Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

29
1 Perjanjian No : III/LPPM/2016-02/103-P Public Diplomacy dan International Education Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi Hermawan Ph.D (Pembina) Apresian Risadi (Anggota) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2016

Transcript of Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

Page 1: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

1

Perjanjian No : III/LPPM/2016-02/103-P

Public Diplomacy dan International Education

Disusun Oleh:

Ratih Indraswari MA (Ketua)

Yulius Purwadi Hermawan Ph.D (Pembina)

Apresian Risadi (Anggota)

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Katolik Parahyangan

2016

Page 2: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

2

DAFTAR ISI

ABSTRAK

BAB I. PENDAHULUAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB IV. JADWAL PELAKSANAAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

3

Diplomasi Publik dan Pendidikan Internasional :

Persepsi terhadap Pendidikan Tinggi Eropa sebagai Knowledge Centre

ABSTRAK

Hubungan internasional kontemporer mengartikan bahwa hard power semata tidak dapat

digunakan sebagi instrumen utama dalam hubungan internasional. Hal ini mengembangkan

pandangan akan pentingnya Negara untuk berinvestasi pada peningkatan soft power.

Peningkatan power Negara melalui soft power dilandaskan pada adanya „ketertarikan‟ terhadap

nilai dan norma yang dikedepankan oleh Negara tersebut. Diplomasi publik merupakan salah

satu upaya yang dapat ditempuh oleh Negara untuk membentuk ketertarikan tersebut.

Peningkatan ketertarikan ini dapat ditempuh melalui mekanisme pendidikan internasional yang

mana memberikan ruang akan timbulnya mutual understanding dari hubungan people-to-people.

Penelitian ini menggunakan asumsi bahwa pendidikan internasional dapat membantu untuk

meningkatkan soft power suatu Negara. Namun kemudian mencoba mengangkat asumsi tersebut

ke dalam tingkat regional dengan mencoba melihat bagaimana profil pendidikan internasional di

kawasan Eropa dan apakah persepsi akan hal tersebut memiliki potensi dalam berkontribusi

terhadap upaya pembentukan Eropa sebagai knowledge centre.

Kata Kunci: pendidikan internasional; diplomasi publik; persepsi, knowledge-centre.

Page 4: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

4

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang dan Urgensi Penelitian

Power secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua bagian; hard power yang

mengasumsikan pentingnya kemampuan material serta soft power yang bergantung pada

kemampuan ideasional. Kemampuan material adalah signfikan di dalam pencapaian suatu status

negara di dalam dunia politik, namun hal tersebut tidak mengabaikan pentingnya power

ideasional di dalam mendukung status tersebut. Etika kontemporer dalam hubungan internasional

membatasi negara dalam menggunakan kekuatan militer untuk mengatasi isu kontemporer.

Perang tidaklah lagi menjadi komoditas populer akibat munculnya konsep interdependensi dan

globalisasi yang menghubungkan setiap bagian dunia dan membuatnya semakin rentan dan

rapuh terhadap instabilitas. Bahkan ketika Negara tetap menjadi aktor yang berkuasa, mereka

tidak dapat mengabaikan meningkatnya aktor non-negara dalam hubungan internasional.

Kehadiran mereka dalam konteks global menciptakan perbedaan dinamika politik yang memaksa

negara untuk mengadopsi strategi baru yang sesuai di mana strategi ini merujuk pada elaborasi

lebih lanjut mengenai peran soft power di dalam dunia politik.

Soft power dicari oleh negara. Popular culture yang dikenalkan oleh Amerika Serikat

saat era Perang Dingin merupakan contoh budaya yang telah menjadi ikon nilai yang terkait erat

pada perspektif global akan modernisasi. The ‘American Dream’ yang telah dikenalkan di

berbagai budaya dan peradaban ikut menciptakan permintaan global terkait nilai-nilai Amerika.

Tren serupa dapat ditemukan di Asia, dimana Korea Selatan telah berhasil menerapkan Korean

Pop Culture melalui Hallyu Wave sementara anime Jepang serta manga telah mendapatkan

dukungan kuat dari masyarakat internasional.

Penggunaan soft power menekankan pada kekuatan dari ketertarikan yang diharapkan

dapat diraih melalui dukungan pemerintahan asing terhadap kebijakan dan status Negara maupun

melalui bentuk positif perspektif dari masyarakat publik asing. Perspektif positif dari publik

menjadi penting mengingat elit politik tidaklah kebal terhadap permintaan dari masyarakat

mereka.

Soft power diidentifikasikan melalui aktivitas diplomasi publik dalam korelasi spesifik

dengan skema pendidikan internasional in-country. Peran pendidikan in-country internasional

disinyalir sebagai sebagai suatu instrumen diplomasi publik dalam meningkatkan soft power

suatu Negara. Pendidikan internasional dipilih sebagai fokus karena dukungannya terhadap

Page 5: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

5

interaksi langsung antara siswa asing dan masyarakat lokal. Eksposur nilai dan kultur Negara

host memperbolehkan terciptanya mutual understanding.

Negara maju telah mengadopsi pendekatan tersebut melalui pemberian bantuan

pendidikan melalui berbagai skema beasiswa. Diantaranya ialah, Beasiswa Chevening oleh

pemerintah Inggris, Fullbright oleh pemerintah Amerika, Australia Award oleh pemerintah

Australia, Mobungakusho oleh Pemerintah Jepang serta StuNed oleh pemerintah Belanda.

Berbagai kebijakan tersebut menargetkan penduduk global sebagai penerima beasiswa kendati

beberapa skema memfokuskan pada kriteria lebih spesifik seperti asal Negara (berkembang

maupun terbelakang) termasuk asal daerah di negara tersebut serta golongan pekerjaan (prioritas

umumnya diberikan kepada pegawai pemerintah dan akademisi)

Penelitian lanjutan akan mencoba melihat bagaimana persepsi masyarakat, utamanya

mahasiswa di dalam melihat Eropa sebagai knowledge centre.

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

Soft Power dan Diplomasi Publik

Nye berargumen bahwa untuk mempengaruhi perilaku orang lain, dapat dilakukan

melalui tiga pendekatan. Pertama penggunaan tekanan kohersif, kedua penggunaan tekanan

ekonomi baik dalam bentuk suap maupun pembayaran dan ketiga adalah atraksi yang membuat

orang lain menginginkan apa yang kita inginkan. Soft power sebagaian besar berdasarkan pada

pendekatan terakhir karena bertujuan untuk „‟co-opts not coerce” (Nye, 2008).

Namun, penggambaran Nye mengenai soft power telah menerima banyak kritik.

Sebagaian besar kritik menunjuk pada ketidakmampuan soft power untuk masuk ke dalam

perhitungan akan power. Nilai, norma dan budaya sebagai sebuah ideational power memiliki

karakter yang berbeda dengan material power, oleh karena itu pengambil kebijakan menghadapi

posisi yang sulit untuk bergantung pada perhitungan soft power.

Kritik lainnya terhadap soft power menekankan pada arguman bahwa nilai tidaklah

bersifat universal. Apa yang dianggap sebagai nilai yang diinginkan dalam sebuah daerah tidak

berarti diterima sebagai nilai yang umum di daerah lain. Namun pada kenyataannya, tidak dapat

dipungkiri bahwa negara saling berkompetisi satu sama lain untuk mencapai persepsi positif dari

masyarakat publik melalui peningkatan soft power. Menanggapi kritik tersebut, Nye kemudian

Page 6: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

6

mmperkenalkan konsep „smart power‟ yang menekankan kombinasi antara hard power dan soft

power di dalam formulasi strategi nasional.

Sumber daya dari soft power didefinisikan sebagai „nilai yang diekspresikan negara

dalam kulturnya‟ (Nye, 2008). Sehingga, power semacam ini bisa didapatkan dari tingkat

ketertarikan kultur, nilai politik dan kebijakan luar negeri Negara. Dalam hubungan internasional

post-modern, Negara yang menjadi menarik ialah Negara yang “ frame the issues, whose culture

and ideas are closer to the prevailing norms and whose credibility abroad is reinforced by their

values and policies’ (Nye, 2011).

Inti dari soft power sendiri bergantung pada ketertarikan; menarik bukan hanya bagi elite

pemerintah namun juga kepada para hadirin publik, dan kredibilitas menjadi hal yang sangat

penting. Persepsi negative akan menghancurkan kredibilitas dan membuat soft power bekerja

dengan tidak menguntungkan (Nye, 2011).

Soft power dicari oleh negara. Soft power menekankan pada daya tarik, sebagaimana

tujuannya adalah „lebih untuk mengajak orang daripada untuk memaksa mereka‟ (Nye 2008).

Power seperti ini dapat dibentuk dari budaya negara, nilai politik negara, dan kebijakan luar

negeri negara. Perkembangan lebih lanjut telah menunjukkan bahwa meskipun negara ingin

memperoleh soft power, hal ini tidak semata-mata hanya negara yang menggunakan soft power.

Eksistensi aktor non-negara telah menunjukkan bahwa terdapat peningkatan peran dalam

mendukung peningkatan soft power suatu negara, serta pada waktu yang bersamaan pula tidak

dapat dihindarkan bahwa mereka kini menjadi aktor baru yang diperhitungkan dalam hubungan

internasional. Saat ini tulisan mengenai soft power tidak dapat dipisahkan dari peran aktor non-

negara. Dengan demikian, peran dari aktor non-negara dalam meningkatkan soft power kini

dianggap cukup penting (Nye 2011).

Salah satu cara untuk menerjemahkan soft power ke dalam kebijakan Negara adalah

dengan menggunakan diplomasi publik sebagai instrumen komunikasi. Melalui diplomasi

publik, aktivitas untuk membentuk opini publik dapat dilakukan. Nye menekankan korelasi

antara soft power dan diplomasi publik sebab ‘diplomacy aimed at public opinion can become as

important to outcomes as the traditional classified diplomatic communications among leader’

(Nye, 2008).

Pemahaman umum atas diplomasi publik adalah usaha dari Negara-negara untuk

menciptakan basis dukungan di Negara asing. Sebagaimana disadari oleh Negara-negara bahwa

Page 7: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

7

terdapat keterbasan atas penggunaan instrumen hard power, maka menjadi penting bagi mereka

untuk melakukan pendekatan yang komprehensif. Untuk menciptakan soft power, fondasi

hubungan people to people diperlukan. Masyarakat publik menjadi „target‟ yang penting di

samping pemerintahan mereka sendiri, sehingga memenangkan hati masyarakat publik

internasional menjadi kewajiban Negara.

Aktivitas diplomasi publik telah berkembang secara signifikan. Masa keemasan

diplomasi publik sendiri terjadi ketika masa Perang Dingin berlangsung. Dalam

perkembangannya diplomasi publik telah ditinggalkan pada akhir Perang Dingin dan muncul

kembali setelah serangan 9/11 yang menimpa Amerika Serikat. Perubahan ini mengakibatkan

munculnya mekanisme diplomasi publik yang berbeda dengan masa bipolar di mana sedang

berlangsung pada masa itu. Perbedaan akan konsepsi ini dimengerti dalam diskursus akan

diplomasi publik baru dan diplomasi publik lama (Gilboa, 2008)

Scondi memberikan perbandingan antara apa yang ia tekankan sebagai diplomasi publik

tradisional dan diplomasi publik pada abad ke-21 (Scondi, 2008). Sorotan dari perbedaan ini

terletak pada beberapa karakteristik, terutama pada kondisi di mana tipe diplomasi ini dapat

beroperasi. Diplomasi publik tradisional berlangsung pada saat terjadi ketegangan dan saat

perang, sedangkan diplomasi publik kontemporer beroperasi pada saat damai. Akibatnya, tujuan

dari diplomasi tradisional adalah untuk mencapai pergantian politik dengan mengubah sikap dari

Negara target, sedangkan tujuan dari diplomasi publik abad ke-21 adalah untuk mempromosikan

lingkungan positif untuk menciptakan lingkungan politik dan ekonomi yang kondusif. Metode

yang digunakan oleh dua tipe publik diplomasi ini pun berbeda. Diplomasi publik tradisional

menggunakan cara komunikasi satu arah, sedangkan diplomasi publik kontemporer menekankan

pada percakapan dua arah. Komunikasi diplomasi tradisional yang bersifat satu arah hanya

terbatas pada penyebaran informasi, sementara mekanisme dua arah diplomasi publik

kontemporer bertujuan untuk menbentuk dan menjaga hubungan yang erat.

Pendidikan internasional merupakan contoh dari diplomasi publik pada abad ke-21.

Diplomasi ini beroperasi pada saat masa damai dan bertujuan untuk mempromosikan lingkungan

positif pada bidang politik dan ekonomi. Hubungan „people to people‟ merupakan karakter pada

skema incountry beasiswa yang memberikan kesempatan mahasiswa asing untuk berintaraksi

dengan masyarakat host. Interaksi mereka akan melahirkan komunikasi dua arah sebagai dasar

dari terbentuknya mutual understanding.

Page 8: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

8

Nye berargumen bahwa dimensi terakhir dari diplomasi publik adalah pengembangan

dari hubungan yang bertahan lama, di mana kuncinya adalah para aktor-aktor non-Negara.

Dimensi terakhir dari diplomasi publik ini bekerja dalam komunikasi dua arah dan merupakan

mekanisme paling efektif dalam proses internalisasi nilai dan budaya host. Oleh karena itu,

pertukaran pelajar dan interaksi langsung mereka dengan masyarakat dan nilai negara host

memiliki potensi tinggi untuk menciptakan ketertarikan pada nilai dari masyarakat negara host

tersebut.

Pendidikan internasional merupakan bagian dari model soft power oleh Nye yang melihat

bahwa peran dari aktor-aktor non-Negara dan masyarakat sipil dalam melaksanakan soft power

dianggap lebih baik (Nye, 2008). Pendidikan tinggi dalam hal ini memiliki potensi untuk

mendorong terciptanya soft power melalui aktivitas pendidikan internasional. Sebab aktivitas

tersebut memberikan kesempatan untuk terjalinnya komunikasi dua arah antara pelajar asing dan

masyarakat lokal yang menghasilkan pertukaran nilai dan penciptaan pemahaman yang sama.

Dalam usahanya untuk melibatkan dunia internasional, Uni Eropa secara luas telah

menjadi suatu contoh yang sukses dalam menggunakan soft power. Soft power tersebut dibangun

dari pemanfaatan daya tarik yang bertujuan untuk membangun persepsi positif publik. Meskipun

penggunaan soft power masih terhambat dengan adanya definisi yang belum jelas, gagasan

bahwa terdapat kebutuhan untuk mengatur opini publik di zaman yang kini memperhitungkan

keikutsertaan publik dalam pembuatan kebijakan telah disepakati secara umum.

Di antara beberapa instrumen soft power yang ada, pendidikan internasional dianggap

sebagai salah satu cara yang efektif dalam mempengaruhi gagasan positif tentang Eropa sebagai

sebuah pusat pendidikan. Dengan banyaknya jumlah beasiswa yang ditawarkan untuk belajar di

universitas ternama di Eropa, Uni Eropa telah dengan setia mendukung para pencari beasiswa di

seluruh dunia.

Usaha-usaha untuk memperkuat soft power negara dapat dilakukan dengan

penggambaran aktivitas diplomasi publik yang positif. Studi Diplomasi Publik telah berubah

seiring berjalannya waktu dan dimengerti secara lebih luas sebagai faktor yang berkontribusi

dalam perkembangan soft power (Melissen 2013 dan 2005).

Diplomasi publik awalnya dipahami sebagai aktivitas komunikasi pemerintah dengan

publik yang bertujuan untuk membawa pemahaman mengenai ide-ide dan cita-cita, konstitusi

dan budaya, yang sejalan dengan cita-cita nasional dan kebijakan saat ini (Hans Tuch).

Page 9: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

9

Pemahaman Tuch pada aktor-aktor pemerintahan didukung oleh Potter, meskipun ia

menjabarkan pendapatnya dengan berpendapat bahwa meskipun diplomasi publik yang

dilakukan oleh pemerintah resmi, program-program yang ada tidak „‟secara khusus hanya

mengenai hubungan negara-dengan-negara” (Potter 2002). Sejak saat itu diplomasi publik telah

mengalami beberapa perubahan. Perkembangan terkini tentang konsep Diplomasi Publik dapat

dilihat ke dalam dua gambaran umum; pertama, peran dari aktor-aktor non-negara dalam

menggunakan diplomasi publik dan kedua, keikutsertaan dari para „domestic audiences’ dalam

aktivitas diplomasi publik.

Perubahan utama dalam kajian aktor hubungan internasional telah membawa sejumlah

konsepsi tentang „The New Public Diplomacy‟. Pemahaman lama mengenai diplomasi publik

dipandang tidak mencukupi dikarenakan keterbatasannya dalam memandang dunia hubungan

internasional sebagai sesuatu yang state-centric. Istilah Diplomasi Publik baru berkembang

dengan tujuan untuk menaruh lebih banyak fokus pada aktivitas aktor non-negara dalam

diplomasi publik (lihat Melissen 2013, Cooper 2008, Dieter dan Kumar 2008, Thral 2008 dan

Cull 2009). Potter berpendapat bahwa diplomasi publik bertujuan untuk penerima luar negeri

(Potter 2002). Di satu sisi, Mellisen berpikir bahwa ‘domestic audiences’ telah menjadi suatu

kesatuan dalam kebijakan luar negeri dan aktivitas diplomasi. Lebih lanjut, ia menyebutkan

bahwa demokratisasi telah menyebabkan batas di antara publik domestik dengan publik

internasional menjadi tidak jelas dalam konteks kebijakan luar negeri. Ia menggunakan sebuah

contoh pada meningkatnya peran publik dalam pembentukan kebijakan luar negeri melalui

dialog-dialog kebijakan luar negeri, masukan-masukan kebijakan, dan e-discussion mengenai

kebijakan luar negeri (Melissen 2013 dan Melissen 2005). Meskipun terdapat beberapa

pandangan yang saling tumpang tindih, diplomasi publik dibentuk atas dasar kredibilitas,

sehingga komunikasi dua jalur dan keikutsertaan seluruh pemangku kepentingan; baik publik

domestik maupun luar negeri sama-sama mempengaruhi efektivitasnya.

Pendidikan Internasional dan Soft Power

Analisis Cull mengenai aktivitas diplomasi publik menekankan pada 5 (lima) tipe

instrumen Diplomasi Publik; (1) Mendengarkan didefinisikan sebagai pengumpulan masukan

pada opini publik dan menggunakan masukan tersebut untuk membuat dan kebijakan langsung

dalam menyesuaikan dengan preferensi publik, (2) Advokasi memfokuskan pada komunikasi

Page 10: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

10

internasional yang aktif yang bertujuan untuk mempromosikan ide-ide dan kepentingan untuk

publik luar negeri, (3) Diplomasi Budaya menggunakan budaya sebagai media untuk pendekatan

dengan publik luar negeri dengan mengirimkan contoh budaya lokal ke luar negeri, (4)

Pertukaran menekankan pada proses pengiriman budaya dengan mengirimkan warga negara dan

menerima warga luar negeri untuk mengikuti studi atau program akulturasi, (5) Penyiaran

internasional dengan menggunakan teknologi; TV, radio dan internet untuk berhubungan dengan

warga luar negeri. Ia kemudian menambahkan Psychological Warfare sebagai aktivitas pararel

keenam pada instrumen diplomasi publik yang mengarah kepada komunikasi pada masa perang

(Cull 2009).

Suatu hal yang penting namun masih jarang dikaji adalah mengenai pemanfaatan

pertukaran (exchange) sebagai sumber soft power. Instrumen ini ada untuk pemeliharaan

persepsi yang membangun tidak hanya tentang negara tertentu namun juga sebuah organisasi.

Pertukaran menyangkut aktivitas seperti pendidikan internasional, beasiswa, pertukaran pelajar,

pelatihan, seminar, konferensi dan kesempatan untuk berkolaborasi. Dalam hal ini,

mempertahankan komunikasi dua arah melalui komunikasi tatap muka merupakan mekanisme

yang paling efektif. Pertukaran pelajar dan interaksi secara langsung dengan negara penerima

dan nilai yang berlaku, memiliki pengaruh yang lebih tinggi dalam membangun ketertarikan

terhadap nilai-nilai negara penerima.

Studi mengenai Pendidikan Internasional sebagai sebuah instrumen strategi diplomasi

telah menerima sedikit elaborasi pada Ilmu Hubungan Internasional di tengah-tengah tren global

dalam peningkatan aktivitas pendidikan yang komersil. Studi mengenai pendidikan internasional

membatasi pembahasan utamanya pada perspektif manajemen. Penelitian mengkaji

internasionalisasi pada pendidikan tinggi menggunakan strategi marketing (marketization) dan

lebih jauh berpendapat sebagai bagian dari nation branding yang dapat dihubungkan lebih erat

kepada gambaran sebuah institusi di suatu negara (Abbas 2014, Khanna dan lain-lain 2014 dan

Goi, dan lain-lain 2014). Pendidikan Internasional telah dikaji dengan fokus pada in-bound

program pelajar, namun demikian integrasi pelajar out-bound, program bantuan pengembangan

pendidikan, dan kolaborasi yang menekankan pada keterhubungan manusia, mendukung

pendidikan internasional sebagai suatu model yang efektif dan berkembang dalam diplomasi

publik (Byrne & Hall 2013 dan Byrne & Hall 2014).

Page 11: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

11

Pendidikan internasional tidak selalu berbicara mengenai aktor negara, melainkan pula

melibatkan aktor non-negara. Aktor-aktor non-negara tersebut beragam, mulai dari institusi

pendidikan tinggi, agen pendidikan, hingga pelajar internasional (lihat Hadiwinata, 2015:

Purdey, 2015: Byrne dan lain-lain, 2011)

Jenjang pendidikan yang lebih tinggi adalah tempat berkembangnya soft power sebagai

penyedia modal sosial di mana pertukaran dan transfer kebudayaan terjadi. Pendidikan adalah

„kendaraan‟ untuk pengiriman ide-ide dan sarana pertukaran untuk mempromosikan kepentingan

dalam menggunakan soft power. Daya tarik bertindak sebagai kunci utama dalam efektivitas soft

power. Daya tarik dalam hal ini ditemukan dalam „hasrat dan keinginan‟ mahasiswa yang

terinternalisasi dan tergambar dalam persepsi mereka. Soft power dapat dianggap sama

efektifnya dengan hard power dalam pembentukan pilihan, sejauh hal tersebut dibangun secara

objektif dan selama para mahasiswa dapat menerima dampak yang dihasilkan (Noya 2006,

Lukes 2005). Mengingat datya tarik menjadi kunci utama dari soft power, tujuan dari power ini

melalui pendidikan internasional dapat ditelusuri melalui persepsi pelajar sebagai pencari

beasiswa terkait tujuan studi mereka. Tujuan studi di sini mungkin beragam dalam hal

universitas hingga negara yang dipilih.

BAB III. METODE PENELITIAN

Pembatasan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan memfokuskan pencarian data melalui data primer

dan data sekunder. Data primer dapat diperoleh melalui pengisian kuisioner survey sedangkan

data sekunder akan diperoleh dari analisa dokumen.

Tulisan ini mengambil gagasan pendidikan internasional sebagai sebuah sumber soft

power yang lebih lanjut dilakukan dengan menganalisis persepsi para pencari beasiswa. Terdapat

beberapa pembatasan masalah dalam tulisan ini; pertama, diasumsikan bahwa para pencari

beasiswa datang dari negara-negara berkembang, dengan alasan bahwa mereka sedang dalam

posisi untuk mencari kesempatan mengenyam pendidikan yang lebih baik dan mendapatkan

pengalaman untuk tinggal di luar negeri. Kedua, para pencari beasiswa yang disorot adalah

mahasiswa S1 yang memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri,

mengingat golongan ini menduduki tingkat tertinggi dalam pasar beasiswa. Ketiga, penelitian

akan menggunakan metode survei yang ditujukan kepada kalangan mahasiswa Universitas

Page 12: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

12

Katolik Parahyangan untuk mencoba mendapatkan gambaran atas motivasi mereka untuk

melanjutkan studi di Eropa. Analisis akan dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor

penting yang akan menjelaskan hubungan antara pilihan-pilihan mahasiswa dan Soft Power milik

Uni Eropa di bawah kerangka pendidikan internasional.

Terdapat dua tujuan dari penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

perkembangan soft power dari perspektif mahasiswa melalui saluran pendidikan internasional

dan berusaha memberikan pengetahuan baru untuk tujuan strategi „internasionalisasi‟

International Office (IO) Universitas Katolik Parahyangan.

Dalam melaksanakan hal tersebut, penelitian ini perlu dilakukan dalam tiga langkah: (i)

Mengidentifikasi persepsi mahasiswa terhadap daya tarik Eropa, (ii) Menganalisis Uni Eropa

sebagai penyedia saluran pendidikan, utamanya Erasmus sebagai penyedia beasiswa, dan (iii)

Mengidentifikasi strategi internasionalisasi yang baik untuk universitas di Indonesia terkait

pemanfaatan peluang untuk mempererat hubungan Uni Eropa – Indonesia.

Sebagai langkah pertama dalam esai ini, diidentifikasi persepsi mahasiswa terhadap daya

tarik Eropa dalam konteks pendidikan internasional. Diajukan dua hipotesis dalam memahami

daya tarik Eropa terhadap mahasiswa yang ingin melanjutkan studinya. Asumsi pertama

menyoroti bahwa daya tarik utama dari Eropa merupakan lingkungan pendidikannya yang

ditawarkan kepada mahasiswa, sedangkan asumsi kedua menganggap bahwa di samping alasan

pendidikan, lingkungan tempat tinggal juga mempengaruhi preferensi mahasiswa.

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan informasi terkait perspektif mahasiswa

adalah survei kuantitatif terhadap 200 mahasiswa S1 Universitas Katolik Parahyangan. Jumlah

responden merepresentasikan kuota tertentu yang dialokasikan terhadap setiap fakultas

berdasarkan total seluruh mahasiswa yang tertarik untuk melanjutkan studi di Eropa. Penelitian

ini tidak menyoroti data mahasiswa yang ingin menetap di Eropa secara permanen, dengan

pertimbangan bahwa soft power Eropa utamanya ditujukan kepada warga asing. Pendidikan

internasional, dengan demikian harus dipandang sebagai satu-satunya medium untuk penanaman

norma dan nilai yang mendorong dukungan pelajar terhadap Uni Eropa. Survei yang dilakukan

mengadopsi kuesioner semi-terstruktur di mana mahasiswa diberikan serangkaian asumsi yang

telah tertulis untuk mereka pilih apakah setuju atau tidak setuju dan serangkaian pertanyaan

terbuka untuk melihat lebih jauh beberapa alasan alternatif.

Page 13: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

13

Pembatasan dapat ditemukan dari kemungkinan biasnya sampling dikarenakan persepsi berbeda

dari mahasiswa di tiap fakultas terkait keinginan mereka untuk melanjutkan studi di luar negeri.

Alasan utama dari hal ini terletak pada spesifikasi dan spesialiasi studi di Indonesia yang tidak

mengharuskan pelajar untuk mencari informasi dari luar negeri.

Target temuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini ialah untuk mengidentifikasi

persepsi mahasiswa terhadap profil pendidikan regional di kawasan Eropa serta ide mengenai

Eropa sebagai knowledge centre. Luaran yang ingin dicapai ialah artikel jurnal yang dapat

dipublikasikan dalam jurnal nasional serta menjadi acuan di dalam penelitian dan pengkajian

mengenai korelasi pendidikan regional dan diplomasi publik.

Roadmap Penelitian Diplomasi Publik

Tahun 2013 2014 2015 2016

Penelitian

Opini

Publik dan

Identitas

ASEAN

Diplomasi

Kultural

ASEAN

Publik

Diplomasi

dan Nation

Branding

(Case

ASEAN

University

Network)

Soft Power dan

International Education

(Case ASEAN – EU)

Luaran

Paper

presenter

ICIRD,

Chulalangk

orn

University

Jurnal

JIPSi

Jurnal

Intenasional

IJSSH

(International

Journal on

Social

Sciences and

Humanity)

Presentasi

dalam

Konvensi

Nasional

Asosiasi

Ilmu

Hubungan

Internasional

se-Indonesia

(AIHII)

Presentasi awal dalam

ICPSIR 2016

Lanjutan Penelitian yang

direncanakan akan

dipresentasikan dalam

Konferensi EUSA

(European Union Studies

Association) di Hongkong.

Page 14: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

14

Publikasi Jurnal Nasional -

JENDELA, Fakultas Sosial

dan Politik, Universitas

Sains dan Teknologi

Jayapura

BAB IV. JADWAL PENELITIAN

No Aktivitas Feb Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyusunan

rancangan penelitian

2 Presentasi di ICPSIR

2016

3 Proses penyerahan ke

LPPM Unpar untuk

dukungan internal

4 Field Work:

Interview

5 Analisa data dan

hasil interview

6 Penulisan hasil

penelitian (co-

writing)

7 Presentasi hasil

penelitian dalam

EUSA – European

Union Studies

Association

Workshop

Page 15: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

15

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Indonesia dan Uni Eropa: Pendidikan

Berdasarkan sejarah, pendidikan Uni Eropa diprakarsai oleh Magna Carta Universitatum

pada 1988 dan The Sorbonne Declaration pada 1998. Kedua dokumen tersebut menunjukan

adanya peningkatan kesadaran pada kebutuhan integrasi dari mekanisme pendidikan Eropa.

Hanya setelah Lisbon Agenda, barulah semangat tersebut diproyeksikan menjadi fora

internasional untuk menstimulasi keikutsertaan Uni Eropa pada tingkat internasional sebagai

„Europe of Knowledge‟ (Corbett 2003).

Secara garis besar, profil mobilitas pelajar Indonesia dapat dikatakan berpeluang.

Ledakan penduduk menciptakan potensi besar terkait sumber daya manusia, jika dimanfaatkan

dengan benar akan menghasilkan suatu daya dorong yang sangat besar untuk perkembangan

Indonesia. Berdasarkan British Council Reports, Indonesia memiliki jumlah populasi pada

tingkat pendidikan tinggi berumur dari 18-22 tahun yang jumlahnya mencapai 20.691.000 pada

2013. Jumlah ini diharapkan bertambah menjadi 23.936.000 pada akhir 2024. Indonesia

diramalkan akan memiliki hingga 11 juta pendaftar mahasiswa pada tahun 2024 dan hal tersebut

menjadikan Indonesia sebagai negara ketiga terbesar dengan rata-rata perkembangan mobilitas

sarjana Nigeria dan India (British Council Report 2014). Secara umum trend pada studi di luar

negeri oleh mahasiswa Indonesia cenderung meningkat, dan sebagian didukung oleh peningkatan

kekuatan ekonomi Indonesia (British Council Report 2014) dan ketersediaan beasiswa yang ada,

baik dari luar negeri maupun dari pemerintah Indonesia.

Uni Eropa telah menjadi penyokong terlama Indonesia terkait mobilitas Pendidikan

Internasional Indonesia dengan menyediakan dukungan untuk proyek internasionalisasi

8 Perbaikan hasil

penelitian

9 Penyerahan hasil

penelitian ke LPPM

10 Publikasi Jurnal

Nasional/Internasion

al

Page 16: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

16

pendidikan tinggi Indonesia. Sejak 2004 hingga 2013, Uni Eropa telah menyediakan beasiswa

bagi orang Indonesia untuk belajar di Eropa melalui Erasmus Mundus. Sejumlah 620 mahasiswa

Indonesia telah dikirim untuk melakukan studi di luar negeri pada program Sarjana, Master,

Ph.D, dan program pertukaran staf, dengan mencapai 80% dari mahasiswa dikirim dengan

program full master. Pada tahun 2014, program baru Erasmus Plus telah melangsungkan

penyediaan 16 juta Euro untuk mendukung pengiriman pelajar Indonesia (Delegasi Uni Eropa

untuk Indonesia dan Brunei Darussalam 2016).

Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa Erasmus program adalah bentuk realisasi Uni

Eropa dalam membangun daya tariknya di antara para pencari beasiswa di Indonesia. Faktor

yang dianggap mempengaruhi para pelajar merupakan pembentuk persepsi atas Uni Eropa yang

akan dijabarkan melalui studi kasus pada mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan

(UNPAR).

Page 17: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

17

Analisis Persepsi

Daya tarik Eropa sebagai Sumber Pengetahuan diterjemahkan dalam pertanyaan seputar

fasilitas pendidikan, sedangkan persepsi terhadap Eropa sebagai tempat tinggal memasukkan

beragam variabel mulai dari fasilitas yang mendukung kebutuhan tempat tinggal hingga aspek

sosial, ekonomi, serta aktivitas budaya yang disediakan oleh masyarakat di negara terkait.

Inggris mendapatkan posisi utama sebagai destinasi yang diinginkan oleh mahasiswa, diikuti

oleh Belanda, Jerman, dan Prancis. Data ini memiliki korelasi dengan laporan British Council

tentang Postgraduate Mobility Trends 2024, di mana Inggris memiliki jumlah pelajar Indonesia

terbanyak di Eropa dan memiliki rata-rata pertumbuhan pergerakan pelajar Indonesia tertinggi ke

Eropa pada angka +9,3%.

Inggris Belanda Jerman Prancis Skandinavia

Preferensi Negara

Page 18: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

18

Empat negara besar yang menjadi preferensi paling utama seringkali disebut sebagai

Negara Uni Eropa Bagian Barat. Keempatnya juga telah memberikan kontribusi terhadap

Indonesia melalui kerja positif dari British Council, Nuffic-Neso, Goethe Institute, dan Alliance

Francais (Institute Francais Internationale). Hal menarik yang dapat dilihat di sini adalah

rendahnya minat pelajar untuk melanjutkan studi di Belanda, di saat jika mengingat sejarahnya

Belanda memiliki hubungan yang erat dengan Indonesia.

Alasan yang mendukung Eropa sebagai destinasi pendidikan terdiri dari dua sub-kategori.

Sub-kategori pertama mengarah kepada fasilitas pendidikan yang dapat diakses oleh mahasiswa

selama periode studi mereka. Mengingat sumber soft power dapat ditemukan dalam legitimasi

sosial pelajar dengan menghadiri dan lulus dari universitas ternama (Jones 2010), sub-kategori

kedua meliputi alasan yang terkait dengan persepsi dan perasaan yang menghubungkan

kredensial akademis dengan negara asal.

Page 19: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

19

Secara umum, didapatkan preferensi positif atas kredibilitas pendidikan Eropa.

Mahasiswa melihat kualitas pendidikan, profesor, dan lingkungan pendidikan yang mendukung

sebagai alasan yang mendorong preferensi mereka untuk menempuh studi di Eropa. Hasil negatif

terlihat dalam hal terkait biaya studi. Angka ini dapat dipahami dengan fakta bahwa mayoritas

mahasiswa ingin menempuh studi mereka di Inggris dan Belanda. Namun demikian, angka ini

mungkin juga ditemukan dari mahasiswa yang tidak mengetahui bahwa biaya pendidikan di

negara seperti Jerman dan Prancis tidaklah tinggi.

0

50

100

150

200

250

KualitasPendidikan

KualitasPengajar

BiayaPendidikanTerjangkau

Banyaknya AhliBidang Terkait

LingkunganPendidikan yang

Mendukung

InfrastrukturPendidikan

Lingkungan Pendidikan

145

150

155

160

165

170

175

180

185

Lulus dari UniversitasTernama

Meningkatkan StatusSosial Akademis

Meningkatkan PeluangBekerja Setelah Kembali

Pengetahuan untukIndonesia

Sosio Utilitarianisme

Page 20: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

20

Dari perspektif utilitarianisme sosial, mahasiswa berpendapat bahwa lulus dari

universitas ternama dapat memberikan rasa bangga. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan

kesempatan yang lebih besar dalam melamar pekerjaan di negara asal. Hal yang penting pula

dapat terlihat dari kebanyakan mahasiswa yang memiliki pandangan bahwa pada akhirnya

mereka akan kembali ke negara asal dan menggunakan ilmu yang telah mereka dapat selama

studi untuk memajukan Indonesia.

Dalam menentukan variabel yang mempengaruhi pilihan mahasiswa untuk pindah ke

Eropa, dapat diberikan dua hal utama. Pertama, keberadaan nilai dan norma yang dilihat sebagai

daya tarik oleh mahasiswa. Adanya pegerakan bebas yang ditawarkan oleh Eropa dipandang

sebagai sesuatu yang sangat positif untuk para pencari beasiswa. Beberapa berpendapat bahwa

pergerakan bebas memberikan kesempatan yang lebih besar dan lebih baik bagi mahasiswa

untuk berpergian dan menjalin koneksi dengan orang-orang di luar batas negara. Beberapa

kelompok menyebutkan bahwa pergerakan bebas menunjukkan dinamika abad 21, di mana

internasionalisasi telah menjadi bagian dari modernitas. Generasi muda kini tinggal di dunia

yang terhubung oleh fiber optic. Mereka bekerja dalam dunia yang telah terhubung, sehingga

menciptakan keadaan yang berbeda bila dibandingkan dengan era baby boomer.

Sistem kesejahteraan merupakan norma yang menjadi daya tarik dalam masyarakat

Eropa. Ketertarikan terkait hal ini secara khusus dapat dipahami dengan adanya perbedaan

kondisi sosial yang dapat ditemukan di Indonesia. Meski demikian, ketika ditanyakan lebih jauh

terkait sistem kesejahteraan, hanya segelintir mahasiswa yang dapat memberikan penjelasan

secara detail.

0

50

100

150

200

Pergerakan Bebas Toleransi Keterbukaan Keamanan Kesejahteraan

Nilai dan Norma

Page 21: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

21

Di samping meningkatnya pergerakan anti-imigran di Eropa, mahasiswa masih melihat

Eropa sebagai tempat yang mengedepankan nilai toleransi dan keterbukaan. Nilai ini secara

khusus menentukan kenyamanan interaksi sosial dan periode awal adaptasi. Sebagai tambahan,

mahasiswa melihat keamanan jasmani sebagai alasan menarik lainnya dari Eropa. Pertimbangan

ini datang dari kebutuhan dasar mereka untuk merasa aman dalam kondisi di mana keluarga

tidak bersama mereka.

Kedua, variabel pendukung yang mendorong preferensi mahasiswa dapat dilihat dari

kebutuhan sekunder mereka yang terdiri dari keinginan untuk melakukan wisata, keindahan

arsitektur, hingga iklim dan cuaca di Eropa.

Hasil yang menarik dapat dilihat bahwa lebih dari 25% mahasiswa terbuka dengan kemungkinan

untuk mencari pasangan di negara Eropa. Data ini menunjukkan adanya pergeseran dari budaya

tradisional Indonesia yang cenderung menikahi orang dari ras, agama, dan latar belakang

keluarga yang sepadan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa mahasiswa mudah menerima nilai

dan norma asing sebagaimana mereka menerima kemungkinan terjadinya pernikahan silang

budaya.

Salah satu penemuan penting dari survei ini menunjukkan bahwa konsep soft power dapat

dibangun melalui proses sosialisasi dan internasionalisasi. Penemuan ini mengarah kepada

pertanyaan apakah mahasiswa memiliki cita-cita untuk melanjutkan studi di Eropa sejak dulu.

Setengah dari responden menjawab bahwa ketertarikan mereka terhadap Eropa telah berkembang

seiring dengan bertambahnya pengetahuan mereka terkait ide, norma, dan informasi mengenai

Eropa.

0

50

100

150

200

DestinasiWisata

Arsitektur Kuliner Empat Musim Pusat Busana Polusi Rendah Ruang TerbukaUmum

Kebutuhan Sekunder

Page 22: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

22

Data Preferensi Mahasiswa Unpar Terkait Studi ke Luar Negeri

Berdasarkan diagram lingkaran di atas, mayoritas responden, yaitu mahasiswa

Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) memiliki keinginan untuk melakukan studi ke luar

negeri. Terdapat perbedaan yang sangat besar di antara perbandingan mahasiswa yang

menginginkan studi ke luar negeri dan mahasiswa yang tidak menginginkan studi ke luar negeri.

Hal ini menunjukan bahwa kesempatan untuk melakukan studi ke luar negeri sangat diminati

oleh mayoritas mahasiswa Unpar.

88%

12%

Tingkat Keinginan Mahasiswa Untuk Berkuliah di Luar Negeri

Ya

Tidak

167

166

164

163

156

120

107

0 50 100 150 200

Program Budaya

Conference

Pertukaran Pelajar

Studi Master

Summer School

Riset

Simulasi Sidang PBB

Jenis Kegiatan yang Diinginkan oleh Mahasiswa

Page 23: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

23

Berdasarkan diagram batang di atas, berbagai jenis kegiatan yang diminati oleh

responden dalam rangka studi ke luar negeri menunjukan persentase yang cukup bervariasi.

Diagram di atas menunjukan bahwa seluruh pilihan jenis kegiatan mendapatkan minat lebih dari

setengah responden. Hal yang cukup menarik di sini adalah melihat banyaknya mahasiswa yang

tertarik untuk mengikuti program-program yang terkait dengan aspek budaya. Di satu sisi,

kegiatan simulasi sidang PBB tidak terlalu menjadi pilihan favorit bagi para mahasiswa.

Diperlukan kajian dan penelitian lebih lanjut untuk menelusuri faktor-faktor yang mempengaruhi

hal tersebut. Namun demikian, baik jenis kegiatan yang berjangka pendek, panjang, maupun

kompetisi seluruhnya diminati oleh responden.

Diagram lingkaran di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden memilih sumber pendanaan

untuk studi ke luar negeri dengan program beasiswa. Sebanyak 79% dari total responden

memilih untuk menggunakan pendanaan dari program beasiswa, dibanding harus menanggung

biaya sendiri. Hal ini menunjukan bahwa masih tingginya jumlah pencari beasiswa di kalangan

para mahasiswa Unpar.

79%

21%

Tingkat Preferensi Sumber Pendanaan untuk Studi di Luar Negeri

Program Beasiswa

Biaya Sendiri

Page 24: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

24

Diagram batang di atas menunjukan adanya tingkat pengetahuan yang masih rendah dari

responden mengenai informasi umum program beasiswa Erasmus+. Masih banyak ketidaktahuan

akan informasi umum terkait beasiswa Erasmus+ di antara mahasiswa Unpar. Beasiswa

Erasmus+ diketahui oleh sebagian kecil responden sebagai beasiswa yang menyediakan sarana

untuk studi di Eropa, yaitu sebanyak 48% responden. Sementara itu sebanyak 31,5% responden

saja yang beranggapan bahwa Beasiswa Erasmus+ merupakan beasiswa yang memiliki

management yang baik. Mengenai reputasi dan sumber pendanaan pun hanya diketahui oleh

sebagian responden, yakni hanya sebesar 37,5%. Untuk pendanaan, 33% responden menyatakan

bahwa Erasmus+ memiliki dana yang mencukupi untuk pembiayaan studi ke Eropa. Sedangkan

30,5% responden mengetahui fakta bahwa beasiswa Erasmus+ bukan merupakan satu-satunya

beasiswa di Eropa. Lebih lanjut, hanya 36% responden yang mengetahui bahwa simbol program

Erasmus+ sendiri identik dengan Eropa. Terkait jangkauan program beasiswa Erasmus+, 31%

0

20

40

60

80

100

120

Tingkat Pengetahuan Mengenai Informasi Umum Beasiswa Erasmus+

Bukan Satu-satunya Beasiswa di Eropa

Dana yang Mencukupi untuk Studi di Eropa

Sarana untuk Menempuh Studi di Eropa

Memiliki Management Beasiswa yang Baik

Memiliki Reputasi yang Baik sebagai Bagiandari Pendanaan Uni Eropa

Simbol 'Erasmus' yang Identik dengan Eropa

Memiliki Beragam Pilihan Universitas

Memiliki Beragam Pilihan Negara

Memiliki Beragam Pilihan Program Studi

Terbuka untuk Berbagai Kalangan

Page 25: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

25

responden berpendapat bahwa beasiswa Erasmus+ memiliki beragam pilihan universitas, 33,5%

berpendapat bahwa Erasmus+ memiliki berbagai pilihan negara tujuan, 32% setuju bahwa

beasiswa Erasmus+ memliki berbagai pilihan program studi, dan 44,5% berpendapat bahwa

Erasmus+ terbuka untuk berbagai kalangan.

Berdasarkan data di atas, beasiswa Erasmus+, LPDP, dan ASEAN merupakan tiga

beasiswa teratas yang paling dikenali oleh para responden. Sementara itu, beasiswa DIKTI pun

tidak kalah dikenalnya, hanya saja, beasiswa DIKTI merupakan beasiswa yang diperuntukkan

bagi para dosen/ tenaga pengajar. Beasiswa yang berasal dari pemerintah Indonesia memang

dikenal oleh para responden, misalnya LPDP, Darmasiswa, dan DIKTI, namun beasiswa dari

luar negeri pun tidak kalah terkenalnya. Beberapa program beasiswa besar lainnya seperti

Chevening, Australian Awards, dan KNB tidak diketahui oleh sebagian besar responden.

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk benar-benar mengetahui sejauh mana pengetahuan

responden terkait beasiswa yang mereka kenal.

81

39

79

73

16

19

27

43

72

1

1

2

1

1

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Erasmus+

Darmasiswa

LPDP

ASEAN

KNB

Australian Awards

Chevening

Fulbright

DIKTI

Ancora

NESO

Monbukagakusho

ACUCA

JASSO

Pengetahuan Mengenai Program Beasiswa

Page 26: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

26

Berdasarkan hasil survei, London School of Economics and Political Science merupakan

universitas yang paling diminati untuk menjadi tempat untuk melanjutkan studi ke luar negeri.

Sementara itu, University of Groningen dan University of Leiden pun menyusul di bawah LSEP,

diikuti oleh TU Dortmund, Harvard University, University of Oxford, dan University of

Cambridge. Berdasarkan hasil survei ini, dapat disimpulkan bahwa Eropa masih mendominasi

sebagai destinasi untuk melanjutkan studi, sementara Harvard University merupakan satu-

satunya universitas yang berasal dari luar Eropa.

London School of Economics and Political Science

University of Groningen

University of Leiden

TU Dortmund

University of Cambridge

University of Oxford

Harvard University

Universitas yang Diminati

Page 27: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

27

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kegiatan di bawah naungan pemerintah tidak cukup untuk mendorong berkembangnya

persepsi positif. Usaha komprehensif diimbangi dengan pemerintah, pendidikan tinggi, agen dan

institusi pendidikan, serta pelajar internasional menjadi penentu dari suksesnya penggunaan soft

power melalui pendidikan internasional.

Preferensi mahasiswa akan studi di Eropa membuktikan bahwa Uni Eropa telah

menjangkau hati dan jiwa pelajar dengan membentuk persepsi positif atas Eropa sebagai Sumber

Pengetahuan dan memperlihatkan budaya Eropa sebagai budaya yang modern, demokratis,

terbuka, dan toleransi.

Secara pasti, sosialiasi dan internalisasi nilai serta norma atas Uni Eropa merupakan suatu hal

yang penting dalam menumbuhkan daya tarik mahasiswa. Dengan demikian, soft power

merupakan investasi jangka panjang dan dapat dikembangkan melalui pendekatan secara konstan

serta aktivitas pertukaran.

Penelitian lebih jauh terhadap Erasmus sebagai simbol utama Uni Eropa dalam branding

pendidikan internasional dianggap penting untuk dilakukan. Analisis strategi branding Uni

Eropa dalam pendidikan internasional merupakan hal yang penting untuk mengukur soft power

organisasi ini dalam sistem pendidikan Indonesia.

Page 28: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

28

DAFTAR PUSTAKA

Anholt, S. (2009). Places: Identity, Image and Reputation. London : Palgrave

Byrne, Caitlin and Hall, Rebecca. (2011). ‘Australia’s International Education as Public

Diplomacy : Soft Power Potential’. Discussion Papers in Diplomacy. Netherlands Institute of

International Relations. Clingendael.

--------. (2013). „Realizing Australia‟s International Education and Public Diplomacy‟.

The Australian Journal of International Affairs, 64 (4), 419-438.

--------. (2014). ‘International Education as Public Diplomacy’. Third (3rd

) Research

Digest IEAA (International Education Association of Australia). (International Education

Research Network (IERN)

Creswell, John W. (2003). „Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed

Method Approaches, 2nd

Edition. Sage Publications.

Cull, N. (2009).‟Public Diplomacy : Lesson from the Past‟. CPD Perspectives Los

Angeles. Figuerra Press.

d‟Hooge, Inggrid. (2007). „The Rise of China Public Diplomacy‟. Discussion Paper in

Diplomacy. Netherland Institute of International Relations. Clingaendael.

Fitzpatrick. (2012). „Defining Strategies Pubilic in a Networked World : Public

Diplomac's Challenges at Home and Abroad‟. Hague Journal of Diplomacy, 7, (4), 420-440.

Gilboa, Eytan. (2008). „Searching for a Theory of Public Diplomacy‟. The Annals of The

American Academy of Political and Social Science, Vol. 616.

Goi, M.C.L Goi & D.H Wong. (2014). Constructing a Brand Identity Scale for Higher

Education Institution. Journal of Marketing for Higher Education, 24(1) 59-74.

Hadiwinata, Bob Sugeng. (2015). „Reciprocity and Relationship Building Through

Education: The ACICIS Field Study Program in West Java., in A. Missbach & J. Purdey (Eds).

Linking People : Connection and Encounters between Australians and Indonesians.

Regiospectro Verlag Berlin. 133-150.

Khanna, M. Jacob, I & N. Yadax. (2014). Identifying and Analyzing Touchpoints for

Building a Higher Education Brand. Journal Marketing for Higher Education, 24(1), 122-143.

Melissen, J. (2005). ‟Between Theory and Practice‟ in J.Melissen (Ed), in J. Melissen

(Ed), The New Public Diplomacy : Soft Power in International Relations. New York Palgrave

Milan.

Page 29: Disusun Oleh: Ratih Indraswari MA (Ketua) Yulius Purwadi ...

29

-------------. (2013) Public Diplomacy in P. Kerr & G Wiseman (Eds), Diplomacy in A

Globalizing World : Theories and Practices, Oxford : Oxford University Press

Nye, J.S. 2011. The Future of Power. New York : Public Affairs.

-----------.2008. “Public Diplomacy and Soft Power”. Annals of the American Academy

of Political and Social Science 616: 94-101.

Purdey, Jemma. 2015. Investing in Good Will : Australia‟s Scholarship Programs for

Indonesian Tertiary Students, 1950 – 2010. In Antje Missbach and Jemma Purdey “Linking

People : Connection and Encounters between Australians and Indonesians”. Regiospectro Verlag

Berlin. 111-132.

Scondi, Gyorgy. 2008. “Public Diplomacy and Nation Branding : Conceptual Similarities

and Differences”. Discussion Papers in Diplomacy. Netherlands Institute of International

Relations „Clingendael‟. 1-42.