Referat Dislokasi Sendi
-
Upload
uchiha-itachi -
Category
Documents
-
view
243 -
download
20
description
Transcript of Referat Dislokasi Sendi
Dislokasi
Dislokasi sendi / luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang
membentuk persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi dapat berupa lepas
komplit atau parsial (inkomplit), bila ligamen atau kapsul sendi tidak sembuh dengan
baik, luksasio mudah terulang kembali (luksasio habitualis). Dislokasi dapat
disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena
sejak lahir (kongenital). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
Cidera pada sendi dapat mengenai bagian permukaan tulang yang membuat
persendian dan tulang rawan, ligamen dan kapsul sendinya rusak. Darah dapat
berkumpul di dalam simpai sendi yang disebut hemartrosis.
Gambar 1. Hemartrosis
Bila tulang rawan saja yang cidera (misalnya sendi lutut yang memiliki
meniskus) dapat menimbulkan gejala klinis tertentu seperti sendi yang terkunci
(locking) atau timbul suara “klik” bergantung jenis lesinya. Dislokasi harus ditangani
segera karena penundaan dapat menyebabkan nekrosis avaskular tulang persendian
serta kekakuan sendi.
Nekrosis avaskular terjadi akibat kurangnya aliran darah ke jaringan tulang
(iskemia). Pembuluh darah di jaringan tulang tidak dapat berekspansi akibat
dikelilingi oleh jaringan yang keras, akibatnya, inflamasi (udema) atau hemoragik
dapat dengan mudah menyebabkan iskemia. Empat hal yang dapat menyebabkan
iskemia adalah hilangnya kontinuitas pembuluh darah, stasis vena, trombosis dan
pembengkakan sumsum tulang sehingga terjadi kompresi kapiler. Pada dislokasi,
iskemia terjadi akibat kombinasi beberapa faktor diatas.
Gambar 2. Nekrosis Avaskular
Dalam fase syok lokal (5-20 menit setelah kejadian) terjadi relaksasi otot
sekitar sendi dan rasa baal (hipestesia). Karena itu reposisi dapat dilakukan tanpa
narkosis. Setelah fase ini terlewati, reposisi harus dilakukan dengan menggunakan
anestesi. Prinsip reposisi tertutup adalah melakukan gerakan yang berlawanan
dengan gaya trauma, kontraksi atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan
dengan kekerasan. Anestesi diberikan agar tidak terasa nyeri dan merelaksasi spasme
otot. Bila reposisi tidak berhasil, mungkin telah terjadi ruptur simpai sendi atau
interposisi fragmen tulang. Lakukan pemeriksaan rontgen agar keadaan sendi terlihat
jelas dan reposisi dilakukan secara pembedahan. Mobilisasi segera dilakukan setelah
waktu penyembuhan jaringan lunak selesai (2-3 minggu setelah cidera).
Gambar 3. Dislokasi Sendi
Dislokasi bahu
Pada regio bahu terdapat beberapa tulang dan sendi yang saling berhubungan
dan saling mempengaruhi yaitu sendi sternoklavikular, akromioklavikular dan
glenohumeral.
Gambar 4. Sistem Muskuloskeletal pada Bahu
Dislokasi Sendi Sternoklavikular
Dislokasi sternoklavikular jarang terjadi, terjadi bila ada trauma
langsung yang mendorong klavikula ke arah dorsal yang mengakibatkan
dislokasi posterior atau retrosternal, tumbukan pada depan bahu sehingga
klavikula bagian medial terdorong ke depan dan sendi sternoklavikular
terlepas ke anterior. Penatalaksanaan konservatif dengan reposisi dan
imobilisasi yang bila gagal dapat dilakukan operasi. Latihan otot agar tidak
hipotrofi dan latihan gerakan untuk mencegah kekakuan bahu.
Dislokasi Sendi Akromioklavikular
Kekuatan sendi ini terutama ditopang oleh simpai sendi dan ligamen
korakoklavikular. Dislokasi sendi tanpa disertai ruptur ligamen
korakoklavikular biasanya tidak menyebabkan dislokasi fragmen distal ke
kranial dan dapat diterapi secara konservatif dengan mitela serta latihan otot
bahu. Bila terdapat robekan atau reposisi tidak berhasil, dilakukan
pembedahan reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna. Latihan
diperlukan untuk mencegah kekakuan bahu (frozen shoulder). Frozen
shoulder merupakan penyulit luksasio sendi bahu, cidera klavikula, cedera
sendi akromioklavikula, kelainan bursa subakromion dan kelainan tendo otot-
otot sendi bahu.
Dislokasi Sendi Glenohumeral
Stabilitas sendi bahu ditentukan oleh simpai sendi dan otot
disekitarnya karena kavitas artikular bahu dangkal. Karena itu sering terjadi
dislokasi akibat trauma. Berdasarkan lokasi kaput humeri terhadap prosesus
glenoidalis, dislokasi biasanya terjadi kearah anterior. Pada dislokasi inferior,
kaput humerus terperangkap dibawah kavitas glenoid sehingga lengan
terkunci pada posisi abduksi (luksasio erekta). Dislokasi anterior terjadi
karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi eksterna dan ekstensi
sendi bahu.
Gambar 5. Ligamen daerah Bahu (tampak depan)
Kaput humerus terdorong ke depan sehingga menyebabkan avulsi
simpai sendi dan kartilago serta periosteum labrum genoidale bagian anterior.
Penderita merasa bahunya keluar dari sendi dan tidak mampu menggerakan
lengannya, posisi penderita miring ke arah yang sakit. Ada 2 tanda khas yaitu
sumbu humerus tidak menunjuk ke arah bahu dan kontur bahu berubah
karena daerah di bawah akromion kosong. Pada pemeriksaan fisik terlihat
daerah deltoid menjadi rata mirip bentuk segi empat karena kaput humerus
bergeser ke anteromedial dan berada di daerah subkorakoid atau subglenoid.
Gambar 7. Manuver Stimson
Keadaan ini membutuhkan reposisi segera dengan cara gravitasi
menurut Stimson yang mudah dan tanpa anestesi. Penderita diminta tidur
telungkup dan ekstremitas yang sakit dibiarkan menggantung di tepi meja
lalu ikatkan beban 2 kg pada pergelangan tangan. Bila dalam waktu 10-15
menit belum terjadi reposisi spontan, diperlukan reposisi Hippocrates yang
membutuhkan anestesi umum. Lengan penderita ditarik kearah distal
punggung dengan sedikit abduksi, sementara kaki operator diketiak pasien
untuk mengungkit kaput humerus ke arah lateral dan posterior. Setelah
reposisi bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke
dada selama paling sedikit tiga minggu.
Komplikasi dislokasi anterior adalah dislokasi kambuhan (luksasio
habitualis), lesi pleksus brakialis dan nervus aksilaris dan interposisi tendo
bisep kaput longum. Luksasio habitualis dapat terjadi bila imobilisasi kurang
dari tiga minggu sehingga bagian depan sendi bahu mungkin menjadi longgar
karena kurangnya waktu bagi penyembuhan avulsi simpai dan bagian depan
labrum gleniodale. Dislokasi kambuhan umumnya memerlukan tindakan
operasi rekonstruktif pada struktur penyangga anterior.
Dislokasi Sendi Panggul Traumatik
Sendi panggul dapat terdislokasi ke posterior atau anterior dengan atau tanpa
fraktur pinggir asetabulum. Dapat pula terjadi dislokasi sentral dengan fraktur
asetabulum. Asetabulum merupakan mangkuk yang agak dalam dengan bibir dorsal
dan ventral serta atap agak tinggi sehingga dapat patah sewaktu kapur femur
dikeluarkan paksa. Dislokasi posterior terjadi akibat trauma panggul pada posisi
fleksi dan adduksi. Pada posisi ini tekanan disalurkan melalui lutut sepanjang femur
misalnya trauma dengan benturan panel depan mobil (dashboard) akibat tabrakan
dari arah frontal atau jatuh dari ketinggian dengan lutut fleksi. Tekanan ini membuat
kaput femur bergerak ke posterior melewati bibir belakang asetabulum dan terjadi
dislokasi posterior. Femur yang terkena berada dalam posisi fleksi, adduksi, dan
rotasi interna dengan tungkai tampak lebih pendek. Biasanya disertai spasme otot
sekitar panggul. Kaput femur terletak di kraniodorsal asetabulum.
Gambar 9. Gambaran Rontgen Dislokasi Panggul
Penanganan dislokasi merupakan tindakan darurat karena reposisi segera
dapat mencegah nekrosis avaskular kaput femur. Reposisi tertutup dilakukan dengan
tarikan ke ventral dan kaudal tungkai dalam posisi fleksi dan rotasi eksterna. Tarikan
dapat dibuat oleh berat kaki sendiri dengan meletakkan penderita tengkurap di sisi
tempat tidurnya. Relaksasi otot dan berat kaki ke arah ventral secara perlahan dapat
mereduksi dislokasi. Pasca reposisi, penderita diistirahatkan dalam traksi selama 6-8
minggu untuk mengurangi tekanan kaput femur. Setelah itu, penderita tidak boleh
menumpu berat badan selama 6-8 minggu.
Gambar 10. Reduksi Panggul
Pada fraktur dislokasi, pecahan bibir posterior asetabulum dapat mengganggu
n.iskiadikus. Bila fragmennya kecil biasanya reposisi tertutup dapat berhasil. Bila
fraktur dislokasi disertai gangguan nervus iskiadikus, pelvis harus dieksplorasi dan
fragmen dikembalikan dan disekrup. Selain lesi n.iskiadikus yang terjadi saat trauma
dan nekrosis avaskular yang terjadi 1-2 tahun pasca trauma, komplikasi lain pada
dislokasi posterior adalah artrosis degeneratif yang timbul bertahun-tahun pasca
trauma.
Luksasio panggul sentral sebenarnya merupakan fraktur dislokasi sentral
akibat trauma berat pada daerah lateral panggul, biasanya berupa fraktur kominutif
seluruh asetabulum akibat desakan kaput femur yang masuk ke dalam pelvis.
Penanganannya adalah traksi longitudinal dengan pemasangan pin diujung bawah
femur dan traksi lateral melalui pin pada trokanter mayor yang dipertahankan selama
8 minggu. Bila pecahnya asetabulum tidak berat, reposisi terbuka dan fiksasi interna
dapat dilakukan namun bila terjadi fraktur kominutif yang tidak dapat direposisi
stabil, fraktur dislokasi sentral dapat dibiarkan.
Gambar 11. Fiksasi Sendi Panggul
Dislokasi Lutut dan Pergelangan Kaki
Ruda paksa berat pada lutut dapat merobek keempat ligamen utama, yaitu
dua ligamen kolateral dan dua ligamen krusiatum dan menyebabkan dislokasi sendi.
Tidak jarang terjadi obstruksi a.poplitea karena terlipat atau tertekan. Komplikasi
terberat dari cidera lutut adalah cidera a.poplitea yang mengakibatkan gangguan
vaskularisasi di daerah distal dan cedera n.peroneus.
Penanganan melalui reposisi dan pembedahan untuk eksplorasi kerusakan
arteri dan memperbaiki ligamen yang rusak. Bila tidak ada penyulit, tungkai dapat di
imobilisasi dalam gips selama tiga sampai empat minggu.
Fraktur dan Dislokasi Patela
Patela merupakan tulang sesamoid besar yang melekat erat pada
perpanjangan otot kuadriseps. Cidera patela dapat disebabkan oleh cidera langsung
maupun tidak langsung. Cidera langsung biasanya menyebabkan fraktur kominutif
sedangkan cidera tidak langsung hanya menimbulkan garis fraktur. Kontraksi otot
kuadriseps yang kuat secara tiba-tiba dengan lutut pada posisi fleksi dapat
menyebabkan robekan transversal pada kuadriseps atau fraktur avulsi patela
transversal.
Gambar 12.
Ligamen Lutut
Secara klinis, pasien tidak mampu melakukan ekstensi lutut secara aktif,
disertai hemartrosis karena fraktur patela merupakan kerusakan intra artikuler.
Fraktur patela ditangani dengan ORIF, fiksasi interna menggunakan benang kawat
yang melingkari patela dikombinasi dengan kawat berbentuk angka delapan. Pasca
bedah dapat dilakukan mobilisasi segera namun fleksi maksimal harus dihindari
hingga minggu ke 10. Bila hemartrosis besar (fraktur patela kominutif akibat cidera
langsung), dilakukan aspirasi hemartrosis diikuti pemakaian gips silindris.
Dislokasi patela dapat terjadi karena gerakan lutut yang kurang terkoordinasi
sehingga patela terletak disebelah lateral lutut. Lutut terkunci pada posisi fleksi dan
penderita sangat kesakitan. Diagnosis dapat dibuat berdasarkan kontur lutut. Reposisi
dapat berhasil bila lutut diluruskan secara perlahan lalu patela didorong ke medial
secara halus. Bila m.kuadriseps medial terputus, imobilisasi tungkai dengan gips
selama 2 minggu.
Gambar 13. Dislokasi Patela
Distorsi Pergelangan Kaki
Distorsi pada ligamen lateral terjadi jika kaki mengalami gerakan inversi
yang dipaksakan melalui sendi subtalar dan adduksi yang dipaksakan melalui sendi
pergelangan kaki, misalnya terjatuh pada posisi inversi. Hal ini menyebabkan
ligamen lateral teregang hebat dan robek. Secara klinis, pasien merasakan nyeri,
nyeri tekan dan pembengkakan bagian inferior dan anterior maleolus lateralis.
Pemeriksaan radiologis dibutuhkan untuk membedakan distorsi dengan fraktur fibula
yang tidak bergeser dan menentukan adanya robekan lateral. Robekan diketahui
dengan membuat foto dengan kaki diinversikan (foto dengan beban inversi). Koreksi
distorsi dilakukan dengan pemasangan pembalut elastis selama 3 minggu.
Gambar 14. Anatomi Sistem Muskuloskeletal Talus
Gambar 15. Jenis Cidera Pergelangan Kaki
Gambar 16. Dislokasi Pergelangan kaki Gambar 17. Reposisi
Referensi
Browner BD, Jupiter JB, Levine Am, Trafton PG, Krettek C., eds. Skeletal Trauma.
4th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2008.
Chapman MW. Fracture healing and closed treatment of fractures and dislocation
3rd ed. Philadelphia, Pa: Lippincott, Williams & Wilkins: 2000:chap 10.
Sjamsuhidajat, dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 3. EGC : Jakarta. Hlm 959-
1083
Solomon L, Warwick D, Nayagam. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures 9th edition. HordderArnold : London