Diskusi Topik Gangguan Disosiatif

download Diskusi Topik Gangguan Disosiatif

of 15

Transcript of Diskusi Topik Gangguan Disosiatif

MAKALAH DISKUSI TOPIK

GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI)

Disusun oleh:

NUR RAHMAT WIBOWO I11106029 KELOMPOK: VIII

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS TANJUNGPURA1

RUMAH SAKIT KHUSUS PROVINSI PONTIANAK 2010

BAB I PENDAHULUANDisosiasi adalah terpecahnya aktivitas mental yang spesifik dari sisa kesadaran normal, seperti terpecahnya pikiran atau perasaan dari perilaku (misal, ketika kita bosan mengikuti kuliah, kita melamun dan ketika kuliah usai ternyata catatan kuliah tetap lengkap-tanpa menyadari bahwa kita telah melakukan hal itu). Disosiasi minor merupakan fenomena yang lazim terjadi. Gangguan disosiatif menunjukkan disosiasi berat yang mengakibatkan timbulnya gejala-gejala yang berbeda dan bermakna dan mengganggu fungsi seseorang. Gangguan tersebut cukup lazim terjadi, khususnya timbul pada orang yang masa kanak-kanaknya mengalami kekerasan fisik atau seksual dan sering timbul dalam bentuk komorbiditas dengan depresi mayor, gangguan somatisasi, gangguan stress pasca trauma, penyalahgunaan zat, gangguan kepribadian ambang, gangguan konduksi dan gangguan kepribadian antisosial. Hal yang paling umum terlihat pada gangguan disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian/seluruh) dari integrasi normal antara : ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan dan kendali terhadap gerakan tubuh. Onset dan berakhirnya keadaan disosiatif sering kali berlangsung mendadak akan tetapi jarang sekali dapat dilihat kecuali dalam interkasi atau prosedur teknikteknik tertentu seperti hIpnosis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-inderaan-an segera (awareness of identity and immediate sensations) serta control terhadap gerak tubuh. Dalam penegakan diagnosis gangguan Disosiatif harus ada gangguan yang menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang. 2.2 Epidemiologi Gangguan Disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Tetapi juga Gangguan Disosiatif ini tidak jarang ada dalam kasus-kasus psikiatri. Prevelensinya hanya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi.Dalam beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang

3

tajam dalam kasus-kasus gangguan disosiatif yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan menghindari kesalahan diagnosis antara DID, schizophrenia atau gangguan personal. Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan disosiatif ini sangat mudah dihipnotis dan sangat sensitive terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,namun tak cukup banyak referensi yang membetulkan pernyataan tersebut. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan disosiatif ini mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan Disosiasi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.

2.3 Etiologi Gangguan Disosiatif belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anakanak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan disosiatif ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan disosiatif. Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa : Kepribadian yang Labil : Pelecehan seksual Pelecehan fisik

Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai ) Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu terjadi pada orang lain.

2.3 Tanda dan Gejala Pada Gangguan disosiatif, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari kehari atau bahkan jam ke jam. Gejala umum untuk seluruh tipe gangguan disosiatif, meliputi : Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan, Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi) Identitas yang buram Depersonalisasi 2.4 Faktor Resiko Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun emosional semasa kecil sangat berisko besar mengalami gangguan disosiatif. Anak-ana dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian yang traumatic, semisalnya perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis yang infasif juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan disosiatif ini. 2.5 Pedoman Diagnosis dan Klasifikasi Gangguan Disosiatif Gangguan disosiatif dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa pengolongan yaitu : F444.0 Amnesia Disosiatif F.44.1 Fugue Disosiatif F.44.2 Stupor Disosiatif F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan F44.4-F44.7 Gangguan Disosiatif dari gerakan dan Penginderaan

5

F44.4 Gangguan motorik Disosiatif F.44.5 Konvulsi Dsosiatif F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif F44.7 Gangguan Disosiatif campuran F44.8 Gangguan Disosiatif lainnya F44.9 Gangguan disosiatif YTT

Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada : 1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang tercantum pada F44. 2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala tersebut. 3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang jelas dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu (meskipun disangkal pasien). a. F444.0 Amnesia Disosiatif Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenal kejadian penting yang baru tertjadi yang bukan disebabkan karena gangguan mental ogranik atau terlalu luas duntuk dijelaskan. Pada Amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang spesifik

saja dan tidak bersifat umum.Informasi yang dilupakan biasanya tentang peristiwa yang menegangkan atau traumatik, dalam kehidupan seseorang. Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasiumum adalah utuh Diagnostik pasti memerlukan : 1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai kedian baru yang bersifat stress atau traumatic. 2. Tidak ada gangguan otak egmency b. F44.1 Fugue Disosiatif Memilih semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku melakukan perjalanan meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita mungkin menggunakan identitas baru. Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas mereka sebelumnya ( nama,keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali, tetapi tidak selalu, mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian ganda yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif. Untuk diagnosis pasti harus ada : 1. Ciri-ciri amnesia disosiatif 2. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu

melampaui jerak yang biasa dilakukannya sehari-hari. 3. Tetap memepertahankan kemampuan mengurus diri

7

yang

mendasar

dan

melakukan

interaksi

sosial

sederhana dengan orang yang belum dikenalnya. c. F.44.2 Stupor Disosiatif Perilaku individu memenuhi criteria untuk stupor, akan tetapi dari pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada gangguan-gangguan disosiatif lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial atau interpersonal yang menonjol. Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan gerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan ( sedangkan kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang ). Untuk diagnosis pasti harus ada : 1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi. 2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut. 3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress. d. F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya

kehilangan sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat. Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau psikosis akut disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multiple tidak boleh dimasukkan dalam kelompok ini. e. F44.4-F44.7 Gangguan Disosiatif dari gerakan dan Penginderaan

Di dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan ataupun kehilangan pengideraan . oleh sebab itu pasien biasanya mengeluh tentang adanya penyakit fisik, meskipun tidak ada kelainan fisik yang dapat ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu. Selain itu, penilaian status mental pasien dan situasi sosialnya biasanya menunjukkan bahwa ketidakmampuan akibat kehilangan fungsinya membantu pasien dalam upaya untuk menghindar dari konflik yang kurang menyenangkan atau untuk menunjukkan ketergantungan atau penolakan secara tidak langsung. Diagnosis harus ditegakkan dengan sangat hati-hati apabila terdapat gangguan sistem saraf atau pada individu yang tadinya menunjukkan kemampuan penyesuaian yang baik dengan hubungan keluraga dan sosial yang normal. Untuk diagnosis pasti : 1. Tidak didapat danya tanda kelainan fisik. 2. Harus diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial serta hubungan interpersonal dari pasien, agar memungkinkan menyusun suatu formulasi yang meyakinkan perihal sebab gangguan itu timbul.

F44.4 Gangguan motorik Disosiatif Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak. Pralisis dapat bersifat parsial dengan gerakan yang lemah atau lambat atau total. Berbagai bentuk inkoordinasi dapat terjadi, khusussnya pada kaki dengan akibat cara jalan yang bizarre. Dapat juga terjadi gemetar. F.44.5 Konvulsi Dsosiatif Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan9

tetapi jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan inkontinensia urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan keadaan seperti stupor atau trans. F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang tegas yang menjelskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan kedokterannya. Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas pasien serta kemampuan motoriknya sering kali masih baik. Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengn hilang rasa dan penglihatan. F44.7 Gangguan Disosiatif campuran Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.

f. F44.8 Gangguan Disosiatif lainnya Sindrom ganser Ciri-ciri dari gangguan ini adalah jawaban kira-kira, yang biasanya disertai beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik dan harus dimasukkan di sini. Gangguan kepribadian multiple Ciri utama adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu individu dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing kepribadian tersebut adalah lengkap, dalm arti memiliki ingatan, perilaku dan kesenangan sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan kepribadian pramorbidnya. Gangguan Disosiatif sementara terjadi pada masa kanak dan remaja

Gangguan Disosiatuf lainnya YDT g. F44.9 Gangguan disosiatif YTT

2.6 Komplikasi Orang-orang dengan gangguan disosiatif beresiko besar mengalami komplikasi, yang terdiri dari : Mutilasi diri Gangguan seksual Alkoholisme

Depresi Gangguan saat tidur,mimpi buruk, insomnia atau berjalan sambil tidur Gangguan kecemasan Gangguan makan Sakit kepala berat

2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang

11

dialami. Psikoterapi untuk gangguan disosiasi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif. Penanganan gangguan disosiatif yang lain meliputi : Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi. Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang negative dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan disosiatif ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan disosiatif ini. Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti tiopenal dan natrium amobarbital diberikan secara intravena dan benzodiazepine dapat berguna untuk memulihkan ingtannya yang hilang. Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif. Pengobatan Alternatif Ahli terapi biasanya merekomendasikan menggunakan hypnosis yang biasanya berupa hypnoterapi atau hipnotis sugesti sebagai bagian dari penanganan pada gangguan disosiatif. Hypnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis.

Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti. 2.8 Pencegahan Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan disosiatif. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal.

BAB III KESIMPULANSecara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa

didefinisikan sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-inderaan-an segera (awareness of identity and immediate sensations)13

serta kontrol terhadap gerak tubuh. Gangguan Disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan disosiatif ini mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan Disosiasi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi. Ada beberapa penggolongan dalam gangguan disosiatif, antara lain adalah Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif. Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.

DAFTAR PUSTAKAMansjoer, A. dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Media Aesculapius: Jakarta.

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), Departemen Kesehatan RI., Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. Cetakan Pertama.

Tomb, D. 2004. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta.

15