Fitrianingsih Fsh (1)

download Fitrianingsih Fsh (1)

of 163

description

fsh

Transcript of Fitrianingsih Fsh (1)

  • KONSEP DAN MEKANISME AKAD MUDHARABAH DALAM FASILITAS

    PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH (FPJPS)

    Skripsi

    Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)

    Oleh :

    Fitrianingsih

    NIM : 106046101620

    KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

    PROGRAM STUDI MUAMALAH

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1431 H / 2010 M

  • PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Skripsi berjudul Konsep dan Mekanisme Akad Mudharabah dalam Fasilitas

    Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) telah diujikan dalam sidang

    Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 September 2010 M / 15 Syawal 1431 H. Skripsi

    tersebut telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

    Syariah (SE.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Syariah)

    Jakarta, 24 September 2010 M

    15 Syawal 1431 H Dekan,

    Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP: 195505051982031012

    PANITIA UJIAN MUNAQASAH

    Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag NIP. 197107011998032002

    (_____________)

    Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH NIP. 197407252001121001

    (_____________)

    Pembimbing I : Dr. Hasanudin, M.Ag NIP. 196103041955031001

    (_____________)

    Pembimbing II : Djaka Badranaya, ME NIP. 19770530200711008

    (_____________)

    Penguji I : Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA NIP. 196011071985051001

    (_____________)

    Penguji II : Dra. Isnawati Rais, MA NIP. 195710271985032001

    (_____________)

  • LEMBAR PERNYATAAN :

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

    persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

    dengan ketentuan yang belaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan

    hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    MSeptemberHRamadhanJakarta

    20102143123,

    Fitrianingsih

    iii

  • ABSTRAKSI

    Fitrianingsih, 106046101620, Konsep dan Mekanisme Akad Mudharabah dalam Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah, Program Strata I, Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

    Perkembangan Bank Syariah saat ini telah mengalami pertumbuhan yang pesat sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Seiring dengan pertumbuhannya tersebut, resiko bisnis pun sering terjadi, termasuk resiko likuiditas. Bank Indonesia sebagai bank sentral dapat memberikan bantuan likuiditas kepada bank tersebut, kebijakan tersebut diambil dengan tujuan untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada sektor perbankan. Bagi perbankan syariah kebijakan bantuan likuiditas tersebut dinamakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS).

    Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan pendekatan dokumen (content analisys) yaitu melakukan pengumpulan data dan informasi melalui pengujian arsip dan dokumen. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan membuat list pertanyaan yang diajukan kepada pihak Bank Indonesia (BI) yang telah ditunjuk oleh pihak BI itu sendiri yaitu Analisis Bank Madya Direktorat Perbankan Syariah. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang dipublikasikan berupa laporan keuangan dan laporan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

    Selain membahas tentang mekanisme dan prosedural pembiayaan FPJPS, penelitian ini juga membahas mengenai kesesuaian akad mudharabah yang diterapkan dalam FPJPS dengan menggunakan analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat dua hal yang kontradiktif dengan ketentuan pembiayaan mudharabah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000, khususnya terkait dengan perhitungan imbalan FPJPS yang memberi indikasi bahwa mekanisme akad mudharabah dalam FPJPS kurang sesuai dengan prinsip syariah.

    Penulis menyarankan agar Bank Indonesia sebagai otoritas yang mengeluarkan kebijakan bantuan likuiditas untuk bank syariah yakni agar melakukan pengkajian lagi secara lebih mendalam khususnya mengenai pengawasan dan birokrasi dalam pemberian FPJPS ketika suatu saat digunakan agar tidak bertentangan dengan prisip syariah.

    v

  • KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

    kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya tanpa

    jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nya lah sehingga akhirnya

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu

    tercurahkan kepada junjungan Rasulullah saw beserta seluruh keluarga, sahabat, dan

    juga ummatnya.

    Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak kendala

    yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini. Namun, berkat

    bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., sebagai Dekan Fakultas

    Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Dr. Euis Amalia, M.Ag., sebagai Ketua Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam)

    Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    3. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., sebagai Pembimbing Akademik Penulis.

    4. Dr. Hasanudin, M.Ag., dan Djaka Badranaya, M.E., sebagai Dosen Pembimbing

    Skripsi penulis yang telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan

    skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

    vi

  • 5. Segenap pihak Bank Indonesia, khususnya Bapak Dwiyanto selaku Analisis Bank

    Madya DPBS dan Bapak M. Zein Ibrahim yang telah bersedia meluangkan waktu

    di tengah kesibukannya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

    6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai, hingga

    penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    7. Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    8. Orang tua tercinta H. Ruslan dan Hj. Sayu Saadi yang selalu membimbing dan

    men-support penulis baik moril maupun materiil tanpa pernah mengeluh dan

    berputus asa.

    9. Saudara dan saudari penulis; Mas Yanto, Mas Heri, Mas Udi, Mas Enjir, Mba

    Nelly, Mba Widi, Mba Rahmi, Mba Erly dan adikku Aty, yang turut memberikan

    kontribusi dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

    10. Sahabat sahabat terbaik penulis; Ikrimah, Annisa Auditasari, Evi Tamala yang

    sama-sama berjuang dengan penulis dalam susah dan senang selama proses

    perkuliahan hingga akhir, serta yang spesial untuk Ricka, Yovita, Ophiey, Ika,

    Novita & Ratna yang selalu memberi dukungan dan mengingatkan penulis untuk

    menyelesaikan skripsi ini.

    11. Teman-teman Mahasiswa jurusan Perbankan Syariah kelas B angkatan 2006,

    khususnya Diyanti, Asril, Fajar, Egrie, Anya, Yanie, Ade, Giska, Arie, yang

    selalu membantu dan menemani penulis selama masa perkuliahan berlangsung.

    vii

  • 12. Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi

    ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.

    Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh

    Allah SWT serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya.

    Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari

    para pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Besar harapan penulis agar

    skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi penulis dan masyarakat

    seluruhnya.

    MSeptemberHRamadhanJakarta

    20102143123,

    Penulis

    viii

  • ix

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR.. vi

    DAFTAR ISI. ix

    DAFTAR GAMBAR ... xii

    DAFTAR TABEL. xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................. 6

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................... 7

    D. Tinjauan Pustaka............................................................................. 8

    E. Definisi Operasional........................................................................ 12

    F. Metode Penelitian........................................................................... 13

    G. Sistematika Penulisan..................................................................... 16

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Konsep Dasar Mudharabah

    1. Pengertian.. 19

    2. Landasan Syariah.. 22

    3. Rukun dan Syarat. 25

    4. Jenis jenis Mudharabah.. 31

  • x

    5. Prinsip Kontrak dan Skema Mudharabah 32

    6. Kerugian dan Berakhirnya Akad Mudharabah 37

    B. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS)

    1. Pengertian FPJPS..................................................................... 38

    2. Konsep Dasar FPJPS............................................................... 39

    3. Pengaturan FPJPS.................................................................... 40

    4. Karakteristik FPJPS................................................................. 41

    5. Perkembangan FPJPS sampai saat ini...................................... 42

    BAB III PROFIL SINGKAT BANK INDONESIA

    A. Gambaran Umum Bank Indonesia sebagai Lembaga Keuangan yang

    Menaungi Kebijakan FPJPS........................................................... 47

    B. Sejarah Lahirnya Kebijakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek

    Syariah (FPJPS)............................................................................... 56

    BAB IV KONSEP DAN MEKANISME AKAD MUDHARABAH DALAM

    FPJPS

    A. Ketentuan Umum Akad Mudharabah Berdasarkan Fatwa No: 07/DSN-

    MUI/IV/2000.................................................................................. 63

    B. Ketentuan Umum Akad Mudharabah dalam Kebijakan FPJPS. 67

  • xi

    C. Analisa Penerapan Akad Mudharabah Berdasarkan Fatwa No:

    07/DSN-MUI/IV/2000 dalam Kebijakan FPJPS

    1. Penetapan Bagi Hasil oleh Bank Indonesia Sebesar 90%........ 70

    2. Penggunaan Akad Mudharabah yang Pada Dasarnya Akad ini

    Bersifat Amanah (yad al-amanah)............................................ 75

    3. Kedudukan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor

    11/24/PBI/2009. 82

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan...................................................................................... 91

    B. Saran................................................................................................ 93

    DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... xiv

    LAMPIRAN LAMPIRAN

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah .. 36

    Gambar 3.1 Independensi BI dalam Skema Ketatanegaraan. 55

    Gambar 4.1 Kedudukan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara setelah Amandemen UUD 1945. 87

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Rasio Keuangan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 48

    Tabel 2.2 Penempatan pada Bank Indonesia Bank Umum Syariah dan Unit

    Usaha Syariah.. 49

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Perkembangan bank syariah di Indonesia secara formal baru di mulai tahun

    1992 dan secara serius mulai dikembangkan pada tahun 1998 yaitu sejak mulai

    berdirinya Bank Muamalat Indonesia tahun 1991 sebagai bank syariah pertama di

    tanah air, yang memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. Dan dengan

    diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

    yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah

    nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong

    pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.

    Perbankan Indonesia sendiri dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip

    kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan

    penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan

    pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan

    dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah

    peningkatan taraf hidup rakyat banyak.1 Ditinjau dari segi fungsi intermediasi

    perbankan syariah menunjukkan kinerja yang mengagumkan yang hampir

    mendekati angka 100 persen, dengan kata lain hampir 100 persen dana pihak

    1 Ikhtisar Pebankan, Institusi Perbankan di Indonesia, Artikel diakses pada tanggal 18 Februari 2010 dari http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Ikhtisar+Perbankan/Lembaga+Perbankan/

  • 2

    ketiga yang ada di bank syariah disalurkan kembali ke masyarakat.2

    Perkembangan Bank Syariah tersebut tidak bisa dilepaskan begitu saja dari peran

    Bank Indonesia.

    Bank Indonesia memiliki tugas utama untuk menjaga stabilitas moneter dan

    stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Untuk mencapai

    tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai fungsi sebagai lender of the last

    resort (LLR), yaitu bantuan likuiditas untuk mengatasi kesulitan pendanaan

    jangka pendek karena adanya mismatch yang disebabkan oleh resiko kredit atau

    resiko pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, resiko manajemen ataupun resiko

    pasar. Keadaan mismatch ini dapat terlihat dari posisi bank sebagai peserta

    kliring. Bagi suatu bank, kalau hak tagihnya lebih kecil dari kewajiban

    membayarnya menurut dokumen yang dimasukkan proses kiliring dikatakan

    mengalami kalah kliring.3

    Bagi bank syariah, keadaan mismatch dalam kondisi normal dapat pula

    terjadi, mengingat resiko usaha yang selalu ada, baik resiko likuiditas maupun

    resiko kredit.4 Kebijakan bantuan LLR pada bank syariah ini dikenal Fasilitas

    Pendanaan Jangka Pendek Syariah, yang untuk selanjutnya disebut FPJPS adalah

    2 A. Riawan Amin, Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional, Pidato Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Perbankan Syariah, Disampaikan dalam Sidang Senat terbuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009

    3 Modul SPN 02 Sistem Kliring di Indonesia, diakses pada tanggal 20 Februari 2010 dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/AF3FDCB9-F4BD-4278-8B40-A02633F72D5E/836/SistemKliringBankIndonesia1.pdf

    4 Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 178

  • 3

    fasilitas pendanaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada Bank

    yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek,

    dan diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No: 11/24/PBI/2009. Akad yang

    digunakan dalam FPJPS tersebut adalah akad mudharabah dengan penerapan

    prinsip bagi hasil.

    Ketentuan mengenai akad mudharabah sendiri diatur dalam Fatwa Dewan

    Syariah Nasional dan belum diatur secara rinci dalam hukum positif. Walaupun

    ketiadaan aturan hukum secara positif dipandang sebagai suatu kelemahan, tetapi

    sebagai umat Islam yang berpegang teguh kepada dalil naqli maupun dalil aqli,

    penggunaan akad mudharabah tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan, tidak

    hanya terkait antara sesama manusia saja tetapi antara manusia dengan sang

    pencipta. Maka, dalam menerapkan akad mudharabah, rukun dan syarat

    mudharabah mutlak harus terpenuhi di setiap transaksi. Ketentuan tersebut secara

    khusus terkait dengan pemenuhan rukun, penetapan syarat-syarat pihak, ketentuan

    modal, ketentuan nisbah bagi hasil/keuntungan, serta aspek trustee (kepercayaan)

    dalam akad tersebut, yang menjadikan akad mudharabah bersifat amanah.

    Apabila salah satu rukun maupun syarat tersebut tidak terpenuhi, berakibat pada

    batalnya akad mudharabah tersebut.

    Terkait dengan penggunaan akad mudharabah dalam FPJPS, terdapat

    ketentuan yang bersifat kontradiktif antara Peraturan Bank Indonesia No:

    11/24/PBI/2009 dan ketentuan akad mudharabah dalam literatur fiqh. Ketentuan

  • 4

    mudharabah menyebutkan bahwa keuntungan proporsional bagi setiap pihak

    harus diketahui dan dinyatakan dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-

    tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.

    Dalam perhitungan Imbalan FPJPS menyebutkan bahwa besarnya nisbah bagi

    hasil akad mudharabah bagi Bank Indonesia, ditetapkan sebesar 90% (sembilan

    puluhpersen). Secara tersirat menyatakan bahwa nisbah bagi hasil ditetapkan

    secara langsung oleh pihak BI tanpa ada negosiasi terlebih dahulu dengan pihak

    bank umum syariah. Jadi, angka besaran nisbah ini tidak muncul sebagai hasil

    tawar-menawar antara shahib al-maal dengan mudharib.

    Selain itu, perhitungan imbalan fasilitas FPJPS besarnya dihitung berdasarkan

    nilai nominal, tingkat realisasi imbalan, nisbah bagi hasil Bank Indonesia, dan

    jumlah penggunaan fasilitas tersebut.5 Perhitungan tersebut memberi indikasi

    adanya keuntungan yang dipastikan bagi salah satu pihak yang merupakan hal

    ribawi, karena nisbah tersebut dihitung dari nilai nominal FPJPS.

    Perlu dicatat bahwa skim mudharabah ini memiliki resiko tinggi karena

    pemilik modal menyerahkan seluruh modal kepada mudharib yang menjalankan

    seluruh usaha dan manajemen.6 Dan ketika terjadi kerugian yang bukan

    merupakan kelalaian mudharib, pemilik modal tidak berhak menuntut ganti rugi.

    5 Gemala Dewi, Aspek aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di

    Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 115

    6 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 173

  • 5

    Penggunaan akad mudharabah dalam kebijakan FPJPS tersebut juga sangat

    beresiko tinggi, mengingat kondisi perbankan yang illiquid. Sehingga resiko

    modal tidak kembali sangat besar. Selain itu, berkaca pada kegagalan Bank

    Indonesia sendiri dalam perannya sebagai LLR dalam kebijakan BLBI yang

    diterapkan pada krisis 1998 yang penuh dengan penyelewengan menjadi sebuah

    perhatian penting. Hal tersebut dikarenakan kebijakan yang mendasari pemberian

    BLBI bersifat temporer, individual, subjektif dan lemah dari segi pengawasan.7

    Dengan melihat dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk melakukan

    penelitian, memberikan gambaran apa dan bagaimana konsep dan mekanisme

    akad mudharabah dalam kebijakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah

    (FPJPS) serta kesesuaian penerapannya dengan prinsip syariah yang didasarkan

    pada Fatwa Dewan Syariah. Sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul

    KONSEP DAN MEKANISME AKAD MUDHARABAH DALAM

    FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH.

    7 Marwan Batubara, dkk., Skandal BLBI: Ramai ramai Merampok Negara, (Jakarta: Haekal

    Media Center, 2008), h. 223

  • 6

    B. Pembatasan dan Perumusan Permasalahan

    1. Pembatasan Masalah

    Pembahasan mengenai kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia

    terhadap Bank Syariah di Indonesia sangat luas, mengingat semakin pesatnya

    perkembangan Bank Syariah di Indonesia sejak berdirinya Bank Muamalat

    Indonesia (BMI) pada tahun 1992. Untuk itu, pembahasan hanya akan dibatasi

    pada kebijakan Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai lender of the last

    resort, analisa penerapan akad mudharabah pada kebijakan Fasilitas

    Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) berdasarkan ketentuan umum

    terhadap transaksi mudharabah menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No:

    07/DSN-MUI/IV/2000.

    2. Perumusan Masalah

    Dari pembatasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa

    pokok-pokok permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut:

    a) Bagaimana konsep dan mekanisme pembiayaan mudharabah yang

    diberikan Bank Indonesia kepada Bank Syariah dalam FPJPS ?

    b) Bagaimana ketentuan umum transaksi mudharabah menurut Fatwa Dewan

    Syariah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 ?

    c) Apakah konsep dan mekanisme pembiayaan mudharabah dalam FPJPS

    telah sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:

    07/DSN-MUI/IV/2000 ?

  • 7

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penulisan

    Dengan mengacu pada permasalahan diatas maka hasil penelitian

    bertujuan sebagai berikut:

    a) Untuk mengetahui konsep dan mekanisme akad mudharabah yang

    diterapkan dalam Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS).

    b) Untuk mengetahui ketentuan umum transaksi mudharabah berdasarkan

    Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000.

    c) Untuk mengetahui kesesuaian penerapan akad mudharabah dalam

    Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) dengan ketentuan

    Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000.

    2. Manfaat Penelitian

    Dengan adanya penelitian ini, semoga dapat memberikan manfaat

    antara lain :

    a) Penulis ; penelitian ini merupakan studi awal dan menambah wawasan

    tentang konsep dan mekanisme akad mudharabah dalam FPJPS serta

    ketentuan akad mudharabah menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No:

    07/DSN-MUI/IV/2000 dan relevansinya dengan kebijakan FPJPS.

    b) Fakultas ; menambah khazanah kepustakaan Ekonomi Islam dan sebagai

    sumber referensi bagi mahasiswa, staf pengajar dan lainnya.

  • 8

    c) Masyarakat ; memberi pengetahuan dan pemahaman tentang fatwa

    mudharabah sebagai landasan transaksi ekonomi syariah sekaligus sebagai

    masukan, saran, serta perbandingan bagi para praktisi dan akademisi

    dalam penelitian selanjutnya.

    D. Tinjauan Pustaka

    Setelah membuka daftar skripsi tahun sebelumnya maka dapat disimpulkan

    belum ada skripsi sebelumnya yang membahas mengenai konsep dan mekanisme

    akad mudharabah dalam Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS).

    Skripsi sebelumnya yang membahas mengenai akad mudharabah dan kebijakan

    Bank Indonesia yang terdaftar dalam pustaka skripsi UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta adalah :

    1. Suhendar, 104053002033, Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah

    dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

    Implementasi Prinsip Mudharabah Muthalaqah dalam Sistem Pengelolaan

    Produk Simpanan Qurban pada BMT Al-Fath Kedaung - Pamulang.

    Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut

    menghasilkan fokus pembahasan mengenai implementasi akad mudharabah

    al-muthlaqah yang tergambar dari prosedur dan sistem pengelolaan dana

    simpanan qurban pada BMT AL-FATH IKMI. Pengelolaan dana tersebut

    dilakukan dengan menggabungkan dana simpanan qurban dengan tabungan

  • 9

    lainnya yang menggunakan prinsip mudharabah al-muthlaqah, kemudian

    dana tersebut disalurkan kembali pada masyarakat untuk usaha dalam jangka

    waktu tertentu. Nisbah bagi hasil antara penabung dengan BMT AL-FATH

    IKMI adalah 20% : 80%.

    2. Siti Nur Lailatul Mahmudah, 203046101762, Jurusan Perbankan Syariah,

    Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

    Fungsi Jaminan dalam Pembiayaan Mudharabah (Studi Pada LKS Berkah

    Madani Kelapa Dua). Metode penelitian yang digunakan adalah metode

    penelitian deskriptif. Penelitian tersebut menghasilkan fokus pembahasan

    mengenai penyertaan jaminan dalam akad mudharabah. Walaupun konteks

    asli secara fikih akad mudharabah ditetapkan tanpa adanya jaminan, tetapi

    penyertaan jaminan tersebut berfungsi sebagai salah satu langkah untuk

    melindungi dana masyarakat agar tidak hilang begitu saja akibat keteledoran

    mudharib.

    3. Zulpadli, 101046122326, Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan

    Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

    Aplikasi Pembiayaan Mudharabah pada BMT Al-Mansur. Metode analisa

    data yang digunakan adalah metode deskriptif. Fokus penelitian tersebut

    membahas mengenai aplikasi akad mudharabah pada operasional pembiayaan

    yang dilakukan oleh BMT Al-Mansur yang notabene 99% merupakan produk

    pembiayaan mudharabah. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa kelayakan

  • 10

    pembiayaan yang dilakukan menggunakan analisa 5C (Character, Capacity,

    Capital, Condition, Collateral), sedangkan masalah yang sering terjadi adalah

    penyelewengan dana pembiayaan yang dilakukan oleh nasabah, seperti

    penggunaan dana pembiayaan yang seharusnya bagi kepentingan produksi

    justru digunakan untuk kepentingan konsumtif.

    4. Nurlaila, 9946117151, Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan

    Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004.

    Mudharabah dalam perspektif Imam Mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam

    Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad bin Hanbal). Metode penelitian yang

    digunakan adalah penelitian kepustakaan atau Library Research. Fokus

    penelitian tersebut menghasilkan bahwa para imam mazhab (Imam Abu

    Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad bin Hanbal)

    menghalalkan kerjasama mudharabah, karena dalam kerjasama mudharabah

    ini ada azas manfaat serta sangat membantu pihak-pihak yang tidak mampu,

    dengan kata lain mempererat hubungan antara si kaya dengan si miskin,

    sekaligus menyatukan capital dengan labour (skill dan entrepreneurship)

    yang selama ini terpisah dalam sistem konvensional.

    5. Ahmad Mulyadi, 9946117164, Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah

    dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.

    Tinjauan Hukum Islam Terhadap Otoritas Bank Indonesia sebagai

    Pengawas Bank Syariah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

  • 11

    deskriptif. Fokus penelitian ini membahas tentang otoritas Bank Indonesia

    sebagai pengawas Bank Syariah menurut hukum Islam yang meliputi

    landasan dasar otoritas Bank Indonesia sebagai pengawas bank-bank syariah,

    dan pandangan hukum Islam tentang pengawasan bank syariah oleh Bank

    Indonesia.

    6. Cahyadin Ibnu Waqos, Jurusan perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan

    Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.

    Konsep Bank Sentral dalam Ekonomi Islam. Penelitian ini menggunakan

    metode penelitian kepustakaan atau Library Research. Fokus penelitian

    tersebut menghasilkan bahwa salah satu fungsi yang utama dari Bank Sentral

    adalah menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan, menjaga

    stabilitas harga-harga, dan sebagai bank bagi bank-bank syariah yang ada.

    dan juga Bank Sentral Islam bertindak sebagai lender of last resort. Dimana

    Bank Sentral Islam akan bertindak sebagai pusat penyedia cadangan terakhir

    bagi bank-bank umum.

    Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian

    sebelumnya adalah :

    a. Objek penelitian yang dilakukan berada di Bank Indonesia sebagai lembaga

    otoritas keuangan yang menaungi kebijakan Fasilitas Pendanaan Jangka

    Pendek Syariah (FPJPS).

  • 12

    b. Penelitian menggunakan ketentuan umum Fatwa Dewan Syariah Nasional

    tentang Mudharabah No: 07/DSN-MUI/IV/2000.

    c. Analisa konsep dan mekanisme akad mudharabah yang dipraktekkan dalam

    kebijakan FPJPS berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang

    Mudharabah No: 07/DSN-MUI/IV/2000.

    E. Definisi Operasional

    Dalam UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah pengertian akad

    adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang

    memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan

    Prinsip Syariah.

    Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling

    menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk

    diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti

    setengah atau sepertiga dengan syarat syarat yang telah ditentukan.8

    Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) diatur dalam Peraturan

    Bank Indonesia No. 11/24/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009. FPJPS adalah fasilitas

    pembiayaan dari Bank Indonesia kepada bank syariah yang hanya dapat

    digunakan untuk mengatasi kesulitan. FPJPS mempunyai tujuan yaitu sebagai

    8 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 136

  • 13

    penyedia plafon pendanaan yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi

    kesulitan pendanaan jangka pendek.9

    Konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti rancangan.10

    Sedangkan Mekanisme adalah cara kerja suatu organisasi.11 Pemaparan teori

    tersebut dalam suatu penelitian berguna untuk membantu dalam memberikan

    pengarahan pada penelitian. Dengan kata lain, agar penelitian lebih terarah dan

    terfokus pada teori-teori yang akan dimunculkan. Pada penelitian kali ini

    bahasannya terfokus pada Konsep dan Mekanisme Akad Mudharabah dalam

    FPJPS.

    F. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metodologi

    kualitatif. Metodologi kualitatif menurut pengertiannya adalah penelitian yang

    bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

    penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik

    dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

    9 Gemala Dewi, Aspek aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di

    Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 114

    10 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 432

    11 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 570

  • 14

    konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

    alamiah.12 Penelitian ini juga merupakan penelitian deskriptif yang

    dimaksudkan untuk menggali data dan informasi baik tentang proses dan

    mekanisme.13 Selain itu, penelitian ini merupakan paduan dari penelitian

    kepustakaan dan penelitian lapangan, karena diawali dengan telaah bahan

    pustaka dan literatur.

    2. Jenis Data dan Sumber Data

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis data yaitu data

    kualitatif berupa kata-kata atau gambar bukan angka-angka, kalaupun ada

    angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang14. Data kualitatif ini

    merupakan data yang pada umumnya sukar diukur atau menunjukkan kualitas

    tertentu.15 Menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur

    analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Ada dua sumber data yang

    digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

    12 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

    2006), h. 6

    13 Ipah Farihah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 35

    14 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2002), h. 51.

    15 Taliziduhu Ndraha, Research Teori Metodologi Administrasi, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1985), h. 60

  • 15

    a) Sumber Data Primer

    Merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada

    pengumpul data. Data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara

    dengan pihak Bank Indonesia yang berkompeten dan ahli mengenai konsep

    dan mekanisme akad mudharabah dalam kebijakan Fasilitas Pembiayaan

    Jangka Pendek pada Bank Syariah (FPJPS).

    b) Sumber Data Sekunder

    Merupakan sumber data yang tidak langsung diberikan data kepada

    pengumpul data. Data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan

    seperti buku-buku, majalah, artikel atau literatur lain yang relevan dengan

    pembahasan dalam penelitian ini.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka

    teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

    a) Penelitian kepustakaan (library research)

    Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan

    mempelajari data-data atau bahan-bahan dari berbagai daftar kesusastraan

    yang ada. Dengan cara membaca, mempelajari, mencatat, dan merangkum

    teori-teori yang ada kaitannya dengan masalah pokok pembahasan melalui

    buku-buku, skripsi terdahulu, majalah, surat kabar, artikel, buletin, brosur,

  • 16

    internet dan media lainnya yang berhubungan dengan pembahasan

    penelitian ini.

    b) Penelitian Lapangan (field research)

    Penulis melakukan peninjauan langsung ke lokasi, dalam hal ini Bank

    Indonesia sebagai otoritas bank sentral yang mengeluarkan kebijakan

    Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) dengan menerapkan

    akad mudharabah, sehingga dapat melakukan observasi langsung

    kegiatan-kegiatan yang terjadi disana. Penulis juga menggunakan teknik

    wawancara atau interview dengan narasumber yang cakap dan

    berkompeten pada bidangnya untuk memberikan keterangan dari masalah

    yang sedang dibahas.

    4. Teknik Penulisan Skripsi

    Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah

    menggunakan Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

    G. Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah

    sebagai berikut :

    BAB I Pendahuluan, yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan

    dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan

  • 17

    Pustaka, Kerangka Teori, Metode Penelitian serta Sistematika

    Penulisan.

    BAB II Tinjauan Umum Akad Mudharabah, Fatwa Dewan Syariah

    Nasional, dan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah

    (FPJPS), bab ini membahas tentang pengertian, landasan syariah,

    rukun dan syarat, jenis-jenis, prinsip kontrak, skema, dan pendapat

    ulama tentang mudharabah, dan tinjauan umum mengenai fatwa yang

    meliputi pengertian, dasar hukum, kedudukan, dan syarat fatwa, serta

    mengenai kebijakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah

    (FPJPS) dalam literatur syariah meliputi pengertian dan konsep dasar

    FPJPS, pengaturan FPJPS, karakteristik FPJPS, perkembangan

    FPJPS sampai saat ini dan praktek fasilitas pendanaan likuiditas oleh

    Bank Sentral di Negara lain.

    BAB III Gambaran Umum Terhadap Bank Indonesia sebagai Lembaga

    Otoritas yang Menaungi Kebijakan FPJPS, bab ini membahas

    sekilas tentang profil singkat Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas

    jasa keuangan yang menaungi kebijakan FPJPS dan sejarah lahirnya

    kebijakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS).

    BAB IV Konsep dan Mekanisme Akad Mudharabah dalam Fasilitas

    Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS), merupakan bagian

    pembahasan mengenai analisa penerapan akad mudharabah dalam

  • 18

    FPJPS mulai dari ketentuan umum akad mudharabah berdasarkan

    Fatwa No: 07/DSN-MUI/IV/2000, ketentuan umum akad mudharabah

    dalam kebijakan FPJPS, serta analisa penerapan akad mudharabah

    berdasarkan Fatwa No: 07/DSN-MUI/IV/2000 dalam kebijakan

    FPJPS.

    BAB V Penutup

    Merupakan bagian terakhir penulisan yang akan menunjukkan pokok-

    pokok penting dari keseluruhan pembahasan ini. Bagian ini

    menunjukkan jawaban ringkas dari permasalahan yang dibahas pada

    bagian permasalahan di atas yang berisi kesimpulan dan saran.

  • 19

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Konsep Dasar Mudharabah

    1. Pengertian

    Mudharabah berasal dari akronim, Ad-dhorbu fil ardhi, bepergian

    untuk berdagangan. Sinonim kata ini ialah qiradh, yang berasal dari kata Al-

    Qardhu atau potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk

    diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya, dan sering pula

    disebut dengan kata muamalah. Menurut Imam Syafii, Qiradh menurut logat,

    artinya seseorang pergi berdagang. Menurut istilah harta yang diserahkan

    kepada seseorang supaya diperdagangkan, sedang keuntungan dibagi

    (bersyarikat) antara keduanya.1

    Secara terminologi, ulama fikih mendefinisikan mudharabah atau qiradh

    dengan, Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang)

    untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu dibagi menurut

    kesepakatan bersama. Apabila terjadi kerugian dalam perdagangan tersebut,

    kerugian ini ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Definisi ini

    1Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, terjemahan Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: Al-Maarif,

    1987), h. 31

  • 20

    menunjukkan bahwa yang diserahkan kepada pekerja (ahli dagang) tersebut

    adalah berbentuk modal, bukan manfaat seperti penyewaan rumah.2

    Menurut Nabil A. Saleh, hampir seluruh aliran hukum dalam hukum

    Islam mengartikan mudharabah dalam pengertian:

    "A contract between at least two parties whereby one party, called the investor

    (rabb Al-mal) enturst money to the other party called the agent-manager

    (mudharib) who is to trade with it in an agreed manner and then return to the

    investor the principal and a preagreed share of the profit and keep for him self

    what remains of such profits."3

    Menurut Abdur Rahman L. Doi, mudharabah dalam terminologi hukum

    adalah suatu kontrak di mana suatu kekayaan (property) atau persediaan (stock)

    tertentu (Ras Al-mal) ditawarkan oleh pemiliknya atau pengurusnya (Rabb Al-

    mal) kepada pihak lain untuk membentuk suatu kemitraan (joint partnership)

    yang diantara kedua pihak dalam kemitraan itu akan berbagi keuntungan. Pihak

    yang lain berhak untuk memperoleh keuntungan karena kerjanya mengelola

    kekayaan itu. Orang ini disebut mudharib. Perjanjian ini adalah suatu contract of

    co-partnership.4

    2 Abdul Azis Dahlan, et.al., Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

    1996), h. 1196.

    3 Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Temprint, 1999), h. 29

    4 Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Temprint, 1999), h. 29

  • 21

    Mazhab Hanafi, mudharabah adalah 'Akad atas suatu syarikat dalam

    keuntungan dengan modal harta dari satu pihak dan dengan pekerjaan (usaha)

    dari pihak yang lain'. Mazhab Maliki, mudharabah adalah 'Suatu pemberian

    modal (taukil) untuk berdagang dengan mata uang tunai yang diserahkan

    (kepada pengelola) dengan mendapatkan sebagian dari keuntungan jika

    diketahui jumlah dan keuntungan'. Mazhab Syafi'i, mudharabah adalah 'Suatu

    akad yang memuat penyerahan modal kepada orang lain untuk

    mengusahakannya dan keuntungannya dibagi antara mereka berdua'. Mazhab

    Hambali, mudharabah adalah 'Penyerahan suatu modal tertentu dan jelas

    jumlahnya atau semaknanya kepada orang yang mengusahakannya dengan

    mendapatkan bagian tertentu dari keuntungannya'.5

    Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000,

    pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada

    pihak lain untuk usaha yang produktif.

    Jadi definisi yang representatif sebagai jalan tengah kelengkapan definisi

    dari beberapa ahli maupun mazhab menurut hemat penulis, mudharabah adalah

    suatu akad (kontrak) kerjasama antara pemilik modal dengan pengelola dimana

    keuntungan dari usaha tersebut akan dibagi menurut kesepakatan bersama.

    5 Muhamad, Tehnik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 47

  • 22

    2. Landasan Syariah

    Akad seperti ini dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling

    membantu antara pemilik modal dan seorang ahli dalam memutar uang.6 Secara

    umum landasan dasar syariah mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk

    melakukan usaha. Hal ini tampak dari ayat ayat dan hadis berikut ini:

    a. Al Quran

    1. Firman Allah QS. al-Muzzammil [73]: 20:

    Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah. (QS. 73:20)

    2. Firman Allah QS. al-Jumuah [62]: 10:

    Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. 62:10)

    3. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 198:

    Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu. (QS. 2:198)

    6 Abdul Azis Dahlan, et.al., Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

    1996), h. 1196.

  • 23

    b. Al Hadis

    1. Hadis Nabi riwayat Thabrani:

    :

    Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak, jika menyalahi peraturan lersebut yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW, dan rasulullah pun membolehkannya. (HR. Thabrani)

    2. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah

    :

    ) (

    Dari Shalih bin Suhaib r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung unluk keperluan rumah, bukan untuk dijual". (HR. Ibnu Majah no 2280, Kitab At-Tijarat)

  • 24

    3. Hadis Nabi

    Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain (HR. Ibnu

    Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Said al-Khudri).

    c. Ijma

    Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib)

    harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari

    mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh

    al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).7

    d. Qiyas

    Mudharabah diqiyaskan kepada al-musaqah (menyuruh seseorang

    untuk mengelola kebun). Selain di antara manusia, ada yang miskin dan ada

    pula yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat

    mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang

    mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya

    mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua

    7 Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan

    Mudharabah (Qiradh).

  • 25

    golongan di atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka

    memenuhi kebutuhan mereka.8

    e. Kaidah Fiqh

    Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

    3. Rukun dan Syarat

    Menurut ulama Mazhab Hanafi, rukun mudharabah tersebut hanyalah ijab

    (ungkapan penyerahan modal dari pemiliknya) dan kabul (ungkapan menerima

    modal dan persetujuan mengelola modal dari pedagang). Jumhur ulama

    mengatakan bahwa rukun mudharabah adalah:

    a. (kedua pihak yang mengadakan persetujuan) b. (ucapan pernyataan) c. (harta sebagai modal) d. (kerja) e. (keuntungan) Untuk masing-masing rukun tersebut di atas terdapat syarat syarat yang harus

    dipenuhi:

    8 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum, (Bandung: Pustaka

    Setia, 2001), h. 226

  • 26

    a. Kedua pihak yang mengadakan persetujuan

    Yang terkait dengan orang yang melakukan transaksi haruslah orang yang

    cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.

    b. Ucapan pernyataan

    Ucapan (sighat) yaitu penawaran dan penerimaan (ijab dan kabul) harus

    diucapkan oleh kedua pihak guna menunjukkan kemauan mereka untuk

    menyempurnakan kontrak. Sighat tersebut harus sesuai dengan hal hal

    berikut:

    1) Secara eksplisit dan implisit menunjukkan tujuan kontrak.

    2) Sighat dianggap tidak sah jika salah satu pihak menolak syarat-syarat

    yang diajukan dalam penawaran. Atau, salah satu pihak meninggalkan

    tempat berlangsungnya negosiasi kontrak tersebut, sebelum kesepakatan

    disempurnakan.

    3) Kontrak boleh dilakukan secara lisan atau verbal, bisa juga secara tertulis

    dan ditandatangani. Akademi Fiqih Islam dari Organisasi Konferensi

    Islam (OKI) membolehkan pula pelaksanaan kontrak melalui

    korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern

    seperti faksimili atau komputer.9

    c. Harta sebagai modal

    Yang terkait dengan modal, disyaratkan:

    9 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah; Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta: Tazkia Institute, 1999), h. 174

  • 27

    1) Berbentuk uang

    2) Jelas jumlahnya

    3) Tunai

    4) Diserahkan sepenuhnya kepada mudharib. Karena pada hakikatnya, bila

    modal tidak diserahkan oleh shahibul maal, maka perjanjian

    mudharabah tidak sah.10

    Jika modal itu berbentuk barang, menurut ulama tidak diperbolehkan, karena

    sulit untuk menentukan keuntungannya. Demikian juga halnya dengan

    utang. Utang tidak dapat dijadikan modal mudharabah. Tetapi, jika modal

    tersebut berupa al-wadiah, yaitu titipan pemilik modal kepada pedagang,

    maka wadiah itu boleh dijadikan modal mudharabah. Apabila sebagian

    modal itu tetap dipegang oleh pemilik modal, dalam arti tidak diserahkan

    seluruhnya, menurut ulama Mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafii hal itu tidak

    diperbolehkan. Namun, ulama Mazhab Hanbali menyatakan bahwa sebagian

    modal tersebut boleh berada di tangan pemilik modal, asalkan tidak

    mengganggu kelancaran usaha tersebut.11

    d. Kerja

    10 Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan

    Indonesia, (Jakarta: PT. Temprint, 1999), h. 32

    11 Abdul Azis Dahlan, et.al., Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 1197

  • 28

    Mengenai kerja atau jenis usaha pengelolaan ini sebagian ulama, khususnya

    Syafii dan Maliki, mensyaratkan bahwa usaha itu hanya berupa usaha

    dagang (commercial). Tetapi Abu Hanifah membolehkan usaha apa saja

    selain berdagang, termasuk kegiatan kerajinan atau industri.12

    Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil)

    modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal

    berikut:

    1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan

    penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

    Namun mazhab Hanbali mengizinkan partisipasi penyedia dana dalam

    pekerjaan itu.

    2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian

    rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu

    keuntungan.

    3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam

    tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus

    mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

    4) Pengelola harus mematuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh penyedia

    dana jika syarat-syarat itu tidak bertolak belakang dengan isi kontrak

    mudharabah.

    12 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h. 104

  • 29

    e. Keuntungan

    Keuntungan adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.

    Keuntungan adalah tujuan akhir mudharabah. Keuntungan terikat oleh

    syarat-syarat berikut:

    1) Keuntungan harus dibagi untuk kedua pihak. Salah satu tidak

    diperkenankan mengambil seluruh keuntungan tanpa membagi pada

    pihak lain.

    2) Proporsi keuntungan masing-masing pihak harus diketahui pada waktu

    berkontrak dan proporsi tersebut harus dari keuntungan. Yang

    dinyatakan dengan prosentase nisbah. Misalnya 60% dari keuntungan

    untuk pemodal dan 40% dari keuntungan untuk pengelola. Karena itu

    Mudharabah menjadi tidak sah jika keuntungannya dibagi dengan,

    menentukan jumlah tertentu dari keuntungan seperti Rp 100.000,00 atau

    Rp 150.000,00 atau menentukan salah satu pihak mendapat jumlah yang

    tidak jelas dari keuntungan.

    3) Kalau jangka waktu akad mudharabah relatif lama, tiga tahun ke atas

    maka, nisbah keuntungan dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke

    waktu.

    4) Kedua belah pihak juga harus menyepakati biaya-biaya apa saja yang

    ditanggung pengelola. Kesepakatan ini penting karena biaya akan

    mempengaruhi nilai keuntungan.

  • 30

    Terkait dengan hukum yang menyangkut keuntungan, ada tiga hal yang

    menjadi pembahasan, yaitu:

    1) Pengakuan Keuntungan

    Harus ditentukan suatu waktu untuk menilai keuntungan yang dicapai

    dalam suatu mudharabah. Menurut Akademi Fiqih Islam OKI,

    Keuntungan dapat dibayarkan (due) ketika diakui, dan dimiliki dengan

    pernyataan atau revaluasi, dan hanya bisa dibayarkan pada waktu

    dibagikan.13

    2) Hak terhadap Keuntungan

    Mazhab Hanafi dan sebagian mazhab Syafi'i mengatakan bahwa

    keuntungan harus diakui seandainya keuntungan usaha sudah diperoleh

    (walaupun belum dibagikan). Sedangkan mazhab Maliki dan sebagian

    mazhab Hambali menyebutkan bahwa keuntungan hanya dapat diakui

    hanya ketika dibagikan secara tunai kepada kedua pihak.

    3) Distribusi Keuntungan

    Distibusi atau pembagian keuntungan umumnya dilakukan dengan

    mengembalikan lebih dahulu modal yang ditanamkan shahibul maal.

    Meskipun demikian kebanyakan ulama menyetujui bila kedua pihak

    sepakat membagi keuntungan tanpa mengembalikan modal. Tentu saja

    13 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah; Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta:

    Tazkia Institute, 1999), h. 178

  • 31

    hal tersebut berlaku sepanjang kerja sama mudharabah masih

    berlangsung.

    Para ulama berbeda pendapat tentang keabsahan menahan untung. Bila

    keuntungan telah dibagikan, setelah itu mengalami kerugian, sebagian

    ulama berpendapat bahwa pengelola diminta untuk menutupi kerugian

    tersebut dari keuntungan yang telah dibagikan kepadanya.14

    4. Jenis Jenis Mudharabah

    Secara umum mudharabah terbagi kepada dua jenis, yaitu: mudharabah

    muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.

    a. Mudharabah Muthlaqah

    Transaksi yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja

    sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak

    dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam

    pembahasan fiqih ulama Salaf ash Shalih sering kali dicontohkan dengan

    ungkapan if' al ma syi'ta (lakukan sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib

    yang memberi kekuasaan sangat besar.

    b. Mudharabah Muqayyadah

    14 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah; Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta:

    Tazkia Institute, 1999), h. 178.

  • 32

    Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted

    mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah

    muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat

    usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum

    si shahibul maal memasuki dunia usaha.15

    5. Prinsip Kontrak dan Skema Mudharabah

    Prinsip Kontrak

    "Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak

    ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak

    diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah."16 Besarnya nisbah

    ditentukan berdasarkan kesepakatan masing- masing pihak yang

    berkontrak. Jadi, angka besaran nisbah ini muncul sebagai hasil tawar-

    menawar antara shahib al-maal dengan mudharib. Dalam pembiayaan

    mudharabah (bagi hasil) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kedua

    belah pihak, yaitu: (1) nisbah bagi hasil yang disepakati; (2) tingkat keuntungan

    bisnis aktual yang didapat.17

    15 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, (Jakarta:

    Tazkia Institute, 1999), h. 151

    16 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 194.

    17 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h. 109

  • 33

    Ada dua faktor yang mempengaruhi bagi hasil, yaitu faktor langsung dan faktor

    tidak langsung.

    Faktor Langsung

    Diantara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi

    perhitungan bagi hasil adalah invesment rate, jumlah dana yang tersedia dan

    nisbah bagi hasil.

    a. Invesment rate merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari

    total dana. Jika bank menentukan invesment rate sebesar 80 persen, hal ini

    berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.

    b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana

    dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana

    tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode yaitu rata-

    rata saldo minimum bulanan dan rata-rata total saldo harian. Invesment rate

    dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan,

    akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.18

    c. Nisbah (profit sharing ratio)

    Salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan

    disetujui pada awal perjanjian. Besaran nisbah bisa berbeda antara satu

    pihak dengan pihak lain yang berkontrak.

    18 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002), h. 106

  • 34

    Faktor tidak Langsung

    Faktor-faktor tidak langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah:

    a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah

    1) Shahibul Maal dan Mudharib akan melakukan share baik dalam

    pendapatan maupun biaya. Pendapatan yang dibagihasilkan merupakan

    pendapatan yang diterima setelah dikurangi biaya-biaya;

    2) Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut revenue

    sharing.

    b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting). Bagi hasil secara tidak

    langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan,

    terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

    Terkait dengan cara menentukan nisbah bagi hasil yang merupakan

    aspek yang disepakati bersama antara dua belah pihak yang melakukan

    transaksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

    a. Data usaha;19

    b. Kemampuan angsuran;20

    c. Hasil usaha yang dijalankan atau tingkat return aktual bisnis;21

    d. Tingkat return yang diharapkan;22

    19 Dilihat dari keterangan perusahaan.

    20 Dilihat dari Cash Flow.

    21 Dilihat dari Laporan Keuangan.

  • 35

    e. Nisbah pembiayaan;

    f. dan Distribusi pembagian hasil;

    Penentuan nisbah bagi hasil pada produk pendanaan di Bank Syariah

    biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jenis produk simpanan,

    perkiraan pendapatan investasi dan biaya operasional bank. Pertama-tama

    dihitung besarnya tingkat pendapatan investasi yang dapat dibagikan kepada

    nasabah. Ekspektasi pendapatan ini dihitung oleh bank syariah dengan melihat

    performa kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menjadi tujuan investasi,

    misalnya di sektor properti, perdagangan, pertanian, telekomunikasi atau sektor

    transportasi. Setiap sektor ekonomi memiliki karakteristik dan performa yang

    berbeda-beda, sehingga akan memberikan return investasi yang berbeda-beda

    juga.

    Sebagaimana layaknya seorang investment manager, bank syariah akan

    menggunakan berbagai indikator ekonomi dan keuangan yang dapat

    mencerminkan kinerja dari sektoral tersebut untuk menghitung

    ekspektasi/proyeksi return investasi. Termasuk juga indikator historis (track

    record) dari aktivitas investasi bank syariah yang telah dilakukan, yang

    tercermin dari nilai rata-rata dari seluruh jenis pembiayaan iB yang selama ini

    telah diberikan ke sektor riil. Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat

    22 Dengan pembiayaan yang diberikan tersebut bisa meningkatkan return atau tidak.

  • 36

    diperoleh besarnya pendapatan investasi dalam bentuk equivalent rate yang

    akan dibagikan kepada nasabah.23

    Skema Mudharabah24

    Gambar 2.1. Skema Pembiayaan Mudharabah

    6. Kerugian dan Berakhirnya Akad Mudharabah

    23 Menghitung Bagi Hasil iB, diakses pada tanggal 25 Mei 2010 dari

    http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D6B8DE61-4B67-4C34-BCB3-4959A394CE1C/17636/Menghitung_Bagi_Hasil_iB.pdf

    24 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, (Jakarta: Tazkia Institute, 1999), h. 153

  • 37

    Kerugian dalam mudharabah adalah ketidakmampuan mudharib

    dalam membayar cicilan pokok senilai pembiayaan yang telah diterimanya

    atau jumlah seluruh cicilan lebih kecil dari pembiayaan yang telah

    diterimanya. Kerugian ditanggung oleh pemilik modal, kecuali akibat:

    a. Nasabah melanggar syarat yang telah disepakati;

    b. Nasabah lalai dalam menjalankan modalnya;25

    Pemilik modal tidak boleh mensyaratkan kepada mudharib untuk

    menanggung kerugian yang akan terjadi, karena ia adalah orang yang

    mendapatkan amanah (amin) sedangkan orang yang mendapatkan amanah tidak

    menanggung atas suatu kerugian. Dan apabila terjadi kesepakatan yang

    demikian, maka akad qiradh menjadi rusak (fasid) karena menyalahi aturan

    dalam qiradh.26

    Akad mudharabah dinyatakan berakhir atau batal dalam hal-hal sebagai berikut:

    a. Masing-masing pihak menyatakan batal, atau pekerja dilarang untuk

    bertindak hukum terhadap modal yang diberikan, atau pemilik modal

    menarik modalnya.

    b. Salah seorang yang berakad meninggal dunia.

    25 Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah,

    (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 74

    26 Ash-Shadiq Abdurrahman Al-Gharyani, Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 2004), h. 98

  • 38

    c. Salah seorang yang berakad gila, karena orang gila tidak cakap lagi

    bertindak hukum.

    d. Pemilik modal murtad (keluar dari agama Islam), menurut Imam Abu

    Hanifah, akad mudharabah batal.27

    e. Modal habis ditangan pemilik modal sebelum dikelola oleh mudharib.

    B. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS)

    1. Pengertian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS)

    FPJPS adalah fasilitas pembiayaan dari Bank Indonesia kepada bank

    syariah yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan. FPJPS

    mempunyai tujuan sebagai penyediaan plafond pendanaan yang hanya dapat

    digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek. Kesulitan

    jangka pendek adalah keadaan yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk

    yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana masuk yang lebih kecil

    dibandingkan dengan arus dana keluar. FPJPS hanya dapat diberikan maksimum

    sebesar kewajiban yang tidak dapat diselesaikan oleh bank syariah pada saat

    penyelesaian akhir.28

    27 Abdul Azis Dahlan, et.al., Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

    1996), h. 1198.

    28 Wirdyaningsih, et.al., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005), h. 152

  • 39

    2. Konsep Dasar Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS)

    Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim

    keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LLR).

    LLR atau lender of the last resort inilah yang menjadi konsep dasar dari

    penetapan FPJPS. Konsep dasar FPJPS ini merupakan konsep LLR (Lender of

    The Last Resort).

    Lender of the last resort (LLR) dapat didefinisikan sebagai fasilitas

    likuiditas yang diberikan secara diskresioner kepada suatu lembaga keuangan

    (atau pasar secara keseluruhan) oleh bank sentral sebagai respon terhadap suatu

    gejolak yang mengganggu, yang menimbulkan peningkatan permintaan yang

    berlebihan terhadap likuiditas yang tidak dapat dipenuhi dari sumber alternatif

    (Freixas et al., 1999). Konsep LLR bermula pada awal abad ke 19 oleh Henry

    Thornton (1802) yang mengemukakan elemen-elemen dasar praktik bank sentral

    yang baik dalam kaitannya dengan pemberian pinjaman darurat. Kemudian,

    Walter Bagehot (1873), yang lebih dikenal sebagai peletak teori LLR modern

    mengembangkan karya Thornton (meskipun sama sekali tidak merujuk

    namanya). Bagehot mengemukakan tiga prinsip pemberian LLR yakni: (i) beri

    pinjaman jika didukung dengan agunan yang memadai (hanya untuk bank

    solven); (ii) beri pinjaman dengan suku bunga pinalti (hanya untuk bank

  • 40

    illikuid); dan (iii) umumkan kesediaan untuk meminjamkan tanpa batas (untuk

    meyakinkan kredibilitas).29

    Penetapan kebijakan LLR di Indonesia sendiri diatur dengan Undang-

    Undang30, Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas LLR baik untuk kondisi

    normal maupun untuk mencegah krisis sistemik. Sesuai pasal 11 ayat 1 dan 2

    Undang-Undang tersebut LLR untuk kondisi normal diberikan kepada Bank

    untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek dalam bentuk kredit atau

    pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90

    (sembilan puluh) hari yang wajib dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi

    dan mudah dicairkan yang nilai minimalnya sebesar jumlah kredit atau

    pembiayaan yang diterimanya.

    3. Pengaturan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS)

    Pengaturan mengenai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah

    (FPJPS) tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/24/PBI/2009

    Pengganti Peraturan Bank Indonesia No. 7/23/PBI/2005 tentang perubahan atas

    Peraturan Bank Indonesia No. 5/3/PBI/2003 tentang Fasilitas Pembiayaan

    jangka Pendek bagi Bank Syariah.

    29 Sukarela Batunanggar, Jaring Pengaman Keuangan : Kajian Literatur dan Praktiknya di

    Indonesia, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, diakses pada 18 Februari 2010 dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/E9161ADE-FA45-47E6-B8DC-540D9FC6BBD4/8042/03jpk.pdf

    30 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No.3 Tahun 2004

  • 41

    4. Karakteristik Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS)

    Karakteristik FPJPS sebagai berikut :

    a. Merupakan pelaksanaan fungsi Bank Indonesia sebagai The Lender of Last

    Resort;

    b. Diberikannya FPJPS bagi bank syariah atau unit usaha syariah Bank

    Konvensional yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek karena

    system kliring dan/atau karena pemakaian fasilitas pendanaan dalam rangka

    Real Time Gross Settlement (RTGTS) Bank Indonesia;

    c. Bank syariah atau unit usaha syariah Bank Konvensional pemohon harus

    memenuhi tingkat kesehatan secara keseluruhan Cukup Sehat (CS)

    sekurang-kurangnya dalam 3 (tiga) bulan terakhir dan Sehat (S) dalam

    permodalan;

    d. Bersifat likuid dengan kualitas agunan yang tinggi, mudah dicairkan dan

    tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan tercatat di bank Indonesia;

    e. Agunan yang dapat dijaminkan berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia

    (SWBI) dan surat berharga lainnya atau tagihan lainnya;

    f. Besarnya imbalan FPJPS yang dihitung berdasarkan nilai nominal investasi,

    tingkat realisasi imbalan, nisbah bagi hasil Bank Indonesia, dan jumlah

    penggunaan fasilitas tersebut.

    g. Mekanisme Operasional FPJPS; Penggunaan FPJPS dilakukan dengan

    alasan karena apabila saldo negatif tersebut tidak dapat ditutup sampai

  • 42

    dengan pukul 09.00 WIB hari kerja berikutnya, maka bank tersebut dapat

    dikenakan sanksi penghentian sementara dari kliring local Bank Indonesia.

    Rumus perhitungan besarnya imbalan FPJPS adalah sebagai berikut :

    X = P x R x k x t/360

    Keterangan :

    X = Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia

    P = Jumlah nominal FPJPS

    R = Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan pada bulan terakhir

    atas deposito mudharabah 1 bulan bank penerima FPJPS dalam hal deposito

    mudharobah 3 bulan tidak tersedia.

    k = Nisbah bagi hasil Bank Indonesia.

    t = Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS.

    5. Perkembangan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS)

    sampai saat ini

    Sebagai sebuah negara yang perekonomiannya terbuka, Indonesia tak

    luput dari imbas krisis keuangan yang berawal dari Amerika Serikat, yang

    menerpa negara-negara lainnya, dan kemudian meluas menjadi krisis ekonomi

    secara global yang dirasakan sejak semester kedua tahun 2008. International

    Monetary Fund (IMF) memperkirakan terjadinya perlambatan pertumbuhan

    ekonomi dunia dari 3,9% pada 2008 menjadi 2,2% pada tahun 2009.

    Perlambatan ini tentu saja mempengaruhi kinerja ekspor nasional, yang pada

  • 43

    akhirnya berdampak kepada laju pertumbuhan ekonomi nasional. Kasus yang

    masih hangat di benak kita akibat krisis global tersebut adalah pemberian FPJP

    (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek) bagi Bank Century.

    Eksposure pembiayaan perbankan syariah yang masih lebih diarahkan

    kepada aktivitas perekonomian domestik, sehingga belum memiliki tingkat

    integritas yang tinggi dengan sistem keuangan global dan belum memiliki

    tingkat sofistikasi yang tinggi adalah dua faktor yang menyelamatkan bank

    syariah dari dampak langsung guncangan ekonomi global.31

    Eksposure pembiayaan perbankan syariah tersebut yang menjadi salah

    satu indikator yang menjadi alasan belum digunakannya Fasilitas Pendanaan

    Jangka Pendek Syariah (FPJPS) oleh Bank Syariah hingga saat ini, bahkan

    ketika terjadi krisis finansial global.

    Indikator lain yang menjadi alasan belum digunakannya Fasilitas

    Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) adalah pertumbuhan Bank Syariah

    di Indonesia yang cukup baik, yang tergambar dalam Tabel Rasio32 Keuangan

    Bank Syariah dan Bank Umum Syariah serta Penempatan pada Bank Indonesia

    31 Bank Syariah: Lebih Tahan Krisis Global, diakses pada tanggal 20 Mei 2010 dari

    http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/2FA608A9-DDFE-4551-884D-D0B9D5965572/17639/Perbankan_Syariah_Lebih_Tahan_Krisis_Global.pdf

    32 Dalam mengadakan interpretasi dan analisa laporan finansiil suatu perusahaan, seorang penganalisa finansiil memerlukan adanya ukuran atau yard-stick tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisa finansiil adalah rasio. Pengertian rasio itu sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam arithmetical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansiil.

  • 44

    di bawah ini, yang menjadi faktor untuk menganalisis tingkat kesehatan Bank

    Syariah.33

    Dari tabel tersebut, dapat diketahui Bank Umum Syariah memiliki posisi

    modal yang baik, yang dilihat dari rasio CAR (Capital Adiquacy Ratio) yang

    melebihi angka 8%.

    Selain itu dari Financing to Deposit Ratio (FDR) sebagai perbandingan

    antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang

    berhasil dikerahkan oleh bank, menunjukkan bahwa tingkat likuiditas bank

    syariah di Indonesia cukup likuid yang ditandai dengan nilai FDR tidak melebihi

    angka 110%. Karena berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.26/5/BPPP

    besarnya Financing to Deposit Ratio tidak boleh melebihi 110%.34

    33 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005),

    h. 54.

    34 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h. 55.

  • 47

    BAB III

    PROFIL SINGKAT BANK INDONESIA

    A. Gambaran Umum Bank Indonesia sebagai Lembaga Otoritas yang

    Menaungi Kebijakan

    1. Status dan Kedudukan Bank Indonesia1

    :: Lembaga Negara yang Independen

    Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang

    independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. dimulai ketika sebuah

    undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan

    berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-

    Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status

    dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam

    melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah

    dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-

    undang ini.

    Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan

    melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam

    undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan

    1Status dan Kedudukan Bank Indonesia, diakses pada tanggal 30 Juni 2010 dari

    http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Status+dan+Kedudukan/

  • 48

    tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau

    mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.

    Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia

    dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih

    efektif dan efisien.

    :: Sebagai Badan Hukum

    Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum

    perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank

    Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan

    pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai

    dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia

    dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

    2. Dewan Gubernur Bank Indonesia2

    Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh

    Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin,

    dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-

    kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan

    2 Dewan Gubernur Bank Indonesia, diakses pada tanggal 30 Juni 2010 dari

    http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Dewan+Gubernur/

  • 49

    Gubernur dan Deputi Gubernur selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali dalam

    jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1 kali masa jabatan berikutnya.

    Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diusulkan dan

    diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Calon Deputi Gubernur

    diusulkan oleh Presiden berdasarkan rekomendasi dari Gubernur Bank Indonesia.

    (vide Pasal 41 UU No.3 Tahun 2004 yang mengubah UU No.23 Tahun 1999

    tentang Bank Indonesia). Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat

    diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, terbukti melakukan

    tindak pidana kejahatan, tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3

    (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,

    dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur, atau

    berhalangan tetap.

    :: Pengambilan Keputusan

    Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan

    Gubernur diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk

    menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali

    dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter

    atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan

    keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip

    musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur

    menetapkan keputusan akhir.

  • 50

    3. Misi, Visi, dan Sasaran Strategis Bank Indonesia3

    :: Misi

    Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan

    moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan

    nasional jangka panjang yang berkesinambungan.

    :: Visi

    Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional

    maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta

    pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.

    :: Nilai-Nilai Strategis

    Kompetensi - Integritas - Transparansi - Akuntabilitas - Kebersamaan (KITA -

    Kompak)

    :: Sasaran Strategis

    Untuk mewujudkan Misi, Visi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia

    menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :

    1. Terpeliharanya Kestabilan Moneter

    2. Terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan

    3. Terpeliharanya kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat dan akuntabel

    4. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen moneter

    3 Misi, Visi dan Sasaran Strategis Bank Indonesia, diakses pada tanggal 30 Juni 2010 dari

    http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Misi+dan+Visi/

  • 51

    5. Memelihara SSK : (i) melalui efektifitas pengaturan dan pengawasan bank,

    surveillance sektor keuangan, dan manajemen krisis serta (ii) mendorong

    fungsi intermediasi

    6. Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran

    7. Meningkatkan kapabilitas organisasi, SDM dan sistem informasi

    8. Memperkuat institusi melalui good governance, efektivitas komunikasi dan

    kerangka hukum

    9. Mengoptimalkan pencapaian dan manfaat inisiatif Bank Indonesia

    4. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia4

    :: Tujuan Tunggal

    Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan

    tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai

    rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap

    barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

    Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua

    tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

    Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang

    harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan

    4 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia, diakses pada tanggal 30 Juni 2010 dari

    http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas/

  • 52

    demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat

    diukur dengan mudah.

    :: Tiga Pilar Utama

    Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang

    merupakan tiga bidang tugasnya, yaitu:

    a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.

    b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

    c. Mengatur dan mengawasi bank.

    Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan

    memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

    5. Sekilas Perjalanan Sejarah Bank Indonesia5

    1828: De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank

    sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.

    1953: Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank

    Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral,

    dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan system pembayaran.

    Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya

    5 Sekilas Perjalanan Sejarah Bank Indonesia, diakses pada tanggal 30 Juni 2010 dari

    http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/86CE0C47-626D-49A6-989C-125F12C9F938/18316/07_sejarah_rev.pdf

  • 53

    dengan pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan De

    Javasche Bank sebelumnya.

    1968: Undang-Undang Bank Sentral mengatur kedudukan dan tugas Bank

    Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan

    fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga

    bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong

    kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna

    meningkatkan taraf hidup rakyat.

    1999: Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No. 23/1999

    yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara

    kestabilan nilai rupiah.

    2004: Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek

    penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia,

    termasuk penguatan governance.

    2008: Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

    Undang (PerPPU) No.2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-

    Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya

    menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk

    meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global

    melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka

    Pendek dari Bank Indonesia.

  • 54

    6. Peran BI terhadap Bank Syariah

    Berdasarkan UU Perbankan yang diubah, yang ditindaklanjuti dengan Surat

    Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR dan Surat Keputusan

    Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/KEP/DIR, maka pengawasan umum

    terhadap Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia, sama seperti Bank

    Konvensional pada umumnya. Bank Indonesia bertindak mengawasi bank syariah

    selaku pemegang otoritas dan pengawas bank. Di samping itu, secara internal

    bank syariah diawasi pula oleh Dewan Komisaris, Dewan Pengawas, atau

    Pengawas Bank yang bersangkutan.6

    Berlakunya UU No. 10 Tahun 1998 menunjukkan komitmen Bank Indonesia

    dalam pengakuan dan pengembangan akan keberadaan bank syariah dan bank

    konvensional di tanah air. Tidak lama setelah itu, Bank Indonesia membentuk

    komite pengarah, komite ahli, dan komite kerja pengembangan perbankan

    syariah. Komite-komite inilah yang merumuskan Cetak Biru pengembangan

    perbankan syariah di Indonesia sampai pada tahun 2011 yang kemudian menjadi

    program kerja di Biro Perbankan Syariah yang sekarang menjadi Direktorat

    Perbankan Syariah.7 Adapun tahapan dalam realisasi Blue Print BI 2002-2011

    adalah:

    6 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, (Bandung: PT. Citra

    Aditya Bakti, 2002), h. 57 7 Miftakhussurur, Kebijakan Perbankan Bank Indonesia dalam Upaya Meningkatkan Aset

    Perbankan Syariah, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Vol. 1, No. 2, Juni 2007, h. 50-51

  • 55

    a. Tahap pertama (2002-2004), dalam tahap ini inisiatif-inisiatif difokuskan

    untuk meletakkan landasan yang kuat bagi pertumbuhan perbankan syariah

    yang sehat dan berkelanjutan.

    b. Tahap kedua (2004-2008), dalam tahap ini, fokus sasaran yang ingin dicapai

    adalah memperkuat struktur industri perbankan syariah.

    c. Tahap ketiga (2008-2011), pada tahap ini, semua stakeholder perbankan

    syariah harus berupaya untuk meningkatkan standar kinerja keuangan dan

    kualitas pelayanan bank syariah setingkat dengan bank-bank syariah

    internasional.

    7. Posisi Bank Indonesia dalam Skema Ketata-Negaraan Indonesia

    Gambar 3.1. Independensi Bank Indonesia dalam Skema Ketatanegaraan

    Presiden UU UU

    PBI

    KEPALA

    LPND

    BADAN NEGARA

    SETINGKAT KEMENTRIAN:

    BANK

    MENTERI NEGARA

    MENTERI DEPARTEME

    N DEPKEU

    MENTERI KOORDINAT

    OR

    PEMERINTAH PUSAT

  • 56

    Keterangan Gambar/Skema :8 Kedudukan Bank Indonesia adalah sebagai Badan Negara setingkat kementrian, Bank Indonesia dipimpin oleh seorang pejabat setingkat Menteri yang disebut Gubernur BI. Hubungan Presiden (pemerintah) dengan Bank Indonesia adalah hubungan koordinatif dan bukan merupakan hubungan sub-ordinatif yang bersifat komando. Bank Indonesia bersifat independen dalam menetapkan kebijakan moneter. Bank Indonesia berada di luar struktur cabinet pemerintahan (Presiden) dan bersifat mandiri, namun secara teoritis tetap merupakan bagian dalam lingkup kerja lembaga eksekutif. Garis putus-putus dari Presiden ke BI dalam gambar tersebut menunjukkan tidak adanya garis komando langsung (no chain of command) dari kedua lembaga tersebut, melainkan hanya hubungan kooordinatif dalam kebijakan keuangan Negara yang menyangkut moneter. Jadi, dalam perspektif Hukum Tata Negara, secara structural terlihat tidak berdiri sendiri tetapi tetap dalam lingkup kerja eksekutif, namun sebenarnya BI berwenang sepenuhnya melaksanakan kebijakan moneter. Dengan demikian BI tetap dikatakan sebagai Bank Sentral yang independen (otonom secara structural khusus dalam fungsi kebijakan moneter). Gubernur BI bukan bagian dari cabinet pemerintah, namun wajib hadir dalam rapat kabinet bila diminta dalam pembahasan yang berakitan dengan kebijakan perekonomian yang menyangkut moneter. Harus ditegaskan bahwa kekuasaan eksekutif (presiden) dalam bidang moneter telah di delegasikan otoritasnya kepada institusi Bank Sentral. Dalam hal ketentuan normatif perundang-undangan, kedudukan PBI (Peraturan BI) tidak sejajar dengan PP, sebagai konsekuensi tidak sejajarnya kedudukan Gubernur BI dan Presiden. PBI dapat lahir dari UU maupun PP.

    B. SEJARAH LAHIRNYA KEBIJAKAN FASILITAS PENDANAAN

    JANGKA PENDEK SYARIAH (FPJPS)

    Kebijakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah pertama kali ditetapkan

    dalam PBI No: 5/3/PBI/2003 dengan istilah Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek

    8 Hendra Nurtjahjo, dkk., Eksistensi Bank Sentral dalam Konstitusi Berbagai Negara,

    (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 2002), h. 90

  • 57

    Bagi Bank Syariah. Alasan dari penetapan kebijakan tersebut adalah bahwa dalam

    menjalankan kegiatan usahanya bank syariah dapat menghadapi resiko kesulitan

    pendanaan jangka pendek disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih

    kecil dibandingkan dengan arus dana keluar dan bahwa untuk mengatasi kesulitan

    pendanaan jangka pendek tersebut, Bank Indonesia sebagai the lender of last

    resort dapat memberikan pembiayaan kepada Bank Syariah yang dijamin dengan

    agunan berkualitas tinggi dan mudah dicairkan. Selain itu, kebijakan FPJPS juga

    ditetapkan setelah berkaca pada krisis perbankan pada tahun 1997-1998 yang

    melanda Indonesia dan khususnya berdampak pada beberapa bank yang kollaps

    dan akhirnya harus di likuiditas.

    Sebelum terjadinya krisis perbankan pada tahun 1997, berdasarkan ketentuan

    Undang-Undang Bank Indonesia No. 13 Tahun 1968 untuk menghadapi bank-

    bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek akibat terjadinya

    mismatch dalam pengelolaan dana maupun untuk kesulitan permodalan, Bank

    Indonesia dapat menyediakan bantuan berupa Kredit Likuiditas Darurat. Pasal 32

    ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 menyebutkan bahwa Bank

    Indonesia dapat pula memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank untuk

    mengatasi kesulitan-kesulitan likuiditas yang dihadapinya dalam keadaan darurat.

    Selanjutnya, dalam penjelasan umum undang-undang tersebut, disebutkan bahwa

    sebagai Lender of The Last Resort Bank Indonesia dapat memberikan kredit

  • 58

    likuiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan-kesulitan likuiditas yang

    dihadapinya dalam keadaan darurat.

    Setelah terjadi krisis, pemerintah dan Bank Indonesia mengalami

    kekhawatiran apabila fungsi Lender of The Last Resort tersebut digunakan untuk

    menanggulangi kesulitan keuangan yang sistemik. Oleh karena itu, perumusan

    Lender of The Last Resort dalam pembaharuan undang-undang Bank Indonesia,

    yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 dalam Pasal 11 menjadi amat terbatas.

    Ketentuan Pasal 11 ini mengatur sebagai berikut.

    Ayat (1): Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan

    berdasarkan prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh)