Diuretika Dan Mekanisme Aksinya

11
MAKALAH FARMAKOTERAPI IV PENGGUNAAN FUROSEMIDE UNTUK PENANGANAN HIPERTENSI Disusun oleh : Fransiska Anggita (098114013) Arnoldus Yansen Nama Hada (098114014) Filbert Hita Kumaro (098114017) Silvia Dwita Ristiana (098114020) Yosin Guruh Herawati (098114024) Lidya Dinda (098114025) Meita Eryanti (098114026) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Transcript of Diuretika Dan Mekanisme Aksinya

Page 1: Diuretika Dan Mekanisme Aksinya

MAKALAH FARMAKOTERAPI IV

PENGGUNAAN FUROSEMIDE UNTUK PENANGANAN HIPERTENSI

Disusun oleh :

Fransiska Anggita (098114013)

Arnoldus Yansen Nama Hada (098114014)

Filbert Hita Kumaro (098114017)

Silvia Dwita Ristiana (098114020)

Yosin Guruh Herawati (098114024)

Lidya Dinda (098114025)

Meita Eryanti (098114026)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Diuretika Dan Mekanisme Aksinya

Diuretika merupakan lini pertama untuk hipertensi pada guideline JNC7 sedangkan

guideline AHA menggunakan ACE inhibitor, ARB, dan CCB. Walaupun terdapat penelitian

yang menyatakan bahwa potensi dari ketiga obat yang lebih baru (ACE inhibitor, ARB, dan

CCB) untuk menurunkan kelainan pada kardiovaskuler mirip, namun karena penelitian

tersebut tidak menggunakan komparator diuretika menyebabkan belum pastinya kesamaan

potensi tersebut. Namun, bisa disimpulkan bahwa keempat golongan obat antihipertensi

tersebut dapat digunakan sebagai lini pertama untuk terapi (Dipiro et al., 2008).

Gambar 1: Lokasi Aksi Diuretika (Mende, 1990).

Diuretika dibagi menjadi empat subkelas, yakni golongan thiazide, loop diuretics,

potassium-sparing agents, dan antagonis aldosteron. Tiap-tiap golongan memiliki mekanisme

kerja dan tempat bekerja yang berbeda-beda, namun pada dasarnya mekanisme hipotensi

yang terjadi disebabkan oleh diuresis. Diuresis menyebabkan reduksi volume plasma dan

stroke volume yang mana menurunkan tekanan darah dan cardiac output. Penurunan cardiac

output menyebabkan peningkatan tahanan pada tekanan darah vaskuler perifer (homeostasis

melalui mekanisme tubuloglomerular feedback) (Dipiro et al., 2008).

Page 3: Diuretika Dan Mekanisme Aksinya

Gambar 2: Anatomi-fisiologi ginjal (Piascik, 2005).

Mekanisme Aksi Furosemide

Furosemide merupakan loop diuretic, yang mana menginhibisi reabsorpsi air pada

nefron dengan mengeblok sodium-potassium-chloride cotransporter (NKCC2) pada pars

ascendens tebal di lengkung Henle. Furosemide menghambat dengan inhibisi kompetitif pada

binding site klorida di kotransporter (symporter) sehingga terjadi penghambatan menghambat

transpor natrium dari lumen di lengkung Henle ke basolateral interstitium. Dengan demikian,

lumen menjadi hipertonis dan bagian interstisium menjadi kurang hipertonis yang mana akan

Page 4: Diuretika Dan Mekanisme Aksinya

menurunkan gradien osmotik untuk reabsorpsi air pada seluruh nefron. Dengan menurunnya

gradien osmotik untuk reabsopsi air, maka jumlah air yang diekskresikan keluar meningkat

(diuresis). Oleh karena bagian pars ascendens tebal melakukan reabsorpsi natrium sebanyak

25% pada keseluruhan nefron, furosemide dapat dikatakan sangat poten sebagai

antihipertensi (Anonim, 2005). Di samping itu, furosemide juga dapat menyebabkan

penurunan potensial positif lumen dari recycle ion K+. Pada keadaan normal, potensial positif

lumen dari recycle ion K+ digunakan untuk reabsorpsi kation divalen seperti Mg2+ dan Ca2+.

Dengan adanya penurunan potensial positif lumen tersebut, maka ion Mg2+ dan Ca2+ akan

lebih cepat diekskresikan. Penggunaan furosemide dalam jangka panjang dapat menyebabkan

hipomagnesemia, namun tidak menyebabkan hipokalsemia karena ion Ca2+ juga direabsorpsi

pada tubulus collectus distal (DCT). Justru pada penyakit hiperkalsemia, loop diuretics dapat

digunakan untuk mempercepat ekskresi Ca2+ (Katzung et al., 2007).

Gambar 3: Penghambatan NKCC2 dengan loop diuretics (Piascik, 2005).

Farmakokinetika Furosemide

Furosemid mencapai transporter Na-K-2Cl yang masuk dalam membrane luminal

dengan secara aktif disekresikan dari darah ke urin pada tubulus proksimal. Pengikatannya

dengan albumin yang tinggi (hingga 95%) meminimalkan filtrasi pada glomerulus.

Pengikatannya yang kuat dengan albumin memerangkap furosemid dalam plasma dan

membawanya ke tempat ekskresi asam organic pada tubulus proksimal. Pompa pengeluaran

ini memiliki aviditas terhadap obat obat loop diuretic sehingga obat obat tersebut lalu diambil

dari albumin dan dibawa melintasi sel ke lumen, dimana furosemid memperoleh akses ke

transporter Na-K-2Cl.

Page 5: Diuretika Dan Mekanisme Aksinya

Lima puluh persen dari dosis furosemid diekskresikan sebagai obat utuh, tidak berubah

sampai ke urin; sisanya dikonjugasi dengan asam glukoronat di ginjal. Pada pasien yang

mengalami penurunan fungsi ginjal, waktu paruh furosemid dalam plasma menjadi lebih

lama karena ekskresi urin dan konjugasi ginjal mengalami penurunan.

Secara umum, setengah dari dosis furosemid diabsorpsi tapi dengan rentang yang lebar

(10 – 100%). Variabilitas ini membuatnya sulit untuk diprediksi berapa furosemid yang

diabsorbsi oleh individu. Secara klinis, artinya farmasis perlu mengeksplorasi lebarnya

rentang dosis ini pada setiap pasien untuk mendapatkan dosis oral yang sesuai.

Waktu paruh dalam plasma untuk bumetanid kurang dari 1 jam, torsemid 3 – 4 jam, dan

furosemid ditengah tengahnya. Interval dosis tradisional furosemid melebihi waktu durasi

jumlah efektif obat mencapai tempat aksi. Artinya, pada akhir interval dosis ada beberapa

waktu obat berada pada jumlah yang kurang di tempat aksi. Selama itu, nefron menyerap

kembali sejumlah natrium, dan menyebabkan apa yang disebut retensi natrium balik atau

pengereman. Retensi natrium ini menjadi batas yang cukup untuk membatalkan natriuresis.

Hal ini terjadi bila obat tidak ada dalam waktu yang lama dan/atau karena asupan natrium

yang sangat tinggi sehingga konsumsi furosemid harus benar benar teratur.

Secara umum, profil farmakokinetika furosemid adalah sebagai berikut:

Absorpsi

Bioavailabilitasnya 64% dengan tablet dan 60% dengan larutan oral.

Distribusi

Pengikatan oleh protein 91 -99%

Metabolisme

Furosemide dimetabolisme oleh furosemid glukoronida di ginjal

Eliminasi

Waktu paruh kira kira 2 jam; furosemide diekskresikan di urin.

Onset

Untuk P.O 1 jam dan untuk IV 5 menit

Durasi

6 – 8 jam untuk P.O dan 2 jam untuk IV

Bentuk Sediaan, Dosis, dan Aturan Pakai Furosemide

Page 6: Diuretika Dan Mekanisme Aksinya

Tablet atau larutan peroral pada orang dewasa dosis awalnya 40 mg pada pagi hari.

Lalu maintenance dose 20 – 40 mg perhari.

Pemberian secara injeksi intramuscular atau injeksi intravena dosis awalnya 20 – 50

mg, jika perlu dinaikkan 20 mg tetapi tidak kurang dari tiap 2 jam. Maksimal 1,5 g perhari.

Efek Samping Furosemide

Hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesemia, hipotensi, pusing, ketulian sementara,

ekskresi kalsium meningkat (DepKes RI, 2000).

Hiponatremia, Hipokalemia

Furosemide merupakan loop diuretic, yang mana menginhibisi reabsorpsi air

pada nefron dengan mengeblok sodium-potassium-chloride cotransporter (NKCC2)

pada pars ascendens tebal di lengkung Henle. Oleh karena itu ion natrium, kalium dan

klorida akan banyak yang terbuang sehingga dapat menyebabkan hiponatremia dan

hipokalemia (Katzung et al., 2007).

Hipomagnesemia dan Ekskresi Kalsium Meningkat

Furosemide juga dapat menyebabkan penurunan potensial positif lumen dari

recycle ion K+. Pada keadaan normal, potensial positif lumen dari recycle ion K+

digunakan untuk reabsorpsi kation divalen seperti Mg2+ dan Ca2+. Dengan adanya

penurunan potensial positif lumen tersebut, maka ion Mg2+ dan Ca2+ akan lebih cepat

diekskresikan sehingga dapat menyebabkan hipomagnesemia dan ekskresi kalsium

yang meningkat (Katzung et al., 2007).

Ketulian

Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap, dan hal

ini merupakan efek samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada

furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian mungkin sekali disebabkan oleh

perubahan komposisi elektrolit cairan endolimfe (DepKes RI,2000).

Hipotensi dan Pusing

Diuresis menyebabkan reduksi volume plasma dan stroke volume yang mana

menurunkan tekanan darah dan cardiac output. Hipotensi dapat menyebabkan gejala

yang lain seperti pusing (Dipiro et al., 2008).

Interaksi Furosemide dengan Obat Lain

Page 7: Diuretika Dan Mekanisme Aksinya

Furosemide + Digoksin

Keadaan hipokalemia akan sehingga akan meningkatkan toksisitas digoksin.

Mekanisme furosemid adalah mengeblok reabsorbsi kalium ke basolateral interstitium

sehingga terjadi peningkatan ekskresi urin yang mengandung kalium. Keadaan ini dapat

menyebabkan hipokalemia. Penggunaan furosemid bersamaan dengan digoksin akan

meningkatkan kepekaan sel-sel otot jantung terhadap digoksin. Secara mekanisme kerja,

digoksin dapat bekerja tanpa adanya kalium. Adanya kondisi hipokalemia ini, menyebabkan

jumlah digoksin yang diperlukan untuk bekerja secara optimal akan meningkat yang mana

akan menimbulkan toksisitas digoksin (Katzung et al., 2007).

Furosemide + Litium

Loop diuretics dapat meningkatkan kadar litium serum dan dapat menyebabkan

toksisitas litium. Penurunan ion natrium yang disebabkan oleh diuresis pada lengkung Henle

akan meningkatkan reabsorpsi natrium dan litium sebagai kompensasi pada tubulus

proksimal. Oleh karena reabsorpsi litium meningkat, maka kadar litium dalam serum

meningkat, menyebabkan toksisitas litium (Anonim, 2012).

Furosemide + Antibiotik Aminoglikosida

Furosemide meningkatkan ototoksik antibiotika aminoglikosida. Ototoksisitas dapat

dihubungkan secara langsung dengan peningkatan konsentrasi plasma pada loop diuretics.

Ototoksisitas obat ini dapat menyebabkan ketergantungan (Katzung et al., 2007).

.........

Furosemide + OAINS

Furosemide berperan dalam sintesis prostaglandin ginjal yang berperan dalam

mekanisme hipotensi renal, sehingga penggunaan OAINS seperti indomethacin dapat

menghambat kerja furosemide dengan menurunkan sintesis prostaglandin ginjal (Katzung et

al., 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: Diuretika Dan Mekanisme Aksinya

Anonim, 2005, Drug Bank: Furosemide, http://www.drugbank.ca/drugs/DB00695, diakses

tanggal 7 September 2012.

Anonim, 2012, Drug interactions between lithium and Sodium Edecrin,

http://www.drugs.com/drug-interactions/lithium-with-sodium-edecrin-1477-0-1032-

583.html, diakses tanggal 9 September 2012.

Depkes RI, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 72, CV. Sagung Seto, Jakarta.

Dipiro, J.T., et al., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition,

The McGraw-Hill Companies, Inc., New York, pp. 151-152, 158-159.

Katzung, B., et al., 2007, Basic and Clinical Pharmacology, McGraw-Hill Medical, New

York.

Mende, 1990, Lasix, http://buyonlinecheapnoprescription.com/lasix/, diakses tanggal 7

September 2012.

Piascik, M.T., 2005, The Pharmacodynamics of Diuretic Drugs,

http://www.mc.uky.edu/pharmacology/instruction/pha824dr/pha824dr.html, diakses

tanggal 7 September 2012.