DISAIN NESTED PRIMER GEN HEMOLISIN UNTUK...

63
DISAIN NESTED PRIMER GEN HEMOLISIN UNTUK MENDETEKSI Vibrio harveyi PADA UDANG PENAEID MELALUI PCR WAWAN ABDULLAH SETIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of DISAIN NESTED PRIMER GEN HEMOLISIN UNTUK...

  • DISAIN NESTED PRIMER GEN HEMOLISIN UNTUK

    MENDETEKSI Vibrio harveyi PADA UDANG PENAEID

    MELALUI PCR

    WAWAN ABDULLAH SETIAWAN

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

  • PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

    SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Disain Nested Primer

    Gen Hemolisin untuk Mendeteksi Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui

    PCR adalah benar karya saya bersama dengan komisi pembimbing dan belum

    diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

    informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

    diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

    Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

    Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

    Pertanian Bogor.

    Bogor, Agustus 2014

    Wawan Abdullah Setiawan

    NRP P051100031

  • RINGKASAN

    WAWAN ABDULLAH SETIAWAN. Disain Nested Primer Gen Hemolisin

    untuk Mendeteksi Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui PCR. Dibimbing

    oleh UTUT WIDYASTUTI dan MUNTI YUHANA.

    Litopenaeus vannamei atau udang putih merupakan salah satu komoditas

    unggulan dalam budidaya perikanan di Indonesia. Spesies penaeid ini memiliki

    beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya, antara lain

    produktivitasnya yang tinggi dapat mencapai lebih dari 13.600 kg/ha, masa

    panennya lebih cepat, serta lebih resisten terhadap penyakit. Meskipun lebih

    resisten, penyakit bakterial vibrio berpendar yang disebabkan oleh Vibrio harveyi

    masih menjadi kendala dalam usaha pembenihan udang putih di Indonesia.

    Aplikasi teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) memungkinkan untuk

    melakukan deteksi dini suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk

    vibriosis pada udang. Nested PCR merupakan variasi dari reaksi PCR biasa. Pada

    nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR dimana hasil dari PCR pertama menjadi

    DNA cetakan bagi PCR kedua. Keuntungan dari nested PCR adalah

    meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer

    yang sekaligus juga dapat meningkatkan sensitivitas PCR. Gen hemolisin

    diketahui mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik dibanding gen

    toxR dan gen gyrB sebagai penanda molekuler dalam mendeteksi V. harveyi.

    Penelitian ini bertujuan untuk mendisain primer nested PCR menggunakan gen

    hemolisin untuk mendeteksi Vibrio harveyi pada udang penaeid.

    Sekuen gen hemolisin dari sampel V. harveyi MR5339 dan V. harveyi 275

    dideteksi menggunakan primer yang didisain dari sekuen gen lengkap hemolisin

    V. harveyi strain VIB 391 (nomor akses: DQ640264) mulai dari urutan ke-133

    sampai urutan ke-756. Primer nested PCR didesain dari sekuen gen hemolisin

    isolat V. harveyi MR 5339 yang berhasil teramplifikasi oleh primer awal. PCR I

    nested PCR didesain untuk mengamplifikasi urutan ke-52 sampai urutan ke-405

    dan PCR II nested PCR didesain untuk mengamplifikasi urutan ke-204 sampai

    urutan ke-405. Hasil uji spesifisitas menunjukkan bahwa primer nested PCR hasil

    disain hanya mampu mengamplifikasi isolat-isolat V. harveyi. Hasil PCR bagi

    isolat-isolat bakteri V. parahaemolyticus, V. campbelli, Salmonella sp.,

    Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan Streptococcus iniae yang juga

    diujikan diketahui tidak terdapat hasil amplifikasi. Berdasarkan uji sensitivitas

    diketahui bahwa primer nested PCR hasil disain mampu menDisain Primer V.

    harveyi sampai kepadatan 100

    cfu/ml atau konsentrasi DNA sampai 101 fg/l.

    Melalui uji surveillance diketahui bahwa deteksi terendah adalah pada sampel hari

    ke-3 ekstrak DNA udang mati suspect V. harveyi MR 5339 infeksi awal sebanyak

    101

    cfu/ml.

    Kata kunci: V. harveyi, L. vannamei, hemolisin, DNA, nested PCR.

  • SUMMARY

    WAWAN ABDULLAH SETIAWAN. Nested Primer Design of Haemolysin

    Gene to Detect Vibrio harveyi in Penaeid Shrimp By PCR. Under direction of

    UTUT WIDYASTUTI and MUNTI YUHANA.

    Litopenaeus vannamei or white shrimp is one of the most important

    aquaculture commodity in Indonesia. This penaeid species have several

    advantages compared to other shrimp species, such as higher productivity that can

    reach more than 13,600 kg/ha, growth faster and at beginning of introduction it

    was believed more resistant against diseases. However the later it was known that

    luminous Vibrio disease still becomes problem in white shrimp hatchery in

    Indonesia.

    Application of PCR (Polymerase Chain Reaction) could allow early

    detection of disease caused by bacteria, including Vibriosis in shrimp. Nested

    PCR is a modification of the regular PCR reaction, which use two successive runs

    of PCR. The first PCR fragment product is used as template for the second PCR.

    The advantage of nested PCR is to minimize error by using 2 pairs of primers

    which also means increasing the PCR sensitivity. Haemolysin gene was known

    has better specificity and sensitivity than toxR gene and gyrB gene as molecular

    marker to detect V. harveyi. The aim of this study was to design nested PCR

    primers using haemolysin gene to detect V. harveyi in penaeid shrimp.

    Haemolysin gene sequences from V. harveyi MR5339 and V. harveyi 275

    samples was detected by primer pair that designed from complete sequence of V.

    harveyi VIB391 haemolysin gene (accesion number: DQ640264) from 133 to 756

    sequence. Nested PCR primers was designed from sequencing result of V. harveyi

    MR5339 haemolysin gene which have been successfully amplified by the initial

    primers. Primer pairs I of nested PCR was designed to amplified the DNA

    fragment from positions 52 to 405. Primer pairs II of nested PCR was designed to

    amplified the positions 204 to 405. Specificity test showed that nested PCR

    primers just only amplified V. harveyi isolates. PCR results for isolates V.

    parahaemolyticus, V. campbelli, Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas

    hydrophila, dan Streptococcus iniae was known has no amplification. Based on

    sensitivity test was known that nested PCR primers designed was able to detect V.

    harveyi cells density of 100 cfu/ml or at concentration of 10

    1 fg/l extracted DNA.

    From surveillance test, it was observed that lowest concentration was detected on

    dead shrimp DNA extract suspect V. harveyi MR 5339 initial infected 101 cfu/ml.

    .

    Keywords: V. harveyi, L. vannamei, haemolysin, DNA, nested PCR.

  • Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

    Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

    menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

    penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

    tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

    Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

    dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

  • DISAIN NESTED PRIMER GEN HEMOLISIN UNTUK

    MENDETEKSI Vibrio harveyi PADA UDANG PENAEID

    MELALUI PCR

    WAWAN ABDULLAH SETIAWAN

    Tesis

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada

    Program Studi Bioteknologi

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

  • Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Iman Rusmana, MSi

  • Judul Tesis : Disain Nested Primer Gen Hemolisin Untuk Mendeteksi

    Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui PCR

    Nama : Wawan Abdullah Setiawan

    NRP : P051100031

    Disetujui oleh

    Komisi Pembimbing

    Dr Ir Utut Widyastuti, MSi Dr Munti Yuhana, SPi, MSi

    Ketua Anggota

    Diketahui oleh

    Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

    Bioteknologi

    Prof Dr Ir Suharsono, DEA Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

    Tanggal Ujian: 30 Mei 2014 Tanggal Lulus:

  • PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia

    dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

    dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai

    bulan April 2013 ini ialah disain nested primer gen hemolisin untuk mendeteksi

    Vibrio harveyi pada udang penaeid melalui PCR.

    Penulis sangat menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan

    penulisan tesis ini tidak akan dapat berjalan dengan lancar tanpa dukungan banyak

    pihak. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

    tak terhingga kepada Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.S. dan Ibu Dr. Munti Yuhana,

    S.Pi, M.Si. sebagai pembimbing atas ilmu, cara berfikir, dana dan fasilitas

    penelitian kepada penulis. Terimakasih penulis haturkan juga atas waktu,

    kesabaran, serta semangat, bimbingan dan semua masukan yang sangat berarti

    mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis ini

    yang insya Alloh akan penulis jadikan acuan dalam melangkah ke depan. Penulis

    juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iman Rusmana, M.S.

    selaku penguji atas saran dan perbaikan untuk kesempurnaan tesis ini.

    Terimakasih dan rasa hormat juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir.

    Suharsono, DEA sebagai ketua program studi Bioteknologi yang telah banyak

    memberikan ilmu, saran, dan masukan sejak awal perkuliahan, penelitian, hingga

    selesainya tesis ini.

    Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Kementerian Pendidikan dan

    Kebudayaan Nasional, kepada Bapak Bambang Irawan, Bapak Sumardi, dan Ibu

    C. N. Ekowati, serta Bapak/Ibu dosen Jurusan Biologi Universitas Lampung

    sebagai orang tua penulis atas arahan, kesempatan, dan penyediaan beasiswa

    sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan pada program Magister di Insitut

    Pertanian Bogor. Semoga penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang penulis

    dapatkan bagi sebesar-besarnya kemajuan di tanah kelahiran penulis, tempat

    orangtua penulis mencari penghidupan pada khususnya dan khasanah ilmu

    pengetahuan pada umumnya.

    Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Ince

    Ayu Khairana Kadriah atas semua kebaikannya sehingga penulis dapat

    mengerjakan penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan juga penulis

    sampaikan kepada Mbak Peppy Elvavina selaku teknisi di Laboratorium BIORIN

    atas semua masukan, kemudahan, serta kebaikannya selama penelitian. Kepada

    Pak Keresyanto, Pak Mulya, Pak Yanto, A Saeri, Mbak Nia, Mbak Ara, Pak

    Asep, Mbak Pipit, Pak Ranta, dan Mas Rahman, penulis ucapkan banyak

    terimakasih atas semua kebaikan dan kebersamaannya kepada penulis. Bapak/Ibu

    dan rekan-rekan Lab. BIORIN: Pak Muzuni, Bu Ratna, Pak Radite, Bu Cinta, Pak

    Ulung, Pak Asri, Pak Ilyas, Bu Ifa, Mbak Fajri, Mbak Nurul, Mbak Nuril, Ahya,

    serta adik-adik tingkat PS Bioteknologi, penulis menyampaikan terima kasih

    untuk semua kebersamaan yang telah memberi semangat, masukan, dan

    pengalaman yang tak terlupakan. Terima kasih karena sudah berbagi kebahagiaan,

    ilmu, dan menjadi pendukung di saat-saat tersulit dalam penyelesaian tesis ini.

    Teman-teman PS BTK angkatan 2010 : Mbak Goli, Ratna, Seagames, Mbak

    Atun, Stephani, Mas Asep, Rani, Ista, Mbak Cynthia, Ricky, Nanda, Evan, Mas

  • Aji, Mas Swastika, Mas Fajarudin, Delih, Mbak Anky, Mbak Neng, dan Mbak

    Ihat, penulis menyampaikan terima kasih untuk semua kebersamaan yang telah

    memberi semangat dan pengalaman yang tak terlupakan.

    Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada istri

    tersayang Ulia Fajriah, keempat orangtua, dan adik-adik tersayang untuk semua

    cinta, kasih sayang, dukungan dan perhatiannya selama ini. Terimakasih juga

    kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

    membantu dan memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga penulis

    mampu menyelesaikan program S2 di Institut Pertanian Bogor.

    Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena

    keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang ini. Oleh karena

    itu, penulis mengharapkan saran, masukan, dan kritikan untuk perbaikan

    penulisan selanjutnya. Bagaimanapun, penulis berharap semoga tesis ini

    bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

    Bogor, Agustus 2014

    Wawan Abdullah Setiawan

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii

    1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

    1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 2

    2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3

    2.1 Vibriosis pada Udang Putih ................................................................ 3

    2.2 Nested PCR ........................................................................................ 5

    2.3 Disain Primer ..................................................................................... 6

    3 BAHAN DAN METODE 8

    3.1 Bahan ................................................................................................. 8

    3.2 Peremajaan Isolat Bakteri ................................................................... 8

    3.3 Ekstraksi DNA Bakteri ....................................................................... 8

    3.4 Analisa DNA Vibrio dengan Elektroforesis ........................................ 9

    3.5 Uji Kemurnian dan Penghitungan Konsentrasi DNA ........................... 9

    3.6 Desain Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi ................................ 10

    3.7 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi ............ 10

    3.8 Elusi Sekuen Gen Hemolisin V. harveyi dan Pengurutan Sekuen

    Gen Hemolisin ................................................................................. 11

    3.9 Disain Primer Nested PCR ............................................................... 11

    3.10 Nested PCR ...................................................................................... 11

    3.11 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR .................................................. 12

    3.12 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR .................................................. 12

    3.13 Surveillance Test .............................................................................. 12

    4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

    4.1 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi MR5339

    dan Pengurutan Sekuen Gen Hemolisin .............................................. 14

    4.2 Disain Primer Nested PCR ................................................................. 16

  • 4.3 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR .................................................... 16

    4.4 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR .................................................... 19

    4.5 Surveillance Test ................................................................................ 22

    5 SIMPULAN DAN SARAN 25

    5.1 Simpulan ............................................................................................ 25

    5.2 Saran .................................................................................................. 25

    DAFTAR PUSTAKA 26

    LAMPIRAN 29

    RIWAYAT HIDUP 34

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1 Hasil uji aktivitas hemolisin isolat V. harveyi, V. parahaemolyticus,

    Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan

    Streptococcus iniae pada medium agar darah ................................................... 4

    2 Visualisasi hasil PCR dengan primer awal ...................................................... 15

    3 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi

    MR5339 ......................................................................................................... 17

    4 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi 275 .......... 18

    5 Hasil uji spesifisitas pada kepadatan bakteri 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml ........... 19

    6 Hasil uji spesifisitas pada ekstrak DNA konsentrasi 102 ng/l s.d 10

    1 fg/l ..... 21

    7 Visualisasi hasil PCR dengan nested PCR bagi surveillance test .................... 22

    8 Visualisasi hasil PCR dengan nested PCR bagi surveillance test

    sampel ke-7 ..................................................................................................... 23

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    1 Komposisi pereaksi PCR ................................................................................ 10

    2 Program awal pada alat thermocycler ............................................................. 10

    3 Hasil penghitungan uji kemurnian dan konsentrasi DNA isolat bakteri ........... 14

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1 Similaritas sekuen gen hemolisin V harveyi MR5339 ...................................... 29

    2 Similaritas sekuen gen hemolisin V harveyi 275 .............................................. 31

    3 Daerah amplifikasi primer nested PCR hasil disain ......................................... 33

  • PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

    SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Disain Nested Primer

    Gen Hemolisin untuk Mendeteksi Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui

    PCR adalah benar karya saya bersama dengan komisi pembimbing dan belum

    diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

    informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

    diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

    Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

    Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

    Pertanian Bogor.

    Bogor, Agustus 2014

    Wawan Abdullah Setiawan

    NRP P051100031

  • RINGKASAN

    WAWAN ABDULLAH SETIAWAN. Disain Nested Primer Gen Hemolisin

    untuk Mendeteksi Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui PCR. Dibimbing

    oleh UTUT WIDYASTUTI dan MUNTI YUHANA.

    Litopenaeus vannamei atau udang putih merupakan salah satu komoditas

    unggulan dalam budidaya perikanan di Indonesia. Spesies penaeid ini memiliki

    beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya, antara lain

    produktivitasnya yang tinggi dapat mencapai lebih dari 13.600 kg/ha, masa

    panennya lebih cepat, serta lebih resisten terhadap penyakit. Meskipun lebih

    resisten, penyakit bakterial vibrio berpendar yang disebabkan oleh Vibrio harveyi

    masih menjadi kendala dalam usaha pembenihan udang putih di Indonesia.

    Aplikasi teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) memungkinkan untuk

    melakukan deteksi dini suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk

    vibriosis pada udang. Nested PCR merupakan variasi dari reaksi PCR biasa. Pada

    nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR dimana hasil dari PCR pertama menjadi

    DNA cetakan bagi PCR kedua. Keuntungan dari nested PCR adalah

    meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer

    yang sekaligus juga dapat meningkatkan sensitivitas PCR. Gen hemolisin

    diketahui mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik dibanding gen

    toxR dan gen gyrB sebagai penanda molekuler dalam mendeteksi V. harveyi.

    Penelitian ini bertujuan untuk mendisain primer nested PCR menggunakan gen

    hemolisin untuk mendeteksi Vibrio harveyi pada udang penaeid.

    Sekuen gen hemolisin dari sampel V. harveyi MR5339 dan V. harveyi 275

    dideteksi menggunakan primer yang didisain dari sekuen gen lengkap hemolisin

    V. harveyi strain VIB 391 (nomor akses: DQ640264) mulai dari urutan ke-133

    sampai urutan ke-756. Primer nested PCR didesain dari sekuen gen hemolisin

    isolat V. harveyi MR 5339 yang berhasil teramplifikasi oleh primer awal. PCR I

    nested PCR didesain untuk mengamplifikasi urutan ke-52 sampai urutan ke-405

    dan PCR II nested PCR didesain untuk mengamplifikasi urutan ke-204 sampai

    urutan ke-405. Hasil uji spesifisitas menunjukkan bahwa primer nested PCR hasil

    disain hanya mampu mengamplifikasi isolat-isolat V. harveyi. Hasil PCR bagi

    isolat-isolat bakteri V. parahaemolyticus, V. campbelli, Salmonella sp.,

    Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan Streptococcus iniae yang juga

    diujikan diketahui tidak terdapat hasil amplifikasi. Berdasarkan uji sensitivitas

    diketahui bahwa primer nested PCR hasil disain mampu menDisain Primer V.

    harveyi sampai kepadatan 100

    cfu/ml atau konsentrasi DNA sampai 101 fg/l.

    Melalui uji surveillance diketahui bahwa deteksi terendah adalah pada sampel hari

    ke-3 ekstrak DNA udang mati suspect V. harveyi MR 5339 infeksi awal sebanyak

    101

    cfu/ml.

    Kata kunci: V. harveyi, L. vannamei, hemolisin, DNA, nested PCR.

  • SUMMARY

    WAWAN ABDULLAH SETIAWAN. Nested Primer Design of Haemolysin

    Gene to Detect Vibrio harveyi in Penaeid Shrimp By PCR. Under direction of

    UTUT WIDYASTUTI and MUNTI YUHANA.

    Litopenaeus vannamei or white shrimp is one of the most important

    aquaculture commodity in Indonesia. This penaeid species have several

    advantages compared to other shrimp species, such as higher productivity that can

    reach more than 13,600 kg/ha, growth faster and at beginning of introduction it

    was believed more resistant against diseases. However the later it was known that

    luminous Vibrio disease still becomes problem in white shrimp hatchery in

    Indonesia.

    Application of PCR (Polymerase Chain Reaction) could allow early

    detection of disease caused by bacteria, including Vibriosis in shrimp. Nested

    PCR is a modification of the regular PCR reaction, which use two successive runs

    of PCR. The first PCR fragment product is used as template for the second PCR.

    The advantage of nested PCR is to minimize error by using 2 pairs of primers

    which also means increasing the PCR sensitivity. Haemolysin gene was known

    has better specificity and sensitivity than toxR gene and gyrB gene as molecular

    marker to detect V. harveyi. The aim of this study was to design nested PCR

    primers using haemolysin gene to detect V. harveyi in penaeid shrimp.

    Haemolysin gene sequences from V. harveyi MR5339 and V. harveyi 275

    samples was detected by primer pair that designed from complete sequence of V.

    harveyi VIB391 haemolysin gene (accesion number: DQ640264) from 133 to 756

    sequence. Nested PCR primers was designed from sequencing result of V. harveyi

    MR5339 haemolysin gene which have been successfully amplified by the initial

    primers. Primer pairs I of nested PCR was designed to amplified the DNA

    fragment from positions 52 to 405. Primer pairs II of nested PCR was designed to

    amplified the positions 204 to 405. Specificity test showed that nested PCR

    primers just only amplified V. harveyi isolates. PCR results for isolates V.

    parahaemolyticus, V. campbelli, Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas

    hydrophila, dan Streptococcus iniae was known has no amplification. Based on

    sensitivity test was known that nested PCR primers designed was able to detect V.

    harveyi cells density of 100 cfu/ml or at concentration of 10

    1 fg/l extracted DNA.

    From surveillance test, it was observed that lowest concentration was detected on

    dead shrimp DNA extract suspect V. harveyi MR 5339 initial infected 101 cfu/ml.

    .

    Keywords: V. harveyi, L. vannamei, haemolysin, DNA, nested PCR.

  • Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

    Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

    menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

    penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

    tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

    Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

    dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

  • DISAIN NESTED PRIMER GEN HEMOLISIN UNTUK

    MENDETEKSI Vibrio harveyi PADA UDANG PENAEID

    MELALUI PCR

    WAWAN ABDULLAH SETIAWAN

    Tesis

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada

    Program Studi Bioteknologi

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

  • Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Iman Rusmana, MSi

  • Judul Tesis : Disain Nested Primer Gen Hemolisin Untuk Mendeteksi

    Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui PCR

    Nama : Wawan Abdullah Setiawan

    NRP : P051100031

    Disetujui oleh

    Komisi Pembimbing

    Dr Ir Utut Widyastuti, MSi Dr Munti Yuhana, SPi, MSi

    Ketua Anggota

    Diketahui oleh

    Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

    Bioteknologi

    Prof Dr Ir Suharsono, DEA Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

    Tanggal Ujian: 30 Mei 2014 Tanggal Lulus:

  • PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia

    dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

    dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai

    bulan April 2013 ini ialah disain nested primer gen hemolisin untuk mendeteksi

    Vibrio harveyi pada udang penaeid melalui PCR.

    Penulis sangat menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan

    penulisan tesis ini tidak akan dapat berjalan dengan lancar tanpa dukungan banyak

    pihak. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

    tak terhingga kepada Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.S. dan Ibu Dr. Munti Yuhana,

    S.Pi, M.Si. sebagai pembimbing atas ilmu, cara berfikir, dana dan fasilitas

    penelitian kepada penulis. Terimakasih penulis haturkan juga atas waktu,

    kesabaran, serta semangat, bimbingan dan semua masukan yang sangat berarti

    mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis ini

    yang insya Alloh akan penulis jadikan acuan dalam melangkah ke depan. Penulis

    juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iman Rusmana, M.S.

    selaku penguji atas saran dan perbaikan untuk kesempurnaan tesis ini.

    Terimakasih dan rasa hormat juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir.

    Suharsono, DEA sebagai ketua program studi Bioteknologi yang telah banyak

    memberikan ilmu, saran, dan masukan sejak awal perkuliahan, penelitian, hingga

    selesainya tesis ini.

    Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Kementerian Pendidikan dan

    Kebudayaan Nasional, kepada Bapak Bambang Irawan, Bapak Sumardi, dan Ibu

    C. N. Ekowati, serta Bapak/Ibu dosen Jurusan Biologi Universitas Lampung

    sebagai orang tua penulis atas arahan, kesempatan, dan penyediaan beasiswa

    sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan pada program Magister di Insitut

    Pertanian Bogor. Semoga penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang penulis

    dapatkan bagi sebesar-besarnya kemajuan di tanah kelahiran penulis, tempat

    orangtua penulis mencari penghidupan pada khususnya dan khasanah ilmu

    pengetahuan pada umumnya.

    Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Ince

    Ayu Khairana Kadriah atas semua kebaikannya sehingga penulis dapat

    mengerjakan penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan juga penulis

    sampaikan kepada Mbak Peppy Elvavina selaku teknisi di Laboratorium BIORIN

    atas semua masukan, kemudahan, serta kebaikannya selama penelitian. Kepada

    Pak Keresyanto, Pak Mulya, Pak Yanto, A Saeri, Mbak Nia, Mbak Ara, Pak

    Asep, Mbak Pipit, Pak Ranta, dan Mas Rahman, penulis ucapkan banyak

    terimakasih atas semua kebaikan dan kebersamaannya kepada penulis. Bapak/Ibu

    dan rekan-rekan Lab. BIORIN: Pak Muzuni, Bu Ratna, Pak Radite, Bu Cinta, Pak

    Ulung, Pak Asri, Pak Ilyas, Bu Ifa, Mbak Fajri, Mbak Nurul, Mbak Nuril, Ahya,

    serta adik-adik tingkat PS Bioteknologi, penulis menyampaikan terima kasih

    untuk semua kebersamaan yang telah memberi semangat, masukan, dan

    pengalaman yang tak terlupakan. Terima kasih karena sudah berbagi kebahagiaan,

    ilmu, dan menjadi pendukung di saat-saat tersulit dalam penyelesaian tesis ini.

    Teman-teman PS BTK angkatan 2010 : Mbak Goli, Ratna, Seagames, Mbak

    Atun, Stephani, Mas Asep, Rani, Ista, Mbak Cynthia, Ricky, Nanda, Evan, Mas

  • Aji, Mas Swastika, Mas Fajarudin, Delih, Mbak Anky, Mbak Neng, dan Mbak

    Ihat, penulis menyampaikan terima kasih untuk semua kebersamaan yang telah

    memberi semangat dan pengalaman yang tak terlupakan.

    Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada istri

    tersayang Ulia Fajriah, keempat orangtua, dan adik-adik tersayang untuk semua

    cinta, kasih sayang, dukungan dan perhatiannya selama ini. Terimakasih juga

    kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

    membantu dan memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga penulis

    mampu menyelesaikan program S2 di Institut Pertanian Bogor.

    Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena

    keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang ini. Oleh karena

    itu, penulis mengharapkan saran, masukan, dan kritikan untuk perbaikan

    penulisan selanjutnya. Bagaimanapun, penulis berharap semoga tesis ini

    bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

    Bogor, Agustus 2014

    Wawan Abdullah Setiawan

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii

    1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

    1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 2

    2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3

    2.1 Vibriosis pada Udang Putih ................................................................ 3

    2.2 Nested PCR ........................................................................................ 5

    2.3 Disain Primer ..................................................................................... 6

    3 BAHAN DAN METODE 8

    3.1 Bahan ................................................................................................. 8

    3.2 Peremajaan Isolat Bakteri ................................................................... 8

    3.3 Ekstraksi DNA Bakteri ....................................................................... 8

    3.4 Analisa DNA Vibrio dengan Elektroforesis ........................................ 9

    3.5 Uji Kemurnian dan Penghitungan Konsentrasi DNA ........................... 9

    3.6 Desain Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi ................................ 10

    3.7 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi ............ 10

    3.8 Elusi Sekuen Gen Hemolisin V. harveyi dan Pengurutan Sekuen

    Gen Hemolisin ................................................................................. 11

    3.9 Disain Primer Nested PCR ............................................................... 11

    3.10 Nested PCR ...................................................................................... 11

    3.11 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR .................................................. 12

    3.12 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR .................................................. 12

    3.13 Surveillance Test .............................................................................. 12

    4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

    4.1 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi MR5339

    dan Pengurutan Sekuen Gen Hemolisin .............................................. 14

    4.2 Disain Primer Nested PCR ................................................................. 16

  • 4.3 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR .................................................... 16

    4.4 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR .................................................... 19

    4.5 Surveillance Test ................................................................................ 22

    5 SIMPULAN DAN SARAN 25

    5.1 Simpulan ............................................................................................ 25

    5.2 Saran .................................................................................................. 25

    DAFTAR PUSTAKA 26

    LAMPIRAN 29

    RIWAYAT HIDUP 34

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1 Hasil uji aktivitas hemolisin isolat V. harveyi, V. parahaemolyticus,

    Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan

    Streptococcus iniae pada medium agar darah ................................................... 4

    2 Visualisasi hasil PCR dengan primer awal ...................................................... 15

    3 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi

    MR5339 ......................................................................................................... 17

    4 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi 275 .......... 18

    5 Hasil uji spesifisitas pada kepadatan bakteri 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml ........... 19

    6 Hasil uji spesifisitas pada ekstrak DNA konsentrasi 102 ng/l s.d 10

    1 fg/l ..... 21

    7 Visualisasi hasil PCR dengan nested PCR bagi surveillance test .................... 22

    8 Visualisasi hasil PCR dengan nested PCR bagi surveillance test

    sampel ke-7 ..................................................................................................... 23

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    1 Komposisi pereaksi PCR ................................................................................ 10

    2 Program awal pada alat thermocycler ............................................................. 10

    3 Hasil penghitungan uji kemurnian dan konsentrasi DNA isolat bakteri ........... 14

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1 Similaritas sekuen gen hemolisin V harveyi MR5339 ...................................... 29

    2 Similaritas sekuen gen hemolisin V harveyi 275 .............................................. 31

    3 Daerah amplifikasi primer nested PCR hasil disain ......................................... 33

  • 1

    1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Litopenaeus vannamei atau udang putih merupakan salah satu komoditas

    unggulan dalam budidaya perikanan di Indonesia dimana produksinya pada tahun

    2014 ditargetkan sebesar 511 ribu ton (KKP 2010). Spesies ini memiliki beberapa

    keunggulan dibanding spesies udang lainnya, antara lain produktivitasnya yang

    tinggi dapat mencapai lebih dari 13.600 kg/ha, masa panennya lebih cepat, serta

    lebih resisten terhadap penyakit (Boyd dan Clay 2002). Meskipun lebih resisten,

    penyakit bakterial Vibrio berpendar masih menjadi kendala dalam usaha

    pembenihan udang putih di Indonesia (Felix et al. 2011). Spesies bakteri Vibrio

    yang sering menyebabkan kematian massal terutama pada larva udang di

    Indonesia adalah Vibrio harveyi (Teo et al. 2000). Serangan bakteri Vibrio yang

    mengakibatkan kematian udang dalam waktu yang cepat dan dalam jumlah yang

    besar. Bakteri ini merupakan jenis patogen yang menginfeksi dan menyebabkan

    penyakit pada saat kondisi udang lemah dan faktor lingkungan yang ekstrim

    (Austin dan Zhang 2006).

    Lightner (1996) menyatakan bahwa pemeriksaan Vibriosis pada udang saat

    ini masih dilakukan secara konvensional yaitu dengan melihat gejala klinis pada

    tubuh udang, mengisolasi bakteri penyebab penyakit, melakukan uji fisiologi dan

    biokimia, yang kesemuanya membutuhkan waktu hingga beberapa hari. Jika hasil

    pemeriksaan tersebut sudah positif menunjukkan Vibriosis, inipun sudah

    terlambat karena biasanya populasi Vibrio sudah dalam kepadatan yang tinggi,

    lebih dari 109 cfu/ml sehingga lebih sukar dikendalikan.

    Aplikasi teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) memungkinkan untuk

    melakukan deteksi dini suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk

    Vibriosis pada udang. PCR merupakan teknik yang digunakan untuk

    mengamplifikasi sekuen asam nukleat menggunakan polimerisasi berulang dari

    sekuen DNA (Kolmodin dan Birch. 2002). Nested PCR merupakan variasi dari

    reaksi PCR biasa. Pada nested PCR, dilakukan 2 kali reaksi PCR dimana hasil

    dari PCR pertama menjadi DNA cetakan bagi PCR kedua. Keuntungan dari

    nested PCR adalah meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan

    menggunakan 2 pasang primer yang sekaligus juga dapat meningkatkan

    sensitivitas PCR (Siebert et al. 1995).

    Hemolisin merupakan eksotoksin yang diproduksi oleh bakteri Vibrio

    berpendar yang menyerang membran sel darah inang dan menyebabkan sel darah

    pecah (Zhang dan Austin 2005). Pada sebagian besar kasus, bukti epidemiologi

    dan eksperimental menunjukkan bahwa hemolisin terlibat dalam patogenesis

    penyakit Vibriosis (Shinoda 1999). Hemolisin disandikan oleh gen hemolisin

    dimana urutan gennya telah banyak diketahui dan dapat diakses di GeneBank.

    Kadriah et al. (2013) menjelaskan bahwa gen hemolisin mempunyai spesifisitas

    dan sensitivitas yang lebih baik dibanding gen toxR dan gen gyrB sebagai penanda

    molekuler dalam mendeteksi V. harveyi. Primer yang didisain dari penelitian

    tersebut menunjukkan sensitivitas untuk mendeteksi V. harveyi pada kepadatan

    100 cfu/ml dan konsentrasi DNA sebanyak 10

    1 pg.

  • 2

    Sambrook dan Russel (2001) menerangkan bahwa teknik PCR

    memungkinkan untuk mengamplifikasi 1 kopi cetakan DNA. Oleh karena itu,

    dengan menggunakan teknik nested PCR diharapkan dapat ditemukan primer

    nested PCR yang lebih spesifik dan sensitif bagi gen penyandi hemolisin V.

    harveyi sehingga keberadaan bakteri Vibrio berpendar patogenik strain lokal pada

    budidaya udang putih dapat dideteksi lebih dini.

    1.2 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mendisain nested primer gen hemolisin untuk

    mendeteksi bakteri V. harveyi patogenik pada udang penaeid melalui PCR.

  • 3

    2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Vibriosis pada Udang Putih

    Udang putih dengan nama ilmiah Litopennaeus vannamei merupakan salah

    satu komoditas unggulan dalam budidaya perikanan di Indonesia. Selama periode

    tahun 2003 s.d 2007 ekspor udang cenderung meningkat, yaitu dari 137.636 ton

    menjadi 160.797 ton (Poernomo 2008). Produksi udang nasional mengalami

    kenaikan sebesar 2,6% dari 338.060 ton tahun 2009 menjadi 352.600 ton pada

    tahun 2010. Pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan menargetkan

    produksi udang putih pada tahun 2014 sebesar 511 ribu ton (KKP 2010).

    Udang putih memiliki beberapa keunggulan dibanding beberapa spesies

    udang lainnya, diantaranya masa panennya yang lebih cepat, produktifitasnya

    yang tinggi yang dapat mencapai lebih dari 13.600 kg/ha, dan lebih resisten

    terhadap penyakit (Boyd dan Clay 2002). Walaupun udang putih lebih resisten

    terhadap penyakit, penyakit bakterial Vibrio berpendar masih menjadi kendala

    dalam usaha pembenihan udang putih di Indonesia (Felix et al. 2011).

    Penyakit berpendar pada larva udang merupakan penyakit yang berbahaya

    karena dapat menyebabkan kematian massal. Bakteri Vibrio berpendar sering

    dilaporkan sebagai penyebab kematian massal pada berbagai ikan laut dan udang

    di berbagai belahan dunia (Austin dan Zhang 2006). Bakteri Vibrio berpendar

    juga dilaporkan sebagai agen penyebab utama penyakit Vibriosis pada udang

    budidaya di wilayah Asia Tenggara yang menyebabkan kerugian yang besar

    (Lavilla-Pitogo et al. 1998; Liu et al. 1996). Vibriosis telah menyebabkan

    mortalitas pada berbagai stadia larva, pasca larva, juvenil, dan dewasa (Lightner

    1996). Spesies bakteri Vibrio yang sering menyebabkan kematian massal terutama

    pada larva udang di Indonesia adalah Vibrio harveyi (Teo et al. 2000).

    Pada sebagian besar kasus, bukti epidemiologi dan eksperimental

    menunjukkan bahwa hemolisin terlibat dalam patogenesis penyakit Vibriosis

    (Shinoda 1999). Hemolisin merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap

    kerusakan membran sel darah (hemolisis) dan dilaporkan bahwa gen hemolisin

    terdapat pada beberapa genus Vibrio termasuk V. harveyi (Zhang dan Austin

    2005). Kadriah (2013) menerangkan bahwa selain V. harveyi, bakteri V.

    parahaemolyticus, Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila,

    dan Streptococcus iniae diketahui mempunyai aktivitas hemolisin setelah

    ditumbuhkan di medium agar darah. Hasil uji aktivitas hemolisin disajikan pada

    gambar 1.

    Lebih lanjut menurut Zhang dan Austin (2005), sekuen gen hemolisin

    bervariasi pada spesies bakteri yang berbeda sehingga gen ini dapat digunakan

    untuk mendeteksi keberadaan bakteri Vibrio sampai pada tingkat spesifik spesies,

    antara lain spesies V. harveyi. Hemolisin merupakan jenis toksin yang terdistribusi

    paling banyak pada bakteri Vibrio patogen. Berbagai jenis hemolisin yang

    diproduksi oleh bakteri genus Vibrio mempunyai kemiripan satu sama lain, tetapi

    tidak identik. Gen hemolisin yang dimiliki V. harveyi termasuk dalam kategori

    hemolisin yang melisis sel darah secara tidak sempurna. Hemolisin V. harveyi

    dinamai Vhh yang termasuk dalam famili thermolable haemolysin/TLH.

  • 4

    Gambar 1 Hasil uji aktivitas hemolisin isolat V. harveyi, V. parahaemolyticus,

    Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan

    Streptococcus iniae pada medium agar darah. (A) P-275 = V. harveyi,

    AH: A. hydrophila, SM = Salmonella sp., Si = S. iniae. (B) P-275 = V.

    harveyi, Si = S. iniae, ES = E. tarda, AH = A. hydrophila. (C) Vp =

    V. parahaemolyticus, Vh = V. harveyi. (D) Vh = V. harveyi, Vp = V.

    parahaemolyticus (Kadriah 2013).

    Kadriah (2013) menjelaskan bahwa spesifisitas dan sensitivitas gen

    hemolisin lebih baik dibanding gen toxR dan gen gyrB sebagai penanda molekuler

    dalam mendeteksi V. harveyi. Ketiga gen tersebut merupakan gen-gen yang aktif

    dalam mekanisme patogenitas bakteri genus Vibrio (Pang et al. 2005; Conejero

    dan Hedreyda 2004; Thaithongnum et al. 2006). Gen-gen yang bertanggung

    jawab dalam mekanisme patogenitas V. harveyi diekspresikan setelah kondisi

    kuorum bakteri ini tercapai (Madigan et al. 2012). Dengan kata lain, gen-gen

    tersebut termasuk dalam gen-gen yang sifat ekspresinya inducible yang

    terekspresi melalui pengaturan tertentu (Weaver 2012). Primer gen hemolisin hasil disain Kadriah mampu mendeteksi V. harveyi sampai kepadatan 10

    0 cfu/ml dan

    konsentrasi DNA sebanyak 101 pg.

    Conejero dan Hedreyda (2004) juga sudah pernah menggunakan gen

    hemolisin V. harveyi sebagai penanda untuk deteksi vibrioisis. Primer tersebut

    mempunyai spesifisitas yang tinggi karena hanya mendeteksi V. harveyi, namun

    dalam penelitiannya tidak disajikan data yang menjelaskan sensitivitasnya.

    Deteksi patogen V. harveyi melalui PCR juga dilakukan oleh Thaitongnum et al.

  • 5

    (2006) yang menghasilkan sensitivitas sebesar 1,5 x 101 cfu/ml. Primer hasil

    disain Thongkao et al. (2013) hanya mampu mendeteksi V. harveyi sampai

    kepadatan 1,1 x 102 cfu/ml.

    Robertson et al. (1998a) pernah mendeteksi V. harveyi menggunakan

    metode enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA), namun tingkat

    sensitivitasnya hanya sebesar 105 cfu/ml. Buchatip et al. (2010) mendeteksi V.

    harveyi menggunakan imunosensor berbasis quartz crystal microbalance (QCM)

    dimana tingkat sensitivitasnya hanya sampai kepadatan 103 cfu/ml, walaupun

    spesifisitasnya tinggi.

    2.2 Nested PCR

    PCR merupakan teknik yang digunakan untuk mengamplifikasi sekuen asam

    nukleat menggunakan polimerisasi berulang dari sekuen DNA. Teknik ini disusun

    dan dipraktikkan oleh Kary B. Mullis pada pertengahan tahun 1985.

    Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuen DNA yang

    diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya (Saiki et al.

    1988). Dalam melakukan PCR, ekstrak DNA, enzim DNA polimerase, dan primer

    direaksikan dalam larutan buffer yang sesuai. Reaksi PCR dilakukan dengan

    bantuan alat thermocycle (Saiki et al. 1988).

    Ekstrak DNA yang digunakan harus murni. Kemurnian ekstrak DNA

    mempengaruhi hasil PCR dimana jika pada ekstrak DNA banyak pengotornya,

    maka akan mengganggu proses PCR yang mengakibatkan kesalahan dalam

    menganalisa. DNA dikatakan murni jika rasio OD260/OD280 berkisar antara 1,8

    sampai 2,0 (Sambrook dan Russel 2001). Enzim DNA polimerase saat ini sudah

    banyak diproduksi oleh perusahaan yang bergerak di bidang molekuler sehingga

    lebih memudahkan pengguna dalam melakukan PCR (Apte dan Singh 2007).

    Reaksi PCR merupakan sebuah siklus yang berlangsung dalam tiga tahapan.

    Siklus diawali dengan tahap denaturasi pada suhu tinggi (90-95C) yang

    mengakibatkan untai ganda DNA mengalami pemisahan menjadi untai tunggal.

    Tahap selanjutnya adalah penempelan primer (annealing) yang biasanya terjadi

    pada suhu 45-55C, primer akan melekat pada DNA cetakan sesuai dengan

    komplementasi basa nukleotidanya. Tahap yang terakhir yaitu pemanjangan

    nukleotida (elongation), pembentukan molekul DNA menggunakan molekul-

    molekul dNTP yang merupakan komponen dari cetakan pada suhu 70-75C

    (Kolmodin dan Birch. 2002).

    Nested PCR adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA

    menggunakan bantuan enzim DNA polymerase yang menggunakan 2 pasang

    primer untuk mengamplifikasi fragmen. Pasangan primer yang pertama akan

    mengamplifikasi sekuen yang cara kerjanya mirip dengan PCR pada umumnya.

    Pasangan primer yang kedua biasanya disebut nested primer yang berikatan di

    dalam sekuen produk PCR yang pertama untuk memungkinkan terjadinya

    amplifikasi produk PCR yang kedua dimana hasilnya lebih pendek dari yang

    pertama. Waktu yang diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada

    PCR biasa karena pada nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada

    PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR (Siebert et al. 1995).

  • 6

    Dengan menggunakan nested PCR, jika ada sekuen yang salah diamplifikasi

    maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi untuk kedua kalinya oleh primer

    yang kedua sangat rendah. Dengan demikian, nested PCR sangat spesifik dalam

    melakukan amplifikasi karena meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan

    menggunakan 2 pasang primer (Siebert et al. 1995). Lebih lanjut Nandagopal et

    al. (2010) melaporkan bahwa nested PCR dengan target sekuen IS6110 pada

    Mycobacterium tuberculosis mempunyai tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang

    lebih tinggi dibandingkan dengan PCR biasa untuk mendeteksi bakteri tersebut

    dari fraksi leukosit sampel darah.

    2.3 Disain Primer

    Primer adalah oligonukleotida spesifik yang komplemen dengan daerah

    yang ditentukan pada DNA target sebagai tempat dimulainya sintesis DNA baru

    dengan PCR. Untuk mendapatkan daerah tertentu pada DNA target diperlukan

    disain primer forward dan reverse dari daerah tersebut. Khusus untuk primer

    reverse diperoleh dari sekuen antisensenya. Jadi nukleotida yang didapat dari

    sekuen ujung 3 daerah DNA target tadi dicari komplemennya baru kemudian

    dibalik (Glick dan Pasternak 2003).

    Disain primer spesifik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    keberhasilan amplifikasi DNA dengan PCR. Keakuratan sekuen yang dijadikan

    acuan dalam pembuatan primer PCR mampu meminimalisir kesalahan amplifikasi

    yang berupa positif palsu maupun negatif palsu yang akan mengurangi sensitivitas

    dan atau spesifisitas primer (Apte dan Singh 2007). Ukuran, komposisi, dan homologi primer terhadap DNA target harus ditentukan dengan baik agar

    diperoleh produk amplifikasi yang diinginkan saat melakukan PCR (Glick dan

    Pasternak 2003).

    Kolmodin dan Birch (2002) menyatakan bahwa primer yang digunakan bisa

    berukuran antara 20 sampai 30 nukleotida. Sambrook dan Russel (2001)

    menyatakan bahwa sebaiknya kandungan basa G+C adalah sekitar 50%. Apabila

    basa G dan C terdapat dalam jumlah banyak pada ujung 3 akan memungkinkan

    terjadinya kesalahan, misalnya terbentuk struktur jepit rambut (hair pin). Dalam

    penentuan primer, diusahakan agar tidak terjadi perpasangan sendiri (self priming)

    dan dimer-duplex. Primer yang rendah kandungan basa G dan C nya masih

    memungkinkan untuk dipilih asalkan primernya berukuran lebih panjang untuk

    menghindari temperatur melting (Tm) yang terlalu rendah.

    Sambrook dan Russel (2001) lebih jauh menerangkan bahwa Tm

    berhubungan dengan suhu annealing atau suhu dimana dimulainya

    hibridisasi/penempelan primer dengan komplemennya pada template. Suhu

    annealing biasanya lebih rendah 5oC dari Tm. Sesuai dengan peraturan Wallace,

    temperatur melting (Tm) dapat ditentukan dengan rumus:

    Tm = 4C (G+C) + 2C (A+T), dimana

    G+C merupakan banyaknya basa G dan C dalam primer yang didisain, sedangkan

    A+T merupakan banyaknya basa A dan T.

    Penentuan homologi primer dapat dilakukan melalui penelusuran data

    sekuen di Genebank seperti website NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov), EBI

    http://www.ebi.ac.uk, maupun DDBJ http://www.ddbj.nig.ac.jp (Claverie dan

    http://www.ebi.ac.uk/http://www.ddbj.nig.ac.jp/

  • 7

    Notredame 2003). Sekuen gen dari organisme target dijadikan sebagai acuan

    dalam mendisain primer untuk memperoleh akurasi yang maksimal (Apte dan

    Singh 2007).

    Setelah sekuen gen target didapatkan, selanjutnya sekuen tersebut

    dibandingkan dengan sekuen lainnya yang telah tersedia di Genebank.

    Pembandingan ini dapat dilakukan melalui website NCBI. Pada website NCBI

    dapat diakses program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang

    merupakan program untuk menganalisa kesamaan yang didisain dalam

    mengekplorasi semua database sekuen yang diminta, baik berupa DNA maupun

    protein (Claverie dan Notredame 2003). Setelah sekuen-sekuen hasil BLAST

    didapatkan, selanjutnya dapat dianalisis penjajaran dengan metode clustalW

    menggunakan software BIOEDIT (Hall 1999). Berdasarkan hasil clustalW dapat

    terlihat daerah sekuen yang conserved maupun yang tidak conserved. Menurut

    Apte dan Singh (2007), area conserved merupakan daerah spesifik gen dan area

    yang tidak conserved merupakan daerah spesifik spesies. Dalam mendisain

    primer, terlebih bagi pendeteksian patogen, spesifisitas maupun sensitivitas primer

    merupakan hal yang sangat penting untuk meminimalisir hasil positif palsu dan

    negatif palsu.

  • 8

    3 BAHAN DAN METODE

    3.1 Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi isolat V. harveyi

    MR5339 dari koleksi Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI) Program Studi

    Budidaya Perairan Fakultas Perikanan IPB dan isolat V. harveyi 275, V.

    parahaemolyticus, V. campbelli, Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas

    hydrophila, dan Streptococcus iniae dari Laboratorium Karantina Ikan Makassar.

    Semua isolat bakteri yang digunakan telah diverifikasi (Kadriah 2013). Isolat-

    isolat V. harveyi dan V. parahaemolyticus diremajakan menggunakan medium Sea

    Water Complete. Isolat V. campbelli, Salmonella sp., Edwardsiella tarda,

    Aeromonas hydrophila, dan Streptococcus iniae masing-masing ditumbuhkan

    dalam medium Luria Bertani.

    Sebelum dilakukan disain primer nested PCR, sekuen gen hemolisin V.

    harveyi sampel dideteksi menggunakan primer awal yang didisain dari gen

    lengkap hemolisin V. harveyi strain VIB 391 (nomor akses: DQ640264) mulai

    dari urutan ke-133 sampai urutan ke-756. Primer nested PCR didisain dari sekuen

    gen hemolisin isolat V. harveyi MR5339 yang berhasil teramplifikasi oleh primer

    awal. Primer I nested PCR didisain untuk mengamplifikasi urutan ke-52 sampai

    urutan ke-405 dan primer II nested PCR didisain untuk mengamplifikasi urutan

    ke-204 sampai urutan ke-405.

    3.2 Peremajaan Isolat Bakteri

    Isolat-isolat Vibrio diremajakan menggunakan medium Sea Water

    Complete/ SWC (bacto peptone 5 g, bacto-yeast extract 1 g, gliserol 3 ml, air laut

    750 ml, dan akuades 250 ml). Isolat- isolat bakteri lain ditumbuhkan dalam

    masing-masing 3 ml medium Luria Bertani/ LB (bacto tryptone 10g, bacto-yeast

    extract 5g, NaCl 10 g, dan akuades 1 l). Isolat-isolat diinkubasikan pada suhu

    ruang selama 24 jam.

    3.3 Ekstraksi DNA Bakteri

    Masing-masing koloni bakteri Vibrio ditumbuhkan dalam 3 ml media SWC

    cair. Isolat-isolat bakteri lain ditumbuhkan dalam masing-masing 3 ml media LB

    cair. Isolat-isolat tersebut diinkubasi di atas shaker dengan kecepatan 250 rpm

    pada suhu ruang selama semalam.

    Masing-masing kultur diambil sebanyak 1,5 ml dan dipindahkan ke dalam

    tabung eppendorf 1,5 ml lalu diendapkan dengan sentrifugasi 10.000 rpm 4C

    selama 10 menit, supernatan dibuang. Endapan bakteri lalu disuspensikan ke

    dalam 600 l larutan CTAB (cationic detergent hexadecyltrimethyl ammonium

    bromide) yang telah ditambahkan dengan 3% PVP (polyvinylpyrrolidone) untuk

    kultur bakteri selain V. harveyi dan 5% PVP untuk kultur bakteri V. harveyi.

    Selanjutnya larutan diresuspensi. Larutan diinkubasi pada suhu 65C

    menggunakan heater block selama 30-60 menit, setiap 5 menit larutan dibolak-

  • 9

    balik perlahan. Larutan kemudian diletakkan di dalam es selama 5 menit. Ke

    dalam larutan ditambahkan larutan CI (chloroform:isoamylalcohol, perbandingan

    4:1) kemudian tabung dibolak-balik perlahan beberapa kali. Tabung selanjutnya

    disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 10.000 rpm suhu 4C.

    Fase air yang berada di bagian atas selanjutnya diambil sebanyak 500 l lalu

    dimasukkan ke dalam tabung baru. Selanjutnya ditambahkan 500 l PCI (phenol:

    chloroform:isoamylalcohol, perbandingan 25:24:1). Tabung dibolak-balik

    perlahan lalu disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit suhu

    4C. Fase air yang berada di bagian atas diambil dan dimasukkan ke dalam tabung

    baru lalu ditambahkan 0,1 kali volume sodium asetat 2M pH 5.2 dan 2 kali

    volume etanol absolut, kemudian dicampurkan perlahan-lahan untuk kemudian

    disimpan di dalam pendingin pada suhu -20C selama 30 menit. Larutan yang ada

    di dalam tabung lalu disentrifugasi selama 30 menit pada kecepatan 10.000 rpm.

    Semua supernatan dibuang.

    Ke dalam tabung yang berisi pelet, ditambahkan 500 l etanol 70% lalu

    disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 10.000 rpm. Supernatan lalu

    dibuang dan pelet dikeringkan dengan alat vakum pada suhu 40oC selama 15

    menit. Pelet yang didapat merupakan DNA genom. Ke dalam tabung tersebut lalu

    ditambahkan 20 l dH2O dan 4 l/0,2 kali volume RNAse (1 mg/ml) dan

    diinkubasi pada suhu 37C selama 1 jam hingga semalaman. Setelah diinkubasi,

    dilakukan inaktivasi RNAse dengan menyimpan tabung pada heater blok suhu

    70oC selama 10 menit.

    3.4 Analisa DNA Vibrio dengan Elektroforesis

    Pertama-tama, dibuat suspensi 0,8 % agarose dalam TAE 1X dengan cara

    melarutkan 0,8 gram agarose dalam 100 ml TAE 1X, kemudian dipanaskan

    dengan microwave hingga larutan menjadi jernih. Setelah agak dingin dituang ke

    dalam cetakan dan dibiarkan membeku. Sampel DNA sebanyak 10 l dicampur

    dengan 1 l loading dye lalu dimasukkan ke dalam sumur gel. Marker lamda juga

    dimasukkan sebagai penanda. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 100 Volt

    selama 28 menit. Gel lalu dipindahkan ke dalam larutan ethidium bromide (EtBr)

    0,5 mg/l selama 5 menit dan selanjutnya diamati di atas UV setelah sebelumnya

    dicuci dengan dH2O.

    3.5 Uji Kemurnian dan Penghitungan Konsentrasi DNA

    Sebanyak 1 L sampel DNA dilarutkan dengan 699 L ddH2O kemudian

    dianalisis secara kuantitatif dengan spektrofotometer pada OD260 dan OD280.

    Diukur 2 x nilai absorbansinya dengan spektrofotometer pada OD260 dan OD280

    kemudian dihitung konsentrasi DNA sampel (g/ml) pada pengenceran 700x

    tersebut. Dihitung rasio nilai absorbansinya pada OD260/OD280 . Setiap OD260 = 1

    setara dengan 50 ng/ml DNA.Untuk mengukur kemurnian DNA terhadap

    kontaminan, nilai absorbansi 260 nm dibandingkan dengan nilai absorbansi 280

    nm. DNA dikatakan murni jika memiliki rasio OD260/OD280 antara 1,8 sampai 2,0.

  • 10

    Menurut Lee et al. (1995), 2,6 fg DNA sebanding dengan 1 sel bakteri V.

    parahaemolyticus.

    3.6 Disain Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi

    Pertama-tama dicari sekuen gen hemolisin V. harveyi melalui website EBI

    (http://www.ebi.ac.uk/). Setelah didapatkan, dicari gen lainnya yang mirip dengan

    menggunakan program BLAST di website NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov).

    Sekuen hasil BLAST disimpan ke dalam 1 file fasta. File ini selanjutnya akan

    dianalisis clustalW menggunakan program BIOEDIT untuk mendisain primer

    awal.

    3.7 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi

    Terlebih dahulu dibuat campuran pereaksi PCR. Komposisi pereaksi PCR

    dijelaskan pada tabel 1 berikut:

    Tabel 1. Komposisi pereaksi PCR

    Komponen Volume (l)

    ddH2O steril 12,8

    Buffer reaksi 10 X 2

    dNTP (2 mM) 2

    Primer Forward (10 pM) 0,5

    Primer Reverse (10 pM) 0,5

    Taq DNA Polimerase (5 U/l) 0,2

    Masing-masing 2 l ekstrak DNA konsentrasi 100 ng/l dari beberapa isolat

    V. harveyi akan dicampurkan dengan pereaksi PCR. Pada setiap campuran

    pereaksi PCR hanya akan dicampurkan dengan 1 strain ekstrak DNA V. harveyi.

    Campuran-campuran ini lalu dihomogenkan untuk kemudian dilakukan PCR

    menggunakan alat thermocycler.

    Pada alat thermocycler diatur program yang pradenaturasi, denaturasi,

    extensi, extensi akhir, dan pendinginannya disamakan untuk tiap-tiap primer.

    Suhu dan waktu annelingnya disesuaikan dengan masing-masing primer. Program

    ini dilakukan sebanyak 35 siklus. Hasil PCR kemudian dielektroforesis dengan

    1% agarose. Program awal ini dipaparkan pada tabel 2.

    Tabel 2. Program awal pada alat thermocycler

    Tahapan PCR Suhu (oC) Waktu (menit)

    Pradenaturasi (pra PCR) 95 5

    Denaturasi 94 1

    Extensi 72 1

    Extensi akhir 72 5

    Pendinginan 15 10

    http://www.ebi.ac.uk/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

  • 11

    3.8 Elusi Sekuen Gen Hemolisin V. harveyi dan Pengurutan Sekuen Gen

    Hemolisin

    Sekuen DNA V. harveyi hasil PCR di atas selanjutnya diisolasi mengikuti

    metode Suharsono dan Widyastuti (2010). Gel yang mengandung pita DNA yang

    diinginkan dipotong diatas UV. Hasil pemotongan dipindahkan ke cawan petri

    dan dicacah menggunakan scalpel. Gel disaring menggunakan membran hybon N

    netral dalam tabung mikro. Membran dibasahi dengan 50l buffer elusi (0,1 %

    SDS; 50 mM Tris pH 7,5) sebelum dimasukkan gel. Potongan gel lalu

    dimasukkan lalu ditambahkan lagi buffer elusi sebanyak 150 l. Campuran

    disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit pada suhu 20. Ke

    dalam campuran ditambahkan lagi 150 l larutan buffer elusi diatas gel dan

    disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit.

    Penambahan larutan buffer elusi dilakukan hingga volume total menjadi 500 l.

    Larutan DNA hasil penyaringan diendapkan dengan penambahan dengan 0,1

    kali volume (50 l) NaOAc 3 M pH 5 dan ditambah dengan 2 kali volume larutan

    dengan etanol absolut (1 ml). Hasil penyaringan disimpan dalam freezer bersuhu -

    20C selama 30 menit lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu

    4 selama 20 menit. Endapan yang diperoleh dibilas dengan 500 l etanol 70%

    dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 selama 10 menit.

    Supernatan dibuang dan endapan dikeringkan dengan mesin vakum. Endapan

    kemudian disuspensikan dengan 10 l TE (10 mM Tris-HCl; 1 mM EDTA pH 8).

    Sekuen DNA yang didapatkan dari isolat V. harveyi ini akan dijadikan

    sebagai kontrol positif gen hemolisin V. harveyi pada nested PCR selanjutnya.

    Sekuen ini juga diurutkan basa-basanya dengan alat sequencer menggunakan jasa

    analisis dari 1st Base.

    3.9 Disain Primer Nested PCR

    Sekuen yang didapat dari hasil pengurutan akan digunakan untuk mendisain

    pasangan primer nested PCR. Dalam mendisain pasangan primer dari nested PCR,

    hasil sekuen yang didapat kemudian dianalisis culstalW menggunakan program

    BIOEDIT bersama sekuen-sekuen gen hemolisin sebelumnya.

    Masing-masing ekstrak DNA murni dari beberapa isolat bakteri Vibrio akan

    dilakukan uji penempelan pasangan primer pertama nested PCR hasil disain. Jika

    primer yang ada masih belum spesifik menempel hanya pada isolat V. harveyi

    maka akan dilakukan disain primer baru sampai primer hanya spesifik bagi V.

    harveyi.

    3.10 Nested PCR

    Setelah diperoleh pasangan primer bagi nested PCR, dilakukan PCR

    menggunakan primer PCR I nested PCR menggunakan ekstrak DNA V. harveyi

    masing-masing sebanyak 20 ng/l. Sekuen hasil PCR yang didapat kemudian

    dilakukan PCR kembali dengan primer PCR II nested PCR. Masing-masing

  • 12

    ekstrak DNA murni isolat-isolat bakteri V. harveyi akan dilakukan uji penempelan

    primer bagi nested PCR hasil disain.

    3.11 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR

    Untuk mengetahui sensitivitas primer nested PCR hasil disain, dilakukan

    pengenceran berseri terhadap genom isolat-isolat bakteri V. harveyi mulai dari

    pengenceran105, 10

    4, 10

    3, 10

    2, 10

    1, dan 10

    0 cfu/ml. Pengenceran berseri juga

    dilakukan terhadap ekstrak DNA genom yaitu 102 ng/l sampai 10

    1 fg/l.

    Masing-masing hasil pengenceran diamplifikasi dengan PCR menggunakan

    primer nested PCR hasil disain. Hasil PCR kemudian dielektroforesis untuk

    melihat ada-tidaknya pita hasil amplifikasi. Sebagai kontrol positif digunakan

    sekuen DNA isolat V. harveyi hasil PCR menggunakan primer awal sebanyak 102

    ng/l dan sebagai kontrol negatif digunakan ddH2O steril.

    3.12 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR

    Untuk mengetahui spesifisitas primer nested PCR tersebut terhadap isolat V.

    harveyi, dilakukan juga amplifikasi dengan PCR terhadap ekstrak DNA bakteri

    Vibrio non harveyi yaitu V. parahaemolyticus dan V. campbelli serta bakteri non

    Vibrio yaitu Salmonella sp., E. tarda, A. hydrophila, dan S.s iniae yang telah

    disiapkan sebelumnya. Sekuen DNA isolat V. harveyi hasil PCR menggunakan

    primer awal digunakan sebagai kontrol positif dan ddH2O steril digunakan sebagai

    kontrol negatif.

    3.13 Surveillance Test

    Setelah dilakukan uji sensitivitas dan spesifisitas secara in vitro, dilakukan

    uji lapang melalui pengecekan langsung terhadap udang putih fase post larvae

    yang diinfeksikan dengan V. harveyi. Bakteri V. harveyi sebelumnya ditumbuhkan

    di media SWC padat yang mengandung antibiotik rifampisin 50 mg/l untuk

    memudahkan verifikasi.

    Mula-mula post larvae diaklimatisasi selama 24 jam. Selanjutnya post

    larvae diinfeksikan selama 2 jam dalam suspensi V. harveyi dalam air laut mulai

    dari konsentrasi 105, 10

    4, 10

    3, 10

    2, 10

    1, dan 10

    0cfu/ml. Air lalu diganti dengan air

    laut steril. Selama diuji, post larvae diberi pakan Artemia (Wickins dan Lee

    2002).

    Infeksi V. harveyi pada post larvae udang putih tersebut dicek setiap hari

    hingga hari ke-6. Pengecekan dilakukan terhadap post larvae yang hidup maupun

    yang mengalami kematian. Setiap hari larva digerus untuk selanjutnya dilakukan

    ekstraksi DNA (Robertson et al. 1998b). Ekstraksi dilakukan dengan modifikasi

    metode CTAB + PVP dari Suryati (2013) dimana 3% PVP diganti menjadi 5%.

    Ekstrak kemudian dilakukan PCR dengan primer nested PCR. Hasil PCR

    kemudian dielektroforesis untuk melihat ada-tidaknya pita hasil amplifikasi.

    Khusus bagi post larvae yang mati, sebelum dilakukan ekstraksi DNA, gerusan

  • 13

    ditumbuhkan di media SWC padat yang mengandung antibiotik rifampisin untuk

    verifikasi infeksi V. Harveyi sampel. Sebagai kontrol positif digunakan sekuen

    DNA isolat V. harveyi hasil PCR menggunakan primer awal hasil elusi. Ekstrak

    DNA V. harveyi MR5339 konsentrasi 102 ng/l juga digunakan sebagai kontrol

    positif untuk memperkuat data. Sebagai kontrol negatif digunakan ddH2O steril,

    air laut steril, dan ekstrak DNA udang yang tidak terinfeksi V. harveyi.

  • 14

    4 HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi MR5339 dan

    Pengurutan Sekuen Gen Hemolisin

    PCR menggunakan primer awal dilakukan pada ekstrak DNA V. harveyi

    MR5339 dan V. harveyi 275. Ekstraksi DNA juga dilakukan pada isolat-isolat

    bakteri lain. Semua ekstrak DNA diuji kemurnian dan konsentrasinya yang

    hasilnya dipaparkan pada tabel 3. Hasil penghitungan uji kemurnian melalui

    spektrofotometri menunjukkan bahwa ekstrak DNA yang diperoleh telah murni.

    Kemurnian terendah adalah pada ekstrak DNA V. harveyi yaitu 1,8 dan

    kemurnian tertinggi adalah pada ekstrak DNA E. tarda yaitu 1,92. Sesuai dengan

    pernyataan Sambrook dan Russel (2001), DNA dikatakan murni jika rasio

    OD260/OD280 berkisar antara 1,8 sampai 2,0. Selanjutnya Sambrook dan Russel

    (2001) menerangkan bahwa kemurnian DNA mempengaruhi hasil PCR dimana

    jika pada ekstrak DNA banyak kontaminannya, maka akan mengganggu proses

    PCR.

    Melalui analisa spektrofotometri juga diketahui bahwa konsentrasi DNA

    terendah adalah pada ekstrak DNA E. tarda yaitu 8,75 x 102 ng/l dan tertinggi

    pada ekstrak DNA V. parahaemolyticus yaitu 3,395 x 103 ng/l. Konsentrasi ini

    telah memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian selanjutnya karena konsentrasi

    DNA tertinggi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 1 x 102 ng/l.

    Tabel 3. Hasil penghitungan uji kemurnian dan konsentrasi DNA isolat bakteri.

    Nama Sampel Bakteri OD260 OD280 Kemurnian

    DNA

    Konsentrasi DNA

    (ng/l)

    V. harveyi MR5339 0,052 0,029 1,79 1820

    V.harveyi 275 0,042 0,022 1,91 1470

    V.campbelli 0,038 0,021 1,81 1330

    V. parahaemolyticus 0,097 0,052 1,87 3395

    Streptococcus iniae 0,039 0,021 1,86 1365

    Salmonella sp. 0,044 0,024 1,83 1540

    Aeromonas hydrophila 0,061 0,033 1,85 2135

    Edwardsiella tarda 0,025 0,013 1,92 875

    Ekstrak DNA V. harveyi yang telah diuji kemurnian dan konsentrasinya

    dilakukan sebagai templat PCR dengan primer awal. Berdasarkan hasil PCRnya

    diketahui bahwa ukuran DNA yang didapatkan sesuai dengan yang diperkirakan

    yaitu 624 pb. Berdasarkan hasil PCR menggunakan primer awal, divisualisasikan

    pada gambar 2. Dari gambar 2 diketahui bahwa primer awal mengamplifikasi

    seluruh bakteri genus Vibrio sedangkan bakteri genus lain tidak terlihat

    amplifikasi. Menurut Zhang dan Austin (2005), berbagai jenis hemolisin yang

    diproduksi oleh bakteri genus Vibrio mempunyai kemiripan satu sama lain, tetapi

    tidak identik. Kemunculan pita amplifikasi pada semua bakteri genus Vibrio dapat

  • 15

    terjadi karena primer awal yang didisain berasal dari daerah yang conserved

    dimana menurut Apte dan Singh (2007) daerah yang conserved merupakan daerah

    spesifik gen, bukan spesies. Primer awal ini didesain dari gen hemolisin V.

    harveyi strain VIB 391 (nomor akses: DQ640264). Tidak munculnya pita

    amplifikasi pada bakteri non Vibrio dimungkinkan karena tidak identiknya

    hemolisin yang dimiliki oleh bakteri non Vibrio tersebut (gambar 2). Hal ini

    diperkuat dengan penelusuran kemungkinan menempelnya primer awal melalui

    NCBI dimana tidak ditemukan adanya penempelan pada spesies non Vibrio.

    Dengan kata lain, primer awal hasil disain ini adalah primer spesifik gen

    hemolisin bakteri genus Vibrio.

    Gambar 2 Visualisasi hasil PCR dengan primer awal. Visualisasi hasil PCR

    dengan primer awal bagi ekstrak DNA V. parahaemolyticus (A),

    Salmonella sp. (B), E. tarda (C), V. harveyi 275 (D), V. harveyi

    MR5339 (E), V. campbelli (F), A. hydrophila (G), dan S. iniae (H)

    dengan marker 1kb dari Invitrogen.

    Sekuen gen hemolisin V. harveyi MR5339 yang teramplifikasi diketahui

    berukuran 624 pb dan sekuen gen hemolisin V. harveyi 275 juga berukuran 624

    pb. Setelah dibandingkan dengan sekuen gen hemolisin yang ada di Genebank

    melalui website NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/), kedua sekuen tersebut

    mempunyai kemiripan sebesar 99% dengan sekuen gen hemolisin V. harveyi

    strain VH34, nomor akses EU827170 (lampiran 1 dan 2).

    Primer awal ini didisain dari sekuen gen lengkap V. harveyi strain VIB 391

    (nomor akses: DQ640264) mulai dari urutan ke-133 sampai urutan ke-756.

    Tujuan primer awal ini didisain adalah untuk mendapatkan urutan nukleotida

    sekuen gen hemolisin V. harveyi langsung dari bakterinya dan bukan dari sekuen

    yang telah terdeposit di Genebank dimana diharapkan dari urutan tersebut dapat

    didisain primer nested PCR untuk meminimalisir kesalahan amplifikasi yang

    berupa positif palsu maupun negatif palsu yang akan mengurangi spesifisitas dan

    sensitivitas dari nested primer yang didisain. Sesuai dengan pernyataan Apte dan

    Singh (2007), keakuratan sekuen yang dijadikan acuan dalam pembuatan primer

    PCR mampu meminimalisir kesalahan amplifikasi yang berupa positif palsu

    maupun negatif palsu yang akan mengurangi spesifisitas dan sensitivitas primer.

    Komposisi, ukuran, dan homologi primer terhadap DNA target harus ditentukan

    dengan baik agar diperoleh produk amplifikasi yang diinginkan saat melakukan

    PCR (Glick dan Pasternak 2003).

    Gen hemolisin dipilih karena berdasarkan hasil penelitian Kadriah (2013),

    gen ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik sebagai penanda

    molekuler dibandingkan dengan gen toxR maupun gen gyrB. Ketiga gen tersebut

    merupakan gen-gen yang aktif dalam mekanisme patogenitas bakteri genus Vibrio

    (Pang et al. 2005; Conejero dan Hedreyda 2004; Thaithongnum et al. 2006). Gen-

    gen yang bertanggung jawab dalam mekanisme patogenitas V. harveyi

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

  • 16

    diekspresikan setelah kondisi kuorum bakteri ini tercapai (Madigan et al. 2012).

    Dengan kata lain, gen-gen tersebut termasuk dalam gen-gen yang sifat

    ekspresinya inducible yang terekspresi melalui pengaturan tertentu (Weaver

    2012). Dengan mendisain primer dari gen yang bersifat inducible, spesifisitas dan

    sensitivitas primer memungkinkan untuk menjadi lebih tinggi lagi.

    Hemolisin merupakan eksotoksin yang mampu melisis membran sel darah

    yang menyebabkan terlepasnya ikatan besi pada beberapa protein seperti pada

    haemoglobin. Hemolisin merupakan jenis toksin yang terdistribusi paling banyak

    pada bakteri Vibrio patogen (Zhang dan Austin 2005). Pada sebagian besar kasus,

    bukti epidemiologi dan eksperimental menunjukkan bahwa hemolisin terlibat

    dalam patogenesis penyakit Vibriosis (Shinoda 1999). Berbagai jenis hemolisin

    yang diproduksi oleh bakteri genus Vibrio mempunyai kemiripan satu sama lain,

    tetapi tidak identik. Gen hemolisin yang dimiliki V. harveyi termasuk dalam

    kategori hemolisin yang melisis sel darah secara tidak sempurna. Hemolisin V.

    harveyi dinamai Vhh yang termasuk dalam famili thermolable haemolysin/TLH

    (Zhang dan Austin 2005). Tidak identiknya gen hemolisin memungkinkan lebih

    tingginya spesifisitas dan sensitivitasnya sebagai marka molekuler dibanding

    dengan gen toxR maupun gen gyrB, sebagaimana yang telah dilakukan oleh

    Kadriah (2013).

    4.2 Disain Primer Nested PCR

    Primer nested PCR didisain dari informasi gen hemolisin V. harveyi

    MR5339 yang telah disekuen menggunakan jasa 1st Base dari PT. Genetika.

    Disain primer ini dimulai dengan melakukan alignment terhadap hasil sekuen gen

    hemolisin yang didapatkan dengan data sekuen yang terdeposit di website NCBI

    (Claverie dan Notredame 2003). Sekuen-sekuen hasil penjajaran tersebut

    selanjutnya disimpan di dalam 1 file untuk dianalisis penjajaran dengan metode

    clustalW pada program BIOEDIT (Hall 1999). Berdasarkan hasil analisis tersebut,

    dipilih daerah yang paling tidak conserved untuk dijadikan primer. Sesuai dengan

    pernyataan Apte dan Singh (2007), daerah yang paling tidak conserved

    merupakan daerah spesifik spesies tersebut sehingga pemilihan daerah tersebut

    meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam mengamplifikasi sekuen gen

    hemolisin V. harveyi.

    Daerah yang paling tidak conserved dan yang paling memungkinkan dari

    gen hemolisin V. harveyi MR5339 diketahui berada pada urutan ke-52 sampai

    urutan ke-405. Daerah amplifikasi primer nested PCR hasil disain ditunjukkan

    pada lampiran 3. Primer I nested PCR didisain untuk mengamplifikasi urutan ke-

    52 sampai urutan ke-405 dan primer II nested PCR didisain untuk

    mengamplifikasi urutan ke-204 sampai urutan ke-405.

    4.3 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR

    Hasil elektroforesis uji sensitivitas primer nested PCR terhadap V. harveyi

    MR5339 menggunakan pengenceran sel 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml dan ekstrak

    DNA 101 fg/l s.d. 10

    2 ng/l divisualisasikan pada gambar 3. Primer nested yang

  • 17

    digunakan mempunyai sensitivitas hingga s.d 100 cfu/ml mendeteksi V. harveyi

    MR5339 (gambar 3a dan 3b). Hasil PCR dengan primer I nested PCR

    menghasilkan pita yang berukuran 354 pb. Adanya 2 pita yang muncul pada hasil

    PCR II dimungkinkan karena suhu penempelan primer yang berdekatan, yaitu

    63oC untuk PCR I dan 64

    oC untuk PCR II sehingga primer dari PCR I yang

    kemungkinan terikut dari pengambilan produk PCR I ikut mengamplifikasi pada

    reaksi PCR II. Sesuai dengan Sambrook dan Russel (2001), pada optimasi PCR,

    suhu penempelan primer yang berdekatan masih memungkinkan untuk

    penempelan primer. Mengacu kepada kontrol positif, kemunculan 2 pita tersebut

    tidak mempengaruhi kesimpulan akhir penelitian ini.

    Nested PCR I Nested PCR II

    Gambar 3 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi

    MR5339. a) Hasil PCR dengan primer I nested PCR (A5 s.d. A0 =

    ekstrak DNA bakteri V. harveyi MR5339 pengenceran berturut-turut

    dari 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml). b) Hasil PCR dengan primer II nested

    PCR dan DNA produk PCR I masing-masing sebanyak 1 l (A5 s.d.

    A0 = Produk PCR I bakteri V. harveyi MR5339 pengenceran berturut-

    turut dari 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml). c) Hasil PCR dengan primer I

    nested PCR (A2n s.d A1f = ekstrak DNA V. harveyi MR5339 102

    ng/l s.d 101fg/l). d) Hasil PCR dengan primer II nested PCR dan

    DNA produk PCR I masing-masing sebanyak 1 l (A2n s.d A1f =

    Produk PCR I ekstrak DNA V. harveyi MR5339 102 ng/l s.d

    101fg/l). (+)1 = Kontrol positif hasil elusi V. harveyi MR5339

    konsentrasi 102 ng/l produk PCR I, (-)1 = Kontrol negatif ddH2O, M

    = marker 100 pb dari Jena Bioscience konsentrasi 60 ng.

    Sensitivitas primer nested juga memungkinkan untuk mendeteksi ekstrak

    DNA V. harveyi MR5339 hingga 101 fg/l (gambar 3c dan 3d), lebih sensitif

    dibandingkan dengan metode deteksi yang dilakukan oleh Kadriah et al. (2013).

    Sensitivitas hingga 101 fg/l ini sesuai dengan Lee et al. (1995) yang menyatakan

    bahwa 2,6 fg DNA sebanding dengan 1 sel bakteri V. parahaemolyticus, dimana

    bakteri ini satu genus dengan V. harveyi sehingga bisa dikatakan bahwa

    konsentrasi DNA 1 sel bakteri V. parahaemolyticus dengan bakteri V. harveyi

    tidak jauh berbeda karena kekerabatan secara filogenetisnya juga sangat dekat. Uji

    sensitivitas juga memberikan hasil yang sama pada V. harveyi 275 dimana primer

    nested PCR hasil disain mampu mendeteksi hingga kepadatan sel 100 cfu/ml dan

    ekstrak DNA hingga 101 fg/l (gambar 4).

  • 18

    Uji sensitivitas sangat diperlukan dalam disain primer untuk mendeteksi

    patogen karena melalui uji ini dapat diketahui adanya kemungkinan munculnya

    hasil negatif palsu. Tingginya sensitivitas primer PCR mampu meminimalisir

    hasil negatif palsu (Apte dan Singh 2007). Berdasarkan hasil penelitian ini maka

    dapat dikatakan bahwa primer nested hasil disain mempunyai sensitivitas yang

    tinggi. Primer nested PCR yang digunakan dalam penelitian ini diketahui mampu

    mendeteksi V. harveyi hingga kepadatan 100 cfu/ml dan ekstrak DNA hingga 10

    1

    fg/l sehingga selanjutnya dapat digunakan sebagai penanda molekuler bagi

    proses yang berhubungan dengan budidaya maupun pengolahan udang L.

    vannamei untuk mengantisipasi kontaminasi patogen V. harveyi.

    Sebagai perbandingan, Robertson et al. (1998a) hanya mencapai sensitivitas

    sebesar 105 cfu/ml mendeteksi V. harveyi menggunakan metode enzyme-linked

    immunosorbent assays (ELISA). Deteksi V. harveyi menggunakan imunosensor

    berbasis quartz crystal microbalance (QCM) hanya mendeteksi sampai kepadatan

    103cfu/ml, walaupun spesifisitasnya tinggi (Buchatip et al. 2010).

    Thaitongnum et al. (2006) yang juga mendisain primer untuk mendeteksi V.

    harveyi menghasilkan sensitivitas sebesar 1,5 x 101 cfu/ml. Primer hasil disain

    Thongkao et al. (2013) hanya mendeteksi V. harveyi sampai kepadatan 1,1 x 102

    cfu/ml. Semua hasil tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil uji sensitivitas

    dalam penelitian ini.

    Nested PCR I Nested PCR II

    Gambar 4 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi

    275. a) Hasil PCR dengan primer I nested PCR (B5 s.d B0 = ekstrak

    DNA bakteri V. harveyi 275 pengenceran berturut-turut dari 105

    cfu/ml s.d 100 cfu/ml). b) Hasil PCR dengan primer II nested PCR dan

    DNA produk PCR I masing-masing sebanyak 1 l (B5 s.d B0 =

    Produk PCR I bakteri V. harveyi 275 pengenceran berturut-turut dari

    105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml). c) Hasil PCR dengan primer I nested PCR

    (B2n s.d B1f = ekstrak DNA V. harveyi 275 102 ng/l s.d , 10

    1fg/l).

    d) Hasil PCR dengan primer II nested PCR dan DNA produk PCR I

    masing-masing sebanyak 1 l (B2n s.d B1f = ekstrak DNA V. harveyi

    275 102 ng/l s.d 10

    1fg/l). (+)1 = Kontrol positif hasil elusi V.

    harveyi MR5339 konsentrasi 102 ng/l, (-)1 = Kontrol negatif ddH2O,

    M = marker 100 pb dari Jena Bioscience konsentrasi 60 ng.

  • 19

    4.4 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR

    Uji spesifisitas primer nested PCR dilakukan pada kepadatan bakteri 105 cfu

    /ml s.d 100 cfu/ml dan ekstrak DNA 10

    1 fg/l s.d. 10

    2 ng/l. Dari hasil PCR

    ekstrak DNA bakteri V. campbelli, V. parahaemolyticus, S. iniae, Salmonella sp.,

    A. hydrophila, dan E. tarda yang yang digunakan sebagai pembanding dalam uji

    spesifisitas ini, tidak ada satupun dihasilkan amplikon (gambar 5 dan 6), merujuk

    pada kontrol positif ((+)1) hasil elusi V. harveyi 275 konsentrasi 102 ng/l, kontrol

    negatif ((-)1) ddH2O.

    Nested PCR I Nested PCR II

    Gambar 5 Hasil uji spesifisitas pada kepadatan bakteri 10

    5 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml.

    a) Hasil uji spesifisitas isolat V. campbelli (PCR I: C5 s.d. C0 =

    ekstrak DNA pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10

    0

    cfu/ml. PCR II: C5 s.d. C0 = Produk PCR I pengenceran berturut-

    turut dari 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml). b) Hasil uji spesifisitas bagi

    isolat V. parahaemolyticus (PCR I: D5 s.d. D0 = ekstrak DNA

    pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml. PCR II: D5

    s.d. D0 = Produk PCR I pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d

    100 cfu/ml). c) Hasil uji spesifisitas bagi isolat S. iniae (PCR I: E5

  • 20

    s.d. E0 = ekstrak DNA pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d

    100 cfu/ml. PCR II: E5 s.d. E0 = Produk PCR I pengenceran berturut-

    turut dari 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml). d) Hasil uji spesifisitas bagi

    isolat Salmonella sp. (PCR I: F5 s.d. F0 = ekstrak DNA pengenceran

    berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml. PCR II: F5 s.d. F0 =

    Produk PCR I pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10

    0

    cfu/ml). e) Hasil uji spesifisitas bagi isolat A. hydrophila (PCR I: G5

    s.d. G0 = ekstrak DNA pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d

    100 cfu/ml. PCR II: G5 s.d. G0 = Produk PCR I pengenceran

    berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu/ml). f) Hasil uji spesifisitas

    bagi isolat E. tarda (PCR I: H5 s.d. H0 = ekstrak DNA pengenceran

    berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10

    0 cfu /ml. PCR II: H5 s.d. H0 =

    Produk PCR I pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10

    0

    cfu/ml). (+)1 = Kontrol positif hasil elusi V. harveyi MR5339

    konsentrasi 102 ng/l, (-)1 = Kontrol negatif ddH2O, M = marker 100

    pb dari Jena Bioscience konsentrasi 60 ng.

    Isolat-isolat V. parahaemolyticus, Salmonella sp., Edwardsiella tarda,

    Aeromonas hydrophila, dan Streptococcus iniae yang digunakan sebagai

    pembanding dalam penelitian ini diketahui mempunyai kemampuan melisis sel

    darah. Melalui uji aktivitas hemolisin di medium agar darah, isolat-isolat tersebut

    mempunyai aktivitas hemolisin (Kadriah 2013). Tidak munculnya amplikon

    pada isolat V. parahaemolyticus dan V. campbelli dimungkinkan karena menurut

    Zhang dan Austin (2005) hemolisin yang diproduksi bakteri genus Vibrio

    meskipun mirip, namun tidak identik. Dengan semakin jauhnya hubungan

    taksonomi isolat Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan

    Streptococcus iniae, maka semakin banyak ketidakmiripan gen hemolisin yang

    diproduksinya. Dengan kata lain, terdapat perbedaan pada urutan basa nukleotida

    masing-masing gen hemolisin.

    Spesifisitas primer nested hasil disain ini juga tidak terlepas dari tahapan-

    tahapan yang dilakukan sebelumnya. Primer nested diambil dari sekuen gen V.

    harveyi MR5339, bukan dari Genebank dan dipilih sekuen yang paling tidak

    conserved. Apte dan Singh (2007) menjelaskan bahwa keakuratan sekuen yang

    dijadikan acuan dalam pembuatan primer PCR mampu meminimalisir kesalahan

    amplifikasi yang berupa positif palsu maupun negatif palsu yang akan mengurangi

    sensitivitas dan atau spesifisitas primer.

    Berdasarkan hasil uji spesifisitas dapat diketahui bahwa primer nested hasil

    disain mempunyai spesifisitas yang tinggi yang mampu mengamplifikasi hanya

    pada V. harveyi. Tingginya spesifisitas primer mampu meminimalisir kesalahan

    amplifikasi yang berupa positif palsu (Apte dan Singh 2007). Conojero dan

    Hedreyda (2004) juga menggunakan primer gen hemolisin untuk mendeteksi V.

    harveyi. Primer tersebut mempunyai spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi V.

    harveyi, namun tidak disajikan data yang menjelaskan sensitivitasnya sedangkan

    primer hasil disain dalam penelitian ini diketahui mempunyai spesifisitas dan

    sensitivitas yang sangat tinggi. Menurut Apte dan Singh (2007), spesifisitas dan

    sensitivitas merupakan hal yang penting dalam disain primer PCR untuk

    mendeteksi patogen.

  • 21

    Nested PCR I Nested PCR II

    Gambar 6 Hasil uji spesifisitas pada ekstrak DNA konsentrasi 10

    2