Digital 84853 Fitriyah FSH

download Digital 84853 Fitriyah FSH

of 109

Transcript of Digital 84853 Fitriyah FSH

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    1/109

    PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI SYARIAH MENURUT

    PERSPEKTIF BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS)

    DAN BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA (BMAI)

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

    Oleh:

    FITRIYAH

    103046228374

    KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH

    PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM )

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2008 M/ 1429 H

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    2/109

    PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI SYARIAH MENURUT

    PERSPEKTIF BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS)

    DAN BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA (BMAI)

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

    Oleh:

    FITRIYAH

    NIM: 103046228374

    Di Bawah Bimbingan,

    Pembimbing

    KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH

    PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2008 M/ 1429 H

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    3/109

    PEGESAHAN PANITIA UJIAN

    Skripsi berjudul Penyelesaian Sengketa Asuransi Syariah Menurut Perspektif BadanArbitraseSyariah Nasional (BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)

    telahdiujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

    Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 November 2008. Skripsiini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

    Ekonomi Islam (SEI) pada Program Studi Muamalat

    Jakarta, 4 November 2008

    Disahkan Oleh,

    Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

    Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,

    MA, MMNIP. 150 210 422

    PANITIA UJIAN MUNAQASAH

    1.

    Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag(.)

    NIP.150 289 264

    2. Sekretaris : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH

    (.)NIP. 150 318 308

    3. Pembimbing I : Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA

    (.)NIP. 150 222 824

    4. Penguji I : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH

    (.)NIP. 150 318 308

    5. Penguji II : Dr. Hendra Kholid, MA

    (.)

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    4/109

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

    salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

    (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2.

    Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

    dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya asli saya atau merupakan

    hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia memerima sanksi

    yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 4 November 2008

    FITRIYAH

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    5/109

    ABSTRAK

    Penyelesaian Sengketa Asuransi Syariah Menurut Perspektif

    Badan Arbitrase Syariah NAsional (BASYARNAS) Dan

    Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)

    Oleh: Fitriyah

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat

    menimbulkan sengketa asuransi syariah, mengetahui bagaimana penyelesaian

    sengketa asuransi syariah BASYARNAS dan BMAI, mengetahui keunggulan

    BASYARNAS dan BMAI, serta membandingkan adakah perbedaan antara

    BASYARNAS dan BMAI dalam menyelesaikan sengketa asuransi syariah. Jenis data

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif karena data yang dikumpulkan

    berupa kata-kata atau wawancara pada BASYARNAS dan BMAI.

    Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang menimbulkan sengketa

    asuransi syariah yaitu disebabkan karena adanya wanprestasi dan kesalahan teknis.

    Adapun penyelesaian sengketa asuransi menurut perspektif BASYARNAS dan

    BMAI, yaitu apabila terjadi perselisihan antara tertanggung dan penanggung maka

    BASYARNAS dan BMAI merupakan lembaga yang tepat untuk menyelesaikan

    sengketa. Karena prosesnya yang cepat, relatif murah dan dijamin kerahasiaannya.

    Adapun sengketa yang sudah dapat diselesaikan di BASYARNAS hanya ada 10

    sengketa mengenai perbankan syariah, sedangkan sengketa asuransi belum ada yang

    diselesaikan di BASYARNAS. Namun di BMAI sudah ada sengketa asuransi yang

    dapat diselesaikan kurang lebih kira-kira 16 kasus yang sudah diselesaikan.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    6/109

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahi rabbi al-alamin, sujud syukur penulis haturkan ke Dzat yang

    Maha Rahman bagi semesta Alam dan Rahim bagi semua hamba-hamba yang selalu

    menjalankan perintah-Nya, yang telah menciptakan rasa cinta dan kasih pada

    manusia. Washalatu wassalam ala Rasulullah senantiasa tercurah kepada Rasulullah

    Muhammad Saw (yang tak pernah lelah untuk selalu membimbing umatnya dengan

    penuh kasih sayang), kepada keluarganya, sahabatnya serta umatnya sepanjang

    zaman semoga kita mendapat syafaatnyadiyaumu al-Baats, amin.

    Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui hambatan dan

    cobaan. Namun, penulis berusaha menghadapinya dengan ikhtiar dan tawakkal.

    Alhamdulillah atas Rahmat Allah SWT., serta berkat doa dan dukungan orang tua,

    keluarga, sahabat serta teman-teman, segala hambatan dan cobaan dapat penulis

    hadapi. Karena itulah, dari lubuk hati yang paling alam, penulis mengucapkan terima

    kasih yang tulus dan tak terhingga kepada segenap pihak yang telah membantu dan

    memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

    Sebagai rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya

    kepada:

    1.

    Bpk. Prof. Dr. H.M. Amin Suma, SH., MA., MM. Selaku Dekan Fakultas Syariah

    dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    2. Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH sebagai Ketua dan

    Sekretaris Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    7/109

    3. Bpk Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA selaku dosen pembimbing yang

    senantiasa membimbing penulis dan senantiasa meluangkan waktu, tenaga serta

    pikiran untuk memberikan ilmu, pengarahan dan bimbingan kepada penulis

    selama penyusunan skripsi ini.

    4. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah dan

    Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat penulis memperoleh berbagai

    informasi dan sumber-sumber skripsi.

    5. Bpk Ketut Sendra selaku Sekretaris Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)

    dan Ibu Euis Nurhasanah selaku Bendahara BASYARNAS, yang telah membantu

    proses kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian

    ini.

    6. Yang tercinta Ayahanda (Bpk H. Madsuri) dan Ibunda (Ibu Hj. Saadiah) yang

    dengan ikhlas selalu mengajarkan kehidupan. Sebagai seorang anak, penulis

    belum bisa membalas jasa keduanya kecuali doa semoga Allah SWT

    memberikan hati yang sabar serta balasan yang terbaik atas semua amal mereka

    dan selalu melimpahkan Rahmat dan Inayah-Nya.

    7. Kakak tercinta, Muslihah, S.Pd.I yang selalu memberikan nasehat-nasehatnya

    agar penulis menjadi lebih baik. Kaulah kakak dan sahabat terbaik penulis. Adik-

    adikku tersayang (Lukman, Lisoh & Hakim) yang selalu menjadi motivasi bagi

    penulis. Semoga kalian lebih baik dari penulis.

    8. Orang-orang terdekat penulis, Kakakqu (Aiep) untuk cinta dan kasih sayangnya

    yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan dukungan serta doa kepada

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    8/109

    penulis. Ella yang telah membantu dan menemani penulis dalam penyusunan

    skripsi, makasih atas semangat dan motivasinya, Youre my best friend.

    9. Rekan-rekan penulis Kie Zn, Nylam, Nana, Dini, Ayu, Nuril, Reni, Kanton,

    Kgoday & Teh Na terima kasih atas dukungan dan doanya. Mutie makasih yach

    atas rentalnya. Serta teman-teman Asuransi Syariah angkatan 2003 terutama Ozy

    makasih atas bantuannya, Ien, Eri, Bagol, Qorib, Dayat, Lana, dan Maul semoga

    silaturrahmi kita dapat terus terjalin. Serta kepada seluruh pihak yang tak dapat

    disebutkan satu persatu atas semua bantuan dan masukannya kepada penulis.

    Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua

    pihak atas bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis dalam

    penyusunan skripsi ini. Lebih dari ucapan terima kasih kepada Yang Maha Pengasih

    dan Penyayang, Allah SWT., semoga senantiasa memberikan sinar terang kepada

    seluruh hambanya, dan semoga aktivitas penulis selalu diberkahi-Nya serta penulis

    selalu diberikan hidayah-Nya. Akhir kata penulis skripsi ini tentunya masih banyak

    kekurangan, namun semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

    Jakarta, 04 November 2008

    Penulis

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    9/109

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR.................................................................................... i

    DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

    BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 5

    C.

    Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................. 6

    D. Kerangka Teori......................................................................... 7

    E. Kajian Pustaka.......................................................................... 8

    F. Objek Penelitian ....................................................................... 9

    G. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan................................... 10

    H. Sistematika Penulisan ............................................................... 12

    BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 14

    A. Tinjauan Umum Asuransi ......................................................... 14

    a. Pengertian Asuransi Syariah................................................ 14

    b. Dasar Hukum Asuransi Syariah........................................... 17

    c. Prinsip Dasar Asuransi Syariah ........................................... 20

    B. Tinjauan Umum Arbitrase......................................................... 23

    a. Pengertian Arbitrase Syariah............................................... 23

    b. Dasar Hukum Arbitrase Syariah.......................................... 26

    c. Macam-Macam Arbitrase.................................................... 28

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    10/109

    d. Syarat-Syarat Menjadi Arbiter............................................. 32

    C.

    Tinjauan Umum Mediasi .......................................................... 35

    a. ........................................................................................Penger

    tian Mediasi ........................................................................ 35

    b.........................................................................................Landas

    an Hukum Mediasi.............................................................. 37

    c. ........................................................................................Syarat-

    Syarat menjadi Mediator ..................................................... 39

    d.........................................................................................Tujuan

    mediasi ............................................................................... 41

    BAB III GAMBARAN UMUM BASYARNAS DAN BMAI..................... 42

    A. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).................. 42

    1. Sejarah Berdirinya BASYARNAS ...................................... 42

    2. Fungsi dan Tujuan BASYARNAS ...................................... 46

    3. Struktur Organisasi BASYARNAS..................................... 48

    B. Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI).............................. 50

    1. Sejarah Berdirinya BMAI ................................................... 50

    2. Fungsi dan Tujuan BMAI.................................................... 51

    3.

    Struktur Organisasi BMAI .................................................. 52

    BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI MENURUT

    PERSPEKTIF BASYARNAS DAN BMAI.................................. 53

    A. Sengketa Asuransi .................................................................... 53

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    11/109

    B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Sengketa Asuransi .............. 54

    C.

    Penyelesaian Sengketa Asuransi Menurut Perspektif

    BASYARNAS dan BMAI ........................................................ 56

    D. Prosedur Penyelesaian Sengketa Asuransi Pada BASYARNAS

    dan BMAI................................................................................. 72

    E. Keunggulan Penyelesaian Sengketa Asuransi pada

    BASYARNAS dan BMAI........................................................... 80

    BAB V PENUTUP..................................................................................... 86

    A. ............................................................................................Kesim

    pulan......................................................................................... 86

    B. ............................................................................................Saran-

    saran ......................................................................................... 87

    DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 89

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    12/109

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Dalam pengembangan saat ini bidang perekonomian Indonesia banyak

    sekali tumbuh dan berkembang lembaga-lembaga perekonomian, lembaga

    keuangan itu dalam operasionalnya didasarkan pada prinsip syariah, seperti Bank

    Muamalat Indonesia (BMI), BPR BPR syariah di berbagai daerah tingkat II.1

    Hal itu terbukti dengan berdirinya 4 unit Bank Umum Syariah, yaitu Bank

    Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Mega

    Syariah, Bank Persyarikatan Indonesia. 14 Unit Syariah Bank Umum, yaitu Bank

    IFI Syariah, Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah Bukopin Syariah, Bank

    Rakyat Indonesia (BRI) Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank Internasional

    Indonesia Syariah, Bank HSBC Amanah Syariah, Bank Niaga Syariah, Bank

    Permata Syariah, Bank Lippo Salam, ABN Amru Bank Syariah. 15 Unit Usaha

    Syariah BPD, yaitu: Bank Jabar Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Riau Syariah,

    Bank Sumut Syariah, BPD Aceh Syariah, BPD Kalsel Syariah, BPD NTB

    Syariah, Bank Sumsel Syariah, Bank Kalbar Syariah, BPD DIY Syariah, BPD

    Kaltim Syariah, Bank Naga Syariah, (BPD Sumbar), Bank Jatim Syariah, Bank

    Sulsel Syariah, Bank Jateng Syariah. 6 Bank Kustodian Syariah, yaitu: Deutsche

    1Suhrawadi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 176.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    13/109

    Bank, Kustodian Bank HSBC, Kustodian Bank Niaga Citibank, N.A. Indonesia,

    Kustodian Bank Bukopin, Standard Chartered Bank.

    2

    Semenjak berdirinya bank bank syariah barulah kemudian para pakar

    ekonomi Islam mencoba membuka peluang investasi dalam hal perlindungan aset

    dan kepemilikan, di samping itu adanya kesadaran dan dukungan masyarakat

    muslim pada ketentuan ajaran Islam yang bersifat komprehensif, profesional,

    integral serta kesiapan diri dalam menghadapi tantangan zaman, dengan demikian

    berkembanglah tuntutan untuk bermuamalah, khususnya di bidang perasuransian

    syariah. Oleh sebab itu maka lahirlah Asuransi Takaful di Indonesia pada tanggal

    24 Februari 1994 dengan akta pendirian PT Syarikat Takaful Indonesia (di

    singkat dengan TEPATI).

    Sebagai asuransi syariah yang berkembang di Negara yang mayoritas

    muslim khususnya di Indonesia, memiliki potensi yang sangat besar mengingat

    sistem asuransi syariah merupakan sistem asuransi alternatif yang saling

    menguntungkan, humanis dan universal. PT Syarikat Takaful Indonesia yang

    telah mendirikan dua anak perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga yang

    bergerak dalam asuransi jiwa dan PT Asuransi Takaful Umum yang bergerak

    dalam bidang asuransi kerugian. Sebagai pelopor berkembangnya perasuransian

    yang berlandaskan dengan prinsip syariah seperti dengan berdirinya PT MAA

    Life Assurance Syariah, PT Tri Pakarta Syariah, PT Bumi Putera Syariah, PT

    2 Perbankan Syariah s/d 17 Mei 2008 dari http: //

    www.mui.or.id/mui_in/pruduct_2/lks_lbs.php?id=6 pada tanggal 25 Mei 2008

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    14/109

    BRIngin Life Syariah dan lain sebagainya, sehingga lembaga asuransi syariah

    telah mampu menjadi sarana yang dapat diandalkan dalam memobilisasi

    masyarakat. Oleh sebab itu perusahaan tersebut akan berusaha untuk

    meningkatkan kualitas pelayanan dan jasa asuransi kepada para klien atau

    costumernya yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi peningkatan

    efesiensi dan produktifitas lembaga asuransi syariah di Indonesia.

    Dengan mencermati keadaan perasuransian syariah yang semakin

    berkembang tentunya tidak mungkin dapat dihindari terjadinya sengketa (dispute

    atau differrece) antar pihak yang terlibat di bidang asuransi, secara otomatis setiap

    jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang

    cepat. Membiarkan sengketa di bidang bisnis (khusus perasuransian) terlambat

    diselesaikan akan mengakibatkan perkembangan ekonomi tidak efisien,

    produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami keterhambatan dan biaya produksi

    menjadi meningkat. Proses penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu

    yang lama mengakibatkan perusahaan asuransi atau pihak yang bersengketa

    mengalami ketidakpastian, cara penyelesaian seperti ini tidak diterima di dunia

    bisnis khususnya di bidang perasuransian syariah karena tidak sesuai dengan

    ketentuan zaman.

    Pada dasarnya tidak seorang pun menghendaki terjadinya sengketa dengan

    orang lain. Tetapi dalam hubungan bisnis atau suatu perjanjian, masing-masing

    pihak harus mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa yang dapat terjadi

    setiap saat di kemudian hari. Sengketa yang perlu diantisipasi dapat timbul karena

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    15/109

    perbedaan penafsiran mengenai "bagaimana cara"melaksanakan klausul-klausul

    perjanjian maupun tentang "apa Isi"dari ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian,

    ataupun disebabkan hal-hal lain.

    Untuk menyelesaikan sengketa, pada umumnya terdapat beberapa cara

    yang dapat dipilih. Cara-cara yang dimaksud seperti arbitrase, mediasi, negosiasi,

    dan pengadilan. Namun yang akan penulis bahas yaitu penyelesaian sengketa

    dengan cara melalui arbitrase dan mediasi.

    Yang menjadi permasalahan/persoalan adalah, dengan berdirinya Badan

    Mediasi Asuransi Indonesia sebagai lembaga penyelesaian sengketa khusus di

    bidang asuransi. Disini antara BASYARNAS dan BMAI memiliki wilayah kerja

    yang sama dan mengurusi persoalan yang sama, yaitu menyelesaikan sengketa

    khususnya di bidang asuransi syariah.

    Permasalahan yang muncul, lembaga mana yang lebih efektif untuk

    menyelesaikan masalah yang terjadi. Memang BASYARNAS lembaga hukum

    non-litigasi hasil bentukan dari MUI dengan tujuan sebagai tempat penyelesaian

    sengketa yang terjadi di bidang Muamalat dengan didukung fatwa-fatwa MUI

    sebagai rujukan hukumnya. Namun Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)

    juga lebih mempunyai wewenang untuk menyelesaikan bila terjadi sengketa.

    Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) lebih mempunyai kekuatan karena

    lembaga ini lebih fokus untuk menyelesaikan sengketa di bidang asuransi.

    Dengan keberadaan lembaga Arbitrase Syariah di Indonesia yaitu Badan

    Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    16/109

    Indonesia (BMAI), kiranya dapat memberikan kontribusi di bidang asuransi

    dalam hal penyelesaian sengketa bagi para pihak yang bersengketa.

    Maka dari itu, penulis merasa tertarik untuk membahas dan menelaah

    secara mendalam skripsi yang berjudul "Penyelesaian Sengketa Asuransi

    Syariah Menurut Perspektif Badan Arbitrase Syariah Nasional

    (BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)".

    B.

    Pembatasan dan Perumusan Masalah

    Guna fokus dan mendalamnya pembahasan, penelitian ini dibatasi pada

    penyelesaian sengketa asuransi syariah menurut perspektif BASYARNAS dan

    BMAI.

    Masalah pokok dalam penelitian ini bagaimana penyelesaian sengketa

    asuransi syariah, masalah pokok tersebut ditelusuri melalui jawaban terhadap

    pertanyaan-pertanyaan dengan melalui arbitrase dan mediasi.

    Dalam merealisasikan batasan masalah yang dikemukakan di atas maka

    penulis memberikan perumusan masalah untuk memudahkan pembahasan

    selanjutnya. Adapun beberapa permasalahan yang akan penulis kemukakan di

    antaranya adalah sebagai berikut:

    1.

    Faktor faktor apa saja yang dapat menimbulkan sengketa asuransi menurut

    perspektif BASYARNAS dan BMAI?

    2. Bagaimana penyelesaian sengketa asuransi menurut perspektif BASYARNAS

    dan BMAI?

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    17/109

    3. Apa keunggulan penyelesaian sengketa asuransi pada BASYARNAS dan

    BMAI?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Adapun tujuan penelitian ini diadakan adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui faktor faktor yang dapat menimbulkan sengketa asuransi

    menurut perspektif BASYARNAS dan BMAI.

    2. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa asuransi menurut perspektif

    BASYARNAS dan BMAI.

    3. Untuk mengetahui keunggulan penyelesaian sengketa asuransi pada

    BASYARNAS dan BMAI.

    Sedangkan manfaat penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

    1. Bagi Akademisi, untuk menambah khasanah pengetahuan di bidang Hukum

    Ekonomi Islam khususnya mengenai Arbitrase dan Mediasi sebagai alternatif

    penyelesaian sengketa asuransi.

    2. Bagi Pemerintah, dengan adanya skripsi ini dapat dijadikan sebagai rujukan

    atau pertimbangan pemerintah dalam menetapkan Undang-undang tentang

    penyelesaian sengketa khususnya di bidang asuransi.

    3.

    Bagi Masyarakat, diharapkan menambah informasi tentang keberadaan

    BASYARNAS dan BMAI sebagai lembaga penyelesaian sengketa asuransi

    apabila mengalami perselisihan di bidang asuransi.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    18/109

    D. Kerangka Teori

    Menurut Abdul Kadir Muhammad, menyatakan bahwa Arbitrase adalah

    badan peradilan swasta di luar lingkungan pengadilan umum yang dikenal khusus

    dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan

    sendiri secara sukarela oleh para pihak-pihak pengusaha yang bersengketa.

    Penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan kehendak bebas para pihak.

    Kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat

    sebelum dan sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asas kebebasan berkontrak

    dalam hukum perdata.3

    R. Subekti, mengatakan bahwa Arbitrase adalah suatu penyelesaian atau

    pemutusan sengketa oleh wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan

    tunduk kepada atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit ataupun wasit

    yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.4

    M.N.Purwosutjipto mengartikan perwasitan sebagai suatu peradilan

    perdamaian, di mana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka tentang hak

    pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa, dan diadili oleh hakim

    yang tidak memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya

    mengikat bagi para kedua belah pihak.5

    3 Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT Citra

    Aditiya, 1992), h. 276.4R. Subekti, Arbitrase Perdagangan, (Bandung: Alumni, 1979, h. 5.

    5 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), Cet.

    Kedua, h.222

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    19/109

    Dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 02/2003, pengertian

    mediasi disebutkan pada pasal 1 ayat 6 yaitu: "Mediasi adalah penyelesaian

    sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator".6

    Menurut John W. Head, mediasi adalah suatu prosedur penengahan di

    mana seseorang bertindak sebagai "kendaraan" untuk berkomunikasi antar para

    pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat

    dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya

    suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri.7

    E. Kajian Pustaka

    1. Judul : Peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) Dalam

    Penyelesaian Sengketa Di Bidang Asuransi Syariah (2006)

    Oleh : Maryudi (UIN JAKARTA)

    Skripsi ini hanya menjelaskan/memaparkan tentang arbitrase

    khususnya BASYARNAS sebagai lembaga penyelesaian sengketa, serta

    prosedur penyelesaian sengketa asuransi di BASYARNAS.

    2. Judul : Arbitrase Dalam Hukum Positif, Hukum Adat, dan Hukum Islam

    Sebuah Analisa Perbandingan (2006)

    Oleh : Mukhtar Sedayu Siregar (UIN JAKARTA)

    6 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

    Utama, 2006), h. 1197Ibid., h. 120

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    20/109

    Skripsi ini hanya menjelaskan secara umum tentang arbitrase dan

    menganalisa sistem arbitrase dalam hukum positif, hukum adat, dan hukum

    Islam.

    Penelitian tentang asuransi syariah sudah banyak dibahas, sedangkan

    penelitian tentang arbitrase dan mediasi belum ada yang membahas. Untuk

    itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan membahas penelitian tentang

    penyelesaian sengketa asuransi syariah. Adapun yang ingin penulis bahas dari

    judul tersebut, yaitu mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan

    sengketa asuransi syariah pada BASYARNAS dan BMAI, bagaimana

    penyelesaian sengketa asuransi syariah menurut BASYARNAS dan BMAI,

    dan apa saja keunggulan BASYARNAS dan BMAI.

    F. Objek penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada Badan Arbitrase Syariah Nasional

    (BASYARNAS) yang berlokasi di gedung ARVA lantai IV, Jl. Cikini raya No.60

    Jakarta 10330. Dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yang berlokasi di

    gedung MENARA DUTA, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. B.9 Jakarta Selatan.

    G.

    Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

    1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian

    deskriptif, metode ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    21/109

    tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab dari suatu

    gejala tertentu.

    8

    Penelitian deskriptif bertujuan untuk menguraikan tentang

    sifat-sifat dari suatu keadaan dan sekedar memaparkan uraian (data dan

    informasi) yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh dari lapangan.9

    2. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan ini dilakukan dengan cara survey, tujuan dari

    menggunakan pendekatan survey adalah untuk mengukur gejala-gejala yang

    ada tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada.10

    3. Jenis Data dan Sumber Data

    a. Data Primer, merupakan data yang didapat dari sumber pertama kali baik

    dari individu atau dari perseorangan seperti hasil dari wawancara atau

    hasil pengisian kuesioner, yaitu terdiri atas:

    1. Gambaran umum perusahaan

    2. Hasil wawancara

    3. Observasi.11

    b. Data Sekunder, merupakan data yang telah ada yang diperoleh dari buku,

    majalah, Koran dan sumber tertulis lainnya yang mengandung informasi

    yang berhubungan dengan penelitian ini.

    8Husein Umar,Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis,Jakarta, PT. Raja Grafindo

    Persada, 2004, h.22.9J. Supranto, Tehnik Riset Pemasaran dan Ramalan Penjualan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000,

    h. 38.10

    Subana,Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung, Pustaka Setia, 2005, h.25.11Ibid., h. 26

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    22/109

    4. Teknik Pengumpulan Data

    Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini diperoleh

    melalui:

    1. Penelitian perpustakaan (Library Reseach), yaitu dengan jalan

    mengumpulkan data dari buku-buku, majalah, dan artikel yang

    berhubungan dengan materi skripsi.

    2. Penelitian lapangan (Field Reseach), yaitu dengan observasi langsung ke

    Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan Badan Mediasi

    Asuransi Indonesia (BMAI). Untuk mendapatkan data yang valid dan

    akurat, dengan melalui tiga cara yaitu:

    a. Observasi, dengan melihat dan mengamati secara langsung kegiatan

    yang ada di Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan

    Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI).

    b. Wawancara, yakni wawancara bebas yang dilakukan dalam bentuk

    Tanya jawab dengan pemimpin dan karyawan yang dapat dianggap

    dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan ini.

    c. Dokumentasi, teknik ini digunakan untuk memperoleh data tertulis

    tentang penyelesaian sengketa asuransi pada Badan Arbitrase Syariah

    Nasional (BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia

    (BMAI).

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    23/109

    5. Teknik Analisis dan Interpretasi Data

    Dalam menganalisis data, akan menggunakan metode deskriptif

    analisis kualitatif, yakni suatu teknik analisis data di mana terlebih dahulu

    dipaparkannya semua data yang telah diperoleh kemudian menganalisisnya

    dengan berpedoman pada sumber-sumber dalam bentuk kalimat-kalimat.

    Adapun dalam teknik penulisan ini merujuk kepada buku "Pedoman

    Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta 2007".

    H. Sistematika Penulisan

    Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi V

    bab yang terdiri dari beberapa sub bab yang pada garis besarnya adalah sebagai

    berikut:

    BAB I Pendahuluan

    Di dalamnya diuraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan

    dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori,

    kajian pustaka, objek penelitian, metode penelitian dan teknik

    penulisan, dan sistematika penulisan.

    BAB II Landasan Teori

    Bab ini membahas pengertian asuransi syariah, dasar hukum asuransi

    syariah, dan prinsip-prinsip asuransi syariah, pengertian arbitrase

    syariah, dasar hukum arbitrase syariah, macam-macam arbitrase

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    24/109

    syariah, syarat-syarat menjadi arbiter, pengertian mediasi, dasar

    hukum mediasi, syarat-syarat menjadi mediator, dan tujuan mediasi.

    BAB III Gambaran Umum

    Bab ini akan membahas profil Badan Arbitrase Syariah Nasional

    (BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI),

    mengenai sejarah berdirinya, visi dan misi, dan struktur organisasi.

    BAB IV Penyelesaian Sengketa Asuransi menurut Perspektif BASYARNAS

    dan BMAI

    Bab ini membahas mengenai sengketa asuransi, faktor-faktor yang

    menimbulkan terjadinya sengketa, penyelesaian sengketa asuransi

    menurut perspektif BASYARNAS dan BMAI, prosedur beracara

    dalam penyelesaian sengketa asuransi, keunggulan penyelesaian

    asuransi syariah pada BASYARNAS dan BMAI.

    BAB V Penutup

    Bab terakhir ini terdiri atas kesimpulan dan saran.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    25/109

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan umum asuransi

    a. Pengertian Asuransi Syariah

    Asuransi dapat dilihat dari berbagai jenis bahasa dan pengertian serta

    perbandingannya dalam perspektif Islam. Adapun asuransi ditinjau dari jenis

    bahasa dan pengertiannya adalah sebagai berikut:

    Menurut bahasa, kata asuransi berasal dari bahasa inggris adalah

    "insurance" yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan

    diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata

    "pertanggungan".12

    Kemudian dalam bahasa Belanda adalah "verzekering"

    yang berarti tanggungan.13

    Menurut ketentuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2

    tahun 1992 tentang usaha Perasuransian Bab I pasal I: " Asuransi atau

    pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana

    pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima

    premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena

    kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan itu

    tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita

    12AM. Hasan Ali,Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis Historis,

    Teoritis & Praktis, Jakarta, Kencana, 2004, h. 57.13

    Wirjono Prodjodikoro,HukumAsuransi di Indonesia, Jakarta, PT. Intermasa, 1996, h. 1.

    14

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    26/109

    tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk

    memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya

    seseorang yang dipertanggungkan.14

    Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246

    dijelaskan bahwa yang di maksud asuransi atau pertanggungan adalah "suatu

    perjanjian (timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri

    kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk

    memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau

    kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya,

    karena suatu peristiwa tak tentu.15

    Sedangkan asuransi dalam perspektif Islam terdapat beberapa istilah,

    antara lain dikenal dengan istilah Takaful. Menurut etimologi Bahasa Arab,

    istilah Takaful berasal dari kata Kafala. Dalam ilmu tashrif atau Sharaf,

    Takaful ini masuk dalam barisan Bina muta'aadi, yaitu Tafaa'ala artinya

    saling menanggung. Dan ada juga yang menerjemahkan dengan makna saling

    menjamin.16

    Wahbah al-Zuhaily (ahli fiqih kontemporer) mendefinisikan asuransi

    sesuai dengan pembagiannya. Menurutnya asuransi itu dibagi menjadi dua,

    yaitu al-Ta'min al- Ta'awun(asuransi tolong menolong) dan al-Ta'min bi qist-

    Tsabit(asuransi dengan pembagian tetap).

    14Ibid.,h. 61

    15Hasan Ali,Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, h. 59

    16Ibid.,

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    27/109

    Al-Ta'min al-Ta'awun adalah kesepakatan sejumlah orang yang

    membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang di antara

    mereka mendapat kemadharatan, seperti kecelakaan, kematian, kebakaran,

    kebanjiran, kecurian dan bentuk-bentuk kerugian lainnya sesuai dengan

    kesepakatan bersama.

    Sedangkan al-Ta'min bi qist-Tsabit adalah akad yang mewajibkan

    seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas

    beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi

    mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi.17

    Abbas salim sebagaimana dikutip Ali Hasan mendefinisikan asuransi

    sebagai suatu keinginan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit)

    yang sudah pasti sebagai subtitusi kerugian-kerugian besar yang belum

    pasti.18

    Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)

    dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi definisi

    tentang asuransi. Menurutnya, asuransi syariah (Ta'min, Takaful, Tadhamun)

    adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang

    atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang

    17 M. Zaidi Abdad, Lembaga perekonomian Ummat di Dunia Islam, (Bandung: Angkasa,

    2003), Cet. Pertama, h. 87-88.18

    M. Ali Hasan, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo

    Persada, 1996), h. 61.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    28/109

    memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui

    akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

    19

    Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa asuransi

    syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong disebut taawunyaitu

    prinsip saling melindungi dan tolong menolong atas dasar ukhuwah Islamiyah

    antara sesama anggota asuransi dalam menghadapi risiko.

    b.

    Dasar hukum asuransi syariah

    Dalam Peraturan Perundang-undangan yang telah dikeluarkan

    pemerintah berkaitan dengan asuransi syariah yaitu:

    Sedangkan menurut Fatwa DSN Majelis Ulama Indonesia No

    21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah. Fatwa

    tersebut dikeluarkan karena regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman

    untuk menjalankan asuransi syariah.20

    Pada dasarnya hukum asuransi syariah maupun konvensional di

    Indonesia, hingga saat ini pada dasarnya dan kenyataannya masih diatur

    dalam berbagai Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, terutama:21

    19 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem

    Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Cet. Pertama, h. 3020

    Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia,

    (Jakarta: Kencana, 2004), h. 128.21

    M. Amin Suma,Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional Teori, Sistem, Aplikasi dan

    Pemasaran, Jakarta, Kholam Publishing, 2006, h. 44-45.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    29/109

    a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

    421/KMK.06/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Keputusan bagi

    Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian.

    b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

    422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha perusahaan Asuransi

    dan perusahaan Reasuransi.

    c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

    423/KMK.06/2003 tentang pemeriksaan perasuransian.

    d. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

    424/KMK.06/2003 kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan

    perusahaan Reasuransi.

    e. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

    425/KMK.06/2003 tentang perizinan dan penyelenggaraan kegiatan usaha

    perusahaan penunjang usaha asuransi.

    f. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

    426/KMK.06/2003 tentang perizinan usaha dan kelembagaan perusahaan

    asuransi dan perusahaan reasuransi.

    g. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan No. Kep.4499/LK/2000

    tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan

    perusahaan reasuransi dengan sistem syariah.

    Landasan asuransi dalam Islam sebenarnya bertumpu pada konsep

    wata'awanu 'alal birri wat taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa)

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    30/109

    dan At-ta'min yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang

    menjamin dan menanggung risiko satu sama lain.

    22

    Landasan asuransi syariah diantaranya:

    a. Saling tolong menolong

    )

    :2(

    "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

    takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

    pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah

    amat berat siksa-Nya".(Q.S. Al-Maidah (5) : 2)

    Islam juga mengarahkan kepada berdirinya sebuah masyarakat

    yang tegak di atas asas saling membantu dan saling menopang, karena

    setiap muslim terhadap muslim lainnya sebagaimana sebuah bangunan

    yang saling menguatkan sebagian kepada sebagian yang lainnya. Dalam

    asuransi ini tidak ada perbuatan memakan harta manusia dengan batil,

    karena apa yang telah diberikan dalam bentuk premi tabarru' adalah

    semata-mata sedekah dari hasil harta yang terkumpul

    b. Saling meridhoi

    ):29(Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

    memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

    jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

    22 Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Cet. Pertama,

    h. 100.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    31/109

    dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah

    Maha Penyayang kepadamu".

    Dalam Islam jika seorang muslim memakan harta orang lain dengan

    jalan batil maka hukumnya adalah haram. Dana kebajikan yang kelak akan

    diterima oleh pemegang polis jika ia mengalami kerugian sebelum masa

    asuransinya berakhir adalah dana yang halal yang dikeluarkan dengan saling

    meridhoi antara kedua belah pihak yakni pemegang polis dan perusahaan.

    c. Prinsip dasar asuransi syariah

    Asuransi syariah memiliki sembilan macam prinsip dasar, yaitu:

    tauhid, tolong-menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, kebenaran, larangan

    riba, larangan judi dan larangan gharar.23

    a. Tauhid

    Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada

    dalam syariat Islam. Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah

    bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah

    yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan.

    b. Keadilan

    23AM. Hasan Ali,Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis Historis,

    Teoritis & Praktis, Jakarta, Kencana, 2004, h. 70

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    32/109

    Prinsip ini dalam berasuransi terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara

    pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Dalam hal ini dipahami

    sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah

    (anggota) dan perusahaan asuransi.

    c. Tolong-menolong

    Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus

    didasari dengan semangat tolong-menolong (ta'awun) antara nasabah

    (anggota).

    d. Kerja sama

    Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam

    literatur ekonomi islam. Kerja sama dalam asuransi dapat berwujud dalam

    bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat,

    yaitu antara nasabah dan perusahaan asuransi.

    e. Amanah

    Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-

    nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian

    laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus

    memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan

    keuangan perusahaan.

    f. Kerelaan

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    33/109

    Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap nasabah

    asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah

    dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan

    sebagai dana sosial (tabarru').

    g. Larangan riba

    Riba secara bahasa bermakanziyadah(tambahan). Dalam pengertian lain,

    riba berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah riba berarti

    pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

    h. Larangan maisir

    Syafi'i Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya

    salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami

    kerugian. Hal ini jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab

    tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa periodenya, biasanya

    tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang

    yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja.

    i. Larangan gharar

    Gharar menurut bahasa adalah al-khida' (penipuan), yaitu suatu tindakan

    yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan

    B. Tinjauan Umum Arbitrase

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    34/109

    1. Pengertian arbitrase syariah

    Kata arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang artinya

    kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut "kebijaksanaan". Dalam

    istilah bahasa Inggris arbitrase disebut "arbitration". Sedangkan pengertian

    arbitrase secara umum di Indonesia, menurut para pakar hukum adalah

    sebagai berikut :

    Menurut Mertokusumo, arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian

    sengketa di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang

    berkepentingan untuk menyerahkan sengketa mereka kepada seorang wasit

    atau arbiter.

    R. Subekti, mengatakan bahwa arbitrase adalah suatu penyelesaian

    atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan

    persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau menaati keputusan yang akan

    diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.24

    Sudargo Gautama, menyatakan bahwa arbitrase adalah cara-cara

    penyelesaian hakim yang tidak terikat dengan berbagai formalitas, cepat

    dalam memberikan keputusan, karena dalam instansi terakhir serta mengikat,

    yang mudah untuk dilkanakan karena akan ditaati para pihak.25

    24R. Subekti,Arbitrase Perdagangan, (Bandung: Bina Cipta, 1979), h.1

    25 Sudargo Gautama,Arbitrase Dagang Internasional, (Bandung: Alumni, 1979), h. 5

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    35/109

    Abdulkadir Muhammad, menyatakan bahwa arbitrase adalah badan

    peradilan swasta di luar lingkungan peradilan umum yang dikenal khusus

    dalm perusahaan. Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan

    sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa.

    Penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan kehendak bebas dari

    para pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis

    yang mereka buat sebelum atau sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asas

    kebebasan berkontrak dalam hukum perdata.26

    Faturrahman Jamil mengatakan bahwa: pengertian arbitrase dalam

    bahasa konvensional sekarang ini dipersamakan dengan istilah tahkim dalam

    hukum Islam yang artinya: pengangkatan seorang atau lebih sebagai wasit

    atau juru damai oleh dua orang atau lebih yang bersengketa, guna

    menyelesaikan perkara yang mereka perselisihkan secara damai.27

    Menurut Undang-Undang Nomor. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase

    dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 ayat (1) disebutkan

    bahwa, arbitrase adalah penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

    pengadilan umum yang berdasarkan pada perjanjian yang dibuat secara

    tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

    Sedangkan arbitrase dalam perspektif Islam (arbitrase syariah) dapat

    disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim berasal dari kata kerja

    26 Absul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT Citra

    Aditiya, 1992), h.27627

    Khairul Wasif,Arbitrase Islam Di Indonesia, (Jakarta: BAMUI, 1994), h. 31

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    36/109

    hakkama.28

    Secara etimologis, kata itu berarti menjadikan seorang menjadi

    pencegah suatu sengketa. Secara teknis tahkim memiliki pengertian yang

    sama dengan arbitrase yang dikenal saat ini, yaitu : "Pengangkatan seorang

    atau lebih sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna

    menyelesaikan perselisihan mereka secara damai". Kata sinonim yang

    digunakan adalah muhakkam, sedang wasit atau arbiter digunakan istilah

    hakam, yaitu yang menyelesaikan perselisihan.

    Arbitrase menurut para pakar hukum islam dari empat imam Mahzab

    mempunyai beberapa pengertian sebagai berikut:29

    a. Kelompok Hanafiyah, berpendapat bahwa memisahkan persengketaan

    atau memutuskan pertikaian atau menetapkan hukum antara manusia

    dengan yang hak dan atau ucapan yang mengikat yang keluar dari yang

    mempunyai kekuasaan secara umum

    b. Kelompok Malikyah, berpendapat bahwa hakikat qadlha adalah

    pemberitaan terhadap hukum syariI menurut jalur yang pasti (mengikat)

    atau sikap hukum yang mewajibkan bagi pelaksanaan hukum Islam

    walaupun dengan tadil atau tarjih tindak untuk kemaslahatan kaum

    muslimin secara umum.

    c.

    Kelompok SyafiI, berpendapat bahwa memisahkan pertikaian antara

    pihak yang bertikai atau lebih dengan hukum Allah SWT. Atau

    28Luis Maluf,Al-Munjid Fi al-Lughah wa al-Alam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1994), h.146

    29 A Rahmat Rosyadi, Ngatino, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,

    (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), cet-1, h. 44

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    37/109

    menyatakan hukum syara terhadap suatu peristiwa wajib

    melaksanakannya.

    d. Kelompok Hanabilah, berpendapat bahwa penjelasan dan kewajibannya

    serta penyelesaiannya antara para pihak.

    Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa arbitrase

    syariah adalah suatu cara penyelesaian sengketa para pihak yang dilakukan

    oleh wasit (hakam) di luar lembaga peradilan berdasarkan kesepakatan baik

    sebelum atau sesudah terjadinya sengketa secara syariah.

    2. Dasar Hukum Arbitrase Syariah

    Dasar hukum yang mengokohkan eksistensi tahkim (arbitrase Islam)

    terdapat di dalam Al-qur'an, sunnah, dan ijma'.

    Al-qur'an dan sunnah sebagai sumber hukum yang paling utama

    memberikan petunjuk kepada manusia apabila terjadi sengketa di antara para

    pihak, apakah di bidang politik, keluarga, ataupun bisnis. Hal ini sebagaimana

    yang terdapat dalam Al-qur'an surat An-Nissa ayat 35 :

    )

    :35(

    Artinya : "Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara

    keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan

    seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu

    bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    38/109

    kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi

    Maha Mengenal". (Q.S. An-Nisaa : 4 : 35)

    :

    :

    .

    :

    :,: :.

    :)

    (

    Artinya: Yazid (Ibn al-Miqdam bin Syuraih) menceritakan kepadakami, (riwayat) dari Syuraih bin Hani dari ayahnya (Hani), bahwa

    ketika ia (Hani) menemui Rasulullah SAW banyak orang memanggilnya

    dengan panggilan Abul Hakam, kemudian Rasul memanggil Hani

    seraya bersabda: sesungguhnya Hakam itu adalah Allah dan kepada-

    Nyalah dimintakan hukum. Mengapa kamu dipanggil Abu al-Hakam?

    Abu Syuraih menjawab: jika kaumku bersengketa maka mereka

    mendatangiku untuk meminta penyelesaian dan kedua belah pihak akan

    rela dengan putusanku, kemudian nabi mengomentari jawaban Abu

    Syuraih : Alangkah baiknya perbuatanmu ini! Apakah kamu

    mempunyai anak ?. Abu Syuraih menjawab: Ya, saya punya anak

    yaitu Syuraih, Abdullah, dan Musallam. Siapa yang paling tua? .

    Tanya Nabi. Jawab Abu Syuraih: Syuraih kata Rasul: kalau begitu,

    engkau adalah Abu Syuraih. (HR. Al-Nasai).30

    Adapun dasar hukum yang ketiga adalah Ijma' ulama, yang telah

    memperkuat tentang adanya lembaga arbitrase Islam untuk mengantisipasi

    persengketaan para pihak dalam berbagai aspek kehidupan. Penyelesaian

    sengketa setelah wafat Rasulullah SAW, banyak dilakukan pada masa sahabat

    30 Abdurrahman Ibn Syuaib al-NasaI, Juz VIII Bab Idza Hakamu Rajulan Faqadha

    Bainahum (Beirut: Dar al-Marifah, 1138 H), h. 199

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    39/109

    dan ulama untuk menyelesaikan sengketa dengan cara mendamaikan para

    pihak melalui musyawarah dan konsensus antara mereka sehingga menjadi

    Yurisprudensi Hukum Islam dalam beberapa kasus. Keadaan Ijma sahabat

    atau ulama sangat dihargai dan tidak ada yang menentangnya, karena tidak

    semua masalah sosial keagamaan tercantum dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah

    secara rinci. Bahkan, Khalifah Umar bin Khattab pernah mengatakan, bahwa

    tolaklah permusuhan hingga mereka damai, karena pemutusan perkara melalui

    pengadilan akan mengembangkan kedengkian di antara mereka.

    Sedangkan dasar hukum arbitrase yang berlaku secara positif dapat

    dijelaskan bahwa, Alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat umum, yaitu

    Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif

    Penyelesaian Sengketa, Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa

    Kontruksi, Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,

    Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang-

    undang No. 32 tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu.

    3. Macam-macam Arbitrase

    Secara umum orang mengenal dua macam arbitrase dalam praktek,

    yaitu sebagai berikut :

    a. Arbitrase Ad-Hoc (Volunter Arbitrase)

    Disebut dengan arbitrase ad-hoc atau volunteer arbitrase karena

    sifat dari arbitrase ini yang tidak permanen atau insidentil. Arbitrase ini

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    40/109

    keberadaannya hanya untuk memutus dan menyelesaikan suatu kasus

    sengketa tertentu saja. Setelah sengketa selesai diputus, maka keberadaan

    arbitrase ad-hoc ini pun lenyap dan berakhir dengan sendirinya. Para

    arbiter yang menangani penyelesaian sengketa ini ditentukan dan dipilih

    sendiri oleh para pihak yang bersengketa; demikian pula tata cara

    pengangkatan para arbiter, pemeriksaan dan penyelesaian sengketa,

    tenggang waktu penyelesaian sengketa tidak memiliki bentuk yang baku.

    Hanya saja dapat dijadikan patokan bahwa pemilihan dan penentuan hal-

    hal tersebut terdahulu tidak boleh menyimpang dari apa yang telah

    ditentukan oleh undang-undang.31

    Dalam arbitrase ad hoc proses beracara dalam arbitrase ditentukan

    sendiri oleh para pihak menurut ketentuan yang lazim berlaku, atau jika

    dikehendaki dapat diikuti proses beracara pengadilan.

    Pada arbitrase ad hoc para pihak dapat mengatur cara-cara

    bagaimana pelaksanaan pemilihan arbiter, kerangka kerja prosedur

    arbitrase dan aparatur administrasi dan arbitrase. Namun demikian dalam

    pelaksanaannya, arbitrase ad hoc ini memiliki kesulitan antara lain

    kesulitan dalam melakukan negosiasi dan menetapkan aturan-aturan

    prosedural dan arbitrase serta kesulitan dalam merencanakan metode-

    metode pemilihan arbiter yang dapat diterima kedua belah pihak. Karena

    31Gunawana Wijaya dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT.

    Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-2, h. 19

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    41/109

    ada beberapa kesulitan itu sering kali dipilih bentuk arbitrase kedua yaitu

    arbitrase institusional.

    b. Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase)

    Sedikit berbeda dari arbitrase ad-hoc, arbitrase institusional

    keberadaannya praktis bersifat permanen, dan karenanya juga dikenal

    dengan nama "permanent arbitral body". Arbitrase institusional ini

    merupakan suatu lembaga arbitrase yang khusus didirikan untuk

    menyelesaikan sengketa terbit dari kalangan dunia usaha hampir dari

    semua Negara-negara maju terdapat lembaga arbitrase ini, yang pada

    umumnya pendiriannya diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri

    Negara tersebut. Lembaga arbitrase ini mempunyai aturan main sendiri-

    sendiri yang telah dibakukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa

    penunjukan lembaga ini berarti menunjukkan diri pada aturan-aturan main

    dari lembaga ini. Untuk jelasnya, hal ini dapat dilihat dari peraturan-

    peraturan yang berlaku untuk masing-masing lembaga tersebut.32

    Arbitrase institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase

    yang sifatnya permanen karena sering juga disebut Permanent Arbitral

    Body sebagaimana dalam pasal 1 ayat 2 Konvensi New York 1958,

    arbitrase ini disediakan oleh organisasi tertentu dan sengaja didirikan

    untuk menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian.

    32Ibid., h. 20

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    42/109

    Faktor kesengajaan dan sifat permanen ini merupakan ciri

    pembeda dengan arbitrase ad hoc. Selain itu arbitrase institusional ini

    sudah ada sebelum sengketa timbul yang berbeda dengan arbitrase ad hoc

    yang dibentuk setelah perselisihan timbul. Selain itu arbitrase institusional

    ini berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meskipun perselisihan yang

    ditangani telah selesai.

    Arbitrase institusional, proses beracara dalam arbitrase

    institusional biasanya memutus proses beracara yang sudah baku menurut

    ketentuan lembaga tersebut.

    Dalam arbitrase institusional, di samping ketentuan yang berlaku

    umum tata cara pengangkatan arbiter biasanya sudah ditentukan oleh

    lembaga tersebut, termasuk perlawanan yang mungkin ditiadakan terhadap

    arbiter yang ditunjuk.

    Selain itu bagi arbitrase institusional, proses beracara dalam

    arbitrase institusional biasanya memutuskan proses beracara yang sudah

    baku menurut lembaga tersebut.

    4. Syarat Syarat Menjadi Arbiter

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    43/109

    Syarat-syarat Arbiter menurut ketentuan pasal 12 Undang-undang No.

    30 Tahun 1999, yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter adalah

    mereka yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:33

    a. Cakap melakukan tindakan hukum;

    b. Berumur paling rendah 35 tahun;

    c. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai

    dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;

    d. Tidak mempunyai kepentingan financial atau kepentingan lain atas

    putusan arbitrase;

    e. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif dibidangnya paling

    sedikit 15 tahun;

    Dengan ketentuan bahwa hakim, jaksa, panitera, dan pejabat-pejabat

    lainnya tidak dapat di tunjuk atau diangkat sebagai arbiter.

    Ketentuan yang mengatur mengenai berakhirnya tugas arbiter dalam

    bab dapat kita temui dalam bab VIII dari pasal 73 sampai dengan pasal 75

    Undang-undang No 30 tahun 1999.

    Dalam pasal 73 Undang-undang tahun 1999 dikatakan bahwa tugas

    arbiter berakhir karena:34

    a.

    Putusan mengenai sengketa telah di ambil;

    33 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bsinis: Seri Hukum Bsinis Hukum

    Arbitrase,(Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), Cet -3, h. 60

    34Ibid., 78

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    44/109

    b. Jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau

    sesudah di perpanjang oleh para pihak telah lampau; atau

    c. Para pihak sepakat untuk menarik kembali pertunjukan arbiter;

    Sedangkan dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) BASYARNAS

    pasal 5 dijelaskan syarat-syarat untuk diangkat menjadi arbiter sebagai

    berikut:35

    a. Beragama Islam yang taat menjalankan agamanya dan tidak terkena

    larangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    b. Ahli dalam ilmu, baik murni maupun terapan dan telah mempunyai

    pengalaman sekurang-kurangnya sepuluh tahun dalam bidangnya;

    c. Memiliki integritas, kredibilitas serta nama baik di masyarakat;

    d. Menyatakan setuju dan menerima segala ketentuan yang ada dan peraturan

    prosedur beracara yang berlaku di dalam Badan Arbitrase Syariah

    Nasional;

    e. Mengisi dan menandatangani formulir isian yang disiapkan oleh Badan

    Pengurus dan siap untuk dilantik sebagai arbiter Badan Arbitrase Syariah

    Nasional;

    Berakhirnya masa ke-anggotaan sebagai arbiter, dikarenakan sebagai

    berikut:36

    a. Meninggal dunia

    35Achmad Djauhari,Arbitrase Syariah Di Indonesia,(Jakarta: BASYARNAS, 2006), h.57

    36Ibid.,h. 57-58

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    45/109

    b. Atas permintaan sendiri

    c.

    Menduduki jabatan yang berdasarkan peraturan Perundang-undangan

    yang berlaku dilarang untuk menjadi arbiter

    d. Diberhentikan (dengan alasan karena tidak lagi memenuhi persyaratan

    sebagai arbiter dan/atau melakukan perbuatan yang tercela dipandang dari

    agama Islam).

    Seorang arbiter memiliki tugas pokok sebagai berikut:37

    a. Memeriksa dan memberi putusan arbitrase dalam jangka waktu yang telah

    ditentukan (menurut pasal 48, paling lama 180 hari sejak

    penunjukan/pengangkatannya);

    b. Bersikap independen dalam menjalankan tugasnya demi mencapai suatu

    putusan yang adil dan cepat bagi para pihak yang beda pendapat,

    berselisih paham maupun yang bersengketa;

    c. Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan,

    arbiter/majelis arbiter harus terlebih dahulu mengusahakan perdamaian

    antara para pihak yang bersengketa (pasal 45 ayat 1);

    d. Apabila usaha mendamaikan tersebut berhasil, maka arbiter/majelis arbiter

    membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan

    memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian

    tersebut;

    37Djauhari,Arbitrase Syariah Di Indonesia, h. 58

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    46/109

    Tugas arbiter berakhir sebagaimana diatur dalam pasal 37 UU. No.

    30/1999, adalah sebagai berikut:

    38

    a. Apabila putusan mengenai sengketa telah diambil;

    b. Jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau

    sesudah diperpanjang oleh para pihak telah dilampaui;

    c. Para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan arbiter;

    C.

    Tinjauan Umum Mediasi

    1. Pengertian Mediasi

    Para penulis dan praktisi yang berusaha menjelaskan pengertian

    mediasi. Tetapi, upaya untuk mendefinisikan mediasi bukanlah suatu hal yang

    mudah. Hal ini karena mediasi tidak memberi satu model yang dapat

    diuraikan secara terperinci dan dibedakan dari proses pengambilan keputusan

    lainnya.

    Banyak pihak mengakui bahwa mediasi adalah proses untuk

    menyelesaikan sengketa dengan bantuan pihak ketiga peranan pihak ketiga

    tersebut adalah dengan melibatkan diri untuk membantu para pihak

    mengidentifikasi masalah-masalah yang disengketakan dan mengembangkan

    38Ibid., h. 58-59

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    47/109

    sebuah proposal. Proposal tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan

    untuk menyelesaikan sengketa tersebut.

    39

    Mediasi adalah forum penyelesaian sengketa yang sekarang sudah

    juga mulai berkembang. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui

    pihak ketiga yang netral.

    Sedangkan menurut Pasal 1 Peraturan Badan Mediasi Asuransi

    Indonesia, mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui upaya

    musyawarah dan mufakat antara pemohon dan anggota yang difasilitasi oleh

    mediator.40

    Dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 02/2003,

    pengertian mediasi disebutkan pada pasal 1 butir 6, yaitu: Mediasi adalah

    penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu

    oleh mediator. Disini disebutkan kata mediator, yang harus mencari berbagai

    kemungkinan penyelesaian sengketa yang diterima para pihak. Pengertian

    mediator, disebutkan dalam pasal 1 butir 5, yaitu: mediator adalah pihak yang

    bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak

    dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa.41

    Menurut John W. Head, mediasi adalah suatu prosedur penengahan di

    mana seseorang bertindak sebagai "kendaraan"untuk berkomunikasi dengan

    39 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

    Utama, 2006), h. 11940

    BMAI, Peraturan Badan Mediasi Indonesia, (Jakarta: BMAI, 2006), h. 741

    Soemartono, Arbitrase Dan Medias Di Indonesia, h.119

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    48/109

    antar para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa

    tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab

    utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak

    sendiri.42

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa mediasi

    merupakan suatu proses informal yang ditujukan untuk memungkinkan para

    pihak yang bersengketa mendiskusikan perbedaan-perbedaan mereka secara

    pribadi dengan bantuan pihak ketiga yang netral. Pihak yang netral tersebut

    tugas pertamanya adalah menolong para pihak memahami pandangan pihak

    lainnya sehubungan dengan masalah-masalah yang disengketakan, dan

    selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian yang objektif dari

    keseluruhan situasi.

    2. Landasan Hukum Mediasi

    Dasar hukum mediasi menurut Undang-Undang Republik Indonesia

    No. 30 Tahun 1999 pasal 1 ayat 10 tentang Arbitrase dan Alternatif

    penyelesaian sengketa menyatakan bahwa: Alternatif Penyelesaian Sengketa

    adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur

    42 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

    Utama, 2006), h. 120

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    49/109

    yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara

    konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

    43

    Pada tanggal 11 September 2003 yang lalu Mahkamah Agung telah

    mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2003

    yang mengatur tentang mediasi. Perma ini dirancang oleh Mahkamah Agung

    dan Indonesia Institute for Conflict Transformation (IICT), yaitu organisasi

    non pemerintah yang bergerak di bidang transformasi dan manajemen konflik.

    Sejauh ini IICT telah memberikan sumbangsih atas penyelenggaraan

    penyelesaian sengketa secara efektif melalui upaya untuk mengembangkan

    pola-pola resolusi konflik untuk membangun masyarakat yang demokratis,

    harmonis, menghargai kemajemukan dan kesetaraan serta mengembangkan

    pola-pola penyelesaian sengketa yang mencerminkan keadilan prosedural dan

    subtansial.

    Adapun Badan Mediasi Asuransi Indonesia beroperasi berdasarkan

    Surat Keputusan Bersama: MENTERI KOORDINATOR BIDANG

    PEREKONOMIAN (Nomor: KEP-45/M.EKON/07/2006), GUBERNUR

    BANK INDONESIA (Nomor: 8/50/KEP.GBI/2006), MENTERI

    KEUANGAN (Nomor: 357/KMK.012/2006) dan MENTERI NEGARA

    BADAN USAHA MILIK NEGARA (Nomor: KEP-75/MBU/2006)

    TENTANG: PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN, dan ditetapkan

    43 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

    Utama, 2006), h. 163.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    50/109

    di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2006. Juga berdasarkan pada lampiran III

    Lembaga Keuangan Non-Bank poin-3, program-3 tentang Perlindungan

    Pemegang Polis dengan Penanggung Jawab Departemen Keuangan RI.44

    3. Syarat Syarat Menjadi Mediator

    Mengingat mediator sangat menentukan efektivitas proses

    penyelesaian sengketa, ia harus secara layak memenuhi kualifikasi tertentu

    serta berpengalaman dalam komunikasi dan negosiasi agar mampu

    mengarahkan para pihak yang bersengketa. Jika ia berpengalaman tak terbiasa

    berperkara di pengadilan, hal itu sangat membantu. Tetapi, pengalaman

    apapun, selain pengalamannya sendiri sebagai mediator, memang kurang

    relevan. Pengetahuan secara substansi atas permasalahan yang disengketakan

    tidak mutlak dibutuhkan, yang lebih penting adalah kemampuan menganalisis

    dan keahlian dalam menciptakan pendekatan pribadi.

    Dalam PP No.54/2000 ditentukan kriteria untuk menjadi mediator

    lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di

    luar pengadilan, yaitu:45

    a. Cakap melakukan tindakan hukum;

    b.

    Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun;

    44BMAI, Peratutan Badan Mediasi Asuransi Indonesia, (Jakarta: BMAI, 2006), h. 64

    45 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

    Utama, 2006), h. 133

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    51/109

    c. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidang lingkungan

    hidup paling sedikit 5 (lima0 tahun; dan

    d. Memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan.

    Di samping itu, mediator (atau pihak ketiga) harus memenuhi syarat

    sebagai berikut:46

    a. Disetujui oleh para pihak yang bersengketa;

    b. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai

    dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa;

    c. Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa;

    d. Tidak mempunyai kepentingan financial atau kepentingan lain terhadap

    kesepakatan para pihak; dan tidak memiliki kepentingan terhadap proses

    perundingan maupun hasilnya.

    Penyebutan kriteria atau persyaratan sebagai mediator secara terperinci

    menjadi sangat penting karena dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)

    No. 02/2003 hal itu tidak diatur. Oleh karena itu, kriteria atau persyaratan di

    atas sangat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai acuan bagi pengangkatan

    mediator dalam berbagai kasus lainnya, tentunya dengan berbagai

    pertimbangan sesuai dengan kebutuhan.

    Dalam praktek, mediator sangat membutuhkan kemampuan personal

    yang memungkinkan berhubungan secara menyenangkan dengan masing-

    masing pihak. Kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak

    46Ibid., h. 133-134

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    52/109

    menghakimi, yaitu dalam kaitannya dengan cara berpikir masing-masing

    pihak, serta kesiapannya untuk memahami dengan empati pandangan para

    pihak.

    Mediator perlu memahami dan memberikan reaksi positif (meskipun

    tidak berarti setuju) atas persepsi masing-masing pihak dengan tujuan

    membangun hubungan baik dan kepercayaan. Jika para pihak sudah percaya

    kepada mediator dan proses mediasi, mediator akan lebih mampu membawa

    mereka ke arah konsensus.47

    4. Tujuan Mediasi

    Tujuan mediasi adalah tidak untuk menghakimi salah atau benar

    namun lebih memberikan kesempatan kepada para pihak untuk:

    a. Menemukan jalan keluar dan pembaruan perasaan;

    b. Melenyapkan kesalahpahaman;

    c. Menentukan kepentingan yang pokok;

    d. Menemukan bidang-bidang yang mungkin dapat persetujuan;

    e. Menyatukan bidang-bidang tersebut menjadi solusi yang disusun sendiri

    oleh para pihak;48

    47Ibid., h. 135

    48Salim H.S,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,

    2006), Cet-4, h. 156-157

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    53/109

    BAB III

    TINJAUAN UMUM

    BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS) DAN

    BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA (BMAI)

    A. Badan Arbitrasee Syariah Nasional (BASYARNAS)

    1. Sejarah Berdirinya Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

    Di Indonesia lembaga arbitrase telah didirikan pada tanggal 3 Desember

    1977 dengan nama Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Prakarsa

    pendirian BANI disponsori oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN).49

    Seiring

    dengan kehadiran Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang merupakan

    konfirmasi dari eksistensi atau legitimasi terhadap badan arbitrase di Indonesia,

    maka hadir pulalah Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang

    merupakan salah satu wujud dari arbitrase syariah yang pertama kali didirikan di

    Indonesia.

    Sejarah berdirinya Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

    bermula dari Badan Arbitrase Muamalah Indonesia, yang pendiriannya

    diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pada tanggal 5 jumadil awal

    1414 H, bertepatan dengan tanggal 21 Oktober 1993 M. Badan Arbitrase

    Muamalah Indonesia (BAMUI) didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan

    sesuai dengan Akta Notaris Yudo Paripurno, SH. Nomor 175 tanggal 21 oktober

    49Suhrawardi K. Lubis, Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 184

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    54/109

    1993. Didalam Akta pendirian Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI),

    yang dimaksud dengan yayasan ini bernama: YAYASAN BADAN ARBITRASE

    MUAMALAH INDONESIA disingkat BAMUI (pasal 1).50

    Instansi ini merupakan badan pekerja yang berada di bawah naungan

    Majelis Ulama Indonesia (MUI) kelehirannya menyusul hadirnya Bank

    Muamalah Indonesia sebagai bank syariah pertama, kemudian disusul dengan

    Asuransi Syariah yaitu PT Syarikat Takaful Indonesia.

    Proses awal berdirinya Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI),

    dengan adanya pertemuan pertama dan kedua diruang rapat Majelis Ulama

    Indonesia (MUI), masing-masing tanggal 22 April 1992 dan 2 Mei 1992.

    Kemudian melalui surat keputusan Nomor 392/M.U.I/V/1992 memutuskan untuk

    mengangkat kelompok kerja pembentukan Lembaga Arbitrase Islam. Kelompok

    kerja dibagi menjadi dua bagian, yaitu nara sumber terdiri dari: Prof. K.H.Ali

    Yafie; Prof K.H. Ibrahim, LML; H. Andi Lolo Tonang, S.H.; H. Hartono

    Mardjono, S.H.; Jimly Asshiddiiqie, S.H., M.A; panitia teknis terdiri dari: Abdul

    Rahman Saleh, S.H., (koordinator), dengan anggotanya, Dr. Herman Rajagukguk,

    S.H.; LL.M; Hidayat Achyar, S.H.; Dr. Satria Efendi; M. Zein; Dr. Abdul Gani

    Abdullah, S.H.; Yudo Paripurno, S.H.; Drs. H. Syaidu Syahar, S.H.; H.A Z. Umar

    Purba, S.H.; dan Drs. K.H. Maruf Amin. Sebagai sekretaris adalah H.M. Isa

    Anshary, M.A dan Drs Ahmada Dimyati.

    50BAMUI, Salinan Aktia Pendirian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, (Jakarta: BAMUI,

    1999), h. 15

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    55/109

    Pada tanggal 29 Desember 1992 Tim Kerja Pembentukan Badan

    Arbitrase melaporkan hasil kerjanya dan menjadi agenda keputusan TAKERNAS

    MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) seluruh Indonesia tanggal 24-27

    November 1992 di Jakarta. Keputusan tersebut berkaitan dengan Badan Arbitrase

    Muamalat Indonesia (BAMUI), bahwa : Sehubungan dengan rencana pendirian

    lembaga Arbitrase Syariah Rakernah menyarankan agar Majelis Ulama Indonesia

    (MUI) segera merealisasikan pembentukannya. Sebagai realisasi dari keputusan

    itu, maka pada tanggal 4 Januari 1993 Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia

    (MUI) mengelurkan Surat Keputusan Nomor 08/M.U.I/I/1993 tentang panitia

    persiapan peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).

    Kemudian selama kurang lebih 10 tahun Badan Arbitrase Muamalat

    Indonesia (BAMUI) menjelaskan perannya dan dengan pertimbangan yang ada

    bahwa anggota Pembina dan pengurus Badan Arbitrase Muamalat Indonesia

    (BAMUI) sudah banyak yang meniggal dunia, juga bentuk badan hukum yayasan

    sebagai diatur dalam undang-undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan tidak

    sesuai dengan kedudukan BAMUI tersebut. Maka atas nama keputusan rapat

    Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia No: Kep-09/M.U.I/XII/2003 tanggal

    24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah

    menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menjadi badan yang

    berada di bawah MUI dan merupakan perangkat oraganisasi Majelis Ulama

    Indonesia (MUI).51

    51 Salinan Akta Pernyataan Keputusan Raapt Dewan Pimpinan MUI tentang Basyarnas No.

    15, (Jakarta: BASYARNAS, 29 Januari 2004)

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    56/109

    Kemudian Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sangat

    diharapkan oleh umat Islam di Indonesia, bukan saja karena dilatar belakangi oleh

    kesadaran dan kepentingan umat untuk melaksanakan syariat Islam melainkan

    menjadi suatu kebutuhan riil adanya praktek perdata secara perdamaian dengan

    perkembangan kehidupan ekonomi dan keuangan di kalangan umat. Karena itu

    tujuan di dirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai

    badan permanent yang berfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya

    sengketa muamalah yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri keuangan

    jasa dan lain-lain di kalangan umat islam.

    Menurut H.S. Prodjokusumo, Seketaris Umum Majelis Ulama MUI,

    menyebutkan bahwa gagasan pembentukan Badan Arbitrase Syariah Nasional

    (BASYARNAS) ini tidak terlepas dari kontek perkembangan kehidupan sosial

    ekonomi umat Islam.52

    Oleh karena itu sangat pentingnya keberadaan lembaga Arbitrase seperti

    Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), karena hampir setiap Negara

    mendirikan lembaga arbitrase untuk keperluan para pembisnis. Apalagi di zaman

    era globalisasi ini, frekuensi bisnis sangat padat dan hampir tanpa ada pemisah

    antar Negara. Dengan demikian, di kemudian hari pasti akan timbul permasalahan

    bisnis antara para pihak. Hal ini untuk menghindari penyelesaian terlalu lama.

    Penyelesaian perkara melalui badan Arbitrase dianggap lebih murah, cepat, dan

    52Khirul Wasif, (ed),Arbitrase Islam di Indonesia, (Jakarta, BAMUI, 1994), cet, ke-1, h. 129

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    57/109

    dapat menjaga kredibilitas perusahaan. Itulah alasannya, mengapa di setiap

    Negara didirikan badan arbitrase dan keberadaannya sangat dibutuhkan.

    Terdapat sejumlah alasan, para pembisnis memilih penyelesaian sengketa

    ke badan arbitrase daripada ke lembaga pengadilan, antara lain di kemukakan

    oleh Roedijono,53

    bahwa daya tarik relatif arbitrase adalah refleksi dari

    kelemahan-kelemahan litigasi. Prosesnya bilamana secara tepat dilaksanakan,

    menjanjikan party autonomy yang maksimal, campur tangan yang minimal dari

    pengadilan dan berkaitan dengan arbitrase internasional, pengakuan dan

    pelaksanaan putusan peradilan wasit, jadi arbitrase memberikan beberapa

    keunggulan; pemilihan arbiter oleh para pihak (pemilih ahli yang diinginkan),

    keterbatasan upaya hukum atas putusan arbiter, kerahasiaan, kenyamanan para

    pihak, prosedur yang tidak formal dan eksekusi putusan arbiter sebagai vonis.

    Dalam melaksanakan tugasnya Badan Arbitrase Syariah Nasional

    (BASYARNAS) adalah beban (otonom) dan tidak boleh dicampuri oleh

    kekuasaan lain.

    2. Fungsi dan Tujuan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

    Setiap lembaga atau badan pasti mempunyai tujuan yang hendak

    dicapainya untuk mendapatkan hasil yang optimal. Dengan tujuan tersebut maka

    suatu lembaga atau badan dapat memperkirakan mutu didirikannya badan atau

    53 Roedijono, Alternative Dispute Resolution (ADR) (Pilihan Penyelesaian Sengketa),

    (Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM, 1996), h. 5-5.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    58/109

    lembaga tersebut. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) mempunyai

    visi dan misi yaitu sebagai berikut:

    Penyelesaian sengketa-sengketa keperdataan (khususnya) yang ditangani

    oleh Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) diputuskan secara final

    dengan prinsip perdamaian.

    Dengan prinsip perdamaian, menurut A. Wasil Aulawi terdaapt nilai-nilai

    dan juga konstruktif yaitu:54

    1. Kedua belah pihak menyadari sepenuh perlunya penyelesaian sengketa yang

    terhormat dan bertanggung jawab.

    2. Secara suka rela mereka menyerahkan penyelesaian sengketa itu kepada orang

    atau lembaga yang disetujui dan dipercayai.

    3. Secara suka rela mereka akan menyelesaikan putusan dari arbiter sebagai

    konsekuensi atas kesepakatan mereka mengangkat arbiter

    4. Kesepakatan mengandung janji dan janji itu harus disepakati

    5. Mereka menghargai hak orang lain itu adalah lawannya.

    6. Mereka tidak ingin meresa benar sendiri dan mengabaikan kebenaran yang

    mungkin ada pada orang lain

    7. Mereka memiliki kesadaran hukum dan sekaligus kesadaran bernegara atau

    bermasyarakat sehingga dapat dihindari tindakan main hakim sendiri

    54 Badan Arbitrase Syariah dan Perannya dalam Mendukung Pengembangan Lembaga

    Keuangan Syariah, (Jakarta: BASYARNAS, 2004), h. 16

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    59/109

    8. Sesungguhnya pelaksanaan tahkimatau arbitrase itu di dalamnya mengandung

    makna musyawarah dan perdamaian.

    Di samping itu tujuan utama pendirian Badan Arbitrase Syariah Nasional

    (BASYARNAS) adalah sebagai berikut:55

    1. Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa

    muamalah/perdata yang timbul dalam perdagangan industri, keuangan, jasa

    dan lain-lain

    2. Memenuhi permintaan yang di ajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian,

    tanpa adanya suatu sengketa untuk memberikan pendapat yang mengikat

    mengenai persoalan yang berkenaan dengan perjanjian tersebut.

    3. Struktur Organisasi

    Penasehat 1. Dr. K.H. Sahal Mahfudh

    2. Prof. K.H. Ali Yafie

    3. Prof. Dr. H. Said Agil Husein Munawar, M.A.

    4. Prof. H. Bismar Siregar, S.H.

    5. Prof. Dr. H. Bustanul Arifin, S.H.

    6. Prof. Dr. H.M. Tahir Azhary, S.H.

    7. Prof. Dr. Umar Shihab

    8. Prof. Dr. H. Asmuni Abdurrahman

    9. KH. Kholid Fatlulluah, S.H.

    55BASYARNAS,Arbitrase Syariah Di Indonesia, (Jakarta: Basyarnas, 2006) h.45

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    60/109

    10. KH. Ma'ruf Amin

    11. Prof. Dr. H.M. Quraish Shihab

    12. Prof. Dr. H. Abdul Gani Abdullah, S.H.

    13. Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin

    Ketua : H. Yudo Paripurno, S.H.

    Wakil Ketua : H. Abdul Rahman Saleh, S.H. MH.

    Wakil Ketua : H. Hidayat Ahyar, S.H.

    Wakil Ketua : Hj. Fatimah Ahyar, SH.

    Sekretaris : H. Acmad Djauhari, SH. MH.

    Wakil Sekretaris : Drs. Anwar Sanusi Adiwijaya, SH. MM.

    Wakil Sekretaris : Drs. H. Ahmad Dimyati

    Bendahara : Dr. Ir. H. Riyanto Sofyan

    Wakil Bendahara : Drs. H. Mochtar Luthfi, SH.

    Wakil Bendahara : Dra. Euis Nurhasanah

    Anggota : Prof. Dr. Erman Rajagukguk, SH, LLM

    H.A. Zen Umar Purba, SH, LLM

    Tgk. H. Ir. Ibrahim Arief, SH, M.Agr.

    H.M. Isa Anshar, MA.

    Dra. Hj. Siti Ma'rifat, SH. MM.

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    61/109

    Niniek Rustinawati, SH.

    H.M. Saeful Rahman, SH

    Mohammad Nur, SH

    B. Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)

    1. Sejarah Berdirinya Badan Mediasi Asuransi Indonesia

    Badan Mediasi Asuransi Indonesia adalah lembaga independen dan

    imparsial yang memberikan pelayanan untuk penyelesaian sengketa klaim

    (tuntutan ganti rugi atau manfaat) asuransi antara Perusahaan Asuransi dengan

    Tertanggung atau pemegang polis.56

    Pendirian Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) digagas oleh

    industri asuransi dan semua Asosiasi Perusahaan Perasuransian Indonesia

    (FAPI) yaitu Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi

    Jiwa Indonesia (AAJI), dan Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia

    (AAJSI), serta didukung oleh pemerintah. Tujuan pendirian Badan Mediasi

    Asuransi Indonesia (BMAI) adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih

    profesional dan transparan yang berbasis pada kepuasan dan perlindungan

    serta penegakan hak-hak tertanggung atau pemegang polis. Badan Mediasi

    Asuransi Indonesia (BMAI) secara resmi didirikan pada tanggal 12 Mei 2006

    dan mulai beroperasi pada tanggal 25 September 2006.57

    56BMAI, Peraturan Badan Mediasi Asuransi Indonesia, (Jakarta: BMAI, 2006), h. 64

    57Ibid.,

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    62/109

    Adapun Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) ini beroperasi

    berdasarkan Surat Keputusan Bersama: MENTERI KOORDINATOR

    BIDANG PEREKONOMIAN ( Nomor: KEP-45/M.EKON/07/2006),

    GUBERNUR BANK INDONESIA (Nomor: 8/50/KEP.GBI/2006),

    MENTERI KEUANGAN (Nomor: 357/KMK.012/2006), dan MENTERI

    NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA (Nomor: KEP-

    75/MBU/2006) TENTANG : PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN,

    dan ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2006.58

    2. Fungsi dan Tujuan Badan Mediasi Asuransi Indonesia

    Setiap Lembaga atau Badan pasti mempunyai Fungsi dan Tujuan.

    Begitu juga dengan Badan Mediasi Asuransi Indonesia yang mempunyai

    Fungsi akan selalu bertindak independen dalam memberikan pelayanan dan

    sebagai media yang tidak memihak (imparsial) dan penengah perselisihan dan

    tidak akan bertindak sebagai penasihat hukum baik bagi Anggota, Pemohon

    atau pihak-pihak lainnya yang mengajukan sengketa kepadanya.

    Sedangkan tujuan dari Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)

    yaitu untuk memberikan pelayanan yang lebih profesional dan transparan

    yang berbasis pada kepuasan dan perlindungan serta penegakan hak-hak

    tertanggung atau pemegang polis.

    58BMAI, Peraturan Badan Mediasi Asuransi Indonesia, h. 64

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    63/109

    3. Struktur Organisasi Badan Mediasi Asuransi Indonesia59

    59 http: // www.bmai.or.idpada tanggal 01 Juli 2008

    KETUA

    Frans Lamury

    SEKRETARIS

    Ketut Sendra

    BENDAHARA

    Firdaus Anwar

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    64/109

    BAB IV

    PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI MENURUT PERSPEKTIF

    BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS) DAN

    BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA (BMAI)

    Sengketa Asuransi

    Di dalam kamus bahasa Indonesia istilah sengketa adalah sesuatu yang

    menyebabkan perbedaan pendapat atau pertengkaran.60

    Dalam bidang usaha

    asuransi perbedaan pendapat terjadi disini adalah antara penanggung dan

    tertanggung yang disebabkan adanya ketimpangan yang diharapkan,

    kemungkinan itu adalah berupa tejadinya hal yang tidak diinginkan. Oleh

    karenanya bentuk sengketa beraneka ragam dan keanekaragamannya menentukan

    inti permasalahan sekian banyak liku-liku, akan tetapi pada akhirnya intinya akan

    muncuk ke permukaan. Berbagai faktor individual maupun pengaruh lingkungan

    dapat menguasai para pihak yang bersengketa melalui pertentangan tertentu yang

    kadang-kadang tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat.61

    Oleh karena itu paling efektif kalau dapat diselesaikan dengan putusan

    yang final dan mengikat melalui arbitrase, mediasi, atau alternatif penyelesaian

    sengketa tertentu. Dengan demikian sengketa tersebut dapat diputuskan, atau

    60Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. Ke-10, h.914.

    61 H. Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati

    Aneka, 2002), Cet. Ke-1, h.1

  • 7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH

    65/109

    setidak-tidaknya diklarifikasi atau mempersempit persoalan melalui mekanisme

    alternatif penyelesaian sengketa yang tepat. Beberapa bentuk sengketa dapat saja

    diselesaikan dengan melakukan negosiasi langsung oleh para pihak tanpa perlu

    bantuan pihak ketiga atau diselesaikan secara intern.

    Permasalahan yang terkadang menimbulkan sengketa antar