Digital 20181555 076 09 Pencitraan Dua
description
Transcript of Digital 20181555 076 09 Pencitraan Dua
PENCITRAAN DUA DIMENSI DATA RESISTIVITY DAN
INDUCED POLARIZATION UNTUK MENDELINEASI
DEPOSIT EMAS SISTEM EPITHERMAL DI DAERAH “X”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Fisika
oleh
SITI RAHMAH
030502705X
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2009
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : SITI RAHMAH
NPM : 030502705X
Tanda Tangan :
Tanggal : 4 Desember 2009
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa : Siti Rahmah
NPM : 030502705X
Departemen : Fisika
Peminatan : Geofisika
Tanggal Sidang : 4 Desember 2009
Judul Skripsi : Pencitraan Dua Dimensi Data Resistivity dan Induced
Polarization untuk Mendelineasi Deposit Emas Sistem
Epithermal di Daerah “X”.
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh
Dr. Eng.Yunus Daud, M.Sc
Pembimbing
Drs. Lingga Hermanto, M.Si Ir. Ronal Afan, MT
Penguji I Penguji II
Dr. Santoso Soekirno
Ketua Departemen Fisika
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Siti Rahmah
NPM : 030502705X
Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiyah saya yang berjudul:
PENCITRAAN 2-D DATA RESISTIVITY DAN INDUCED POLARIZATION
UNTUK MENDELINEASI DEPOSIT EMAS SISTEM EPITHERMAL DI
DAERAH “X”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihkanmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal: 4 Desember 2009
yang menyatakan
(Siti Rahmah)
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya kepada Penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Pencitraan Dua Dimensi Data Resistivity dan Induced Polarization untuk
Mendelineasi Deposit Emas Sistem Epithermal di Daerah “X” tepat pada
waktunya. Penulisan tugas akhir ini ditulis sebagai salah satu syarat kelulusan
Program Peminatan Geofisika, Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Dalam penulisan tugas akhir ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada orang-orang yang sangat berperan dalam penulisan ini kepada:
1. Bapak Dr.Eng. Yunus Daud M.Sc, selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Lendri yang telah banyak membantu penulis, sehingga bisa menyelesaikan
skripsi ini tepat waktu.
3. Lia, Nurma, Anggi, Surya, Nendar, Dian, Sri, Dini, Satrio, dan semua teman-
teman Fisika 2005 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang selalu
menyemangati penulis untuk bisa menyelesaikan skipsi ini.
4. Umi, Baba, Mpok, Abang dan keponakan-keponakan tersayang yang
memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5. Semua Dosen di Departemen Fisika yang selama masa perkuliahan telah
banyak memberikan ilmu dan nasehat kepada penulis.
6. Staf tata usaha Departemen fisika, Mba Ratna dan Pak Mardy atas bantuannya
dalam mengurus administrasi semasa kuliah terutama saat penyusunan skripsi
ini.
7. Saudara-saudari FMA 2005 yang senatiasa mendoakan dan menyemangati
penulis.
8. Saudara-saudari BEM FMIPA UI 2008 yang telah memberikan semangat dan
doa kepada penulis.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
9. Adik-adik Fisika angkatan 2006, 2007 atas doa dan semangatnya kepada
penulis.
10. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari tidak bisa menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan orang-
orang yang sudah disebut diatas. Semoga kebaikan yang telah dilakukan orang
yang tersebut diatas, mendapatkan imbalan yang terbaik dari Allah SWT. Amiin
Ya Allah Amiin.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan.
Jakarta, 4 Desember 2009
Penulis
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Siti Rahmah
Program Studi : Fisika
Judul :Pencitraan 2D Data Resistivity dan Induced Polarization
untuk Mendelineasi Deposit Emas Sistem Epithermal di
Daerah “X” .
Aplikasi metode Resistivity dan Induced Polarization untuk mendeteksi bawah
permukaan yang berhubungan dengan pembentukan deposit emas sistem
epithermal. Data yang diproses adalah hasil pengukuran dengan konfigurasi
Dipole-dipole, dengan spasi elektroda 5 meter. Panjang lintasan 200 meter,
sehingga penetrasi kedalaman mencapai 50 meter. Pengolahan data dengan
menggunakan software RES2DINV, didapatkan pencitraan model 2Dbawah
permukaan yang terdiri dari lapisan batuan vulkanik (resistivity 200-1000 ohm-
m), lapisan batuan alterasi (resistivity <100 ohm-m) dan lapisan silifikasi
(resistivity 200-300 ohm-m) . Deposit emas diduga berada di lapisan batuan
alterasi dan lapisan silifikasi yang memiliki chargeability >200 msec. Dengan
prediksi cadangan emas di lintasan 1 dan 2 sebesar 260.77 kg.
Kata kunci: Resistivity, Induced Polarization, Emas, Sistem Epithermal
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
ABSTRACK
Name : Siti Rahmah
Study Program : Physics
Title : 2D Imaging Resistivity and Induced Polarization Data to
Delineate Epithermal System Gold Deposit in “X” Area.
The application of method Resistivity and Induced Polarization to detect
subsurface formation associated with deposits of gold epithermal system. The
processed data is measured with Dipole-dipole configuration, with electrodes
spaced 5 meters. Path length 200 meters, so the expected penetration depth
reaches 50 meters. Data processing use software RES2DINV, is obtain imaging
the model 2D subsurface that consist of the layer of the volcanic rock (resistivity
200-1000 ohm-m), the layer of the rock altered (resistivity 100 ohm-m) and the
layer of silification (resistivity 200-300 ohm-m). Deposit gold is expect is in the
layer of the rock altered and the layer silification that had chargeability >200
msec, with the prediction of the gold reserve in the line 1 and 2 as big as 260.77
kg.
Keyword: Resistivity, Induced Polarization, Gold, Epithermal System
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAN ORISINALITAS .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ......................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
I.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
I.2 Tujuan Penulisan.................................................................................... 4
I.3 Pembatasan Masalah .............................................................................. 4
I.4 Metodologi Penelitian ........................................................................... 5
I.5 Sistematika Penulisan ........................................................................... 7
BAB 2 KONSEP DASAR 7
2.1 Teori Electrical Resistivity Pada Material .......................................... 7
2.1.1 Hukum ohm ............................................................................ 7
2.1.2 Penjalaran arus listrik pada metode Resistivity .................... 12
2.2 Prinsip Dasar Metode Resistivity ....................................................... 14
2.2.1 Konfigurasi Pengukuran Metode Resistivity ........................ 14
2.3 Prinsip Dasar Metode IP ..................................................................... 17
2.3.1 Sumber-sumber Penyebab Polarisasi.. ................................. 17
2.3.2 Pengukuran Metode IP. ........................................................ 19
2.4 Akuisisi Data Dengan Multi Channel ................................................. 22
2.5 Mineralisasi. ....................................................................................... 24
2.5.1 Genesa Deposit Emas Sistem Epithermal ............................ 25
2.5.2 Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya endapan emas
sistem Epithermal ......................................................................... 32
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
2.5.3 Zona-zona Alterasi ............................................................... 32
BAB 3 DATA DAN PENGOLAHAN DATA................................................. 33
3.1 Data Lapangan .................................................................................... 33
3.2 Pengolahan Data Resistivity dan IP .................................................... 34
3.2.1 Pengolahan Data 2-D dengan software Res2Dinv ............... 34
3.2.2 Model 3-D dengan software GeoSlicer -X........................... 49
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 52
4.1 Data Geologi. .............. ..................................................... 52
4.2 Pembahasan Terpadu............ .............................................................. 56
BAB 5 PENUTUP ....................................................................................... 70
5.1 Kesimpulan.. ....................................................................................... 70
5.1 Saran............ ........................................................................................ 71
DAFTAR ACUAN .......................................................................................... 72
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Anomali Resistivity versus anomali IP terhadap kandungan sulfida
dalam batuan ......................................................................................... 2
Gambar 1.2 Diagram Alur Kerja Penelitian .............................................................. 5
Gambar 2.1 Konduktor Silinder ................................................................................ 9
Gambar 2.2 Pembawa muatan listrik pada sebuah material ................................... 10
Gambar 2.3 Pemasangan 4 buah electrode pada metode Resistivity ...................... 15
Gambar 2.4 Konfigurasi alat untuk metode schumberger ...................................... 16
Gambar 2.5 Konfigurasi alat untuk metode Wenner .............................................. 17
Gambar 2.6 Konfigurasi alat untuk metode Dipole-dipole ..................................... 14
Gambar 2.7 Constricted Channel ............................................................................ 19
Gambar 2.8 Clay Particle ........................................................................................ 19
Gambar 2.9 Adanya Electrolite............................................................................... 20
Gambar 2.10 Penginduksian Listrik ........................................................................ 20
Gambar 2.11 Konfigurasi Dipol-dipole .................................................................. 21
Gambar 2.12 Konfigurasi Dipol-dipole Multi Channel .......................................... 23
Gambar 2.13 Bentuk Endapan ................................................................................ 26
Gambar 2.14 Posisi relatif endapan epithermal dalam sistem Hidrothermal ......... 27
Gambar2.15 Model konseptual untuk mineralisasi Cu-Au-Ag di lingkungan
porphyry dan epithermal magmatic .................................................... 28
Gambar 2.16 Model Mineralisasi Urat.................................................................... 28
Gambar 2.17 Zona Alterasi Endapan Sulfida rendah.............................................. 29
Gambar 2.18 Zona Alterasi Endapan Sulfida Tinggi ............................................. 30
Gambar 2.19 Interaksi Fluida Endapan Sulphida ................................................... 27
Gambar 2.20 Zona Alterasi ..................................................................................... 33
Gambar 3.1 Peta Lintasan Pengukuran .................................................................. 34
Gambar 3.2 Contoh susunan elektroda dan pengukuran ........................................ 35
Gambar 3.3 Susunan point data block model dan apparent resistivity .................. 36
Gambar 3.4 Menu utama RES2DINV ................................................................... 36
Gambar 3.5 Aplikasi membuka file ....................................................................... 37
Gambar 3.6 Keterangan data dalam bentuk .dat .................................................... 37
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.7 Aplikasi membuka Menu Edit ........................................................... 38
Gambar 3.8 Contoh Mengedit Data ....................................................................... 38
Gambar 3.9 Aplikasi Menu Change Setting .......................................................... 39
Gambar 3.10 Aplikasi membuka Menu Inversi ..................................................... 39
Gambar 3.11 Tampilan hasi inversi ....................................................................... 40
Gambar 3.12 Aplikasi Membuka Menu Topography ............................................ 40
Gambar 3.13 Contoh Tampilan Topografi ............................................................. 41
Gambar 3.14 Aplikasi Membuka Menu Display ................................................... 41
Gambar 3.15 Aplikasi Membuka Menu Display Section ....................................... 42
Gambar 3.16 Tampilan hasi inversi ........................................................................ 42
Gambar 3.17 Contoh sensitivitas dari block model ................................................ 43
Gambar 3.18 Aplikasi Membuka menu Change display setting ............................. 44
Gambar 3.19 Aplikasi Membuka Mnu Save data in XYZ format .......................... 44
Gambar 3.20 Hasil Inversi Resistivity lintasan 1 .................................................... 45
Gambar 3.21 Hasil Inversi Resistivity lintasan 2 .................................................... 45
Gambar 3.22 Hasil Inversi Resistivity lintasan 3 .................................................... 46
Gambar 3.23 Hasil Inversi Resistivity lintasan 4 .................................................... 46
Gambar 3.24 Model 2-D Resistivity lintasan 1 ....................................................... 47
Gambar 3.25 Model 2-D Chargeability lintasan 1 ................................................. 47
Gambar 3.26 Model 2-D Resistivity lintasan 2 ....................................................... 47
Gambar 3.27 Model 2-D Chargeability lintasan 2 ................................................. 47
Gambar 3.28 Model 2-D Resistivity lintasan 3 ....................................................... 47
Gambar 3.29 Model 2-D Chargeability lintasan 3 ................................................. 47
Gambar 3.30 Model 2-D Resistivity lintasan 4 ....................................................... 49
Gambar 3.31 Model 2-D Chargeability lintasan 4 .................................................. 49
Gambar 3.32 Aplikasi Tampilan GeoSlicer –X ...................................................... 50
Gambar 3.33 Aplikasi Colorbar .............................................................................. 51
Gambar 3.34 Aplikasi mengubah Colorbar ............................................................ 51
Gambar 3.35 Model 3-D Resistivity Lintasan 1 dan 2 ............................................ 52
Gambar 3.36 Model 3-D Chargeability Lintasan 1 dan 2 ...................................... 52
Gambar 4.1 Model Mineralisasi ............................................................................. 56
Gambar 4.2 Peta Geologi Daerah Penelitian.......................................................... 56
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 4.3 Hasil Inversi Lintasan 1...................................................................... 64
Gambar 4.4 Hasil Inversi Lintasan 2...................................................................... 65
Gambar 4.5 Hasil Inversi Lintasan 3...................................................................... 66
Gambar 4.6 Hasil Inversi Lintasan 4...................................................................... 67
Gambar 4.7 Model 3D Resistivity Lintasan 1-2 ..................................................... 70
Gambar 4.8 Model 3D Chargeability Lintasan 1-2 ............................................... 70
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Resistivity Material Bumi. ............................................................... 12
Tabel 2.2 Chargeability Beberapa Mineral dan Batuan........................................... 21
Tabel 2.3 Jenis Interaksi Fluida. .............................................................................. 30
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Emas merupakan salah satu logam mulia yang bernilai ekonomi tinggi.
Emas selain memiliki warna yang menarik sehingga dipakai sebagai perhiasan,
juga memiliki daya hantar listrik yang cukup baik sehingga dapat digunakan
sebagai elemen kabel listrik untuk barang-barang elektronik tertentu. Selain itu,
emas juga dipakai sebagai standar keuangan di beberapa negara.
Oleh sebab itu emas menjadi barang tambang yang sangat berharga bagi
kehidupan manusia. Maka banyak cara yang dilakukan manusia untuk bisa
mendapatkan emas, dari cara tradisional hingga dengan penambangan skala
teknologi tinggi. Untuk itu, telah banyak penelitian dan investigasi ilmiah untuk
mendapatkan estimasi daerah yang terdapat deposit emas. Hal ini bertujuan agar
penambangan emas dapat berjalan efisien dan baik.
Emas memiliki physical properties resistivity, konduktivity, dan densitas
yang tinggi, serta bersifat magnetik. Sehingga banyak metode yang dapat
digunakan untuk mendeteksi keberadaan mineral emas yaitu Resistivity, Gravity,
IP, E-M, dan Magnetik. Namun jika emas lebih dominan berbentuk disseminated,
maka metode IP lebih baik dibanding metode lain. Namun metode Geofisika
lainnya juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
daerah yang mengandung deposit emas.
Emas merupakan mineral sulfida yang terendapkan dibatuan lain.
Biasanya mineral sulfida terdapat dibatuan kuarsa yang memiliki resistivitas yang
tinggi, sehingga diharapkan dalam investigasi metode Resistivity dapat
mencitrakan nilai resistivity yang tinggi atau dengan kata lain mencitrakan nilai
konduktivity yang rendah. Namun nilai resistivity tinggi belum tentu ada deposit
emas, sehingga perlu peninjauan kembali data geologi daerah penelitian agar hasil
yang diinterpretasikan adalah benar. Selain itu diperlukan metode lain untuk
mendukung hasil dari metode Resistivity, disini penulis menggunakan data dari
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
metode IP yakni data Chargeability (M). Dari kedua metode ini diharapkan dapat
menghasilkan interpretasi yang baik terkait daerah endapan emas.
Metode Resistivity adalah metode yang digunakan untuk memetakan
variasi harga tahanan jenis semu batuan (apparent resistivity) bawah permukaan
yang mencerminkan adanya perbedaan jenis lapisan batuan. Dengan cara
mengalirkan arus listrik kedalam bumi melalui dua buah elektroda arus, kemudian
diukur peda potensial yang ditimbulkan oleh adanya injeksi arus tersebut pada dua
buah elektroda potensial, maka akan diperoleh harga tahanan jenis semu
berdasarkan susunan elektroda yang dipakai. Pada kesempatan ini menggunakan
konfigurasi dipole-dipole.
Nilai resistivitas yang dihitung bukanlah nilai resistivitas bawah
permukaan yang sebenarnya, namun merupakan nilai semu yang merupakan
resistivitas dari bumi yang dianggap homogen yang memberikan nilai resistansi
yang sama untuk susunan elektroda yang sama. Hubungan antara resistivitas semu
dan resistivitas sebenarnya sangat komplek (Loke, 2000), sehingga untuk
menentukan nilai resistivitas bawah permukaan yang sebenarnya diperlukan
perhitungan secara inversi dengan menggunakan bantuan komputer berupa
software. Harga tahanan jenis semu yang terukur dipengaruhi oleh adanya
perbedaan harga tahanan jenis masing-masing lapisan batuan bawah permukaan.
Metode Resistivity dipole-dipole memiliki kelemahan yaitu kadang arus
listrik bisa menjadi lemah, sehingga sulit mendeteksi beda tegangan. Selain itu,
terkait dengan target yang dicari adalah emas, yakni emas adalah mineral yang
terendapkan bersama batuan dan mineral lain, sehingga emas tidak dalam bentuk
bongkahan emas yang besar melainkan tersebar (disseminated), sehingga metode
Resistivity untuk sulit mengukur beda tegangan. Hal ini karena arus akan
terhambat oleh ion-ion mineral yang terpolarisasi. Namun masalah ini dapat
diselesaikan dengan metode IP.
Metode IP pada dasarnya merupakan pengembangan dari metode
geolistrik resistivity dan terbukti mampu menutupi kelemahan-kelemahan metode
resistivity pada berbagai kasus. Maka dari itu teknis dan cara pengambilan data
atau pengukuran di lapangan tidak jauh berbeda, yakni dengan mengalirkan arus
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
litrik ke dalam bumi untuk mengetahui respon batuan berupa efek polarisasi
setelah arus diputus.
Efek polarisasi terinduksi merupakan elemen dasar yang terjadi pada
metode IP, dimana gejala polarisasi terinduksi dapat diilustrasikan sebagai
berikut, jika suatu pengukuran tahanan jenis dengan konfigiurasi empat elektroda
(standar), dimana pada elektroda arus (C1 dan C2) dialiri arus searah (DC) maka
pada elektroda potensial (A dan B) akan terukur beda potensial (∆V). Ketika
aliran arus pada elektroda (C1 dan C2) dimatikan, pada waktu t=0 maka nilai beda
potensial tidak langsung kembali menjadi nol, melainkan secara perlahan
mengalami penurunan beda potensial menuju nol. Grafik yang menggambarkan
efek polarisasi terinduksi dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Maka dari efek polarisasi inilah yang menyebabkan metode IP mampu
menjawab kelemahan metode Resistivity dalam hal mineral yang disseminated.
Adapun yang menyebabkan terjadinya polarisasi akan dibahas selanjutnya.
Namun metode IP memiliki kelemahan juga yaitu sulit mendeteksi
anomali IP jika terdapat 12% mineral sulfida (emas, tembaga, besi, timbal) dalam
batuan, namun hal ini menjadi keunggulan metode Resistivity karena dapat
menghasilkan anomali yang baik, (lihat Gambar 1.1. IP versus Resistivity).
Gambar 1.1 Anomali Resisivity versus anomali IP terhadap kandungan sulfida
dalam batuan (Daud, 2007)
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Zona mineralisasi endapan emas umumnya didominasi oleh silica dan
mineral sulfida lainnya. Dengan mengetahui pola penyebaran dari nilai resistivity
batuan dibawah permukaan dan Chargeability diharapkan dapat memberikan
informasi keberadaan zona mineralisasi yang dicari. Untuk mendapatkan hasil
yang baik diperlukan pemrosesan data yang naik dan benar. Karena hasil
pemrosesan dibuthkan untuk interpretasi deposit emas lebih lanjut. Oleh sebab itu
pemrosesan data menjadi salah satu tahapan penting dalam tahap ekplorasi
mineral selain akuisisi data dan interpretasi. Pada penelitian Tugas Akhir ini
penulis ingin membahas cara pemerosesan data dengan beberapa software
pendukung sekaligus interpretasi penyebaran deposit emas di daerah penelitian.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
• Memahami prosedur pengolahan dan interpretasi data hasil eksplorasi
dengan metode Resistivity dan Induced Polarization (IP).
• Mempelajari karakteristik anomali geofisika yang ditimbulkan oleh
respon dari susunan batuan yang mengandung mineralisasi sulfida
(emas) yang dihasilkan oleh Metode Resistivity dan Metode IP.
• Membuat Model Inversi 2 Dimensi data Resistivity dan IP deposit emas
sistem epithermal.
• Mengidentifikasikan zona mineralisasi sulfida (emas) dan melokalisir
pola penyebaran urat kuarsa (vein) yang mengandung mineral emas.
1.3 Pembatasan masalah
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan data Resistivity dan
Induced Polarization time domain konfigurasi dipole-dipole yang merupakan hasil
pengukuran di daerah “X” yang terdiri dari 4 lintasan dengan panjang lintasan 195
m. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan software Res2Dinv dan Surfer
8 untuk mendapatkan model inversi dari data lapangan. Data terdiri dari dua jenis
yaitu nilai Resistivity dan Chargeability. Dari kedua data ini akan diperoleh dua
jenis penampang melintang 2D yaitu penampang melintang Resistivity dan
Chargeability untuk setiap lintasan. Selanjutnya dilakukan processing 3D dengan
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
menggunakan software GeoSlicer -X pada lintasan 1 dan 2. Kemudian hasil
processing data tersebut akan diinterpretasi berdasarkan data geologi yang
selanjutnya menentukan posisi dan penyebaran keberadaan deposit emas sistem
Epithermal.
1.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan meliputi beberapa tahapan yaitu mulai
dari studi literatur yang meliputi metode Resistivity dan Induced Polarization,
serta genesa deposit emas sistem epithermal. Kemudian memproses data geofisika
dengan software pendukung untuk membuat model inversi yang dapat
menggambarkan kondisi deposit emas sistem epithermal di bawah permukaan.
Hasil pengolahan data tersebut dan data pendukung seperti data geologi
selanjutnya akan diinterpretasikan dan dianalisis untuk melokalisir keberadaan
zona deposit emas sistem epithermal.
Gambar 1.2 Diagram Alur Kerja Penelitian
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
• BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan penjelasan mengenai latar belakang masalah, tujuan
penelitian, konsep umum pembentukan deposit emas sistem epithermal,
pembatasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
• BAB 2 : METODE RESISTIVITY DAN IP, SERTA GEOLOGI
REGIONAL DAERAH PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang teori electrical resistivity pada
material, prinsip dasar metode Resistivity, prinsip dasar metode IP,
mineralisasi yang berhubungan dengan genesa deposit emas sistem
epithermal.
• BAB 3 : DATA DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini kemudian dijelaskan mengenai data lapangan yang digunakan
dan pengolahan data Resistivity dan IP dengan software Res2Dinv, Surfer
8, dan GeoSlicer -X.
• BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dilakukan pembahasan (interpretasi) hasil pengolahan data
kemudian dipadukan dengan data geologi. Interpretasi yang akan
dilakukan yaitu menentukan zona-zona yang berhubungan dengan
pembentukan deposit emas sistem epithermal.
• BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan inti dari bab 1,2,3, dan 4 yang dijadikan sebagai
kesimpulan. Kemudian saran untuk pengembangan daerah penelitian
dijadikan sebagai penutup.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
BAB 2
KONSEP DASAR
2.1 Teori Electrical Resistivity Pada Material
2.1.1 Hukum ohm
Pada tahun 1827, George Ohm telah mendefinisikan hubungan antara arus
listrik yang mengalir di sebuah kawat dengan beda tegangan. Yaitu:
= (2.1)
Ohm telah menemukan bahwa arus, I, sebanding dengan beda tegangan, V, untuk
material ohmic. Konstanta hubungan sebanding ini disebut resistansi material
dengan satuan volt/ampere, atau ohm (Daud, 2007).
= (2.2)
Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat terjadi jika batuan
atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik di alirkan
dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini
juga di pengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang di
lewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivity
(tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk
menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka
semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya.
Resistivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan resistansi
(hambatan), dimana resistansi tidak hanya bergantung pada bahan tetapi juga
bergantung pada faktor geometri atau bentuk bahan tersebut, sedangkan
resistivitas tidak bergantung pada faktor geometri.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Konduktor Silinder (Daud, 2007).
Jika ditinjau suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan
resistansi R, maka dapat di rumuskan:
= (2.3)
Di mana secara fisis rumus tersebut dapat di artikan jika panjang silinder
konduktor (L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan apabila diameter
silinder konduktor diturunkan yang berarti luas penampang (A) berkurang maka
resistansi juga meningkat. Dimana ρ adalah resistivitas (tahanan jenis) dalam
Ω.m. Sedangkan menurut hukum Ohm, resistansi R dirumuskan :
= (2.4)
Sehingga didapatkan nilai resistivitas (ρ)
= (2.5)
adapun sifat konduktivitas (σ) batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas
(ρ) dengan satuan ohms/m.
= =
=
= (2.6)
Untuk medium yang kontinu, maka Hukum Ohm dapat dituliskan sebagai = .
Di mana J adalah rapat arus (ampere/m2 ) dan E adalah medan listrik (volt/m).
Arus listrik akan mengalir pada medium sebagai pembawa muatan yag
bergerak diawah pegaruh medan listrik (E).
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 2.2 Pembawa muatan listrik pada sebuah material
Dengan
n = banyak pembawa muatan persatuan volume
q = muatan pada setiap pembawa
Jika ada medan magnet yang mengenai pembawa muatan, maka pembawa
muatan ini akan bergerak memiliki kecepatan rata-rata, v. dan memiliki mobilitas
µ, yang merupakan kecepatan persatuan medan listrik
= (2.7)
Dengan devinisi arus, = ∆∆ = ∆
∆ = (2.8)
Rapat muatan, = = = (2.9)
Dengan = (2.10)
Maka = (2.11)
Dapat disimpulkan bahwa materialyang memiliki resistvitas rendah jka
memiliki banyak pembawa muatan dan memiliki mobilitas yang tinggi.
Material Bumi memiliki arakteristik fisika yang bervariasi, dari sifat
porositas, permeabilitas, kandungan fluida dan ion-ion didalam pori-porinya,
sehingga materi Bumi memiliki variasi harga resistivitas. Pada mineral-mineral
logam, harganya berkisar pada 10−8 Ωm hingga 107 Ωm. Begitu juga pada
batuan-batuan lain, dengan komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan
range resistivitas yang bervariasi pula. Sehingga range resistivitas maksimum
yang mungkin adalah dari 1,6 x 10−8 (perak asli) hingga 1016 Ωm (belerang
murni).
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resistivitas
kurang dari 10−8 Ωm , sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari107 Ωm.
Dan di antara keduanya adalah bahan semikonduktor. Di dalam konduktor berisi
banyak elektron bebas dengan mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan pada
semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan oleh
ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak bebas bergerak. Secara
umum, berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
• Konduktor baik : 10−8< ρ <1Ωm
• Konduktor pertengahan : 1 < ρ < 107 Ωm
• isolator : ρ > 107 Ωm
(Telford W dan Sheriff, 1982)
Faktor-faktor yang menyebabkan resistivitas batuan menurun (Daud, 2007):
1. Pori-pori terisi oleh fluida
2. Peningkatan salinitas fluida
3. Adanya rekahan pada batuan yang dapat memberikan jalan untuk aliran
arus
4. Terdapat mineral clay
5. Menjaga agar kandungan fluida tetap, tetapi meningkakan hubungan antar
pori-pori.
Faktor-faktor yang menyebabkan resistivitas batuan meningkat:
1. Berkurangya pori-pori fluida
2. Salinitas rendah
3. Kompaksi – jalan untuk aliran arus berkurang
4. Litifikasi - pori-pori terblok dengan deposit mineral
5. Menjaga agar kandungan fluida tetap, tetapi menurunkan hubungan antara
pori-pori
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Jika batuan memiliki mineral clay, maka akan terjadi konduksi elctrical
double layer yang terbentuk pada hubungan mineral clay dengan air. Ini secara
efektif ion-ion untuk bergerak dengan mobilitas tinggi disbanding pada fasa cair.
Aliran arus juga dapat terjadi karena konduksi secara elektrolitik.
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas
yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya bersifat porus dan
memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya batuan-batuan
tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di mana konduksi arus listrik dibawa oleh
ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus
bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin
besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya
resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.
Menurut rumus Archie :
= ∅ ! " (2.12)
di mana ρ e adalah resistivitas batuan, φ adalah porositas, S adalah fraksi pori-pori
yang berisi air, dan ρ w adalah resistivitas air. Sedangkan a, m, dan n adalah
konstanta. m disebut juga faktor sementasi (Daud, 2007).
Kebanyakan mineral membentuk batuan penghantar listrik yang tidak baik
walaupun beberapa logam asli dan grafit menghantarkan listrik. Resistivitas yang
terukur pada material bumi utamanya ditentukan oleh pergerakan ion-ion
bermuatan dalam pori-pori fluida. Variasi resistivitas material bumi ditunjukkan
sebagai berikut:
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Nilai Resistivity Material Bumi (Daud, 2007).
Material Resistivity (Ωm)
Udara ~
Pirit 3 X 10-1
Galana 2 X 10-3
Kwarsa 4 X 1010
s.d. 2 X 1014
Kalsit 1 X 1012
s. d. 1 X 1013
Batuan Garam 30 s. d. 1 X 1013
Mika 9 X 1012
s. d. 1 X 1014
Garnit 102 s. d. 1 X 106
Gabro 1 X 103 s. d. 1 X 10
6
Basalt 10 s. d. 1 X 107
Batuan Gamping 50 s. d. 1 X 107
Batuan Pasir 1 s. d. 1 X 108
Batuan Serpih 20 s. d. 1 X 103
Dolomit 102 s. d. 10
4
Pasir 1 s. d. 103
Lempung 1 s. d. 102
Air Tanah 0.5 s. d. 3 X 102
Air Laut 0.2
2.1.2 Penjalaran arus listrik pada metode Resistivity
Diasumsikan bumi homogen, yang memiliki resistivitas yang seragam (ρ).
Misalkan kemudian diinjeksikan arus +I pada titik C1, yang akan mengalir secara
radial setengah bola di dalam bumi. Sehingga equipotensial dibelahan tadi akan
dipusatkan di titik C1 (gambar 2.3). Persamaan (2.3) dan (2.4) di daerah antara
dua belahan titik yang konsentris pada jarak r dan r+dr, potensial diantara jarak
belahan bumi adalah:
−$ = %&'( $) (2.13)
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
dimana integrasi diberikan potensial V pada jarak r dari sumber arus +I sehingga:
= %&' (2.14)
Bernilai tetap, pada integrasi bernilai nol ketika V=0 pada r=~.
Jika ada dua elektroda arus dipermukaan sumber +I di titik C1 dan –I
dititik C2 (gambar 2.3) dan persamaan (2.14) memungkinkan jumlah distribusi
potensial dari kombinasi sumber masukan ditemukan disetiap tempat.
Gambar 2.3 Pemasangan 4 buah electrode pada metode Resistivity
Potensial titik P1 diberikan :
= %& *
+,-,−
+(-,. (2.15)
Potensial dititik P2 diberikan:
% = %& *
+,-(−
+(-(. (2.16)
Potensial diantara P1 dan P2 kemudian menjadi:
∆ = %& *
+,-,−
+(-,−
+,-(+
+(-(. (2.17)
Sehingga diperoleh resistivitas rho ( ρ ) ditulis:
= ∆ × 1
%& * +,-,
− +(-,
− +,-(
+ +(-(
.2 (2.18)
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Dengan
= 1 1
2 * 1
11− 1
21− 1
12+ 1
22.2
1
(2.19)
Faktor geometri (K) bergantung pada posisi semua empat titik (posisi elektroda
dalam penelitian) (Daud,2007).
2.2 Prinsip Dasar Metode Resistivity
Metoda geolistrik adalah salah satu metoda geofisika yang didasarkan
pada penerapan konsep kelistrikan pada masalah kebumian. Tujuannya adalah
untuk memperkirakan sifat kelistrikan medium atau formasi batuan bawah
permukaan terutama kemampuannya untuk menghantarkan atau menghambat
listrik (konduktivitas atau resistivitas).
Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda arus, dikenal beberapa
jenis metode resistivitas tahanan jenis, antara lain :
1. Metode Schlumberger
Metode schlumberger menggunakan posisi elektroda tegangan tetap,
sedangkan elektroda arus bergerak. Metode schlumberger biasa digunakan untuk
survey sounding dengan memvariasikan spasi a untuk mendapatkan resistivity
sebagai fungsi kedalaman. Dan panjang maksimum L harus sedikitnya 3-5 kali
maksimum dari kedalaman investigasi. Perbandingan AB/MN harus diantara 2,5
< AB/MN < 50.
Gambar 2.4 Konfigurasi alat untuk metode Schlumberger
Dengan K = πL
MN (2.20)
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Maka 3 = &45 *∆
. (2.21)
Keuntungan dan keterbatasan metode Schlumberger :
a. Tidak terlalu sensitif terhadap adanya perubahan lateral setempat, sehingga
metoda ini dianjurkan untuk penyelidikan dalam.
b. Membutuhkan kabel yang panjang untuk sounding dalam.
c. Hanya menggerakkan elektroda arus, sehingga mengurangi tenagakerja
yang dipakai.
2. Metode Wenner
Metode wanner menggunakan spasi yang sama antar elektrode. Berbeda
dengan schlumberger, metode wanner memerlukan pergerakana keempat
elektroda. Metode ini digunakan untuk sounding maupun lateral dengan
memvariasikan spasi a untuk mendapatkan resistivity sebagai fungsi kedalaman.
Panjang maksimum L harus sedikitnya 3-5 kali maksimum dari kedalaman
investigasi.
Gambar 2.5 Konfigurasi alat untuk metode Wenner
Dengan 6 = 789 (2.22)
Maka 3 = 2;< *∆ . (2.23)
Keuntungan dan keterbatasan metode Wenner :
a. Sangat sensitif terhadap perubahan lateral setempat
b. Karena bidang equipotensial untuk benda homogen berupa bola, data lebih
mudah diproses atau dimengerti
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
c. Jarak elektroda arus dengan potensial relatif lebih pendek dari sehingga
daya tembus alat sama lebih besar.
d. Memerlukan tenaga lebih banyak untuk memindahkan empat buah
elektroda.
3. Metode Dipole-dipole
Dengan menjaga jarak antara elektroda (a), lalu menggerakkan elektoda
tegangan sebesar na, dengan n = 1,2,3,....dst. metode dipole-dipole dapat
memetakan bawah permukaan secara dua dimensi, yaitu lateral dan sounding
secara bersamaan. Yakni dengan menggeser elektroda tegangan sejauh na, maka
akan didapatkan data secara sounding. Sendangkan untuk mendapatkan data
secara latera dengan memindahkan elektroda arus searah dengan pergerakkan
elektroda tegangan.
Gambar 2.6 Susunan konfigurasi metode Dipole-dipole
Dengan 6 = 78=>9 (2.24)
Maka 3 = 2;?< *∆ . (2.25)
Keuntungan dan keterbatasan metoda Dipole-dipole :
a. Kabel pendek dapat digunakan untuk menjangkau penetrasi dalam.
b. Medan listrik pada Elektroda tegangan dapat menjadi lemah.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
2.3 Prinsip Dasar Metode IP
Metode IP merupakan metode yang dapat dimanfaatkan untuk
menginvestigasi struktur permukaan bumi yang mengandung deposit mineral.
Dengan prinsip mengalirkan arus listrik kedalam bumi kemudian mengamati beda
potensial yang terjadi setelah arus listrik dihentikan. Ketika arus diputus, idealnya
beda potensial tersebut langsung menjadi nol/hilang, tetapi pada medium-medium
tertentu akan menyimpan energi listrik (sebagai kapasitor) dan akan dilepaskan
kembali. Jadi, walaupun arus sudah diputus, tetapi beda tegangan masih ada akan
meluruh terhadap waktu dan berangsur-angsur hilang/nol. Efek ini dinamakan
Efek Induced Polarization. Polarisasi dapat terjadi karena adanya medium yang
mengandung mineral logam.
Metode IP mampu mengidentifikasi mineral yang disseminated (tersebar)
namun sulit untuk mineral yang massive. Hal ini disebabkan mineral yang
tersebar lebih mudah terpolarisasi akibat arus yang melewatinya.
2.3.1 Sumber-sumber penyebab polarisasi. (Daud, 2007)
2.3.1.1 Polarisasi Membran
Polarisasi membran dapat disebabkan oleh penyempitan pori-pori atau
adanya keberadaaan clay. Polarisasi Membran terjadi pada pori-pori batuan yang
menyempit, yakni saat arus memasuki pori-pori tersebut, terjadi akumulasi ion (+)
di dekat ion (-) pada dindimg membran, sehingga ion (-) lainnya terakumulasi
juga diseberang ion-ion (+). Sehingga terjadi pembentukan pole (kutub-kutub),
lihat Gambar 2.7.
Selain itu dapat juga terjadi pada batuan yang mengandung mineral
lempung (mineral bermuatan negatif) yang mengisi batuan berpori. Hal ini
menunjukan fenomena gejala Elektrokinetik yaitu variasi mobilitas ion (+) dan
ion (–). Yakni ketika diberi beda potensial maka distribusi ion (+) dapat melalui
awan ion (+), tetapi distribusi ion (-) akan terhambat & terakumulasi pada awan
ion (+), lihat Gambar 2.8. Akibat adanya penumpukan mineral konduktif arus
yang diinjeksikan akan mengalami hambatan, sehingga terbentuk membran-
membran yang mengurangi mobilitas ion. Pengurangan mobilitas ion akan
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
terlihat jika mengalirkan arus dlm frekuensi rendah. Polarisasi membran
mendasari adanya pengukuran frekuensi domain (akan dibahas selanjutnya).
Gambar 2.7 Constricted Channel
Gambar 2.8 Clay Particle
2.3.1.2 Polarisasi Elektroda
Polarisasi elektroda terjadi jika terdapat mineral logam dalam batuan.
Kehadiran mineral logam dapat menghalangi aliran arus induksi, sehingga muatan
akan terpolarisasi pada bidang batas (terjadi hambatan elektrokimia) dan
menghasilkan beda potensial, (lihat Gambar 2.9). Untuk memaksa arus menembus
hambatan elektrokimia perlu tegangan tambahan (overpotensial).
Batuan akan menyimpan muatan (sebagai kapasitor), sehingga ketika arus
dimatikan tegangan sisa tidak langsung hilang, tetapi akan berangsur-angsur
meluruh terhadap waktu dan muatan akan terdifusi kembali ke keadaan
semula/setimbang.
Polarisasi elektroda mendasari adanya pengukuran time domain (akan
dibahas selanjutnya).
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 2.9 (atas) adanya electrolyte, (bawah) adanya partikel logam
2.3.2 Pengukuran metode IP
2.3.2.1 Time Domain
Prinsip Time Domain adalah dengan mengukur perbedaan respon batuan
yang mengandung mineral konduktif atau tidak dengan melihat overvoltage
(pertambahan beda potensial) pada batuan sebagai fungsi waktu akibat efek
polarisasi. Pada saat arus dimatikan, maka diukur overvoltage delay per waktu,
sehingga akan diperoleh nilai apparent chargeability (Ma), (lihat Gambar 2.10).
Gambar 2.10 (a) penginduksian arus listrik, (b) beda potensial yang terukur, (c)
overvoltage delay, (d) chargeability.
Dengan @3 = A BCD(
,$C (2.26)
Dalam satuan sekon atau mili sekon.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Apparent Chargeability menunjukan lama tidaknya efek polarisasi untuk
menghilang sesaat setelah arus dimatikan. Sehingga jika nilai Ma besar, maka
waktu delaynya lama. Dan jika waktu delaynya lama , maka dapat diasumsikan
terdeteksi mineral konduktif.
2.3.2.2 Frekuensi Domain
Prinsip frekuensi Domain adalah dengan mengukur respon batuan yang
mengandung mineral kondukif atu tidak dengan pemberian impedansi pada 2
frekuensi yang berbeda (frekuensi rendah dan tinggi). Jika pada batuan yang
terdapat mineral konduktif, maka resistivitas akan sama pada setiap frekuensi.
Tetapi jika pada batuan yang mengandung mineral konduktif, maka resistivitas
pada frekuensi tinggi akan lebih rendah dibanding dengan resistivitas pada
frekuensi rendah.
Parameter Frekuensi Domain:
1. Apparent Resistivity (ρa)
Gambar 2.11 Konfigurasi Dipole-dipole
Dengan 3 = 2;?< *∆ . (2.27)
2. Frekuensi Effect (FE)
Merupakan perbandingan antara selisih tegangan frekuensi rendah dan
frekuensi tinggi dengan tegangan pada frekuensi yang terdeteksi pada dua
elektroda potensial.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
(2.28)
ρdc = apparent resistivity pada frekuensi rendah (0.05-0.5 Hz)
ρac = apparent resistivity pada frekuensi tinggi (1-10Hz)
3. PFE (Percent Frekuensi Effect)
(2.29)
4. Metal Faktor
(siemens per meter) (2.30)
Berikut ini adalah tabel nilai chargeability untuk beberapa batuan Bumi:
Tabel 2.3 Chargeability Beberapa Mineral dan Batuan (Telford, 1976)
Batuan msec
20% sulphida 2000-3000
8-20% sulphida 1000-2000
2-8% sulphida 500-1000
Volcanic tuff 300-800
Sandstone, siltstone 100-500
Dense volcanic rocks 100-500
Shale 50-100
Granite 10-50
Limestone, dolomite 10-20
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
2.4 Akuisisi Data Dengan Multi Channel
Akuisisi multi channel menggunakan banyak elektroda dalam sekali
penginjeksian arus. Tegangan yang terukur adalah tegangan awal dan tegangan
tambahan. Tegangan yang terukur ini akan disimpan dalam alat, yang kemudian
data tersebut akan diproses menggunakan software. Tujuan menggunakan multi
channel adalah untuk mendapatkan nilai resistivity secara lateral dan vertikal
secara bersamaan dengan waktu yang reatif singkat jika dibandingkan jika
menggunakan single channel. Sehingga akan sangat menghemat waktu dalam
penambilan data.
Dalam konfigurasi Dipole-dipole, sejumlah elektroda diletakkan di titik
yang sudah ditentukan yaitu berdasarkan jarak spasi elektroda (a), sketsa dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.12 Konfigurasi Dipole-dipole multi channel
Pada saat elektoda arus diposisi 1, maka akan dilakukan pengukuran
potensial di titik 2, 3 dst untuk mendapatkan data secara vertikal. Setelah itu
elektroda arus digeser sebanyak na untuk mendapatkan nilai secara lateral.
Demikian seterusnya hingga data yang diperoleh mencukupi pada arah lateral
maupun vertikal.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
2.5 Mineralisasi
Mineralisasi merupakan suatu proses pembentukan mineral-mineral di
dalam Bumi. Proses mineralisasi terkait dengan aktivitas lempeng Bumi pada
zona subduksi. Dimana terjadi peleburan kerak bumi yang menghujam kedalam
lapisan ini Bumi, sehingga mineral-mineral menjadi fluida yang bercampur
dengan batuan disekelilingnya. Mineral yang dalam keadaan panas terdorong
oleh tekanan dari hidrotermal mengalir ke zona-zona lemah seperti rekahan,
patahan, pori-pori batuan sehingga mineral terendapkan di struktur batuan yang
temperaturnya sudah berkurang.
Mineral terbentuk di dalam bumi melalui beberapa proses, yaitu
kristalisasi dari dasar magma, hidrothermal, aceanic, pelapukan mekanik dan
deposit, pelapukan kimiawi, serta proses metamorfosis. Setiap proses tersebut
akan menghasilkan jenis mineral yang berbeda. Sehingga diperlukan pemahaman
yang baik terhadap proses terbentuknya mineral tersebut agar kita dapat
menentukan jenis metoda Geofisika yang mana yang akan dipakai.
Namun pada kesempatan ini, penulis hanya menggunakan proses
mineralisasi hidrotermal, dikarenakan daerah penelitian adalah sistem hidrotermal.
Proses mineralisasi hidrotermal terjadi akibat terubahnya batan akibat terkena
panas dari fluida pana, sehingga minera-mineral yang terkandung dibatuan
tersebut terbawa oleh fluida dan menempati zona-zona lemah seperti patahan dan
rekahan.
Endapan mineral sistem hidrothermal berdasarkan tingkat kedalaman,
tekanan dan temperaturnya, dikelompokkan menjadi 3 :
• Hipothermal
Mineralisasi terdapat pd kedalaman dalam, tekanan sangat besar,
dan temperatur tinggi (3000-500
0C)
Alterasi batuan samping ditunjukkan dengan proses replacement
yang kuat
Asosiasi mineral yang terbentuk berupa mineral sulfida seperti :
pirit, kalkopirit, gelena dan sfalerit
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
• Mesothermal
Mineralisasi terbentuk pd kedalaman 2-3 km, temperatur sedang
(2000-300
0C)
Tekstur yang terlihat umumnya crustification (perulangan
perlapisan) dan banding (berlapis)
Asosiasi mineral yang terbentuk berupa mineral sulfida Au, Cu,
Ag, As, Sb dan oksida Sn
• Epithermal
Mineralisasi terendapkan dekat permukaan, temperatur rendah
(500-200
0C), tekanan ~100atm
Tekstur berlapis dan fisure vein sering terlihat
Struktur khas cockade structure (pembungkusan)
Asosiasi mineral logamnya emas (Au) dan perak (Ag) dgn mineral
pengotornya kalsit, zeolit dan kuarsa.
Secara umum mineralisasi dapat dikontrol oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Struktur akibat dari sesar dan fractures.
Pada kontrol ini menghasilkan bentuk mineral vein (dengan dip relatif
tajam), stokworks dan perpotongan struktur. Sedangkan kontrol
permeabilitas untuk struktur akibat regangan dan tegangan, dan frakture
akibat batuan yang brittle.
2. Tekanan dan reaktivitas oleh fluida Hidrothermal.
Pada kontrol ini menghasilkan Breksi hydrothermal, diatremes, residual
dan vuggy quartz. Kontrol permeabilitas tekanan yang melebihi daya
tahan batuan akibat dari tekanan hidrolik maupun erupsi; pelarutan oleh
larutan yang sangat asam.
3. Litologi yang disebabkan oleh sifat fisik batuan.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Menghasilkan bentuk mineral Stratabound disseminations. Dan kontrol
permeabilitas ukuran butir yang kasar pada batuan sedimen dan kontak
antar batuan yang permeable dan impermeable.
Gambar 2.13 Bentuk Endapan (Mineralisasi)
2.5.1 Genesa Deposit Emas Sistem Epitherma
Hubungan mineralisasi emas dengan vulkanik dan aktivitas hot spring
geothermal telah lama diakui oleh para prospektor dan geologist. Hubungan ini
adalah sebuah konsekuensi dari magma panas yang tidak hanya menghasilkan
erupsi vulkanik dan batuan vulkanik tetapi juga sumber dari fluida panas yang
mentransport emas dan logam lain dan mungkin menjadi sumber emas itu sendiri.
Fluida berasal dari magma yang cair yang memiliki panas yang ekstrim dan
dibawah tekanan tinggi jauh dibawah permukaan.
Ketika fluida meningkat, maka akan tercampur dengan air permukaan dan
mengubah komposisi batuan dan terjadi kontak. Proses ini disebut alterasi.
Fluida menerobos permukaan dan berbentuk acidic lakes dikenal sebagai
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
fumarole pada crater vulkanik atau dilute, dan berbentuk neutral hot spring. Dari
dua surface manifestation yang berbeda ini –acid lake dan neutral hot spring-
merefleksikan dua jenis fluida yang berbeda yang setiap hasilnya dari dua bagian
yang berbeda dari magma yang muncul ke permukaan. Kedua bentuk deposit
emas dan dikenal sebagai deposit sulfida rendah dan tinggi.
Pengakuan bahwa endapan emas dekat dengan permukaan dalam sistem
ini, seorang geologist America Waldemar Lindgren membuat istilah epithermal
pada tahun 1933, epi berarti dekat dan thermal berarti fluida panas. Seorang
chemist Werner Giggenbach selanjutnya membagi dua jenis deposit emas
epithermal ke dalam tipe sulfida rendah dan tinggi (ilustrasi pada Gambar 2.13).
Rendah dan tingginya tidak bergantung dari konten mineral sulfida, tetapi
berdasarkan pada perbedaan ratio sulfur dan logam dengan mineral sulfida pada
setiap tipe.
Endapan emas epithermal umumnya terjebak dalam batuan vulkanik
setempat pada batuan volcanogenic sedimentary rocks dan kadang-kadang pada
basement. Pada beberapa lokasi, mineralisasi epithermal berasosiasi dengan
porfiri Cu-Au.
Gambar 2.14 Posisi relatif endapan epithermal dalam suatu sistem lingkungan
hydrothermal (Hedenquist et al,. 1996)
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 2.15 Model konseptual untuk mineralisasi Cu-Au-Ag di lingkungan
porphyry dan epithermal magmatic (Corbett dan Leach, 1998)
Gambar 2.16 Model Mineralisasi Urat Tipe Epithermal (Hedenquist et al,. 1996).
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Berdasarkan mineral-mineral alterasi dan mineral bijih-nya, terdapat dua sub-
type,yaitu:
Epithermal sulfida rendah
Emas epithemal sulfida rendah (Bonham, 1986; Morisson dkk.,
1990;White and Hedenquist, 1990; Almaden Minerals,2007) dicirikan oleh
kandungan sulfida (Pb-Zn)yang relatif rendah dan terdapat dalam bentuk urat,
pengisian rongga dan urat menjaring (stockworks). Mineralnya berupa emas,
perak murni, argentit,dan logam dasar. Ubahan hidrotermal yang sangat mencolok
adalah hadirnya mineral adularia dengan tekstur mineral kuarsa berupa bladed
calcite, sisir dan berlapis (Corbett dan Leach, 1995).
Epithermal sulfida rendah terbentuk dalam suatu sistem geothermal yang
didominasi oleh air klorit dengan pH near-neutral, dimana terdapat kontribusi
dominan dari sirkulasi air meteorik yang dalam dan mengandung CO2, NaCl, and
H2S. Transportasi larutan serta interaksi dengan batuan samping relatif agak
lama. Pendidihan (boiling) umum terjadi pada tipe emas epitermal sulfida rendah
akibat terjadinya penghancuran (fracturing) oleh tekanan gas di bawah
permukaan. Mineral-mineral alterasi hidrothermal yang terdapat pada sulfida
rendah adalah Illite (sericite), mixed layer minerals (illite/smectite), calcite,
adularia, dan kuarsa.
Kuarsa merupakan mineral ubahan/gangue yang sangat berlimpah. Kuarsa,
abu-abu keputihan, sangat keras, berbutir sangat halus, kristal tumbuh, dan opal.
Kuarsa terjadi di vein hidrothermal sebagai gangue bersama dengan bijih mineral.
Kuarsa kristal besar ditemukan di pegmatites.
Gambar 2.17 Zona alterasi pada Endapan Sulfidasi Rendah (Simmons et al., 2005)
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Epithermal sulfida tinggi
Epithermal sulfida tinggi terbentuk dalam suatu sistem magmatic-
hydrothermal yang didominasi oleh fluida hidrothermal yang asam, dimana
terdapat fluks larutan magmatik dan vapor yang mengandung H2O, CO2, HCl,
H2S, and SO2, dengan variable input dari air meteorik lokal.merupakan hasil dari
fluida (dominasi gas seperti SO2, HF, HCl) disalurkan langsung dari magma
panas.
Kemudian fluida ini berinteraksi dengan air tanah dan berbentuk asam
kuat. Yang dapat melarutkan batuan sekitarnya dan hanya menyisakan silika,
kadang dalam bentuk sponge disebut vuggy silica. Emas dan kadang-kadang
brines kaya tembaga juga dihasilkan dari magma yang mengendapkan logamnya
dengan bentuk spongy vuggy silica. Bentuk dari deposit mineral secara umum
dibedakan dengan distribusi vuggy silica.
Mineral-mineral alterasi hidrothermal yang terdapat pada sulfida tinggi
adalah Alunite, kaolinite, pyrophylite, dickite, kuarsa.
Gambar 2.18 Zona alterasi pada Endapan Sulfidasi Tinggi (Simmons et al., 2005)
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Sulfidasi Tinggi Sulfidasi Pertengahan Sulfidasi Rendah
Cu-Ag-Au -------------------------------------------- Au-Ag
Gambar 2.19 Interaksi fluida (Noel C. White., 2005).
Tabel. 2.2 Jenis Interaksi Fluida
Magmatik dominan Magmatik-Meteorik Meteorik
Fluida magmatik dominan
dan interaksi dengan air
meteorik di dekat
permukaan.
Asosiasi logam :
I-type :Cu-Au-Ag dan Zn-
Pb-Ag
S-type : Sn-Ag-(Zn-Pb)
A-type : Au-Ag
Alterasi :
Pada I-type dan S-type
sangat asam.
Pada A-type : mendekati
netral.
Kontribusi air meteorik
dominan dengan
salinitas tinggi di
kedalaman.
Asosiasi logam :Ag-Zn-
Pb (Au)
Ag-Zn-Pb (Cu-Sn)
Alterasi : umumnya
netral.
Contoh : Cikotok.
Kontribusi air
meteorik sangat
dominan.
Asosiasi logam :
Au-Ag-Zn-Pb (Au)
Alterasi : pada
hipogen netral, dan
gas yang terjebak
relatif asam.
Contoh : Pongkor
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
2.5.2 Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya endapan emas sistem
Epithermal :
1. Aliran fluida dan transportasi logam
Dikontrol oleh struktur (fault, patahan, rekahan) yang
memungkinkan larutan hidrothermal untuk bergerak.
2. Kontrol Lithologi dan Struktur
Untuk mengetahui penyebaran vein dan jenis endapannya, apakah
terbentuk bersamaan dengan mineralisasi atau sesudah mineralisasi.
3. Alterasi (ubahan)
Urat kuarsa (vein) yang mengandung emas atau tidak
pembentukannya diikuti olef fase alterasi batuan dasar.
Perkembangan alterasi tergantung dari permeabilitas batuan
dasarnya.
4. Tingkat erosi atau pelapukan.
Proses sekunder yang berperan untuk mengidentifikasikan
tersingkapnya zona urat kuarsa emas terhadap permukaan. (Adisti, 2007)
2.5.3 Zona-zona Alterasi (Simmons et al., 2005)
1. Propylitic, terbentuk pada T > 240, pada lingkungan yang dalam, akibat
fluida (air) pada pH mendekati normal. Terdapat mineral Quartz, K-
feldspar (Adularia), Albite, illite, chlorite, calcite, epidote, pyrite.
2. Argillic terbentuk pada T < 180, pada zona periphery dan dangkal, akibat
steamheated CO2-rich water. Terdapat Illite, smectite, chlorite, mixed-
layer clay minerals, pyrite, calcite, chalcedony.
3. Adv. Argillic (steam-heated) terbentuk pada T < 120, pada lingkungan
terdangkal, akibat steamheated acid-sulfate water. Terdapat Opal, alunite,
kaolinite, pyrite, marcasite
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
4. Adv. Argillic (magmatic-hydrothermal) terbentuk pada T > 200, akibat
magmatic-derived acidic water. Terdapat Quartz, alunite, dikcite,
pyrophillite, diaspore.
5. Adv. Argillic (supergene) terbentuk pada T < 40, akibat pelapukan dan
oksidasi batuan pembawa sulfida. Terdapat Alunite, kaolinite, halloysite,
jarosite, Fe-oxides.
Gambar 2.20 Zona-zona alterasi (Hedenquist et al,. 1996).
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
BAB 3
DATA DAN PENGOLAHAN DATA
3.1 Data Lapangan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan data Resistivity dan IP
yang merupakan hasil pengukuran di daerah “X”. Data terdiri dari 4 lintasan
dengan panjang lintasan hingga 200 m. Berikut adalah peta lintasan pengukuran.
Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran
Pada proses akuisisi data, metode pengukuran yang digunakan adalah
konfigurasi Dipole-Dipole dengan spasi elektoda 5 meter. Konfigurasi ini
digunakan untuk dapat mencitrakan bawah permukaan secara 2 Dimensi yakni
lateral dan vertikal. Elektoda arus listrik dan elektoda beda tegangan di set-up
dengan jarak yang tetap. Elektroda yang digunakan sebanyak 40 buah, sehingga
panjang lintasan hingga 200 meter. Kemudian keempat elektrode tersebut (baik
elektroda arus maupun elektroda potensial) dipindahkan secara simultan sesuai
dengan jumlah nilai n. Nilai n yang dipakai adalah 1, 0.333, 0.666, 1.333, 1.666,
2, 2.2, 2.333, 2.666, 2.8, 3, 3.24, 3.333, 3.4, 3.666, dan 4. Nilai n ini digunakan
untuk memenuhi kebutuhan data secara lateral dan vertikal.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
3.2 Pengolahan Data Resistivity dan IP
3.2.1 pengolahan data 2D dengan RES2DINV
Pengolahan data bertujuan untuk mendapatkan parameter unknown yaitu
resistivity dan chargeability dari data lapangan. Pengolahan data ini disebut
proses inversi. Pada kesempatan kali ini penulis menggunakan software
RES2DINV sebagai alat bantu untuk memproses data.
RES2DINV adalah program komputer yang dapat menentukan model
resistivity 2D dari bawah permukaan dari data lapangan hasil survey pencitraan
elektrikal (Griffiths and Barker 1993).
Gambar 3.2 contoh susunan elektroda dan pengukuran
Gambar 3.2 menunjukkan contoh susunan elektroda dan pengukuran yang
dapat digunakan dalam survey pencitraan elektrikal 2-D. program ini didesain
untuk invert data yang besar (sekitar 200-21000 data point) dengan banyak
elektroda (25-16000 buah elektroda).
Model 2-D digunakan dengan program inversi dengan sejumlah
rectangular blocks, yang ditunjukkan Gambar 3.3. perancangan block diusahakan
distribusi dari point data pseudosection. Kedalaman dari baris bawah block
diperkirakan sama dengan kedalaman investigasi (Edward, 1997) dari point data
dengan spasi electroda yang tinggi.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.3 susunan point data block model dan apparent resistivity
Berikut langkah-langkah pegolahan data dengan software RES2DINV:
3.2.1 Membuka Program
Setelah memilih RES2DINV.EXE, maka akan tampil menu utama sebagai
berikut:
Gambar 3.4 menu utama RES2DINV
3.2.2 Format Data
Saat membuka menu File, maka aka nada pilihan untuk membuka data
yang akan dilakukan inversi. Dengan memilih sub menu Read data file, maka
program akan mengelrkan data yang kita inginkan. Format data biasanya dalam
bentuk .txt ataupun .dat.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.5 Aplikasi membuka file
Data yang sudah diperoleh dari alat multi channel, dipindahkan kedalam
bentuk .dat yang disimpan melalui surfer.
'X' judul
5 Spasi elektoda
3
Jenis
konfigurasi
239 Jumlah data
0
Lokasi titik
pusat
konfigurasi
1
Mengidintifikasi
keberadaan IP
Chargeability Tipe data IP
msec Unit IP
.94 Delay Time
.32 integration time
Titik x a n Rho App IP
0 5 1 241.82 0
5 5 1 288.23 0
Gambar 3.6 Contoh data dalam bentuk .dat
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
3.2.3 Edit Data
Saat memilih menu Edit, maka akan ada pilihan yaitu Editing the data
Exterminate bad datum points. pada pilihan ini, nilai apparent resistivity
ditampilkan dalam bentuk profile untuk setiap level data. Pemeroses dapat
menggunakan mouse untuk meremove data yang buruk. Tujuan utama adalah
untuk membuang data resistivity yang jelas-jelas salah. Seperti data yang buruk
karena kesalahan relay pada elektoda pertama. Dengan memilih sub menu seperti
gambar di bawah, pemeroses akan dapat memulai mengedit data yang buruk.
Gambar 3.7 Aplikasi membuka menu Edit
Gambar 3.8 Contoh Mengedit Data
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
3.2.4 Merubah setting program
Program memiliki settingan untuk factor damping dan variable lainnya.
Pada beberapa situasi, pemeroses akan mendapat hasil yang lebih baik engan
memodivikasi parameter yang mengkontrol proses inverse. Ketika memilih
pilihan ‘Change Settings’, list menu akan ditampilkan seperti berikut.
Gambar 3.9 Aplikasi Menu Change Setting
3.3.5 Pilihan Inversi
Pada tahap ini akan dilakukan proses inverse untuk data yang sudah dibaca
melalui pilihan ‘File’. Pemeroses dapat mengatur blok yang dipakai oleh model
inverse. Menu berikut yang akan ditampilkan. Pemeroses dapat emilih jenis
inversi apa yang akan digunakan. Sekaligus memilih model inversi dan setingan
yang dipakai.
Gambar 3.10 Aplikasi membuka Menu Inversi
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Sebelum memulai inversi, program akan meminta untuk menyimpan hasil
inversi dalam bentuk .INV. Setelah disimpan, maka program akan melakukan
inversi untuk data yang sudah dipilih di awal tadi. Maka akan didapatkan
pseudosection dari measured apparent resistivity, calculated apparent resistivity,
dan model 2-D hasil inversi. Berikut contoh hasl inversi.
Gambar3.11 Tampilan hasi inversi
Untuk menampilkan model topografi, cukup memilih menu ‘Topography Option’,
maka akan tampil topografi data yang yangdiinversi.
Gambar 3.12 Aplikasi Membuka Menu Topography Option
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.13 Contoh Tampilan Topografi
Secara umum proses iversi sudah selesai, amaka selanjutnya dapat meihat
hasil 2-D model rsistivity dan IP. Maka selanjutnya dapt mendisplay hasil iversi.
Dengan memilih menu Display, maka akan tampil pilihan sebagai berikut:
Gambar 3.14 Aplikasi Membuka Menu Display
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.15 Aplikasi Membuka Menu Display Section
Dengan memilih Display data and model section maka akan tampil data
dan model secara bersamaan. Sebagai berikut:
Gambar 3.16 Tampilan hasil inversi
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Dengan memilih resistivity or IP display, maka pemeroses dapat memilih
hasil inverse mana yang akan ditampilkan. Bisa hanya model resistivity atau IP
saja, dapat pula keduanya.
Selain itu Pemeroses dapat melihat sensitivitas dari block model dengan
memilih menu display block sensitivity,maka akan tampil sebagai berikut:
Gambar 3. 17 Contoh sensitivitas dari block model
Sedangkan untuk mengubah tampilan hasil inversi, dapat memilih
“Change display settings” untuk merubah parameter yang mengontrol apparent
resistivity pseudosections dan tampilan model. Pada menu ini, Pemeroses dapat
mengubah tampilan dari skema warna hingga jenis kontur yang akan dipakai.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.18 Aplikasi Membuka menu Change display setting
Untuk melakukan pemodelan dengan surfer dan GeoSicer –X, maka data
hasil inversi disimpan dalam bentuk XYZ. Hasil inversi ini terdiri dari jarak spasi
elektroda, nilai n, nilai true resistivity dan true chargeability. Yang selanjutnya
akan dilakukan interpolasi untuk mendapatkan penampang 2-D dan 3-D.
Gambar 3.19 Aplikasi Membuka Menu Save data in XYZ format
Model 2-D Hasil Inversi dengan RES2DINV
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.20 Hasil Inversi Resistivity lintasan 1
Gambar 3.21 Hasil Inversi Resistivity lintasan 2
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.22 Hasil Inversi Resistivity lintasan 3
Gambar 3.23 Hasil Inversi Resistivity lintasan 4
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Model 2-D Dari Surfer
Gambar 3.24 Model 2-D Resistivity lintasan 1
Gambar 3.25 Model 2-D Chargeability lintasan 1
Gambar 3.26 Model 2-D Resistivity lintasan 2
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.27 Model 2-D Chargeability lintasan 2
Gambar 3.28 Model 2-D Resistivity lintasan 3
Gambar 3.29 Model 2-D Chargeability lintasan 3
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.30 Model 2-D Resistivity lintasan 4
Gambar 3.31 Model 2-D Chargeability lintasan 4
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
3.2.2 Model 3-D dengan software GeoSlicer –X
Software GeoSlicer –X menggunakan program Matlab untuk menjalankan
program. Maka sebelum membuka GeoSlicer –X diharuskan membuka program
Matlab. Setelah itu data hasil inversi dari RES2DINV disimpan dalam bentuk
XYZ, kemudian dilakukan pemanggilan data yang akan dibuat model 3-D.
Hal-hal yang diperlukan saat akan melakukan model 3D adalah:
1. Data Hasil inversi baik resistivity maupan chargeability
2. Batas nilai maksimum dan minimum dari data
3. Data topografi
4. Serta satu gambar Bmp kosong
Setelah semua dimasukkan kedalam program, maka akan dilakukan
interpolasi data oleh program yang selanjutnya akan disimpan dalam bentuk fig.
Kemudian akan tampil balok 3D yang memuat semua data yang sudah
dimasukkan.
Gambar 3.32 Aplikasi Tampilan GeoSlicer –X
Kemudian pemeroses dapat melakukan settingan tampilan yang ingin
dilihat. Untuk mendapatkan slice satu lintasan, hanya tinggal memilih menu slice
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
dengan kursor, lalu cari line yang akan di slice. Begitupula jika mau
menampilkan colorbar dan mengubahnya. Dengan memilih menu colorbar lalu
mengklik kanan colorbar tersebut, maka akan ada pilihan launch colormap editor,
maka pemeroses dapat mengedit warna kontur sesuai keinginan.
Gambar 3.33 Aplikasi Colorbar
Gambar 3.34 Aplikasi mengubah Colorbar
Setelah melakukan editing warna dan posisi, maka akan didapatkan model
3-D untuk lintasan yang diinginkan. Berikut adalah hasil dari software GeoSlicer
–X.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 3.35 Model 3-D Resistivity Lintasan 1 dan 2
Gambar 3.36 Model 3-D Chargeability Lintasan 1 dan 2
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Geologi
Berdasarkan peta geologi daerah penelitian (Effendi,dkk.1998), didapatkan
informasi bahwa pada daerah penelitian didominasi oleh batuan gunung berapi
yang terbentuk pada zaman kuarter pleistosen. Diantaranya adalah batuan gunung
berapi yang tak terpisahkan seperti breksi dan aliran lava, terutama andesit; breksi
gunung berapi seperti breksi bersusunan andesit-basal, algomerat lokal, dan
terlapuk; selain itu juga terdapat aliran lava yang bersusunan basal dengan
labradorit, piroksen, hornblenda.
Sedangkan geologi regional didominsi dengan formasi Bojongmanik yang
berumur miosen tengah, serta tuf dan breksi. Formasi Bojongmanik diantaranya
adalah batupasir, tuf batuapung, napal dengan moluska, batu gamping, batu
lempung dengan lempung bitumen dan sisipan lignit dan sisa damar. Memiliki
ketebalan sekitar 550 m.
Sedangkan batuan tuf dan breksi terdiri dari tuf batu apung, breksi tufan
bersusun andesit, batu pasir tuf, lempeng tufan dengan kayu terkesikkan dan sisa
tumbuhan, batu pasir berlapis silang.
Struktur geologi di daerah tersebut berupa lipatan, sesar, kelurusan dan
kekar yang dijumpai pada batuan yang berumur Oligosen-Miosen-Pliosen sampai
kuarter. Sesar terdiri dari sesar geser dan normal, yang umumnya berarah utara-
selatan, baratdaya-timur laut dan barat laut-tenggara. Pola lipatan yang dijumpai
berupa antiklin dan sinklin yang berarah barat daya-timur laut, barat-timur, barat
laut-tenggara. Kekar umumnya berkembang baik pada saat andesit yang berumur
kuarter.
Tektonika di daerah tersebut terjadi pada akhir miosen akhir yang
menghasilkan dua pola struktur yang berbeda yaitu pengangkatan dan terobosan
batuan andesit.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Endapan bijih emas di daerah ‘X’ terbentuk pada batuan tersier, yang
terdiri dari tuf breksi, tuf lapili dan batuan terobosan andesit yang menembus
batuan breksi vulkanik kuarter. Tuf breksi berwarna abu-abu, mengandung
fragmen andesit dalam matrik tufaan, terdapat perselingan batulempung hitam
dengan ketebalan lebih dari 15 cm dengan struktur sedimen gelembur gelombang.
Terdapatnya foraminifera mengindikasikan batuan diendapkan pada lingkungan
laut.
Tuf breksi dikorelasikan dengan Formasi Andesit Tua berumur Miosen
Awal. Tuf lapili berwarna kecoklatan sampai kehijauan dengan perselingan
breksi hitam, yang dapat dikorelasikan dengan Formasi Cimapag berumur Miosen
Awal. Batuan terobosan andesit tersingkap di bagian timur dan barat ‘X’ dan di
lembah-lembah sungai sekitarnya.
Berdasarkan korelasi, batuan terobosan andesit ini diintepretasikan
berumur Miosen Tengah. Breksi vulkanik tersingkap di sebelah tenggara daerah
‘X’, terbentuk pada akhir tersier, menutup secara tidak selaras batuan Formasi
Bojongmanik dan terobosan Andesit, diintepretasikan berumur Plio-Pleistosen.
Struktur yang berkembang di daerah penelitian ialah patahan, lipatan dan
kekar. Struktur patahan umumnya berarah Barat Laut – Tenggara dan Timur Laut
– Barat Daya. Struktur kekar disini umumnya dijumpai pada batuan ultrabasa.
Dengan adanya patahan, lipatan, dan kekar diharapkan terbentuklah deposit emas
cukup luas.
Di sekitar daerah penelitian lintasan 1 dan 2 sebelah barat 600 m terdapat
sesar “Y” yang memiliki arah N345 ºE. Sedangkan lintasan 4 melewati sesar “Z”
yang berarah N10 ºE. Keberadaan sesar ini memungkinkan untuk menghasilkan
zona-zona rekahan disekitarnya. Sehingga berperan dalam kemunculan
singkapan-singkapan kuarsa di sekitar sesar tersebut.
Di sebelah barat ke-4 lintasan berjarak sekitar 200 m terdapat singkapan
batuan kuarsa. Sedangkan pada saat akuisisi data di lintasan 2 ditemukan batuan
kuarsa di bagian barat. Pola lipatan yang dijumpai berupa antiklin dan sinklin
yang berarah barat daya-timur laut, barat-timur, barat laut-tenggara.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Pola lipatan antiklin dan sinklin yang berarah barat-timur,
mengindikasikan bahwa vein kuarsa akan membentuk antiklin yang berarah ke
barat-timur, yang merupakan arah dari lintasan penelitian.
Di sebelah barat daerah penelitian pada jarak 10 km, terdapat singkapan
andesit (dengan digoklas-andesit, augit, horenblende, membentuk sumbat dan
retas), dacite, dan kuarsa diorite. Singkapan tersebut berumur miosen tengah. Ini
memberi informasi bahwa adanya keberadaan kuarsa di daerah penelitian.
Batuan gunung berapi salah satunya andesit memiliki nilai resistivitas
yang tinggi, 1000-10000 ohm-m. Batuan gunung berapi ini masih dapat terlihat
diatas permukaan. Namun jika sudah berada dikedalaman yang mengenai sistem
hidrothermal, maka batuan tersebut akan teralterasi, sehingga nilai resistivitynya
hanya antara 1-100 ohm-m saja. Selain itu juga ada batuan breksi yang
merupakan salah satu ciri batuan yang mengalami hidrothermal Brecciation, yang
mengandung mineral Au, Ag, As, Sb,(dapat dilihat pada gambar 4.1).
Deposit emas sistem epitermal dapat dicirikan dengan keberadaan lapisan
alterasi dan silifikasi. Zona alterasi memiliki reistivity <100 ohm-m dan silifikasi
sekitar 200-300 ohm-m. Sedangkan untuk parameter chargeability batuan yang
mengandung deposit emas adalah dengan nilai chargeability yang tinggi.
Sedangkan untuk batuan yang tidak memiliki kandungan deposit emas, maka nilai
chargeabilitynya kecil.
Namun penulis tidak dapat menentukan jenis batuan alterasi
Hidrothermal dikarenakan tidak tersedia data yang menunjang mengenai jenis
batuan alterasi di daerah penelitian.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 4.1. Model Mineralisasi Urat Tipe Epithermal
Gambar 4.2 Peta Geologi Daerah Penelitian
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
4.2 PEMBAHASAN TERPADU
Tujuan dilaksanakannya pengukuran dipole-dipole Resistivity dan IP
adalah untuk mengetahui penyebaran deposit emas dan zona batuan alterasi yang
berada disekitarnya berdasarkan perbedaan nilai resistivity dan chargeability. Dari
kedua parameter tersebut dapat diinterpretasikan lapisan batuan yang
memungkinkan membawa deposit emas.
Endapan emas sistem epithermal memiliki karakteristik antara lain
pertama, memiliki struktur patahan dan rekahan yang memungkinkan larutan
hidrothermal untuk bergerak mengisi batuan. Kedua, urat kuarsa (vein) yang
mengandung emas atau tidak, pembentukannya diikuti oleh fase alterasi batuan
dasar. Perkembangan alterasi tergantung dari permeabilitas batuan dasarnya.
Ketiga, adalah tingkat erosi atau pelapukan yang berperan untuk
mengidentifikasikan tersingkapnya zona urat kuarsa emas terhadap permukaan.
Dari data Resistivity dan IP yang dikombinasikan dengan data geologi
diharapkan dapat memberikan interpretasi bawah permukaan yang menampilkan
karakteristik deposit emas sistem epithermal. Berikut merupakan interpretasi dari
masing – masing Lintasan Pengukuran.
Lintasan 1
Pada lintasan 1, penetrasi kedalaman mencapai ~ 30 meter. Dari model
2D resistivity terlihat sedikitnya ada 3 lapisan batuan dengan resistivity rendah,
sedang dan tinggi. Lapisan pertama dengan resistivity sedang (300-900 ohm-m)
berada di dekat permukaan, lapisan ini dimungkinkan adalah lapisan batuan
vulkanik andesit yang merupakan host rock di daerah penelitian.
Lapisan kedua dengan resistivity rendah (<100 ohm-m), lapisan ini
dimungkinkan adalah batuan alterasi hidrotermal, yang merupakan hasil alterasi
dinding-dinding batuan sekitarnya akibat terkena fluida Hidrotermal. Mineral
yang dikandung adalah clay yang bersifat konduktif, sehingga merespon
resistivity rendah.
Lapisan alterasi ini berada pada kedalaman 4-10 m dari permukaan,
dengan ketebalan 2-4 m. lapisan ini memanjang 120 m mengikuti kemiringan
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
topografi lintasan 1. Namun pada jarak 70-80 m, lapisan alterasi ini terputus
dengan adanya terobosan resistivity tinggi. Dimungkinkan disebabkan adanya
struktur patahan. Arah ini menyerupai arah patahan “X” dan “Y”.
Lapisan ketiga dengan resistivity sedang (200-400 ohm-m) pada
kedalaman 14 m dari permukaan tanah. Lapisan ini terdapat pada jarak 70-140 m.
Ini dimungkinkan zona silifikasi.
Namun untuk nilai resistivity yang sangat besar > 9000 ohm-m,
dimungkinkan ini adalah noise akibat arus yang dipakai terlalu kecil (1mA). Jadi
tidak perlu diperhatikan. Untuk lebih jelas, maka perlu melihat model 2D IP-nya.
Dari model 2D chargeability terlihat lapisan-lapisan dengan nilai
chargeability dari yang terkecil (0 msec - 800 msec). Nilai chargeability yang
rendah mencirikan bahwa jumlah mineral yang sedikit, begitu pula dan
sebaliknya.
Pada lapisan atas dekat dengan permukaan tanah hingga kedalaman 2-16
m terdapat chargeability <25 msec, jika digabungan dengan nilai resistivity (300-
900 ohm-m) ini membuktikan bahwa lapisan ini adalah lapisan batuan vulkanik
yang tidak mengalami polarisasi yang signifikan, namun dimungkinkan
mengandung sedikit mineral clay pada pori-pori batuan.
Pada lapisan kedua, yaitu lapisan alterasi (rho <100om-m) terdapat nilai
chargeability 25-800 msec. Untuk lapisan clay pada jarak 50-70 m memiliki
chargeability >25 msec, ini dipengaruhi dominan terisi clay.
Sedangkan pada jarak 90-135 m pada elevasi 452-460 memiliki
chargeability yang tinggi hingga mencapai 700 msec, ini dimungkinkan adalah
zona silifikasi yang dimungkinkan mengandung vein kuarsa yang berisi deposit
emas.
Namun pada elevasi 440-452 terdapat chargeability tinggi (700 msec) dan
resistivity yang tinggi (9000 ohm-m) dimungkinan adalah noise. Karena sangat
tidak mungkin batuan vulkanik maupun batuan kuarsa yang memiliki nilai
resistivity yang terlalu tinggi.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Maka dari model 2-D resistivity dan chargeability dapat disimpulkan
bahwa lapisan batuan yang dimungkinkan terdapat vein kuarsa yang mengandung
deposit emas terdapat di lapisan alterasi argilik dan zona silifikasi pada jarak 90-
135 m pada elevasi 452-460 m.
Lintasan 2
Pada lintasan 2, penetrasi kedalaman mencapai ~30 meter. Dari model 2D
resistivity terlihat sedikitnya ada 3 lapisan batuan dengan resistivity rendah,
sedang dan tinggi. Lapisan pertama dengan resistivity sedang (200-800 ohm-m),
lapisan ini dimungkinkan adalah lapisan batuan vulkanik yang merupakan host
rock di daerah penelitian.
Lapisan kedua dengan resistivity rendah (<100 ohm-m), lapisan ini
dimungkinkan adalah batuan alterasi hidrotermal, yang merupakan hasil alterasi
dinding-dinding batuan sekitarnya akibat terkena fluida Hidrotermal. Mineral
yang dikandung adalah clay yang bersifat konduktif, sehingga merespon
resistivity rendah.
Lapisan alterasi ini berada pada kedalaman 3-5 m dari permukaan, dengan
ketebalan 5 m. lapisan ini memanjang 80 m mengikuti kemiringan topografi
lintasan 2. Namun pada jarak 110-140 m, lapisan alterasi ini terputus dengan
adanya terobosan resistivity tinggi. Terobosan ini dimungkinkan adalah struktur
patahan.
Lapisan ketiga dengan resistivity sedang (200-400 ohm-m) pada
kedalaman 15 m dari permukaan tanah dengan. Lapisan ini terdapat pada jarak
95-130 m. Lapisan ini dimungkinkan adalah zona silifikasi.
Namun, untuk resistivity yang sangat tinggi >5000 ohm-m dimungkinkan
adalah batuan vulkanik. Namun seperti halnya lintasan 1, ini merupakan noise.
Untuk lebih jelas, maka perlu melihat model 2D IP-nya.
Dari model 2D chargeability terlihat lapisan-lapisan dengan nilai
chargeability dari yang terkecil (0 msec - 800 msec).
Pada lapisan atas dekat dengan permukaan tanah hingga kedalaman 2-16
m terdapat chargeability <25 msec, jika digabungan dengan nilai resistivity (200-
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
800 ohm-m) ini membuktikan bahwa lapisan ini adalah lapisan batuan vulkanik
yang tidak mengalami polarisasi yang signifikan, namun dimungkinkan
mengandung sedikit mineral clay pada pori-pori batuan.
Pada lapisan kedua, yaitu lapisan alterasi (rho <100om-m) terdapat nilai
charegability 25-200 msec. Untuk lapisan clay pada jarak 95-130 m memiliki
chargeability <25, ini dipengaruhi dominan terisi clay.
Sedangkan pada jarak 95-130 m chargeability yang tinggi hingga
mencapai 400 msec, ini dimungkinkan adalah zona silifikasi yang dimungkinkan
mengandung vein kuarsa yang berisi deposit emas.
Namun pada jarak 80-140 m chargeability tinggi (500-700 msec) dan
resistivity yang tinggi (>9000 ohm-m) dimungkinan adalah dimungkinan adalah
noise. Karena sangat tidak mungkin batuan vulkanik maupun batuan kuarsa yang
memiliki nilai resistivity dan chargeability yang terlalu tinggi.
Maka dari model 2-D resistivity dan chargeability dapat disimpulkan
bahwa lapisan batuan yang dimungkinkan terdapat vein kuarsa yang mengandung
deposit emas terdapat di lapisan alterasi argilik dan silifikasi pada jarak 95-130 m
pada elevasi 445-455 m.
Lintasan 3
Pada lintasan 3, penetrasi kedalaman mencapai ~30 meter. Dari model 2D
resistivity terlihat sedikitnya ada 3 lapisan batuan dengan resistivity rendah,
sedang dan tinggi. Lapisan pertama dengan resistivity sedang (200-1400 ohm-m),
lapisan ini dimungkinkan adalah lapisan batuan vulkanik yang merupakan host
rock di daerah penelitian.
Lapisan kedua dengan resistivity rendah (<100 ohm-m), lapisan ini
dimungkinkan adalah batuan alterasi hidrotermal, yang merupakan hasil alterasi
dinding-dinding batuan sekitarnya akibat terkena fluida Hidrotermal. Mineral
yang dikandung adalah clay yang bersifat konduktif, sehingga merespon
resistivity rendah.
Lapisan alterasi ini berada pada kedalaman 3-10 m dari permukaan,
dengan ketebalan hingga 12 m. lapisan ini memanjang 60 m mengikuti
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
kemiringan topografi lintasan 3. Lapisan alterasi terkonsentrasi pada dua tempat,
yaitu pada jarak 80-100 m dan 115-135 m.
Lapisan ketiga dengan resistivity sedang (200-400 ohm-m) pada kedlaman
15-20 m dari permukaan tanah, ini dimungkinkan adalah zona silifikasi.
Sedangkan untuk resistivity tinggi (2000-14000 ohm-m) pada kedalaman
20 m dari permukaan tanah dengan ketebalan 5 m (hanya yang terlihat). Lapisan
ini terdapat pada jarak 80-160 m. Dimungkinkan intrusi batuan vulkanik. Namun,
untuk lebih jelas, maka perlu melihat model 2D IP-nya.
Dari model 2D chargeability terlihat lapisan-lapisan dengan nilai
chargeability dari yang terkecil (0 msec - 800 msec). Nilai chargeability yang
rendah mencirikan bahwa efek polarisasi yang kecil, dan sebaliknya.
Pada lapisan atas dekat dengan permukaan tanah hingga kedalaman 2-16
m terdapat chargeability <25 msec, jika digabungan dengan nilai resistivity (200-
1400 ohm-m) ini membuktikan bahwa lapisan ini adalah lapisan batuan vulkanik
yang tidak mengalami polarisasi yang signifikan, namun dimungkinkan
mengandung sedikit mineral clay pada pori-pori batuannya.
Pada lapisan kedua, yaitu lapisan alterasi (rho <100om-m) terdapat nilai
chargeability 25-700 msec. Untuk lapisan clay pada jarak 80-100 m memiliki
chargeability 100-450 msec, dan pada jarak 115-135 m dengan chareability 100-
700 msec, ini dimungkinkan adalah zona argilik yang dimungkinkan mengandung
vein kuarsa yang berisi deposit emas.
Lapisan alterasi ini berasosiasi dengan zona silifikasi yang terdapat
dibawahnya. Jadi dimungkinkan deposit emas berada di antara zona tersebut.
Namun pada jarak 80-160 m chargeability tinggi (500-800 msec) dan
resistivity yang tinggi (2000-14000 ohm-m) dimungkinan adalah batuan vulkanik,
namun sangat diragukan seperti noise, seperti halnya lintasan sebelumnya,
dimungkinkan akibat pengolahan data yang tidak tepat.
Maka dari model 2-D resistivity dan chargeability dapat disimpulkan
bahwa lapisan batuan yang dimungkinkan terdapat vein kuarsa yang mengandung
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
deposit emas terdapat di lapisan alterasi argilik dan zona silifikasi pada jarak 80-
100 m dan pada 115-135 m pada elevasi 470-480 m.
Lintasan 4
Sama halnya dengan lintasan sebelumnya, bahwa pada lintasan 4 dengan
penetrasi mencapai ~ 30 meter. Dari model 2D resistivity terlihat sedikitnya ada 3
lapisan batuan dengan resistivity rendah, sedang dan tinggi. Lapisan pertama
dengan resistivity sedang (600-2000 ohm-m), lapisan ini dimungkinkan adalah
lapisan batuan vulkanik yang merupakan host rock di daerah penelitian.
Lapisan kedua dengan resistivity rendah (<100 ohm-m), lapisan ini
dimungkinkan adalah batuan alterasi hidrotermal, yang merupakan hasil alterasi
dinding-dinding batuan sekitarnya akibat terkena fluida Hidrotermal. Mineral
yang dikandung adalah clay yang bersifat konduktif, sehingga merespon
resistivity rendah.
Lapisan alterasi ini berada pada kedalaman 5-8 m dari permukaan, dengan
ketebalan hingga 5 m. lapisan ini memanjang 30 m mengikuti kemiringan
topografi lintasan 4. Lapisan alterasi pada jarak 80-110 m.
Lapisan ketiga dengan resistivity sedang (200-400 ohm-m) pada kedlaman
20 m dari permukaan tanah. Ini dimungkinkan adlah zona silifikasi yang
kemungkinan mengandung deposit emas. Namun untuk membuktikannya perlu
melihat data chargeability.
Sedangan untuk zona yang resistivitynya sangat tinggi (700-12000 ohm-
m) pada kedalaman 2-20 m dari permukaan tanah dengan ketebalan 5 m (hanya
yang terlihat). Lapisan ini terdapat pada jarak 50-110 m. Dimungkinkkan adalah
batuan vulkanik. Namun untuk lebih jelas, maka perlu melihat model 2D IP-nya.
Dari model 2D chargeability terlihat lapisan-lapisan dengan nilai
chargeability (0 msec - 300 msec). Nilainya tidak begitu tinggi dibandingkan
dengan lintasan lain.
Pada lapisan atas dekat dengan permukaan tanah hingga kedalaman 2-16
m terdapat chargeability <10 msec, jika digabungan dengan nilai resistivity (600-
2000 ohm-m) ini membuktikan bahwa lapisan ini adalah lapisan batuan vulkanik
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
yang tidak menaglami polarisasi yang signifikan, namun dimungkinkan
mengandung sedikit mineral clay pada pori-pori batuan.
Pada lapisan kedua, pada jarak 80-110 m yaitu lapisan alterasi (rho
<100om-m) terdapat nilai chargeability 10-200 msec. Ini dimungkinkan adalah
zona argilik namun sedikit mengandung vein deposit emas.
Pada lapisan yang diduga silifikasi memiliki chargeability sekitar 100-200
msec. Ini dimungkinkan adalah lapisan mineralisasi yang mengandung deposit
emas.
Namun pada jarak 50-110 m dan resistivity yang tinggi 700-12000 ohm-
m) terdapat nilai chargeability yang berbeda, pada jarak 50-70 chargeabilitynya
<100 msec ini dimungkinkan hanya batuan intrusi vulkanik, sedangkan pada jarak
70-110 m terlihat chargeabiliy 100-300 msec ini juga mungkin hanya batuan
vulkanik. Atau mungkin adalah noise.
Maka dari model 2-D resistivity dan chargeability dapat disimpulkan
bahwa lapisan batuan yang dimungkinkan terdapat vein kuarsa yang mengandung
deposit emas terdapat di lapisan alterasi argilik dan silifikasi pada jarak 80-110 m
pada elevasi 485-490 m.
Dari keempat lintasan diatas terlihat kemenerusan zona alterasi dan
mineralisasi ke arah utara-selatan ini dimungkinkan karena adanya sesar “Y” dan
“Z” yang membelah sepanjang arah utara-selatan. Dari sesar inilah dimungkinkan
menghasilkan rekahan-rekahan sehingga fluida hidrotermal dapat masuk dan
mengendapkan deposit mineral sulfida salah satunya emas di dalam rekahan-
rekahan tersebut.
Selain itu juga keempat lintasan ini menggambarkan karakteristik endapan
sistem epithermal yang terdapat mineral clay sebagai hasil dari alterasi fluida
hidrotermal dengan batuan disekitarnya. Namun untuk dapat membuktikan
dengan benar, perlu dilakukan survey geofisika dengan metode gravity, magnetic
serta survey geokimia untuk mengetahui zenis batuan alterasi dan kandungan
emas dalam batuan pembawa mineral.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 4,3 Hasil Inversi Lintasan 1
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Hasil Inversi Lintasan 2
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 4.5 Hasil Inversi lintasan 3
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 4.6 Hasil Inversi Lintasan 4
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Dari model 3D lintasan 1 dan 2 (Gambar 4.8 dan Gambar 4.9) dapat
dilihat kemungkinan zona lapisan alterasi dan silifikasi yang diduga mengandung
deposit emas. Terlihat bahwa zona alterasi dan silifikasi yang diduga
mengandung deposit emas menerus dari lapisan 1 ke lapisan 2. Kemungkinan
zona yang memiliki deposit emas berada di lapisan alterasi pada jarak 90-135 m di
lintasan 1 dan 80-110 m di lintasan 2. Penyebaran vein mengarah ke utara-
selatan, ini sesuai dengan arah patahan yang berada di daerah penelitian.
Perhitungan Prediksi Cadangan Emas pada Lintasan 1 sampai Lintasan 2.
Perhitungan ini mengunakan perkiraan volume batuan kuarsa yang terlihat
dengan menentukan nilai jarak x, y dan ketebalan z. Selanjutnya dihitung volume
kuarsa dan cadangan deposit emas.
1. Menghitung volume batuan alterasi yang diprediksi mengandung emas.
Dengan cara membuat persamaan matematika untuk setiap titik (x,y,z) dari
model 3D.
X (m)
Z ( y = 0) (m)
Z ( y = 20)(m)
Z ( y = 36) (m)
Persamaan Matematika Z(y)=a0+a1*y+a2*y2
0 2.5 0 0 0.003472222222*(y-20)*(y-36)
5 6.75 2 5 0.01180555556*y2-0.4736111112*y+6.75
10 10 5 5.5 0.007812500000*y2-0.4062500000*y+10
15 8.75 8 10 0.004513888889*y2-0.1277777778*y+8.75
20 8.75 8.75 12.5 0.006510416667*y2-0.1302083333*y+8.75
25 10 10 12 1/288*y2-5/72*y+10
30 12.5 5 10 0.01909722222*y2-0.7569444444*y+12.5
35 12.5 2.5 8 0.02343750000e*y2-0.9687500000*y+12.5
40 12.5 2 0 0.01111111111*y2-0.7472222222*y+12.5
45 10 0 0 1/72*y2-7/9*y+10
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Volume Kuarsa=A BBDD ∆36
0
=A F0.003472222222 ∗ By − 20D ∗ By − 36DI ∗ 2.536
0
+ A F0.01180555556 ∗ y2 − 0.4736111112 ∗ y + 6.75I ∗ 536
0
+ A F0.007812500000 ∗ y2 − 0.4062500000 ∗ y + 10I ∗ 536
0
+ A F0.004513888889 ∗ y2 − 0.1277777778 ∗ y + 8.75I ∗ 536
0
+ A F0.006510416667 ∗ y2 − 0.1302083333 ∗ y + 8.75I ∗ 536
0
+ A F1/288 ∗ y2 − 5/72 ∗ y + 10I ∗ 536
0
+ A F0.01909722222 ∗ y2 − 0.7569444444 ∗ y + 12.5I ∗ 536
0
+ A F0.02343750000e ∗ y2 − 0.9687500000 ∗ y + 12.5I ∗ 536
0
+ A F0.01111111111 ∗ y2 − 0.7472222222 ∗ y + 12.5I ∗ 536
0
+ A F1/72 ∗ y2 − 7/9 ∗ y + 10I ∗ 2.536
0
= 9840.38 m3
Massa Kuarsa = Volume Kuarsa x Massa Jenis Kuarsa
= 9840.38 m3
X 2650 kg/m3
= 26077000 kg
= 26077 ton
2. Menghitung cadangan emas.
Dengan menggunakan nilai estimasi kadar deposit emas di daerah
penelitian sebesar 10 ppm.
Deposit Emas = Massa Kuarsa X 10 ppm
= 26077 ton X 10 ppm
= 260.77 kg
Jadi prediksi cadangan deposit emas pada lintasan 1 dan 2 dari zona alterasi dan
silifikasi sebesar 260.77 kg.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Gambar 4.7 Penampang 3D Resistivity Lintasan 1-2
Gambar 4.8 Penampang 3D Chargeability Lintasan 1-2
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan interpretasi serta analisis data
utama yang diintegrasikan dengan data pendukung lainnya, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini menggunakan data Resistivity dan IP hasil pengukuran
dengan konfigurasi dipole-dipole dengan jarak spasi 5 m, dan panjang
lintasan 200 m. Sehingga penetrasi kedalaman mencapai 50 m.
2. Pemerosesan data dengan menggunakan software Res2Dinv mampu
mencitrakan bawah permukaan deposit emas sistem epithermal.
3. Lintasan 1, terdapat lapisan batuan vulkanik di kedalaman dangkal
resistivity 300-900 ohm-m dan chargeability <25 msec. Pada kedalaman
4-10 m dari permukaan ada zona alterasi resistivity 1-100 ohm-m dan
chargeability sekitar 100-200 msec. Sedangkan zona silifikasi yang diduga
mengandung deposit emas pada zona silifikasi pada jarak 70-140 m pada
pada kedalaman 14 m., dengan resistivity 200-400 ohm-m dengan
chargeability >700 msec.
4. Lintasan 2 pada kedalaman 2-16 m terdapat batuan vulkanik pada
permukaan dengan resistivity 200-800 ohm-m dengan chargeability <25
msec. Pada kedalaman 8 meter pada 95-130 m terdapat lapisan batuan
alterasi, resistivity 1-100 ohm-m dengan chargeability 25-200 msec.
Sedangkan zona silifikasi yang diduga mengandung deposit emas pada
pada jarak 95-130 m pada kedalaman 10 m, dengan resistivity 200-400
ohm-m dengan chargeability >400 msec.
5. Lintasan 3 terdapat batuan vulkanik dengan resistivity 200-1400 ohm-m
dan chargeability yang rendah <25 msec. Pada kedalaman 3-10 m dari
permukaan ada lapisan alterasi pada jarak 80-100 m memiliki
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
resistivitynya 1-100 ohm-m dan chargeability 100-450 msec, dan pada
jarak 115-135 m resistivitynya 1-100 ohm-m dan chareability 100-700
msec. Sedangkan zona silifikasi yang diduga mengandung deposit emas
berada dibawah lapisan alterasi dengan resistivity 200-400 ohm-m dengan
chargeability >400 msec.
6. Lintasan 4 terdapat lapisan batuan vulkanik pada lapisan atas terdapat nilai
resistivity 600-2000 ohm-m dan chargeability < 20 msec. Pada kedalaman
15 m dari permukaan ada lapisan zona alterasi yang memiliki resistivity
yang rendah (1-100ohm-m) dan chargeability <50 msec. Sedangkan zona
silifikasi yang diduga mengandung deposit emas pada pada jarak 80-110
m pada elevasi 485-490, dengan resistivity 200-400 ohm-m dengan
chargeability 100-200 msec.
7. Cadangan emas yang diprediksikan pada lintasan 1 hingga 2 sebesar
260.77 kg.
IV.2 Saran
Untuk keperluan studi lebih lanjut dan memaksimalkan hasil penelitian,
perlu diberikan saran-saran sebagai berikut. :
1. Perlu dilakukan survey Geofisika lainnya seperti metode Gravity,
magnetik untuk mengetahui massa vein kuarsa serta struktur patahan di
setiap lintasan.
2. Menggunakan jarak spasi elektoda yang lebih kecil agar dapat memetakan
bawah permukaan lebih detail.
3. Diperlukan analisa batuan ubahan Hidrothermal untuk menentukan jenis
vein kuarsa agar dapat digunakan sebagai pembuktian bahwa daerah
penelitian merupakan zona deposit emas sistem Epithermal.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Daud, Dr. Yunus. 2007. DC Resistivity Notes. Depok: Peminatan Geofisika
Departemen Fisika UI.
Effendi, Kusnama, dan B. Herman.1998.Peta Geologi Lembar “x”. Edisi ke-2.
Jakarta:Dirjen Mineral, Batu bara, dan Panas Bumi.
Hansen, Helnrichs, Holmer. 1966. Society Of Exploration Geophysicicts’ Mining
Geophysics. Vol.1. Oklahoma.
Herman, Danny Z.2007.Jurnal Geologi Indonesia, Vol.2 No.3:133-142.
Bandung:Pusat Sumber Daya Geologi.
Mussett, Alan E., Khan, M. Aftab. Looking Into The Earth. Cambridge
University Press, New York.
Milsom, John. 1939. Field Geophysics. Second edision. England: Open University
Press. Page: 67-81, 96-102.
Nurwahyu, Adisti. 2007. Pemodelan Zona Mineralisasi Sulfida (Emas) Dengan
Metode Induced Polarization (IP) Di Daerah “A”, Banten. Depok:
Universitas Indonesia.
Telford, Geldart, sheriff. 1976. Applied Geophysics. Second edition. Cambridge
University Press.
Wuryantoro. 2007.Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis Untuk menentukan
Letak dan Kedalaman Aquifer Air Tanah. FMIPA Universitas Semarang.
Pencitraan dua..., Siti Rahmah, FMIPA UI, 2009.