Dislokasi

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislokasi sangat penting dikuasai oleh tenaga medis terutama para profesional yang berkecimpung dalam dunia kedokteran. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang- tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). Dalam kehidupan sehari-hari, persendian dapat mengalami gangguan. Gangguan sendi ini dapat berupa proses keradangan karena infeksi, imunologis, proses degenerasi, maupun trauma. Trauma pada sendi sering disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : Kontusio sendi, biasa terjadi karena suatu benturan. Joint strain, terjadi karena trauma kecil yang terjadi berulang – ulang. Joint sprain/keseleo, terjadi karena adanya robekan mikroskopis dari ligament atau kapsul sendi yang tidak menggangu kestabilan. Ruptur ligamen Dislokasi (1,2) 1

Transcript of Dislokasi

Page 1: Dislokasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dislokasi sangat penting dikuasai oleh tenaga medis terutama para profesional

yang berkecimpung dalam dunia kedokteran. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-

tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari

sendi). Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau

terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).

Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya

adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi

rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang

berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh

faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir

(kongenital). Dalam kehidupan sehari-hari, persendian dapat mengalami gangguan.

Gangguan sendi ini dapat berupa proses keradangan karena infeksi, imunologis, proses

degenerasi, maupun trauma. Trauma pada sendi sering disebabkan oleh beberapa hal,

yaitu :

• Kontusio sendi, biasa terjadi karena suatu benturan.

• Joint strain, terjadi karena trauma kecil yang terjadi berulang – ulang.

• Joint sprain/keseleo, terjadi karena adanya robekan mikroskopis dari ligament

atau kapsul sendi yang tidak menggangu kestabilan.

• Ruptur ligamen

• Dislokasi (1,2)

1

Page 2: Dislokasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi

berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Atau dislokasi adalah suatu

keadaan keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan

suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Bila terjadi patah tulang di

dekat sendi atau mengenai sendi disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini

dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen

tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). (2)

2.2 Anatomi Sendi

Sendi merupakan hubungan antar tulang sehingga tulang dapat digerakkan.

Dimana hubungan dua tulang disebut persendian (artikulasi).

Beberapa komponen penunjang sendi:

• Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian dalamnya

terdapat rongga.

• Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung tulang

yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga berfungsi mencegah dislokasi.

• Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang

menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan.

• Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi.

2

Page 3: Dislokasi

Gambar 1. Persendian normal

Ada 5 macam sendi berdasarkan karakteristik masing-masing:

1. Sindesmosis : adalah sendi dimana dua tulang ditutupi oleh jaringan fibrosa. Misalnya

sutura pada tulang tengkorak.

2. Sinkondrosis : adalah sendi dimana kedua tulang ditutupi oleh tulang rawan.

Misalnya lempeng epifisis yang merupakan suatu sinkondrosis yang bersifat

sementara yang menghubungkan antara epifisis dan metafisis dan memberikan

kemungkinan pertumbuhan memanjang pada tulang.

3. Sinostosis : adalah bila sendi mengalami obliterasi dan terjadi penyambungan antara

keduanya. Beberapa sindesmosis dan semua sinkondrosis bergabung, menjadi

sinostosis.

4. Simfisis : adalah suatu jenis persendian dimana kedua permukaannya ditutupi oleh

tulang rawan hialin dan dihubungkan oleh fibrokartilago dan jaringan fibrosa yang

kuat. Misalnya pada simfisis pubis dan sendi intervertebra.

5. Sendi sinovial : adalah sendi dimana permukaannya ditutupi oleh tulang rawan hialin

dan pinggirnya ditutupi oleh kapsul sendi berupa jaringan fibrosa dan di dalamnya

mengandung cairan sinovial. (3,4)

2.3 Penyebab dislokasi

Dislokasi disebabkan oleh :3

Page 4: Dislokasi

1. Trauma: jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.

- Cedera olahraga

Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga

yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket

dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena

secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

- Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga.

Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

- Terjatuh

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

2. Kongenital

Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha. Pada

keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik tungkai

yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri serta kanan

tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya kecurigaan yang

paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan pemeriksaan klinik yang

cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan dini memberikan hasil yang

sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan pemasangan bidai selama beberapa bulan, jika

kelainan ini tidak ditemukan secara dini, tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan

pembedahan.

4

Page 5: Dislokasi

3. Patologis

Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang. Dimana patologis:

terjadinya ‘tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital

penghubung tulang. (2,5)

1.4 Patofisiologi

Dislokasi biasanya disebabkan karena faktor fisik yang memaksa sendi untuk

bergerak lebih dari jangkauan normalnya, yang menyebabkan kegagalan tekanan, baik

pada komponen tulang sendi, ligamen dan kapsula fibrous, atau pada tulang maupun

jaringan lunak. Struktur-struktur tersebut lebih mudah terkena bila yang mengontrol sendi

tersebut kurang kuat. (3)

1.5 Klasifikasi

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Dislokasi kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi, misalnya

tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang

berkurang.

3. Dislokasi traumatik : merupakan kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf

rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema

(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat

mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur

sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi:

1. Dislokasi Akut : Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut

dan pembengkakan di sekitar sendi.

5

Page 6: Dislokasi

2. Dislokasi Kronik

3. Dislokasi Berulang : Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi

dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.

Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. (2,3)

2.6 Diagnosis

Anamnesis : perlu ditanyakan tentang :

• Rasa nyeri

• Adanya riwayat trauma

• Mekanisme trauma

• Ada rasa sendi yang keluar

• Bila trauma minimal dan kejadian yang berulang, hal ini dapat terjadi pada

dislokasi rekurrens (6,7)

Pemeriksaan klinis

a. Deformitas

• Hilangnya penonjolan tulang yang normal

• Pemendekan

• Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu

b. Bengkak

c. Terbatasnya gerakan atau gerakan yang abnormal (6,7)

Pemeriksaan penunjang

6

Page 7: Dislokasi

Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai

fraktur.Pemeriksaan diagnostik dengan cara pemeriksaan sinar –X (pemeriksaan X-

Rays). (3,7)

2.7Komplikasi

Komplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain :.

Komplikasi Dini :

1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid

dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut

2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak

3) Fraktur disloksi

Komplikasi lanjut :

1) Kekakuan sendi bahu: Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi

bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral,

yang secara otomatis membatasi abduksi

2) Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari

bagian depan leher glenoid

3) Kelemahan otot (2,8)

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :

o Lakukan reposisi segera.

o Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya :

dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku atau

jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya valium.

o Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.

7

Page 8: Dislokasi

o Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika

dislokasi berat.

o Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga

sendi.

o Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar

tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan

mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi

o Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan. (9,10)

2.9 Macam Dislokasi

I.Dislokasi Sendi Jari

Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi

tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak

tangan atau punggung tangan.

Penatalaksanaan:

Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil

menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa

sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu

8

Page 9: Dislokasi

ibu jari yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah melingkar

seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari. (7,9)

II. Dislokasi Sendi Siku

Jatuh pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior.

Reposisi dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam sling atau gips selama tiga

minggu untuk memberikan kesembuhan pada sumpai sendi. (6,7)

Gambar 3. Dislokasi radius

III. Dislokasi Pergelangan tangan (Dislocation of the Lunate)

9

Page 10: Dislokasi

Dislokasi pergelangan tangan adalah suatu kondisi dimana permukaan sendi dari

tulang pembentuk sendi pergelangan tangan mengalami pergeseran atau penguluran baik

secara langsung maupun tidak langsung.

a. Dislokasi tulang lunatum

Dislokasi ini jarang ditemukan, berupa dislokasi ke anterior. Dislokasi

tulang lunatum terjadi bila jatuh dengan pergelangan tangan dalam

keadaan dorsoflexy, dan tulang lunatum terdorong ke arah palmar dan

mengalami rotasi 900 pada carpar tunnel. Terdapat pembengkakan pada

daerah pergelangan tangan, nyeri apabila jari-jari diekstensikan. Bisa

didapatkan gejala lesi nervus medianus.

Pada dislokasi yang baru, dilakukan reposisi di bawah pembiusan umum

dengan melakukan penekanan pada tulang lunatum. Pada dislokasi yang

lama, reposisi tidak bisa dilakukan dan perlu dilakukan eksisi.

b. Dislokasi perilunatum

Seluruh korpus mengalami dislokasi ke arah dorsal kecuali tulang lunatum

masih tetap bersama-sama tulang radius.

Pengobatan dilakukan reduksi tertutup. Bila gagal, dilakukan reduksi

terbuka.

IV. Dislokasi Regio Bahu (Shoulder Dislocation)

Pada regio bahu terdapat beberapa sendi yang saling berhubungan dan saling

mempengaruhi, yaitu sendi sternoklavikular, sendi akromioklavikular, dan sendi

glenohumoral. Hubungan skapulothorakal bukan merupakan sendi melainkan suatu

10

Page 11: Dislokasi

hubungan muskuler antara dinding thoraks dan skapula. Melalui keempat hubungan ini

yang terdiri atas tiga persendian dan satu hubungan muskular ini terjadi gerakan ke segala

arah di gelang bahu. Dislokasi regio bahu (sendi glenohumoral) merupakan 50 % kasus

dari semua dislokasi. 80 % dari dislokasi regio bahu ini adalah tipe dislokasi bahu

anterior. Stabilitas sendi bahu tergantung dari otot - otot dan kapsul tendon yang

mengitari sendi bahu. Sedangkan hubungan antara kepala humerus dengan cekungan

glenoid terlalu dangkal. Oleh karena itu pada sendi glenohumoral sering terjadi dislokasi,

baik akibat trauma maupun pada saat serangan epilepsi. Melihat lokasi kaput humeri

terhadap glenoidalis, dislokasi paling sering ke arah anterior dan lebih jarang ke arah

posterior. Pada waktu terjadinya dislokasi yang pertama mengalami kerusakan atau

avulasi dari fibrocarltilage antara kapsul sendi dengan glenoidalis di bagian anterior dan

inferior. Dengan adanya robekan tadi, maka sendi bahu akan mudah mengalami dislokasi

ulang bila mengalami cedera lagi. Hal ini disebut sebagai recurrent dislokasi.

Tanda-tanda korban yang mengalami Dislokasi sendi bahu yaitu:

• Sendi bahu tidak dapat digerakakkan

• Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain

• Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan

• Kontur bahu hilang, bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya

Gambar 6. Shoulder dislocation

11

Page 12: Dislokasi

Dislokasi Acromioclavicularis

Kekuatan sendi akromioklavikular disebabkan oleh simpai sendi dan ligament

korakoklavikular. Dislokasi sendi akromioklavikular tanpa disertai rupturnya ligament

korakoklavikuar, biasanya tidak menyebabkan dislokasi fragmen distal ke cranial dan

dapat diterapi secara konservatif dengan mitela yang disertai latihan dan gerakan otot

bahu. Bila tidak berhasil atau adanya robekan ligament korakoklavikula kadang

dilakukan operasi reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna.

Gambar 4. Dislokasi acromioclavicularis

Dislokasi Sternoclavicular12

Page 13: Dislokasi

Dislokasi sternoklavikular ini jarang terjadi dan bisa terjadi akibat trauma langsung

klavikula kearah dorsal yang menyebabkan dislokasi posterior atau retrosternal. Atau bisa

terjadi akibat tumbukan pada bagian depan bahu sehingga bagian medial dari klavikula

tertarik kearah depan dan menyebabkan lepasnya sendi sternoklavikular kearah anterior.

Pengobatan konserfatif dengan reposisi dan imobilisasi bisa berhasil dan bila gagal perlu

dilakukan operasi. Yang terpenting ialah latihan otot supaya tidak terjadi hipotrofik pada otot

bahu.

Gambar 5. Dislokasi Sternoclavicular

a. Dislokasi bahu anterior

Sering terjadi pada usia dewasa muda, kecelakaan lalu lintas ataupun cedera olah raga.

Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi ekstern (puntiran keluar)

dan ekstensi sendi bahu. Posisi lengan atas dalam posisi abduksi. Kaput humerus didorong ke

depan dan menimbulkan avulsi simpai sendi bagian bawah dan kartilago beserta periosteum

labrum glenoidalis bagian anterior. Lesi ini disebut bankart lesion. Karena terjadi robekan

kapsul, kepala humerus akan keluar dari cekungan glenoid ke arah depan dan medial,

kebanyakan tertahan di bawah coracoideus. Mekanisme lain terjadinya disloksi adalah trauma

langsung. Pederita jatuh, pundak bagian belakang terbentur lantai atau tanah. Gaya akan

mendorong permukaan belakang humerus bagian proksimal ke depan.

13

Page 14: Dislokasi

Gambar 7. Dislokasi bahu anterior

Klinis

Pasien merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya, dan

lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain. Pundak terasa sakit sekali, bentuk pundak

asimetris, posisi badan pendeita miring ke arah sisi yang sakit, bentuk deltoid pada sisi yang

cedera tampak mendatar, hal ini disebabkan kepala humerus sudah keluar dari cekungan glenoid

ke depan. Pada palpasi daerah subacromius jelas teraba cekungan.

Pemeriksaan penunjang

Dengan pembuatan X – ray foto, umumnya dengan proyeksi AP sudah dapat terdiagnosis

adanya dislokasi sendi bahu.

Gambar 8. X – ray foto dislokasi bahu anterior 14

Page 15: Dislokasi

Penatalaksanaan

Keadaan ini memerlukan reposisi segera. Ada beberapa indikasi untuk melakukan

reposisi, yaitu : tidak adanya fraktur, tidak adanya defisit neurologi

Oleh karena itu sebelum melakukan reposisi sebaiknya dilakukan beberapa pemeriksaaan

1. Nervus axillary : 8% terjadi kelumpuhan

0 - innervasi m. Deltoideus : tidak di tes

1 - Sensoris: dibawah m. Deltoideus

2

2. Nervus Radialis: extensi tangan

3. Artery brachialis: denyut nadi radialis

Gambar 9. Pre reduction examination

Terdapat 3 cara untuk mereposisi dislokasi bahu anterior, yaitu :

1. Cara Stimson

15

Page 16: Dislokasi

Cara ini mudah dan tidak memerlukan anestesia. Penderita tidur tengkurang di atas

meja, lengan yang cedera dibiarkan tergelantung ke bawah. Lengan diberi beban

seberat 5 – 7 ½ kg. Pada saat otot bahu dalam keadaan relaksasi, diharapkan terjadi

reposisi akibat berat lengan yang tergantung di samping tempat tidur tersebut. Hal ini

dilakukan selama 20 – 25 menit.

Gambar 10. Cara Stimson

2. Cara Hippocrates

Bila cara stimson gagal maka dilakukan cara hippocrates. Penderita tidur terlentang di

atas meja, lengan penderita pada sisi yang sakit ditarik ke distal, posisi lengan sedikit

abduksi. Sementara itu kaki penolong ditekankan ke aksila untuk mengungkit kaput

humerus ke arah lateral dan posterior. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam

posisi endorotasi dengan penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu.

16

Page 17: Dislokasi

Gambar 11. Cara Hippocrates

3. Cara Kocher

Penderita ditidurkan di atas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat dibagi

dalam 4 tahap.

• Tahap pertama, dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas ke

arah distal

• Tahap kedua, dilakukan gerakan eksorotasi dari sendi bahu

• Tahap ketiga, melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu

• Tahap ke empat, melakukan gerakan endorotasi sendi bahu.

Setelah tereposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verband dan lengan

bawah digantung dengan sling. Immobilisasi cukup 3 minggu. Cara ini paling sering

dilakukan di klinik.

17

Page 18: Dislokasi

Gambar 12. Cara Kocher

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi bahu anterior, yaitu :

Cedera plexus brachialis dan n. Axillaris yang menyebabkan kumpulnya m.

deltoid sehingga bahu tidak dapat diangkat abduksi

Robeknya muskulus tendineus cuff (cuff rotator)

Patah tulang humerus

Rekurrens dislokasi bahu anterior

Hal ini disebabkan terjadinya celah robekan fibrocartilago di daerah bannkart

yang menetap. Trauma yang ringan saja seperti mengenakan baju atau menutup

jendela akan terjadi posisi abduksi dan eksternal rotasi yang akan mengakibatkan

dislokasi kembali. Kalau terjadi lebih dari 3 x, dianjurkan untuk dilakukan

operasi. Metode operasi yang dipakai yaitu, Bristow, Bannkart, dan Putti plat.

Tujuan dari operasi ini untuk melakukan rekonstruksi struktur bagian anterior

sendi.

b. Dislokasi bahu posterior

Dislokasi ini jarang terjadi, mekanisme biasanya penderita jatuh dimana posisi lengan

atas dalamkedudukan adduksi atau internal rotasi.

18

Page 19: Dislokasi

Klinis:

Sangat sakit di daerah bahu. Posisi lengan dalam kedudukan adduksi dan internal rotasi.

Terdapat penonjolan kaput di daerah posterior.

Pemeriksaan Radiologi:

Proyeksi AP kadang sulit dilihat, Kalau perlu dilakukan proyeksi aksial.

Penatalaksanaan:

Keadaan ini memerlukan reposisi tertutup segera alam narkosis umum dengan melakukan

rotasi ekstern pada bahu dan kaput humerus didorong ke depan. Setelah reposisi, dipasang gips

spika bahu dalam posisi abduksi 30 0 selama 3 minggu. (3,7)

c. Dislokasi bahu inferior (Luxatio Erecta)

Kaput humerus terperangkap dibawah kavitas glenoidale sehingga terkunci dalam posisi

abduksi. Karena robekan kapsul sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka sangat susah

kepala humerus ditarik keluar, hal ini disebut sebagai “efek lubang kancing (Button hole effect)”

19

Page 20: Dislokasi

Penatalaksanaan

Lakukan traksi berlawanan dengan arah dislokasi. Awalnya lakukan tarikan ke arah

dislokasi, yaitu ke arah atas, lanjutkan tarikan semakin lama semakin ke bawah (counter

abduksi), dan akhirnya arahkan lengan ke sisi penderita.

V. Dislokasi Regio Panggul (Hip Dislocation)

Dislokasi panggul lebih jarang dijumpai daripada dislokasi bahu atau siku. Mekanisme

terjadinya dislokasi yaitu saat kaput yang terletak di belakang asetabulum, kemudian segera 20

Page 21: Dislokasi

berpindah ke dorsum illium. Biasanya juga mengalami cedera serius misalnya trauma benturan

depan mobil akibat tabrakan mobil frontal. Penderita mungkin mengalami syok berat dan tidak

dapat berdiri. Tungkainya terletak dalam posisi tinggi yang sesuai dengan paha difleksikan, dan

dirotasikan ke interna. Tungkai pada sisi yang cedera lebih pendek daripada sisi yang normal.

Lututnya bersandar pada paha yang berlawanan dan trokantor mayor dan pantat menonjol secara

abnormal.

Dislokasi hip joint adalah suatu kejadian/peristiwa menyakitkan di mana komponen

peluru/bola/caput humeri tulang paha keluar dari tempatnya/acetabulum. Sehingga penderita

mengalami rasa nyeri, karena caput humeri bergerak/bekerja bukan pada tempatnya lagi.

Epidemiologi:

Ras bukan merupakan faktor risiko untuk dislokasi hip. Dislokasi Hip lebih sering terjadi

pada laki-laki muda dari pada orang yang karena cedera yang berhubungan dengan perilaku

berisiko. Hip dislokasi akibat cedera traumatik (terutama MVCs) lebih umum pada mereka yang

lebih muda dari 35 tahun dibandingkan orang tua. Hip dislokasi akibat jatuh lebih umum pada

mereka dari 65 tahun lebih tua.

Pemeriksaan fisik:

Seperti halnya korban trauma besar, penilaian jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi

sangat penting primer. Selama survei sekunder, pemeriksaan dari korset panggul dan pinggul

adalah wajib. Pemeriksaan harus terdiri dari inspeksi, palpasi, aktif / pasif rentang gerak, dan

pemeriksaan neurovaskular.

- Inspeksi: Dalam prakteknya, ini penampilan dapat diubah dengan adanya dislokasi atau

fraktur-kelainan tulang lainnya

• Posterior: hip adalah tertekuk, terputar ke dalam , dan adduksi.

• Anterior: hip tertekuk minimal, terputar ke luar dan abduksi

21

Page 22: Dislokasi

- Palpasi: Meraba panggul dan ekstremitas bawah untuk cacat tulang-langkah kotor atau off.

Dalam sebuah dislokasi hip anterior, kadang-kadang pada femoralis teraba hematoma. Hal

ini menunjukkan cedera vaskular.

- Range of motion: Pasien dengan dislokasi hip memiliki jangkauan sangat terbatas gerak.

Mengevaluasi apa pasien dapat dilakukan dengan nyaman. Jangan paksa melakukan berbagai

gerakan pada pasien yang tidak bisa mentolerir manipulasi normal,. Rentang nyeri gerak

hampir tidak termasuk dislokasi hip.

Pemeriksaan Neurovaskular: Tanda-tanda cedera nervus ischiadicus meliputi:

• Hilangnya sensasi di kaki belakang dan kaki

• Kehilangan dorsiflexion (cabang peroneal) atau fleksi plantar (cabang tibial)

• Kehilangan refleks tendon dalam (DTRs) di pergelangan kaki

Tanda-tanda cedera saraf femoralis adalah sebagai berikut:

• Hilangnya sensasi atas paha

• Kelemahan dari paha depan

• Kehilangan DTRs di lutut

Tanda-tanda cedera vaskuler meliputi:

• Hematoma

• Loss of pulses

• Muka pucat

22

Page 23: Dislokasi

Gambar 13. Dislokasi panggul

Tanda-tanda klinis terjadinya dislokasi panggul:

• Kaki pendek dibandingkan dengan kaki yang tidak mengalami dislokasi

• Kaput femur dapat diraba pada panggul

• Setiap usaha menggerakkan pinggul akan mendatangkan rasa nyeri

Anatomi Fisiologi:

Tulang pelvis adalah penghubung antara badan dan anggota bawah yaitu tulang sakrum

dan koksigeus bersendi antara satu dengan yang lainnya.

Pada simfasis pubis pelvis terbagi atas 2 bagian :

1. Pelvis mayor atau rongga panggul besar.

2. Pelvis minor atau rongga panggul kecil

Di antara ke 2 rongga tersebut dibatasi oleh garis tepi atau linea terminalis.

Sendi – sendi pelvis antara lain : sendi sakro iliaka adalah sendi antara ilium yang disebut

aurikuler dan kedua sisi sakrum, gerakan ini sangat sedikit karena ligamennya sangat kuat

menyatukan permukaan sendi sehingga membatasi gerakan ke seluruh jurusan.

Patofisiologi :

Dislokasi panggul paling sering dialami oleh dewasa muda dan biasanya diakibatkan oleh

abdukasi, ekstensi dan ekstra traumatik yang berlebihan. Contohnya posisi melempar bola

23

Page 24: Dislokasi

berlebihan. Caput humeri biasanya bergeser ke anterior dan inferior melalui robekan traumatik

pada kapsul sendi panggul.

Faktor yang sering menyebabkan resiko dislocation hip joint adalah:

Pelvis yang mempunyai peluru/bola/caput yang kecil dengan diameter 22 mm, dan

peluru/bola/caput yang memiliki leher/collum yang tebal.

Pengobatan Hip Dislokasi

Pengobatan untuk dislokasi hip termasuk:

• Penurunan dislokasi hip:

o Penataan kembali tulang

• Bedah untuk patah tulang panggul

• Istirahat:

• Terapi fisik untuk hip dislokasi

• Nonsteroidal anti-inflammatory obat untuk sakit

o Ibuprofen ( Motrin Advil )

o Naproxen ( Anaprox, Naprosyn, Aleve )

o Ketoprofen ( Orudis )

• Anti nyeri narkotika

• Hip dislokasi uji klinis

Dislokasi panggul ada 3 macam, yaitu dislokasi panggul posterior, dislokasi panggul

anterior, dan dislokasi panggul central.

a. Dislokasi panggul posterior

Dislokasi posterior hip joint biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis

longitudinal pada femur saat femur dala keadaan fleksi 90o dan sedikit adduksi.

Pemeriksaan pada penderita dislokasi posterior hip joint akan menunjukkan tanda yang

abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi

24

Page 25: Dislokasi

dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior

asetabulum. Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik

extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena

kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim

pada kasus dislokasi hip joint. Dislokasi panggul posterior biasa disebabkan oleh trauma. Ini

terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan fleksi 90o dan sedikit

adduksi.

Gejala klinis

Pemeriksaan pada penderita dislokasi panggul posterior akan menunjukkan tanda yang

abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal

rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian

posterior asetabulum.

Gambar 15. Dislokasi panggul posterior

Mekanisme trauma pada dislokasi posterior karena kaput femur dipaksa keluar ke belakang

asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul

dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya tejadi karena kecelakaan lalu lintas dimana

lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada di bagian depan

lutut. Kelainan ini juga dapat juga terjadi sewaktu mengendarai motor. 50% persen dislokasi

disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau besar.3

25

Page 26: Dislokasi

Terdapat klasifikasi menurut Thompson Epstein (1973) yang penting untuk rencana pengobatan:

Tipe I : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil.

Tipe II : dislokasi dengan fragmen tulang yang besar pada bagian posterior asetabulum.

Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir asetabulum yang komunitif.

Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum.

Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur.

Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah dilakukan : kaki pendek, adduksi, rotasi internal

dan sedikit fleksi. Tetapi kalau salah satu tulang panjang mengalami fraktur, biasanya femur,

cedera panggul dengan mudah dapat terlewat. Pedoman yang terbaik adalah memotret pelvis

dengan sinar X pada tiap kasus cedera yang berat, dan pada fraktur femur, pemeriksaan sinar X

harus mencakup panggul. Tungkai bawah harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-

tanda cedera saraf ischiadikus. Pada foto anteroposterior kaput femoris terlihat di luar

mangkuknya dan di atas asetabulum. Segmen atap asetabular atau kaput femoris mungkin telah

patah dan bergeser; foto oblik berguna untuk menunjukkan ukuran fragmen itu. Kalau fraktur

ditemukan, fragmen tulang yang lain (yang mungkin perlu dibuang) harus dicurigai. CT scan

adalah cara terbaik untuk menunjukkan fraktur asetabulum atau setiap fragmen tulang. Keadaan

dislokasi panggul merupakan tindakan darurat karena reposisi yang dilaksanakan segera

mungkin dapat mencegah nekrosis avaskuler kaput femur. Makin lambat reposisi dilaksanakan

makin tinggi kejadian nekrosis avaskuler. Reposisi tertutup dilakukan dengan pembiusan umum

menurut beberapa cara : metode Bigelow, metode Stimson, dan metode Allis. Metode Allis

merupakan metode yang lebih mudah.

Pemeriksaan

Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik

extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena

kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim

26

Page 27: Dislokasi

pada kasus dislokasi panggul. Pemeriksaan penunjang dengan pembuatan X – ray foto,

umumnya dengan proyeksi AP.

Gambar 16. X – ray foto dislokasi panggul posterior

Penatalaksanaan

Terapi untuk mengembalikan keadaan ini ada dua cara :

1. Metode Allis : penderita dalam posisi terlentang di lantai, pembantu menahan

panggul dan menekannya. Ahli bedah melakukan fleksi pada lutut sebesar 900

dan tungkai diadduksi ringan dan rotasi medial. Lengan bawah ditempatkan

dibawah lutut dan dilakukan traksi vertikal dan kaput femur diangkat dari

bagian posterior asetabulum. Panggul dan lutut diekstensikan secara hati-hati.

Syarat terpenting dalam melakukan reposisi adalah sesegera mungkin dan

dilakukan dengan pembiusan umum disertai relaksasi yang cukup. Pada tipe II

setelah reposisi maka fragmen yang besar difiksasi dengan screw secara

operasi. Pada tipe III biasanya dilakukan reduksi tertutup dan apabila ada

fragmen yang terjebak dalam asetabulum dikeluarkan melalui tindakan operasi.

Tipe IV dan V juga dilakukan reduksi secara tertutup dan apabila bagian

fragmen yang lepas tidak tereposisi maka harus direposisi dengan operasi.

Pasca reposisi dilakukan traksi kulit selama 4-6 minggu, setelah itu tidak

menginjakkan kaki dengan jalan mempergunakan tongkat selama 3 bulan.

27

Page 28: Dislokasi

2. The Bigelow Maneuver : Tempatkan penderita di lantai (telentang). Amati (dislokasi) secara

cermat dan suruh seorang asisten mendorongnya ke anterosuperior pada SIAS. Fleksikan

lutut penderita dan panggulnya, dan rotasikan tungkainya pada posisi netral. Tarik

tungkainya ke atas secara terus-menerus dengan lembut. Saat masih dilakukan traksi

(penarikan) sesuai arah femur, rendahkan tungkainya ke lantai. Reduksi biasanya jelas

dirasakan tetapi perlu didukung dengan sinar-X. Jika metode tersebut gagal mereduksi

dislokasi, minta asisten meneruskan penekanan secara kuat pada SIAS. Dengan lutut

sebagian difleksikan, tarik tungkai sesuai dengan deformitas. Fleksikan panggul perlahan

hingga 90o dan rotasikan secara lembut ke internal dan eksternal untuk melepaskan kaput

dari struktur-struktur yang menahannya. Kembalikan kaput pada tempatnya dengan rotasi

interna dan eksterna lebih lanjut, atau rotasi eksterna dan ekstensi. Bila masih terpengaruh

anestesi, periksa lutut, apakah terdapat ruptur ligamentum cruciatum posterior.

.

Gambar 17. The Bigelow Maneuver

28

Page 29: Dislokasi

2. Segera setelah penderita dianestesi, tempatkan ia dengan wajah menghadap ke meja, sehingga

paha yang cedera terkatung ke bawah dengan lututnya pada 90o dan kakinya bersandar pada

lutut anda. Suruh seorang asisten memegang paha yang normal secara horizontal, agar pelvis

tidak menjadi miring. Tekan terus menerus ke arah bawah pada lutut yang difleksikan hingga

otot-ototnya berelaksas dan kaput femoris dapat masuk ke asetabulum. Jika perlu goyangkan

lututnya.

Jika metode ini gagal, rujuk untuk dilakukan reduksi terbuka.

Uji stabilitas, saat penderita masih diberi anestesi, fleksikan panggulnya sampai 90o dan lakukan

pemeriksaan apakah kaput femoris mudah keluar dari asetabulum dari arah posterior ataukah

tetap pada tempatnya. Jika dapat tergelincir dengan mudah, diduga ada fraktur pada tepi

posterior asetabulum.

Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut, dengan:

1. Jika reduksi stabil, pelaksanaan bergantung pada pergerakannya, apakah menimbulkan sakit

atau tidak. Jika tidak menimbulkan rasa sakit, maka tidak diperlukan traksi, karena itu lakukan

pergerakan aktif di tempat tdur dan setelah 10 hari penderita diberi tongkat ketiak dengan

menahan beban berat parsial. Jika pergerakan menimbulkan nyeri, lakukan traksi ekstensi hingga

nyeri hilang, lalu berdirikan dengan tongkat ketiak, dilanjutkan dengan menahan beban berat

parsial sampai penuh.

2. Jika reduksi tidak stabil, sehingga kaput femur keluar dari asetabulum, maka lakukan

pemeriksaan sinar-X. Jika hasilnya menunjukkan satu potongan tulang besar patah dari pinggir

asetabulum, maka rujuk untuk perbaikan. Sebaliknya, lakukan traksi ekstensi dengan pen tibia.

Jika reduksi dapat dikontrol, lanjutkan untuk menggunakan sekurang-kurangnya 6 minggu.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi panggul posterior, yaitu

• Lesi n. Ischiadicus

• Nekrosis avaskuler terjadi 1 -2 tahun pasca trauma

• Artrosis degeneratif

29

Page 30: Dislokasi

Komplikasi dapat berupa komplikasi dini yaitu kerusakan nervus skiatik, kerusakan pada

kaput femur, kerusakan pada pembuluh darah, dan fraktur diafisis femur. Komplikasi lanjut

dapat berupa nekrosis avaskuler, miositis osifikans, osteoartritis.

.

b. Dislokasi panggul anterior

Pada cedera ini pederita biasanya terjatuh dari suatu tempat tinggi dan menggeserkan

kaput femur di depan asetabulum. Pemeriksaan dislokasi anterior, kaki dibaringkan eksorotasi

dan seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita

tidak dapat bergerak fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas

berada di depan triangle femur. (3,7)

Gejala klinis dan Pemeriksaan

Pemeriksaan dislokasi panggul anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan seringkali agak

fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak dapat bergerak

fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di depan triangle

femur. (3,7)

Penatalaksanaan

Terapi dilakukan dengan membaringkan penderita di lantai, dan lakukan anestasi seperti

pada penanganan dislokasi panggul posterior. Dengan melakukan pengamatan secara cermat,

suruh seorang asisten menarik pelvisnya dengan kuat sepanjang manuver pada SIAS. Pegang

tungkai penderita dan bengkokkan panggul dan lutut sampai 90o. Rotasikan tungkainya ke posisi

netral. Hal ini akan mengubah dislokasi panggul anterior menjadi posterior. Tarik tungkai

penderita terus menerus ke atas agar dapat mengangkat kaput femur ke dalam asetabulum. (3,7,8)

Jika panggul tidak dapat direduksi, turukan tungkainya ke lantai ketika sedang

mempertahankan reduksi. Jika panggul masih tidak dapat direduksi, maka gunakan traksi sesuai

dengan arah deformitas (fleksi dan adduksi). Saat mempertahankan traksi, angkat tungkainya

pada posisi vertikal agar dapat membawa kaput femur pada tepi anterior asetabulum. Sekarang,

dengan masih mempertahankan traksi, rotasikan tungkai ke internal dan turunkan pahanya

menjadi posisi yang diekstensikan. Jika panggul masih tidak dapat direduksikan, suruh seorang

30

Page 31: Dislokasi

asisten terus memegang pelvis dengan kuat. Suruh asisten kedua berdiri di depannya dan

menarik dengan kuat sesuai dengan arah femur. Abduksikan panggul yang normal dan letakkan

tumit anda tanpa sepatu pada tempat kaput femur yang anda pikirkan. Kemudian tekan ke arah

posterolateral hingga kaput masuk ke dalam socket dengan bunyi debam. Jika gagal, rujuk untuk

dilakukan reduksi terbuka. Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut,

pertahankan penderita di tempat tidur hingga ia dapat mengontrol panggulnya kembali.

Kemudian biarkan ia berdiri dan menahan beban berat. Amati kaput femur terhadap nekrosis

aseptik, sama seperti dislokasi panggul posterior. (3,7,8)

c. Dislokasi panggul central / obturator

Dislokasi obturator ini sangat jarang ditemukan. Dislokasi obturator disebabkan karena

gerakan abduksi yang berlebih (hiper-abduksi) dari panggul yang normal yang disebabkan

karena trokantor mayor bergerak berlawanan dengan pelvis untuk mengungkit kaput femur

keluar dari asetabulum.

Gejala Klinis dan pemeriksaan

Panggul akan sangat terlihat dalam posisi abduksi dan tidak dapat dibawa ke posisi

normal tanpa penyesuaian dari pelvis. Kelainan saraf sangat jarang terlihat pada kasus seperti ini.(3,7)

Penatalaksanaan

Terapi pada dislokasi obturator, yang terjadi akibat sobeknya capsul inferior, adalah

sangat memungkinkan untuk mengubah dislokasi ini menjadi dislokasi panggul anterior maupun

posterior, dan kemudian dapat direduksi dengan cara yang tepat. Bagaimanapun juga traksi

abduksi pada tungkai dengan traksi yang berlawanan dengan pelvis sangat diperlukan. Berikan

tekanan kuat, lalu letakkan pada sisi medial kaput femur dengan melakukan sedikit gerakan

internal dan eksternal rotasi. Adduksikan ke posisi normal. Selama kaput femur yang mengalami

dislokasi tidak bergerak ke arah yang dapat mengganggu suplay darah, penderita dapat mulai

berjalan dengan tongkat ketiak tanpa beban pada tungkainya setelah beristirahat di tempat tidur

selama beberapa hari. Penderita harus berjalan dengan tongkat ketiak selama 6 minggu dan

31

Page 32: Dislokasi

melakukan pemeriksaan dengan sinar-X dengan interval 2 sampai 3 bulan untuk tahun pertama

dan 6 bulan untuk tahun kedua. Kemungkinan terjadi avascular necrosis sangat kecil karena arah

dislokasi ini. (3,7)

Dislokasi Hip bawaan

Beberapa anak lahir dengan masalah yang disebut dislokasi pinggul bawaan pinggul

(displasia). Kondisi ini biasanya didiagnosis segera setelah bayi lahir. Sebagian besar waktu, hal

itu mempengaruhi hip kiri dalam kelahiran anak pertama, perempuan, dan bayi yang lahir dalam

posisi sungsang. (3,6)

Gambar 18. dislokasi hip kongenital

Anatomi

Dalam dislokasi pinggul, bola pada bagian atas tulang paha (femoralis kepala) tidak

duduk aman di soket (acetabulum) dari sendi pinggul. Sekitarnya ligamen juga dapat lepas dan

meregang. Bola dapat lepas dalam soket atau benar-benar luar itu. (3,6)

32

Page 33: Dislokasi

Penyebab

Penyebab masalah ini masih belum diketahui. (3,6)

Gejala

Pada dislokasi bawaan, tanda awal mungkin "mengklik" suara saat kaki bayi yang baru

lahir didorong terpisah. Jika kondisi itu terus terdeteksi pada tahap bayi, akhirnya kaki yang

terkena akan tampak lebih pendek dari yang lain, kulit di lipatan paha akan muncul tidak merata,

dan anak akan memiliki fleksibilitas lebih pada sisi yang terkena. Ketika ia mulai berjalan, ia

mungkin akan lemas, berjalan kaki, atau "goyangan" seperti bebek. (3,6)

Diagnosa

Pemeriksaan fisik dengan teliti bayi yang baru lahir biasanya mendeteksi dislokasi hip. Pada bayi

yang lebih tua dan anak-anak, hip-sinar x dapat mengkonfirmasikan diagnosis.(3,6)

Pengobatan

Pengobatan dislokasi tergantung pada usia anak. Dalam atau sangat muda bayi baru lahir,

misalnya, perangkat lunak disebut posisi memanfaatkan Pavlik akan menjaga tulang pinggul

dalam soket dan merangsang pengembangan pinggul normal. Jika metode tidak bekerja, tulang

pinggul sering dapat mendorong kembali ke tempatnya pada anak berumur 6 bulan sampai 2

tahun. Prosedur, disebut reduksi tertutup, dilakukan di bawah anestesi. Jika reduksi tertutup

gagal untuk memperbaiki masalah, operasi terbuka untuk reposisi hip mungkin diperlukan.

Setelah anak adalah lebih dari 2 tahun, ditutup. Mengikuti baik atau membuka prosedur tertutup,

anak akan memakai cor dan / atau kawat gigi selama beberapa bulan. Ini akan membantu

menjaga tulang pinggul di soket sementara menyembuhkan. Anak-anak sangat mungkin

mengalami penundaan sebelum berjalan karena para pemain. Meskipun perbedaan panjang kaki

33

Page 34: Dislokasi

mungkin tetap, pengobatan awal pinggul bawaan dislokasi hip joint dapat mempromosikan

fungsi normal dan akhirnya izin gaya hidup aktif. (3,6)

V. Dislokasi Sendi Lutut

Dislokasi pada sendi lutut biasanya terjadi pada trauma yang berat ,yang langsung

mengenai sendi lutut. Subluksasio dapat terjadi secara sekunder pada penyakit degeneratif

ataupun pada penyakit infeksi yang sudah berlangsung cukup lama. Tulang tibia dapat menjadi

dislokasi ke ventral , dorsal ataupun ke setiap sisi . Dapat juga terjadi rotasi yang abnormal pada

femur. Mekanisme terjadinya dislokasi pada sendi lutut biasanya melalui hiperekstensi dan torsi

pada sendi lutut. Dislokasi akut pada sendi lutut sering disertai dengan kerusakan pada pembuluh

darah ataupun persarafan pada popliteal space. Gambaran klinis dijumpai adanya trauma pada

daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan hamartrosis serta deformitas.

Pengobatan, tindakan reposisi dengan pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan

dilakukan aspirasi hemartrosis dan setelahnya dipasang bidai gips posisi 10o-l5o selama 1 minggu

kemudian dipasang gips sirkuler d iatas lutut selama 7-8 minggu, bila ternyata lutut tetap tak

stabil (varus ataupun valgus) maka harus dilakukan operasi untuk erbaikan pada ligamen.

34

Page 35: Dislokasi

35

Page 36: Dislokasi

BAB III

KESIMPULAN

KESIMPULAN

Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi

berhubungan secara anatomis.

Diagnosa dislokasi dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

radiologis.

Dalam menghadapi kasus dislokasi, kita harus mengetahui macam dislokasi, komplikasi, dan

penanganannya.

Ada beberapa macam terapi untuk menangani kasus dislokasi, hal ini disesuaikan dengan

indikasi dari terapinya.

SARAN

Sebagai tenaga medis, kita harus bisa memahami kasus dislokasi karena hal ini bisa terjadi.

Pemahaman yang dimaksud mulai dari macam dislokasi, cara mendiagnosa dislokasi,

komplikasi, serta terapi yang ada.

36

Page 37: Dislokasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta

2. Cole, Warren H and Zollinger Robert M. Textbook of Surgery, Ninth Edition. New York:

Meredith Corporation.

3. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal

System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins.

4. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta:

PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).

5. Reksoprojo, S.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara. Jakarta

6. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku

Kedoktern EGC. Jakarta

7. Appley A Graham & Salomon Louis, 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem, Edisi

ketujuh, cetakan pertama. Jakarta : Widya Medika.

8. Greene, Walter B, Netter’s Orthopaedics, North Carolina,

9. Weinsterin Stuart L, Turek’s Orthopaedics, Lippincot Wililiams & Wilkins.

10.Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill,

Information Services Company.

37