3. Diskusi Topik

39
BAB I GANGGUAN ANSIETAS A. PENDAHULUAN Gangguan ansietas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang paling sering ditemukan. Pengalaman ansietas memiliki dua komponen, yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis (seperti palpitasi dan berkeringat) serta kesadaran bahwa ia gugup atau ketakutan. Selain pengaruh viseral dan motorik, ansietas juga mempengaruhi pikiran, persepsi, dan pembelajaran. Ansietas cenderung menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya persepsi waktu dan ruang, tetapi juga orang dan arti peristiwa. Distorsi ini dapat mengganggu pada proses pembelajaran dengan menurunkan konsentrasi, mengganggu daya ingat, dan mengganggu kemampuan menghubungkan satu hal dengan hal lain. Edisi revisi keempat Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR) mencantumkan gangguan ansietas berikut ini: gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, agorafobia tanpa riwayat gangguan panik, fobia spesifik dan sosial, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stres pasca trauma, gangguan stres akut, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan ansietas akibat keadaan medis umum, gangguan 1

description

dt

Transcript of 3. Diskusi Topik

Page 1: 3. Diskusi Topik

BAB I

GANGGUAN ANSIETAS

A. PENDAHULUAN

Gangguan ansietas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang

paling sering ditemukan. Pengalaman ansietas memiliki dua komponen, yaitu

kesadaran akan sensasi fisiologis (seperti palpitasi dan berkeringat) serta

kesadaran bahwa ia gugup atau ketakutan. Selain pengaruh viseral dan

motorik, ansietas juga mempengaruhi pikiran, persepsi, dan pembelajaran.

Ansietas cenderung menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak

hanya persepsi waktu dan ruang, tetapi juga orang dan arti peristiwa. Distorsi

ini dapat mengganggu pada proses pembelajaran dengan menurunkan

konsentrasi, mengganggu daya ingat, dan mengganggu kemampuan

menghubungkan satu hal dengan hal lain.

Edisi revisi keempat Diagnostic and Statistical manual of Mental

Disorder (DSM-IV-TR) mencantumkan gangguan ansietas berikut ini:

gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, agorafobia tanpa riwayat

gangguan panik, fobia spesifik dan sosial, gangguan obsesif kompulsif,

gangguan stres pasca trauma, gangguan stres akut, gangguan ansietas

menyeluruh, gangguan ansietas akibat keadaan medis umum, gangguan

ansietas yang diinduksi zat, dan gangguan ansietas yang tidak tergolongkan.

B. GANGGUAN PANIK DAN AGORAFOBIA

B.1. Definisi

Gangguan panik adalah ditandai dengan adanya serangan panik yang

tidak diduga dan spontan. Serangan panik adalah periode kecemasan atau

ketakutan yang kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun)

yang disertai oleh gajala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea.

Gangguan panik sering disertai agorafobia, yaitu rasa takut sendirian di

1

Page 2: 3. Diskusi Topik

2

tempat umum, terutama yang sulit untuk keluar dengan cepat saat terjadi

serangan panik.

B.2. Etiologi

Gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan

biologis di dalam struktur otak dan fungsi otak. Penelitian yang telah

dilakukan menghasilkan hipotesis yang melibatkan disregulasi sistem saraf

perifer dan pusat di dalam patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf

otonom pada beberapa pasien dengan gangguan panik telah dilaporkan

menunjukkan peningkatan tonus simpatetik, beradaptasi secara lambat

terhadap stimuli yang berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap

stimuli yang berlebihan.

Sistem neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin,

serotonin, dan GABA. Keseluruhan data biologis telah menyebabkan suatu

perhatian kepada batang otak, sistem limbik, dan korteks prafrontalis.

Faktor genetik juga dapat menjadi salah satu penyebab dari gangguan

ansietas. Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan panik dapat

diturunkan.

B.3. Epidemiologi

Studi epidemiologi melaporkan angka prevalensi seumur hidup 1,5

sampai 5 persen untuk gangguan panik dan 3 hingga 5,6 persen untuk

serangan panik. Perempuan lebih mudah terkena dua hingga tiga kali

daripada laki-laki walaupun pengabaian diagnosis gangguan panik pada

laki-laki dapat berperan dalam distribusi yang tidak sebenarnya.

Gangguan panik paling lazim muncul pada dewasa muda (rerata usia

25 tahun) tetapi gangguan panik dan agorafobia dapat timbul pada usia

berapapun. Gangguan panik dilaporkan terjadi pada anak dan remaja, serta

diagnosis gangguan ini mungkin kurang terdiagnosis pada kelompok usia

tersebut. Prevalensi seumur hidup agorafobia berkisar antara 0,6 hingga 6

persen.

Page 3: 3. Diskusi Topik

3

B.4. Gambaran Klinis

B.4.a Gangguan Panik

Serangan panik pertama sering kali spontan, walaupun serangan

panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik,

aktifitas seksual, atau trauma emosional sedang. Serangan sering dimulai

dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit.

Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan

ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu

menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien merasa kebingungan dan sulit

memusatkan perhatian.

Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak napas, dan berkeringat.

Pasien seringkali meninggalkan situasi dimana ia berada untuk mencari

bantuan. Serangan biasanya terjadi selama 20 hingga 30 menit dan jarang

terjadi lebih dari 1 jam.

B.4.b Agorafobia

Pasien agorafobia secara kaku menghindari situasi dimana akan sulit

untuk mendapatkan bantuan. Mereka lebih suka disertai teman atau

keluarga di tempat-tempat tertentu seperti jalanan yang sibuk, toko yang

padat, atau ruangan tertutup. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka

mungkin harus ditemani setiap kali keluar rumah.

B.4.c Gejala Penyerta

Gejala depresif seringkali ditemukan pada serangan panik dan

agorafobia, dan pada beberapa pasien dengan gangguan depresif dapat

ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik. Resiko bunuh diri pada

orang dengan gangguan panik dan agorafobia adalah lebih tinggi

dibandingkan dengan orang tanpa gangguan mental.

B.5. Kriteria Diagnostik

B.5.a Serangan Panik

Page 4: 3. Diskusi Topik

4

Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau tidak nyaman, dimana

empat (atau lebih) gejala berikut terjadi secara tiba-tiba dan mencapai

puncaknya dalam 10 menit.

a) Palpitasi, jantung berdebar kuat.

b) Berkeringat.

c) Gemetar atau bergoncang.

d) Rasa napas sesak atau tertahan.

e) Perasaan tercekik.

f) Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman.

g) Mual atau gangguan perut.

h) Perasaan pusing, bergoyang, melayang, atau pingsan.

i) Derealisasi atau depersonalisasi.

j) Ketakutan kehilangan kendali.

k) Rasa takut mati.

l) Parestesia.

m) Menggigil atau perasaan panas.

B.5.b Gangguan Panik

1. Gangguan Panik Tanpa Agorafobia

a) Baik (1) dan (2):

(1) Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan.

(2) Sekurangnya satu serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1

bulan (atau lebih) berikut ini:

(a) Kekhawatiran yang menetap akan terjadi serangan

tambahan.

(b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya

(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan

serangan.

b) Tidak terdapat agorafobia

c) Serangan panik bukan karena efek fisiologis dari zat atau kondisi

medis umum.

Page 5: 3. Diskusi Topik

5

d) Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan

mental lainnya.

2. Gangguan Panik Dengan Agorafobia

a) Baik (1) dan (2):

(1) Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan.

(2) Sekurangnya satu serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1

bulan (atau lebih) berikut ini:

(a) Kekhawatiran yang menetap akan terjadi serangan

tambahan.

(b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya

(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan

serangan.

b) Terdapat agorafobia

c) Serangan panik bukan karena efek fisiologis dari zat atau kondisi

medis umum.

d) Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan

mental lainnya.

B.5.c Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan Panik

a) Adanya agarofobia berhubungan dengan rasa takut mengalami gejala

mirip panik (misalnya pusing atau diare).

b) Tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan panik.

c) Gangguan bukan karena efek fisiologis dari zat atau kondisi medis

umum.

d) Jika ditemukan suatu kondisi medis umum yang berhubungan rasa

takut yang dijelaskan dalam kriteria A jelas melebihi dari apa yang

biasanya berhubungan dengan kondisi.

B.6. Terapi

B.6.a Farmakoterapi

Obat trisiklik dan tetrasiklik seperti clomipramine dengan dosisi 10

mg per hari efektif dalam pengobatan gangguan panik. Inhibitor

Page 6: 3. Diskusi Topik

6

monoamin oksidase seperti phenelzine juga efektif mengatasi gangguan

panik.

Inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI) seperti fluoxetin

dan sertraline dapat pula digunakan sebagai terapi pada gangguan cemas.

Penggunaan benzodiazepin dalam pengobatan gangguan panik adalah

terbatas karena permasalahan tentang ketergantungan, gangguan kognitif,

dan penyalahgunaan.

B.6.b Terapi Kognitif Perilaku

Terapi kognitif perilaku adalah terapi yang efektif untuk gangguan

panik. Terapi kognitif adalah instruksi tentang kepercayaan salah dari

pasien dan informasi tentang serangan panik. Latihan pernapasan

dilakukan karena hiperventilasi yang bersamaan dengan serangan panik

kemungkinan disertai beberapa gejala, seperti rasa pening dan pingsan

sehingga pasien diharapkan dapat mengendalikan pernapasan selama suatu

serangan panik.

C. GANGGUAN ANSIETAS FOBIK

C.1. Definisi

Suatu fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang

menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau

situasi yang ditakuti. Adanya atau diperkirakan adanya situasi fobik

menimbulkan ketegangan parah bagi orang yang terkena. Gangguan ansietas

fobik dapat menyebabkan suatu gangguan pada seseorang untuk dapat

berfungsi di kehidupannya. Disamping agorafobia, Diagnostic and

Statistical manual of Mental Disorder (DSM-IV) mencantumkan dua fobia

lainnya, yaitu fobia sosial dan fobia spesifik.

C.2. Etiologi

Baik fobia spesifik maupun fobia sosial memiliki tipe dan penyebab

tepat dari tipe tersebut kemungkinan berbeda. Perkembangan fobia spesifik

dapat disebabkan dari pemasangan objek atau situasi tertentu dengan emosi

Page 7: 3. Diskusi Topik

7

ketakutan dan panik. Berbagai mekanisme untuk pemasangan tersebut telah

didalilkan. Pada umumnya, suatu kecenderungan tidak spesifik untuk

mengalami kecemasan dan ketakutan membentuk kelompok latar, jika suatu

peristiwa spesifik (misalnya mengemudi) dikaitkan dengan pengalaman

emosional (misalnya kecelakaan). Selain itu faktor genetik juga menjadi

salah satu penyebab pada gangguan ini. Mekanisme asosiasi lain antara

objek fobik dan emosi fobik adalah modeling, dimana seseorang mengamati

reaksi pada orang lain dan pengalihan informasi dimana seseorang diajarkan

atau diperingatkan tentang bahaya objek tertentu. Pada fobia sosial, terdapat

faktor neurokimiawi dan faktor genetika yang dapat menjadi etiologi dari

gangguan ini.

C.3. Epidemiologi

Fobia adalah gangguan mental yang sering ditemukan, walaupun

sejumlah orang tidak mengunjungi klinisi karena fobianya. Fobia spesifik

lebih sering ditemui daripada fobia sosial. Fobia spesifik adalah gangguan

mental yang paling sering pada wanita dan nomor dua tersering pada pria.

Prevalensi enam bulan fobia spesifik adalah 5 sampai 10 per 100 orang.

Sementara itu, prevvalensi fobia sosial adalah kira-kira 2 sampai 3 orang per

100 orang. Dalam penelitian epidemiologis, wanita lebih sering

dibandingkan laki-laki.

C.4. Gambaran Klinis

Fobia adalah ditandai oleh kesadaran akan kecemasan berat jika

pasien terpapar dengan situasi atau objek spesifik atau jika pasien

memperkirakan akan terpapar dengan situasi atau objek tersebut.

Pasien dengan fobia, menurut definisinya, mencoba untuk

menghindari stimulus fobik. Misalnya pasien yang lebih memilih

menggunakan bus pada perjalanan jauh untuk mengindari objek fobiknya

yaitu pesawat terbang.

Page 8: 3. Diskusi Topik

8

Temuan utama pada pemeriksaan status mental adalah ketakutan yang

irasional dan egodistonik terhadap situasi, aktivitas, atau objek tertentu.

Pasien dapat menggambarkan bagaimana mereka menghindar dari kontak

dengan situasi atau objek fobik. Depresi sering ditemukan pada pemeriksaan

status mental pasien fobia.

C.5. Kriteria Diagnostik

C.5.a Fobia Spesifik

a) Rasa takut yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak

beralasan, ditunjukkan oleh adanya atau antisipasi suatu objek atau

situasi tertentu.

b) Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan

kecemasan yang segera.

c) Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak

beralasan.

d) Situasi fobik dihindari, atau jika tidak dapat dihindari maka dihadapi

dengan kecemasan dan penderitaan yang kuat.

e) Penghindaran, antisipasi kecemasan atau penderitaan dalam situasi

yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas orang normal.

f) Pada individu yang berusia kurang dari 18 tahun, durasi sekurangnya

adalah 6 bulan.

g) Kecemasan, seragan panik, atau penghindaran fobik berhubungan

dengan objek atau situasi spesifik yang tidak lebih baik diterangkan

oleh gangguan mental lain.

C.5.b Fobia Sosial

a) Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi

sosial

b) Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu

mencetuskan kecemasan.

Page 9: 3. Diskusi Topik

9

c) Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak

beralasan.

d) Situasi sosial yang ditakuti dihindari, atau jika tidak dapat dihindari

maka dihadapi dengan kecemasan dan penderitaan yang kuat.

e) Penghindaran, antisipasi kecemasan atau penderitaan dalam situasi

yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas orang normal.

f) Pada individu yang berusia kurang dari 18 tahun, durasi sekurangnya

adalah 6 bulan.

g) Serangan panik bukan karena efek fisiologis dari zat atau kondisi

medis umum.

h) Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental lain,

rasa takut dalam kriteria A adalah tidak berhubungan dengannya.

C.6. Terapi

C.6.a Fobia Spesifik

Terapi yang paling sering diberikan pada fobia spesifik adalah terapi

pemaparan. Ahli terapi mengajari pasien tentang berbagai teknik untuk

menghadapi kecemasan, termasuk relaksasi, kontrol pernapasan dan

pendekatan kognitif terhadap gangguan. Pendekatan kognitif adalah

termasuk mendorong kenyataan bahwa situasi tersebut pada dasarnya

adalah aman.

C.6.b Fobia Sosial

Inhibitor monoamin oksidase, khususnya phenelzine efektif untuk

mengobati fobia sosial. Obat lain yang dilaporkan efektif antara lain

adalah alprazolam dan clonazepam. Psikoterapi untuk fobia sosial

biasanya melibatkan suatu kombinasi metoda perilaku dan kognitif,

termasuk latihan ulang kognitif, desensitasi, sesion selama latihan dan

tugas pekerjaan rumah.

D. GANGGUAN KECEMASAN MENYELURUH

D.1. Definisi

Page 10: 3. Diskusi Topik

10

Gangguan ansietas menyeluruh adalah ansietas dan kekhawatiran

yang berlebihan mengenai beberapa peristiwa atau aktivitas hamoir

sepanjang hari selama sedikitnya 6 bulan. Kekhawatiran ini sulit

dikendalikan dan berkaitan dengan gejala somatik sperti otot tegang,

iritabilitas, sulit tidur, dan gelisah. Ansietas tidak berfokus pada gambaran

gangguan axis 1 lain, tidak disebabkan penggunaan zat atau keadaan medis

umum, serta tidak hanya terjadi selama gangguan mood atau psikiatri.

Ansietas ini sulit dikendalikan, secara subjektif menimbulkan penderitaan,

dan mengakibatkan hendaya pada area penting kehidupan seseorang. Orang

yang tampaknya cemas patologis mengenai hampir semua hal cenderung

digolongkan memiliki gangguan cemas menyeluruh.

D.2. Etiologi

Seperti sebagian besar gangguan mental, penyebab gangguan

kecemasan umum tidak diketahui. Diduga faktor biologis dan psikososial

berperan dalam gangguan ini. Dua bidang pikiran utama yang tentang faktor

psikososial yang menyebabkan gangguan kecemasan umum adalah bidang

kognitif perilaku dan bidang psikoanalitik.

Bidang kognitif perilaku menghipotesiskan bahwa pasien dengan

gangguan kecemasan umum adalah berespon secara tidak tepat terhadap

bahaya yang dihadapi. Bidang psikoanalitik menghipotesiskan bahwa

kecemasan adalah suatu gejala konflik bawah sadar yang tidak terpecahkan.

D.3. Epidemiologi

Gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan yang lazim,

perkiraan yang masuk akal untuk prevalensi 1 tahun berkisar antara 3

hingga 8 persen. Rasio perempuan dibanding laki-laki pada gangguan ini

sekitar 2 banding 1 tetapi rasioperempuan dibanding laki-laki untuk pasien

yang dirawat inap di rumah sakit untuk gangguan ini adalah sekitar 1

banding 1. Prevalensi seumur hidupnya adalah berkisar 45 persen.

Page 11: 3. Diskusi Topik

11

D.4. Gambaran Klinis

Gejala utama gangguan ansietas menyeluruh adalah ansitas,

ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan kesiagaan kognitif.

Ansietasnya berlebihan dan mengganggu aspek kehidupan lain. Ketegangan

motorik paling sering tampak sebagai gemetar, gelisah, dan sakit kepala.

Hiperaktivitas otonom sering tampak sebagai napas pendek, keringat

berlebihan, palpitasi, dan berbagai gejala gastrointestinal. Kesiagaan

kognitif terlihat dengan adanya iritabilitas dan mudahnya pasien merasa

terkejut.

D.5. Kriteria Diagnostik

a) Ansietas dan kekhawatiran berlebihan, terjadi hampir setiap hari selama

sedikitnya 6 bulan, mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas.

b) Orang tersebut merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.

c) Ansietas dan kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau lebih) dari

keenam gejala berikut:

(1) Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok

(2) Mudah merasa lelah

(3) Sulit berkonsentrasi atau pikiran kosong

(4) Mudah marah

(5) Otot tegang

(6) Gangguan tidur

d) Fokus dari anasietas dan kekhawatiran tidak terbatas hanya pada

gambaran gangguan aksis I.

e) Ansietas, kekhawatiran, atau gejala fisis menyebabkan distres yang

secara klinis bermakna atau hendaya sosial, pekerjaan, atau area

lainnya.

f) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat

dan tidak terjadi hanya selama gangguan mood, gangguan psikotik,atau

gangguan perkembangan pervasif.

Page 12: 3. Diskusi Topik

12

D.6. Terapi

D.6.a Farmakoterapi

Karena gangguan bersifat jangka panjang, suatu rencana terapi harus

dilakukan dengan teliti. Tiga obat utama yang harus dipertimbangkan

untuk terapi gangguan ansietas meyeluruh adalah buspiron, benzodiazepin,

dan SSRI. Obat lain yang berguna contohnya adalah trisiklik, antihistamin,

dan antagonis ß–adrenergik.

D.6.b Psikoterapi

Pendekatan psikoterapi utama untuk gangguan ansietas menyeluruh

adalah terapi perilaku-kognitif, suportif, dan psikoterapi berorientasi

tilikan. Teknik perilaku-kognitif memiliki efek jangka pendek maupun

jangka panjang. Pendekatan kognitif secara langsung ditujukan pada

distorsi kognitif pasien yang didalilkan dan pendekatan perilaku ditujukan

pada gejala somatik langsung dengan teknik relaksasi dan biofeedback.

Page 13: 3. Diskusi Topik

BAB II

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

A. DEFINISI

Gangguan stres pasca trauma (post traumatic stress disorder – PTSD)

adalah suatu sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat di

dalam, atau mendengar stresor traumatik yang ekstrim. Seseorang berekasi

terhadap pengalaman tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya, secara

menetap mencoba kembali menghidupkan peristiwa tersebut, dan mencoba

menghindari mengingat hal tersebut.

Untuk menegakkan diagnosis, gejala harus bertahan lebih dari satu

bulan dari peristiwa dab harus mempengaruhi area penting kehidupan secara

signifikan, seperti keluarga dan pekerjaan. Edisi keempat Diagnostic and

Statistical manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR) mendefinisikan

gangguan yang serupa dengan PTSD sebagai stres akut yang berlangsung

lebih dini dari PTSD (dalam 4 minggu setelah peristiwa) dan membaik dalam

waktu 2 hari hingga 4 minggu.. jika gejala tersebut bertahan, maka diagnosis

PTSD diperlukan.

B. EIOLOGI

Stresor, faktor psikodinamika dan faktor biologis merupakan

penyebab dari gangguan PTSD. Menurut definisinya, stresor adalah faktor

penyebab utama dtres pasca traumatik. Walaupun stresor diperlukan sebagai

pencetus, namun stresor saja tidak cukup untuk menyebabkan gangguan.

Faktor biologis, psikososial, dan peristiwa yang terjadi setelah trauma harus

tetap dipertimbangkan.

C. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi seumur hidup PTSD adalah diperkirakan sekitar 8 persen

untuk populasi umum ditambah 5 hingga 15 persen dapat mengalami bentuk

13

Page 14: 3. Diskusi Topik

14

subklinis dari ganggguan ini. Prevalensi sumur hidup pada perempuan

berkisar 10 hingga 12 persen dan pada laki-laki berkisar 5 hingga 6 persen.

Walaupun PTSD dapat muncul pada usia berapapun, gangguan ini paling

prevalen pada dewasa muda karena mereka cenderung lebih terpajan dengan

dituasi penginduksi.

D. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis utama suatu PTSD adalah mengalami kembali suatu

peristiwa yang menyakitkan, suatu pola menghindari dan mematikan emosi,

serta keadaan yang terus terjaga yang cukup konstan. Gangguan ini dapat

tidak timbul sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa

tersebut. Pemeriksaan status mental sering mengungkapkan rasa bersalah,

penolakan, dan cemoohoan.

Pasien juga dapat menggambarkan keadaan disosiatif dan serangan

panik, serta ilusi dan halusinasi dapat timbul. Uji kognitif menunjukkan

bahwa pasien memiliki hendaya memori dan perhatian. Gejala terkait dapat

mencakup agresi, kekerasan, kemdali impuls yang buruk, depresi dan

gangguan terkait zat.

E. KRITERIA DIAGNOSTIK

Kriteria diagnosis DSM IV untuk PTSD merinci bahwa gejala

mengalami, menghindari, dan terus terjaga telah ada lebih dari 1 bulan. Untuk

pasien yang gejalanya ada tapi kurang dari 1 bulan, diagnosis yang sesuai

adalah gangguan stres akut.

a) Orang tersebut tersebut terpajan dengan peristiwa traumatik dan kedua

hal ini ada:

(1) Orang tersebut mengalami,menyaksikan, atau dihadapka dengan

peristiwa yang melibatkan kematian atau cedera serius yang

sebenarnya atau mengancam, atau ancman terhadap integritas fisik

dirinya atau orang lain.

Page 15: 3. Diskusi Topik

15

(2) Respons orang tersebut melibatkan rasa takut yang intens, rasa tidak

berdaya, atau horor.

b) Peristiwa traumatik secara terus-menerus dialami kembali pada satu (atau

lebih) cara berikut ini:

(1) Mengingat kembali peristiwa secara berulang dan mengganggu yang

menimbulkan distres, termasuk bayangan , pikiran, atau persepsi.

(2) Mimpi berulang mengenai peristiwa tersebut yang menimbulkan

penderitaan.

(3) Bertindak atau merasakan seolah-olah peristiwa tersebut kembali.

(4) Penderitaan psikologis yang intens pada pajanan terhadap sinyal

internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai aspek

peristiwa traumatik.

(5) Reaktifitas fisiologis pada pajanan sinyal internal atau eksternal yang

menyimbolkan atau menyerupai aspek peristiwa traumatik.

c) Penghindaran persisten stimulus yang berkaitan dengan trayma serta

membuat kebas responsivitas umum, seperti yang ditunjukkan dengan

tiga (atau lebih) gejala berikut ini:

(1) Upaya menghindari pikiran, perasaan, atau pembicaraan yang

berkaitan dengan trauma.

(2) Upaya menghindari tempat, orang, atau aktivitas yang

membangkitkan ingatan tentang trauma.

(3) Ketidakmampuan mengingat kembali aspek penting trauma.

(4) Minat atau pertisipasi berkurang nyata pada aktivitas yang

signifikan.

(5) Perasaan lepas atau menjadi asing bagi orang lain.

(6) Kisaran afek yang terbatas.

(7) Rasa masa depan yang memendek.

d) Meningkatnya keadaan terjaga, seperti ditunjukkan dengan dua (atau

lebih) hal berikut ini:

(1) Sulit tidur atau sulit tetap tidur.

(2) Iritabilitas atau ledakan kemarahan.

Page 16: 3. Diskusi Topik

16

(3) Sulit berkonsentrasi.

(4) Hypervigilance.

(5) Respon kaget yang berlebihan.

e) Durasi gangguan (kriteria a, b, c, dan d) berlangsung lebih dari 1 bulan.

f) Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna

atau gangguan di dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi

penting lain.

F. TERAPI

F.1. Farmakoterapi

SSRI seperti sertraline atau paroksetin dipertimbangkan sebagai terapi

lini pertama pada PTSD karena efektivitas, tolerabilitas, dan tingkat

keamanannya. SSRI mengurangi gejala semua kelompok gejala PTSD yang

khas, tidak hanya gejala yang serupa dengan depresi atau gangguan ansietas

lain.

F.2. Psikoterapi

Psikoterapi psikodinamik dapat berguna dalam terapi pada banyak

pasien PTSD. Di sejumlah kasus, rekonstruksi peristiwa traumatik dengan

abreaksi dan katarsis dapat bersifat teraupetik, tetapi psikoterapi harus

diindividualisasi, karena mengalami kembali trauma dapat terlalu berat bagi

pasien.

Page 17: 3. Diskusi Topik

BAB III

GANGGUAN PENYESUAIAN

A. DEFINISI

Gangguan penyesuaian merupakan reaksi maladaptif jangka pendek

terhadap apa yang disebut orang awam sebagai bencana pribadi tetapi istilah

di dalam psikiatri disebut sebagai stresor psikososial. Gangguan penyesuaian

diharakan pulih segera setelah stresor berhenti atau, jika menetap, diperoleh

suatu tingkat adaptasi baru.

Menurut revisi keempat Diagnostic and Statistical manual of Mental

Disorder (DSM-IV-TR), gejala harus tampak dalam 3 bulan sejak onset

stressor. Sifat dan keparahan stressor tidak dirinci. Meskipun demikian,

stresor lebih sering merupakan peristiwa sehari-hari dan muncul dimana-

mana, misalnya kehilangan orang yang dicintai, pergantian pekerjaan atau

keuangan. Gejala-gejala gangguan ini biasanya pulih dalam 6 bulan,

meskipun dapat berlangsung kebih lama bila ditimbulkan oleh stresor kronis

atau jika dengan akibat yag berlangsung lama.

B. ETIOLOGI

Gangguan pemyesuaian dicetuskan oleh satu atau lebih stresor.

Beratnya stresor tidak menggambarkan keparahan gangguan penyesuaian

yang terjadi. Stresor dapat berupa kejadian tunggal seperti perceraian,

kehilangan pekerjaan, atau kematian orang yang dicintai. Stresor dapat pula

berupa kejadian multipel yang terjadi bersamaan. Stadium perkembangan

tertentu, seperti awal masuk sekolah, menikah, menjadi orang tua, juga

seringkali disertai dengan gangguan penyesuaian.

C. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi gangguan ini adalah diperkirakan sekitar 2 hingga 8 persen

untuk populasi umum. Perempuan didiagnosis dua kali lebih sring daripada

17

Page 18: 3. Diskusi Topik

18

laki-laki. Perempuan lajang umumnya memiliki resiko dua kali lebih besar.

Gangguan dapat terjadi pada usia berapapun, namun lebih sering pada usia

remaja. Faktor stresor yang lazim adalah masalah sekolah, perceraian orang

tua, serta pindah ke lingkungan baru.

D. GAMBARAN KLINIS

Gangguan ini dapat terjadi pada usia berapapun dnegan gejala yang

beragam. Depresif, cemas, dan ciri campuran paling lazim ditemukan pada

orang dewasa. Gejala fisik paling lazim pada anak-anak dan lansia tetapi

dapat terjadi pada kelompok usia berapapun. Maniffestasinya juga dapat

mencakup perilaku menyerang dan menyetir dengan ceroboh, minum alkohol

berlebihan, melalaikan tanggung jawab hukum, penarikan diri, tanda

vegetatif, insomnia, serta perilaku bunuh diri.

E. KRITERIA DIAGNOSTIK

Meskipun menurut definisi, gangguan penyesuaian terjadi setelah suatu

stresor, gejala tidak selalu dimulai segera. Jarak antara stresor hingga

munculnya gejala dapat berlangsung 3 bulan. Gejala tidak selalu bberkurang

setelah stresor hilang, jika stresor berlanjut, gangguan dapat menjadi kronis.

a) Timbulnya gejala emosional atau perilaku sebagai respon terhadap

stresor yang dapat diidentifikasi dalam waktu 3 bulans etelah onset

stresor.

b) Gejala atau perilaku ini secara klinis bermakna seperti yang terlihat dari

hal berikut:

(1) Penderitaan yang nyata dan berlebihan dari apa yang diperkirakan

terjadi akibat pajanan dari stresor.

(2) Hendaya bermakna fungsi sosial atau pekerjaan.

c) Gangguan terkait stres tidak memenuhi kriteria gangguan Aksis I spesifik

lainnya dan bukan hanya perburukan dari gangguan Aksis I dan II yang

telah ada sebelumnya.

d) Gejala tidak menunjukkan berkabung.

Page 19: 3. Diskusi Topik

19

e) Ketika stresor (atau akibat stresor) berakhir, gejala tidak berlangsung

selama lebih dari 6 bulan lagi.

F. TERAPI

F.1. Farmakoterapi

Seorang pasien dapat memberikan respon pada anti ansietas atau anti

depresan. Pasien dengan ansietas berat yang hampir panik dapat

memperoleh keuntungan dari ansiolitik seperti diazepam. Mereka yang

menarik diri atau berada dalam keadaan inhibisi dapat dibantu dengan obat

psikostimultan untuk suatu periode yang pendek. Obat antipsikotik dapat

digunakan jika terdapat tanda-tanda dekompensasi atau psikosis yang akan

terjadi. SSRI diketahui memiliki efek mengobati gejala berkabung

traumatik. Terdapat pula peningkatan penggunaan antidepresan pada pasien

dengan gangguan penyesuaian.

F.2. Psikoterapi

Psikoterapi tetap merupakan terapi pilihan untuk gangguan

penyesuaian. Terapi kelompok terutama dapat berguna untuk pasien yang

mengalami stres yang sama. Psikoterapi individual dapat menawarkan

kesempatan untuk menggali arti stresor bagi pasien sehingga trauma yang

lebih dini dapat diatasi.

Page 20: 3. Diskusi Topik

BAB IV

GANGGUAN SOMATOFORM

A. PENDAHULUAN

Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma artinya tubuh dan

gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki

tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama.

Gangguan ini mencakup interaksi pikiran–tubuh. Di dalam interaksi ini,

dengan cara yang masih belum diketahui, otak mengirimkan sinyal yang

mempengaruhi kesadaran pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di

tubuh.

DSM IV memasukkan lima kelompok gangguan somatoform spesifik,

yaitu gangguan somatisasi, gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan

dismorfik tubuh, dan gangguan nyeri.

B. GANGGUAN SOMATISASI

B.1. Definisi

Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang

tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan

laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30 dan dapat

berlanjut hingga tahunan. Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan

somatoform lainnya karena bayaknya keluhan dan banyaknya sistem organ

yang terlibat. Gangguan ini bersifat kronis dan disertai penderitaan

psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan, serta

perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.

B.2. Etiologi

Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Rumusan psikososial

tentang penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe

komunikasi sosial, hasilnya untuk menghindari kewajiban. Penelitan yang

20

Page 21: 3. Diskusi Topik

21

telah dilakukan menunjukkan bahwa pasien yang memiliki gangguan

somatisasi memiliki gangguan perhatian dan kognitif yang dapat

menyebabkan persepsi dan penilaian yang salah terhadap masukan

somatosensorik.

B.3. Epidemiologi

Studi epidemiologi melaporkan angka prevalensi seumur hidup

gangguan somatisasi adalah berkisar 0,1 sampai 0,2 untuk populasi umum.

Perempuan yang terkena gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-lai 5

hingga 20 kali. Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan

sering terjadi pada kelompok pasien dengan tingkat sosial ekonomi dan

pendidikan rendah. Gangguan somatisasi didefinisikan muncul sebelum usia

30 tahun dan pasling sering dimulai pada masa remaja.

B.4. Gambaran Klinis

Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan

somatik dan riwayat medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah,

kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek tidak

berkaitan dengan olah raga, dan amnesia adalah gejala yang paling sering

ditemui. Pasien sering meyakini bahwa mereka telah sakit selama sebagian

besar hidup mereka.

Dapat pula terdapat gejala pseudoneurologis seperti gangguan

koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan fokal, kesulitan

menelan atau benjolan di tenggorok, afonia, retensi urin, halusinasi,

hilangnya sensasi raba atau nyerim oengelihatan ganda, buta tuli, kejang,

atau hilang kesadaran.

B.5. Kriteria Diagnostik

a) Riwayat banyak keluhan fisik sebelum usia 30 tahun yang terjadi

selama suatu periode beberapa tahun dan menyebabkan pencarian

terapiatau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.

Page 22: 3. Diskusi Topik

22

b) Masing – masing kriteria berikut ini harus dipeuhi dengan setiap gejala

terjadi pada waktu kapanpun selama perjalanan gangguan:

(1) Empat gejala nyeri: riwayat nyeri berkaitan pada sedikitnya empat

tempat atau fungsi yang berbeda.

(2) Dua gejala gastrointestinal selain nyeri.

(3) Satu gejala seksual selain nyeri.

(4) Satu gejala pserudoneurologis yang tidak terbatas pada nyeri.

c) Baik (1) maupun (2):

(1) Setelah penelitian yang sesuai, setiap gejala kriteria B tidak dapat

dijelaskan secara utuh dengan keadaan medis umum yang

diketahui atau efek langsung dari zat.

(2) Jika terdapat gangguan medis umum, keluhan fisik, atau hendaya

sosial dan pekerjaan yang diakibatkan jauh melebihi yang

diperkirakan dari ananmnesis, pemeriksaan fisik, dan temuan

laboratorium.

d) Gejala yang dihasilkan tanpa disengaja atau dibuat-buat.

B.6. Terapi

Gangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien memiliki satu

dokter yang diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu

klinisi terlibat, pasien tersebut memiliki kesempatan untuk mengekspresikan

keluhan somatiknya.

Psikoterapi menurunkan pengeluaran untuk perawatan kesehatan

pribadi hingga 50 persen. Pada lingkungan psikoterapi, pasien dibantu

beradaptasi dengan gejalanya, mengekspresikan emosi yang mendasari dab

membangun strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaannya.

Memberikan obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul

bersamaan dengan gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memiliki

resiko, tetapi juga diindikasikan terapi psikofarmakologis dan

psikotreaupetik pada keluhan yang muncul bersamaan. Obat harus diawasi

Page 23: 3. Diskusi Topik

23

karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunakan

obatnya tidak teratur.

C. HIPOKONDRIASIS

C.1. Definisi

Hipokondriasis didefinisikan sebagai preokupasi seseorang mengenai

rasa takut menderita, atau yakin memiliki penyakit berat. Rasa takut ini

muncul ketika seseorang salah menginterpretasikan gejala atau fungsi tubuh.

Hipokondriasis terjadi akibat interpretasi yang tidak realistik atau tidak

akurat mengenai gejala atau sensasi fisik, walaupun tidak ada penyebab

medis yag ditemukan. Preokupasi pasien mengakibatkan distres yang

signifikan pada mereka dan mengganggu kemampuan mereka berfungsi

dalam peran pribadi, sosial, maupun pekerjaan.

C.2. Etiologi

Dalam DSM IV dinyatakan bahwa gejala hipokondriasis

mencerminkan misinterpretasi gejala-gejala tubuh. Data tubuh yang cukup

menyatakan bahwa orang hipokondrial meningkatkan atau membesarkan

sensasi somatiknya dan memiliki ambang toleransi yang rendah terhadap

gangguan fisik.

Teori kedua menyatakan bahwa hipokondriasis dipandang sebagai

keinginan untuk mendapat peranan sakit oleh seseorang yang menghadapi

masalah yang tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan. Teori ketiga

menyatakan bahwa penyebab hipokondriasis adalah bahwa gangguan ini

merupakan varian dari gangguan mental lainnya. Gangguan yang paling

sering dihipotesiskan berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan

depresif dan gangguan kecemasan.

C.3. Epidemiologi

Prevalensi 6 bulan hipokondriasis sebanyak 4 hingga 6 persen di

populasi klinik medis umum. Laki-laki maupun perempuan setara dalam

mengalami hipokondriasis. Gejala awitan dapat muncul pada usia

Page 24: 3. Diskusi Topik

24

berapapun, meskipun paling lazim timbul pada usia 20 – 30 tahun. Keluhan

hipokondriasis dilaporkan terjadi pada sekitar 3 persen mahasiswa

kedokteran pada 2 tahun pertama, tetapi umumnya terjadi hanya sementara.

C.4. Gambaran Klinis

Pasien dengan hipokondriasis yakin kalau mereka mengalami

penyakit berat yang belum terdeteksi dan mereka tidak dapat dibujuk

sebaliknya. Mereka mempertahankan keyakunan bahwa mereka mengalami

penyakit tertentu, seiring waktu berjalan, mereka dapart merubah keyakinan

mereka pada penyakit lain. Pendirian mereka bertahan walaupun hasil

laboratorium menunjukkan negatif.

C.5. Kriteria Diagnostik

a) Preokupasi dengan rasa takut atau gagasan bahwa seseorang memiliki

penyakit serius berdasarkan pada kesalahan interpretasi seseorang

terhadap gejala tubuh.

b) Preokupasi tetap ada meskipun telah dilakukan evaluasi dan penjelasan

medis yang sesuai.

c) Keyakinan pada kriteria (a) tidak memiliki intensitas waham dan tidak

terbatas pada kekhawatiran terbatas mengenai penampilan.

d) Preokupasi ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna

atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, dan area penting lainnya.

e) Durasi gangguan sedikitnya 6 bulan.

f) Preokupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan ansietas

menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif, gangguan panik gangguan

depesif berat, ansietas perpisahan atau somatoform lain.

C.6. Terapi

Pasien dengan hipokondriasis biasanya resisten terhadap terapi

psikiatri, walaupun beberapa pasien menerima terapi ini jika dilakukan

dalam lingkup medis dan berfokus pada pengurangan stres dan edukasi

Page 25: 3. Diskusi Topik

25

untuk menghadapi penyakit kronis. Psikoterapi kelompok sering

menguntungkan bagi pasien seperti ini, karena psikoterapi kelompok

memberikan dukungan sosial dan interaksi sosial yang membantu

mengurangi ansietasnya.

Pemeriksaan fisik yang rutin dan terjadwal berguna intuk meyakinkan

pasien bahwa dokter tida mengabaikan mereka dan keluhan mereka

dianggap serius. Meskipun demikian, prosedur diagnostik dan teraupetik

yang invasif hanya dilakukan bila bukti objektif mengharuskannya.

Farmakoterapi meringankan gejala hipokondriasis hanya jika pasien

memiliki gejala yang berespon terhadap obat yang mendasarinya, misalnya

gangguan ansietas dan gangguan depresif.

Page 26: 3. Diskusi Topik

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association, 2000, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. Washington DC.

Kaplan, Harold., dkk, 2010, Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi 7, Jilid I, Jakarta: Binarupa Aksara.

Maramis, Willy, 2009, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Ed 2. Surabaya. Airlangga University Press.

Maslim, Rusdi, 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

26