perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN SOSIOLOGI …/Tinjauan... ·...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN SOSIOLOGI …/Tinjauan... ·...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN
PADA NOVEL AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG
KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Disusun Oleh :
NAFI WAHYU SAFITRI
(K1208104)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN
PADA NOVEL AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG
KARYA TERE LIYE
Disusun Oleh :
NAFI WAHYU SAFITRI
(K1208104)
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Mendapatkan Gelar Sarjana
Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
NAFI WAHYU SAFITRI. K1208104. Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai
Pendidikan pada Novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye.
Skripsi . Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Februari 2012
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan : (1) Struktur dalam
novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye ; (2) Kritik sosial dalam
novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye ;dan (3) Nilai- nilai
pendidikan dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye.
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan
pendekatan sosiologi sastra. Sumber data utama penelitian ini adalah novel
Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye yang diterbitkan oleh PT
Gramedia Pustaka Utama Jakarta pada tahun 2011 dengan jumlah halaman 298
Pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen berupa novel. Uji
validitas dilalukan dengan triangulasi teori. Teknik analisis data menggunakan
teknik analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) yang meliputi :
reduksi data, penyajian, dan pemeriksaan. Prosedur penelitian ini terdiri dari
lima tahap, yaitu: (1) pengumpulan data ; (2) menyeleksi serta memilah data ;
(3) menganalisis data ; (4) menarik kesimpulan ; (5) membuat laporan
penelitian.
Simpulan penelitian ini adalah: (1) Unsur struktural yang membangun
novel Ayahku (Bukan) Pembohong meliputi: plot/alur yang digunakan pada novel
ini adalah alur mundur, tema pada novel ini tentang seorang anak yang dibesarkan
dengan cerita-cerita dongeng, penokohan terdapat 7 tokoh dalam novel yaitu Dam
sebagai tokoh utama dan ayah,ibu, raisa, zas dan qon, jarjit, pak pelatih sebagai
tokoh tambahan, latar yang terdapat pada novel ini adalah latar tempat, waktu dan
sosial, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama; (2)
Kritik sosial yang terdapat pada novel Ayahku (Bukan) Pembohong meliputi:
cerita tentang Lembah Bukhara yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
yang tidak bisa memanfaatkan hasil bumi dengan baik, cerita tentang Suku
Penguasa Angin yang berkaitan dengan penjajah yang merusak penduduk dengan
candu, cerita Si Raja Tidur yang berkaitan dengan penegakan hukum suatu
Negara, dan ; (3) Nilai pendidikan yang terdapat pada novel Ayahku (Bukan)
Pembohong meliputi : Nilai agama, Nilai moral, Nilai sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Tak seorang pun tahu sejauh mana batas kesanggupannya jika ia belum mencoba
(Publilius Syrus)
Niscaya Allah akan meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Al – Mujadalah, ayat 11)
Pada saat sebuah pintu sukses tertutup
Pintu sukses yang lain akan terbuka.
Maka janganlah terlampau lama terpaku di depan pintu yang tertutup
Sehingga lupa melihat pintu sukses yang telah terbuka ( Watik M.)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Teriring syukurku pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk :
1. Bapak dan Ibu tercinta
Doamu yang tiada terputus, yang telah memberikan cinta, perhatian, kasih
sayang yang tak berujung, kerja keras yang tiada henti, pengorbanan yang tak
terbatas pula. Semuanya membuatku bangga memiliki kalian. Tiada kasih
sayang yang seindah dan seabadi kasih sayangmu;
2. Mas Mario
Terima kasih karena senantiasa mendorong langkahku dengan perhatian dan
semangat dan selalu ada di sampingku baik di saat kutegar berdiri maupun
saat kujatuh dan terluka; dan
3. Aprilianasari, Fitri Wijayanti, Miranti Andansari, Teman-teman Bastid’ 08
Terima kasih atas semangat, perjuangan, dan kerjasamanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Banyak hambatan yang muncul dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak hambatan tersebut dapat diatasi.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan izin untuk penulisan skripsi;
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi;
3. Dr. Kundharu Saddhono, M. Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan persetujuan penyusunan
skripsi;
4. Drs. Edy Suryanto, M.Pd.,selaku pembimbing skripsi I, yang selalu
memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;
5. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd., selaku pembimbing skripsi II, yang selalu
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;
7. Dra. Sumarwati, M.Pd., selaku pembimbing akademik, yang selalu memberikan
pengarahan dan motivasi dalam menyusun skripsi ini;
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universiatas
Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmunya kepada
penulis;
7. Keluarga besar mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia angkatan 2008 yang menjadi teman seperjuangan penulis selama
menempuh pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta;
8. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
mungkin disebutkan satu per satu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, 30 Mei 2012
Penulis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ....................................................................................................... i
PERNYATAAN ......................................................................................... ii
PENGAJUAN ............................................................................................ iii
PERSETUJUAN ......................................................................................... iv
PENGESAHAN .......................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
MOTTO ...................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ....................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 6
A. Landasan Teoretis .................................................................... 6
1. Hakikat Novel ...................................................................... 6
a. Pengertian Novel ............................................................ 6
b. Unsur Pembangun Novel ................................................ 7
2. Hakikat Sosiologi ............................................................... 16
a. Pengertian Sosiologi ...................................................... 16
b. Lapisan Sosial ................................................................. 17
3. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra .................................. 19
a. Pengertian Sosiologi Sastra ............................................ 19
b. Kritik Sosial .................................................................... 20
4. Hakikat Nilai Pendidikan .................................................... 23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
a. Pengertian Nilai Pendidikan ........................................... 23
b. Macam-macam Nilai Pendidikan ................................... 25
B. Penelitian yang Relevan ........................................................... 28
C. Kerangka Berpikir .................................................................... 29
BAB III. METODE PENELITIAN............................................................. 32
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 32
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ................................................. 32
C. Sumber Data ............................................................................. 33
D. Pengumpulan Data ................................................................... 33
E. Validitas Data ........................................................................... 33
F. Analisis Data ............................................................................ 34
G. Prosedur Penelitian ................................................................... 35
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………... 36
A. Deskripsi Data .......................................................................... 36
1. Kedudukan Tere Liye dalam Susastra Indonesia ................ 36
2. Karya-karya Tere Liye dalam Susastra Indonesia .............. 37
B. Deskripsi Hasil ……………………………………………… 38
1. Struktur Novel Ayahku (Bukan) Pembohong…………….. 38
2. Analisis Kritik Sosial dalam Novel Ayahku (Bukan)
Pembohong ……………………………………………….. 50
3. Nilai Pendidikan dalam Novel Ayahku (Bukan)
Pembohong……………………………………………….. 57
C. Pembahasan ............................................................................. 63
1. Struktur Novel Ayahku (Bukan) Pembohong…………… 63
2. Analisis Kritik Sosial dalam Novel Ayahku (Bukan)
Pembohong ……………………………………………… 64
3. Nilai Pendidikan dalam Novel Ayahku (Bukan)
Pembohong……………………………………………… 66
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .................................... 68
A. Simpulan................................................................................... 69
B. Implikasi .................................................................................. 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
C. Saran ........................................................................................ 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Berpikir ....................................................................... 31
2. Model Analisis Mengalir ............................................................. 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabel Rincian dan Jenis Kegiatan Penelitian .................................. 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Sinopsis Novel Ayahku (Bukan) Pembohong ............................ 76
2. Surat Izin Penyusunan Skripsi…………………………………. 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan pengungkapan kehidupan nyata menjadi sebuah
karya imajinatif yang indah untuk dinikmati. Karya sastra sebenarnya memiliki
banyak pesona bila kita mau membacanya. Sayangnya karya sastra Indonesia
belum merupakan kebutuhan primer masyarakat luas. Sebagai produk budaya,
karya sastra belum dibaca oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Para
cendikiawan di berbagai strata pun tidak menempatkan karya sastra Indonesia
sebagai sarana pengasah kepekaan dan estetika. Padahal pengasahan khasanah
humaniora untuk menghasilkan manusia yang humanis, manusiawi, bermoral, dan
berperasaan halus dapat diperoleh melalui bacaan sastra.
Karya sastra adalah refleksi pengarang tentang hidup dan kehidupan yang
dipadu dengan gaya imajinasi dan kreasi yang didukung oleh pengalaman dan
pengamatan atas kehidupan tersebut. Hakikat karya sastra adalah bercerita dan
bercerita ini adalah bentuk dari hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Dengan demikian, kesusasteraan sebagai karya kreatif harus mampu melahirkan
satu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan menusia.
Sastra harus pula mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan
dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan manusia.
Karya sastra adalah dokumen sosial yang di dalamnya dikisahkan manusia
dengan berbagai problema. Dengan membaca karya sastra dapat dikaji hal-hal,
seperti : sosiologi, psikologi, adat istiadat, moral, budi pekerti, agama tuntunan
masyarakat, dan tingkah laku manusia di suatu masa. Banyak pengetahuan yang
dapat diperoleh melalui karya sastra.
Karya sastra hadir sebagai kegiatan mencipta sastrawan yang didasarkan
daya imajinatif kreatif. Proses penciptaan cerita fiksi bersifat individual. Artinya,
cara yang digunakan oleh pengarang yang satu dapat berbeda dengan pengarang
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
yang lain. Perbedaan itu meliputi metode, munculnya proses kreatif, dan cara
mengekspresikan apa yang ada dalam diri pengarang (Waluyo, 2002:68)
Sesuai dengan fungsi karya sastra ialah dulce et utile (indah dan berguna)
maka sebuah karya sastra harus memberikan kontribusi terkait karya sastra yang
dijadikan pembelajaran masyarakat. Beberapa karya sastra yang dapat dijadikan
pembelajaran masyarakat adalah karya sastra berdasarkan pada fakta. Adapun
karya sastra yang didasarkan fakta, antara lain: fiksi historis ialah jika dasar
penulisannya fakta sejarah, fiksi biografi ialah jika yang menjadi dasar
penulisannya fakta biografis, dan fiksi sains jika yang menjadi dasar penulisan
ilmu pengetahuan (Nurgiyantoro, 2005: 4).
Dalam sastra Indonesia ada beberapa bentuk cipta sastra, yaitu puisi, prosa
dan drama. Bentuk cipta karya seperti puisi banyak diciptakan, antara lain :
Balada Orang-orang Tercinta karya W.S. Rendra, Tirani karya Taufik Ismail,
Senja di Pelabuhan Kecil karya Chairil Anwar dan sebagainya. Begitu juga karya
prosa Indonesia yang dapat dibedakan menjadi roman, novel, dan cerpen,
ketiganya biasa disebut cerita rekaan atau fiksi.
Sejak tahun dua puluhan, karya sastra yang berbentuk novel selalu
menyertai perkembangan kesusasteraan Indonesia. Dibandingkan dengan karya
sastra puisi dan drama, novel mempunyai daya tarik tersendiri dengan bahasanya
yang lugas dan mudah dipahami.
Dalam perkembangannya media masa seperti media cetak, baik yang
terbit mingguan maupun bulanan banyak memuat cerita reakaan seperti novel. Di
media elektronik bidang perfileman juga tidak ketinggalan mengangkat cerita dari
sebuah novel. Sinetron juga banyak mengangkat cerita-cerita dari novel-novel
yang pernah ada, baik yang muncul pada tahun dua puluhan maupun novel-novel
yang digemari oleh masyarakat luas, seperti Cintaku di Kampus Biru, Ayat Ayat
Cinta.
Sebagai bahan bacaan novel mampu menghibur pembacanya maupun
menyeret pembaca menyelami suatu kehidupan yang belum atau tidak pernah
dialaminya. Novel yang memuat cerita tentang kehidupan manusia yang beraneka
ragam watak dan gaya hidupnya, dapat memberikan wawasan berpikir yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
luas kepada para pembacanya. Dengan gaya bahasa yang memikat, novel
memberikan suatu cerita kehidupan secara tuntas dan mendalam. Melalui tema,
amanat, tokoh, perwatakan, dan unsur intrinsik lainnya, novel mampu
memberikan suatu ajaran atau nilai didik kepada para pembacanya.
Dalam berbagai kegiatan ilmiah seperti seminar, novel sering menjadi
kajian pembuatan makalah. Dalam dunia pendidikan, khususnya pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia dalam standar kompetensi di SMP dan SMA novel
digunakan sebagai salah satu materi pengajaran. Hal tersebut menunjukkan bahwa
novel bukan hanya sebagai bahan bacaan hiburan saja, melainkan juga merupakan
salah satu karya sastra yang perlu dikaji dan dikembangkan.
Seiring dengan perkembang zaman, kini banyak bermuculan pengarang-
pengarang muda berbakat yang menghasilkan karya gemilang seperti Ayu Utami,
Djenar Maesa Ayu, Dewi Lestari, Ahmad Fuadi, Tere Liye, dan lain-lainnya.
Salah satu novel karya Tere Liye Ayahku (Bukan) Pembohong adalah novel yang
menjadi objek penelitian ini. Dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong
pengarang banyak memberikan nilai-nilai kehidupan yang sederhana namun
sangat bermakna jika hal tersebut dijadikan prinsip dalam kehidupan ini.
Hal yang menarik dalam novel ini adalah pengarang banyak memberikan
contoh kesederhanaan dalam menjalani hidup ini. Selain itu, pengarang juga
mengambarkan kehidupan sosial seorang yang memiliki gelar kesarjanaan yang
didapat dari luar negeri namun tetap berpegang pada prinsip kesederhanaan dalam
membangun sebuah kehidupan yang bahagia. Di dalam novel ini pengarang
menampilkan masalah-masalah kehidupan sosial yang di dalamnya sarat dengan
kesederhanaan dan kejujuran seorang ayah dalam mendidik anaknya menjadi
orang yang tumbuh hebat, dengan memberikan cerita-cerita yang sederhana
namun di dalamnya terkandung banyak kearifan yang dapat dijadikan teladan
sekaligus prinsip hidup yang hebat.
Dalam novel ini terdapat hal yang menarik yang jarang sekali ditemukan
dalam novel lainnya, yaitu adanya cerita berbingkai di dalamnya. Cerita tersebut
dikemas dalam sebuah dogeng yang memiliki nilai kritik sosial yang membangun
dan dikemas secara ringan. Cerita berbingkai merupakan cerita di dalam cerita,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
jadi cerita tersebut berjalan saling beriringan dengan isi novel tersebut. Meskipun
cerita berbingkai tersebut memiliki alur yang berbeda namun hal tersebut tidak
menyulitkan pembaca untuk memahami alur cerita dalam novel Ayahku (Bukan)
Pembohong.
Dalam novel ini terdapat banyak nilai pendidikan yang dapat dijadikan
teladan bagi anak-anak bangsa. Pengarang menampilkan sebuah cerita yang di
dalamnya menceritakan sebuah perjuangan seorang anak yang selalu ingin
mengapai semua impiannya. Anak tersebut menjadikan seorang tokoh panutan
dalam dunia sepak bola sebagai inspirasi untuk mengapai semua impiannya.
Selain itu, pengarang juga menampilkan nilai pendidikan moral yang orang
tuanya, karena apa pun yang di katakana orang tua merupakan nasihat yang baik
bagi seorang anak.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan di lakukan penelitian
mengenai “ Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan Pada Novel Ayahku
(Bukan) Pembohong Karya Tere Liye”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana struktur yang membangun novel Ayahku (Bukan) Pembohong
Karya Tere Liye ?
2. Bagaimana kritik sosial yang terdapat dalam novel Ayahku (Bukan)
Pembohong Karya Tere Liye ?
3. Bagaimana nilai pendidikan dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya
Tere Liye ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan :
1. Struktur dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2. Kritik sosial yang ada dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere
Liye
3. Nilai- nilai pendidikan novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teroretis penelitian ini, antara lain :
a. memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang sastra
b. menambah khasanah pustaka Indonesia agar nantinya dapat digunakan
sebagai penunjang kajian sastra dan dijadikan bandingan bagi penelitian
yang sejenis
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak,
antara lain :
a. Bagi peneliti
Peneliti dapat mengetahui jawaban dari masalah yang dirumuskan
b. Bagi pembaca
Pembaca diharapkan dapat memahami pesan-pesan moral yang
disampaikan oleh pengarang lewat novel yang berjudul Ayahku (Bukan)
Pembohong Karya Tere Liye. Selain itu, diharapkan pembaca semakin jeli
memilih bahan bacaan yang mengandung nilai-nilai pendidikan.
c. Bagi pendidik
Dapat dijadikan sebagai materi tambahan pembelajaran mengenai
apresiasi novel khususnya yang membahas tentang sosiologi sastra, yang
meliputi unsur intrinsik, kritik sosial, dan nilai-nilai pedidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teoretis
1. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Novel termasuk fiksi karena novel merupakan hasil khayalan atau sesuatu
yang sebenarnya tidak ada. Selain novel ada pula roman dan cerita pendek (
Waluyo, 2002: 2). Nurgiyantoro (2005: 9) berpendapat bahwa istilah novella dan
novella, yang berarti mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia
novellet (Inggris : novellet) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya
sedang, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Senada dengan
pendapat itu, Abrams ( dalam Nurgiyantoro, 2005: 9) menyatakan bahwa sebutan
novel dalam bahasa Inggris dan kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa
Italia novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle).
Goldman (dalam Faruk, 2003: 29) mendefinisikan novel sebagai cerita
tentang terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh hero yang
problematik dalam sebuah dunia yang juga terdegradasi. Hal senada juga
dijelaskan Semi (1993:2) bahwa novel mengungkapkan suatu konsentrasi pada
suatu saat tegangan dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel merupakan
karya fiksi yang mengungkapkan aspek kehidupan menusia yang lebih mendalam
dan disajikan halus. Selanjutnya, Tarigan (1993:164) juga mengatakan bahwa
novel adalah suatu cerita dengan alur yang cukup panjang mengisi satu buku atau
lebih yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Nurgiyantoro (2005: 4) mengungkapkan bahwa novel sebagai suatu karya
sastra fiksi yang menawarkan suatu dunia, yaitu dunia yang berisi suatu model
yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibandingkan melalui berbagai unsur
intrinsiknya, seperti peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang
dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja bersifat imajiner.
Bebagai salah satu karya sastra, novel, mengandung nilai-nilai moral yang
berguna bagi pembacanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Waluyo (2002: 37),
yakni novel bukan hanya alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang
mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai baik buruk (moral) dalam
kehidupan ini dan mengarahkan kepada pembaca tentang pekerti yang baik dan
budi luhur. Pengarang novel meneliti tentang rahasia hidup di masa lalu maupun
masa yang akan datang
Simpulan yang dapat diambil dari beberapa teori di atas bahwa novel
merupakan karya prosa fiksi yang mengisahkan sebagian kehidupan manusia yang
dianggap penting dalam beberapa episode kehidupan manusia dan di dalamnya
terjadi perubahan kehidupan pelaku dan memasukkan berbagai unsur intrinsik di
dalam dan bersifat imajinatif.
b. Unsur Pembangun Novel
Sebuah novel dibangun atas karangka-kerangka yang saling terpadu.
Unsur - unsur yang terbangun dalam novel banyak sekali dirumuskan oleh para
ahli. Namun pada intinya ada dua unsur pembangun novel yakni unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik (Nurgiyantoro, 2005: 23) adalah unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-
unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung
mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.
Unsur dalam sebuah karya sastra baik itu intrinsik maupun ekstrinsik
dalam novel, cerpen, puisi, dan drama adalah suatu keharusan untuk dimasukkan
dalam karya-karya tersebut. Dalam hal ini unsur intrinsiklah yang paling sering
dimasukkan dalam karya sastra, karena unsur intrinsik adalah hal utama dalam
membangun sebuah cerita.
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Menurut Nurgiyantoro (2005: 23) ada lima unsur intrinsik, yaitu :
plot/alur cerita, tema, penokohan, latar/setting, sudut pandang. Kelima unsur
intrinsik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Plot/Alur cerita
Plot merupakan bagian yang penting dari cerita rekaan. Cerita rekaan
mutakhir yang biasa disebut dengan nonkonvensional sering kali dinyatakan tanpa
plot, namun jika ditelusuri memiliki plot juga. Waluyo (2002: 145) berpendapat
alur cerita adalah struktur gerak yang didapatkan dalam cerita fiksi.
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005: 113) mengemukakan bahwa plot
adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau meyebabkan
terjadinya peristiwa lain. Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 113-114)
mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan strukur peristiwa-
peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian
berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik
tertentu.
Waluyo (2002: 147-148) mengemukakan bahwa alur cerita meliputi tujuh
aspek. Ketujuh alur cerita tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Eksposisi,
artinya paparan awal cerita. Pengarang mulai memperkenalkan tempat kejadian,
waktu, topik dan tokoh-tokoh. Sejak eksposisi ini, pengarang sudah menunjukkan
apakah ia menulis cerpen, novel atau roman. Inciting moment adalah peristiwa
mulai adanya problem-problem mulai ditampilkan oleh pengarang untuk
kemudian dikembangkan atau ditingkatkan. Rising action adalah perjalanan
konflik, selanjutnya terus terjadi peningkatan konfik. Complication adalah konfik
yang semakin ruwet. Climax adalah puncak penggawatan, klimaks cerita yang
harus merupakan puncak dari seluruh cerita itu dan semua kisah/peristiwa
sebelumnya ditahan untuk dapat menonjolkan saat klimaks cerita tersebut.
Falling action, artinya konflik yang dibangun cerita itu menurun karena telah
mencapai klimaksnya. Emosi yang memuncak telah berkurang. Denovement,
artinya penyelesaian. Unsur ini dapat dipaparkan oleh pengarang dapat juga oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
pembaca, karena pembaca diharapkan mampu menafsirkan sendiri penyelesaian
cerita.
Plot sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan
waktu, baik itu dikemukakan secara ekspilisit maupun implisit. Sebuah cerita atau
sebuah teks naratif, tentulah ada awal kejadian, kejadian-kejadian berikutnya dan
barangkali ada pula akhirnya. Namun, plot sebuah karya fiksi sering tak
menjanjikan urutan peristiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyanjian
yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang mana pun juga tanpa
adanya keharusan untuk memulai dan mengahkiri dengan kejadian awal dan
kejadian terahkir. Dengan demikian, tahap awal cerita tak harus berada di awal
cerita atau bagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana pun.
Nurgiyantoro (2005: 142-146) berpendapat secara teoretis plot dapat
diurutkan atau dikembangkan ke dalam tahap-tahap tertentu secara kronologis.
Tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Tahap awal biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan
pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai
hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Fungsi pokok tahap awal
(atau: pembukaan) sebuah cerita adalah untuk memberikan informasi dan
penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.
Tahap tengah cerita dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian,
menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada
tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Konflik
yang dikisahkan dapat berupa konflik internal, konflik eksternal, konflik
pertentangan yang terjadi antara tokoh-tokoh cerita.
Tahap akhir sebuah cerita atau dapat juga disebut sebagai tahap peleraian,
menampilkan adengan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini berisi
bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada hal bagaimanakah ahkir sebuah
cerita.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
plot adalah urutan atau rangkaian kejadian dan peristiwa dalam suatu karya fiksi
yang memiliki tahapan-tahapan tertentu secara kronologis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2) Tema
Hartoko dan Ramanto (dalam Nurgiyantoro, 2005:68) mengemukakan
bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra
dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan bukan yang
menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
Brooks, Puser, dan Waren (dalam Tarigan, 1993: 125) mengemukakan
bahwa tema adalah pandangan hidup yang tertentu mengenai kehidupan atau
rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau
gagasan dari suatu karya sastra.
Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita maka ia pun bersifat
menjiwai seluruh bagian cerita itu. Untuk menemukan tema sebuah karya sastra
fiksi haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan
bagian-bagian tertentu cerita. Tema, walau sulit ditentukan secara pasti ia
bukanlah makna yang “disembunyikan”, walau belum tentu juga dilukiskan secara
eksplisit. Tema sebagai makna pokok sebuah karya sastra fiksi tidak secara
sengaja disembunyikan karena inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Tema
merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan
“tersembunyi” di balik cerita yang mendukungnya.
Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel secara lebih
khusus dan rinci, Stanton ( dalam Nurgiyantoro, 2005: 87) mengemukakan adanya
sejumlah kriteria. Pertama, penafsiran tema sebuah novel hendaknya
mempertimbangkan tiap detil cerita yang menonjol. Dengan kata lain, tokoh-
masalah-konflik utama merupakan tempat paling strategis untuk mengungkapkan
tema utama sebuah novel. Kedua, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak
bersifat bertentangan dengan tiap detail cerita. Novel sebagai salah satu genre
sastra merupakan suatu sarana pengungkapan keyakinan, kebenaran, ide, gagasan,
sikap, dan pandangan hidup pengarang, dan lain-lain yang tergolong unsur sisi
dan sebagai sesuatu yang ini disampaikan. Tentunya pengarang tak akan
“menjatuhkan” sendiri sikap dan keyakinannya yang diungkapkan dalam detail-
detail tertentu cerita yang lainnya. Ketiga, penafsiran tema sebuah novel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak nyata baik secara
langsung maupun tak langsung dalam novel yang bersangkutan. Tema cerita tak
dapat ditafsirkan hanya berdasarkan pikiran, sesuatu yang dibayangkan ada dalam
cerita atau informasi yang kurang dapat dipercaya. Keempat, penafsiran tema
sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung
ada dan atau disarankan pada cerita.
Bertolak dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tema
merupakan gagasan utama atau gagasan pokok yang membangun dan membentuk
sebuah cerita dalam suatu karya sastra.
3) Penokohan
Waluyo (2002: 164) mengatakan bahwa perwatakan berhubungan dengan
karateristik atau bagian watak tokoh-tokoh itu, sedangkan penokohan
berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokoh serta
memberi nama okoh itu. prinsipnya ada tiga cara yang digunakan pengarang
untuk menampilkan tokoh-tokohnya, yaitu :
a) Metode analitis
Dalam metode ini pengarang langsung mendeskripsikan keadaan tokoh itu
dengan terinci. Deskripsi tentang ciri tokoh itu dapat secara fisik, psikis dan
keadaan sosial.
b) Metode tidak langsung
Penokohan secara dramatik ini biasanya berkenaan dengan penampilan
fisik, hubungan dengan orang lain, cara hidup sehari-hari, dan sebagainya.
Lukisan watak tokoh dalam metode ini tidak diberikan langsung oleh pengarang,
tetapi harus disimpulkan sendiri oleh pembaca.
c) Metode kontekstual
Merupakan metode yang menggambarkan watak tokoh melalui konteks
bahasa atau bacaan yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Dalam metode ini penggambaran watak digambarkan secara panjang lebar melalui
tingkah laku dari tokoh-tokohnya.
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 165) menjelaskan tokoh cerita ialah
individu orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Tokoh cerita, walaupun hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia
haruslah merupakan tokoh yang hidup dengan wajar, seperti bagaimana
kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran
dan perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi maka ia
haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan perwatakan
yang disandangnya.
Menurut Nurgiyantoro (2005: 176-194), tokoh-tokoh dalam sebuah fiksi
dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut
pandang penamaan itu dilakukan. Adapun beberapa tokoh cerita tersebut, antara
lain :
a) Tokoh utama dan tokoh tambahan
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita, ada tokoh yang tergolong penting ditampilkan terus-menerus sehingga
terasa mendominasi sebagian besar cerita. Sebaliknya, ada tokoh yang hanya
dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun bisa terjadi dalam
porsi penceritaan yang relatif pendek.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah
tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu pun
mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.
b) Tokoh protagonis dan tokoh antagonis
Menurut Altenberd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2005: 178), protagonis
adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang
ideal bagi kita. Tokoh protagonis juga disebut dengan tokoh baik yang dapat
mendatangkan simpati para pembacanya. Penyebab terjadinya konflik disebut
tokoh antagonis. Tokoh antagonis dapat disebut sebagai tokoh jahat, yaitu yang
menimbulkan perasaan antipati dan benci pada para pembacanya.
c) Tokoh sederhana dan tokoh bulat
Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya
memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Tokoh
sederhana boleh saja melakukan berbagai tindakan, namun semua tindakannya itu
akan dapat dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang diformulakan
itu.
Tokoh bulat, kompleks, berbeda haknya dengan tokoh sederhana adalah
tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya,
sisi kepribadiandan jati dirinya. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005:
183), dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai
kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai
kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan.
d) Tokoh statis dan tokoh berkembang
Alterbernd dan lewis (dalam Nurgiyantoro, 2005: 188), tokoh statis adalah
tokoh cerita yang esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan
perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa. Tokoh berkembang adalah
tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan
dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan.
Tokoh berkembang secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik
lingkungan sosial, alam, maupun yang lainnya, yang kesemuanya itu akan
mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya.
e) Tokoh tipikal dan tokoh netral
Menurut Altenbernd dan lewis (dalam Nurgiyantoro, 2005: 190), tokoh
tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya, atau sesuatu
yang bersifat mewakili.
Tokoh netral merupakan tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu
sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan
berinteraksi dalam dunia fiksi. Tokoh netral (atau dihadirkan) semata-mata demi
cerita, atau bahkan tokoh inilah yang sebenarnya mempunyai cerita, pelaku cerita
dan diceritakan. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau
menggambarkan sesuatu yang di luar dirinya, seorang yang berasal dari dunia
nyata.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakter/
penokohan merupakan penentuan bagaimana watak yang dimiliki tokoh-tokoh
dalam suatu cerita yang terlibat berbagai peristiwa yang ada di dalam cerita
tersebut atau disebut juga karya naratif.
4) Latar/setting
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 216) menyatakan bahwa latar atau
setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang akan diceritakan.
Menurut Hudson (dalam Waluyo, 2002: 198), setting adalah keseluruhan
lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, kebiasaan dan pandangan hidup.
Montaque dan Henshaw (dalam Waluyo, 2002: 198) menyatakan tiga fungsi
setting, yaitu : mempertegas watak para pelaku, memberikan tekanan pada tema
cerita, memperjelas tema yang disampaikan.
Menurut Nurgiyantoro (2005: 227), unsur latar dapat dibedakan ke dalam
tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur tersebut, walaupun
masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda-beda dan dapat
dibicarakan secara sendiri, pada kenyataanya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi satu dengan yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
a) Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat
dengan nama tertentu, inisial tertentu mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.
Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan atau
paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang
bersangkutan. Masing-masing tempat tentu saja memiliki karateristiknya sendiri
yang membedakan dengan tempat lain.
b) Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap
secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu dan sejarah. Pengangkatan
unsur sejarah ke dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu diceritakan menjadi
bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional, sehingga tak dapat
diganti dengan waktu lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita. Latar waktu
menjadi amat koheren dengan unsur cerita yang lain.
c) Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat,
tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, juga berhubungan
dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah dikemukakan diatas maka
dapat diambil kesimpulan bahwa latar/setting adalah keseluruhan lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
cerita dan peristiwa yang terdapat dalam suatu karya fiksi yang meliputi tempat/
lingkungan, waktu dan sosial.
5) Point Of View/sudut pandang/pusat pengisahan
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 248), menyatakan bahwa sudut
padang, point of view, menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Hal ini
merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana
untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk
cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Waluyo ( 2002: 184-185) mengemukakan ada tiga jenis point of view,
yaitu : (1) pengarang sebagai orang pertama dan menyatakan pelakunya sebagai
“aku” dan disebut teknik aku-an; (2) pengarang sebagai orang ketiga dan
menyebut pelaku utama sebagai “dia” teknik ini disebut teknik dia-an; (3) teknik
yang disebut ommiscient narratif atau pengarang serba tahu yang menceritakan
segalanya tokoh dalam ceritanya, tetapi semua tokoh mendapatkan penonjolan.
Menurut Gennte (dalam Nurgiyantoro, 2005: 250), pemilihan sudut
pandang menjadi penting karena hal itu tak hanya berhubungan dengan masalah
gaya saja, waktu tak disangkal bahwa pemilihan bentuk-bentuk gramatika dan
retorika juga penting dan berpengaruh. Namun, biasanya pemilihan bentuk-bentuk
tersebut bersifat sederhana, di samping hal itu merupakan konsekuensi otomatis
dari pemilihan sudut pandang tertentu.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat disimpukan
bahwa point of view/ sudut pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan
oleh pengarang untuk menyajikan tokoh dalam berbagai peristiwa dalam suatu
karya fiksi.
2. Hakikat Sosiologi
a. Pengertian Sosiologi
Kata sosiologi secara etimologi berasal dari bahasa Latin socius, yang
berarti “kawan” dan dari kata Yunani logos, yang berarti “kata” atau “berbicara”.
Jadi, sosiologi berarti “ berbicara mengenai masyarakat” (Soekanto, 2005: 4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Lebih lanjut Soekanto (2005:15) mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari
masyarakat dalam keseluruhannya dan hubungan-hubungan antara orang-orang
dalam masyarakat tadi. Masyarakat yang menjadi objek ilmu-ilmu sosial dapat
dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari beberapa segi, yaitu segi ekonomi, ada
pula segi kehidupan politik yang antara lain berhubungan dengan penggunaan
kekuasaan dalam masyrakat, dan lain-lain segi kehidupan.
Soemardjan dan Soemardi (dalam Soekanto, 2005: 20) menyatakan bahwa
sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan
proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Swingewood (dalam
Faruk, 2003: 1) mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif
mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan
proses-proses sosial.
Dalam ilmu sosial perilaku kehidupan manusia telah dilihat sebagai
keterlibatan dalam usaha mendorong perubahan struktural, ekonomi dan politik
yang mengacu pada perubahan globalisasi atau sebagai hasil dari perubahan
tersebut dibayangkan sebagai keutamaan yang terjadi di tempat lain (Jamieson
.2011).
Senada dengan pendapat di atas, Yudiono (2000: 4) mengatakan bahwa
sosiologi itu telaah objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat. Telaah
tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba memahami bagaimana
masyarakat dimungkinkan hidup, tumbuh dan berkembang. Telaah sosiologi
menyangkut masalah-masalah seperti struktur perekonomian, agama (religi),
politik, dan sosialisasi individu di tengah lingkungannya.
Simpulan dari penjelasan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah studi yang ilmiah dan objektif
yang mempelajari manusia dalam masyarakat yang menyangkut masalah-masalah
seperti struktur perekonomian, agama, politik dan sosialisasi individu di tengah
lingkungannya hingga perubahan-perubahan sosial di tengah masyarakat.
b. Lapisan Sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai kedudukan tertentu dalam
masyarakatnya sendiri. Kedudukan-kedudukan ini dinilai oleh masyarakat umun
berkenaan dengan suatu skala tinggi rendah, sehingga ada kedudukan yang
dianggap tinggi dan ada kedudukan yang diangap rendah. Kalau suatu masyarakat
yang lebih menghargai kekuasaan berupa materi daripada kehormatan dan harga
diri, misalnya, maka mereka yang lebih banyak memiliki kekayaan berupa materi
akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-
pihak lain yang kekayaan materinya berada di bawahnya. Gejala seperti ini
menimbulkan lapisan sosial dalam masyarakat yang merupakan pembeda posisi
seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara
vertikal.
Pengertian lapisan sosial menurut Sorokin (dalam Soekanto, 2005: 228)
adalah pembeda penduduk dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelas rendah.
Ia juga mengatakan bahwa dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya
keseimbangan dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara
anggota-anggota masyarakat.
Senada dengan pendapat di atas, Mahmud (1989: 32) mengemukakan
lapisan sosial mempunyai dua pengertian,yaitu ; (1) lapisan sosial, yaitu
tataran/atau tingkatan status dan peranan yang relatif bersifat tetap di dalam suatu
sistem lapisan sosial, tataran di sini menunjuk adanya perbedaan hak, kehormatan
pengaruh dan kekuasaan; (2) lapisan sosial adalah kelas sosial atau sistem kasta.
Bentuk-bentuk lapisan sosial dalam masyarakat berbeda-beda, juga
bentuk-bentuk konkrit lapisan masyarakat tersebut banyak. Semakin rumit dan
semakin maju teknologi suatu masyarakat, semakin kompleks pula sistem lapisan
masyarakat, akan tetapi secara prinsip bentuk-bentuk tersebut dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga macam kelas, yaitu ekonomis, politis, dan jabatan.
Ketiganya saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Soekanto (2005: 255) membagi masyarakat menjadi tiga lapisan sosial,
yaitu : (1) lapisan atas ; (2) lapisan menengah ; (3) lapisan bawah (lower class).
Lapisan-lapisan atau kelas-kelas tersebuat mempuyai prestise symbol (status
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
simbol) yang berbeda. Tinggi rendahnya prestise seseorang diukur atribut lahiriah,
misalnya, tempat kediaman mewah, kendaraan, pakaian dan lain sebagainya.
Menurut Soekanto (2005: 237-238), ukuran atau kriteria yang biasa
dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu
lapisan sosial adalah :
1) Ukuran kekayaan. Anggota masyarakat yang memiliki kekayaan
paling banyak, termasuk dalam lapisan atas. Kekayaan suatu
anggota masyarakat dapat dilihat dari bentuk rumah, kendaraan
yang dimiliki, cara menggunakan pakaian dan bahan pakaiannya,
kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan sebagainya.
2) Ukuran kekuasaan. Anggota masyarakat yang memiliki kekuasaan
atau wewenang terbesar, menempati lapisan atas.
3) Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tidak dipengaruhi oleh
ukuran kekayaan atau kekuasaan. Seseorang yang paling disegani
adan dihormati mendapat tempat teratas. Hal ini dapat dilihat pada
masyarakat yang masih memegang nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat. Biasanya orang yang dihormati adalah golongan tua
dan mereka telah berjasa.
4) Ukuran ilmu pengetahuan. Ukuran ini dipakai oleh masyarakat
yang menghargai ilmu pengetahuan, akan tetapi ukuran ini
terkadang menyebabkan akibat-akibat negatif. Hal ini dikarenakan
ternyata bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran,
tetapi gelar kesarjanaannya, sehingga memacu seseorang untuk
mendapat gelar walau tidak halal
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setiap lapisan
sosial masyarakat memiliki kriteria yang hampir sama, yaitu yang memiliki
kekayaan, pangkat dan kedudukan yang tinggi akan lebih dihormati dibandingan
dengan orang yang tidak begitu kaya, tidak begitu tinggi pangkat dan kedudukan
yang dimiliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra
a. Pengertian Sosiologi Sastra
Masalah-masalah sastra tidak dapat diselesaikan dengan kriteria objektif
berdasarkan hakikat (seni) sastra saja bila masalah itu menyangkut masyarakat
secara langsung (Pradopo, 2002: 403). Masalah di sini adalah masalah penerima
masyarakat. Artinya, bila penerimaan itu baik maka ada kecocokan antara karya
sastra dengan nilai-nilai di masyarakat. Oleh karena itu, perlu suatu pendekatan
untuk memetakan hubungan karya sastra dengan lingkungan sosial masyarakatnya
dan juga untuk memahami nilai apa saja yang bermanfaat dari karya tersebut.
Damono (dalam Faruk, 2003:4) mengemukakan beberapa pendapat
mengenai aneka ragam pendekatan terhadap karya sastra seperti yang
dikemukakan oleh Wallek dan Warren. Damono menemukan tiga jenis
pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra, yaitu : (1) sosiologi pengarang
yang mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial dan lain-lain yang
menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra, (2) sosiologi karya sastra
yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri, dan (3) sosiologi sastra yang
mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.
Endraswara (2003: 77) menjelaskan sosiologi sastra adalah cabang
penelitian yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak dinikmati oleh peneliti
yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Kehidupan sosial
yang berhasil memicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang suskes adalah yang
mampu merefleksi zamannya.
Laurenson (dalam Fananie, 2000: 132) menyebutkan tiga perspektif yang
berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu: (a) perspektif yang memandang sastra
sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa
sastra itu diciptakan; (b) perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisanya,
dan (c) model yang dipakai karya tersebut sebagai manifestasi dari kondisi sosial
budaya atau peristiwa sejarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa pendekatan
sosiologi sastra adalah suatu pendekatan pada karya sastra untuk menganalisis
segi-segi kehidupan sosial masyarakat baik itu dilihat dari sisi pengarang,
pembaca ataupun keadaan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut.
b. Kritik Sosial
Kritik sosial digolongkan menjadi dua, yakni “pengecaman” dan
“pengupasan”. Kritik dapat didefinisikan sebagai “kecaman atau tanggapan,
kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil
karya, pendapat, dsb.” Kritik yang cenderung pada pengecaman adalah pengertian
kritik wilayah umun (pragmatik), sedangkan kritik yang cendenrung pada
pengupasan adalah kritik-kritik yang berada di wilayah khusus (diskursif) (
Mulyana, 2012: 1).
Hal tersebut senada dengan pendapat Nurgiyantoro (2005: 331) yang
menegaskan bahwa sastra yang mengandung pesan pesan kritik biasanya akan
lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan
sosial dalam masyarakat. Sejalan dengan Abar dan Ahmad (1999:47) kritik sosial
dinyatakan sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang
bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial
atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan salah
satu variable penting dalam memelihara sistem sosial. Berbagai tindakan sosial
ataupun individual yang menyimpang dari orde sosial maupun orde nilai moral
dalam masyarakat dapat dicegah dengan memfungsikan kritik sosial.
Searah perkembangannya, kritik sastra lebih kepada pengupasan tentang
kendungan yang terjadi dalam karya sastra. Burke (dalam Wibowo, 2012: 1),
menyatakan bahwa sastra idealnya berperan secara estetika dan praktis artinya,
meski karya sastra merupakan dunia dengan tebaran keindahan, tetapi harus
memiliki relevansi dan kontribusi bagi kehidupan. Sastra harus memiliki
kandungan atau isi bermanfaat, mengangkat derajat perikemanusiaan dan
mengajarkan nilai-nilai moral yang luhur Pada umunya karya sastra yang
dievokasi melalui problematika masyarakat inilah yang berhasil diterapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
sebagai karya yang diperbincangkan sepanjang masa. Dasar pertimbangan jelas
bahwa karya sastra memiliki homologi dan simetris tertentu dengan strukutur
sosialnya. Apabila kemudian ternyata tatanan dan struktur sosial berubah karya itu
pun akan berubah sebab dalam karya sudah terkandung unsur- unsur fleksibilitas
yang memadai yang mampu mengimbangi perubahan dinamika sosial (Ratna,
2003: 160).
Seorang kritikus sastra saat ini harus mampu mengupas apa yang ada
dalam karya sastra, salah satunya dari segi sosial. Jadi, yang dimaksud dengan
kritik sosial adalah suatu ajakan, usul atau ajuran yang bisanya terselubung
dituangkan dalam novel, lakon, film. Kritik itu bertujuan untuk mengadakan
perbaikan terhadap suatu keadaan dalam masyarakat yang dianggap tidak
memuaskan (Djajanegara, 2005: 1). Menurut Goldman (dalam Oekon dan
Soeratno, 2004: 329) karya sastra bukanlah lahir dari struktur yang otonom yang
lahir dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil strukturisasi pikiran subjek
penciptanya yang timbul akibat interaksi antara dirinya dengan situasi social
ekonomi dan sosial.
Sebagaimana manusia sendiri bersifat organik, kumpulan manusia pun
juga punya sifat organik. Di dalam ada pula daya hidup dan daya mati. Tiranisme,
fasisme, anarki, oligarki, ologolopi, kolonialisme, mafia, kekolotan, pelacuran,
korupsi, kriminalitas dan segala macam bentuknya dan sebagainya yang serupa itu
adalah bentuk daya mati yang merupakan penyakit di dalam masyarakat. Karena
semuanya itu juga merusak daya akal, daya organisasi, daya mobilitas, daya
tumbuh kembang, daya inisiatif para anggota masyarakat yang merupakan daya
hidup, sehingga mereka menjadi manusia rendah sumber dayanya (Rendra, 2001:
18).
Hal tersebut senada dengan pernyataan Waluyo (1987: 119), kritik sosial
adalah sebuah tema dalam karya sastra tentang adanya ketidakadilan dalam
masyarakat, dengan tujuan untuk mengetuk nurani pembaca agar keadilan sosial
ditegakkan dan diperjuangkan. Kritik sosial adalah sanggahan terhadap hal-hal
yang dianggap menyalahi aturan, hukum dan tata nilai yang sudah menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
konvensi umum. Kritik sosial dalam karya sastra adalah sarana pengarang untuk
menyampaikan ketidakpuasannya terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Sebagaimana fungsi kritik sosial, yakni mengupas keadaan sosial yang
terjadi dalam karya sastra. Dimensi sosial yang diangkat dalam teori kritik sastra
Marx dan Engels menggunakan teori Hegel yang menyatakan bahwa sejarah
berlangsung melalui resolusi atau pertentangan di dalam beberapa aspek realitas
tertentu dan keduanya mengedepankan deskripsi para meterialis tentang sejarah
yang berpusat pada pergolakan dan penekanan pada masyarakat.
Berbeda dengan ahli ilmu pengetahuan yang membuat statistik dengan
fakta-fakta, maka seniman itu memilih fakta-fakta yang mana yang paling plastis
untuk menggambarkan situasi kehidupan sosial, politik, ekonomi, maupun
kultural yang memang lebih banyak menjadi pendekatan bagi seniman (Rendra,
2001: 14).
Novel Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga dewasa ini boleh
dikatakan mengandung unsur pesan kritik sosial walaupun dengan tingkat
intensitas yang berbeda. Kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacam-macam
seluas lingkup sosial itu sendiri. Pada umunya karya sastra yang bernilai tinggi
yang di dalamnya menampilkan pesan-pesan kritik sosial. Namun, perlu
ditegaskan bahwa karya-karya tersebut menjadi bernilai bukan lantaran pesan itu
melainkan lebih ditentukan oleh koherensi semua unsur intrinsiknya. Pesan moral
yang merupakan salah satu unsur pembangun karya fisik saja, yang sebenarnya
justru tidak mungkin terlihat dipaksakan dalam karya baik, walaupun hal itu
mungkin sekali sebagai pendorong ditulisnya sebuah karya. Selain itu, pesan
moral pun, khususnya kritik sosial, dapat mempengaruhi aktualisasi karya
bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005: 330-331)
Penggambaran kritik sosial dalam novel merupakan catatan sejarah.
Masyarakat dalam interaksinya membentuk kelas, strata, konflik, sehingga
penyair bisa menuangkan idenya untuk memperbaiki masyarakat. Selain itu
sebuah karya sastra adalah paparan dari ketidak berterimaan sistem yang terjadi
dalam masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
4. Hakikat Nilai Pendidikan
a. Pengertian Nilai Pendidikan
Realitas dalam karya sastra yang baik sebagai hasil imajinasi dan
kreativitas pengarang terkadang dapat memberikan pengalaman total pada
pembaca. Dengan kreativitas dan kepekaan rasa, seorang pengarang bukan saja
mampu menyajikan keindahan rangkaian cerita, melainkan juga mampu
memberikan pandangan yang berhubungan dengan renungan tentang agama,
filsafat, serta beraneka ragam pengalaman tentang problema hidup dan kehidupan.
Bermacam-macam wawasan itu disampaikan pengarang lewat rangkaian kejadian,
tingkah laku dan perwatakan para tokoh, ataupun komentar yang diberikan
pengarangnya.
Dengan adanya bermacam-macam wawasan yang terkandung dalam karya
sastra, pada dasarnya suatu karya sastra yang bermutu dan berbobot akan selalu
mengandung bermacam-macam nilai didik tentang kehidupan yang bermanfaat
bagi pembaca.
Berkaitan dengan nilai pendidikan dalam karya sastra, Edy (1983: 121)
mengatakan bahwa sastra harus bersifat mendidik. Tetapi dalam perannya sebagai
alat mendidik masyarakat tidaklah harus menggurui atau menunjukkan apa yang
hendak dituju oleh seorang atau masyarakat seperti halnya yang terdapat dalam
sastra propaganda atau sastra slogan Lekra. Ia dapat berupa sesuatu yang menjadi
alat untuk membangkitkan rasa semangat, memulihkan kepercayaan diri sendiri
dan melepaskan ketegangan-ketegangan batin. Di sinilah letak edukatif karya
sastra.
Nilai-nilai pendidikan sangat erak kaitannya dengan karya sastra. Setiap
karya sastra yang baik (termasuk novel) selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur
yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai pendidikan yang dimaksud dapat
mencakup nilai pendidikan moral, agama, sosial, maupun estetis (keindahan). Hal
yang sesuai dengan pernyataan Waluyo (1990: 27) bahwa nilai sastra berarti
kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
berupa nilai medial (menjadi sarana), nilai final (yang dikejar seseorang), nilai
cultural, nilai kesusilaan, dan nilai agama.
Nilai dalam sastra menurut Waluyo (1992:28) adalah “kebaikan yang ada
dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseorang”. Hal ini berarti bahwa
dengan adanya berbagai wawasan yang terkandung dalam karya sastra khususnya
novel, menunjukkan bahwa pada dasarnya karya sastra akan selalu mengandung
bermacam-macam nilai kehidupan yang akan sangat bermanfaat bagi pembaca.
Nilai yang terdapat dalam karya sastra sangat bergantung pada persepsi
dan pengertian yang diperoleh pembaca. Pembaca perlu menyadari bahwa tidak
semua karya sastra dengan mudah dapat diambil nilai pendidikannya. Niali yang
terdapat dalam karya sastra dapat diperoleh pembaca jika karya yang dibacanya
itu menyentuh diri dan perasaannya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan nilai sastra, yaitu sifat-sifat (hal-hal) atau merupakan sesuatu
positif yang berguna dalam kehidupan manusia dan pantas untuk dimiliki tiap
manusia. Dalam pengertian ini nilai adalah sesuatu yang berhubungan dengan
etika (baik dan buruk), logika (benar dan salah), estetika (indah dan jelek).
Berbagai nilai pendidikan dapat ditemukan dalam karya sastra. Nilai didik
di dalamnya tidak hanya terbatas soal kabajikan dan moral saja, tetapi ada nilai
lain yang lebih khas sastra. Walaupun masih banyak nilai lain, tetapi berbicara
tentang nilai didik, orang langsung berasosiasi kepada moral, etika dan kebajikan.
Hal ini wajar sebab sesuatu yang baik merupakan inti pendidikan. Sastra memiliki
nilai didik kesusilaan, mengandung nilai estetika, dan memperjuangkan hal-hal
yang baik dan benar.
Dari beberapa pendapat tentang nilai pendidikan yang terdapat dalam
karya sastra di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa nilai pendidikan
yang bisa diperoleh dari sebuah cerita (dalam hal ini novel). Nilai pendidikan itu
diantaranya adalah yang berhubungan dengan moral, agama, budaya, sosial, dan
sebagainya.
b. Macam – macam Nilai Pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
1) Nilai Pendidikan Agama
Agama adalah hal yang mutlak dalam kehidupan manusia sehingga dari
pendidikan ini diharapkan dapat terbentuk manusia religius. Mangunwijaya
(dalam Nurgiyantoro, 2002:327) menyatakan bahwa agama lebih menunjukkan
pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan hukum-hukum resmi. Religius, di
pihak lain melihat aspek yang di lubuk hati, riak gentar nurani, totalitas ke dalam
pribadi manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi lebih dalam dan
lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi.
Pernyataan diatas sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat (1985:145) bahwa makin ia taat menjalankan syariat agama
maka makin tinggi pula tingkat religiusitasnya. Di lain pihak, Dojosantoso (
dalam Suwondo, 1994:63) menyatakan bahwa “religius” adalah “ keterkaitan
antara manusia dengan Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan”.
Keterkaitan manusia secara sadar terhadap Tuhan merupakan cermin sikap
manusia religius.
Nilai pendidikan agama atau keagamaan dalam karya sasta sebagaian
menyangkut moral, etika, dan kewajiban. Hal ini menunjukkan adanya sifat
edukatif (Nurgiyantoro, 2002: 317). Dasar dari pendidikan agama adalah hakikat
mahluk yang beragaman. Tujuan pendidikan keagamaan adalah membentuk
manusia yang beragama atau pribadi yang religius. Di samping itu, sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 dan Pancasila sebagai falsafah
Negara Republik Indonesia, pendidikan merupakan segi utama yang mendasari
semua segi pendidikan lainnya. Norma-norma pendidikan kesusilaan maupun
pendidikan kemasyarakatan ataupun sosial, sebagian besar bersumber dari agama.
Betapa pentingnya pendidikan agama itu bagi setiap warga negara, terbukti dari
adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan pendidikan agama itu diberikan
kepada anak-anak sejak pendidikan di taman kanak-kanak sampai tingkat
pendidikan tinggi.
2) Nilai Pendidikan Moral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Sering kita menjumpai karya sastra yang menampilkan cerita-cerita dan
kisah-kisah yang penuh nilai didik. Karya sastra demikian itu sungguh potensial
untuk digunakan sebagai sarana mengajarkan budi pekerti yang luhur dan teladan-
teladan yang terpuji.
Moral merupakan laku perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik
dan buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan di mana individu
berada (Nurgiyantoro, 2002: 319). Pendidikan moral memungkinkan manusia
memilih secara bijaksana yang benar dan yang salah atau tidak benar. Pesan-pesan
moral memilih secara bijaksana yang benar dan yang salah atau tidak benar.
Pesan-pesan moral disampaikan pengarang secara langsung dan bisa pula tidak
secara langsung. Makin besar kesadaran manusia tentang baik dan buruk itu maka
makin besar moralitasnya. Pendidikan besar sekali pengaruhnya atas
perkembangan moralitas. Seseorang yang makin terang pengetahuannya tentang
sesuatu yang baik dan yang tidak baik, akan mudah mengadakan pilihan.
Moral diartikan sebagai norma dan konsep kehidupan yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat. Nilai-nilai pendidikan moral tersebut dapat mengubah
perbuatan, perilaku, dan sikap serta kewajiban moral dalam masyarakat yang baik
seperti budi pekerti, akhlak, dan etika (Widagdo, 2001:30).
Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra juga bertujuan untuk
mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika dan budi pekerti. Nilai-nilai
pendidikan moral menujukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat
seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata krama yang
menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila.
Widagdo (2001: 31-32) mengemukakan bahwa seseorang belum
dikatakan bermoral apabila dia melihat atau melakukan kejahatan dan tidak
berusaha memberantasnya, hanya dengan alasan amal perbuatan dan kejahatan itu
tidak mengenai atau merugikan dirinya. Sebagai pengemban nilai-nilai moral
setiap orang harus merasa terpanggil untuk mengadakan reaksi, kapan, dan di
mana saja melihat perbuatan yang menginjak nilai-nilai moral.
Nilai moral dalam karya sastra biasanya bertujuan untuk mendidik
manusia agar mengenal nilai-nilai estetika dan budi pekerti. Nilai pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat seorang
individu atau dari suatu kelompok yang meliputi, tata krama yang menjunjung
tinggi budi pekerti dan nilai susila.
3) Nilai Pendidikan Sosial
Kata “sosial” berasal dari bahasa Latin Socio yang berarti “menjadikan
teman”, kata socio juga berarti petunjuk umum kearah kehidupan bersama
manusia dalam masyarakat ( Suwondo, 1994:128).
Sosial dapat diartikan hal-hal yang berkenan dengan masyarakat atau
kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari
perilaku sosial adalah aspek-aspek budaya. Hasan dan Salladin (1996:83)
menyatakan nilai sosial adalah aspek-aspek budaya yang diupayakan oleh
kelompok untuk memperoleh makna atau penghargaan yang tinggi. Pendapat lain
dikemukakan oleh Bertrand (dalam Soelaeman, 1988:9) bahwa nilai sosial adalah
suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari terhadap suatu objek, gagasan, atau
orang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia selain sebagai makhluk
individu juga sebagai makhluk sosial karena ia tidak dapat lepas dalam
hubungannya dengan manusia lain. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan
manusia sadar akan pentingnya kehidupan kelompok dalam ikatan kekeluargaan
antara individu satu dengan lainnya. Bertolak dari beberapa pengertian nilai sosial
di atas dapat disimpulkan bahwa nilai sosial adalah suatu aspek-aspek budaya
yang disertai kesadaran emosi terhadap objek untuk memperoleh makna atau
penghargaan.
Karya sastra juga mengungkapkan nilai pendidikan sosial. Dengan
membaca banyak karya sastra, diharapkan perasaan pembaca lebih peka terhadap
persoalan-persoalan kemanusiaan, lebih dalam pengahayatan sosialitasnya,
sehingga lebih mencintau keadilan dan kebenaran.
Tata nilai sosial tertentu akan mengungkapkan sesuatu hal yang dapat
direnungkan. Dalam karya sastra dengan ekspresinya, pengungkapan nilai sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
berpadu dengan tata kehidupan sosial sebenarnya. Pada ahkirnya dapat dijadikan
cermin atau sikap para pembacanya. (Suyitno, 1986: 31).
Nilai pendidikan sosial diambil dari sebuah cerita, dalam hal ini adalah
novel bisa dari hal-hal yang bersifat positif ataupun negatif. Kedua hal tersebut
perlu disampaikan agar kita dapat memperoleh banyak teladan yang bermanfaat.
Segi positif harus ditonjolkan sebagai hal yang patut ditiru dan diteladani.
Demikian pula segi negatif perlu dikatakan serta ditampilkan pada pembaca. Hal
ini dimaksudkan agar kita tidak tersesat, bias membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Nuraini tahun 2007 dengan judul “ Novel Saman dan Larung
Karya Ayu Utami (Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Nuraini, aspek yang dikaji adalah sosiologi sastra
yaitu, kritik sosial. Kritik sosial yang terdapat di dalam novel Saman dan Larung
dapat dilihat dari lapisan sosial masyarakatnya yang mengedepankan tingkat
pendidikan dan ekonomi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nuraini tersebut
dengan penelitian ini adalah sama-sama mengangkat masalah sosial.
Dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong, masalah sosial yang
ditampilkan adalah tentang kehidupan manusia yang serakah dan tidak bisa
memanfaatkan hasil bumi dengan baik. Sehingga kehidupan mereka yang dulunya
sejahtera dan penuh dengan hasil bumi yang melimpah menjadi penuh
kesengsaraan. Karena seluruh hasil bumi yang dulu dijadikan penopang hidup,
telah terkuras habis tanpa sisa.
Selanjutnya penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Theresia Sri Susetianingsih tahun 2010 dengan
judul “ Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere Liye ( Tinjauan Sosiologi Sastra dan
Nilai Pendidikan). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Susetianingsih
mengkaji tentang pandangan pengarang dalam novel Bidadari-Bidadari Surga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Karya. Hal tersebut menggambarkan cerita kehidupan yang sederhana dari
seorang petani yang bekerja keras untuk mencukupi kebutuhannya dan disertai
pengorbanan dan keikhlasan untuk mencapai kesuksesan. Cara tokoh membangun
ekonomi keluarga dengan mengetrapkan fungsi ekonomi. Nilai pendidikan yang
terkandung dalam novel Bidadari-Bidadari Surga tentang kesadaran menyusun
masa depan yang gemilang bagi generasi muda yang akan hidup di mana
tantangan kehidupan makin kompleks dan beragam.
Penelitian tersebut juga menggunakan novel karya Tere Liye, tetapi
berbeda judul novelnya. Meskipun bahan kajiannya sama, tetapi aspek yang
dikaji berbeda. Dalam penelitian ini mengkaji tentang kritik sosial dan nilai
pendidikan, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Susetianingsih lebih
ke pandangan pengarang. Namun ada kesamaan, yaitu sama-sama mengkaji nilai
pendidikan yang terdapat dalam novel, tetapi jelas berbeda nilai pendidikan yang
terkandung dalam novel Bidadari-Bidadari Surga dengan novel Ayahku (Bukan)
Pembohong. Nilai pendidikan yang terkandung dalam novel ini adalah perjuangan
seorang anak dalam mengapai impian-impian dalam hidupnya dengan menjadikan
cerita-cerita yang sederhana dari seorang ayah yang mampu menginspirasi
anaknya menjadi orang hebat.
C. Kerangka Berpikir
Karya sastra merupakan cerminan realita kehidupan masyarakat. Untuk
memahami dan menangkap makna karya sastra maka dibutuhkan sebuah
pendekatan. Pendekatan sosiologi sastra, yaitu metode pengkajian sastra yang
berorientasi kepada pandangan bahwa karya sastra adalah mimesis atau tiruan
terhadap kenyataan. Sasaran pendekatan sosiologi sastra yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kritik sosial yang dikemukakan oleh pengarang dalam novel
ini. Sebagai salah satu bahan kajian dalam pendekatan sosiologi sastra.
Berdasarkan kajian teori tentang tinjuan sosiologi sastra dan nilai
pendidikan novel dapat dibuat suatu kerangka berpikir yang akan mengkaji
bagaimana struktur novel dalam penelitian ini akan dijabarkan secara jelas unsur
pembangun novel, yaitu unsur intrinsik. Ada lima unsur intrinsik yang akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dibahas di sini, yaitu: plot/ alur cerita, tema, penokohan, latar/setting, sudut
pandang. Kelima untuk tersebut akan dikaji secara lengkap dalam penelitian ini.
Selanjutnya adalah mengkaji kritik sosial apa saja yang terdapat dalam
novel ini. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra maka
kritik sosial adalah salah satu bahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dengan
mendalam. Kritik sosial yang ada dalam novel ini berkaitan dengan kehidupan
pada zaman dahulu yang sarat dengan perampasan kekuasaan suatu suku yang
hidup di masa itu. Penjajah dengan kejamnya mengambil alih harta benda dan
kekuasaan yang dimiliki Suku Penguasa Angin dengan persenjataan modern yang
mereka miliki, sehingga semua rakyat Suku Penguasa Angin hidup dalam
kesengsaraan beratus-ratus tahun, karena mereka tidak memilki persenjataan
untuk melawan penjajah. Selain itu, juga penjajah merusak mereka dengan candu
(ganja) yang menjadikan rakyat Suku Penguasa Angin makin hancur dan rusak
pula kehidupan mereka akibat candu tersebut.
Nilai pendidikan juga dikaji dalam penelitian ini. Pada novel Ayahku
(Bukan) Pembohong banyak sekali mengandung nilai pendidikan yang dapat
dijadikan teladan bagi siapa saja. Dalam novel ini diceritakan bagaimana
perjuangan seorang anak yang hidup dalam kesederhanaan cerita-cerita dari
ayahnya yang ia jadikan inspirasi untuk mencapai segala impiannya. Bukan
karena cerita-cerita tersebut saja ia ahkirnya bisa mencapai impiannya, karena
usaha dan kerja keras penuh semangat dan pantang menyerah yang menjadikan
dia seorang arsitek yang handal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Untuk memperjelas kajian teori dan kerangka berpikir di atas dapat dilihat
pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Novel
Ayahku ( Bukan) Pembohong
Analisa Sosiologi Sastra
Struktur Novel Kritik Sosial
Nilai Pendidikan
Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilaksanakan dengan
studi pustaka, sehingga tidak terkait oleh tempat dan waktu penelitian karena
objek yang dikaji adalah berupa naskah (teks) sastra, yaitu novel Ayahku
(Bukan) Pembohong. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari
sampai dengan bulan April 2012. Rincian waktu dan jenis kegiatan penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan
Bulan/ Tahun 2012
No
Kegiatan
Waktu
Jan
Feb
Maret
April
Mei
Juni
1. Pengajuan Judul
2. Pengajuan Proposal
3. Perizinan Penelitian
4. Pengumpulan Data
5. Analisis Data
6. Penyusunan Laporan
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Bentuk dan strategi penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu dengan
membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan
hubungan kausal dengan fenomena yang diteliti. Penelitian ini menggunakan
pendekatan sosiologi sastra, yaitu pendekatan dalam menganalisis karya sastra
dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan untuk mengetahui makna
totalitas suatu karya sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen, yaitu
kutipan kalimat-kalimat dari novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye
yang diterbitkan oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Utama (Jakarta).
D. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah analisis dokumen yang
berupa novel. Langkah-langkah pengumpulan datanya sebagai berikut :
1. membaca novel Ayahku (Bukan) Pembohong; dan
2. mencatat kutipan kalimat-kalimat yang mengambarkan unsur intrinsik,
kritik sosial, dan nilai pendidikan dalam novel Ayahku (Bukan)
Pembohong
E. Validiatas Data
Dalam penelitian ini, uji validitas data yang digunakan penulis adalah
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadapt data tersebut (Moleong,2001: 178).
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Triangulasi teori, yaitu melakukan penelitian terhadap topik yang sama
dan datanya dianalisis dengan menggunakan teori yang berbeda-beda.
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
F. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) yang meliputi tiga
komponen, yaitu: (1) Reduksi data, (2) Penyajian data, dan (3) Penarikan
kesimpulan ( Miles dan Huberman, 1992: 16-20). Ketiga komponen tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Reduksi data (data reduction), yaitu kegiatan memilih data sesuai dengan
objek kajian dalam penelitian.
Pada bagian ini langkah yang dilakukan, yaitu mencatat data yang
diperoleh dalam bentuk uraian yang terperinci. Data yang diambil berupa
kata-kata tertulis dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere
Liye yang mengungkapkan deskripsi tentang stuktur novel tersebut yang
meliputi unsur-unsur intrinsik, kritik sosial, dan nilai pendidikan. Data
dalam penelitian ini adalah informasi-informasi yang mengacu pada
permasalahan novel tersebut.
2. Penyajian data (data display), yaitu menyusun informasi atau data secara
teratur dan terperinci agar mudah dipahami dan dianalisis.
Kegiatan analisis data yang dilakukan adalah :
a. Menganalisis data yang berupa dialog maupun kalimat-kalimat yang
diperoleh dari novel Ayahku (Bukan) Pembohong dan menunjang atau
mewakili jawaban rumusan masalah.
b. Setelah analisi data diperoleh maka akan diperoleh deskripsi tentang
unsur intrinsik, kritik sosial, dan nilai pendidikan yang terkandung
dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong.
c. Akan dibahas lebih dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
3. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing), yaitu kegiatan menyusun
kesimpulan dari data yang sudah diperoleh sejak awal penelitian.
Simpulan ini masih bersifat sementara, untuk itu perlu adanya verifikasi
(penelitian kembali tentang kebenaran laporan) selama penelitian
berlangsung. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan dilakukan
secara terus-menerus dari awal, saat penelitian berlangsung dan sampai
ahkir penelitian. Untuk lebih jelas dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Masa Pengumpulan Data
-----------------------------------------------
Reduksi Data
Antisipasi Selama Pasca
Penyajian Data = Analisis
Selama Pasca
Penarikan Kesimpulan
Selama Pasca
Gambar 2. Model Analisis Jalinan atau Mengalir
(Sumber: Miles dan Huberman, 1992: 18)
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini melalui beberapa tahap, antara lain:
1. Pengumpulan data yang berupa kutipan dari novel Ayahku (Bukan)
Pembohong karya Tere Liye.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2. Menyeleksi serta memilah data yang berupa kutipan yang berdasarkan
objek yang akan dianalisis yaitu tentang unsur intrinsik, kritik sosial, dan
nilai pendidikan.
3. Menganalisis data yang telah diseleksi
4. Menarik kesimpulan
5. Membuat laporan penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Kedudukan Tere Liye dalam Susastra Indonesia
Darwis, SE. panggilan di dunia kepengarangan adalah Tere-Liye. Ia lahir
pada tanggal 21 Mei 1979, dan telah memiliki seorang istri bernama Riski Amelia
dan seorang anak bernama Abdulah Pasai. Sekarang , Tere Liye tinggal di Jalan
Abdul Muthalib 12A Senjalamidu, Bandar Lampung.
Pendidikan SD ditempuh di SD Negeri 1 Kikim Timur, Sumatra Selatan.
Ia melanjutkan ke SMP Negeri 1 Kikim Timur, Sumatra Selatan, kemudian masuk
SMA Negeri 9 Bandar Lampung. Setamat SMA, Ia masuk Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia Jurusan Akuntansi. Jadi, pendidikan profesinya sebagai
akuntan. Meskipun Ia mempunyai dua profesi sebagai akuntan dan sebagai
pengarang tetapi ia tetap memegang prinsip profesional dan proporsional. Ia
sangat tegas dalam memberikan batas antara tugas profesi sebagai akuntan dan
profesi sebagai pengarang yang berawal dari hobi.
Sejak di sekolah dasar, Darwis sudah mulai senang dengan pelajaran
mengarang Darwis tertarik dengan dunia kepengarangan karena menulis adalah
hobi yang menyenangkan. Proses kreatif Darwis tanpa disadari. Semua karyanya
berawal dari hobi menulis. Ia sejak kecil memang sudah senang menulis. Ketika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
masih duduk di bangku sekolah dasar, ia sudah menulis puisi dan ada yang di
muat di majalah Tomtom. Pada tahun 1997, Selama ia di Bandar Lampung, Ia
banyak menulis artikel dan ikut menulis pada halaman opini surat kabar Lampung
Pos. Ia kemudian pindah ke Jakarta tahun 1998 sampai sekarang. Hasil karya
sastra Darwis utamanya adalah novel, akan tetapi ia juga banyak menulis cerpen,
puisi, pantun, prosa, gurindam, dan artikel-artikel sastra.
Bentuk tulisan novel-novel karya Darwis, cenderung mengungkapkan
gagasan yang sederhana akan tetapi sarat dengan makna yang membuat pembaca
untuk merenung lebih dalam. Novel-novel Darwis sangat khas penuh dengan
nilai-nilai religi Islam dan pesan-pesan moral yang disampaikan dengan cukup
baik. Sebagai pengarang yang masih relatif muda, Darwis salah satu penulis
Indonesia modern yang brillian. Disebut brilian karena sang penulis tidak sekedar
menulis, akan tetapi memasukkan gagasan-gagasan yang sekilas sederhana tetapi
sarat makna dengan nilai-nilai kejujuran, pengorbanan, keikhlasan. Tulisannya
yang menarik bukan hanya karena ceritanya akan tetapi juga karena dapat
mengubah seseorang pembaca menjadi lebih baik.
Kedudukannya dalam susastra Indonesia tidak diragukan lagi. Karena
karya-karya nya selalu mengugah hati setiap pembaca, mampu memberikan
pengaruh yang positif. Karya-karya nya sangat diminati dan di tunggu-tunggu
oleh banyak orang yang mencintai karya sastra dalam hal ini adalah novel. Pada
dasarnya setiap sastrawan yang jenius selalu memiliki aturan penciptaan secara
individual. Menurut Darwis tidak ada tulisan yang baik atau jelek, yang ada
adalah tulisan yang menarik atau tulisan yang tidak menarik. Cara membuat
tulisan yang menarik ia menciptakan ide dalam tulisan yang berbeda yang tidak
dipikirkan oleh orang lain. Membuat tulisan dari sudut pandang yang berbeda,
membuat tulisan-tulisan tentang harapan-harapan dan cita-cita. Saat menulis butuh
niat yang baik yang ikhlas dan diberi bumbu-bumbu dengan gaya bahasa.
Darwis adalah orang melayu, jadi ia sangat mahir sekali bermain dengan
kata-kata. Sama seperti Andrea Hirata, Anwar Fuadi, juga orang melayu sehingga
sangat kaya dengan gaya bahasa. Jadi, kedudukan darwis dalam dunia susastra
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Indonesia menduduki tingkatan yang tinggi. Karena karya-karya yang ia hasilkan
mampu menduduki rating yang tinggi bagi pencinta sastra Indonesia.
2. Karya-karya Tere Liye dalam Susastra Indonesia
Tere Liye termasuk sastrawan terkenal yang sudah banyak menghasilkan
karya sastra berupa novel. Karya sastra yang telah dihasilkan dan diterbitkan oleh
penerbit Republika, Gramedia Pustaka Umum, Serambi, Grafindo, dan Addprint
diantaranya novel Hafalan Shalat Delisa (2005), Mimpi-mimpi si Patah
Hati(2005), Cintaku Antara Jakarta & Kuala lumpur (2006), The Gogons: James
& Inccrideble I ncident (2006), Kisah Sang Penandai (2007), Moga Bunda
Disayang Allah (2007), Bidadari-bidadari Surga (2008), Senja Bersama Rosie
(2008), Burlian (2009), Rembulan Tenggelam di Wajahmu (2009), Pukat (2009),
Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin (2010), Ayahku (Bukan)
Pembohong (2011).
Salah satu karya Darwis yang merupakan bahan kajian dalam penelitian
ini adalah novel Ayahku (Bukan) Pembohong. Novel yang sarat dengan nilai
sosial dan nilai pendidikan yang dapat dijadikan teladan bagi siapa saja yang
membacanya. Ide awal novel ini adalah tentang anak yang dibesarkan dengan
dongeng-dongeng, tentang definisi kebahagiaan, tentang membesarkan anak-anak
dengan sederhana.
Dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong, terdapat kritik sosial yang
sangat membangun, karena kritik tersebut ditampilkan dalam sebuah cerita yang
bagus, sehingga anak-anak akan dapat dengan mudah mencerna apa maksud yang
terkandung di dalamnya. Nilai pendidikan juga banyak dipaparkan dalamnya,
nilai-nilai yang luhur dan bisa dijadikan pelajaran hidup yang sangat berharga.
B. Deskripsi Hasil
1. Struktur Novel Ayahku (Bukan) Pembohong
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang struktur yang ada dalam novel
Ayahku (Bukan) Pembohong. Sebuah novel dibangun atas karangka-kerangka
yang saling terpadu. Unsur- unsur yang terbangun dalam novel banyak sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dirumuskan oleh para ahli. Namun pada intinya ada dua unsur pembangun novel
yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik
Menurut Nurgiyantoro (2005: 23) ada lima unsur intrinsik , yaitu :
plot/alur cerita, tema, penokohan, latar/setting, sudut pandang. Kelima unsur
intrinsik tersebut dapat dijadikan acuan untuk menjelaskan unsur intrinsik yang
terdapat pada novel Ayahku (Bukan) Pembohong yang dijelaskan di bawah ini.
a. Plot/Alur
Nurgiyantoro (2005: 142-146) berpendapat secara teoretis plot dapat diurutkan
atau dikembangkan ke dalam tahap-tahap tertentu secara kronologis yaitu, tahap
awal, tahap tengah, tahap ahkir. Alur dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong
karya Tere Liye adalah Alur Mundur (regresif) meliputi :
1) Tahap Awal
Tahap awal dalam cerita ini pembaca langsung ditampilkan tentang kehidupan
tokoh utama Dam bersama anak-anaknya. Setelah itu dimulailah tokoh utama
menceritakan tentang masa lalunya, yaitu masa ketika dia masih anak-anak, hal
tersebut dapat dilihat dalam uraian di bawah ini.
Tiga puluh tahun lalu.
“Kau sudah mengantuk, Dam?” ayah tertawa menatapku. Aku
mengeleng kuat-kuat. Tidak . aku pasti bisa bertahan menunggu
siaran langsung ini. Tadi pagi, seluruh teman di sekolah sibuk
meributkan pertandingan ini, bentengkar membela klub
kesayangan masing-masing ( ABP: 8).
Dalam tahap awal juga diceritakan tentang seorang Ayah yang mendidik
anaknya dengan cerita-cerita hebat, sehingga Dam tumbuh menjadi anak dengan
pemahaman yang baik tentang kehidupan ini. Hal tersebut dapat dilihat pada
uraian di bawah ini.
Sejak kecil, bahkan sejak aku belum bisa diajak bicara, Ayah sudah
suka bercerita. Ia menghabiskan banyak waktu menemaniku,
membacakan buku-buku. Ketika halaman buku-buku itu habis,
meski sudah membeli buku-buku terbaru dari dari toko dan
meminjam seluruh tumpukan buku diperpustakaan, ayah mulai
mencomot begitu saja dongeng dari langit-langit kamar. Ia
pendongeng yang hebat. Sepotong benda atau satu kata bisa
berubah menjadi dongeng yang menakjubkan. Entah sejak kapan,
ayah mulai menceritakan masa kecilnya, masa mudanya. Dan aku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
tidak tahu lagi mana batas dongeng dan cerita nyata atasa kisah-
kisah itu (AYB :12).
Namun karena cerita-cerita hebat itulah yang membuat Dam tidak lagi
mempercayai ayahnya dan beranggapan ayahnya adalah seorang pembohong dan
cerita-cerita hebat yang ia dengarkan selama ini juga bohong. Hal itu berawal
ketika Ibu Dam meninggal dunia karena sakit yang dideritanya sejak 20 tahun ini.
Hal tersebut dapat dilihat dalam uraian di bawah ini.
“ Maukah kau mendengar sebuah cerita, Dam?” Ayah akhirnya
berica, memecah lengang. “Ayah tahu sejak tadi malam kau sudah
memutuskan untuk membenci cerita ayah. Biarkanlah ini menjadi
cerita terahkir Ayah, dengan demikian semoga kau bisa mengerti,
setidaknya mengerti kalau ibu kau bahagia.” (ABP: 236).
2) Tahap Tengah
Dalam tahap ini dipaparkan konflik yang telah dijelaskan dalam tahap
awal, yaitu tentang kebencian Dam terhadap cerita ayahnya yang Dam anggap
semua itu hanyalah kebohongan semata. Hal itu dipicu karena kemarahan Dam
terhadap Zas dan Qon yang mencari tahu apakah cerita-cerita hebat kakeknya itu
benar atau tidak, yang menyebabkan Dam di panggil kesekolah karena kedua
anaknya sudah tiga hari terahkir bolos sekolah. Hal tersebut dapat dilihat dalam
uraian di bawah ini.
“Zas dan Qon tiga hari terahkir bolos sekolah,” aku memulai
percakapan, mengeser surat pangilan.
“Astaga? Bagaimana mungkin?” Ayah terkejut, meraih surat itu.
Sedangkan istriku sibuk mencengkram lenganku, mengingatkanku
agar bisa menahan diri.
“Mereka bolos…Ke mana?” Ayah meletakkan surat.
“Perpustakaan Kota”, aku menjawab datar.
“Apa yang mereka lakukan di sana? Ayah menepuk-nepuk jaket
lusuhnya.
“Cerita-cerita Ayah. Mereka mencari tahu apakah cerita-cerita
Ayah sungguhan atau bohong. Mereka memeriksa seluruh daftar
buku, mengelilingi semua rak, membaca setiap bab. Mereka bolos
tiga hari untuk memenuhi rasa ingin tahu apakah kakek tersayang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
mereka sedang berbohong atau sungguhan saat menceritakan
petualangan hebat masa mudanya.” (ABP: 237).
Hal tersebut membuat Dam semakin membenci ayahnya, bahkan ia tega
mengusir ayahnya dari rumah. Ketika ia pulang dari presentasi gedung 40 lantai
dari luar kota. Dam masuk ruang kerja mendapati kedua anaknya Zas dan Qon
sedang berada di depan laptop. Kedua anak itu sedang mencari sesuatu di mesin
pencari dunia maya, tentang akademi gajah, dan tidak ditemukan laman yang
cocok dengan kata itu. Zas dan Qon juga mencari tahu kebenaran tentang
neneknya yang dulu adalag seorang bintang televisi terkenal dimasanya.
Hal tersebut sontak membuat Dam sangat marah. Kemarahannya kali ini
benar-benar di luar batas kesabarannya. Ketika ayahnya baru pulang, ia langsung
menyergah dengan kata-kata yang membuat suasa menjadi panas. Ia
mengingatkan kembali kepada ayahnya, kalau ayah masih menceritakan cerita-
cerita hebat ayah itu kepada Zas dan Qon maka ayah harus pergi dari rumah ini.
Kemarahan Dam kali ini benar-benar sudah diambang batas, sehingga dia
mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakiti ayahnya. Dam menyuruh ayahnya
bilang kepada Zas dan Qon bahwa cerita-cerita itu bohong. Namun ayahnya
bersikukuh bahwa cerita-cerita hebat itu bukanlah bohong dan itu kenyataan.
Karena ayahnya tidak mau mengatakan bahwa cerita-cerita itu bohong, maka Dam
mengancam ayahnya untuk pergi dari rumahnya. Hal tersebut dapat dilihat pada
uraian di bawah ini.
“ Kau sepertinya tidak suka melihat Ayah tinggal disini, Dam.”
Setelah terdiam sejenak, berusaha mati-matian mengendalikan diri,
Ayah menatapku lamat-lamat.
“ Ya, aku tidak suka. Kecuali Ayah bilang pada Zas dan Qon
bahwa cerita-cerita itu bohong,” aku berkata tegas, membalas
tatapan Ayah.
Ayah mengeleng. “Aku tidak berbohong.”
“Kalau begitu Ayah tahu resikonya. Ayah harus pergi
dari…”(ABP: 279).
Ayah Dam pergi dari rumah itulah yang menjadi puncak permasalahan
dalam cerita ini. Hal tersebut disebabkan karena kebencian Dam terhadap cerita-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
cerita ayahnya, yang Dam pikir cerita itu juga yang menyebabkan ibu nya
meninggal, dari situlah Dam sampai tega mengusir ayahnya sendiri.
3) Tahap Ahkir
Tahap ahkir adalah tahap bagaimana ahkir dari cerita tersebut. Setelah
pertengkaran itu, kesokan harinya Dam mendapatkan telepon bahwa Ayahnya
masuk rumah sakit. Ternyata setelah pergi dari rumah Dam Ayah pergi pusara
istrinya dan ditemukan pinsan di pemakaman kota. Hal tersebut dapat dilihat pada
uraian di bawah ini.
Dihalaman rumah sakit, petugas yang menjaga makan langsung
menyongsong saat melihatku turun dari mobil, berkali-kali minta
maaf, bilang dia seharusnya melarang Ayah malam-malam, hujan-
hujanan masuk ke pemakaman kota (ABP: 284).
Setelah semalam dirawat ahkirnya Ayah Dam menyusul Istrinya
mengahap sang ilahi. Kebenaran cerita-cerita Ayah ternyata terbukti semua ketika
Ayah Dam dimakamkan. Pemakaman itu sangat ramai sekali, karena ayah dam
selama ini dikenal sebagai orang yang sangat baik, jujur dan sederhana, namun
Dam tidak pernah mengira bahwa pada pemakaman ayahnya akan seramai ini
bahkan antrian pelayat mengular panjang. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di
bawah ini.
Anteran pelayat mengular panjang. Pemakaman ini dihadiri
walikota, keluarga besar Jarjit, teman-teman sekolahku, teman-
teman klub renang, tetangga, kolega, dan kenalan Ayah yang
sebagian besar tidak kukenali. Rombongan demi rombongan,
pasangan demi pasangan, para pelayat datang. Aku mengangguk
pelan menerima setiap kalimat pujian untuk Ayah, kalimat
membersarkan hati, kalimat berdukacita ( ABP: 295).
Cerita tentang suku penguasa angin itu pun terbukti saat pemakaman Ayah
Dam berlangsung. Dam melihat formasi layang-layang besar diatas awan. Selain
itu juga salah satu tamu yang paling mengejutkan adalah kedatangan Sang Kapten
yang menjadi pemain sepak bola idola Dam waktu kecil, dan si Nomor Sepuluh
yang menjadi idola Zas dan Qon. Dam ahkirnya mengetahui semua kebenaran di
pagi itu ketika ayahnya di makamkan, ia tahu bahwa Ayah bukan pembohong.
b. Tema
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Brooks, Puser, dan Waren (dalam Tarigan, 1993: 125) mengemukakan
bahwa tema adalah pandangan hidup yang tertentu mengenai kehidupan atau
rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau
gagasan dari suatu karya sastra.
Tema yang diangkat dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong
mengungkapkan tentang anak yang dibesarkan dengan dongeng-dongeng, tentang
definisi kebahagiaan dan tentang bagaimana membesarkan anak-anak dengan
sederhana. Seorang ayah yang memutuskan untuk hidup sederhana meskipun dia
lulusan magister luar negeri. Karena hakikat kebahagiaan yang sejati bukan
berasal dari gelar hebat, pangkat tinggi, kekuasaan, harta benda, namun
kebahagiaan yang sejati itu berasal dari hati kita sendiri. Hal tersebut dapat dilihat
dalam kutipan di bawah ini.
“Itulah hakikat sejati kebahagiaan hidup, Dam. Hakikat itu berasal
dari hati kau sendiri. Bagaimana kau membersihkan dan
melapangkan hati, bertahun-tahun berlatih, bertahun-tahun belajar
membuat hati lebih lapang, lebih dalam, dan lebih bersih. Kita
tidak akan pernah merasakan kebahagiaan sejati dari kebahagiaan
yang datang dari luar hati kita. Hadiah mendadak, kabar baik,
keberuntungan, harta benda yang datang, pangkat, jabatan, semua
itu tidak hakiki. Itu datang dari luar. Saat semua itu hilang, dengan
cepat hilang pula kebahagiaan. Sebaliknya rasa sedih, kehilangan,
kabar buruk, nasib buruk, itu semua juga dating dari luar. Saat
semua itu dating dan hati kau dangkal, hati kau seketika keruh
berkepanjangan ( ABP: 291-192).
c. Penokohan
Penokohan adalah sesuatu yang harus ada karena penokohan mempunyai
sifat, ciri atau watak yang dapat menghidupkan peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam cerita. Waluyo (2002: 164) mengatakan bahwa perwatakan berhubungan
dengan karateristik atau bagian watak tokoh-tokoh itu, sedangkan penokohan
berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilij tokoh-tokoh serta
member nama tokoh itu.
Tokoh utama dalam cerita ini adalah Dam, Ayah, Ibu, Tanni, Zas dan Qon.
Tokoh Tambahan dalam cerita ini adalah Jarjit, Kepala sekolah, Pak Pelatih,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Retro, papa Jarjit, Ibu Jarjit, Si Nomor Sepuluh. Perwatakan masing-masing tokoh
dapat dilihat dalam uraian di bawah ini.
1) Dam
Dam adalah tokoh utama dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong, ia
adalah seorang anak yang memiliki semangat luar biasa dan pantang menyerah
dalam mengapai keinginannya, hal tersebut dapat dilihat dalam uraian di bawah
ini.
Sejak lima hari lalu, saat Tanni mengabarkan berita hebat itu, aku
berlatih lebih sungguh-sungguh, dan tidak ada lagi tidur
kemalaman ( ABP: 42).
Sepuluh detik aku berkutat meraih celanaku yang tertinggal satu
meter di belakang, sambil mengambang, lalu buru-buru
mengenakannya. Tapi tali pinggangnya putus dua tidak bisa ku
ikatkan lagi. Aku mengertakkan gigi. Baiklah, aku tidak akan
menyerah. Aku tidak akan berhenti hanya karena celana sialan ini
(ABP: 45).
Dam juga seorang anak yang rajin, meskipun ia anak laki-laki tetapi ia
tidak engan membantu ibunya untuk mengerjakan perkerjaan rumah yang seharus
nya menjadi pekerjaan seorang perempuan,itu semua karena didikkan dari seorang
ayah yang hebat sehingga mampu menjadikan Dam tumbuh menjadi anak yang
berbeda dengan yang lainnya. Hal tersebut dapat di lihat dalam uraian di bawah
ini.
Esok paginya, setelah hukuman tidak boleh keluar kamar selesai,
aku masuk ke dapur dengan pakaian sekolah rapi dan wangi sabun.
Satu jam lalu, bahkan saat Ayah dan Ibu belum bangun, saat
jalanan masih gelap. Aku juga sudah menggowes sepeda,
mengantar Koran, mengepel lantai, menyiram taman, mengerjakan
seluruh tugas rumah yang kuabaikan sebulan terahkir. ( ABP: 57).
Ibu meletakkan kertas itu di atas meja, sesenggukan, menyentuh
jemari ayah, menatapnya dengan sejuta tatapan cinta. “Kau telah
mendidiknya menjadi anak yang berbeda sekali….sungguh dia
akan tumbuh besar dengan pemahaman baik, hati dan kepala yang
baik, meski itu terlihat aneh dan berbeda dibandingkan jutaan orang
lain ( ABP: 59).
Dia juga anak yang sangat menyayangi kedua orang tuanya, terutama
ibunya, karena ibunya sering sakit-sakitan sejak masih muda akibat penyakit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
bawaan yang dideritanya. Dam juga sangat menghormati ayahnya, karena
ayahnya adalah seorang ayah yang hebat dan selalu memberikan pelajaran hidup
yang hebat, sehingga Dam bisa tumbuh menjadi anak yang hebat pula melalui
didikan ayahnya yang hanya seorang pegawai negeri biasa namun dihormati dan
dikenal baik oleh orang seluruh kota. Hal tersebut dapau dilihat dalam uraian di
bawah ini.
“Ibu harus lekas sembuh agar bisa menonton aku bertanding renang
minggu depan. Setelah itu kita menonton sang Kapten bersama-
sama. Pasti menyenangkan.”
Ibu tersenyun, menganguk. Aku menyeka dahinya yang tetap
berkeringat meski udara terasa dingin. Kami hanya diam beberapa
jenak, bersitatap, lalu aku kembali meneruskan memijat lengannya.
“ Aku sayang Ibu,” aku berkata pelan.
“ Ibu juga sayang kau, Sayang.” Ibu tersenyum lagi.
Lima belas menit berlalu, Ibu sepertinya sudah tertidur, aku
beranjak menyelimuti, mematikan lampu, berjinjit ke luar kamar
(ABP: 93).
2) Ayah
Ayah disini adalah Ayah Dam, beliau adalah seorang ayah yang mendidik
anaknya dengan kesederhanaan, dengan cerita-cerita hebat yang memiliki nilai
pendidikan yang sangat berguna untuk membetuk karakter seorang anak yang
memiliki pemahaman hidup yang baik. Ayah adalah seorang yang sangat jujur,
hal tersebut dapat dilihat dari uraian di bawah ini.
Dari percakapan yang aku kuping dari kepala sekolah, pelatih,
tetangga, atau orangtua di sekitarku, mereka sering menyimpulkan :
Ayah terlalu jujur dan terlalu sederhana (ABP: 51-52).
Meskipun ayah lulusan magister luar negeri, namun beliau tidak suka
hidup yang belebihan, beliau lebih memilih menjadi seorang pegawai negeri
golongan biasa, dan memilih hidup yang sederhana. Hal tersebut dapat dilihat dari
uraian di bawah ini.
Keluarga kamu tidak kekurangan, maski tidak juga kaya ( jangan
bandingkan dengan keluara Jarjit). Walaupun lulusan master
hukum luar negeri, ayah hanya menjadi pegawai negeri golongan
menengah, bukan hakim, jaksa, atau pejabat penting seperti teman-
temannya yang bahkan lulusan sekolah hukum terbaik dalam negeri
pun tidak. Lebih tepatnya, hidup kami apa adanya ( ABP: 51).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
3) Ibu
Ibu disini adalah Ibu Dam. Ibu memiliki karakter yang sangat baik, beliau
adalah seorang ibu yang sangat menyayangi keluarganya, seorang istri yang
mampu menerima suaminya apa adanya, dan seorang ibu yang senantiasa tegar
dan kuat dalam menghadapi penyakit yang dideritanya selama hampir 20 tahun.
Hal tersebut dapat dilihat dari uraian di bawah ini.
Dua puluh tahun Ibu hidup apa adanya. Sehat empat bulan jatuh
sakit sati-dua minggu. Aku tidak pernah melihat Ibu tertawa
bahagia, kecuali tersenyum atau menangis terharu. Ibu tidak punya
rumah mewah, mobil, perhiasan, hanya berkutat mengurus rumah.
Rutinitas yang sama setiap hari, itu-itu saja. kehidupan Ibu hanya
sekitar itu. Ibu tidak pernah pernah bahagia. Ibu boleh jadi bosan,
tetapi dia tidak pernah mengeluh (ABP: 233).
4) Tanni
Tanni adalah teman semasa kecil Dam. Tetapi setelah mereka tumbuh
dewasa dan saling bertemu kembali setelah berpisah karena keduanya bersekolah
ditempat yang berbeda. Namun pada ahkirnya mereka bertemu kembali dan
memutuskan untuk menikah. Tanni memiliki karakter yang baik, penyayang,
kurang lebih mirip sekali dengan Ibu Dam, selain itu Tanni juga pandai. Hal
tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Toko bunga Tanni bertambah menjadi dua. Ia pandai mengurus
rumah, mengurus Zas dan Qon, mengurusku, serta mengurus toko
dan kebun bungannya sekaligus. Tanni juga tetap disiplin
mengunjungi Ayah, mengirimkan makanan, bertanya apakah ayah
memerlikan bantuan. Mengajak ayah tinggal bersama kami seperti
menjadi obsesi terbesarnya (ABP: 270).
5) Zas dan Qon
Zas dan Qon adalah anak-anak dari Dam dan Tanni, mereka adalah
mereka adalah anak-anak yang baik. Zas dan Qon juga sangat menyukai cerita-
cerita kakeknya (ayah), selain itu mereka juga anak yang penyayang serta patuh
kepada kedua orang tuanya. Hal tersebut dapat dilihat dalam uraian di bawah ini.
Ayah tertawa, terbatuk sedikit. Zas dan Qon, seperti yang kuduga,
bergegas berebut mengambilkan gelas air minum, sama seperti
waktu aku dulu masih terbilang anak-anak, yang juga semangat
memijat Ayah, mencabuti uban Ayah (yang baru satu dua, jadi
susah dicari), atau mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
mengepel, melakukan apa saja yang disuruhnya, harga atas kisah-
kisah hebat itu (ABP: 5-7).
6) Jarjit
Jarjit adalah teman satu kelas Dam semasa SMP, dia memiliki sifat yang
sombong dan suka mencari masalah, semua itu karna Jarjit sering disbanding-
bandingkan kedua orang tuanya dengan Dam. Hal tersebut yang membuat Jarjit
selalu mencari masalah dengan Dam. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di
bawah ini.
Kau semalam menonton tidak, Pangecut?” Jarjit menoleh
kepadaku. “Atau jangan-jangan di rumah kau tidak ada televisi?”
kerumunan itu tertawa. (ABP: 21)
Ternyata setiap hari papa Jarjit selalu bilang ke Jarjit, ‘Kenapa kau
tidak bisa seperti Dam, bertingkah baik dan menyenangkan?
Kenapa kau tidak bisa seperti Dam, mandiri, melalukan banyak hal,
dan selalu menurut pada orang tua? Kenapa kau tidak seperti Dam
inilah, Dam itulah.’ Astaga, kau jadi anak yang ngetop sekali di
rumah besar mereka, Dam.” (ABP: 66)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
7) Pak Pelatih
Pak pelatih disini adalah pelatih renang Dam sekaligus Ayah dari Tanni. Ia
adalah seorang pelatih yang sangat disiplin dan keras, namun semua itu ia lakukan
demi mendapatkan perenang-perenang yang hebat, semua itu terbukti dari
kejuaraan-kejuaraan yang telah dimenangkan klub renang itu setiap tahunnya. Hal
tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Aku jadi tahu bahwa pelatih yang tegas, keras, dan berwibawa itu
adalah papa Tanni. Seumur-umur melatih. Beliau tidak pernah
memberikan pengecualian selai disiplin tanpa kompromi (ABP:
41).
d. Latar /setting
Latar adalah salah satu unsur karya sastra yang berguna untuk
memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Menurut Nurgiyantoro (2005:
227), unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu,
dan sosial. Ketiga unsur tersebut, walaupun masing-masing menawarkan
permasalahan yang berbeda-beda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada
kenyataanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
1) Latar Tempat
Dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong latar tempat tidak begitu
dijelaskan secara detail, latar tempat banyak diceritakan di rumah orangtua Dam
dan di rumah Dam setelah menikah, namun ada beberapa tempat yang menunjang
lainnya, namun tidak banyak digunakan seperti rumah Dam. Latar tempat berikut
adalah sekolah, kolam renang kota, stadion kota, akademi gajah, lembah Bukhara
dab pemakaman kota. Latar atau setting tersebut dapat dijelaskan di bawah ini :
a) Rumah orangtua Dam
Rumah orangtua Dam paling banyak digunakan sebagai latar tempat dalam
novel Ayahku (Bukan) Pembohong, karena novel ini banyak menceritakan tentang
kehidupan keluarga Dam yang sederhana namun selalu bahagia. Rumah keluarga
Dam tidak mewah, tidak besar, tidak juga ada mobil yang terpakir didepan rumah,
namun didalam rumah tersebut Dam dibesarkan menjadi seorang anak yang hebat,
karena ayah Dam mendidik anaknya dengan cerita-cerita yang hebat, dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
kasih sayang, dengan pemahaman hidup yang baik dan dengan kesederhanaan.
Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Aku menelan ludah, menatap langit-langit kamar yang gelap. Aku
tidak mengerti. Keluarga kami biasa-biasa saja. ayah hanya
pengawai negeri. Ibu hanya ibu rumah tangga biasa. Kami tidak
memarkir satu mobil pun di garasi (karena kami memang tidak
punya garasi) (ABP: 67).
b) Rumah Dam
Dalam novel ini juga banyak diceritakan di rumah Dam, ketika Dam sudah
menikah, ia membeli sebuah rumah dari hasil kerja keras nya menjadi seorang
arsitek. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Aku membeli rumah di pinggiran kota, tidak terlalu besar, tapi
halamannya luas. Uang tabunganku dari mendesain berbagai
proyek pembangunan selama kuliah lebih dari cukup. Tanni
menggunakan uang hadiah pernikahan untuk memulai toko
bunganya. Perjalanan panjang keluarga kecil kami baru saja
dimulai. Aku siap dengan karier arsitekturku. Tanni siap menjadi
ibu rumah tangga dengan kesibukan kecil sebagai florist (ABP:
265).
c) Kolam renang kota
Kolam renang kota juga banyak diceritakan dalam novel ini. Kolam
renang tersebut adalah tempat dimana Dam menjadi perenang yang hebat dan ikut
klub renang kebangganya kotanya. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah
ini.
Kolam renang kota ramai oleh anak-anak. Dua hari lalu, catatan
waktuku sudah dibwah satu menit lima belas detik. Itu syarat utama
lolos menjadi anggota klub renang (ABP: 23).
d) Akademi Gajah
Akamedi gajah merupakan tempat Dam sekolah waktu SMA. Dam banyak
mendapatkan ilmu dan pengalaman yang hebat disekolah ini. Karena disekolah ini
mendidik secara langsung siswa nya dengan praktik, bukan hanya teori saja.
Namun pengalaman yang diutamakan di sekolah ini. Hal tersebut dapat dilihat
pada uraian di bawah ini.
Kau seperti melupakan betapa luar biasanya sekolah di Akademi
Gajah, Dam,” Kepala sekolah berkata takzim.” Kami tidak
mendidik kalian sekadar mendapatkan nilai di atas kertas. Seluruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
kehidupan kalian tiga tahun terahkir, dua puluh empat jam, baik di
kelas ataupun tidak adalah proses pendidikan itu sendiri. Itulah
penilaian yang sebenar-benarnya. Kau lulus dengan baik.” (ABP:
241).
2) Latar Waktu
Di dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong latar waktu hanya dijelaskan
dengan hitungan tahun. Ketika tokoh menceritakan masa lalunya. Tidak ada
penjelasan latar waktu berupa tanggal, jam yang terdapat dalam novel ini. Hal
tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Tiga puluh tahun lalu (ABP: 8).
Latar waktu dalam novel ini semua dijelaskan dengan menceritakan kisah
Dam tiga puluh tahun yang lalu. Jadi tidak begitu banyak latar waktu yang
digunakan dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong.
3) Latar Sosial
Latar sosial yang ada dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong juga tidak
terlalu banyak. Yang paling menonjol hanya kehidupan keluarga Dam yang
sederhana dan biasa-biasa saja dan kehidupan keluarga Jarjit yang orang tuanya
menjadi seorang pengusaha yang kaya raya. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian
di bawah ini.
Aku menelan ludah, menatap langit-langit kamar yang gelap. Aku
tidak mengerti. Keluarga kami biasa-biasa saja. ayah hanya
pengawai negeri. Ibu hanya ibu rumah tangga biasa. Kami tidak
memarkir satu mobil pun di garasi (karena kami memang tidak
punya garasi) (ABP: 67).
e. Sudut pandang
Waluyo ( 2002: 184-185) mengemukakan ada tiga jenis point of view,
yaitu : (1) pengarang sebagai orang pertama dan menyatakan pelakunya sebagai
“aku” dan disebut teknik aku-an; (2) pengarang sebagai orang ketiga dan
menyebut pelaku utama sebagai “dia” teknik ini disebut teknik dia-an; (3) teknik
yang disebut ommiscient narratif atau pengarang serba tahu yang menceritakan
segalanya tokoh dalam ceritanya, tetapi semua tokoh mendapatkan penonjolan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Sudut pandang atau pusat pengisahan dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong
mengacu pada sudut pandang orang pertama. Hal tersebut dapat dilihat pada
uraian di bawah ini.
Aku berhenti memercayai cerita-cerita Ayah ketika umueku dua
puluh tahun. Maka mala mini, ketika Ayah dengan riang menemani
anak-anaku, Zas dan Qon, menceritakan kisah-kisah hebatnya pada
masa mudanya, aku hanya bisa menghela napas tidak suka. Ingin
sekali menyela, bilang bahwa Zas dan Qon harus segera tidur,
besok mereka harus bangun pagi-pagi, serta bertumpuk alasan
lainnya, mulai dari yang masuk akal hingga yang dibuat-buat.
Sayangnya, istriku sudah dua kali memberikan kode di balik buku
tebal yang sedang dibacanya. Kode itu bilang dengan tegas,
biarkan Ayah menikmati sedikit waktu dengan kedua cucu
menggemaskannya (ABP: 5).
2. Kritik Sosial dalam Novel Ayahku (Bukan) Pembohong
Berbeda dengan ahli ilmu pengetahuan yang membuat statistik dengan
fakta-fakta, maka seniman itu memilih fakta-fakta yang mana yang paling plastis
untuk menggambarkan situasi kehidupan sosial, politik, ekonomi, maupun
kultural yang memang lebih banyak menjadi pendekatan bagi seniman (Rendra,
2001: 14).
Ada tiga kritik sosial yang diungkapkan dalam novel Ayahku (Bukan)
Pembohong karya Tere Liye. Kritik sosial tersebut dikemas dalam sebuah cerita
yang menjadi cerita petualangan ayah Dam waktu masih muda. Hal tersebut dapat
dilihat pada uraian di bawah ini.
a. Kritik sosial yang ditampilkan pada cerita tentang Lembah Bukhara
Pada cerita Lembah Bukhara ini diceritakan tentang kisah adalah sebuah
lembah yang sangat indah, subur, aman dan damai. Namun karena keserakahan
penghuninya lembah tersebut menjadi hancur. Dilembah yang indah ini dijadikan
tempat penambangan emas oleh penghuninya sendiri. Karena ditemukannya emas
disepanjang sungai lembah, membuat para penambang emas dari penduduk luar
bukit Bukhara pun berdatangan untuk menanmbang emas lembah itu.
Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Menurut cerita Ali Khan, emair Lembah Bukhara yang ayah temui,
seratus tahun silam seluruh keindahan lembah binasa oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
keserakahan penghuninya, para penambang emas. Mereka datang
sat rombongan disusul rombongan lain (ABP:137).
Kerusakan itu dibuat oleh penghuni Lembah Bukhara sendiri. Karena
lembah tersebut memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah, sehingga sifat
serakah manusiapun tidak dapat dihindarkan. Mereka berlomba-lomba mencari
emas, dari keserakahan pasti akan menimbulkan bencana dan kesengsaraan. Hal
itu terjadi disebabkan penambang emas yang merusak semua tumbuhan yang ada
dihutan bahkan ditepi gunung, sehingga gunung yang dulunya indah menjadi
lereng gunung yang sompal seperti kue yang terpangkas dan berubah menjadi
gersang dan hamparan lembah yang hijau permai berubah menjadi padang pasir
yang tandus dan panas dan tidak menyisakan apapun. Hal tersebut dapat dilihat
pada uraian di bawah ini:
Lereng gunung sompal bagai kue yang dipangkas, berubah cokelat
dan gersang. Hanya dalam hitungan tahun, seluruh hutan yang luas
hampir sebesar kota kita berubah menjadi padang pasir. Tandus,
panas, tidak menyisakan apa pun selain kesedihan ( ABP:137).
Setelah kerusakan terjadi dimana-mana, lembah yang dulu hijau permai
dan memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Sekarang semuanya tinggal puing-
puing kerusakan yang ditinggalkan dimana-nama. Hal tersebut yang banyak
memicu pertengkaran. Karena tidak adanya kemakmuran dan sulitnya mencari
nafkah para penduduk mencari jalan pintas. Mereka melaukan kejahatan,
merendahkan harga diri demi mendapatkan makanan supaya dapat bertahan
hidup. Karena lembah yang dulu hijau dan penuh dengan lading-ladang yang
subur dan hutan yang memberikan nafkah telah habis dan rusak karena keserakan
penduduknya sendiri dan pendatang yang melakukan penambangan emas hingga
habis tak tersisa. Hal tersebut dapat dilihat dalam uraian di bawah ini.
Orang-orang mencari jalan pintas, melakukan
kejahatan,merendahkan harga diri. Lembah itu menjadi pemukiman
yang tidak beradab. Sementara para pendatang sudah jauh
meninggalkan mereka entas sedang merusak dimana lagi. Warga
lembah harus menanggung keserakahan mereka membiarkan
pendatang menambang emas (ABP:138).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
b. Kritik sosial yang ditampilkan pada cerita tentang Suku Penguasa Angin
Cerita tentang suku penguasa angin, merupakan kritik sosial yang
disampaikan oleh pengarang melalui cerita petualangan yang dilakukan oleh ayah
Dam. suku penguasa angin merupakan suku yang tinggal diperkampungan yang
memiliki padang pasir yang luas. Mengapa disebut suku penguasa angin karena
suku tersebut mampu membuat layang-layang raksasa dan mereka dapat
menerbangkan layang-layang tersebut dan menaikinya. Karna itulah mereka
disebut suku penguasa angin. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
“ Kami penguasa angin, orang asing. Tentu saja kami pandai
memainkan layang-layang.”Tutekong tertawa saat Ayah bertanya
kenapa suku ini suka sekali bermain layang-layang ( ABP: 155).
Selain itu, penduduk perkampungan suku penguasa angin bukan orang-
orang yang sibuk mengurus dirinya sendiri, ambisius, dan penuh rencana. Mereka
hidup dalam kerukunan, menjalani hidup apa adanya, sehingga kehidupan mereka
bangaikan musik indah yang selalu diputar terus menerus, dan mereka hidup
dengan pemahaman yang baik tentang makna sebuah kehidupan. Hal tersebut
dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Mereka bukan orang-orang yang sibuk mengurus dirinya sendiri,
ambisius, dan penuh rencana, mereka orang-orang yang suka
bergurau, bercengkrama, dan bermain. Mereka menjalani hidup
dengan sebenar-benarnya hidup yang harus dijalani, mengalir apa
adanya (ABP: 155).
Akan tetapi hidup yang dirasakan oleh suku penguasa angin tersebut
bukan tanpa suatu perjuangan yang panjang. Mereka juga memiliki sejarah yang
gelap yang mereka rasakan dua ratus tahun silam. Ketika penjajah datang
diperkampungannya. Merusak semua yang ada diperkampungan itu dan
mengambil alih semuanya tanpa tersisa. Tanah kelahiran yang dulu menjadi
tempat tinggal yang permai sekarang sudah tidak ada lagi. Ladang pengembala
yang mereka jadikan tempat untuk ternak mereka juga sudah tidak tersisa lagi. Hal
tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Seminggu tinggal bersamanya, Tutekong berbaik hati menceritakan
potongan paling gelap dalam sejarah suku penguasa angin. Ketika
langit bukan lagi milik mereka, ketika padang pengembalaan bukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
lagi tempat ternak mereka, ketika tanah kelahiran bukan lagi tempat
tinggal mereka yang permai, dan keluarga mereka sendiri bukan
lagi milik mereka (ABP: 156).
Dua ratun tahun lalu, penjajah tiba didaratan yang memiliki luas separuh
benua itu. Dengan persenjataan yang mutakhir, mereka menaklukan penguasa
setempat. Dalam hitungan bulan penjajah sudah dapat masuk ke semua wilayah
yang ada diperkampungan. Penjajah sudah berhasil menguasai semua wilayah
yang ada didaratan itu. Penduduk perkampungan juga sudah tidak bisa melawan
lagi, karena penjajah menggunakan persenjataan yang mutakhir, sedangkan suku
penguasa angin tidak memiliki persenjataan apa-apa. Sehingga perkampungan itu
mudah sekali untuk ditaklukan. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah
ini.
Dua ratus silam, penjajah tiba didaratan luas separuh benua itu.
Dengan persenjataan mutakhir, satu per satu mereka menaklukan
penguasa setempat. Dalam hitungan bulan, dua Negara dari tiga
pemilik territorial padang penggembala tunduk, dan kaum penjajah
terus merangsek masuk hingga ke sudut-sudut padang (ABP: 156).
Penjajah menggunakan strategi yang licik untuk mengalahkan lawan.
Mereka menggunakan candu, mengubah hamparan rumput subur menjadi ladang
tembakau mahaluas, megahsilkan jutaan batang candu, dan dijual penuh paksaan
pada penduduk setempat. Kejahatan dan kelicikan penjajah mengakibatkan
penderitaan yang berkepanjangan bagi para penduduk. Perkampungan yang dulu
nya damai, aman, dan penuh kebahagiaan dalam sekejab berubah menjadi
kesengsaraan dan penderitaan. Hal tersebut dapat lihat pada uraian di bawah ini.
Strategi mereka licik, mengalahkan lawan dengan candu,
mengubah hamparan rumput subuh menjadi lading tembakau
mahaluas, menghasilkan jutaan batang candu, dan dijual penuh
paksaan pada penduduk setempat (ABP: 156).
Banyak sekali akibat buruk yang ditimbulkan dari candu. Pemuda pemuda
yang gagah para pengembalan yang perkasa sangat mudah ditaklukan karena
kenikmatan sesaat candu. Sehingga mereka hanya memikirkan dirinya sendiri.
Banyak anak-anak pengembala yang malas belajar. Mereka tidak peduli lagi
tentang masa depan apalagi berpikir untuk merdeka dan membalas semua
perbuatan penjajah. Hal tersebut sangat menguntungkan bagi penjajah karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
dengan cepat kekuasaan penjajah mencengkeram seluruh padang penggembalaan.
Pabrik candu berdiri di mana-mana, menjadi industry yang mengerikan dan
menyengsarakan seluruh penduduk. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di
bawah ini.
Pemuda gagah, para pengembala perkasa dengan mudah
dikalahkan saat sibuk mengurus diri sendiri, terlena oleh
kenikmatan sesaat candu. Anak-anak penggembala malas belajar,
tidak pedulu masa depan, apalagi berpikir untuk membalas dan
memerdekakan diri. Dengan cepat kekuasaan penjajah
mencengkram seluruh padang pengembalaan. Pabrik candu berdiri
di mana-mana, menjadi industri yang mengerikan (ABP: 156).
c. Kritik sosial yang ditampilkan pada cerita Si Raja Tidur
Kritik sosial yang terahkir yang diungkapkan oleh pengerang adalah
tentang Si Raja Tidur. Kritik sosial yang ditampilkan oleh pengarang dalam cerita
Si Raja Tidur adalah tentang seorang hakim agung yang masyhur. Ketika Ayah
Dam mendapakan beasiswa master hukumnya, Negara tempat ayah sekolah
dikenal sebagai Negara dengan pelaksanaan hukum terbaik diseluruh Eropa. Polisi
dan penyidik yang profesional, jaksa yang bekerja dengan nurani, serta hakim
yang pintar dan adil, kerena itulah Ayah Dam dikirim untuk melanjutkan studinya
disana. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Siapa si Saja Tidur? Dia adalah hakin agung yang masyhur. Saat
ayah mendapatkan beasiswa master hukumnya, Negara tempat
Ayah sekolah dikenal sebagai Negara dengan pelaksanaan hukum
terbaik di seluruh Eropa. Polisi dan penyidik yang professional,
jaksa yang bekerja dengan nurani, serta hakim yang pintar dan adil,
karena itulah Ayah dikirim ke sana ( ABP:181).
Si Raja tidur merupakan hakim agung yang sangat tegas dan berani dalam
menjatuhkan hukuman dan tidak pandang bulu. Dalam menjatuhkan suatu
hukuman si raja tidur tidak pernah membedakan siapa yang salah atau siapa yang
benar, ia akan menjatuhkan hukuman kepada yang salah sekalipun yang bersalah
adalah seorang pemimpin Negara. Karena ia ingin menghabisi sumber bau busuk
di seluruh negeri.
Si Raja Tidur yang tetap teguh memimpin siding mengadilan,
menjatuhkan keadilan dengan gagah berani tanpa pandang bulu,
menghabisi sumber bauk busuk diseluruh negeri (ABP: 181).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Kasus kejahatan pembunuhan tingkat pertama adalah kasus pembunuhan
yang istri seorang pengusaha yang kaya raya. Istri pengusaha tersebut menjadi
sekretaris parlemen, bintang politik masa depan. Penyidikan pun dimulai, jaksa
mulai menyusun delik perkara, lantas pengadilan di gelar. Tersangka dalam
pembunuhan itu adalah suami nya sendiri. Karena suaminya cemburu buta, lantas
tega membunuh istrinya sendiri. Kesembilan saksi yang dihadirkan juga
memberatkan tersangka. Keterangan para ahli, alat bukti, modus dan alasan
pembunuhan, semuanya meyakinkan. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di
bawah ini.
Pada pagi yang seharusnya indah, istri pengusaha itu ditemukan
tergeletak bergelimangan darah di kamar mandi. Penyidikan
dimulai, jaksa mulai menyusun delik perkara, lantas pengadilan
digelar. Pengadilan itu menarik minat khalayak ramai.
Tersangkanya siapa lagi kalau bukan suami di korban (ABP: 181).
Namun ketika hari keputusan tiba, si Raja Tidur justru membebaskan
sang suami dari segala tuntutan hukum. Sontak semua pengunjung yang datang
berteriak marah. Keluarga istri berteriak histeris, dan orang-orang diseluruh negeri
menghujat hakim. Hari itu menjadi tonggak penting penegakan hukum di Negara
itu, ketika si Raja Tidur yang memiliki delapan bidang keahlian mengungkap tabir
skrenario pembunuhan yang sebenarnya. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di
bawah ini.
Kau tahu siapa hakim pengadilan itu, Dam? dialah si Raja Tidur.
Saat hari keputusan tiba, dia justru membebaskan sang suami dari
segala tuntutan hukum (ABP:182).
Setelah si Raja Tidur mengungkap tabir skenario pembunuhan yang
sebenarnya, bersama segelintir polisi yang masih memiliki nurani, teman-teman di
kejaksaan yang masih memiliki hati. Sedikit kolega hukum dan politik yang masih
peduli, si Raja Tidur menggelar pengadilan ulang dengan mendatangkan pembunh
sebenarnya. Pembuhuh sebenarnya adalah presiden Negara itu.
Tidak mudah dalam menghadirkan presiden ke meja hijau, dibutuhkan
waktu tiga bulan, kekacauan politik, ekonomi, demostrasi, dan keributan di
banyak tempat. Namun si Raja Tidur tidak pernah mundur, karena dia seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
hakim tinggi. Dia berhak menghadirkan siapa saja, dan jelas si Raja Tidur
dilindungi konstitusi. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Kau tahu siapa yang duduk di meja pesakitan, Dam? Presiden
Negara itu. Untuk menghadirkan ke meja hijau dibutuhkan tiga
bulan, kekacauan politik, ekonomi, demostrasi, dan keributan
dibanyak tempat. Seluruh negeri mengalami krisis besar tetapi si
Raja Tidur tidak pernah mundur (ABP: 183).
Ketika pengadilan ketiga, si Raja Tidur dengan sistematis, cerdas dan tidak
terbantahkan membetangkan apa yang sesunguhnya terjadi, seluruh rakyat Negara
itu langsung berdiri dibelakang dan mendukungnya. Itu sebuah konpirasi besar,
istri pengusaha dibunuh karena ia bekerja sebagai sekretaris parleman yang
memegang kunci aktifitas korupsi parti politik yang sedang berkuasa, mulai dari
persiden, menteri, pejabat tinggi, anggota parlemen, hingga pejabat local di ujung
rantai kekuasaan. Pembunuhan itu dilakukan karena istri pengusaha tersebut
menginginkan posisi politik yang lebih tinggi dengan ancaman akan
membocorkan dokumen-dokumen Negara. Tidak ingin semua rahasia partai
politik tersebut bocor yang akan menyeret nya ke pengadilan, maka sekretaris
parlemen itu dibunuh secara sadis, untuk menutupi kebusukan mereka. Hal
tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Tetapi selepas pengadilan ketiga, ketika si Raja Tidur dengan
sistematis, dan tidak terbantahkan membentangkan apa yang
sesungguhnya terjadi, seluruh rakyat Negara itu berdiri di
belakangnya. Itu konspirasi besar, Dam. istri pengusaha yang
berkerja sebagai sekretaris parlemen memegang kunci aktivitas
korup partai politik yang sedang berkuasa, mulai dari presiden,
menteri, pejabat tinggi, anggota parlemen, hingga pejabat lokal
diujung rantai kekuasaan. Karena itulah istri pengusaha dibunuh
ketika terlihat gelagat dia akan bertingkah, menuntut posisi politik
lebih tinggi dengan ancaman akan membocorkan dokumen-
dokumen Negara (ABP: 183).
Sebelum hari diputuskan nya hukuman prsiden itu tiba. Intimidasi banyak
dilakukan untuk membuat si Raja Tidur mundur. Namun si Raja Tidur tetap
kokoh dengan pendiriannya. Bahkan istri tercintanya dibunuh di tempat tidur. Dua
anaknya yang lucu-lucu dibuhuh setelah seminggu diculik ketika pulang sekolah,
rumah keluarga benar si Raja Tidur diledakkan. Mertua, adik, kakak, dan anggota
keluarganya ikut menjadi kebiadabab pembalasan. Namu si Raja Tidur tetap tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
mundur juga. Hal tersebut tidak akan bisa melawan keteguhan hati yang luar biasa
dan kesatria penegak hukum berhati baja.
Istri tercintanya dibuhun di tempat tidur. Dua anaknya yang lucu
dan menggemaskan, masih lima enam tahun, ditemukan meninggal
dua hari kemudian setelah seminggu diculik dari sekolah. Sumber
kebusukan di Negara itu melawan. Karena itimidasi secara verbal
tidak berhasil. Mereka melakukan segala cara termasuk kekerasan
agar si Raja Tidur Mundur (ABP: 184).
Saat menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup pada presiden, raut wajah
si Raja Tidur tidak dipenuhi kebencian sedikit pun. Hukuman itu diikuti dengan
perampasan seluruh kekayaan presiden, melucuti harga diri dan martabatnya.
Tidak hanya presiden saja yang dujatuhi hukuman, namun si Raja Tidur juga
menjatuhkan hukuman yang sama pada istri anak-anak, dan seluruh kerabat
presiden yang terlibat. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Saat menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup pada presiden, raut
wajah si Raja Tidur tidak dipenuhi kebencian sedikitpun. Hukuman
itu diukuti dengan perampasan seluruh kekayaan presiden, melucuti
harga diri dan martabatnya. Si Raja Tidur hanya berkomentar
pendek, amat menyesal juga harus menjatuhkan hukuman yang
sama pada istri, anak-anak, dan seluruh kerabat presiden yang
terlibat. Wajah datar itulah yang menghiasi halaman depan Koran-
koran nasional selama seminggu (ABP: 184).
3. Nilai Pendidikan dalam Novel Ayahku (Bukan) Pembohong
Dalam sebuah novel pasti terdapat nilai-nilai pendidikan di dalamnya.
Novel merupakan salah satu karya sastra yang banyak mengandung nilai-nilai
pendidikan. Berkaitan dengan nilai pendidikan dalam karya sastra, Edy (1983:
121) mengatakan bahwa sastra harus bersifat mendidik. Tetapi dalam perannya
sebagai alat mendidik masyarakat tidaklah harus menggurui atau menunjukkan
apa yang hendak dituju oleh seorang atau masyarakat seperti halnya yang terdapat
dalam sastra propaganda atau sastra slogan Lektra. Ia dapat berupa sesuatu yang
menjadi alat untuk membangkitkan rasa semangat, memulihkan kepercayaan diri
sndiri dan melepaskan ketegangan-ketegangan batin. Di sinilah letak edukatif
karya sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Begitu juga dengan novel Ayahku (Bukan) Pembohong. Banyak nilai-nilai
pendidikan yang terkandung di dalamnya. Nilai pendidikan yang ada dalam novel
Ayahku (Bukan) Pembohong akan bahas secara terperinci di bawah ini.
a. Nilai pendidikan agama
Nilai pendidikan agama merupakan nilai yang luhur yang diterpakan
dalam kehidupan beragama di masyarakat. Nilai pendidikan agama atau
keagamaan dalam karya sasta sebgaian menyangkut moral, atika, dan kewajiban.
Hal ini menunjukkan adanya sifat edukatif (Nurgiyantoro, 2002: 317).
Nilai pendidikan agama yang terdapat pada cerita novel Ayahku (Bukan)
Pembohong menceritakan tentang apa itu sebenarnya kebahagiaan yang sejati. Hal
tersebut terlihat ketika Ayah Dam tiba diperkampungan para sufi. Sufi adalah
orang-orang suci yang tidak pernah memikirkan kehidupan dunia seisinya, namun
hanya memikirkan filsafat hidup yang sebenarnya dan menerapkan prinsip-prinsip
hidup yang baik dan agung. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Dalam salah satu perjalanan jauh yang pernah Ayah lakukan, Ayah
tiba di perkampungan para sufi. Kau tahu apa itu sufi? Sufi adalah
orang-orang yang tidak mencintai dunia dan seisinya. Mereka lebih
sibuk memikirkan hal lain. Memikirkan filsafat hidup, makna
kehidupan, dan prinsip-prinsip hidup yang agung ( ABP: 288).
Selain itu juga tentang pemahaman kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan
yang datangnya dari dalam diri kita sendiri. Tidak akan keruh meskipun kita
mendapatkan cobaan yang menyakitkan. Karena kebahagiaan yang sejati bukan
berasal dari harta, pangkat, kemewahan, kekayaan. Apabila kebahagiaan itu
diukur dari hal tersebut maka, ketika semua hal itu hilang dan tidak lagi menjadi
milik kita pasti duka yang mendalam akan menyelimuti hati kita dan menjadi
keruh berkepanjangan. Hal tesebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
“itulah hakikat sejati kebahagiaan hidup, Dam. Hakikat itu berasal
dari hati kau sendiri. Bagaimana kau membersihkan dan
melapangkan hati, bertahun-tahun berlatih, bertahun-tahun belajar
membuat hati lebih lapang, lebih dalam, dan lebih bersih. Kita
tidak akan pernah merasakan kebahagiaan sejati dari kebahagiaan
yang datang dari luar hati kita. Hadiah mendadak, kabar baik,
keberuntungan, harta benda yang datang, pangkat, jabatan, semua
itu tidak hakiki. Itu datang dari luar. Saat semua itu hilang, dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
cepat hilang pula kebahagiaan. Sebaliknya rasa sedih, kehilangan,
kabar buruk, nasib buruk, itu semua juga dating dari luar. Saat
semua itu dating dan hati kau dangkal, hati kau seketika keruh
berkepanjangan ( ABP: 291-192).
Penyakit hati yang sering dialami manusia adalah penyakit iri hati. Ketika
orang lain mendapakan kesenangan, keberuntungan, dan hadiah pasti manusia
yang tidak memiliki pemahaman hidup yang baik tentang kehabagian akan segera
iri hati dan gelisah. Padahal semua keberuntungan orang lain tersebut tidak
merugikan hidup nya sedikit pun. Itulah contoh manusia yang tidak memiliki hati
yang jernih, akan mudah keruh hanya karna masalah yang sepele. Hal tersebut
dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Sementara orang-orang yang hatinya dangkal, sempit, tidak
terlatih, bahkan ketika sahabat baiknya mendapatkan nasip baik,
dia dengan segera iri hati dan gelisah. Padahal apa susahnya ikut
senang ( ABP: 292).
Dalam memperoleh kebahagiaan yang sejati dan miliki hati yang baik dan
jernih tidak lah mudah. Semuanya membutuhkan latihan yang panjang. Hati kita
dilatih untuk memiliki air mata sendiri, sehingga tidak akan mudah keruh karena
hal-hal duniawi. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
“ Berbeda halnya jika kau punya mata air dendiri di dalam hati.
Mata air dalam hati itu konkret, Dam. Amat terlihat. Mata air itu
menjadi sumber kebahagiaan tidak terkira. Bahkan ketika musuh
kau mendapatkan kesenangan, keberuntungan, kau bisa ikut senang
atas kabar baiknya, ikut berbahagia. Karena hati kau lapang dan
dalam. Sementara orang-orang yang hatinya dangkal, sempit, tidak
terlatih, bahkan ketika sahabat baiknya mendapatkan nasip baik,
dia dengan segera iri hati dan gelisah. Padahal apa susahnya ikut
senang ( ABP: 292).
b. Nilai pendidikan moral
Nilai pendidikan moral adalah nilai-nilai moral yang baik yang dilakukan
oleh manusia dalam kehidupan sosial. Moral diartikan sebagai norma dan konsep
kehidupan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Nilai-nilai pendidikan moral
tersebut dapat mengubah perbuatan, perilaku, dan sikap serta kewajiban moral
dalam masyarakat yang baik seperti budi pekerti, akhlak, dan etika (Widagdo,
2001:30).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong juga terdapat nilai-nilai
pendidikan moral yang baik, yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang anak yang patuh kepada kedua orang tuanya, dan berani meminta
maaf ketika ia membuat suatu kesalahan. Hanya anak yang memiliki moral baik
yang dapat menyadari bahwa membuat orang tuanya marah merupakan kesalahan
terbesar. Apapun alasannya seorang anak tidak berhak membuat marah kedua
orang tuanya. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
“Maafkan aku yang sebulan terhakir membuatAyah sebal.” Aku
tertunduk mengatakan itu, menyeka pipi, entah kenapa
kerongkonganku kesat, hendak menangis. “Ayah pernah cerita,
Toki si Kelinci Nakal selalu tahu bahwa orang tuanya amat
menyayangi dia. Meski harus menaklukan badai salju, melawan
kerumunan serigala, menghindari jebakan pemburu, nahka
melewati jembatan terahkir, orangtuanya tetap berusaha
menyelamatkan Toki, senakal apa pun anaknya….Aku tahu, Ayah
akan selalu menyayangiku.
“ Maafkan aku yang sudah membuat Ayah membanting pintu
semalam sungguh maafkan aku…” kalimatku hilang diujungnya
susah sekali menyelesaikannya (ABP: 57-58).
Ketika Dam dan Jarjit sedang beradu renang utuk menyelesaikan masalah
mereka selama ini. Ketika detik-detik terhakir mencapai garis finish, jika seorang
yang tidak memiliki moral yang baik, tentu akan mengabaikannya dan tidak
peduli. Namun Dam, anak yang memiliki pemahaman hidup yang baik dan hati
yang baik, tetap dengan rela hati menyelamatnya Jarjit, musuh nya selama ini. Hal
tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Tidak ada waktu lagi untuk berpikir soal kemenangan, jarjit
mengalami masalah, maka aku segera membalik badan. Jarjit
berseru seru panik, tersedak, meminum air lebih banyak. Jarakku
tinggal lima meter. Kepala jarjit mulai tengelam. Tubuhnya sudah
tenggelam saat aku berhasil menyambar tanganya, bergegas
menyeretnya ke pinggir kolam ( ABP: 71).
Biasanya anak-anak akan cepat marah bila digangu oleh temannya.
Apalagi diolok-olok oleh temannya sendiri. Namun berbeda dengan sosok Dam,
yang selalu sabar atas olok-olokkan yang dilakukan oleh jarjit. Karena ia memiliki
ayah yang hebat, ayah yang senantiasa mendidiknya dengan cerita-cerita yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
baik sehingga menjadikannya anak yang memiliki pemahaman hidup yang baik.
Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
Wajah jarjit yang justru sekarang berubah mengelembung jengkel.
Aku mengusap wajahku yang basah oleh air hujan. Itulah kenaoa
aku selama ini senang dengan cerita-cerita Ayah. Lihatlah, Jarjit
bukan jengkel karena dipanggil pelatih, ia jelas-jelas jengkel
karena gagal membuatku jengkel padahal ia yang menzalimi (ABP:
24-25).
Dam setelah dewasa, tetap tumbuh menjadi anak yang baik. Karena sejak
kecil memang ia dibesarkan oleh seorang ayah yang memiliki pemahaman hidup
yang baik pula. Sehingga selalu peduli dengan orang lain dan selalu berbuat
kebaikan. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
“ Ini putra kalian?” ibu yang mengendong si kembar bertanya.
Ayah mengangguk, tersenyum ramah. “Benar. Apa putra kami
sudah merepotkan?”
Ibu yang menggendong si kembar tersenyum, menggeleng.
“aku berharap empat anak-anakku akan besar seperti dia. Anak
yang baik hati.”
Bapak si kembar ikut tersenyum, menjulurkan tangan. “senang
berkenalan dengan kalian.”(ABP:116-117).
Dam karena ia tumbuh menjadi anak yang memiliki budi perkerti baik,
maka ia senantiasa membantu orang lain. Namun Dam tidak pernah
menyombongkan diri, dia selalu rendah hati terhadap siapa saja. Hal tersebut
dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
“Dia anak yang baik. Dia menjaga wanita tua ini sepanjang
perjalanan.” Nenek itu tertawa renyah, menunjuk-nunjukku,
menyuruh keluaranya menyalamiku.
Aku sedikit kaku menerima juluran tangan enam-tujuh orang.
Sebenarnya aku tidak melakukan apa pun. Nenek itu itu melakukan
perjalanan sendirian, ia bilang punggungnya sakit kalau terlalu
lama duduk. Aku memberikan separuh kursiku padanya agar ia
bisa bersandar (ABP: 172-173).
Demi keinginannya untuk mengumpulkan uang guna perwatan ibu nya
yang sakit, Dam rela bekerja diperkampungan penduduk sehabis selesai sekolah.
Hal tersebut dilakukan karena Dam ingin melihat ibunya yang sering sakit karena
penyakit bawaan bisa sembuh. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Esok harinya aku mulai bekerja diperkampungan penduduk.
Kalimat salah satu nelayan yang kutemui di danau benar. Ada
banyak pekerjaan yang tersedia. Aku bisa membantu mengurus
ternak sapi, muali dari member makan, memandikan, memeras,
hingga menjual hasil perasan susu kepedangan dari kota lain.
Selain gaji mengurus ternaknya, pemilik ternak memberikan bonus
atas setiap gallon susu yang kujual ( ABP: 205).
Aku tersenyum riang. Cacatanku semakin panjang. Jumlahnya
semakin banyak. Sudah sepuluh kali lipat dibandingkan harga tiket
kelas VIP saat menontong sang Kapten dulu. Semoga persis saat
meninggalkan asrama, menyelesaikan masa SMA-ku, uang ini
cukup untuk biaya perawatan ibu. Aku menatap bayang-bayang
hutan yang mulai gelap dari jendela kamar, bintang gemintang
bersinar di angkasa.
Ibu akan sembuh (ABP: 208-209).
Seorang yang memiliki moral yang baik, pasti akan selalu dikelas baik
dimana saja. Apabila kita sudah memiliki nama yang baik dimata semua orang
dengan kebaikan yang kita miliki, orang lain akan dengan senang hati menolong
kita saat kita membutuhkan pertolongan tanpa harus meminta. Karena tibiat orang
baik dimana-mana akan senantiasa dikenal. Hal tersebut dapat dilihat pada uraian
di bawah ini.
“ Tidak semua cerita Ayah buruk, Dam. bahkan itu bisa mendidik
anak-anak lebih baik. Kau lupa, kau mewarisi tabiat baik dari
cerita-cerita itu. Seluruh penghuni kompleks ini mengenal kau.
Dam yang ramah, baik hati, dan ringan tangan membantu. Dam
selalu menyapa, Dam pandai mendamaikan pertengkaran. Coba
kau Tanya sopir angkutan umum di terminal, mereka tahu rumah
Dam sang arsitek tidak? Mereka bahkan dengan senang hati
mengantar tamu yang bertanya ke rumah kita. Dan kau lupa, Ayah
dikenal seluruh kota sebagai pegawai yang jujur dan sederhana.
Dia tidak kaya. Dia bukan pejabat tinggi, tetapi martabatnya tidak
tercela. Tidak pernah berbohong.”(ABP: 273).
c. Nilai pendidikan sosial
Nilai pendidikan sosial merupakan cerminan kebaikan yang ditunjukan
kepada orang lain. Hasan dan Salladin (1996:83) menyatakan nilai sosial adalah
aspek-aspek budaya yang diupayakan oleh kelompok untuk memperoleh makna
atau penghargaan yang tinggi. Seseorang sebagai mahkluk sosial tentu tidak dapat
hidup sendiri. Maka dari itu seorang harus memiliki jiwa sosial agar hidup ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
menjadi lebih baik. Dalam novel ini juga ditampilkan nilai pendidikan sosial yang
dapat dijadikan teladan bagi pembaca.
Nilai pendidikan sosial, pasti memiliki keterkaitan hubungan dengan orang
lain. Dam adalah seorang anak yang memiliki jiwa sosial yang tinggi. Saat ia
bersekolah di akademi gajah, ia membatu teman-teman nya yang ingin ikut
bekerja untuk mengisi waktu luang setelah pelajaran sekolah usai, biasanya pada
waktu sore hari. Hal tersebut terdapat pada uraian di bawah ini.
“ itu bisa manjadi pengalaman yang seru, belajar sekaligus bekerja
yang sebenarnya. Teman-teman juga membutuhkan bersosialisasi
dengan penduduk, bisa menjadi bagian mengisi waktu senggang.
Aku pikir itu sama sekali tidak akan menganggu aktivitas belajar.”
Kepala sekolah berpikir sejenak, lantas mengajukan syarat
tambahan. Aku menyetujuinya. Maka esok harinya aku memasang
pengumuman tentang kesempatan bekerja di perkampungan bagi
siapa saja yang berminat (ABP: 205-206).
Pemahaman hidup yang baik, pasti akan menjadikan jiwa ini menjadi jiwa
yang senantiasa pedulu dengan orang lain. Hal itu tampak pada sikap Dam saat
mengantri membeli makanan di kampus. Dia dengan sabar memberikan
anteriannya kepada orang lain, padahal ia lebih dulu mengantri. Seorang yang
tidak memiliki jiwa sosial yang tinggi pasti akan marah jika terjadi hal seperti itu.
Hal tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
“ Kau pasti Dam.” Gadis itu sudah tertawa. “Tidak ada mahasiswa
yang akan ringan hati memberikan anterian pada selusin
perempuan yang ketawa-ketiwi, hanya tersenyum saat petugas
kantin bilang tidak ada kembalian, atau sekedar menyeringai datar
ketika mejanya diserobot. Tidak ada orang dengan kebaikan
sedetail itu. Kau pasti Dam. Astaga, kau sekarang terlihat berbeda
sekali.”(ABP: 245).
C. Pembahasan
1. Struktur Novel Ayahku (Bukan) Pembohong
Selaras dengan hasil penelitian yang telah ditemukan, sebuah novel yang
memiliki kualitas yang baik, tentu terdapat unsur-unsur yang lengkap di
dalamnya. Struktur yang terdapat dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong dapat
ditemukan struktur intrinsik novel yang lengkap. Dalam novel ini pengarang
mengambarkan unsur-unsur intrinsik novel yang lengkap, yang merupakan unsur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
pembangun dari dalam suatu karya sastra. Unsur- unsur intrinsik yang dapat
ditemukan dan sudah dibahas dalam deskripsi temuan meliputi, plot/ alur, tema,
penokohan, latar dan sudut pandang.
Hal tersebut sejalan dengan mendapat yang dikemukakan oleh
Nurgiyantoro (2005: 23) ada lima unsur intrinsik , yaitu : plot/alur cerita, tema,
penokohan, latar/setting, sudut pandang. Kelima unsur tersebut juga ditemukan
secara lengkap dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong. Jadi ada relevansi
antara hasil temuan yang telah dibahas dengan teori yang ada.
2. Kritik Sosial dalam Novel Ayahku (Bukan) Pembohong
Secara sederhana, kritik sosial merupakan salah satu bentuk kepekaan
sosial. kritik sosial yang murni tidak didasarkan pada tanggung jawab, bahwa
manusia bersama-sama bertangung jawab terhadap lingkungan sosialnya. Oleh
karena itu, kritik sosial mencakup berbagai segi kehidupan baik politik, emonomi,
sosial dan budaya.
Dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong terdapat tiga jenis kritik sastra
yang berbeda. Kritik sastra pertama yang ditampilkan adalah mengenangi
kehidupan sosial dan budaya masyrakat yang serakah dan tidak dapat
memanfaatkan hasil bumi yang baik. Masyarakat yang tidak pernah memiliki rasa
puas dengan apa yang telah mereka dapatkan dan nikmati dari alam. Karena sifat
yang tidak pernah puas itulah yang menyebabkan kesengsaraan bagi dirinya
sendiri.
Akibat dari keserakahan itulah ahkirnya mereka merasakan bahwa betapa
menderitanya hidup jika tidak ada hasil bumi yang bisa dijadikan tumpuan untuk
hidup. Keserakahan itu hanya meninggalkan puing-puing kerusakan dimana-
mana, tidak ada tanah yang sesubur dulu yang dapat ditanami apa saja. Pada
ahkirnya tidak ada kehidupan yang tentram dan memiliki sumber penghasilan
yang cukup, untuk tetap bertahan hidup.
Dalam suatu karya sastra, kritik sosial merupakan sarana pengarang untuk
menyampaikan ketidakpuasannya terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Hal tersebut senada dengan Nurgiyantoro (2005: 331) menegaskan bahwa sastra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
yang mengandung pesan pesan kritik biasanya akan lahir di tengah masyarakat
jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dalam masyarakat.
Hal senada juga diungkapkan oleh Goldman (dalam Oekon dan Soeratno,
2004: 329) karya sastra bukanlah lahir dari struktur yang otonom yang lahir
dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil strukturisasi pikiran subjek penciptanya
yang timbul akibat interaksi antara dirinya dengan situasi social ekonomi dan
sosial.
Kritik sosial yang kedua yang ditampikan dalam novel Ayahku (Bukan)
Pembohong adalah tentang kehidupan masyarakat yang penuh dengan kedamaian,
saling menghargai satu sama lain. Karena masyarakat tersebut memiliki ladang
yang sangat subur dan hasil bumi berupa tanaman dan sayuran yang melimpah
ruah. Namun hal itulah yang memicu penjajah ingin menguasai seluruh lading
mereka.
Kehidupan yang dulunya penuh dengan kedamaian dan tengang rasa sosial
yang tinggi menjadi musnah seketika. Hal tersebut disebabkan penjajah masuk
kewilayah tersebut dengan persenjataan yang mutahkir. Satu persatu penduduk
dijajah dan diperdaya dengan kenikmatan sesaat candu. Ladang yang dulunya
subur dan penuh dengan hasil bumi disulap menjadi ladang candu yang ditanam
oleh penjajah. Semuanya dikuasai oleh penjajah dan memaksa para penduduk
untuk membeli hasil bumi dengan harga yang sangat mahal. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya kejahatan dimana-mana.
Para penduduk yang dulunya hidup rukun dan saling menghargai berubah
menjadi saling merendahkan, membunuh, merampok, hal itu dilakukan agar
mereka tetap bisa bertahan hidup. Kritik sosial yang ditampilkan oleh pengarang
senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Abar dan Ahmad (1999:47)
kritik sosial dinyatakan sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat
yang bertujuan atau berfungsi sebagai control terhadap jalannya sebuah system
sosial atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan
salah satu variable penting dalam memelihara system sosial. Berbagai tindakan
sosial ataupun individual yang menyimpang dari orde sosial maupun orde nilai
moral dalam masyarakat dapat dicegah dengan memfungsikan kritik sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Kritik sosial yang terahkir yang ditampikan dalam novel Ayahku (Bukan)
Pembohong, adalah tentang seorang hakim agung yang sangat bijaksana dan adil
dalam menegakkan hukum di negaranya. Karena kekuatan suatu Negara juga
dipengaruhi oleh seberapa kuat dan adil hukum yang diterapkan dalam Negara
tersebut. Apabila hukum dalam Negara itu tidak ditegakkan dengan benar, maka
tindak kejahatan atau tindak kriminalitas tidak akan bisa dibasmi sampai akar-
akarnya.
Seorang hakim adalah orang yang paling berkuasa dan memiliki hak
penuh untuk memutuskan suatu perkara. Menghukum orang yang bersalah dengan
seadil-adilnya bukan perkara yang mudah. Semuanya harus dengan penyelidikan
yang benar. Namun banyak sekali seorang polisi, penyidik, jaksa dan hakim yang
tidak memiliki hati nurani dan tekad yang kuat untuk menegakkan keadilan.
Akibatnya dari itu semua adalah banyak orang-orang yang melakukan tindak
kejahatan malah bebas berkeliaran diluar sana. Namun yang tidak bersalah justru
mendekam kedalam penjara.
Kritik sosial tersebut senada dengan pernyataan Waluyo (1987: 119),
kritik sosial adalah sebuah tema dalam karya sastra tentang adanya ketidakadilan
dalam masyarakat, dengan tujuan untuk mengetuk nurani pembaca agar keadilan
sosial ditegakkan dan diperjuangkan. Kritik sosial adalah sanggahan terhadap hal-
hal yang dianggap menyalahi aturan, hukum dan tata nilai yang sudah menjadi
konvensi umum. Kritik sosial dalam karya sastra adalah sarana pengarang untuk
menyampaikan ketidakpuasannya terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat.
3. Nilai Pendidikan dalam Novel Ayahku (Bukan) Pembohong
Nilai-nilai pendidikan pasti dapat ditemukan dalam sebuah karya sastra.
Begitu pula dengan karya sastra berupa novel. Novel merupakan salah satu karya
sastra yang mengandung nilai pendidikan yang tinggi. Hal tersebut juga terdapat
dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong. Nilai pendidikan yang dapat ditemukan
dalam novel ini adalah nilai pendidikan agama, moral dan sosial.
Nilai pendidikan agama yang ditampilkan dalam novel ini adalah
mengenai cerita tentang danau para sufi, yang didalamnya terdapat nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
pendidikan agama, yang berkaitan dengan apa sesungguhnya kebahagiaan yang
sejati itu. Para sufi adalah orang-orang yang lebih mencari dan mengejar
kebahagiaan akherat dibandingkan mengejar kebahagiaan dunia. Karena hanya
seorang yang memiliki hati yang bersih yang dapat merasakan apa itu makna
kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena kebahagiaan yang sejati bersumber dari
hati yang bersih.
Nilai agama menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang
dalam, harkat dan martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia.
Hal tersebut senada dengan penyataan Dojosantoso (dalam Suwondo, 1994:63)
menyatakan bahwa “religius” adalah “ keterkaitan antara manusia dengan Tuhan
sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan”. Keterkaitan manusia secara sadar
terhadap Tuhan merupakan cermin sikap manusia religius.
Hal senada juga diungkapkan Mangunwijaya (dalam Nurgiyantoro,
2002:327) menyatakan, agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian
kepada Tuhan hukum-hukum resmi. Religius, dipihak lain melihat aspek yang di
lubuk hati, riak gentar nurani, totalitas ke dalam pribadi manusia. Dengan
demikian, religius bersifat mengatasi lebih dalam dan lebih luas dari agama yang
tampak forman dan resmi.
Nilai pendidikan moral juga terdapat dalam novel Ayahku (Bukan)
Pembohong. Hal tersebut dapat dilihat pada perilaku seorang anak yang memilki
moral yang baik, meliki rasa patuh yang luar biasa kepada kedua orang tuanya. Ia
selalu menjalankan apa saja yang diperintah oleh kedua orang tuanya. Senantiasa
mendengarkan nasihat yang baik yang di sampaikan. Moral yang baik akan
membawa seorang memiliki budi pekerti yang baik pula.
Pendidikan moral itu sendiri terkait erat dengan budi pekerti yang
tercermin melalui tingkah laku seseorang. Hal tersebut senada dengan Widagdo
(2001:30), Nilai-nilai pendidikan moral tersebut dapat mengubah perbuatan,
perilaku, dan sikap serta kewajiban moral dalam masyarakat yang baik seperti
budi pekerti, akhlak, dan etika .
Nilai pendidikan yang terahkir yang terdapat pada novel Ayahku (Bukan)
Pembohong adalah nilai pendidikan sosial. Nilai pendidikan sosial tercermin pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
sikap seorang anak yang selalu membantu orang lain dengan senang hati. Karena
kesadaran terhadapt nilai-nilai sosial akan membawa manusia pada kesadaran
bahwa hidup dia tidak akan lepas dari bantuan orang lain. Kesadaran itu mutlak
diperlukan agar dalam setia tindakan memiliki batas-batas tertentu dan selalu
mengukur semua perbuatan dengan kacamata kemanusiaan.
Ukuran tindakan manusia sebagai bagian dari masyarakat secara
keseluruhan, bukan berapa besar tindakan itu menguntungkan dirinya, melainkan
berapa jauh tindakan itu menguntungkan serta menyempurnakan kemanusiaan
masyarakat lain di sekitarnya. Hal tersebut senada dengan pendapat Hasan dan
Salladin (1996:83) , nilai sosial adalah aspek-aspek budaya yang diupayakan oleh
kelompok untuk memperoleh makna atau penghargaan yang tinggi. Pendapat lain
dikemukakan oleh Bertrand (dalam Soelaeman, 1988:9) bahwa nilai sosial adalah
suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari terhadap suatu objek, gagasan, atau
orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
1. Unsur struktural yang membangun novel Ayahku (Bukan) Pembohong
meliputi:
a. plot/alur cerita dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong adalah
alur mundur atau flashback, pengarang memulai dengan
menceritakan kehidupan tokoh utama saat sudah berkeluarga lalu
ditengah-tengah menceritakan kehidupan tokoh utama saat masih
kecil.
b. tema dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong adalah tentang
seorang anak yang dibesarkan dengan cerita dongeng-dongeng.
c. penokohan dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong terdapat 7
tokoh yang dipaparkan secara jelas oleh pengarang. Tokoh utama
dalam novel ini adalah Dam dan ayah,ibu, raisa, zas dan qon, jarjit,
pak pelatih sebagai tokoh tambahan.
d. latar/setting dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong terdapat tiga
latar yang ditampilkan didalamnya yaitu latar tempat, waktu dan
sosial.
e. sudut pandang yang digunakan pada novel Ayahku (Bukan)
Pembohong adalah sudut pandang orang pertama Aku-an. Hal
tersebut dapat dilihat dalam setiap awal kalimat, pengarang
menggunakan kata Aku sebagai kata ganti orang pertama.
2. Kritik sosial yang terdapat pada novel Ayahku (Bukan) Pembohong meliputi:
a. Kritik sosial yang ditampilkan pada cerita tentang Lembah
Bukhara, yang menceritakan tentang sebuah lembah yang subuh
dan memiliki hasil bumi yang melimpah. Namun karena
keserakahan penduduknya sendiri membuat lembah yang dulunya
subur menjadi rusak dan hancur, akibat ulah penduduknya yang
menambang emas dan menghancurkan seluruh lembah menjadi
69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
tambang emas. Setelah seluruh emas yang ada di lembah itu habis,
yang ditinggalkan hanyalah puing-puing kerusakan dimana-mana
yang mengakibatkan kesengsaraan bagi penduduknya sendiri.
b. Kritik sosial yang ditampilkan pada cerita tentang Suku Penguasa
Angin, yang menceritakan tentang sebuah suku yang selalu hidup
rukun dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang lain
serta memiliki ladang-ladang untuk tempat pertanian yang subur
dan berlimpah. Namun kehidupan yang aman, damai itu sirna
dalam sekejab ketika penjajah datang dan mengambil alih sebagian
besar ladang penduduk untuk ditanami candu. Banyak penduduk
yang terlena dengan kesenangan sesaat yang ditimbulkan candu.
Sehingga hampir semua penduduk menjadi budak penjajah.
Kesengsaraan yang mereka alami membuat mereka melakuakan
kejahatan, saling membunuh, merendahkan harga diri, hal itu
dilakukan agar mereka dapat bertahan hidup.
c. Kritik sosial yang ditampilkan pada cerita Si Raja Tidur,
menceritakan tentang kisah seorang hakim yang sangat adil dan
bijaksana dalam menegakan hukum. Ia merupakan hakim yang
berani menjatukan vonis hukuman seumur hidup kepada seorang
presiden. Dalam menangani kasus hukum Ia tidak pandang bulu,
karena keadilan hukum suatu Negara adalah tongak bagi kekuatan
Negara tersebut.
3. Nilai pendidikan yang terdapat pada novel Ayahku (Bukan) Pembohong
meliputi :
a. Nilai pendidikan agama terdapat pada cerita danau para sufi yang
mengajarkan bagaimana cara mencari hakekat kebahagiaan yang
sejati.
b. Nilai pendidikan moral terdapat pada perilaku moral yang baik
yang ditampilkan oleh tokoh pada novel Ayahku (Bukan)
Pembohong yang didalamnya merupakan cerminan perilaku moral
yang baik dan mengandung nilai pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
c. Nilai pendidikan sosial yang terdapat pada novel Ayahku (Bukan)
Pembohong tercermin dari perilaku sosial tokoh yang ada dalam
novel tersebut yang pantas untuk dicontoh dan diterapkan dalam
kehidupan sosial.
B. Implikasi
Penelitian dengan judul Tinjauan Sosiologi dan Nilai Pendidikan Pada
Novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye ini memiliki keterkaitan
dengan dunia pengajaran sastra. Novel sebagai dokumen sosial mengajarkan
tentang nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
terkadang lebih tersampaikan dibandingkan dengan memberikan pembelajaran
secara langsung.
Di dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong, banyak sekali nilai-nilai
pendidikan yang dapat dijadikan contoh pembelajaran tentang hidup yang baik
bagi anak-anak. Novel ini banyak mengambarkan bagaimana hidup yang
sesungguhnya, memberikan gambaran bahwa hidup itu harus senantiasa berjuang
dan berusaha. Namun tidak menggunakan cara-cara yang tidak baik, tetapi dengan
cara memahami bagaimana hidup dengan pemahanan yang baik.
Pemahaman yang baik akan makna kehidupan dan kebahagiaan, akan
menjadikan seorang anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Karena
senantiasa mengerti hal yang baik dan yang buruk. Serta tak akan mudah
digoyahkan oleh suatu kegagalan. Karena mereka memiliki jiwa dan hati yang
kuat. Hati dan jiwa yang kuat tidak akan mudah digoyahkan dan di hancurkan
oleh sebuah kegagalan, namun akan menjadikan kegagalan itu sebagai kekuatan
untuk menjadikan dirinya lebih hebat. Dengan pemahaman yang baik, seorang
anak yang bisa menjadi hebat tak akan menggunakan kehebatannya untuk
mengalahkan orang lain dengan cara yang licik, namun akan menberikan bantuan
dan kehebatannya agar orang lain bisa menjadi hebat sepertinya.
Isi dari novel ini akan bisa mempengaruhi anak-anak untuk bisa menjadi
orang yang hebat. Suatu bangsa akan menjadi bangsa yang hebat, bila memiliki
generasi penerus yang hebat pula, bukan hanya hebat dalam bidang ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
pengetahuan tetapi juga hebat dalam perilaku dan memiliki pemahaman yang baik
tentang makna suatu kehidupan yang baik dan makna tentang kebahagiaan yang
sejati.
C. Saran
1. Saran bagi Siswa dan Mahasiswa
Siswa diharapkan bisa menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam novel
ini. Siswa juga bisa menjadikan alternatif bacaan yang memberikan manfaat.
Mahasiswa yang akan melakukan penelitian harus memahami karya sastra (novel)
yang akan dianalisis dan teori-teori yang mendukung sebelum menganalisis sastra
lebih lanjut.
2. Bagi Peneliti Lain
Melihat kelebihan dari novel ini serta kualitasnya yang bermutu, peneliti
mengharapkan adanya penelitian-penelitian lain mengenai novel ini melalui
pendekatan yang berbeda dengan pendekatan sosiologi sastra yang dipergunakan
dalam penelitian ini.
3. Bagi Penikmat Sastra
Penelitian ini dapat dijadikan jembatan sebagai sarana penghubung
antara karya sastra dengan penikmatnya itu sendiri. Melalui penelitian ini
diharapkan karya sastra tidak lagi menjadi sebuah hal yang asing di mata pembaca
serta pembaca dapat lebih meresapi, menghayati dan menikmati sebuah karya
sastra.