79

    Lampiran 6 Data Hasil Analisa Ukuran Pori ....................................................... 80

    Lampiran 7 Data Hasil Analisa Warna ............................................................... 81

    Lampiran 8 Analisa Ragam Volume Pengembangan ......................................... 83

    Lampiran 9 Analisa Ragam Kekerasan .............................................................. 85

    Lampiran 10 Analisa Ragam Ukuran Pori .......................................................... 87

    Lampiran 11 Analisa Ragam Warna Kecerahan (L*) .......................................... 89

    Lampiran 12 Analisa Ragam Warna Kemerahan (a*) ........................................ 91

    Lampiran 13 Analisa Ragam Warna Kekuningan (b*) ........................................ 93

    Lampiran 14 Analisa Ragam Sensori Hedonik ................................................... 95

    Lampiran 15 Analisa Ragam Sensori Skoring .................................................... 97

    Lampiran 16 Hasil Uji Kimia Bahan Baku Tepung Maizena ............................... 99

    Lampiran 17 Hasil Uji Kimia Bahan Baku Kelapa Kering .................................. 100

    Lampiran 18 Hasil Uji Kimia Kue Bolu Non Terigu Perlakuan Terbaik .............. 101

    Lampiran 19 Gambar Pori Kue Bolu Non Terigu .............................................. 102

    Lampiran 20 Volume Pengembangan Kue Bolu .............................................. 103

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kue bolu adalah produk yang terbuat dari tepung, cairan, dan beberapa

    bahan lain yang diuleni menjadi adonan, dihaluskan, dicetak dan dipanggang

    (Kusinska, 2007). Tepung yang sering dimanfaatkan dalam pembuatan kue

    bolu saat ini adalah terigu yang berasal dari gandum. Tepung terigu terbukti

    mampu menghasilkan kue bolu dengan kualitas yang baik. Hal ini

    disebabkan karena kandungan gluten yang terdapat pada terigu. Adanya

    gluten dalam terigu dapat menghasilkan adonan yang mampu menahan gas

    dan mengembang secara elatis ketika gas memuai selama proses

    pembakaran. Sifat itu disebabkan karena sifat gluten yang terhidrasi dan

    mengembang bila tepung terigu dicampur air (Winarno, 2002). Namun,

    gluten tidak baik bila dikonsumsi oleh penderita celiac desease. Menurut Lies

    Dahlia (2014), celiac disease merupakan suatu kelainan penyakit karena

    sistem kekebalan yang menyerang tubuh sendiri akibat konsumsi gluten.

    Oleh sebab itu, banyak bermunculan inovasi pembuatan roti menggunakan

    sebagian maupun tanpa tepung terigu untuk mengatasi permasalahan bagi

    penderita celiac disease ini. Roti-roti non terigu dibuat menggunakan tepung

    lain yang tidak mengandung gluten. Menurut Food and Agricultural

    Organization (FAO) tepung terigu dapat digantikan oleh tepung lain seperti

    tepung yang terbuat dari singkong, maizena, yam, millet, dan shorgum.

    Selain itu, bahan baku lokal seperti umbi dan kacang-kacangan dapat diolah

    menjadi tepung untuk dimanfaatkan sebagai pengganti terigu. Penelitian ini

    menggunakan tepung maizena dan kelapa kering serta penambahan

    hidrokoloid glukomanan.

    Kue bolu yang dibuat tanpa terigu memiliki kekurangan jika

    dibandingkan dengan kue bolu yang dibuat menggunakan tepung terigu.

    Lazaridou (2007) menyatakan bahwa permasalahan yang timbul pada

    pembuatan roti bebas gluten adalah kemampuan untuk mempertahankan

    gas dalam adonan sehingga roti yang dihasilkan memiliki nilai sensori dan

    umur simpan yang relatif rendah jika dibandingkan dengan roti yang

    mengandung gluten. Menurut Lopez et al. (2004), roti yang dibuat tanpa

    terigu memiliki struktur jaringan adonan yang lemah dan kurang seragam

  • 2

    mengakibatkan kekuatan adonan yang kurang optimal, sehingga

    menghasilkan roti yang kurang mengembang, sifat crumb yang keras, dan

    pori-pori yang tidak seragam. Pada kue bolu yang terbuat dari 100% tepung

    maizena, terdapat permasalahan yang sering timbul antara lain ukuran pori

    yang besar dan memanjang, terbentuk endapan, kue yang bantat, warna

    terlalu gelap, dan viskositas adonan rendah. Oleh sebab itu perlu

    ditambahkan tepung lain untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada

    roti dari tepung maizena. Tepung yang ditambahkan yaitu kelapa kering yang

    memiliki nilai gizi seperti protein dan vitamin (Khan, 1976). Beberapa peneliti

    membuktikan bahwa protein kelapa mempunyai susunan asam amino yang

    relatif baik dan bernilai gizi tinggi (Lanchance dan Molina, 1974). Selain itu,

    kelapa kering memiliki warna dan tekstur yang mampu menstabilkan adonan

    kue bolu baik dari segi viskositas adonan (Olubunmi et al., 2015) maupun

    warna kue bolu. Hidrokoloid juga perlu ditambahkan sebagai bahan

    pengganti gluten pada proses pembuatan kue bolu. Menurut Phongthai

    (2016) bahan yang dapat ditambahkan pada roti bebas gluten adalah bahan

    yang bersifat hidrofilik atau bahan yang dapat membentuk jaringan struktural

    dalam adonan. Hidrokolid glukomanan mempunyai sifat yang istimewa

    diantaranya adalah dapat membentuk larutan kental dalam air, dapat

    mengembang dengan daya mengembang yang besar, dapat membentuk gel

    dan dapat membentuk lapisan tipis (Saputro, 2014) sehingga cocok

    digunakan dalam pembuatan kue bolu non terigu.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan

    sebagai berikut:

    1. Berapa proporsi terbaik glukomanan serta penambahan kelapa kering

    terhadap kue bolu non terigu dari tepung maizena?

    2. Apakah penambahan kelapa kering mempengaruhi karakteristik fisik,

    kimia dan organoleptik kue bolu non terigu dari tepung maizena?

    3. Apakah penambahan glukomanan berpengaruh terhadap karakteristik

    fisik, kimia dan organoleptik kue bolu non terigu?

  • 3

    1.3 Tujuan

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui proporsi terbaik penambahan glukomanan dan kelapa kering

    pada pembuatan kue bolu non terigu dari tepung maizena.

    2. Mengetahui pengaruh penambahan kelapa kering terhadap karakteristik

    fisik, kimia dan organoleptik kue bolu non terigu dari tepung maizena.

    3. Mengetahui pengaruh penambahan glukomanan terhadap karakteristik

    fisik, kimia dan organoleptik kue bolu non terigu.

    1.4 Manfaat

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

    1. Memanfaatkan komoditas lokal Indonesia berupa kelapa dalam

    pembuatan kue bolu sehingga mengurangi kecenderungan masyarakat

    dalam menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku kue bolu.

    2. Meningkatkan harga jual dari kelapa dengan adanya inovasi produk baru.

    3. Diversifikasi produk pangan berupa kue bolu yang dibuat tanpa terigu.

    4. Meningkatkan kreativitas mahasiswa untuk mengembangkan produk

    baru yang lebih atraktif dan inovatif.

    5. Memberikan informasi baru kepada masyarakat mengenai pengolahan

    dan kandungan gizi pada tepung maizena dan kelapa kering menjadi

    produk yang lebih baik.

    1.5 Hipotesa

    Penambahan glukomanan dan kelapa kering diduga memengaruhi

    karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik pada kue bolu non terigu dari

    tepung maizena.

  • 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Roti

    Roti adalah produk makanan yang terbuat dari terigu dengan ragi atau

    bahan pengembang lainnya, kemudian dipanggang (Mudjajanto dan Yulianti,

    2004). Dilihat dari cara pengolahan akhir, roti dapat dibagi menjadi tiga

    macam yaitu roti yang dikukus seperti roti kukus dan bakpao, roti yang

    digoreng seperti donat dan panada, serta roti yang dipanggang seperti roti

    tawar dan roti manis (Sufi, 1999). Roti tawar adalah roti yang tidak

    ditambahkan rasa atau isi apapun sehingga rasanya tawar (Utomo, 2002)

    sedangkan roti manis adalah roti yang mempunyai cita rasa manis yang

    menonjol serta bertekstur empuk. Secara internasional, kadar gula rata-rata

    untuk roti manis berkisar antara 15 sampai 30% (Mudjajanto dan Yulianti,

    2004). Menurut Smith et al. (2004), roti dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

    1. Roti tawar : Roti tawar, Roti gulung, Crumpets, English muffins,

    Croissants, Pizza base, Raw pastry

    2. Roti manis : Kue bolu, Pancake, Donat, Waffles, Biskuit,

    Cookies, American muffins, Buns, Wafer

    3. Roti isi : Tart, Pie, Pasties, Pizza

    Roti manis dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan adonannya yaitu

    dough dan batter. Adonan dough berbentuk padat namun lentur sehingga

    bisa dibentuk dan diberi isian sedangkan adonan batter lebih encer dan

    biasanya dicetak pada loyang untuk memberi bentuk. Kue bolu merupakan

    roti manis dengan adonan jenis batter. Perbedaan roti dengan adonan dough

    dan batter dapat dilihat pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.1 Perbedaan Bentuk Roti Manis Adonan Dough (kiri) dan Batter (kanan)

  • 5

    2.1.1 Jenis Kue Bolu (Cake)

    Kue bolu adalah produk yang terbuat dari tepung, cairan, dan

    beberapa bahan lain yang diuleni menjadi adonan, dihaluskan, dicetak dan

    dipanggang (Kusinska, 2007). Kue bolu mengandung lemak dan gula yang

    lebih tinggi dibandingkan dengan produk bakery lainnya (Hui, 2006).

    Variasi lain kue bolu dapat dihias dengan lapisan (icing) dari krim mentega

    (butter cream), fondant, atau marzipan yang sering disebut kue tart

    (Braker, 2003). Pada pembuatan kue bolu tidak melalui tahap fermentasi

    seperti pada pembuatan roti (Siregar, 2011). Syarat mutu kue bolu dapat

    dilihat pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Syarat Mutu Kue Bolu

    Kriteria uji Satuan Persyaratan

    Kenampakan - Normal tidak berjamur

    Bau - Normal

    Rasa - Normal

    Air %b/b Maks 40

    Abu (tidak termasuk garam,

    dihitung atas dasar bahan kering) %b/b Maks 3

    Abu yang tidak larut dalam asam %b/b Maks 3

    Gula %b/b Maks 8

    Lemak %b/b Maks 3

    Serangga/belatung - Tidak boleh ada

    Sumber: SNI 01-3840-1995

    Menurut U.S.Wheat Associates (1999), kue bolu dapat diklasifikasikan

    menjadi empat jenis berdasarkan formulasi dan cara pencampurannya,

    yaitu:

    1. Butter type

    Proses pembuatan butter cake diawali dengan pengocokan mentega

    hingga pucat dan lembut, lalu telur dimasukkan satu persatu sambil

    terus dikocok, kemudian bahan-bahan lain dimasukkan ke dalam

    adonan. Ciri butter cake ialah semua bahan yang digunakan seperti

    bahan utama dan bahan pelengkap memiliki berat yang sama atau

    ukuran yang standar yaitu 500 gram. Butter cake mengandung lemak

    tinggi dan menggunakan bahan pengembang. Karakteristik butter cake

    ialah bertekstur padat, pendek, enak, seratnya sama besar, agak kasar,

    dan remahnya kasar.

  • 6

    2. Sponge type

    Cake jenis ini sangat populer karena relatif mudah. Pembuatan sponge

    cake dilakukan dengan mengocok telur dan gula secara bersamaan

    hingga mengembang. Selanjutnya, bahan-bahan lainnya seperti

    tepung, bahan pengembang, dan mentega cair dapat dicampurkan

    pada adonan kemudian dibakar. Karakteristik sponge cake ialah tekstur

    kue bolu yang kering dan ringan.

    3. Chiffon type

    Cake jenis ini merupakan cake dengan bentuk yang tinggi, ringan, dan

    halus, yang dibuat dengan mencampurkan kuning telur, minyak, tepung

    terigu, serta baking powder, sedangkan putih telur dan gula dikocok

    terpisah hingga mengembang kemudian dicampurkan ke adonan

    kuning telur. Karakteristik chiffon cake adalah cake yang tinggi, remah

    halus, kenyal (seperti busa, foam), tekstur halus, enak dan gurih.

    4. Genoise type

    Genoise cake ialah Clasic European Style Cakes. Bahan-bahan yang

    digunakan dalam pembuatannya meliputi putih telur dan kuning telur

    yang dikocok bersama gula sambil dipanaskan sampai ringan dan

    halus, tanpa bahan pengembang serta hanya sedikit mengandung

    minyak atau mentega cair. Dalam pembuatan kue bolu ini, total cairan

    (telur dan susu cair) harus lebih berat dibandingkan dengan berat gula

    dan berat tepung terigu lebih sedikit dari berat telur. Genoise cake biasa

    dibakar dalam bentuk bertingkat (layer). Karakteristik Genoise cake

    ialah ringan, remahnya lembut, dan kue bolu sangat mengembang.

    2.1.2 Kue Bolu Non Terigu

    Kue bolu non terigu merupakan kue bolu yang dibuat tanpa

    menggunakan terigu. Karakteristik kue bolu non terigu tidak mengandung

    gluten seperti pada kue bolu terigu. Gluten merupakan ciri khas dari tepung

    terigu. Gluten membantu pengembangan pada pembuatan kue bolu.

    Tanpa gluten, kue bolu tidak mengembang secara maksimal. Namun,

    gluten tidak baik bila dikonsumsi oleh penderita celiac desease. Menurut

    Lies Dahlia (2014), celiac disease merupakan suatu kelainan penyakit

    karena sistem kekebalan yang menyerang tubuh sendiri akibat konsumsi

    gluten. Oleh sebab itu, banyak bermunculan inovasi pembuatan roti

  • 7

    menggunakan sebagian maupun tanpa tepung terigu untuk mengatasi

    permasalahan bagi penderita celiac disease ini. Roti-roti non terigu dibuat

    menggunakan tepung lain yang tidak mengandung gluten. Menurut Food

    and Agricultural Organization (FAO) tepung terigu dapat digantikan oleh

    tepung lain seperti tepung yang terbuat dari singkong, maizena, yam,

    millet, dan shorgum. Selain itu, bahan baku lokal seperti umbi dan kacang-

    kacangan dapat diolah menjadi tepung untuk dimanfaatkan sebagai

    pengganti terigu.

    Kue bolu yang dibuat tanpa terigu memiliki kekurangan jika

    dibandingkan dengan kue bolu yang dibuat menggunakan tepung terigu.

    Lazaridou (2007) menyatakan bahwa permasalahan yang timbul pada

    pembuatan roti bebas gluten adalah kemampuan untuk mempertahankan

    gas dalam adonan sehingga roti yang dihasilkan memiliki nilai sensori dan

    umur simpan yang relatif rendah jika dibandingkan dengan roti yang

    mengandung gluten. Menurut Lopez et al. (2004), roti yang dibuat tanpa

    terigu memiliki struktur jaringan adonan yang lemah dan kurang seragam

    mengakibatkan kekuatan adonan yang kurang optimal, sehingga

    menghasilkan roti yang kurang mengembang, sifat crumb yang keras, dan

    pori-pori yang tidak seragam.

    Oleh sebab itu perlu ditambahkan bahan pengganti gluten pada

    proses pembuatan kue bolu. Bahan yang biasa ditambahkan pada roti non

    terigu adalah hidrokoloid. Menurut Phongthai (2016) bahan yang dapat

    ditambahkan pada roti bebas gluten adalah bahan yang bersifat hidrofilik

    atau bahan yang dapat membentuk jaringan struktural dalam adonan.

    Proses pembuatan kue bolu non terigu sama dengan proses pembuatan

    kue bolu pada umumnya.

    2.2 Gluten

    Gluten merupakan protein yang terdapat pada beberapa bahan

    makanan golongan serealia. Bahan makanan golongan serealia yang paling

    banyak mengandung gluten adalah gandum atau tepung terigu. Tepung

    terigu mengandung gluten sebanyak 80% dari total protein yang terkandung

    dalam terigu (Risti, 2013).

    Gluten terdiri dari gliadin (20-25%) dan glutenin (35-40%). Glutenin

    membantu terbentuknya kekuatan dan kekerasan adonan. Gliadin lebih

  • 8

    lembut dan mempengaruhi perpaduan dan elastisitas adonan. Glutenin

    mengandung lebih banyak lipida dalam tepung terigu dalam bentuk

    lipoprotein (Widianto et al., 2002). Gliadin memiliki ikatan intra-molekuler

    disulfida, sedangkan glutenin memiliki ikatan inter dan intra molekuler

    disulfida. Dampaknya, gliadin memiliki struktur molekul padat dan bulat,

    sedangkan glutenin cenderung linier. Gliadin dan glutenin bergabung

    membentuk gluten yang lengket (Wrigley dan Bekes, 1999).

    Gambar 2.2 Struktur Gluten

    Menurut Fennema (1996), ketika tepung terigu bercampur dengan air,

    akan terjadi interaksi hidrofobik dan reaksi pertukaran sulfidril-disulfida oleh

    protein gluten yang menghasilkan ikatan seperti polimer. Polimer ini

    kemudian berinteraksi dengan polimer lain melalui ikatan hidrogen, ikatan

    hidrofobik, dan disulfida cross-linking untuk membentuk lembaran berbentuk

    film (sheet-like film) yang memiliki kemampuan mengikat gas yang

    terperangkap. Protein gandum atau terigu dapat menghasilkan adonan yang

    dapat menahan gas dan dapat berkembang secara elatis ketika gas memuai

    ketika proses pembakaran. Sifat itu disebabkan karena sifat gluten yang

    terhidrasi dan mengembang bila tepung terigu dicampur air (Winarno, 2002).

    2.3 Jagung

    Jagung (Zea mays) merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus

    hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Susunan morfologi tanaman

    jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah (Wirawan dan

    Wahab, 2007). Buah jagung terdiri dari tongkol, biji dan daun pembungkus.

    Biji jagung mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang

    bervariasi, bergantung pada jenisnya. Umumnya buah jagung tersusun

  • 9

    dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah

    antara 8-20 baris biji (AAK, 2006). Taksonomi tanaman jagung menurut

    Warisno (2007) adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Divisio : Spermatophyta

    Sub Divisio : Angiospermae

    Class : Monocotyledonae

    Sub Class : Commelinidae

    Ordo : Poales

    Family : Poaceae

    Genus : Zea

    Species : Zea mays

    Gambar 2.3 Tanaman Jagung

    Pemanfaatan jagung saat ini tidak hanya untuk pakan tetapi juga

    sebagai bahan pangan seperti pati jagung, minyak jagung, beras jagung,

    tepung jagung, dan makanan olahan lainnya. Selain itu jagung juga dapat

    diolah menjadi bermacam-macam produk olahan seperti bakwan jagung,

    brendeng jagung, kue bolu jagung, emping jagung, kelapa tart jagung dan

    makanan lainnya (Masniah, 2013). Di Indonesia, jagung merupakan

    komoditas tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan

    urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki urutan ke-3

    setelah gandum dan padi (Warisno, 2007). Komposisi kimia jagung dapat

    dilihat pada Tabel 2.2.

  • 10

    Tabel 2.2 Komposisi Kimia Biji Jagung

    Komponen Kandungan (%)

    Protein 3.7

    Lemak 1.0

    Serat kasar 86.7

    Abu 0.8

    Pati 71.3

    Gula 0.34

    Sumber: Inglett (1987)

    Jagung sangat cocok sebagai sumber karbohidrat. Jagung

    mengandung sekitar 71-73% yang terutama terdiri atas pati, sebagian kecil

    gula, dan serat. Pati terutama pada bagian endosperma, gula pada lembaga,

    dan serat pada bagian kulit. Jagung mengandung sekitar 10% protein.

    Sebagian besar protein terdapat pada bagian aleuron, sedangkan

    selebihnya terdapat pada lembaga. Kandungan lemak sekitar 5%, dan kira-

    kira 80% dari lemak tersebut terdapat di bagian lembaga, serta sebagian

    kecil di lapisan luar endosperma (Sitorus, 2009).

    2.3.1 Tepung Maizena

    Pati jagung atau yang dikenal dengan nama dagang maizena,

    merupakan produk olahan jagung yang diperoleh dari hasil penggilingan

    basah (wet milling) dengan cara memisahkan komponen non-pati seperti

    serat kasar, lemak, dan protein (Merdiyanti, 2008). Karakteristik fungsional

    pati untuk aplikasi pangan sangat ditentukan oleh kandungan amilopektin

    dan amilosa. Pati jagung mengandung 73% amilopektin dan 27% amilosa

    (Mauro et al., 2003). Amilopektin merupakan polisakarida bercabang,

    dengan ikatan glikosidik α-1,4 pada rantai lurusnya dan ikatan α-1,6 pada

    percabangannya. Pati jagung mempunyai ukuran granula yang cukup

    besar dan tidak homogen, untuk yang kecil 1-7 μm dan untuk yang besar

    15-20 μm. Granula besar berbentuk oval polyhedral dengan diameter

    mencapai 6-30 μm. Granula pati yang lebih kecil akan memperlihatkan

    ketahanan yang lebih kecil pula terhadap perlakuan panas dan air

    dibanding granula yang besar (Suarni dan Yasin, 2011). Bahan baku

    tepung maizena dapat dilihat pada Gambar 2.4.

  • 11

    Gambar 2.4 Tepung Maizena

    Bank Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia (2011) menyatakan,

    tepung jagung (maizena) dapat mengganti terigu pada roti dan mie. Hal ini

    karena tepung jagung memiliki nilai gizi yang hampir setara dengan tepung

    terigu. Perbandingan komposisi kimia tepung maizena dan tepung terigu

    dapat dilihat pada Tabel 2.3.

    Tabel 2.3 Perbandingan Komposisi Kimia Tepung Maizena dan Tepung Terigu

    Parameter Maizena Terigu

    Kadar air (g) 14 12

    Kadar abu (g) 0.7 0.5

    Kadar protein (g) 0.3 8.9

    Kadar lemak (g) 0 1.3

    Kadar karbohidrat (g) 85 77.3

    Sumber: BKPPP kabupaten Bantul (2014)

    Tanikawa dan Motohiro (1985) menyatakan bahwa tepung maizena

    berfungsi sebagai bahan pengikat dan pengisi. Sebagai bahan pengikat,

    tepung maizena mampu menurunkan penyusutan akibat pemasakan,

    memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk

    tekstur yang padat, dan menarik air dari adonan. Sebagai bahan pengisi,

    tepung maizena dapat menstabilkan, memekatkan, atau mengentalkan

    makanan yang dicampur dengan air untuk membentuk kekentalan tertentu

    (Merdiyanti, 2008).

    Penggunaan tepung maizena dalam pembuatan roti dapat

    menghasilkan roti dengan pori-pori crumb seragam namun sangat kecil

    karena tidak dapat menahan gas yang dihasilkan selama fermentasi

  • 12

    (Kuswardhini, 2008). Penelitian mengenai pembuatan roti dari tepung

    maizena telah dilakukan dengan mengganti sebagian terigu dengan tepung

    maizena. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nur Richana (2010), tepung

    maizena dapat mensubstitusi terigu pada pembuatan roti sampai 40%.

    Meskipun belum dapat menyamai roti dari terigu, roti dari tepung maizena

    cenderung dapat diterima panelis. Selain roti, Richana juga menyatakan

    bahwa tepung maizena dapat menggantikan 100% terigu pada pembuatan

    kue yang dibakar atau dioven seperti kue bolu, brownis, dan podeng bakar.

    Cita rasa kue yang dihasilkan tidak berbeda dengan kue yang dibuat dari

    100% tepung terigu. Penelitian mengenai roti dari tepung maizena juga

    dilakukan oleh Schamne (2010) dimana salah satu variabel yang dipilih

    menggunakan 100% tepung maizena dalam pembuatan rotinya.

    Karakteristik roti dari 100% tepung maizena menurut penelitian Schamne

    menunjukkan bahwa secara hedonik, roti ini kurang disukai oleh panelis.

    Hasil yang diperoleh menunjukkan roti dari tepung maizena memiliki

    elastisitas dan kekompakan roti yang rendah.

    2.4 Kelapa

    Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-

    arenan atau Arecaceae dan merupakan anggota tunggal dalam marga

    Cocos. Kenampakan buah kelapa dapat dilihat pada Gambar 2.5.

    Taksonomi kelapa adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Divisio : Spermatophyta

    Sub Divisio : Magnoliophyta

    Class : Monocotyledonae

    Sub Class : Arecidae

    Ordo : Arecales

    Family : Arecaceae

    Genus : Cocos

    Species : Cocos nucifera

  • 13

    Gambar 2.5 Buah Kelapa

    Tanaman kelapa banyak terdapat di daerah beriklim tropis. Kelapa

    diperkirakan dapat ditemukan pada lebih dari 80 negara. Indonesia

    merupakan negara agraris yang menempati posisi ketiga setelah Filipina dan

    India sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia (APCC,2002). Jumlah

    produksi kelapa di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 2.890.735 ton dan

    diperkirakan pada 2017 mencapai 2.871.280 ton menurut data Kementrian

    Pertanian. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh

    manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna.

    Buah kelapa berbentuk bulat yang terdiri dari 35 % sabut (eksokarp dan

    mesokarp), 12 % tempurung (endokarp), 28 % daging buah (endosperm),

    dan 25 % air. Menurut Ketaren (1989), tebal sabut kelapa kurang lebih 5 cm

    dan daging buah 1 cm atau lebih (Palungkun, 2004). Beberapa peneliti

    membuktikan bahwa protein kelapa mempunyai mutu yang cukup baik, jika

    dibandingkan dengan mutu protein dari sumber nabati yang lain. Hasil-hasil

    penelitian membuktikan, bahwa protein kelapa mempunyai susunan asam

    amino yang relatif baik dan bernilai gizi tinggi (Lanchance dan Molina, 1974).

    Hal itu ditunjang pula oleh pendapat Banzon dan Velason (1982) yang

    menyatakan bahwa protein kelapa tidak memiliki senyawa antinutrisi seperti

    yang terdapat pada protein nabati lainnya terutama pada kacang kacangan

    serta mempunyai nilai Indeks Glisemik yang rendah baik digunakan untuk

    serat diet yang tinggi. Komposisi kimia daging kelapa dapat dilihat pada

    Tabel 2.4 berdasarkan pada usia kelapa.

  • 14

    Tabel 2.4 Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa Segar

    Komposisi per 100

    gram

    Satuan Umur buah

    Muda Setengah tua Tua

    Kalori Kal 68.0 180.0 359.0

    Protein G 1.0 4.0 3.4

    Lemak G 0.9 15.0 34.7

    Karbohidrat G 14.0 10.0 14.0

    Kalsium Mg 7.0 8.0 21.0

    Fosfor Mg 30.0 55.0 98.0

    Besi Mg 1.0 1.3 2.0

    Vitamin A SI 0.0 10.0 0.0

    Vitamin B1 Mg 0.06 0.05 0.1

    Vitamin C Mg 4.0 4.0 2.0

    Air G 83.0 70.0 46.9

    Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)

    2.4.1 Kelapa Kering

    Kelapa (Cocos nuciferra) termasuk dalam genus Cocos yang dapat

    tumbuh dimana saja. Keilaku (2005) menyatakan bahwa pohon kelapa

    memiliki potensi untuk dimanfaatkan dari buah hingga akarnya. Salah satu

    produk olahan kelapa adalah kelapa kering. Kelapa kering atau tepung

    kelapa merupakan tepung halus yang terbuat dari pulp kelapa (bagian

    kernel kelapa) (Ramaswamy, 2014). Menurut Buda (1983), kelapa parut

    kering merupakan salah satu pemanfaatan buah kelapa dengan cara

    dipotong-potong atau diparut kecil-kecil dan dikeringkan segera dengan

    warna tetap putih dengan aroma atau rasa yang tidak berubah sehingga

    kualitas tetap baik. Kenampakan kelapa kering dapat dilihat pada Gambar

    2.6.

    Gambar 2.6 Kelapa Kering

  • 15

    Tepung kelapa memiliki kandungan karbohidrat yang dapat dicerna,

    tidak mengandung gluten, lebih murah daripada tepung kacang lainnya,

    mengandung serat dan nutrisi penting, serta memiliki cita rasa unik.

    Tepung kelapa bertekstur halus, biasanya merupakan hasil samping dari

    proses pembuatan santan. Tepung kelapa tinggi akan serat dan hampir

    dua kali lipat serat yang dikandung gandum. Tepung kelapa dapat

    dimanfaatkan pada pembuatan roti, pie, cookies, kue bolu, snack maupun

    hidangan penutup. Tepung kelapa juga memiliki kandungan protein.

    Meskipun tidak mengandung gluten, tepung kelapa tidak kekurangan

    protein. Selain itu, tepung kelapa memiliki manfaat lain bagi kesehatan

    antara lain memperlancar pencernaan, membantu mengatur kadar gula

    darah, melawan diabetes, mencegah penyakit hati dan kanker, serta

    membantu menurunkan berat badan. Proses pengeringan juga

    menghasilkan produk tepung yang tinggi protein sehingga cocok untuk

    dijadikan produk kue bolu (Ramaswamy, 2014).

    Kelapa kering tergolong sebagai produk yang bernutrisi meskipun

    mengandung lemak yang tinggi. Kelapa kering mengandung karbohidrat

    yang dapat dicerna sebesar 7%, serat 16%, protein 9% dan mineral seperti

    zinc, zat besi, potasium dan fosfor, serta vitamin seperti folat and vitamin

    C (Kuntz, 2011). Komposisi kimia kelapa kering dapat dilihat pada Tabel

    2.5.

    Tabel 2.5 Komposisi Kimia Kelapa Kering

    Komposisi kimia Nilai (%)

    Kelembapan 50.0

    Abu dan Mineral 4.0-6.0

    Protein 10.0-19.0

    Lemak 10.0-12.0

    Serat Pangan Total 40.0-60.0

    Karbohidrat 50.0-70.0

    Sumber: Philippine Coconut Authority

    Beberapa penelitian memanfaatkan ampas kelapa sebagai bahan

    pengganti tepung terigu. Ampas kelapa merupakan parutan kelapa yang

    telah diekstrak santannya lalu dikeringkan. Roti yang terbuat dari ampas

    kelapa ini cenderung memiliki kadar serat yang tinggi sehingga banyak

    dimanfaatkan sebagai pangan fungsional. Selain ampas kelapa, kelapa

    kering juga banyak dimanfaatkan dalam pembuatan kue. Kelapa kering

  • 16

    merupakan parutan kelapa yang langsung dikeringkan. Kelapa kering

    banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia terutama penduduk di

    pulau Jawa sebagai bahan pembuatan kue tradisional seperti dadar gulung

    dan serabi. Baik ampas kelapa maupun kelapa kering dapat digunakan

    dalam pembuatan roti dan akan memberikan karakteristik fisik yang sama.

    Dorothy Dugard dan Nicole Bianco (2013) melakukan penelitian

    menggunakan tepung kelapa pada pembuatan red velvet cupcakes

    kemudian melakukan analisa. Variabel yang digunakan adalah 50% tepung

    kelapa dan 100% tepung kelapa. Hasil yang diperoleh yaitu, makin banyak

    tepung kelapa yang digunakan, kadar air akan semakin sedikit sedangkan

    penambahan tepung kelapa memberikan tektur yang lebih kokoh pada roti.

    2.5 Hidrokoloid

    Istilah hidrokoloid adalah turunan dari bahasa Yunani yaitu ‘hydro’ yang

    berarti air dan ‘kolla’ yang berarti lem (Wüstenberg, 2015). Hidrokoloid atau

    hidrofilik koloid adalah polimer-polimer berantai panjang yang memiliki

    karakteristik pembentuk dispersi kental atau gel jika terdispersi dalam air.

    Hidrokoloid berasal dari tanaman, hewan, atau bahan sintetis yang umumnya

    mengandung banyak gugus hidroksil. Hidrokoloid adalah substansi koloidal

    dengan kemampuan tarik menarik dengan air sehingga hidrokoloid bersifat

    hidrofilik (Wüstenberg, 2015). Kemampuan tarik menarik ini disebabkan

    karena adanya gugus hidroksil (-OH) yang mampu berikatan dengan molekul

    air (H2O).

    Hidrokoloid umumnya digunakan untuk mengontrol sifat fungsional

    bahan makanan (Williams dan Philips, 2000). Hidrokoloid dapat digunakan

    sebagai perekat, pengikat air, pengemulsi, pembentuk gel, dan pengental

    dalam produk pangan (Fardiaz, 1989). Hidrokoloid diduga mampu

    menggantikan fungsi gluten sebagai gelling agent dan memberikan volume

    yang baik pada produk akhir. Menurut Gurkin (2002), hidrokoloid dapat

    mengganti peran gluten pada roti sebagai improvers. Hidrokoloid yang

    digunakan dalam pembuatan kue bolu non terigu adalah glukomanan.

    Hidrokoloid dapat berfungsi sebagai pengikat air, foam stabilizers, dan

    pembentuk gel pada produk bakery seperti kue bolu, muffins, pancakes dan

    bahan pengisi (fillings). Menurut Sim et al. (2011), penambahan glukomanan

    (0.8%) dan sodium alginat (0.2%) memberikan rasio penyebaran dan volume

  • 17

    yang relatif rendah tapi menghasilkan crumb yang lembut dan penyimpanan

    lebih tahan lama. Dampak fungsional hidrokoloid berasal dari kemampuan

    mereka untuk memodifikasi reologi adonan dan menjaga kualitas produk

    bakery. Hidrokoloid terdiri dari polisakarida larut air dengan struktur kimia

    berbeda dan memberikan fungsi berbeda dengan mengontrol mobilitas

    molekul air sehingga mempengaruhi reologi adonan, pengembangan

    adonan, dan retensi gas (Peressini et al. 2011; Mancebo et al. 2015; Nicolae

    et al. 2016). Hidrokoloid mampu menyerap dan menahan air sehingga

    menurunkan jumlah molekul air bebas dan rekristalisasi amilopektin

    (Bárcenas and Rosell, 2006).

    2.5.1 Glukomanan

    Glukomanan merupakan heteropolisakarida yang mempunyai

    bentuk ikatan β-1,4-glikosidik yang terdiri dari D-glukosa dan D-manosa

    dengan perbandingan 1:1,6; serta sedikit bercabang dengan ikatan β-

    1,6 glikosidik. Dalam satu molekul glukomanan terdapat D-mannosa

    sebanyak 67% dan D-glukosa 33%. Sumber glukomanan adalah umbi

    porang (iles-iles) dengan kandungan glukomanan yang bervariasi

    tergantung kepada spesiesnya, dengan kisaran kandungan glukomanan

    antara 5% - 65% (Saputro, 2014). Glukomanan memiliki bobot molekul

    relatif tinggi, yaitu 200.000 – 2.000.000 Dalton dengan ukuran antara 0,5 –

    2 mm, 10 – 20 kali lebih besar dari sel pati (Parry, 2010). Gambar struktur

    kimia glukomanan dapat dilihat pada Gambar 2.7.

    Gambar 2.7 Struktur Kimia Glukomanan

    Pada rantai glukomanan terdapat gugus asetil yang berikatan secara

    acak disepanjang rantai glukomanan dan berpengaruh terhadap kelarutan

  • 18

    air. Menurut Parry (2010), glukomanan memiliki gugus asetil setiap 10-19

    unit gugus karbon pada posisi C2, C3 dan C6. Johnson (2007) mengatakan

    bahwa sebagai bahan pembentuk gel, glukomanan memiliki kemampuan

    yang unik untuk membentuk gel reversible, dan gel irreversible pada

    kondisi yang berbeda.

    Glukomanan telah digunakan secara umum dan diakui sebagai bahan

    makanan aman (GRAS) serta obat tradisional di China dan Jepang (Chua

    et al., 2012). Glukomanan larut dalam air panas atau air dingin,

    kekentalannya tinggi dengan pH antara 4,0 sampai 7,0, berfungsi sebagai

    bahan pembentuk gel, pengental, pengemulsi, dan penstabil (Atmaka et al.

    2013). Glukomanan mempunyai sifat yang istimewa diantaranya adalah

    dapat membentuk larutan kental dalam air, dapat mengembang dengan

    daya mengembang yang besar, dapat membentuk gel, dapat membentuk

    lapisan tipis dengan penambahan NaOH atau membentuk lapisan tipis

    yang kedap air dengan gliserin serta mempunyai sifat mencair seperti agar

    sehingga dapat digunakan untuk media pertumbuhan mikroorganisme

    (Saputro, 2014).

    Keunggulan dari glukomanan adalah keunikan karakter sebagai

    bahan pengental (thickening agent) antara lain adalah memiliki kapasitas

    penyerapan air lebih dari 100 kali dari beratnya sendiri. Menurut Thomas

    (1997), glukomanan memiliki sifat fungsional sebagai gelling agent,

    thickening agent, moisture control dan serat pangan yang stabil terhadap

    asam dan panas. Glukomanan berperan sebagai serat pangan untuk

    meningkatkan viskositas dan kandungan air dari makanan selama

    pencernaan. Glukomanan memberi bentuk yang halus, massa yang lembut

    yang mudah mengalir dalam saluran pencernaan (Akesowan, 2002).

    Dalam bidang pangan, glukomanan umumnya di ubah ke bentuk gel

    terlebih dahulu kemudian ditambahkan kedalam proses pembuatan

    produk. Hal ini karena, bubuk glukomanan yang ditambahkan langsung

    pada adonan akan memberikan tekstur kasar dan berpasir. Menurut Wang

    (2006), glukomanan dapat membentuk gel yang stabil terhadap panas jika

    dipanaskan pada suhu 85oC pada kondisi basa (pH 9-10). Gel yang

    terbentuk akan stabil meskipun dilakukan pemanasan ulang pada suhu

    100-200oC. Sifat inilah yang menyebabkan glukomanan cocok untuk

  • 19

    digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan sehat atau makanan

    diet seperti roti, cake, mie, dan cookies.

    2.5.2 Mekanisme Pembentukan Gel Glukomanan

    Larutan glukomanan tidak akan membentuk gel karena gugus

    asetilnya mencegah rantai panjang glukomanan untuk saling bertemu satu

    sama lain. Menurut Alonso et al. (2009), adanya gugus asetil menghalangi

    glukomanan berinteraksi dengan protein, pati, maupun hidrokoloid lainnya.

    Akan tetapi, glukomanan dapat membentuk gel dengan pemanasan

    sampai 85°C dengan kondisi basa (pH 9 sampai dengan pH 10). Gel ini

    bersifat tahan panas (irreversible) dan tetap stabil dengan pemanasan

    ulang pada suhu 100°C atau bahkan pada suhu 200°C.

    Molekul glukomanan akan mengalami hidrasi ketika kontak dengan air

    dan terbentuk ikatan hidrogen antara atom O dalam air dengan gugus -OH

    di dalam rantai glukomanan. Namun jika terdapat ion OH- di dalam air, akan

    terjadi kerusakan ikatan hidrogen tersebut. Gaya tolak menolak

    elektrostatis terjadi antara ion OH- di dalam larutan dengan gugus OH- pada

    rantai glukomanan. Gugus asetil pada rantai glukomanan akan terlepas

    sehingga terjadi penggumpalan (Prasetya, 2015).

    Gel glukomanan memiliki gugus C-O yang dapat berikatan dengan

    gugus O-H, -NH2 atau –COOH yang terdapat pada molekul protein yang

    ditambahkan melalui ikatan hidrogen yang terbentuk (Xu et al., 2007).

    Glukomanan membentuk gel yang stabil terhadap suhu. Pembentukan gel

    glukomanan terjadi karena pemanasan melalui pembentukan struktur

    jaringan zona persimpangan (junction zone) yang dihubungkan oleh ikatan

    hidrogen (Nishinari et al., 1988). Zona persimpangan dapat dipengaruhi

    oleh berbagai parameter fisik seperti suhu, keberadaan ion dan struktur

    hidrokoloid yang melekat (Burey et al., 2008). Menurut Cairn et al. (1987),

    mekanisme pembentukan gel glukomanan dibagi menjadi empat tipe

    seperti yang tertera pada Gambar 2.8 yaitu:

    a) Hanya salah satu polimer polisakarida (Glukomanan) yang berperan

    dalam pembentukan jaringan gel dan polimer kedua hanya

    terperangkap di dalam matriks. Jika kedua polimer polisakarida

    berperan dalam pembentukan jaringan gel, maka terjadi tiga

    kemungkinan (b,c,d).

  • 20

    b) Kedua polimer polisakarida membentuk jaringan dengan saling

    berpenetrasi satu sama lain.

    c) kedua polimer polisakarida membentuk jaringan tanpa saling

    berpenetrasi.

    d) Satu polimer polisakarida berikatan dengan lainnya membentuk

    jaringan berpasangan yang dinamakan zona persimpangan spesifik

    (specific junction zone).

    Gambar 2.8 Mekanisme Pembentukan Zona Persimpangan (Junction Zone)

    pada Pembentukan Gel Glukomanan (Cairn et al., 1987)

    Pembentukan gel melibatkan asosiasi segmen polimer yang

    terdispersi secara acak dalam dispersi sedemikian rupa sehingga

    membentuk jaringan tiga dimensi yang menahan pelarut pada celah.

    Daerah asosiasi yang dikenal dengan zona persimpangan dapat dibentuk

    oleh dua atau lebih rantai polimer. Proses pembentukan gel pada dasarnya

    adalah pembentukan zona persimpangan ini (Oakenfull, 1987). Zona

    persimpangan sangat mempengaruhi karakteristik dan perilaku fungsional

    gel. Jumlah molekul yang membentuk zona persimpangan merupakan

    penentu sifat gel yang penting. Selama proses gelasi, zona persimpangan

    dibentuk oleh tiga molekul melalui ikatan hidrogen. Semakin banyak

    molekul di zona persimpangan, semakin kokoh gel yang terbentuk (Saha

    dan Bhattacharya, 2010).

  • 21

    2.6 Bahan Pembuatan Kue Bolu

    2.6.1 Gula Pasir

    Gula pasir berasal dari cairan sari tebu. Setelah dikristalkan, sari tebu

    akan mengalami kristalisasi dan berubah menjadi butiran gula berwarna

    putih bersih atau putih agak kecoklatan (raw sugar) (Darwin, 2013). Pada

    pembuatan kue bolu, gula memiliki peran sebagai pemberi rasa manis.

    Sifat empuk pada roti manis terjadi pada kadar gula 15% ke atas (Yayath,

    2009). Syarat mutu gula pasir telah diatur oleh Badan Standarisasi

    Nasional seperti pada Tabel 2.6.

    Tabel 2.6 Syarat Mutu Gula Kristal Putih

    Parameter uji Satuan Persyaratan

    Warna Kristal CT 4,0 – 7,5

    Warna larutan IU 81 – 200

    Besar jenis butir Mm 0,8 – 1,2

    Susut pengeringan (b/b) % Maks 0,1

    Polaritas (oZ, 20oC) Z Min 99,6

    Abu konduktiviti (b/b) % Maks 0,10

    Belerang dioksida (SO2) mg/kg Maks 30

    Timbal (Pb) mg/kg Maks 2

    Tembaga (Cu) mg/kg Maks 2

    Arsen (As) mg/kg Maks 1

    Sumber: SNI 3140.3:2010

    Gula berfungsi sebagai pemberi rasa manis sekaligus mempengaruhi

    pembentukan struktur, memperbaiki tekstur dan keempukan,

    memperpanjang kesegaran dengan cara mengikat air, serta merangsang

    pembentukan warna yang baik. Selain itu, gula yang ditambahkan dapat

    berfungsi sebagai pengawet. Gula dapat mengurangi kadar air bahan

    pangan, sehingga bisa menghambat pertumbuhan mikroorganisme

    (Astawan, 2004). Gula ditambahkan sebagai pemberi rasa manis dan cita

    rasa serta membantu pencoklatan, membuat roti lebih empuk,

    memperbaiki kelembapan, dan memperpanjang daya simpan roti. Gula

    bertindak sebagai pelunak dengan cara menyerap air, menghambat

    perpindahan gluten, dan menggabungkan udara pada lemak selama

    proses creaming. Selanjutnya, pemanggangan menyebabkan gula

    terkaramelisasi sehingga roti memiliki warna dan aroma yang menarik

    (Bastin, 2010). Terlalu sedikit gula yang ditambahkan menyebabkan kue

  • 22

    terlalu keras. Jika gula yang ditambahkan terlalu banyak menyebabkan

    permukaan kue kasar dan terlalu coklat. Gula harus ditimbang dengan

    benar (National Food Service Management Institute, 2009).

    2.6.2 Telur

    Telur adalah bahan yang mempunyai kualitas protein terbaik jika

    dibandingkan dari bahan pangan lainnya dan mengandung beberapa

    vitamin dan mineral seperti vitamin A, riboflavin, vitamin B6, B12, khalin,

    zat besi, kalsium, dan fosfor (Indarto, 1999). Kandungan gizi telur ayam

    dapat dilihat pada Tabel 2.7.

    Tabel 2.7 Kandungan Gizi Telur Ayam Setiap 100 gram

    Kandungan Gizi Satuan Jumlah

    Energi Kkal 143,00

    Protein G 12,58

    Total lemak G 9,94

    Karbohidrat mg 0,77

    Kalsium/Ca mg 53,00

    Magnesium/Mg mg 12,00

    Fosfor/P mg 191,00

    Kalium/K mg 134,00

    Natrium/Na mg 140,00

    Thiamin mg 0,07

    Riboflavin mg 0,48

    Niasin mg 0,07

    Vitamin B6 mg 0,14

    Vitamin E mg 0,97

    Kolesterol mg 423,00

    Vitamin B12 µg 1,29

    Vitamin A (IU) IU 487,00

    Sumber: United States Departement of Agriculture

    Telur pada roti berperan sebagai agen pembasah dan membantu

    memberikan struktur pada roti (National Food Service Management

    Institute, 2009). Menurut Hui (1992), telur berfungsi sebagai pembentuk

    struktur, pengembang, pengemulsi dan pelumas. Telur juga berfungsi

    sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu

    kemampuan menangkap udara pada saat adonan dikocok, sehingga udara

    menyebar rata pada adonan (Astawan, 2004). Pada pembuatan adonan

    kue bolu, putih telur akan menghasilkan busa (foam) yang stabil yang di

  • 23

    dalamnya terjerat udara ketika diaduk dengan gula. Busa ini akan

    membentuk adonan ketika dicampur dengan tepung dan bertindak sebagai

    bahan pengembang dan penyedia udara (Freeland-Graves dan Peckham,

    1996).

    2.6.3 Margarin

    Margarin adalah lemak padat yang memiliki sifat plastis dan kestabilan

    tertentu. Margarin banyak digunakan dalam bahan pangan terutama dalam

    pembuatan kue bolu dan kue yang dipanggang (Winarno, 2002).

    Berdasarkan penggunaannya, margarin dapat dikelompokkan menjadi dua

    yaitu margarine table dan margarine cake. Margarine cake biasanya

    khusus untuk pembuatan kue, juga dalam industri biskuit, pound cakes,

    dan pastry. Shortening, mentega, margarin dan minyak dapat digunakan

    dalam pembuatan kue bergantung pada tekstur yang diinginkan. Lemak

    dapat memberi tekstur yang lebih lembut dan membantu mencegah

    pengeluaran gas CO2 yang terlalu cepat dari adonan (Bastin, 2010).

    Margarin berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti,

    memperbaiki sifat pemotongan roti, memberikan kulit roti lebih lunak, dan

    dapat menahan air sehingga shelf life lebih lama. Selain itu lemak juga

    bergizi, memberikan rasa lezat, mengempukkan dan membantu

    pengembangan susunan fisik roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Fungsi

    lain dari margarin adalah untuk memperbaiki cita rasa, struktur, tekstur,

    keempukan, dan memperbesar volume roti atau kue (Winarno, 2002).

    Margarin memiliki nilai gizi yang baik seperti pada Tabel 2.8.

    Tabel 2.8 Komposisi Kimia Margarin Setiap 100 gram

    Komposisi Jumlah

    Kalori (kal) 720

    Karbohidrat (g) 0,6

    Lemak (g) 81

    Protein (g) 0,4

    Kalsium (mg) 20

    Fosfor (mg) 16

    Besi (mg) 0

    Vitamin A (RE) 2000

    Air 15,5

    Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan

  • 24

    2.6.4 Baking powder

    Baking powder adalah campuran dari baking soda (soda kue) dengan

    asam. Senyawa asam akan menetralkan basa pada soda kue sehingga

    menghasilkan lebih banyak CO2. Baking powder yang sering digunakan

    adalah double-acting baking powder. Baking powder ini mengandung fast-

    acting baking powder (reaksi cepat) yang bereaksi dengan kelembapan

    pada adonan pada suhu ruang dan slow-acting baking powder (reaksi

    lambat) yang bereaksi ketika ada panas (pemanggangan) (Bastin, 2010).

    Baking powder merupakan bahan pengembang (leavening agent)

    yang banyak digunakan dalam pembuatan kue bolu, roti dan pancake.

    Baking powder dapat menghasilkan gas CO2 melalui reaksi asam-basa

    yang dapat menyebabkan adonan menjadi mengembang. Sodium

    bikarbonat dapat bekerja pada suhu tinggi tetapi jika dikombinasi dengan

    asam akan dapat bekerja lebih cepat (Anonymus, 2011). Reaksi kimia

    baking powder ketika terkena panas adalah sebagi berikut:

    NaHCO3 + H+ → Na+ + H2O + CO2

    Kelembapan pada adonan roti akan bereaksi dengan asam

    menyebabkan pelepasan CO2 dari baking powder sehingga roti

    mengembang. Penambahan baking powder harus diperhatikan, terlalu

    banyak baking powder menyebabkan gelembung udara terlalu besar

    sehingga adonan roti pecah dan roti menyusut. Sedangkan penambahan

    baking powder yang terlalu sedikit menyebabkan roti menjadi bantat

    (Bastin, 2010).

    2.7 Cara Pembuatan

    2.7.1 Tahap Persiapan

    Tahap persiapan adalah tahapan dimana bahan-bahan dalam

    pembuatan kue bolu dipersiapkan sesuai dengan takaran atau formula.

    Susunan dan perbandingan bahan-bahan yang digunakan harus diatur

    supaya memudahkan dalam penanganan dan menghasilkan produk

    olahan yang sesuai dengan yang diinginkan. Karakteristik dari produk akhir

    akan ditentukan oleh susunan bahan dan juga proses yang digunakan

  • 25

    (Subarna, 1996). Alat-alat yang digunakan telah dicuci bersih dan

    dikeringkan untuk menghindari jamur dan benda asing yang tidak

    diinginkan.

    2.7.2 Tahap Pembuatan Adonan

    Prosedur pencampuran akan berbeda dalam aspek-aspek seperti

    urutan pemasukan bahan, kecepatan dan lama mixing, temperatur bahan

    serta faktor-faktor yang lain tergantung pada tipe kue bolu yang akan dibuat

    (Hui, 1992). Pencampuran dilakukan untuk mendapatkan adonan berupa

    substansi semi padat yang homogen. Pengadukan bahan menyebabkan

    butir-butir lemak terpisah dengan adanya tenaga mekanik, butir-butir lemak

    tersebut akan segera diselimuti oleh selaput tipis pengemulsi yaitu gugus

    hidrofobik akan larut dalam lapisan butir-butir lemak dan gugus hidrofilik

    akan berikatan dengan air (Lawson, 1995).

    Metode yang sering digunakan pada pembuatan kue bolu adalah

    metode whisking. Mula-mula, telur dan gula dikocok selama 10 menit

    sampai mengembang. Bahan pengembang seperti baking powder ataupun

    ragi ditambahkan untuk menghasilkan gas pada adonan dan membuat

    adonan bolu mengembang. Selanjutnya tepung ditambahkan untuk

    mencegah kehilangan gas pada adonan. Butter cakes membutuhkan

    bahan pengembang sintetis seperti baking powder atau baking soda pada

    pembuatannya. Bahan pengembang berbeda menyebabkan tekstur yang

    berbeda pula. Butter cake lebih padat dan basah. Butter cakes dapat dibagi

    menjadi tiga jenis berdasarkan metode pencampurannya yaitu creaming,

    mixing (metode satu mangkuk), dan kombinasi keduanya (Bastin, 2010).

    2.7.3 Tahap Pemanggangan

    Pemanggangan adalah proses yang mengubah massa adonan yang

    palatable menjadi produk yang ringan, porous, dan mudah dicerna. Selama

    proses pemanggangan akan terjadi reaksi maillard, yang merupakan reaksi

    antara gugus reduksi dengan gugus amina primer, dan menghasilkan

    produk yang berwarna coklat (Winarno, 2002).

    Menurut Faridi (1994), proses perubahan selama pemanggangan

    adalah sebagai berikut :

  • 26

    a. Adanya perubahan struktur pada adonan yang ditandai dengan

    pengembangan adonan sampai tingkat tertentu.

    b. Adanya penurunan air.

    c. Adanya perubahan warna pada produk, dari pucat menjadi kuning

    keemasan.

  • 27

    BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016 hingga April

    2017 dan dilakukan di beberapa tempat yaitu:

    a. Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

    Jurusan Teknologi dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

    Universitas Brawijaya.

    b. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, Jurusan Teknologi dan Hasil

    Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

    c. Laboratorium Uji Organoleptik, Jurusan Teknologi dan Hasil Pertanian,

    Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat

    Peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan kue bolu adalah

    timbangan, baskom, sendok, ayakan, mixer, blender, kompor, panci,

    loyang, oven listrik, gunting, tisu, gelas ukur, dan kertas roti.

    Peralatan yang digunakan dalam melakukan pengujian fisik, kimia,

    dan organoleptik antara lain kertas saring, spatula, alumunium foil, kertas

    label, kapas, corong, tisu, plastik, wadah alumunim, beaker glass,

    erlenmeyer, oven, cawan, timbangan analitik, pipet volum, pipet tetes,

    glassware, alat destilasi, tabung ekstraksi soxlet, perangkat soxlet, reflux,

    shaker, vortex, termometer, freezer, perangkat kjedahl, spektrofotometer,

    colour reader, dan Universal Testing Machine.

    3.2.2 Bahan

    Bahan baku yang digunakan adalah tepung maizena dengan merk

    dagang ‘Maizenaku’, kelapa kering tanpa merek yang diproduksi oleh PT.

    Trijaya Tangguh dan baking powder yang dibeli di toko Chandra Pasar

    Besar, kota Malang. Bahan pendukung seperti telur, gula dan margarin

    diperoleh dari pasar Merjosari kota Malang.

    Bahan yang digunakan untuk analisa roti non-terigu antara lain

    aquades, aseton-PA, tablet kjedhal, H2SO4 pekat, indikator PP, NaOH

  • 28

    45%, H3BO3, indikator metilen blue, HCl 0,1 N, petroleum eter-PA, alkohol

    10%, HCl 25%, NaOH 45%, larutan Nelson, dan arsenomolibdat.

    3.3 Metode

    Penelitian ini disusun secara faktorial yang dirancang menggunakan

    Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor. Faktor I terdiri dari empat

    level dan faktor II terdiri dari dua level sehingga diperoleh delapan kombinasi

    perlakuan dengan tiga ulangan.

    Faktor I : Proporsi kelapa kering dan tepung maizena

    A1 (kontrol) = 100 % tepung maizena

    A2 = 20 % kelapa kering : 80 % tepung maizena

    A3 = 40 % kelapa kering : 60 % tepung maizena

    A4 = 60 % kelapa kering : 40 % tepung maizena

    Faktor II : Penambahan glukomanan

    G1 = Tanpa ditambah gel glukomanan

    G2 = Ditambahkan gel glukomanan konsentrasi 1%

    Berdasarkan kedua faktor tersebut diperoleh kedua kombinasi

    perlakuan yang bisa dilihat pada Tabel 3.1.

    Tabel 3.1 Rincian Kombinasi Perlakuan

    Proporsi Kelapa

    Kering : Tepung

    Maizena

    Penambahan Glukomanan

    G1 (Tanpa Glukomanan) G2 (1% Glukomanan)

    A1 (kontrol) A1G1 A1G2

    A2 A2G1 A2G2

    A3 A3G1 A3G2

    A4 A4G1 A4G2

    Keterangan:

    A1G1 : 100 % tepung maizena, tanpa glukomanan

    A2G1 : 20 % kelapa kering : 80 % tepung maizena, tanpa glukomanan

    A3G1 : 40 % kelapa kering : 60 % tepung maizena, tanpa glukomanan

    A4G1 : 60 % kelapa kering : 40 % tepung maizena, tanpa glukomanan

    A1G2 : 100 % tepung maizena, dengan 0.5% glukomanan

    A2G2 : 20 % kelapa kering : 80 % tepung maizena, 1% gel glukomanan

    A3G2 : 40 % kelapa kering : 60 % tepung maizena, 1% gel glukomanan

    A4G2 : 60 % kelapa kering : 40 % tepung maizena, 1% gel glukomanan

  • 29

    3.4 Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu tahap studi literatur,

    tahap penelitian pendahuluan, tahap penelitian utama dan tahap analisa

    data. Tahap penelitian utama dilakukan dengan pengamatan fisik, kimia dan

    organoleptik yang hasilnya diolah pada saat tahap analisa data.

    3.4.1 Studi Literatur

    Studi literatur dilakukan dengan mempelajari jurnal publikasi nasional

    maupun internasional, skripsi dan thesis penelitian sebelumnya, buku teks

    dan internet yang berkaitan dengan penelitian mengenai proses

    pembuatan kue bolu baik dengan terigu maupun non terigu serta

    pemanfaatan hidrokolid pada roti non terigu.

    3.4.2 Penelitian Pendahuluan

    Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi

    penambahan gel glukomanan, proporsi maizena dan kelapa kering yang

    digunakan serta bahan-bahan tambahan dan perlakuan yang sesuai dalam

    pembuatan kue bolu non terigu. Mula-mula, dilakukan percobaan

    mengenai proporsi kelapa kering yang digunakan yaitu pada proporsi 0%,

    10%, 20%, 30%, 40% dari jumlah tepung yang digunakan. Dalam

    penelitian pendahuluan ini, proporsi kelapa kering yang paling baik adalah

    40% karena memiliki kenampakan, tekstur dan pori yang bagus sedangkan

    pada proporsi 0%, 10%, 20% dan 30% memiliki tektur keras dan pori yang

    besar. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tambahan pada proporsi

    kelapa kering 50% dan 60%. Hasil penelitian ini yaitu kue bolu memiliki

    kenampakan yang bagus namun teksturnya keras. Berdasarkan penelitian

    pendahuluan ini, maka ditentukan proporsi kelapa kering yang digunakan

    adalah 0%, 20%, 40% dan 60%.

    Penelitian pendahuluan untuk menentukan gel glukomanan dilakukan

    pada persentase yang berbeda-beda yaitu 0.5%; 1%; 1.5%; 2% dari jumlah

    tepung yang digunakan. Hasil yang diperoleh yakni semakin banyak gel

    glukomanan yang ditambahkan maka tekstur roti semakin basah dan akan

    memberi pori yang besar dan panjang. Pada konsentrasi glukomanan

    0.5%, kue bolu yang dibuat memiliki kenampakan yang bagus namun tidak

  • 30

    ada perbedaan dengan perlakuan tanpa glukomanan. Sedangkan pada

    perlakuan 1.5% dan 2% kue bolu terlalu basah menyebabkan kenampakan

    dan pori yang kurang menarik. Sehingga persentase glukomanan yang

    dipilih adalah 1%.

    Berdasarkan hal tersebut, maka ditetapkanlah jumlah penambahan

    gel glukomanan 0% dan 1% dengan proporsi penambahan kelapa kering

    0%, 20%, 40% dan 60% dari jumlah tepung yang digunakan.

    3.4.3 Penelitian Utama

    Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan

    glukomanan (0% dan 1%) dan proporsi penambahan kelapa kering (0%,

    20%, 40% dan 60%) terhadap karakteristik fisik, kimia dan organoleptik,

    sehingga didapatkan kue bolu non terigu kualitas baik.

    3.5 Prosedur Penelitian

    3.5.1 Pembuatan Gel Glukomanan

    1. Tepung glukomanan ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian

    dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.

    2. Diukur air suhu 450C sebanyak 100 mL menggunakan gelas ukur.

    3. Air dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan dilakukan

    pengadukan menggunakan shaker selama 2 jam sampai terbentuk gel.

    4. Gel glukomanan yang telah terbentuk ditimbang sebanyak 1% dari 150

    gram total tepung maizena dan kelapa kering yang digunakan.

    Kemudian ditambahkan dalam proses pembuatan kue bolu non terigu.

    3.5.2 Pembuatan Kue Bolu Non Terigu

    Kue bolu non terigu dibuat dengan menggunakan campuran tepung

    maizena dan kelapa kering dengan perbandingan tertentu serta

    ditambahkan glukomanan. Adapun formulasi bahan-bahan yang

    digunakan dalam pembuatan kue bolu non terigu dapat dilihat pada Tabel

    3.2.

  • 31

    Tabel 3.2 Formulasi Bahan Kue Bolu dengan Penambahan Glukomanan dan

    Proporsi Tepung Maizena dan Kelapa Kering Berbeda

    Bahan

    Proporsi pada Perlakuan (%)

    A1G

    1

    A2G

    1

    A3G

    1

    A4G

    1

    A1G

    2

    A2G

    2

    A3G

    2

    A4G

    2

    Gula 16,23 16,23 16,23 16,23 16,23 16,23 16,23 16,23 Telur 42,21 42,21 42,21 42,21 42,21 42,21 42,21 42,21

    Maizena 24,36 19,48 14,61 9,75 24,36 19,48 14,61 9,75

    Kelapa

    kering - 4,88 9,75 14,61 - 4,88 9,75 14,61

    Baking

    powder 0,97 0,97 0,97 0,97 0,97 0,97 0,97 0,97

    Margarin 16,23 16,23 16,23 16,23 16,00 16,00 16,00 16,00 Total 100 100 100 100 100 100 100 100

    Pembuatan kue bolu menurut Setiawati (2015) yang telah dimodifikasi:

    1. Bahan-bahan ditimbang sesuai dengan formulasi.

    2. Telur dan gula dikocok dengan menggunakan mixer sampai

    mengembang.

    3. Ditambahkan tepung maizena dan kelapa kering sesuai dengan

    formulasi lalu diaduk hingga merata.

    4. Ditambahkan gel glukomanan sesuai formulasi pada kue bolu dengan

    perlakuan 1% glukomanan lalu diaduk hingga merata.

    5. Ditambahkan margarin cair lalu diaduk hingga merata.

    6. Adonan dituangkan ke dalam cetakan.

    7. Adonan dipanggang dalam oven pada suhu 150oC selama 25-30 menit.

  • 32

    3.5.3 Diagram Alir Pembuatan Kue Bolu Non Terigu

    Dimixer selama 5 menit hingga mengembang

    Dihomogenkan

    Dihomogenkan

    Dihomogenkan

    Dituangkan kedalam cetakan Kue bolu

    Dioven 1500C selama 30 menit

    Perlakuan terbaik

    (Modifikasi Setiawati, 2015)

    Telur

    Gula pasir

    Baking powder

    Kelapa kering: Tep.

    Maizena

    (100%); (20%:80%);

    (40%:60%); (60%:40%)

    Gel glukomanan

    1%

    Kue Bolu Non-

    Terigu

    Margarin cair

    Analisa Kimia: Kadar Air Kadar Abu Kadar Lemak Kadar Protein Kadar Karbohidrat

    Analisa Fisik - Volume

    Pengembangan - Kekerasan - Porositas - Warna Analisa Organoleptik: - Hedonik - Skoring

  • 33

    3.6 Pengamatan

    3.6.1 Pengamatan Fisik

    1. Volume Pengembangan (Mufilhati, 2015)

    2. Kekerasan (Muflihati, 2015)

    3. Porositas (Lin, 2014)

    4. Warna (Muflihati, 2015)

    3.6.2 Uji Organoleptik

    1. Uji Hedonik

    2. Uji Skoring

    3.6.3 Pengamatan Kimia pada Kue Bolu Perlakuan Terbaik

    1. Kadar Air (Sudarmadji et al., 1997)

    2. Kadar Abu (AOAC, 2000)

    3. Kadar Protein (Sudarmadji dkk, 1997)

    4. Kadar Lemak Kasar (Modifikasi Standar Nasional Indonesia, 1992)

    5. Kadar Serat Kasar

    6. Kadar Karbohidrat (Sudarmadji dkk, 1997)

    3.7 Analisa Data

    Data karakteristik fisik dan kimia yang diperoleh dari hasil penelitian

    dianalisa dengan two way ANOVA menggunakan software Microsoft Excel

    dan Minitab 16. Apabila dari hasil uji terdapat perbedaan maka dilanjutkan

    dengan DMRT (Ducan Multiple Range Test). Apabila tidak terdapat interaksi

    namun salah satu perlakuan atau keduanya terdapat pengaruh nyata maka

    dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada selang kepercayaan 5%.

    Sedangkan data organoleptik dengan menggunakan uji hedonik dan uji

    skoring dianalisa dengan Uji Friedman pada Minitab 16. Analisa perlakuan

    terbaik dilakukan dengan metode Multiple Atribute Zeleny (Zeleny, 1982).

  • 34

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Karakteristik Bahan Baku

    Tepung maizena dan kelapa kering merupakan bahan baku utama yang

    digunakan dalam pembuatan kue bolu non terigu. Sebelum digunakan pada

    penelitian, dilakukan analisa terhadap bahan baku terlebih dahulu. Analisa

    yang dilakukan adalah analisa secara kimia meliputi analisa kadar air, kadar

    abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar karbohidrat.

    Bahan baku tersebut dianalisa untuk mengetahui kondisi awal sebelum

    digunakan dalam penelitian serta untuk mengetahui pengaruh

    penambahannya terhadap karakteristik produk akhir kue bolu non terigu. Hasil

    analisa kemudian dibandingkan dengan literatur untuk memudahkan peneliti

    dalam mengoreksi analisa yang dilakukan dengan menggunakan standar

    yang telah ditentukan. Hasil analisa kimia tepung maizena dan kelapa kering

    dapat dilihat pada Tabel 4.1.

    Tabel 4.1 Data Hasil Analisa Kimia Bahan Baku

    Parameter Tepung Maizena Kelapa Kering

    Analisis Literatur Analisis Literatur

    Kadar Air (%) 13.480 ± 0.009 12.600a 6.940 ± 0.002 6.990b Kadar Abu (%) 0.170 ± 0.001 0.300a 1.140 ± 0.001 1.310b Kadar Protein (%) 1.100 ± 0.002 0.540a 5.610 ± 0.002 5.790b Kadar Lemak (%) 0.790 ± 0.001 0.770a 11.650 ± 0.025 8.420c Serat Kasar (%) - - 13.000 ± 0.024 10.450c Karbohidrat (%) 84.460 ± 0.008 85.790a 61.640 ± 0.047 59.770c

    Sumber: Merdiyanti (2008)a