disaster manajemen.docx

download disaster manajemen.docx

of 18

description

axa

Transcript of disaster manajemen.docx

KELOMPOK 9 (GENAP)/ DISASTER MANAJEMENAJID/YANA/ KARTIKA/POPI/LIABAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Pengertian BencanaDidalam hukum Undang-Undang Pokok Kebijakan Bencana yang menjadi dasar kebijakan bencana di Jepang mendefinisikan bencana sebagai kerugian yang muncul karena sebab-sebab yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah yang mana mengelompokkan tingkat kerusakan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh fenomena alam yang tidak normal seperti badai, hujan dan salju yang lebat, banjir, gelombang pasang laut, gempa, tsunami, letusan gunung api atau kebakaran skala besar maupun peledakan bom (PMI, 2009, p. 3).Definisi yang digunakan diseluruh dunia, S.W.A. Gunn berpendapat bahwa bencana adalah kondisi secara tiba-tiba dan serius yang terjadi dalam skala hingga diperlukan bantuan dari luar komunitas lokasi bencana dan usaha darurat dari masyarakat yang menjadi korban bencana untuk merespon dampak kerusakan secara luas dalam kaitannya dengan ekologi antara lingkungan dan manusia (PMI, 2009, p. 3).Sedangkan WHO mendefinisikan bencana sebagai fenomena secara tiba-tiba yang membawa dampak sangat parah pada lingkungan tempat tinggal dan memerlukan bantuan dari luar komunitas lokasi kejadian. Fenomena atau kondisi yang menjadi penyebab bencana disebut Hazard. Hazard didefinisikan sebagai membawa pengaruh negatif terhadap nyawa manusia atau harta, aktivitas, dan keadaan karena ulah manusia atau fenomena alam yang jarang dan darurat (PMI, 2009, p. 3).Menurut Depkes RI (2001) dalam Effendi (2009), bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002) dalam Effendi (2009) adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respons dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.

B. Penanganan atau Manajemen BencanaManajemen bencana adalah proses yang sistematis dimana didalamnya termasuk berbagai macam kegiatan yang memanfaatkan kemampuan dari kebijakan pemerintah, juga kemampuan komunitas dan individu untuk menyesuaikan diri dalam rangka meminimalisir kerugian (PMI, 2009, p. 13).C. Tujuan Manjemen BencanaTujuan manajemen bencana pada berbagai fasilitas kesehatan medis adalah memelihara lingkungan yang aman dan terus memberikan pelayanan dasar pada saat bencana (PMI, 2009, p. 13).Arifnur (2009) menyebutkan empat tujuan dari manajemen bencana, antara lain:1. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat negara,2. Mengurangi penderitaan korban bencana,3. Mempercepat pemulihan,4. Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya terancam.

D. Siklus Manajemen BencanaDalam menanggulangi bencana, ada empat fase yang harus dilewati (PMI, 2009, p.13-15), yaitu:1. Fase pencegahan dan kesiapsiagaan bencana (prevention and preparedness phase).Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu:a. Pengkajian terhadap kerentananb. Membuat perencanaan (pencegahan bencana)c. Pengorganisasiand. Sistem informasie. Pengumpulan sumber dayaf. Sistem alarmg. Mekanisme tindakanh. Pendidikan dan pelatihani. Gladi resik

Peran dan fungsi perawat dalam Pencegahan PrimerAda beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:a. mengenali instruksi ancaman bahaya;b. mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)c. melatih penanganan pertama korban bencana.d. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.2. Fase MitigasiMitigasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengurangi resiko dan potensi kerusakan akibat keadaan darurat. Analisa demografi populasi rentan dan kemampuan komunitas harus dianalisa. Mitigasi mencakup pendidikan kepada publik tindakan untuk menyiapkan bencana pada individu, keluarga, dan komunitas. Dimulai dengan mengidentifikasi hazard potensial yang mempengaruhi operator organisasi. Mitigasi yang dilakukan adalah dengan pembangunan struktural dan non struktural di daerah rentan gempa dan bencana alam lainnya. Tindakan mitigasi struktural contohnya dengan pemasangan sistem informasi peringatan dini tsunami, yang bekerja setelah terjadi gempa. Mitigasi non struktural adalah penataan ulang tata ruang area rentan bencana.

Tujuan mitigasi adalah:a. Perlindungan jiwa dan dan pencegahan gangguan kesehatanb. Meminimalisir kerugian mental dan sosial dari korban bencana secara individu, masyarakat di daerah dilanda bencana, dan orang-orang terkait.c. Meminimalisir dan memulihkan dari penurunan dan terputusnya fungsi pada orang/ individu, rumah tangga, organisasi, serta masyarakat/ komunitas.d. Peningkatan dan pertahanan kesadaran pencegahan bencana dari masyarakat individu dan fungsi kegiatannya.e. Integritas dan peningkatan fungsi kegiatan pertolongan di masyarakat komunitas.f. Pertahankan dan meningkatkan kemampuan pencegahan bencana di masyarakat/ komunitas.g. Penataan informasi dan sistem peringatan.h. Penataan struktur/system kegiatan pertolongan.

3. Fase tindakan (respone phase)Fase tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. a. TriaseTriase adalah suatu system untuk menetapkan prioritas perawatan medis berdasarkan berat ringannya suatu penyakit ataupun tingkat kedaruratannya, agar dapat dilakukan perawatan medisyang terbaik kepada korban yang sebanyak-banyaknya, didalam kondisi dimana tenaga medis maupun sumber-sumber materi lainnya serba terbatas (PMI, 2009, p. 22).Prinsip-prinsip triase antara lain:1) Triase umumnya dilakukan untuk seluruh pasien2) Waktu untuk triase per orang harus tidak lebih dari 30 detik.3) Prinsip utama triase adalah melaksanakanprioritas dengan urutan nyawa> fungsi > penampilan.4) Pada saat melakukan triase, maka kartu triase akan dipasangkan kepada korban luka untuk memastikan urutan prioritasnya.5) Triase dilakukan secara berulang-ulang.

Tabel 2.1 Katagori triaseSumber: Keperawatan Bencana (PMI, 2009, p. 24)PrioritasWarnaKodeKatagoriKondisi penyakit/luka

1MerahIPerioritas pertama pengobatanMemerlukan pengobatan dengan segera karena dalam kondisi yang sangat kritis yaitu tersumbatnya jalan napas, dyspnea, perdarahan, syok, hilang kesadaran.

2KuningIIBisa menunggu pengobatanPengobatan mereka dapat ditunda untuk beberapa jam dan tidak akan berpengaruh terhadap nyawanya. Tanda-tanda vital stabil.

3HijauIIIRinganMayoritas korban luka yang dapat berjalan sendiri. Mereka dapat melakukan rawat jalan.

4Hitam0Meninggal atau tidak dapat diselamatkanKorban sudah meninggal dunia ataupun tanda-tanda kehidupannya terus menghilang

b. Treatment1) Resusitasi jantung paru (RJP)a) Resusitasi jantung paru (RJP) adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan/atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis. Henti jantung adalah penghentian tiba-tiba aktivitas pompa jantung efektif, mengakibatkan penghentian sirkulasi (Muttaqin, 2009, p. 200).b) Tujuan dari tindakan Resusitasi Jantung Paru adalah untuk:(1) Mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.(2) Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas)(3) Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan ventilasi (fungsi pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melaluiCardio Pulmonary Resuciation(CPR)atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) (Ediawati, 2009).c) IndikasiResusitasi dilakukanpada:(1) Infark jantung kecil yang mengakibatkan kematian listrik(2) Serangan Adams-Stokes(3) Hipoksia akut(4) Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan(5) Sengatan listrik(6) Refleks vagal(7) Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.d) KontraindikasiResusitasi tidak dilakukanpada :(1) Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.(2) Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.(3) Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.e) KomplikasiKomplikasi yang dapat ditimbulkan dari tindakan RJP (Faro, 2011), antara lain:(1) Distensi lambung karena pernafasan buatan, (2) Patah tulang kosta, (3) Pneumothoraks,(4) Hemo thoraks, (5) Rusak jaringan paru, (6) Laserasi hati, (7) Emboli otak(8) Perdarahan dalam.

2) IV Linea) PengertianCairan infus intravena adalah pemberian sejumlah cairan kedalam tubuh melalui sebuah jarum kedalam pembuluh vena untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Arifianto, 2010). Pemberian infuse intravena adalah tata cara pemasangan jalur pemberian cairan infuse melalui pembuluh vena perifer.

b) Tujuan(1) Untuk menggantikan cairan/ elektrolit tubuh yang hilang.(2) Untuk menanggulangi syok sindrom

c) Indikasi.IV line terutama diindikasikan kepada pasien:(1) Pada pasien yang mengalami perdarahan yang banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).(2) Trauma abdomen berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).(3) Fraktur, khususnya di pelvis dan femur(4) Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)(5) Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)(6) Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung.d) Kontra indikasi:(1) Adanya inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi dilokasi pemasangan infus.(2) Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis.(3) Obat-obatan yang berpotensi irigan terhadap pembuluhvena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh darah vena di tungkai dan kaki).e) Komplikasi(1) Rasa perih/ sakit(2) Reaksi alergi

3) Wound Carea) PengertianLuka adalah keadaan hilang/ terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2000:396). Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan.b) Tujuan Wound careTujuan dari peraawatan luka adalah (1) untuk menghentikan perdarahan, (2) mencegah infeksi, (3) menilai kerusakan yang terjadi pada struktur yang terkena, dan (4) untuk menyembuhkan luka.

4) Bidaia) Definisi PembidaianPembidaian adalah tindakan memfixasi/ mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fixator/ imobilisator (Entri, 2009).b) Tujuan pembidaian Tujuan pembidaian menurut PMI (2009), antara lain:(a) Mencegah gerakan bagian yang sakit sehingga mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan lebih lanjut(b) Mempertahankan posisi yang nyaman(c) Mempermudah transportasi korban(d) Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera(e) Mempercepat penyembuhan(f) Mengurangi perdarahanc) Indikasi Pembidaian.Pembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan :(1) Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup(2) Adanya kecurigaan terjadinya fraktur(3) Dislokasi persendiand) KontraindikasiPembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.

5) Manajemen fraktura) TujuanOman (2008, p. 309) menyebutkan tujuan dari manajemen fraktur antara lain:(1) Meluruskan tulang baik dalam bidang anguler maupun rotasional.(2) Restorasi tulang kepada panjangnya yang benar.(3) Restorasi posisi ujung-ujung tulang.(4) Imobilisasi yang adekuat.(5) Normalisasi fungsi tulang.

6) Manajemen nyeria) PengertianManajemen nyeri adalah terapi yang diberikan agar pasien dapat mengalihkan atau menghilangkan neri yang dirasakannya.b) TujuanTujuan dari penatalaksanaan nyeri (Zulliesikawati, 2010, p. 15), antara lain:(1) Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri.(2) Menurunkan kemungkinn berubahnya nyeri akut menjadi gejala kronis yang persisten(3) Mengurangi penderitaan danketidakmampuan akibat nyeri.(4) Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri(5) Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien untuk menjalankan aktiviatas sehari-hari.

7) Manajemen shocka) PengertianManajemen shock adalah cara untuk memfasilitasi pertukaran oksigen dan nutrien kejaringan sistemik dengan membuang produk sisa pada pasien dengan gangguan perfusi jaringan berat (Setiawati, 2012).b) TujuanMemfasilitasi pertukaran oksigen dan nutrien kejaringan sistemik dengan membuang produk sisa pada pasien dengan gangguan perfusi jaringan berat sehingga tanda-tanda vital dalam batas normal, curah jantung dalam batas normal, dan terdapat perbaikan mental.8) Manajemen Panika) PengertianPanik adalah perasaan cemas dan takut yang berlebihan dan membuat penderita bisa melakukan hal-hal di luar akal sehat yang tidak terkontrol.b) ProsedurHal yang pertama dapat dilakukan adalah melakukan relaksasi pernafasan dan otot-otot tubuh. Hiruplah nafas melalui hidung dalam lima hitungan dan keluarkan secara perlahan-lahan. Hal ini dapat membantu relaksasi apabila dilakukan secara berulang-ulang.Selain itu, temukanlah tempat dimana kita dapat duduk atau tiduran sehingga otot-otot dapat disandarkan. Setelah itu, pejamkanlah mata dan mulai konsentrasi untuk merasakan organ-organ tubuh mulai dari ujung jari kaki perlahan-lahan hingga ke dada. Selain relaksasi, berjalan-jalan kecil serta meregangkan otot pun dapat membantu meredakan serangan panik. Saat kita sudah kembali memegang kontrol atas tubuh kita, segeralah lanjutkan usaha untuk menyelamatkan diri.

c. Transport1) Redistribusi antar rumah sakitJika fasilitas layanan kesehatan di daerah bencana mungkin hancur dan mendapat tekanan dari korban missal, fasilitas yang berada di luar daerah itu mungkin dapat menanggulangi beban kerja yang jauh lebih besar atau memberikan layanan medis spesialis seperti bedah saraf. Idealnya, akan ada sebuah sistem metropolitan layanan medis kedaruratan yang memungkinkan rumah sakit untuk berfungsi sebagai bagian dari sebuah jaringan perujukan. Pada tingkat kerumaitan yang berbeda, suatu jarinagn kerja tim penolong pra-rumah sakit dapat mengkoordinasikan perujukan dari daerah bencana. Keputusan untuk memindahkan pasien keluar daerah bencana harus dipertimbangkan dengan cermat karena evakuasi yang tidak terencana dan mungkin tidak diperlukan justru dapat menimbulkan dan bukan menyelesaikan banyak masalah. Kendali administratif yang baik harus dipertahankan terhadap redistribusi apapun guna membatassi sistem tersebut hanya untuk pasien-pasien tertentu yang sangat membutuhkan layanan spesialis yang tidak tersedia di daerah bencana. Kebijakan keterkaitan dengan evakuasi harus distandarisasikan antar-lembaga yang memberikan bantuan di daerah bencana, dan juga antar-rumah sakit yang akan menerima pasien.Rumah sakit didata menurut lokasi geografisnya, dimulai dengan yang terdekat dengan daerah dampak. Tampilan visual jumlah tempat tidur yang tersedia, tenaga medis atau perawat yang dibutuhkan untuk pelayanan 24 jam, kekurangan persediaan medis esensial, dan kebutuhan lain yang memungkinkan Koordinator Bencana Kesehatan mengarahkan bantuan luar ke daerah yang lebih membutuhkan dan lebih mengharapkan manfaatnya. Pola redistribusi sumber daya atau pasien akan dihasilkan dari hasil analisis data semacam itu. Pemantauan sumber daya rumah sakit semacam itu akan sangat bermanfaat terutama saat layanan medis diperlukan dalam periode yang lebih lama.Jika Koordinator Bencana Kesehatan menemukan bahwa keseluruhan kapasitas layanan kesehatan negranya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang terkait bencana, beberapa alternatif harus dipertimbangkan. Aternatif terbaik adalah perluasan secara cepat ketenagaan dan fasilitas permanen milik negara, yang kelebihannya adalah dapat memenuhi kebutuhan dan pada akhirnya meninggalkan keuntungan yang permanen. Alternatif lain, yang terbukti kurang diinginkan adalah rumah sakit darurat keliling mandiri yang disediakan oleh pihak pemerintah, militer, Palang Merah, atau sektor swasta. Jika rumah sakit semacam itu diperlukan, satu rumah sakit dari negara yang terkena bencana atau negara tetangga dengan bahasa dan budaya yang sama harus yang pertama kali diperhitungkan, sementara rumah sakit dari negara yang lebih jauh menjadi pertimbangan kedua.Rumah sakit keliling dari negara asing mungkin memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, untuk mendirikan sebuah rumah sakit keliling yang dapat beroperasi sepenuhnya dibutuhkan waktu beberapa hari, sementara kebanyakan korban akibat dampak langsung memerlukan penanganan dalam 24 jam pertama. Kedua, biaya rumah sakit semacam itu, khususnya jika didatangkan melalui udara, dapat menjadi penghalang dan sering kali ditarik dari keseluruhan paket pertolongan yang diberikan oleh sumber pemulihan dari pemerintah atau swata yang menyediakan rumah sakit itu. Ketiga, rumah sakit semacam itu kerap dilengkapi dengan teknologi canggih yang akan menambah pengharapan penduduk untuk mendapat pelayanan sedemikian rupa yang sulit atau bahkan tidak mungin dipenuhi oleh otoritas lokal selama periode pemulihan. Terakhir, kita harus menyadari bahwa rumah sakit semacam itu memiliki nilai hubungan publik yang besar bagi badan donor yang memberikannya, yang justru dapat mendorong pemanfaatannya secara tepat.

2) Transportasi PROTAP TRANSPORTASI Pengetian : transportasi adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai.Tujuan : untuk memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.Kebijakan : 1. Pengoperasian alat transportasi belum di anggap berakhir hingga seluruh personil dan perlengkapan yang terdiri dari sistem pengiriman perawatan emergensi pra rumah sakit siap untuk pengiriman selanjutnya2.Alat transportasi yang digunakan untuk memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu ke RS yang lainnya.3. Pada setiap alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para medik dan 1 pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang dokter)

Prosedur :1. Persiapan ambulans Gawat darurat di rumah sakit maupun di lokasi pengungsian2. Menerima dan menanggapi panggilan emergensi dari lokasi bencana3. Mengoperasikan ambulans gawat darurat apabila ada korban yang membutuhkan pengangkutan4. Memindahkan korban/pasien dari tempat kejadian ke ambulans5. Transportasi pasien ke rumah sakit lapangan atau rumah sakit terdekat6. Pengiriman pasien ke rumah sakit menggunakan ambulan harus sesuai dengan peraturan penggunaan ambulans di jalan raya.7. Memindahkan pasien ke unit gawat darurat untuk dilakukan penanganan secara cepat

4. Fase pemulihan (recovery phase)Fase pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan, tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala (sebelum terjadi bencana). Fase ini bagaimana pun juga hanya merupakan fase pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.

5. Fase rehabilitasi/ rekonstruksi (rehabilitation/ reconstruction phase)Jangka waktu fase rehabilitasi/rekontruksi juga tidak dapat di tentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha mengembalikan fungsi-fungsinya sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. DAFTAR PUSTAKA

Arifianto, 2010. Cairan infus intravena (online). Diakses pada tanggal 17 April 2013 dari http://milissehat.web.id/?p=93

Arifnur. 2009. Manajemen Bencana (Disaster Management) di Bidang Kesehatan. Diakses pada tanggal 26 Maret 2013 dari: http://perpusbencana.blogspot.com/2010/08/manajemen-bencana-disaster-management.html

Ediawati, E. 2009. Resusitasi jantung paru. Diakses pada tanggal 26 Februari 2013 dari http://ekaediawati.blogspot.com/2009/05/resusitasi-jantung-paru.html

Effendi, F & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas:Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Entri, 2009. Ilmu Kedokteran. http://belajarkedokteran.blogspot.com/ diakses pada tanggal 8 april 2013

Faro. 2011. Resusitasi Jantung Paru (Rjp). Diakses pada tanggal 28 Februari dari: http://kampus-kedokteran.blogspot.com/2011/10/resusitasi-jantung-paru-rjp.html

Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004,Perawatan Luka,Makalah Mandiri,Jakarta

Mansjoer. A, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi III.Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Muttaqin, A. 2009. Pengantar Asuahan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika

Pasmajaya. 2008. Manajemen Bencana (DisasterManagement). Diakses pada tanggal 26 Maret 2013 dari: http://pasmajaya.wordpress.com/2008/01/03/manajemen-bencana-disaster-management/PMI. 2009. Keperawatan Bencana. Banda Aceh: Palang Merah Indonesia

Oman, K.S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC

Setiawati, W. 2012. Manajemen Shock. Diakses pada tanggal 18 April 2013 dari: http://kesehatan-ilmu.blogspot.com/2012/01/manajemen-syok-shock-management.htmlhttp://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/pain-management.pdf

19