Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

59
REFERAT SPONDILITIS TUBERKULOSA Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Program Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi Pembimbing : Dr . Rudy Yunanto, Sp. BS. Penyusun : Atrya Iga Amanda (030.11.049) 1

description

bedah saraf

Transcript of Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

Page 1: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

REFERAT

SPONDILITIS TUBERKULOSA

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Program Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi

Pembimbing :

Dr . Rudy Yunanto, Sp. BS.

Penyusun :

Atrya Iga Amanda (030.11.049)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

PERIODE 25 MEI – 1 AGUSTUS 2015

1

Page 2: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul:

“SPONDILITIS TUBERKULOSA”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan KlinikIlmu Bedah RSUD Kota Bekasi

Periode 25 Mei – 1 Agustus 2015

Disusun oleh:

Atrya Iga Amanda

030.11.049

Bekasi, 07 Juli 2015

Mengetahui

Pembimbing

dr. Rudy Yunanto, Sp. BS.

2

Page 3: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat

menyelesaikan referat berjudul “Spondilitis Tuberkulosa” ini tepat pada waktunya.

Tugas referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu

Bedah RSUD Kota Bekasi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dr. Rudy Yunanto, Sp.BS sebagai dokter pembimbing dan rekan-rekan

sejawat yang ikut membantu memberikan kontribusi dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan dan

kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang

Ilmu Bedah khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.

Bekasi, 07 Juli 2015

Penulis

3

Page 4: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 22.1. Anatomi 2

2.1.1 Vertebra 2

2.1.2 Medula spinalis 5

2.2. Spondilitis Tuberkulosa 9

2.2.1 Definisi 9

2.2.2 Epidemiologi 9

2.2.3 Etiologi 10

2.2.4 Patogenesis 10

2.2.5 Pott’s Paraplegia 16

2.2.6 Manifestasi klinis 18

2.2.7 Diagnosis 19

2.2.8 Pemeriksaan penunjang 22

2.2.9 Diagnosis diferensial 25

2.2.10 Klasifikasi 26

2.2.11 Komplikasi 28

2.2.12 Penatalaksanaan 28

2.2.13 Prognosis 32

DAFTAR PUSTAKA 33

4

Page 5: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

BAB 1

PENDAHULUAN

Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Pott’s disease adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang belakang dan

sangat berpotensi menyebabkan morbiditas yang cukup tinggi yang dapat berupa defisit

neurologis termasuk paraplegia dan deformitas tulang belakang yang permanen.(1)

Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang

menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang

belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil Mycobacterium tuberculosis

hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch pada tahun 1882 sehingga etiologi untuk kejadian

tersebut menjadi jelas.(2)

Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang belakang terbanyak disebarkan melalui

infeksi dari diskus. Mekanisme infeksi terutama oleh penyebaran melalui hematogen.(3) Secara

epidemiologi tuberkulosis merupakan penyakit infeksi pembunuh nomor satu di dunia, 95%

kasus berada di negara berkembang. Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan

China sebagai negara dengan populasi penderita TB terbanyak.(4) Setidaknya hingga 20 persen

penderita TB paru akan mengalami penyebaran TB ekstrapulmonar berupa otak, gastrointestinal,

ginjal, genital, kulit, limfe, osteoartikular dan endometrial. Vertebra area torako-lumbal terutama

torakal bagian bawah (umumnya T10) dan lumbal bagian atas merupakan predileksi dari

spondilitis TB. (5)

Tatalaksana spondilitis TB secara umum adalah terapi medikamentosa dengan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) sebagai pilihan pengobatan awal yang terbaik pada fase awal dan intervensi

pembedahan oleh bedah ortopedi atau bedah saraf pada spondilitis TB dilakukan hanya pada

kasus lanjut, dengan variasi teknik yang beragam, bergantung pada jenis kasus yang didapatkan.(3)

5

Page 6: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI.(1,2,3,6)

2.1.1 VertebraTulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang

torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral dan 4 tulang koksigeus. Tulang servikal,

torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan

koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan koksigeus.

Diskus intervertebrale merupkan penghubung antara dua korpus vertebra berfungsi sebagai

bentalan atau “shock absorbers” bila vertebra bergerak. Sistem otot ligamentum membentuk

jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebra. Tulang

belakang mempunyai tiga lengkungan fisiologis yaitu lordosis servikalis, kifosis torakalis

dan lordosis lumbalis. Bila dilihat dari samping dalam posisi tegak ketiga lengkungan

fisiologis ini disebut posture atau sikap. Fungsi kolumna vertebralis adalah menopang tubuh

manusia dalam posisi tegak, yang secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya

gravitasi agar tubuh secara seimbang tetap tegak. Vertebra servikal, torakal, lumbal bila

diperhatikan satu dengan yang lainnya ada perbedaan dalam ukuran dan bentuk.

Gambar 1. Anatomi vetrebra

6

Page 7: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

Korpus vertebrae merupakan struktur yang terbesar karena mengingat fungsinya

sebagai penyangga berat badan. Prosesus transverses terletak pada ke dua sisi korpus

vertebra, merupakan tempat melekatnya otot-otot punggung. Sedikit ke arah atas dan bawah

dari prosesus transverses terdapat fasies artikularis vertebrae dengan vertebrae yang lainnya.

Pada daerah lumbal facet terletak pada bidang vertikal sagital memungkinkan gerakan fleksi

dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi

lumbal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan ke lateral, obique dan berputar

terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi ke depan (lordosis dikurangi) kedua facet saling

menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar

Bagian lain dari vertebrae, adalah lamina dan pedikel yang membentuk arkus tulang

vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus merupakan bagian

posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan, berfungsi tempat melekatnya

otot-otot punggung. Ligament dan otot punggung berfungsi sebagai koordinator pergerakan

tubuh. Ligament-ligament di vertebra terdiri dari ligament flavum, ligament intertransverse,

ligament facet capsulary, ligament interspinosus, ligament supraspinosus, ligament anterior

longitudinal tepat di bagian anterior vertebra dan ligament posterior longitudinal tepat di

bagian posterior vertebra.

7

Page 8: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

Gambar 2. Ligament pada vertebra.

Vertebrae mendapat suplai darah dari arteri segementalis yang memberi percabangan

kepada :

1. Cabang equatorial

2. Cabang periosteal

3. Cabang spinalis

Arteri utama yang memberi percabangan kepada cabang-cabang di atas tedapat pada

semua tingkat kolumna vertebralis dan terletak dekat dengan cabang-cabang tersebut. Arteri

utama yang terlibat adalah :

1. Arteri vetebralis dan arteri servikalis ascendens di leher

2. Arteri segmentalis di trunkus

3. Arteri interkostalis posterior di daerah thorakal

4. Arteris lumbalis dan arteri subkostalis di abdomen

5. Arteri iliolumbalis dan arteri sakralis medianus dan lateralis di pelvis ·

Arteri di atas meberi percabangan kepada cabang periosteal dan equatorial ketika

melewati permukaan eksternal (anterolateral) dari vertebra. Cabang spinalis masuk malalui

foramen IV ke kanalis vetebralis dan membentuk percabangan :

1. Cabang kanalis vetebralis anterior ke corpus vertebra

2. Cabang kanalis vetebralis posterior ke arcus vertebrae

3. Arteri medularis segmentalis / arteri radikularis memperdarahi jaringan saraf ·

Cabang kanalis vetebralis anterior mempercabangkan arteri nutrien yang berjalan ke

anterior dan memperdarahi medulla spinalis yang terdapat pada bagian tengah corpus

vetebra. Arteri medularis segmentalis atau arteri radikularis memperdarahi: 1). Radiks

anterior dan radix posterior dari nervus spinalis 2). Meningens 3). Medula spinalis

Vena spinalis membentuk pleksus venosus di sepanjang kolumnar vertebra di bagian

dalam atau luar dari kanalis vetebralis :

1. Pleksus venosus vertebralis internal

2. Pleksus venosus vertebralis eksternal

Pleksus ini berhubung melalui foramen IV. Pleksus ini paling padat di bagian

anterior dan posterior, dan lebih jarang di bagian lateral. Vena basivetebralis terbentuk di

dalam corpus vertebra keluar melalui foramen yang terdapat pada permukaan corpus vetebra

8

Page 9: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

ke pleksus venosus anterior external dan internal. Vena intervetebralis menerima vena dari

medula spinalis dan pleksus venosus vetebralis berjalan mengikuti nervi spinalis keluar

melalui foramen IV ke vena vetebralis di leher dan vena segmentalis (interkostal, lumbal dan

sacral ) di trunkus.

Gambar 3. Vaskularisasi vertebra.

2.1.2 Medula Spinalis

Medula spinalis terletak didalam foramen vertebra dan dilindungi oleh vertebra.

Radik saraf keluar melalui kanalis spinalis, menyilang diskus intervertebralis di atas foramen

intervertebralis. Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua

yaitu ramus anterior (berisi serat eferen) dan ramus posterior (berisi serat aferen). Akibat

berdekatnya struktur tulang vertebra dengan radik saraf cenderung rentan terjadinya gesekan

dan tekanan radik saraf tersebut. Semua ligamen, otot, tulang dan sendi faset adalah struktur

tubuh yang sensitif terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris.

9

Page 10: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

Medula spinalis mempunyai bagian dalam yang bentuknya tak beraturan, daerah

kecil berwarna abu disebut substansia grisea (berisi badan sel neuron, dan dendrite-

dendritnya, dan sel glia) tampak pada potongan melintang seperti dalam bentuk H atau

berbentuk kupu-kupu. Daerah yang lebih besar yang berwana putih disebut substansia alba

yang tersusun membentuk banyak jaras (berkas serat saraf) yang mengelilingi substansia

grisea ini. Pada potongan melintang menunjukkan bahwa substansia alba disusun berkas-

berkas berkelompok menjadi kolom di sepanjang medulla spinalis, pada bagian dorsal

(columna dorsalis), satu pada setiap sisinya, dan kolom lainnya ditemukan di daerah ventral

(columna ventralis). Jaras-jaras dalam substansia alba ada yang berjalan ke atas/traktus

asenden (medulla spinalis ke otak) yang menyalurkan sinyal dari masukan afern ke otak, dan

berjalan ke bawah/traktus desendens (otak ke medulla spinalis) yang menyampaikan pesan

dari otak ke neuron eferen. Substansia grisea yang terletak di sentral juga terbagi menjadi

kornu dorsal , kornu ventral(anterior) dan kornu lateral. Kornu dorsal mengandung badan sel

antarneuron tempat berakhirnya neuron aferen, kornu ventral mengandung badan sel motorik

eferen yang menyarafi otot rangka, dan kornu lateral terdapat badan sel saraf otonom yang

menyarafi oto jantung dan otot polos serta kenejar eksokrin.

Gambar 4. Anatomi medulla spinalis.

Fungsi medula spinalis dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Aktifitas refleks, yang melibatkan integrasi dan transfer pesan-pesan yang memasuki

10

Page 11: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

medula spinalis, sehingga memungkinkan impuls sensorik (aferent) masuk dan pesan

motorik (eferen) meninggalkan medula spinalis tanpa melibatkan otak disebut refleks spinal.

2. Konduksi impuls sensorik dari saraf aferen ke atas melalui tractus asendens menuju otak.

3. Konduksi impuls motorik (eferent) dari otak turun melalui tractus desendens ke saraf-saraf

yang menginervasi otot atau kelenjar. Jalur reflek melalui medula spinalis biasanya dikenal

dengan lengkung refleks, yang mencangkup lima komponen dasar yatu reseptor

beresponterhadap rangsangan , lalu menghasilkan potensial aksi yang dipancarkan oleh jalur

aferen ke pusat integrasi untuk di olah. Pusat integrasi biasanya di SSP. Medula spinalis dan

batang otak mengintegrasikan refleks-refleks dasar, sementara pusat yang lebih tinggi di otak

memproses refleks yang didapat. Instruksi dari pusat integrasi disalurkan melalui jalur eferen

ke eketor otot atau kelenjar yang akan melaksanakan respon. Refleks spinal dasar adalah

refleks yang di integrasikan oleh medulla spinalis yaitu semua komponen yang diperlukan

untuk menghubungkan masukan aferen ke respon eferen terdapat di dalam medulla spinalis

contoh refleks lucut/withdrawl.

Refleks lucut/withdrawl terjadi karena meskipunsemua informasi dikirim ke SSP

melalui potensial aksi, anmun SSP dapat membedakan berbagai rangsangan karena

perbedaan resproe dan perbedaan jalur yang diaktifkan oleh rangsangan berbeda. Semakin

kuat rangsangan maka semakin tinggi frekuensi potensial aksi di neuron sensorik yang

dihasilkan dan dikirim ke SSP. Pada refleks lucut/withdrawl rangsangan yang diterima

membentuk potensial aksi di jalur aferen yang menyalurkan sinyal listrik ke SSP setelah

masuk medulla spinalis neuron aferen menyebar dan berakhir di tiga jenis antarneuron :

1.Antarneuron eksitatorik, 2.Antarneuron inhibitorik dan 3.Antarneuron yang membawa

sinyal naik ke otak untuk menyadari rangsangan dan disimpan sebagai memori.

11

Page 12: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

Meninges adalah tiga lapis jaringan ikat yang mengitari otak dan medula spinalis

guna membentuk pembungkusan yang lengkap. Duramater adalah meninges yang paling

luar, tebal dan kasar. Lapisan meninges bagian tengah ialah arachnoid gampang melekat pada

meninges yang paling dalam serat yang menyerupai jaringan yang memungkinkan ruangan

bagi gerakan cairan cerebrospinal (CSF) di antara dua membran. Lapisan yang paling dalam

di sekitar otak yaitu piamater dilekatkan pada jaringan saraf otak dan medula spinalis di

dalamnya banyak terdapat pembuluh darah. CSF ialah cairan bening yang dibentuk dalam

ventrikel otak, sebagian besar oleh jaringan vascular yang disebut dengan choroid plexuses.

Fungsi CSF adalah untuk bantalan saat ada goncangan yang akan melukai bangunan

lunak sistem saraf sentral (SSS) dan membawa zat makanan pada sel dan memindahkan

limbah dari sel. Normalnya CSF mengalir secara bebas dari satu ventrikel ke ventrikel

lainnya dan pada akhirnya keluar ke dalam ruangan sub-rachnoid yang mengitari otak dan

medulla spinalis. Sebagian besar cairan ini dikembalikan pada darah di dalam venous sinuses

melaui arachnoid villi.

Gambar 5. Lapisan menigens pada medulla spinalis.

12

Page 13: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

2.2 SPONDILITIS TUBERKULOSA

2.2.1 DEFINISI.(1,2)

Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Pott’s disease adalah infeksi

tuberkulosis ekstrapulmonal yang mengenai satu atau lebih vertebra berupa peradangan

granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Vertebra

torakal bawah merupakan daerah paling banyak terlibat selanjutnya lumbal dan yang paling

jarang adalah servikal. Dan dapat mengakibatkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia.

2.2.2 EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan laporan WHO, kasus baru TB di dunia lebih dari 8 juta per tahun.

Diperkirakan 20-33% dari penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.

Indonesia adalah penyumbang terbesar ketiga setelah India dan China yaitu dengan

penemuan kasus baru 583.000 orang pertahun, kasus TB menular 262.000 orang dan angka

kematian 140.000 orang pertahun.(4)

Jumlah kasus TB diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan

meningkatnya jumlah penderita acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) oleh infeksi

human immunodeficiency virus (HIV). Satu hingga lima persen penderita TB, mengalami TB

osteoartikular. Separuh dari TB osteoartikular adalah spondilitis TB.(1,6) Di Amerika , Eropa

dan Saudi Arabia (negara maju) spondilitis TB ini terutama muncul pada usia tua , dengan

usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika (negara berkembang) sebagian besar

usia muda lebih rentan terhadap spondilitis TB (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun).(7)

Kasus TB kurang lebih 10% melibatkan osteoartikular, walaupun setiap tulang

atau sendi dapat terkena ,akan tetapi tulang belakanglah yang paling sering terkena TB tulang

,di ikuti oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang lengan

dan tangan jarang terkena. Pada tulang belakang area torako-lumbal terutama torakal bagian

bawah (umumnya T10) dan lumbal bagian atas merupakan predileksi dari spondilitis TB

karena di area ini pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu di

ikuti area servikal dan sakral namun jarang terjadi.(2,8) Defisit neurologis muncul pada 10-47

% kasus spondilitis TB. Di negara berkembang penyakit ini merupakan penyebab paling

sering untuk kondisi paraplegia non traumatik.(7)

13

Page 14: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

2.2.3 ETIOLOGI.(9)

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis yang merupakan anggota ordo Actinomicetales dan famili

Mycobacteriase. Basil tuberkel berbentuk batang lengkung, gram positif lemah yaitu sulit

untuk diwarnai tetapi sekali berhasil diwarnai sulit untuk dihapus walaupun dengan zat

asam, sehingga disebut sebagai bakteri/basil tahan asam (BTA). Hal ini disebabkan oleh

karena bakterium memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan lemak

(asam lemak mikolat) sehingga untuk pewarnaannya digunakan teknik Ziehl-Nielson.

Bakteri ini tumbuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu.

Selain itu bersifat pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora serta memiliki

panjang sekitar 2-4 µm.

Gambar 6. Mycobacterium tuberculosis dalam pewarnaan teknik Ziehl-Nielson.

2.2.4 PATOGENESIS.(4,7,10,11 )

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB, karena ukuran

bakteri sangat kecil, kuman TB yang terhirup mencapai alveolus dan segera diatasi oleh

mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan

sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Pada sebagian kecil kasus, makrofag

14

Page 15: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.

Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembangbiak, akhirnya akan menyebabkan

makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi

pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon. Kuman kemudian

akan menyebar secara limfogen dan menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe

(limfangitis) local dan di kelenjar limfe (limfadenitis) regional. Gabungan dari fokus primer,

limfangitis lokal dan limfadenitis regional disebut sebagai kompleks primer. Jika sistem

imun penderita tidak cukup kompeten infeksi akan menyebar secara hematogen/limfogen dan

bersarang di seluruh tubuh mulai dari otak, gastrointestinal, ginjal, genital, kulit, getah

bening, osteoartikular, hingga endometrial.

Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan

rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga

mencapai jumlah 104 yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular.

Pada saat terbentuk kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal

tersebut ditandai oleh terbentuk hipersensitivitas terhadap protein tuberkulosis, yaitu

timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin

masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas selular tubuh terhadap TB telah

terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu

sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil

kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman

TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya

oleh imunitas selular, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus tersebut umumnya

tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi,

disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu

menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ

terkait, misalnya meningitis, TB tulang dan lain-lain. Pada penyebaran limfogen, kuman

menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer sedangkan pada

penyebaran hematogen kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh

tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai

penyakit sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk

15

Page 16: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread), kuman TB menyebar secara

sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB

kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang dituju adalah organ

yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama

apeks paru atau lobus atas paru.

Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara hematogen/limfogen

melalui nodus limfatikus para-aorta dari fokus Tb di luar tulang belakang yang sebelumnya

sudah ada. Pada anak, sumber infeksi biasanya berasal dari fokus primer di paru, sedangkan

pada orang dewasa berasal dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil

TB dapat terjadi melalui arteri intercostalis atau lumbal yang memberikan suplai darah ke

dua vertebra yang berdekatan yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian

atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus vena Batson’s yang mengelilingi vertebralis

yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Maka pada kurang lebih 70% kasus,

penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara 20% kasus

melibatkan tiga atau lebih vertebra.

Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra. Area

infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam korteks tipis

korpus vertebra sepanjang ligament longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih vertebra

yang berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior atau secara

langsung melalui diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel

yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga menyebar ke vertebra

yang jauh melalui abses paravertebra. Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah

pembentukan pembentukan tulang baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang

menjadi avaskular sehingga menimbulkan sequestra tuberkulosis terutama di region torakal.

Diskus intervertebralis yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap

infeksi tuberkulosa. Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal

ke dalam ruang diskus, hilangnya tulang subkondral disertai dengan kolapsnya korpus

vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder karena

perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu

dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosis. Destruksi

progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan menyebabkan

16

Page 17: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan kemudian akan terjadi kolaps

vertebra dengan sendi intervertebral dan lengkung saraf posterior tetap intak jadi akan timbul

deformitas bentuk kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung dari jumlah

vertebra yang terlibat, banyaknya ketinggian vertebra yang hilang dan segmen vertebra yang

terlibat. Deformitas kifosis sering disebut sebagai gibbus. Vertebra torakal kifosis tampak

nyata karena kurvatura dorsal yang normal, di vertebra servikal dan lumbal transmisi berat

badan lebih terletak pada setengah bagian posterior badan vertebra jika terinfeksi maka

bentuk lordosis fisiologis dari vertebra servikal dan lumbal perlahan akan menghilang dan

mulai menjadi kifosis.

Gambar 7. Gibbus. Tampak penonjolan bagian posteriortulang belakang ke arah dorsal akibat angulasi kifosis

vertebra.

Cold abscess terbentuk jika infeksi spinal telah menyebar ke otot psoas atau

jaringan sekitarnya, ini dibentuk dari akumulasi produk likuefaksi dan eksudasi reaktif proses

infeksi. Abses ini sebagian dibentuk dari leukosit, materi kaseosa,debris tulang dan tuberkel

basil. Cold abscess ini kemudian berjalan sesuai dengan pengaruh gravitasi sepanjang bidang

fasial. Di regio servikal, abses terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke

lateral di belakang muskulus sternokloidemastoideus dan dapat mengalami protrusi ke depan

dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke

mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau kavum pleura.Di regio torakal ligamentum

longitudinal menghambat jalannya abses tampak pada radiologi sebagai gambaran bayangan

fusiform radioopak sedikit dibawah level vertebra yang terkena. Di regio lumbal abses

17

Page 18: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya berjalan menuju lipat paha di bawah ligamentum

inguinal dan akan mencari daerah dengan tekanan terendah hingga kemudian membentuk

traktus sinus/fistel di kulit hingga di bawah ligamentum inguinal atau regio gluteal.

Lima stadium perjalanan penyakit spondilitis TB, antara lain:

1.      Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun,

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan

ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah

sentral vertebra.

2.      Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.

3.      Stadium destruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi 23 bulan setelah

stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sequestra serta kerusakan diskus

intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging

anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau

gibbus.

4.      Stadium gangguan neurologis

Tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh

tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi

spondilitis TB. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga

gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis,

maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu:

a.       Derajat I

Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah

berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.

b.      Derajat II

Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan

pekerjaannya.

18

Page 19: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

c.       Derajat III

Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas atau

penderita serta hipestesia/anestesia.

d.      Derajat III

Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan gangguan

defekasi dan miksi. Tuberkulosis praplegia atau Pott’s paraplegia dapat terjadi secara

dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari

abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya

granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif atau sembuh terjadi oleh

karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan

fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi

secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler

vertebra. Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.

5.      Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau

gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis :

1. Peridiskal/paradiskal

Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah

liamentum longitudinal anterior/ area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa.

Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak di region lumbal.

2. Sentral

Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, sering terjadi pada anak-anak. Keadaan

ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan tipe lain sehingga

menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi vertebra spontan

atau akibat trauma. Terbanyak di regio torakal.

3. Anterior

Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan

dibawahnya. Gambaran radiologis terdapat scalloped karena erosi di bagian anterior vertebra

(berbentuk baji), disebabkan adanya pulasasi aortik yang ditransmisikan melalui abses

19

Page 20: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

paravertebra dibawah ligamentum longitudinal anterior.

Defisit neurologis oleh kompresi ekstradural medula spinalis dan radiks terjadi

akibat banyak proses, yaitu:

1) penyempitan kanalis spinalis oleh abses paravertebral

2) subluksasio sendi faset patologis

3) jaringan granulasi

4) vaskulitis, trombosis arteri/ vena spinalis

5) kolaps vertebra

6) abses epidural

7) invasi duramater secara langsung. Selain itu, invasi medula spinalis dapat juga terjadi

secara intradural melalui meningitis dan tuberkulomata sebagai space occupying lesion.

Defisit neurologis dan deformitas kifosis lebih jarang ditemukan apabila

lesi terdapat pada vertebra lumbalis. Penjelasan yang mungkin mengenai hal ini antara lain:

1) Arteri Adamkiewicz yang merupakan arteri utama yang mendarahi medula spinalis

segmen torakolumbal paling sering terdapat pada vertebra torakal 10 dari sisi kiri. Obliterasi

arteri ini akibat trombosis akan menyebabkan kerusakan saraf dan paraplegia.

2) Diameter relatif antara medula spinalis dengan foramen vertebralisnya. Intumesensia

lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakal 10, sedangkan foramen vertebrale

di daerah tersebut relatif kecil. Pada vertebra lumbalis, foramen vertebralenya lebih besar dan

lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior.

2.2.5 POTT’S PARAPLEGIA.(3,4,7,8)

Defisit neurologis yang paling sering terjadi pada sondilitis TB adalah paraplegia

yang dikenal dengan nama Pott’s paraplegia. Klasifikasi Sorrel-Dejerine Pott’s paraplegia

terbagi menjadi :

1. Early onset.

Terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit. Paraplegia onset cepat disebabkan

oleh kompresi medula spinalis oleh abses atau proses infeksi.

2. Late onset

Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit. Paraplegia onset lambat

terjadi saat penyakit sedang tenang, tanpa adanya tanda reaktifasi spondilitis,

20

Page 21: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

biasanya disebabkan oleh tekanan jaringan fibrosa/parut atau tonjolan-tonjolan tulang

akibat destruksi tulang sebelumnya.

Sementara Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel menjadi tiga tipe :

a. Tipe I (paraplegia of active disease) / berjalan akut

Onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit dan dihubungkan

dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik (tidak permanen).

b. Tipe II

Onset dini juga, dihubungkan dengan penyakit yang aktif bersifat permanen bahkan

walaupun infeksi TB menjadi tenang. Penyebab timbulnya paraplegia pada tipe I dan

II dapat disebabkan oleh :

a. Tekanan eksternal pada korda spinalis dan durameter.

Dapat disebabkan oleh karena adanya granuloma di kanalis spinalis, adanya

abses, materi perkijuan, sequestra tulang dan diskus atau subluksasi atau

dislokasi patologis vertebra. Secara klinis pasien akan menampakkan

kelemahan alat gerak bawah dengan spastisitas tetapi tidak tampak adanya

spasme otot involunter dan reflek withdrawal.

b. Invasi duramater oleh tuberkulosa

Tampak gambaran meningomielitis tuberkulosa atau araknoiditis tuberkulosa.

Secara klimis pasien tampak mempunyai spastisitas berat dengan spasme otot

involunter dan reflek withdrawal. Progosis untuk tipe ini buruk dan bervariasi

sesuai dengan luasnya kerusakan korda spinalis. Secara umum dapat terjadi

inkontinensia urin dan fases, gangguan sensoris dan paraplegia.

c. Tipe III/berjalan kronis.

Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Bisa terjadi karena tekanan korda spinalis

oleh granuloma epidural, fibrosis meningan dan adanya granulasi, deformitas kifosis

ke anterior, reaktivasi penyakit atau insufisiensi vaskuler (thrombosis pembuluh darah

yang mensuplai korda spinalis)

Klasifikasi untuk penyebab Pott’s paraplegia dijabarkan oleh Hodgson menjadi :

I. Penyebab ekstrinsik:

1. Pada penyakit yang aktif

a. Abses (cairan atau perkijuan)

21

Page 22: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

b. Jaringan granulasi

c. Sequestra tulang dan diskus

d. Sublukasi patologi

e. Dislokasi vertebra

2. Pada penyakit yang sedang proses penyembuhan

a. Transverse ridge dari tulang anterior ke korda spinalis

b. Fibrosis duramater

II. Penyebab instrinsik :

Penyebaran peradangan TB melalui duramater melibatkan meningen dan korda

spinalis.

III.Penyebab yang jarang :

Trombosis korda spinalis

2.2.6 MANIFESTASI KLINIS.(3,4,6)

Seperti manifestasi klinik pasien TB pada umumnya, pasien mengalami keadaan

sebagai berikut, berat badan menurun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas,

demam lama tanpa sebab yang jelas, pembesaran kelenjar limfe superfisial yang tidak sakit,

batuk lama lebih dari 30 hari kadang berdarah, terjadi diare berulang yang tidak sembuh

dengan pengobatan diare disertai keringat pada malam hari.

Manifestasi klinis pada spondilitis TB relatif indolen (tanpa nyeri). Pasien

biasanya mengeluhkan nyeri lokal tidak spesifik pada daerah vertebra atau adanya benjolan

pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri, pasien akan

enggan menggerakkan punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. Nyeri tersebut akan

berkurang jika pasien beristirahat. Keluhan deformitas pada tulang belakang (kiposis) terjadi

pada 80% kasus disertai oleh timbulnya gibbus yaitu punggung yang membungkuk dan

membentuk sudut bila sudah di temukan gejala ini maka pathogenesis penyakit ini sudah

berjalan kurang lebih tiga hingga empat bulan.

Kelainan yang sudah berlangsung lama dapat disertai oleh paraplegia ataupun

tanpa paraplegia. Abses dapat terjadi pada tulang belakang yang dapat menjalar ke rongga

dada bagian bawah atau ke bawah ligament inguinal. Defisit neurologis yang mungkin

antara lain : paraplegia, paresis, hipestesia, nyeri radikuler dan sindrom kauda equina. Nyeri

22

Page 23: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

radikuler menandakan adanya gangguan pada radiks (radikulopati). Spondilitis TB servikal

jarang terjadi namum manifestasinya lebih berbahaya karena jika telah terdapat absess dapat

menekan trakea ke arah sternal notch sehingga dapat disfagia dan stridor, torticollis terjadi

karena kakunya leher, suara serak akibat gangguan n. laringeus. Jika n. frenikus terganggu

pernapasan terganggu dan timbul sesak napas. Bila telah terjadi kompresi medulla spinalis

bisa terjadi tetraparesis. Umumnya gejala awal spondilitis servikal adalah nyeri dan kaku

leher tidak spesifik.

2.2.7 DIAGNOSIS.(2,3,4,7,8,11)

Diagnosis dini spondilitis TB sulit ditegakkan dan sering dianggap sebagai

neoplasma spinal atau spondilitis piogenik lainnya. Ironisnya, diagnosis biasanya baru dapat

ditegakkan pada stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas tullang belakang dan defisit

neurologis. Penegakan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,diikuti pemeriksaan

penunjang. Keberhasilan diagnosis dini menjanjikan prognosis yang lebih baik.

Anamnesis

Nyeri punggung belakang adalah keluhan yang paling awal, sering tidak spesifik dan

membuat diagnosis yang dini menjadi sulit. Nyeri hilang dengan beristirahat. Selain itu, dari

anamnesis bisa didapatkan adanya riwayat TB paru atau gejala-gejala klasik TB paru

(demam lama, diaphoresis nocturnal, batuk lama dengan dahak atau darah, dan penurunan

berat badan tanpa sebab). Jika terdapat pembengkakan maka tidak disertai rasa panas.

Paraparesis adalah gejala penyakit telah lanjut yang biasanya menjadi keluhan utama yang

membawa pasien datang mencari pengobatan. Gejala neurologis lainnya yang mungkin

adalah rasa kebas, baal, gangguan defekasi dan miksi.

Pemeriksaan Fisik

1.Inspeksi

a. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki

pendek, karena mencoba menghindari nyeri di tulang belakang.

b. Pernapasan cepat dapat diakibatkan oleh hambatan pengembangan volume paru oleh

tulang belakang yang kifosis atau infeksi paru oleh kuman TB.

c. Infeksi di area servikal maka pasien sulit atau tidak dapat menolehkan kepalanya,

rigiditas pada leher bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis

23

Page 24: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

torticollis. Jika ada abses maka tampak pembengkakan di kedua leher.

d. Infeksi di region torakal akan menyebabkan punggung tampak kaku. Saat mengambil

sesuatu dari lantai pasien akan menekukan lututnya sementara tetap mempertahankan

punggungnya tetap kaku. Jika ada abses maka akan berjalan di bagian kiri atau kanan

mengeliligi rongga dada dan tampak pembengkakan lunak dinding dada.

e. Infeksi di region lumbar tampak berjalan dengan lutut dan panggul dalam posisi fleksi

dan menyokong tulang belakang dengan menaruh tangan di paha. Jika ada abses

maka tampak pembengkakan lunak di atas atau di bawah lipat paha. Dan diperiksa

secara teliti untuk mencari muara sinus/fistel hingga regio gluteal dan di bawah

inguinal (trigonum femoral).

f. Kesegarisan (alignment) tulang belakang harus diperiksa secara seksama. Tampak

adanya deformitas berupa kifosis (gibbus)

g. Gejala defisit neurologis seperti paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak

bawah, pola jalan spastik , kelemahan motorik yang bervariasi.

2. Palpasi

a. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya

teraba sediki hangat (Cold abcess, yang membedakan dengan abses piogenik yang

teraba panas).Lokasi palpasi dapat di daerah retrofaring, di sisi leher (belakang otot

sternokleidomastoideus), sekitar dinding dada, lipat paha,dan fossa ilika.

b. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.

3. Perkusi

a. Perkusi secara halus diatas prosesus spinosus vertebra yang terkena sering tampak

tenderness.

Terjadinya gangguan neurologis menandakan bahwa penyakit telah lanjut, meski

masih dapat ditangani. Pemeriksaan fisik neurologis yang teliti sangat penting untuk

menunjang diagnosis dini spondilitis TB. Pada pemeriksaan neurologis bisa didapatkan

gangguan fungsi motorik, sensorik, dan autonom. Kelumpuhan berupa kelumpuhan upper

motor neuron (UMN), namun pada presentasi awal akan didapatkan paralisis flasid baru

muncul spastisitas, peningkatan tonus otot dan refleks patologis yang positif. Kelumpuhan

lower motor neuron (LMN) mononeuropati mungkin saja terjadi jika radiks spinalis anterior

ikut terkompresi gejalanya hipotoni, kelumpuhan sudah lama, otot akan atrofi, yang biasanya

24

Page 25: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

bilateral. Sensibilitas dapat diperiksa pada tiap dermatom untuk protopatis (raba, nyeri,

suhu), dibandingkan ekstremitas atas dan bawah untuk proprioseptif (gerak, arah, rasa getar,

diskriminasi 2 titik).Evaluasi sekresi keringat rutin dikerjakan untuk menilai fungsi saraf

autonom.

Pemeriksaan neurologis

1. Kekuatan ektremitas.

Kekuatan ekstremitas diperiksa untuk mengetahui derajat keparahan, perbaikan klinis

dan prognosis cedera medulla spinalis pada spondilitis TB sesuai dengan klasifikasi

American Spinal Injury Association (ASIA) impairment scale.

Terbagi atas beberapa derajat kekuatan otot :

a. 0 jika tidak ada kontraksi otot.

b. 1 jika terdapat sedikit kontraksi otot.

c. 2 jika tidak dapat melawan gravitasi.

d. 3 jika dapat melawan gravitasi tanpa penahanan.

e. 4 jika dapat melawan gravitasi dengan penahanan sedang.

f. 5 jika dapat melawan gravitasi dengan penahanan penuh.

2. Refleks fisiologis.

Dapat berupa refleks bisep, trisep, patella, achiles. Pada spondilitis TB terjadi lesi

UMN pada reflex fisologis ditandai adanya hiperrefleksia.

3. Klonus lutut dan kaki.

Pada spondilitis TB selain hiperrefleksia pada reflex fisiologis. Hiperrefleksia

seringkali diiringi dengan klonus yaitu kontraksi otot yang berulang-ulang setelah

dilakukan perangsangan tertentu. Klonus positif pada lesi UMN.

4. Refleks patologis

Refleks yang hanya ada pada bayi kurang dari 1 tahun karena myelinisasi di traktus

piramidalin belum sempurna, bila refleks patologis pada orang dewasa positif terjadi

lesi UMN. Refleks patologis berupa refleks Babinski, Chaddoks, Opoenheim,

Schaefer dan Gordon.

5. Sensorik

Pemeriksaan berupa rasa raba, tekan, dan suhu sesuai dermatom tubuh.

25

Page 26: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

2.2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG.(4,12)

Laboratorium :

1. Darah Lengkap dan Anti HIV : Laju endap darah meningkat dari 20 sampai lebih 100

mm/jam, leukositosis, HIV kadang positif.

2. Uji tuberkulin (Mantoux tes). Uji tuberkulin merupakan tes yang dapat mendeteksi

adanya infeksi tanpa adanya menifestasi penyakit, dapat menjadi negatif oleh karena

anergi yang berat atau kekurangan energi protein. Uji tuberkulin ini tidak dapat untuk

menentukan adanya TB aktif. Dikatakan positif jika tampak area berindurasi kemerahan

dengan diameter 10 mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam.

3. Biopsi dan Mikrobiologi. Untuk memastikan diagnosis secara pasti, perlu dilakukan biopsi

tulang belakang atau aspirasi abses. Biopsi tulang dapat dilakukansecara perkutan dan

dipandu dengan CT scan atau fluoroskopi. Spesimen kemudian pemeriksaan histologist,

kultur, pewarnaan basil tahan asam (BTA), gram, dan tumor. Kultur BTA positif pada 60–

89 persen kasus.

Radiologis :

1. Foto Rontgen

Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi. Bila sebelumnya

tidak ada riwayat TB maka dilakukan foto rontgen dada untuk mencari adanya TB di paru.

Lalu selanjutnya foto rontgen vertebra proyeksi yang diambil AP dan lateral. Pada fase awal,

akan tampak lesi osteolitik pada bagian anterior badan vertebra dan osteoporosis regional.

Penyempitan ruang diskus intervertebralis menandakan terjadi kerusakan diskus.

Pembengkakan jaringan lunak sekitarnya memberikan gambaran fusiformis. Pada fase lanjut,

kerusakan bagian anterior semakin memberat dan membentuk angulasi kifosis (gibbus) dan

dapat menilai angulasi kifosis dengan metode Konstam. Cold abscess dapat terlihat berupa

bayangan opak yang memanjang paravertebral.

26

Page 27: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

Gambar 8. Foto rontgen vertebra proyeksi yang diambil AP pada pasien spondilitis TB.

Terdapat iregularitas dan berkurangnya ketinggian dari badan vertevra T9 ( tanda bintang), serta

juga dapat terlihat massa parevertebra yang samar, yang merupakan cold abscess (panah putih).

Gambar 9. Pengukuran angulasi kifosis metode Konstam. Pertamatarik garis khayal sejajar end

plate superior badan vertebra yang sehat di atas dan di bawah lesi. Kedua garis tersebut

diperpanjang keanteriorsehingga bersilangan. Sudut K pada gambar adalah sudut Konstam

sedangkan sudut A adalah angulasi aktual yang dihitung. Pada

gambar ini, angulasi kifotik adalah sebesar 30º.

27

Page 28: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

2. CT-scan

CT-scan dapat memperlihatkan dengan jelas keterlibatan lengkus saraf posterior dan pedikel

yang sulit dinilai oleh foto rontgen, dapat pula melihat sklerosis tulang, destruksi badan

vertebra, abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan kanalis spinalis. Selain hal

yang disebutkan diatas CT;scan bermanfaat untuk memandu tindakan biopsy perkutan dan

mementukan luas kerusakan jaringan tulang.

Gambar 10. Pada potongan aksial setinggi T 12, terlihat destruksi pedikel kiri vertebra L3 (panah

hitam), edema jarimgan paravertebra (kepala panah putih), kompresi medulla spinalis (panah putih

kecil) dan abses psoas (putih besar).

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai jaringan lunak, kondisi badan vertebra,

diskus intervertebralis, perubahan medulla spinalis, termasuk abses paraspinal dapat dinilai

dengan baik. MRI juga bermanfaat besar untuk membedakan kompilaki yang bersifat

kompresif maupun non-kompresif pada spondilitis TB, membantu memutuskan pilihan

tatalaksana konservatif atau operatif, dan menilai respon terapi.

28

Page 29: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

Gambar 11. MRI potongan sagital pasien spondilitis TB. Pada MRI dapat dilihat destruksi dari badan vertebra L3-L4 yang menyebabkan kifosis berat (gibbus), infiltrasi jaringan lemak (panah putih), penyempitan kanalis spinalis, dan penjepitan medula spinalis.

2.2.9 DIAGNOSIS DIFERENSIAL.(2,4,13)

1. Spondilitis piogenik

Adalah salah satu penyakit dengan presentasi gejala yang serupa dengan spondilitis TB dan

umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus, dan Pneumococcus.Secara

epidemiologi,spondilitis piogenik lebih sering menyerang usia produktif, sekitar usia 30–50

tahun. Infeksi ini disebabkan karena penyalahgunaan antibiotik, tindakan invasive spinal dan

pembedahan spinal.Spondilitis TB dapat dibedakan dengan infeksi piogenik yang

menunjukkan gejala nyeri di daerah infeksi yang lebih berat. Selain itu juga terdapat gejala

bengkak, kemerahan dan pasien akan tampak lebih toksis dengan perjalanan yang lebih

singkat dan mengenai lebih dari 1 tingkat vertebrae. Tetapi gambaran yang spesifik tidak

ada sehingga spondilitis TB sulit dibedakan dengan infeksi piogenik secara klinis. Pada foto

rontgen adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru menunjukan infeksi piogenik, bila

keterlibatan dua atau lebih korpus vertebra berdekatan lebih menunjukan adanya infeksi TB

dari pada bakteri lain. Kultur dan pewarnaan Gram spesimen tulang yang diambil melalui

biopsi perkutan/terbuka dapat memastikan diagnosis.

2. Tumor/keganasan.

Tumor dapat berupa metastase dari organ sekitarnya yang dapat mengakibatkan kompresi

medula spinalis. Urutan yang sering terlibat yaitu torakal, lumbal dan servikal. Neoplasma

dengan kecendrungan bermetastasis ke medulla spinalis berupa tumor payudara, prostat ,

paru ,limfoma dan myeloma multiple. Metastasis keganasan di saluran cerna dan rongga

pelvis relative ke vertebra lumbosakral, keganasan paru dan mamae sering ke vertebra

torakal. Secara radiologis kelainan infeksi mempunyai bentuk lebih difus sementara tumor

29

Page 30: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

Stadium Gambaran Klinis

I. Tidak terdeteksi/ terabaikan(negligible)

Pasien tidak sadar akan gangguan neurologis, klinisi menemukan adanya klonuspada ekstensor plantaris dan pergelangan kaki.

II. Ringan Pasien menyadari adanya gangguan neurologis, tetapi masih mampu berjalandengan bantuan.

III. Moderat Tidak dapat berpindah tempat (non-ambulatorik) karena kelumpuhan (dalamposisi ekstensi) dan defisit sensorik di bawah 50 persen.

IV. Berat Stadium III + kelumpuhan dalam posisi fleksi, defisit sensorik di atas 50 persen,dan gangguan sfingter.

tapak lesi berbatas jelas. Keganasan primer pada pasien anak-anak yang cukup sering

menyebabkan kompresi medula spinalis meliputi neuroblastoma, Sarkoma Ewing, dan

hemangioma. Formasiabses dan adanya fragmen tulang adalah temuan MRI yang dapat

membedakan spondilitis TB dari neoplasma.

2.2.10 KLASIFIKASI.(12,14)

Klasifikasi spondilitis TB telah dilakukan beberapa pihak dengan tujuan untuk

menentukan deskripsi keparahan penyakit, prognosis dan tatalaksana.

1.Tabel Klasifikasi Pott’s paraplegia.

Klasifikasi Pott’s paraplegia digunakan untuk deskripsi keparahan gejala klinis pasien

spondilitis TB

30

Page 31: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

2. Tabel Klasifikasi Gulhane Askeri Tip Akademisi (GATA) untuk spondilitis TB.

Klasifikasi Gulhane Askeri Tip Akademisi (GATA) untuk spondilitis TB dibuat berdasarkan

kriteria klinis dan radiologis, antara lain : formasi abses, degenerasi diskus, kolaps vertebra,

kifosis, angulasi sagital , instabilitas vertebra dan gejala neurologis. Klasifikasi ini digunakan

untuk menentukan terapi yang dianggap paling baik untuk pasien yang bersangkutan.

31

Page 32: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

Stadium Gambaran neurologisA. Complete Tidak ada fungsi motorik atau sensorik yang utuh pada segmen S4-5B. Incomplete Fungsi sensorik utuh, fungsi motorik tidak utuh di bawah segmen lesi

neurologis dan segmen S4-5C. Incomplete Fungsi motorik masih utuh di bawah segmen lesi neurologis, dan lebih dari

separuh otot kunci* di bawahD. Incomplete Sama seperti C, namun dengan kekuatan motorik di atas 3E. Normal Fungsi motorik dan sensorik normalSindrom Klinis Sindrom Brown Sequard, Sindrom Kauda Ekuina, Sindrom Medula anterior,

Sindrom Medula Sentral,Sindrom Konus Medularis.

3. Tabel ASIA Impairment Scale

*Otot-otot kunci yang dimaksud antara lain: fleksi siku (C5), ekstensi tangan (C6), ekstensi siku (C7), ekstensi jari tangan (C8), abduksi kelingking (T1), fleksi tungkai (L2), ekstensi lutut (L3), dorsofleksi kaki (L4), ekstensi ibu jari kaki (L5), plantarfleksi kaki (S1). Pemeriksaan segmen S4 – 5 adalah dengan menilai kontraksi sfinger ani volunter dan dan sensasi perianal.

Klasifikasi American Spinal Injury Association (ASIA) impairment Scale digunakan untuk

melihat derajat keparahan,perbaikan klinis dan memprediksi prognosis pasien spondilitis TB

dengan cedera medulla spinalis. Hasil penelitian tentang prognosis pasien dengan cedera

medulla spinalis ASIA A, hanya memiliki paling tinggi lima persen kemungkinan menjadi

ASIA D, 20 – 50 persen pada ASIA B untuk menjadi ASIA D untuk menjadi dalam 1 tahun, 60

– 75 persen pada ASIA C untuk menjadi ASIA D dalam 1 tahun.

2.2.11 KOMPLIKASI.(8,13)

1. Cedera korda spinalis. Terjadi karena adanya tekanan ekstradural karena abses

tuberkulosa, squestra tulang dari diskus intervertebralis (Pott’s paraplegia) atau dapat

langsung keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa

(meningomyelitis). MRI dan mielografi dapat membedakan paraplegi akibat invasi dura

atu tekanan korda spinalis.

2. Empiema tuberkulosa karena rupturnnya abses paravertebra torakal ke dalam pleura.

2.2.12 TATALAKSANA.(6,8,14)

Tujuan penatalaksanaan spondilitis TB adalah untuk mengeradikasi kuman TB

atau menahan progresifitas penyakit,mencegah dan mengobati defisit neurologis serta

32

Page 33: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

memperbaiki deformitas kifosis.

1. Medikamentosa

Spondilitis TB dapat diobati secara sempurna hanya dengan OAT saja hanya jika

diagnosis ditegakkan awal, dimana destruksi tulang dan deformitas masih minimal.Seperti

pada terapi TB pada umumnya, terapi infeksi spondilitis TB adalah multidrug therapy. WHO

menyarankan OAT diberikan setidaknya 6 bulan. British Medical Research Council

menyarankan pada spondilitis TB torakolumbal diberikan OAT selama 6-9 bulan dan bila

terdapat defisit neurologis diberikan 9-12 bulan. TB pada bayi dan anak setidaknya harus 12

bulan

Perhimpuna Dokter Paru Indonesia telah merumuskan regimen terapi OAT untuk

pasien TB. Untuk kategori I, yaitu kasus baru.TB paru kasus baru dengan TB ekstraparu,

termasuk spondilitis TB diberikan 2 HRZE (HRZS) fase inisial dilanjutkan 4HR fase lanjutan

artinya selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari

(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin, atau

2HRZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 4H3R3 fase lanjutan atau 2RHZE(HRZS) fase inisial

dilanjutkan 6HE fase lanjutan. Pemberian regimen bisa diperpanjang sesuai dengan respons

klinis penderita.

Sedangkan untuk kategori II, yaitu kasus gagal pengobatan, relaps, drop-out,

diberikan 2RHZES fase inisial dilanjutkan 5HRE fase lanjutan, atau 2HRZES fase inisial

dilanjutkan 5H3R3E3 fase lanjutan.

Tabel. Dosis rekomendasi OAT pada anak (kurang 12 tahun ) dan dewasa.

2. Operatif

Indikasi operatif pada spondilitis TB secara umum :

Defisit neurologis akut, paraparesis, atau paraplegia dan spastisitas yang tidak dapat

33

Page 34: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

dikontrol.

Deformitas tulang belakang yang tidak stabil atau disertai nyeri, dalam hal ini kifosis

progresif (30º untuk dewasa, 15º untuk anak- anak).

Tidak responsif kemoterapi selama 4 minggu.

Nyeri berat karena kompresi abses

Jika mengikuti klasifikasi GATA yang telah dijelaskan disebelumnya, maka

intervensi bedah dilakukan pada pasien dengan GATA IB hingga GATA III. Sementara itu,

satu-satunya kontraindikasi pembedahan pada pasien spondilitis TB adalah kegagalan

jantung dan paru. Pada keadaan ini kegagalan jantung dan paru harus ditangani terlebih

dahulu untuk menyelamatkan jiwa pasien.

Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB yang mengalami

paraplegi adalah costrotransversectomi, dekompresi anterolateral dan laminektomi.

Pendekatan bisa dilakukan secara anterior, anterolateral maupun posterior. Pendekatan

secara anterior lebih sering digunakan karena dapat mencapai abses yang umumnya berada di

anterior vertebra dan selain itu tidak perlu untuk memotong atau membuang vertebra

posterior. Pendekatan anterior efektif untuk kasus dengan defisit neurologis, lesi multi-level,

atau abses yang luas. Pendekatan posterior lebih menguntungkan dari segi koreksi kifosis dan

pemasangan implan, namun sering tidak adekuat dalam melakukan dekompresi medula

spinalis, debridemen, dan atau evakuasi abses. Pendekatan anterolateral memberikan paparan

lapangan kerja yang baik secara anterior maupun posterior, memungkinkan dekompresi

secara anterior dan penyisipan tandur tulang secara anterior/ posterior. Namun teknik ini memiliki

tingkat kesulitan yang tinggi karena disesuaikan dengan kemampuan dan pengalaman ahli

bedah, ketersediaan instrumen, dan personel anestesi. Secara garis besar tindakan operatif

dibagi menjadi :

a. Pembedahan drainase abses

Setelah terjadi pembentukan abses (cold abscess) dan degenerasi setidaknya dua

diskus, maka drainase harus dilakukan. Abses dapat menekan medula spinalis sehingga

terjadi gangguan neurologis. Tindakan Abses dapat terbentuk di tingkat manapun sesuai

fokus infeksi TB pada vertebra. Pada tingkat servikal, abses dapat terjadi pada rongga

retrofaringeal dan segitiga posterior leher. Untuk abses retrofaringeal dapat dilakukan

pendekatan transoral, sedangkan pada segitiga posterior insisi dilakukan pada mergo

34

Page 35: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

posterior m.sternokleidomastoideus. Pada tingkat torakal, abses dapat dievakuasi secara

kostotransversektomi. Drainase abses lumbal/paravertebral dilakukan lewat insisi

longitudinal dorsolateral. Drainase abses psoas/pelvis dapat dilakukan melalui segitiga

Petit atau insisi Ludloff

b. Pembedahan debridemen dan koreksi kifosis

Karena lesi TB spinal biasanya di bagian anterior badan vertebra, dekompresi

anterior sangat direkomendasikan banyak ahli. Instrumentasi kemudian dilakukan untuk

stabilisasi tulang belakang, untuk melindungi tandur anterior yang disisipkan, khusus

untuk operasi daerah torakal, tandur iga otogenik juga dapat digunakan. Tandur fibula,

tibia dan humerus digunakan pada keadaan dimana defek debridemen terlalu luas untuk

ditutup oleh krista iliaka, atau iga tidak cukup panjang dan sekaligus untuk menjaga

koreksi kifosis. Berikut akan dijelaskan berbagai macam teknik pada pembedahan

spondilitis TB

Debridemen anterior dan fusi tanpa instrumentasi

Tindakan ini meliputi debridemen radikal pendekatan anterior, di ikuti penyisipan

tandur tulang iga otogenik untuk koreksi deformitas kifosis tanpa fiksasi internal.

Debridemen anterior dengan instrumentasi anterior atau posterior

Tindakan ini dilakukan debridemen anterior radikal, dekompresi dan fusi dengan

menggunakan instrumentasi anterior, tandur alogenik tibia. Sebanyak 80 persen pasien

mengalami remisi neurologis secara lengkap Dengan tambahan instrumentasi anterior,

kemungkinan koreksi kifosis meningkat hingga 80 persen dan dapat membantu menjaga

hasil koreksi tersebut.

Osteotomi dan reseksi kolumna vertebra

Jika telah terjadi deformitas kifotik yang sangat kaku dan tajam, harus dilakukan

osteotomi untuk meningkatkan fleksibilitas vertebra. Osteotomi dekanselasi

transpedikular dapat mengoreksi deformitas kifotik hingga 20–30 persen pada satu

tingkat. Namun tindakan ini memiliki angka komplikasi yang tinggi termasuk perdarahan

dan gangguan neurologis. Teknik ini dapat dilakukan dari anterior dan posterior.

3. Imobilisasi

Imobilisasi yang singkat akan mengurangi morbiditas pasien. Dengan

instrumentasi, kebutuhan imobilisasi semakin berkurang .Jenis imobilisasi spinal tergantung

35

Page 36: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

pada tingkat lesi. Pada daerah servikal dapat diimobilisasi dengan jaket Minerva, pada daerah

vertebra torakal, torakolumbal dan lumbal bagian atas dapat di imobilisasi menggunakan

body cast jacket. Sedangkan pada lumbal bawah,lumbalsakral, dan sacral dilakukan

imobilisasi dengan body jacket atau korset dari gips yang disertai dengan fiksasi salah satu

sisi panggul. Imobilisasi umumnya selama 6 bulan.

2.2.13 PROGNOSIS.(4)

Prognosis pasien spondilitis TB dipengaruhi oleh:

1) Usia.

Usia muda dikaitkan dengan prognosis yang lebih baik

2) Deformitas kifotik

Kifosis lebih dari 30o cenderung tidak responsive terhadap pengobatan

3) Letak lesi,

4) Defisit neurologis,

5) Diagnosis dini.

Diagnosis dini sebelum terjadi destruksi badan vertebra yang nyata dikombinasi

dengan kemoterapi yang adekuat menjanjikan pemulihan yang sempurna pada semua

kasus.

6) Kemoterapi

Adanya resistensi terhadap OAT memperburuk prognosis spondilitis TB

7) Fusi spinal

8) Komorbid

Komorbid lain seperti AIDS berkaitan dengan prognosis yang buruk

9) Tingkat edukasi dan sosioekonomi.

Tingkat edukasi pasien mempengaruhi motivasi pasien untuk dating berobat. Pasien

dengan tingkat edukasi yang rendah cenderung malas datang berobat sebelum muncul

gejala yang lebih berat seperti paraplegia.

36

Page 37: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

DAFTAR PUSAKA

1. Camillo FX. Infections of the Spine. Canale ST, Beaty JH, ed. Campbell’s Operative

Orthopaedics. edisi ke-11. 2008. vol. 2, hal. 2237

2. Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley E, Eisen A, editor.

Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and management. London : Springer-Verlag.

2009.

3. Hidalgo A. Pott disease (tuberculous spondylitis). Available from http://

www.emedicine.com/med/topic1902.htm. Accesed on 15 June 2015.

4. Vitriana. Spondilitis Tuberkulosa. Bagian ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK-

UNPAD/RSUP dr. Hasan Sadikin, FK-UI/RSUPN dr Ciptomangunkususumo. 2002.

5. Leibert E, Haralambou G. Tuberculosis. In: Rom WN and Garay S, eds. Spinal tuberculosis.

Lippincott, Williams and Wilkins; 2004:565-77

6. Agrawal V, Patgaonkar PR, Nagariya SP. Tuberculosis of Spine. Journal of Craniovertebral

Junction and Spine 2010, 1: 14.

7. Currier B.L, Eismont F.J. Infection of The Spine. In : The Spine. 3rd ed. Rothman Simoene

editor. Philadelphia :W.B. Sauders, 1992: 1352-64.

8. Lindsay, KW, Bone I, Callander R. Spinal Cord and Root Compresion. In : Neurology and

Neurosurgery Illustrated 2nded. Edinburgh : Crunchill Livingstone, 1991 : 388.

9. Utji R, Harun H. Kuman tahan asam. Dalam: Syarurahman A, Chatim A, Soebandrio

AWK. penyunting. Buku ajar mikrobiologi Kedokteran. Edisi revisi. Jakarta:

Binarupa Aksara; 1994. h. 191-9

10. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS. Pedoman nasional TB anak. Edisi ke 1. Jakarta:

UKK Pulmunologi PP IDAI; 2005. h. 17-28.

11. Tachdjian, M.O. tuberculosis of the spine. In : Pediatric Orthopedics. 2nd ed Philadelphia ;

W.B Saunders, 2000; 1449-54.

12. Teo EL, Peh WC. Imaging of tuberculosis of the spine. Singapore Med J 2004. Vol 45(9);

37

Page 38: Reffrat Spondilitis TB - Atrya Iga Amanda 03011049

439.

13. Miller F, Horne N, Crofton SJ. Tuberculosis in Bone and Joint. In : Clinical Tuberculosis. 2

nd ed.London : Macmillan Education ltd, 199 :62-6.

14. Oguz E, Sehirlioglu A, Altinmakas M, Ozturk C, Komurcu M, Solakoglu C, ett all. A new

classification and guidance for surgical treatment of spinal tuberculosis. International

Orthopaedics (SICOT) ; 2008; 32: 127-33.

38