disentri amuba
-
Upload
sukh-vinder -
Category
Documents
-
view
60 -
download
3
Embed Size (px)
description
Transcript of disentri amuba

Case Report Session Rotasi II
DISENTRI
Disusun Oleh :
Sukhvinder Singh BP 0810314106
Preseptor :
Dr Versiana
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP IIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS KURANJI PADANG2015

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejalabuang air besar dengan tinja
berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lender
(mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengansakit perut dan
buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yangbercampur lendir dan darah.
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak
terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yangdisebut sebagai sindroma disentri, yakni:
sakit di perut yang sering disertaidengan tenesmus, berak-berak, tinja mengandung darah dan
lendir.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurangdari 500.000
kasus yangdilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di Bagian Penyakit Dalam RSUP
Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat dicatatan medis, dari 748 kasus yang dirawat
karena diare ada 16 kasus yang disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang
dilakukan dibeberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan November 1999,
dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella.
Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi terinfeksi.
Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan hostdan reservoir utama.
Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak,
kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek,
penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.
Etiologi
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu :
1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella sp.
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, family enterobacteriaceae. Ada 4
spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43
1

serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal.
Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat
terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan
menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-
103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat.
Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit.
Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam
tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica.
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengizinkan dapat berubah
menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding
usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk
trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm) dan
trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus
tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan
keluar bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan
dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan
gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm)
dan mengandung beberapa eritrosit didalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen
sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung
jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada diluar tubuh
manusia.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista
hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya
penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam
lambung dan kadar klor standar di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat
penyerapan air disepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.
Patogenesis dan Patofisiologi
2

1. Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang ditandai
dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai eksudat inflamasi yang
mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah.
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati
barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat yang tercemar oleh
ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel
mukosa kolon dan berkembangbiak di dalamnya.
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum terminalis dapat
juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang pada ileum hanya
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal,
nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada
daerah folikellimfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal
dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung.
S. dysentriae, S. flexeneri, dan S. sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1,
ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik.
Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu
menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang
mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang
tebalnya sampai 1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus
mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.
2. Disentri Amoeba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat berubah
menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi
faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga
baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya
mempunyai peran.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang
dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba sangat
3

khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis
melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya
terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat
terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah
sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.
Gejala Klinis
1. Disentri Basiler
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari sampai 4
minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai demam yang
mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir,
tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat. Sakit
perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga
mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya
disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat,
berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat
terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul
rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi
berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi).
Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan
makanan.
Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma uremik.
Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini bertambah pada
keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini
selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang
lama.
Pada kasus yang sedang, keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih
berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan pada kasus yang ringan,
keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang menahun, terdapat
4

serangan seperti kasus akut secara menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat
pengobatan yang baik.
2. Disentri Amuba
Carrier (Cyst Passer)
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena
amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi kedinding usus.
Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut
kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali
sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat
sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut
bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit
demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan, tetapi pasien
masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai lendir dan darah. Pasien
mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan.
Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berat lagi. Penderita mengalami diare disertai darah yang
banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C-40,50C) disertai mual dan anemia.
Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare diselingi dengan
periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-
tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya
dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit dicerna.
Pemeriksaan Penunjang
1. Disentri amoeba
- Pemeriksaan tinja
5

Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat penting.
Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk pemeriksaan
mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang,
minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan.
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentuk
kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan langsung
tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-
badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak
tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan
lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak. Bila
jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode konsentrasi
dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan sengsulfat kista akan terapung
di permukaan sedangkan dengan larutan eter formalin kista akan mengendap.
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja
yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung darah
dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti
keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan
tampak amoeba dengan eritrosit didalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat
sediaan dengan larutan eosin.
- Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala
disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan tetapi
pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan iniakan didapatkan ulkus
yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-
ulkus tampak normal.
- Foto rontgen kolon
Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena sering kali ulkus
tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan barium
6

enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang
mirip karsinoma.
- Pemeriksaan uji serologi
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan
epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh
karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif pada
carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila
negatif pasti bukan amebiasis.
2. Disentri basiler
- Pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab serta biakan
hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja
yang seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang
baru.
- Polymerase Chain Reaction (PCR).
Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum dipakai secara luas.
- Enzim immunoassay.
Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagianbesar penderita yang
terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yangdihasilkan E.coli.
- Sigmoidoskopi.
Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah sigmoid.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.
- Aglutinasi.
Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua,maksimum pada hari
keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakanpositif pada pengenceran 1/50 dan pada
S.flexneri aglutinasi antibodisangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain
maka jarang dipakai.
- Endoskopi
7

Memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang
tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara
progresif berkurang di segmen proksimal usus besar.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk diare berdarah adalah :
Disentri amoeba
Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak ada/jarang. Toksemia ringan
dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit berbatas. Tinja biasanya besar, terus menerus, asam,
berdarah, bila berbentuk biasanya tercampur lendir. Lokasi tersering daerah sekum dan kolon
asendens, jarang mengenai ileum. Ulkus yang ditimbulkan dengan gaung yang khas seperti
botol.
Disentri basiler
Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya toksemia, tenesmus akan
tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya kecil-kecil, banyak, tak berbau, alkalis,
berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja berbentuk dilapisi lendir. Daerah yang terserang
biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang ileum. Biasanya daerah yang terserang akan
mengalami hiperemia superfisial ulseratif dan selaput lendir akan menebal.
Eschericiae coli
Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel usus sehingga
menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat (secara klinis dikenal sebagai
kolitis).Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri basiller, ulserasi atau perdarahan dan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear dengan khas edem mukosa dan submukosa. Manifestasi
klinis berupa demam, toksisitas sistemik, nyerikejang abdomen, tenesmus, dan diare cair atau
darah.
Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri atau dengan
nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa hari menjadi berdarah (kolitishemoragik).
Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis yang membedakan adalah terjadinya demam
8

yang merupakan manifestasi yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan sindrom
hemolitik uremik.
Diagnosis
Disentri basiler
Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri
abdomen bawah, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya eritrosit dan
leukosit PMN. Untuk memastikan diagnosis dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus
rektal. Pada fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat. Pada disentri subakut gejala
klinisnya serupa dengan colitis ulserosa. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan
perbaikan klinis yang bermakna setelah pengobatan dengan antibiotic yang adekuat.
Disentri amoeba
Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja penderita amebiasis tidak banyak
mengandung leukosit tetapi banyak mengandung bakteri. Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan
bila ditemukan amoeba (trofozoit). Akan tetapi ditemukannya amoeba bukan berarti
meyingkirkan kemungkinan penyakit lain karena amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan
penyakit lain. Oleh karena itu, apabila penderita amebiasis yang telah menjalani pengobatan
spesifik masih tetap mengeluh nyeri perut, perlu dilakukan pemeriksaan lain, misalnya
endoskopi, foto kolon dengan barium enema atau biakan tinja.
Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan neoplasma. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat membedakannya dengan neoplasma, sedang ditemukannya echinococcus
dapat membedakannya dengan abses piogenik. Salah satu caranya yaitu dengan
dilakukannyapungsi abses.
Komplikasi
1. Disentri amoeba
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun ringan. Berdasarkan
lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi :
- Komplikasi intestinal
9

Perdarahan usus
Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh
darah.
Perforasi usus
Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muscular dinding usus besar. Sering
mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat disebabkan akibat
pecahnya abses hati amoeba.
Ameboma
Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa
jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan
ileus obstruktif atau penyempitan usus. Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic)
yang memerlukan tindakan operasi segera.
Penyempitan usus (striktura)
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.
- Komplikasi ekstraintestinal
Amebiasis hati.
Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi. Abses dapat
timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di
hati terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat
pembuluh getah bening.
Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati kemudian
timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu, membentuk
abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses hati ameba
terutama banyak terdapat di lobus kanan.Abses berisi nanah kental yang steril, tidak berbau,
berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur
darah. Kadang-kadang dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan
empedu.
Abses pleuropulmonal
Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih 10-20% abses
hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi
10

ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial
sehingga penderita batuk-batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.
Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung
dari dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi.
Amebiasis kulit.
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan membentuk hiliran
(fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah
vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasaldari anus.
2. Disentri basiler
Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang berada di
negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi S.
dysentriae tipe 1 dan S. flexneri pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain akibat
infeksi S. dysentriae tipe 1 adalah haemolyticuremic syndrome (HUS). HUS diduga akibat
adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi oleh Shigella. Biasanya HUS ini timbul pada
akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-
tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24jam) dan secara
progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal jantung. Dapat pula
terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-
100.000/mikro liter), hiponatremia,hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti
ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S. flexneri yang biasanya muncul pada masa
penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat terjadi pada kasus
yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear. Penyembuhan
dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama berbulan-bulan.
Bersamaan dengan artritis dapat pulaterjadi iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi
bila ulkus sirkular padausus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal
ini jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S. dysentriae yang toksik namun
hal ini jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi juga dapat
muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada
11

stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin
pula terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang
dapattimbul adalah bisul dan hemoroid.
Pengobatan
1. Disentri basiler
Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah atau
memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika.
Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika
frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun.
Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang.
Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian
air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.
Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5 kali/hari, kemudian diberikan
makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan
antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5
hari. Bila tidak ada perbaikan,antibiotika diganti dengan jenis yang lain.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dantetrasiklin hampir
universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata
dalam uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan
dosis 4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis
yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan
disentri basiler karena tidak efektif.
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti siprofloksasin
atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baikuntuk pengobatan disentri basiler. Dosis
siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin
12

diberikan 1 gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian
siprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.
Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang
multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama
5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentribasiler.
2. Disentri amuba
Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali perhari selama 20
hari.
Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari.
Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-
10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama5 hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10
hari.
Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mgtiga kali sehari selama 5-
10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu,
dan emetin 1mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
Prognosis
Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini yang
tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis amebiasis
adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak
ameba.
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan
dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae
biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Bentuk
flexneri mempunyai angka kematian yangrendah.
13

Pencegahan
1. Disentri amoeba
Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat kesehatan
merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum sebaiknya dimasak
dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan 500C selama 5 menit.
Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier dilarang
bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan. Sampai
saat ini belum ada vaksin khusus untuk pencegahan. Pemberian kemoprofilaksis bagi wisatawan
yang akan mengunjungi daerah endemis tidak dianjurkan.
2. Disentri basiler
Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri basiler dapat
dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan
tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sya’roni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam.
FKUI:Jakarta.
2. Simanjuntak C. H., 1991. Epidemiologi Disentri. Diakses dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk.
3. Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Fakultas kedokteran
UI.: Jakarta.
4. Davis K., 2007.Amebiasis. Diakses dari http://www.emedicine.com/med/topic116.htm.
5. Kroser A. J., 2007.Shigellosis. Diakses dari
http://www.emedicine.com /med/topic2112.htm.
14

15

STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Bunga
b. Kelamin : Perempuan
c. Umur : 3 tahun
d. Pekerjaan / Pendidikan : Belum sekolah
e. Alamat : Lubuk Begalung
2. Latar Belakang Sosial, Ekonomi, Demografi, Lingkungan Keluarga
a. Status Perkawinan : Belum menikah
b. Jumlah Saudara : Anak ke 2 dari 2 orang bersaudara
c. Status Ekonomi Keluarga : Kurang mampu, penghasilan ± Rp 1.500.000,-/bulan
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
- Rumah permanen, perkarangan kurang luas.
- Ventilasi dan sirkulasi udara kurang baik, pencahayaan kurang baik.
- Listrik ada.
- Sumber air : PDAM, air tidak berwarna dan tidak berasa.
- Kamar tidur ada 3 buah.
- Jamban ada 1 buah, di dalam rumah, kebersihan kurang.
- Sampah dibuang ke TPA.
Kesan : hygiene dan sanitasi kurang baik
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat.
- Kebersihan lingkungan kurang baik.
3. Aspek psikologis di keluarga
- Hubungan dengan keluarga baik.
- Faktor stress dalam keluarga (-)
16

4. Keluhan Utama
Buang air besar berdarah dan berlendir sejak ± 3 hari yang lalu.
5. Riwayat penyakit sekarang
- Buang air besar berdarah dan berlendir, sejak ± 3 hari yang lalu, darah dan lendir
tidak bercampur dengan feses.
- Buang air besar ± 4x/hari, konsistensi lunak, jumlah biasa dan terdapat darah dan
lendir serta berbau busuk.
- Sakit perut dirasakan sejak ± 3 hari yang lalu.
- Nafsu makan tidak berkurang.
- Mual (+) , muntah tidak ada.
- Tidak ada riwayat demam.
- Pasien belum pernah dibawa berobat.
6. Riwayat penyakit dahulu
- Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
7. Riwayat penyakit keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti ini.
8. Pemeriksaan fisik
Status Generalis :
Keadaan umum : tidak tampak sakit
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 87x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
BB : 13 kg
Status gizi : baik
17

Kulit : Tidak ada kelainan, turgor kulit sedikit menurun
KGB : Tidak ada pembesaran
Kepala dan rambut : Tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorak :
Paru : Inspeksi : simetris kiri = kananPalpasi : fremitus kiri = kananPerkusi : sonor kiri=kananAuskultasi : irama vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihatPalpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC VPerkusi : ki = 1 jari medial LMCS RIC V;
ka = LSD atas = RIC II
Auskultasi : irama teratur, bising (-)
Abdomen : Inspeksi : tidak membuncitPalpasi : hepar dan lien tidak terabaPerkusi : timpaniAuskultasi : BU (+) N
Punggung : CVA : Nyeri tekan (-)Nyeri ketok (-)
Tungkai : Oedem -/-Reflek fisiologis +/+Reflek patologis -/-
9. Pemeriksaan penunjang : laboratorium ( Hb dan feses)
10. Diagnosis kerja
Disentri e.c suspek amoeba
11. Diagnosis banding
Disentri e.c suspek basiler
12. Manajemen
a. Preventif
- Menjaga kebersihan badan dan lingkungan
- Tidak buang air besar di sembarang tempat
18

- Mencuci / membersihkan tangan sebelum makan
- Hindari jajan sembarangan
b. Promotif
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya menular
- Membuat jamban sehat bagi keluarga dan lingkungan
- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur
- Menggunakan sumber air yang bersih
c. Kuratif
- Metronidazole 3 x 120 mg
- Paracetamol 3 x 100 mg
- Oralit 200 ml setiap kali BAB
d. Rehabilitatif
- Kontrol teratur ke puskesmas tiga hari lagi untuk memastikan respon obat pada
penyakitnya
Penulisan Resep
19
Dinas Kesehatan Kodya PadangPuskesmas Kuranji
Dokter : Sukhvinder SinghTanggal : 22 Augustus 2015
R/ Metronidazol 120 mg s.l.q.s m.l.f.a pulv dtd XIV S3dd pulv 1 (saat makan)
R/ Paracetamol 100 mg s.l.q.s m.l.f.a pulv dtd X S p.r.n pc dtt 1
R/ Oralit sac 200ml (diberikan pada setiap BAB)
Pro : FaziraUmur : 2,7 tahunAlamat: Taman Durian

DISKUSI
Seorang pasien perempuan berumur 2,7 tahun datang ke KIA Puskesmas Kuranji Padang,
dengan buang air besar berdarah dan berlendir, sejak ± 2 hari yang lalu, buang air besar ±
4x/hari, konsistensi lunak, jumlah biasa dan terdapat darah dan lendir serta berbau busuk, sakit
perut dirasakan sejak ± 2 hari yang lalu, disertai rasa mual.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis kerja dari pasien ini adalah Disentri e.c
suspek amoeba dan untuk memastikan diagnosis ini dianjurkan melakukan pemeriksaan
laboratorium feses dengan pewarnaan eosin dan diharapkan ditemukan amoeba.
Penatalaksanaannya adalah dengan tindakan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.
Tindakan preventifnya adalah menjaga kebersihan badan dan lingkungan, tidak buang air besar
di sembarang tempat, mencuci / membersihkan tangan sebelum makan, hindari jajan
sembarangan, karena ini semua merupakan jalan penularan dari penyakit ini.
Upaya promotifnya adalah menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya ini menular,
membuat jamban sehat bagi keluarga dan lingkungan, meningkatkan konsumsi buah dan sayur
untuk meningkatkan daya tahan tubuh
Upaya kuratifnya adalah Metronidazole 3 x 120 mg dalam bentuk pulvares selama 7 hari
sebagai anti amoeba karena sampai saat ini obat ini masih efektif untuk penanganan amoeba,
Paracetamol 3 x 100 mg untuk antipiretik dan oralit 200ml yang dikonsumsi sekali setelah setiap
BAB. Pasien disarankan minum secukupnya dan kembali berobat jika terdapat pemburukan
dalam kondisi pasien,contohnya jika pasien kelihatan sangat lesu,sering tidur,demam tinggi dan
tidak mau makan atau minum.
Upaya rehabilitatifnya adalah kontrol teratur ke Puskesmas 7 hari lagi untuk memastikan
respon obat terhadap penyakit.
20