Diare Persisten

23
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan millennium (Millennium Development Goals) salah satunya adalah mengurangi angka kematian anak sebanyak dua pertiga antara tahun 1990 sampai dengan 2015. Pada kenyataaannya meskipun telah banyak kemajuan, masih banyak tugas yang harus dilakukan. Hampir 9 juta anak usia di bawah 5 tahun meninggal tiap tahunnya. Diare merupakan penyebab kematian kedua setelah pneumonia. Mengapa diare, penyakit yang mudah dicegah dan diobati, mampu menjadi penyebab sekitar 1,5 juta anak usia balita tiap tahunnya? 1 Tujuh puluh dua persen dari kematian berhubungan dengan diare dan 81% yang berhubungan dengan pneumonia terjadi pada usia 2 tahun, menunjukan fakta bahwa pencegahan dan penatalaksanaan pada neonatus dan anak usia 2 tahun sangatlah penting. Beban dunia akibat insidensi dan tingkat keparahan penyakit baik diare maupun pneumonia tertinggi di wilayah Asia Tenggara dan Afrika. 2 Diare merupakan salah satu gejala yang sering menjadi alasan pasien mengunjungi dokter, baik diare akut maupun kronis. Meskipun secara umum diperkirakan bahwa prevalensi diare kronik hanya berkisar 3 – 5% dari populasi, tetapi data ini menunjukan bahwa kondisi ini masih merupakan suatu tantangan bagi kita. 3 Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia karena angka kesakitan dan kematiannya masih 1

description

Refrat

Transcript of Diare Persisten

Page 1: Diare Persisten

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tujuan pembangunan millennium (Millennium Development Goals) salah satunya

adalah mengurangi angka kematian anak sebanyak dua pertiga antara tahun 1990 sampai

dengan 2015. Pada kenyataaannya meskipun telah banyak kemajuan, masih banyak tugas

yang harus dilakukan. Hampir 9 juta anak usia di bawah 5 tahun meninggal tiap tahunnya.

Diare merupakan penyebab kematian kedua setelah pneumonia. Mengapa diare, penyakit

yang mudah dicegah dan diobati, mampu menjadi penyebab sekitar 1,5 juta anak usia

balita tiap tahunnya? 1

Tujuh puluh dua persen dari kematian berhubungan dengan diare dan 81% yang

berhubungan dengan pneumonia terjadi pada usia 2 tahun, menunjukan fakta bahwa

pencegahan dan penatalaksanaan pada neonatus dan anak usia 2 tahun sangatlah penting.

Beban dunia akibat insidensi dan tingkat keparahan penyakit baik diare maupun

pneumonia tertinggi di wilayah Asia Tenggara dan Afrika. 2

Diare merupakan salah satu gejala yang sering menjadi alasan pasien mengunjungi

dokter, baik diare akut maupun kronis. Meskipun secara umum diperkirakan bahwa

prevalensi diare kronik hanya berkisar 3 – 5% dari populasi, tetapi data ini menunjukan

bahwa kondisi ini masih merupakan suatu tantangan bagi kita.3 Penyakit diare masih

merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia

karena angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi. Survey morbiditas yang dilakukan

oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2006 angka kesakitan diare semua umur sebesar 423

per 1000 penduduk, angka kesakitan ini meningkat bila dibandingkan dengan hasil survey

yang sama pada tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk, tahun 2003 sebesar 374 per

1000 penduduk, walaupun hasil survey 2010 terjadi penurunan yaitu sebesar 411 per 1000

penduduk tetapi penurunan ini sangat kecil. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare masih sering

terjadi terutama di wilayah dengan faktor risiko, kesehatan lingkungan yang jelek serta

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masih rendah. 4

Cakupan penemuan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 48,5%,

mengalami peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun 2008 sebesar 47,8%. Data

selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa cakupan penemuan diare masih sangat

jauh di bawah target yang diharapkan yaitu sebesar 80%. Angka kematian diare (CFR) di

Jawa Tengah tahun 2006 mengalami penurunan, tetapi tahun 2007 sampai tahun 2009

1

Page 2: Diare Persisten

mengalami kenaikan, hal ini dapat dinilai bahwa tatalaksana diare yang belum sesuai

dengan standar SOP, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan diare dan

pengetahuan petugas tentang upaya penanggulangan diare. Incidence Rate diare di

Provinsi Jawa tengah pada tahun 2009 sebesar 1,95%, mengalami peningkatan bila

dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 1,86% .5

2

Page 3: Diare Persisten

BAB II

PEMBAHASAN

Definisi dan Faktor risiko

Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) mendefinisikan diare sebagai buang air besar

tiga kali atau lebih dalam jangka waktu 24 jam . Sebuah episode baru diare dapat terjadi

setelah dua hari penuh tanpa diare. Episode diare yang berlangsung selama kurang dari 14

hari didefinisikan sebagai akut, episode yang berlangsung selama lebih dari 14 hari

didefinisikan sebagai persisten. Beberapa literatur menyebutkan episode diare yang

berlangsung antara 7 – 13 hari disebut prolong diare akut. Prolong akut diare ini

merupakan episode penting yang dinilai dapat menentukan perjalanan episode persisten

diare di kemudian hari. 6 7

Faktor risiko yang mempengaruhi durasi diare persisten diantaranya usia, patogen

penyebab, status gizi anak, masa penyapihan dini, status pendidikan ibu. 8 9

a. Umur memiliki pengaruh penting pada durasi diare. Sebagian besar penelitian telah

secara konsisten menemukan bahwa bayi mengalami risiko diare persisten pada lebih

tinggi daripada anak-anak yang usianya lebih tua. Beberapa studi telah

mengidentifikasi bahwa anak-anak kurang dari 6 bulan memiliki risiko lebih tinggi,

sedangkan peneliti lain telah menemukan bahwa episode diare persisten yang tertinggi

pada anak usia 19 sampai 24 bulan

b. Patogen penyebab pada diare persisten bervariasi, beberapa literatur meyebutkan

beberapa patogen tersering yang ditemukan pada pemeriksaan.

Campylobacter banyak ditemukan di lingkungan dan, oleh karena itu anak-anak

terpapar bakteri pada usia yang sangat muda dengan tingkat infeksi yang tinggi di

negara-negara berkembang. Infeksi Campylobacter yang paling parah pada anak-anak

muda, tetapi pada anak usia 2 sampai 3 tahun gejala kurang parah dan infeksi lebih

sering tanpa gejala. Anak kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI biasanya dilindungi

terhadap infeksi.

Penyakit yang berhubungan dengan Salmonella nontyphoidal biasanya self-limited

dan sembuh dalam waktu 5 sampai 7 hari. Gejala umum termasuk diare cair, tinja

non-darah, sakit perut, mual, muntah, demam, dan menggigil.

Shigella ditemukan paling sering di lokasi yang padat penduduk dengan kondisi

sanitasi yang buruk dan persediaan air yang tidak aman, maka Shigella banyak

ditemukan di negara-negara berkembang. Hal ini jarang terjadi pada anak-anak kurang

3

Page 4: Diare Persisten

dari usia 6 bulan lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama mereka yang berusia 1

sampai 5 tahun.

Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) adalah patogen enterik umum yang

menyebabkan penyakit diare tidak hanya pada manusia, namun pada hewan peliharaan

juga. Keparahan penyakit yang berhubungan dengan ETEC dapat sangat bervariasi,

dari ringan sampai profuse diare berair. Gejala tambahan lebih jarang dialami

termasuk demam, mual, menggigil, muntah, kepala dan nyeri otot, dan kurangnya

nafsu makan. Gejala biasanya berlangsung 3 sampai 4 hari, dan biasanya penyakit

tidak melebihi 3 minggu. Anak-anak kecil, pada usia penyapihan biasanya lebih

rentan. ETEC diidentifikasi lebih sering pada anak-anak dengan diare persisten

dibandingkan dengan diare akut di pedesaan India, tetapi asosiasi itu tidak signifikan

secara statistik.

Agen penyebab penting diare anak di negara-negara berkembang adalah

enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), menyebabkan sekitar 5-10% dari episode

diare.

Salah satu ciri khas dari enteroaggregative Escherichia coli (EAEC) adalah lamanya

sakit yang berhubungan dengan infeksi.   Meskipun, pathogenesitas dari EAEC masih

menjadi pertanyaan karena semua penelitian epidemiologi belum terkait infeksi diare.

Ada beberapa kemungkinan alasan untuk hal ini. Beberapa alasan yang mungkin

termasuk diantaranya: organisme ini banyak terdapat dalam tinja dalam waktu lama

setelah sakit berhenti, penyakit ini sering tidak bergejala, patogenik E.coli termasuk

dalam EAEC, dan terakhir, karena gambaran klinis infeksi ini tidak jelas kemungkinan

patogen ini tidak terdentifikasi sangat besar.  Studi di timur laut Brazil dan India

pedesaan, telah menemukan EAEC untuk dihubungkan dengan diare persisten,

sedangkan penelitian lain di Brazil menemukan EAEC didapatkan baik pada kasus

dan kontrol.

Rotavirus merupakan penyebab umum penyakit diare yang parah dan kadang-kadang

menyebabkan kematian pada anak-anak di seluruh dunia. Infeksi rotavirus biasanya

menyebabkan diare berair, muntah, sakit perut, dan demam. Durasi penyakit

bervariasi dari 3 sampai 8 hari dan telah ditemukan terkait dengan diare akut tetapi

jarang dengan diare persisten. 

Giardia lamblia juga disebut sebagai Giardia intestinalis adalah protozoa usus yang

umum dan mungkin ada dalam 20-30% dari anak di negara berkembang. Gejalanya

memiliki spektrum yang luas dari tanpa gejala, diare, diare kronis. Durasi penyakit

4

Page 5: Diare Persisten

bisa panjang, berlangsung 2 sampai 6 minggu, bahkan lebih lama dalam beberapa

kasus. Pada anak-anak yang hidup di timur laut Brazil, Giardia sering diidentifikasi

pada anak-anak dengan diare persisten.

Penyakit akibat Cryptosporidium biasanya menunjukan diare berair bersama dengan

sejumlah gejala lain termasuk demam, mual, muntah, kram perut. Durasi penyakit

dapat singkat hanya beberapa hari atau selama 4 minggu atau lebih; biasanya gejala

muncul selama 1 sampai 2 minggu.  Cryptosporidium telah diidentifikasi sebagai

patogen penting dalam diare persisten, terutama pada anak-anak yang kekurangan

gizi.

c. Status nutrisi anak merupakan fenomena "lingkaran setan" pada penyakit diare. Diare

menyebabkan kekurangan gizi dan, pada gilirannya, status gizi buruk merupakan

predisposisi lebih lanjut, episode diare yang lebih panjang. Efek akut dari episode

diare terhadap status gizi mungkin memiliki implikasi kronis pada pertumbuhan.

Meskipun pertumbuhan catch-up setelah penyakit diare, studi dan analisis multinegara

yang lebih baru, telah menunjukkan bahwa diare anak usia dini masih menjadi faktor

prediktif gagal tumbuh di usia 2 tahun dan seterusnya.

d. Penyapihan dini menyusui dikaitkan dengan onset awal diare persisten. Menyusui

merupakan faktor protektif terhadap diare dan membatasi durasi sakit. Menyusui harus

tetap menjadi komponen penting dari program pengendalian diare.

e. Beberapa penelitian di negara berkembang menunjukan kaitan yang signifikan antara

tingkat pendidikan ibu dengan kejadia diare persisten pada anak.

Etiologi

Penyebab diare persisten pada populasi belum banyak dipahami, dan pada individu

seringkali tidak diketahui. Beberapa patogen, seperti Cryptosporidium, Giardia lamblia

dan enteroaggregative Escherichia coli ( EAggEC ) diduga berhubungan dengan diare

persisten. Anak dengan diare persisten dan infeksi HIV mungkin memiliki pola patogen

enterik yang berbeda dari mereka yang tidak HIV. Patogen yang terdeteksi pada diare

persisten seringkali tidak sama dengan yang terdeteksi pada episode diare akut,

menunjukkan adanya infeksi sekunder dalam perjalanan penyakitnya. Selain itu, anak-anak

mungkin terinfeksi dengan lebih dari satu patogen enterik, sehingga sulit untuk

mengidentifikasi patogen enterik. Diare persisten juga dapat dikaitkan dengan

pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus kecil dan dengan status gizi buruk Selain itu,

5

Page 6: Diare Persisten

diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor termasuk defisiensi mikronutrien, susu atau

intoleransi makanan, atau penyakit usus , serta terapi antibiotik sebelumnya.6

Penyebab paling umum dari diare infeksi ditunjukkan pada Tabel I. Insiden

patogen ini bervariasi antara negara maju dan berkembang. Di negara-negara maju sekitar

70% dari kasus diare adalah viral (40% rotavirus), 10-20% bakteri dan < 10% dari

protozoa. Di negara-negara berkembang 50-60% dari kasus bakteri (E.Coli

Enteropathogenic 25%, Campylobacter jejuni 10-18%, masing-masing Shigella spp dan

Salmonella spp 5%), 35% dari virus (rotavirus 15-25%), dan banyak penyebab diare tidak

diketahui atau merupakan infeksi yang bersamaan. Di negara-negara berkembang

prevalensi diare juga bervariasi menurut negara. Misalnya, masih banyak kasus kolera di

India dan Asia Tenggara, sementara di Afrika rotavirus telah terbukti menjadi agen

penyebab 28-49% dari kasus di Ethiopia tetapi hanya 14% dari kasus di Tanzania.

Tabel 1. Patogen tersering penyebab diare pada anak

Diare rotavirus adalah etiologi yang paling penting pada kejadian diare di seluruh

dunia dan menjadi penyebab diare dehidrasi berat yang membutuhkan rawat inap. Beban

tahunan penyakit diperkirakan sebagai lebih dari 110 juta episode diare, 25 juta kunjungan

klinik, 2 juta rawat inap serta 600.000 kematian anak per tahun. Lebih dari 90% kematian

6

Sumber: Causes and management of diarrhoea in children in a clinical setting, 2010

Page 7: Diare Persisten

akibat rotavirus terjadi di negara berkembang. Perbaikan dalam penyediaan air dan

sanitasi telah terbukti mengurangi penularan bakteri enterik dan parasit, tetapi tidak

tampak memiliki dampak besar pada diare rotavirus, sehingga pengenalan vaksin

menunjukkan janji terbesar dalam mengurangi beban penyakit.

Usia puncak infeksi berkisar antara usia enam bulan sampai dua tahun. Di negara-

negara berkembang, sering didapatkan usia anak yang lebih muda, dengan usia rata-rata

rawat inap dari semua penyebab diare menjadi sembilan bulan bila dibandingkan dengan

enam bulan diare rotavirus, dengan 97% kasus terjadi pada anak-anak berusia di bawah 18

bulan. Beberapa studi menunjukkan bahwa sampai dengan 38% dari pasien dengan diare

rotavirus adalah <6 bulan usia. Dosis infeksi kecil diperlukan (<100 partikel virus) bagi

virus untuk masuk ke epitel usus kecil di mana virus menguraikan suatu enterotoksin kuat

yang merusak sel-sel epitel menyebabkan vili tumpul dan pelepasan virus besar. Hal ini

menyebabkan diare non-infammatory, dehidrasi cepat dan gangguan elektrolit akibat

profuse diare. Hal ini sering dikaitkan dengan demam awal dan muntah selama dua sampai

tiga hari, dan perjalanan infeksi berlangsung 2-7 hari.7, 8

Patogenesis

Patogenesis meskipun tidak dipahami dengan baik, saat ini diyakini multifaktorial-

persistent cedera mukosa diantaranya karena patogen tertentu (E.coli, Shigella,

Salmonella, Campylobacter), infeksi berurutan dengan beberapa patogen, dan faktor host

(makro, defisiensi mikronutrien dan sistem kekebalan tubuh). Dalam penelitian terbaru,

23% dari anak-anak dengan Shigellosis berkembang menjadi diare persisten. Risiko diare

akut menjadi persisten berkali lipat pada anak-anak kurang gizi dan pada mereka dengan

malabsorpsi karbohidrat sekunder. Faktor risiko lain termasuk usia yang sangat muda,

infeksi sebelumnya, pengenalan pada susu hewan, penggunaan antibiotik yang tidak

rasional, dan kurangnya menyusui. Pada diare persisten, inflamasi kronis dan lesi pada

pada morfologi mukosa abnormal, menyebabkan penyerapan yang buruk dari nutrisi

luminal dan peningkatan permeabilitas usus terhadap antigen makanan atau mikroba

normal. Pada anak-anak yang usianya lebih muda kondisi usus lebih buruk karena

pematangan mukosa usus yang belum sempurna.

Defisiensi mikronutrien berkontribusi terhadap perbaikan usus dan kekurangan

seng dapat mengakibatkan perpanjangan cedera mukosa dan mekanisme perbaikan usus

yang lambat. Peran defisiensi imun pada diare persisten belum dapat dipahami dengan

baik. Defisiensi mikronutrien sendiri dapat menyebabkan defisiensi imun sementara yang

7

Page 8: Diare Persisten

bisa menjadi faktor risiko penting untuk diare persisten. Diare persisten saat ini semakin

diakui sebagai manifestasi dari infeksi HIV dan sporidiosis kriptografi.

Diagnostik terbaik dan terapi untuk penyakit diare telah dikembangkan berdasarkan

pemahaman tentang patofisiologi dasar dari patogen yang terlibat (Gambar 1 dan Tabel 2).

Infeksi usus kecil bagian atas yang relatif non-invasif dan non-inflamatory, menyebabkan

diare berair. Biasanya digambarkan sebagai sekretori, akibat peningkatan sekresi klorida,

natrium, menurunnyaabsorbsi, atau peningkatan permeabilitas mukosa. Kolera, prototipe

diare sekretori, disebabkan oleh enterotoksin Vibrio cholerae (toksin kolera). Toksin

kolera mengikat epitel receptor GM untuk mengaktifkan adenilat siklase, yang

menghasilkan siklik adenosin 3', 5' monofosfat (cAMP). Produksi cAMP terus menerus

mengaktifkan saluran klorida, menghasilkan produksi air terus berlanjut dan sekresi

elektrolit yang mengarah pada diare berair. Mirip dengan V. cholerae, enterotoksigenik

E.coli (ETEC, penyebab utama traveler's diarrhea) menghasilkan enterotoksin yang

mengaktifkan adenilat atau guanylate, menyebabkan sekresi klorida ke usus.

8

Page 9: Diare Persisten

Gambar 1. Fisiologi normal usus dan perubahan oleh patogen dan toxin patogen. Asupan oral rata-rata untuk orang dewasa adalah 1,5 L cairan/hari.Bersama dengan saliva, lambung, empedu, pankreas dan sekresi 7 L cairan masuk ke usus halus bagian atas setiap hari, yang sebagian besar diserap pada saat mencapai usus kecil bagian distal. Namun, cairan pada usus distal ini bercampur dengan dengan fluks air dan elektrolit dua arah yang besar di usus proksimal yang mungkin melebihi 50 L isotonik cairan setiap hari, untuk membantu dalam penyerapan. Transportasi elektrolit dua arah didorong oleh adenosin trifosfat (ATP) -dependent natrium yang aktif (Na) pompa penyerapan yang terletak di membran basolateral dari kedua sel crypt dan villus ujung usus (tengah). Karena saluran klorida (Cl) terletak pada permukaan luminal sel-sel crypt, pompa Na ini menengahi sekresi Cl (bersama dengan Na dan air) dari kriptus dan penyerapan NaCl netral dalam sel ujung villus yang berbeda. Dengan demikian, pergeseran relatif kecil dalam dua arah besar ini fluks mudah dapat membebani daya serap kolon, yang jarang melebihi 2-3 L / hari. Seperti toksin kolera (CT), E coli heat-labille toxin (LT) membuka saluran Cl, yang mengarah ke diare cair sekretori atau traveller diare. E.coli heat stabille toxin (ST) mengaktifkan guanylate cyclase untuk meningkatkan intraseluler siklik guanosin monofosfat (cGMP), menghambat penyerapan NaCl dan menyebabkan diare sekretori. Kerusakan selektif ujung villi serap, yang terjadi pada virus, protozoa, dan proses inflamasi lainnya menyebabkan crypte sekretori tidak seimbang yang tidak diimbangi dengan penyerapan ujung villus yang sehat, juga menyebabkan diare berair. Patogen usus kecil disajikan dalam panel kanan: mereka yang memproduksi enterotoksin sekresi berada di kotak merah, yang selektif mengganggu ujung villi serap dalam kotak hijau, dan patogen ileocolonic berada dalam kotak cokelat. 9

Page 10: Diare Persisten

Diare sekretorik juga disebabkan oleh bakteri patogen seperti EAEC atau EPEC,

yang mengaktifkan jalur sinyal sel yang berkontribusi terhadap penyakit usus dan gejala

gastrointestinal. Mikroba ini berkolonisasi di GIT dan kemudian memicu peradangan atau

memicu respon dalam sel host.Mikroba juga menghasilkan toksin yang dapat mengganggu

fungsi penyerapan usus dan menyebabkan diare.

Tabel 2 Patogen enterik berdasarkan lokasi

Patogen virus dan protozoa bertindak melalui mekanisme yang berbeda untuk

menginduksi diare sekretorik. Rotavirus, norovirus, dan protozoa seperti Cryptosporidium

terutama menginfeksi dan merusak ujung-ujung vili serap, menyebabkan

ketidakseimbangan kriptus sekretorik, menyebabkan sekresi dan diare. Rotavirus

menyebabkan diare di musim dingin-atau musim kemarau pada anak-anak di seluruh

dunia, sedangkan noroviruses adalah penyebab utama dari segala usia di daerah beriklim

dingin serta diare di musim kemarau di daerah tropis. Protozoa Giardia intestinalis,

Cryptosporidium parvum atau hominis, dan Strongyloides stercoralis (cacing dominan

yang menyebabkan diare di daerah tropis) mengganggu arsitektur villi serap melalui

infeksi langsung atau dengan memicu epitel host atau respon peradangan.10

Metode diagnostik

Selama bertahun-tahun, infeksi enterik didiagnosis dengan analisis kultur bakteri

dan mikroskop untuk mendeteksi telur dan parasit. Agar selektif memungkinkan kultur

spesifik Salmonella, Shigella, Vibrio, Yersinia, dan spesies Campylobacter. Isolasi patogen

masih merupakan metode yang bermanfaat untuk mengidentifikasi spesifik strain, faktor

10

Page 11: Diare Persisten

virulensi, atau toksin selama terjadi wabah. Identifikasi gen bakteri dapat dideteksi dalam

sampel tinja dengan menggunakan teknik diagnostik molekuler, meskipun metode ini

masih terbatas pada pengaturan penelitian. Untuk beberapa patogen identifikasi toksin itu

sedniri lebih sebaga contoh kasus untuk enterotoksigenik Vibrios dan E coli, serta toksin

enterohemorrhagi E.coli (EHEC). Jadi deteksi toksin sebenarnya lebih relevan dengan

diagnosis dari sekedar kultur organisme.

Pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya untuk meliha telur dan

parasit merupakan tehnik tradisional untuk mendiagnosa parasit usus. Meskipun tehnik ini

lebih murah, tetapi sensistivitasnya tergantung padaberatnya infeksi, spesimen merupakan

spesimen baru, dan sangat dipengaruhi keahlian pemeriksa. Parasit coccodia dapat dapat

dilihat dengan berbagai pengecatan, termasuk Ziehl– Neelsen, Kinyoun acid-fast,

Auramine-rhodamine, Gomori’s trichrome, atau Giemsa.

Metode yang digunakan saat ini mulai beralih pada pemeriksaan yang lebih sensitif

dan spesifik (dan sedikit bergantung pada keahlian pemeriksa) metode ELISA digunakan

untuk mendeteksi protozoa seperti Giardia dan Cryptosporodium dari sampel feses.

Analisis PCR dapat mendeteksi sebagian besar infeksi protozoa dan lebih sensitif

dibanding metode deteksi antibodi. Namun demikian pemeriksaan ini masih sangat jarang

dikerjakan di Indonesia.

Managemen

Rekomendasi saat ini Program Penyakit Manajemen Terpadu Balita untuk

mengobati diare persisten adalah bahwa anak-anak dengan diare berdarah diobati dengan

antibiotik untuk Shigella, atau untuk Entamoeba histolytica jika organisme terdeteksi

dalam tinja; dianjurkan bahwa anak-anak dengan berair diare tidak diobati dengan

antimikroba; kecuali ditemukan Giardia lamblia. Bahkan ketika patogen enterik terdeteksi

pada anak dengan diare persisten, tidak selalu jelas bahwa ini adalah penyebab penyakit.

Selain itu, petugas kesehatan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah sering

memiliki keterbatasan akses ke fasilitas diagnostik untuk menganalisis sampel tinja dari

anak-anak dengan diare. Dalam situasi ini, pengobatan harus berdasarkan sindrom,

berdasarkan gejala dan penyebab paling mungkin dari gejala; dan mungkin termasuk

cairan dan elektrolit pengganti, rehabilitasi gizi dan antibiotik jika diperlukan. 6

Penggunaan antimikroba empiris perlu diberikan dengan hati-hati karena dapat

menyebabkan resistensi obat, dan juga untuk efek samping potensial dengan beberapa

mikroorganisme: seperti pada entero-hemoragik E. coli (EHEC) dapat melepaskan racun

11

Page 12: Diare Persisten

lebih mudah ketika seseorang diperlakukan dengan beberapa jenis antibiotik, yang

berpotensi menyebabkan penyakit yang semakin parah.6 10

Kerusakan mukosa usus dan konsekuensi masalah yang berkaitan dengan absorbsi

nurient merupakan fenomena yang umum ditemukan pada kasus diare persisten sehingga

managemen nutrisi merupakan tatalaksana yang mendasar pada kasus diare persisten.

Perlunya pemilihan diet yang tidak mahal sangat penting karena diare persisten seringkali

mengharuskan manajemen dalam pengaturan masyarakat. Campuran susu sereal yang

mengandung kadar susu tidak terlalu tinggi adalah hampir sama manfaatnya dengan diet

bebas susu pada tahap awal, ketika diare tidak parah. Diet bebas susu dengan karbohidrat

sederhana atau kompleks sangat ideal bagi mereka dengan penyakit yang berat. Diet

berbasis monosakarida hanya diperlukan bagi mereka yang memberikan respon. 9,10

Saat awal dirawat di rumah sakit, sebagian besar pasien mengalami dehidrasi dan

ketidakseimbangan elektrolit yang perlu koreksi. Bukti menunjukkan bahwa oralit

osmolalitas rendah bermanfaat dalam pengelolaan dehidrasi pada diare persisten. 9,10

Kepadatan energi dari makanan harus sekitar 1 kalori/g dan asupan sekitar 100

kalori/kg berat badan. Mikronutrien harus diberikan untuk setidaknya 2 minggu;

multivitamin (dua kali RDA), asam folat (5 mg sehari 1, kemudian 1 mg / hari), seng (2

mg/kg/hari) dan copper (0,3 mg/kg/hari). Oral vitamin A (<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan

100.000 IU) dan dosis vitamin K parenteral harus diberikan saat masuk. Bayi gizi buruk

memerlukan 50% magnesium sulfat 0,2 mL/kg/dosis dua kali sehari selama 2 -3 hari.

Setelah bayi sudah mulai membaik dan kenaikan berat badan, 3 mg/kg/hari preparat besi

ditambahkan. Analisis empat penelitian besar dilaporkan efek yang menguntungkan dari

seng pada bayi dengan diare persisten.9,10

Pemberian suplementasi seng memerikan manfaat pada durasi diare, meningkatkan

absorpsi air dan elektrolit dan regenerasi epitel saluran cerna yang lebih cepet. Peningkatan

produksi enzim pada ujung-ujung brush border dan peningkatan respon imun juga

digambarkan merupakan efek dari pemberian suplementasi seng.11

Probiotics merupakan mikroorganisme yang terbukti memberikan manfaat dalam

pencegahan dan mengurangi durasi sakit pada anak dengan diare akut. L. Rhamnousus GG

merupakan sedian yang paling banyak diteliti. Namun demikian manfaatnya pada kasus

diare persisten belum banyak ditelitit. Pada suatu sisitemik review dari 4 penelitian yang

membandingankan probiotik spesifik dengan plasebo pada anak dengan diare persisten di

India, Meksiko, Argentina, dan Algeria. Hanya 1 penelitian yang memiliki kualitas baikm

dan rendah ririko bias. Dari penelitian ini didapatkan pemberian L. Rhamnosus GG

12

Page 13: Diare Persisten

menurunkan durasi sakit 4 hari, menurunkan lama rawat kurang lebih 8 hari dan tidak

didapatkan efek simpang pada kelompok pemberian probiotik. 12

Strategi pencegahan merupakan komponen penting pada managemen diare

persisten. Perbaikan status gizi baik pada bayi maupun anak-anak merupakan kunci

managemen baik pada diare akut maupun diare persisten. Intervensi yang murah dan

efektif terutama diterapkan pada masyarakat diantaranya promosi pemberian ASI

eksklusif, perilaku pemberian MP-ASI yang aman, promosi penyediaan air bersih,

pemberian ORS osmolalitas rendah, suplementasi seng, menghindari penggunaan

antibiotik irasional dan melanjutkan pemberian makanan selama anak diare. 10

13

Page 14: Diare Persisten

BAB III

KESIMPULAN

1. Diare masih merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas di dunia terutama

negara – negara berkembang seperti Indonesia.

2. Faktor risiko yang mempengaruhi durasi diare persisten diantaranya usia, patogen

penyebab, status gizi anak, masa penyapihan dini, status pendidikan ibu.

3. Penyebab diare persisten belum banyak diketahui. Beberapa patogen didduga

merupakan penyebab diare persiseten teruatam di negara berkembang.

Keterbatasan metode diagnostik di negara berkembang menjadi alasan sulitnya

mengidentifikasi patogen penyebab diare persisten

4. Patogenesis meskipun tidak dipahami dengan baik, saat ini diyakini multifaktorial-

persistent cedera mukosa diantaranya karena patogen tertentu (E.coli, Shigella,

Salmonella, Campylobacter), infeksi berurutan dengan beberapa patogen, dan

faktor host

5. Managemen pada diare persisten mencakup preventif, kuratif ,dan suportif

14

Page 15: Diare Persisten

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. The Millennium Development Goals Report 2009. In: Ki-Moon B, editor. New York: 2009.

2. Walker CLF, Rudan I, Liu L, Nair H, Theodoratou E, Bhutta ZA, et al. Global burden of childhood pneumonia and diarrhoea. wwwthelancetcom. 2013.

3. Abdullah M, Firmansyah MA. Clinical Approach and Management of Chronic Diarrhea. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 2013;45(2):157-165.

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pengendalian Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2011 2011:19-25.

5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang: 2009.

6. Abba K, Sinfield R, Hart A, Garner P. Pathogens associated with persistent diarrhoea in children in low and middle income countries: systemic review. BMC Infectious Disseases. 2009;9(88):1-15.

7. Cooke M. Causes and management of diarrhoea in children in a clinical setting. S Afr J Clin Nutr. 2010;23(1):42-46.

8. Schilling KA. Characteristics and etiology of moderate-to-severe diarrhea of acute, prolonged acute, and persistent duration among children less than 5 years old in rural western Kenya, 2008-2010. Georgia: Georgia State University; 2010.

9. Matthai J. Chronic and persistend diarrhea in infants and young children: status statement. Indian Pediatrics. 2011;48:37-42.

10. Pawlowski SW, Warren CA, Guerrant R. Diagnosis and treatment of acute or persistent diarrhea. Gastroenterology. Virginia2009. p. 1874-1886.

11. Lukacik M, Thomas RL, Aranda JV. A meta-analysis of the effects of oral zinc in the treatment of acute and persistent diarrhea. Pediatrics. 2008;121(2):327-326.

12. Nathan Hitzea, Romo C. Probiotics for persistent diarrhea in children. American Academy of Family Physician. 2011;84(1):25-28.

15