Diajukan oleh - USD

127
“NRIMO” BAGI MASYARAKAT KORBAN GEMPA DI BANTUL (sebuah studi deskriptif di Desa Patalan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Diajukan oleh : YOHANES TRESTIANTYO NIM : 01 9114 144 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

Transcript of Diajukan oleh - USD

Page 1: Diajukan oleh - USD

“NRIMO” BAGI MASYARAKAT KORBAN GEMPA DI BANTUL

(sebuah studi deskriptif di Desa Patalan, Kecamatan Jetis,

Kabupaten Bantul, Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Diajukan oleh : YOHANES TRESTIANTYO

NIM : 01 9114 144

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

Page 2: Diajukan oleh - USD
Page 3: Diajukan oleh - USD
Page 4: Diajukan oleh - USD

KKuuppeerrsseemmbbaahhkkaann PPeenneelliittiiaann iinnii

bbaaggii MMaammaahh ddaann BBaappaakk

Page 5: Diajukan oleh - USD

CARPE DIEM (unkwon)

“...........HIDUP ADALAH

SEBUAH MISI, BUKAN KARIER.”

(Stephen R. Covey)

Page 6: Diajukan oleh - USD

NRIMO BAGI MASYARAKAT KORBAN GEMPA DI BANTUL (sebuah studi deskriptif di Desa Patalan, Kecamatan Jetis,

Kabupaten Bantul, Yogyakarta)

Yohanes Trestiantyo

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

ABSTRAK

Musibah memang sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Seperti musibah gempa yang terjadi di Yogyakarta dan Klaten pada tanggal 27 Mei 2006 silam. Musibah tersebut mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia, ratusan orang terluka serta menyebabkan ratusan ribu jiwa kehilangan tempat tinggal. Para korban memandang musibah yang dialaminya saat ini adalah bagian dari hidupnya dan mereka berpikir kehancuran bukanlah segalanya, ada nilai yang bisa diambil dari musibah yang dialaminya saat ini. Dalam budaya Jawa hal itu disebut dengan Nrimo. Melalui Nrimo korban gempa tidak menyerah begitu saja pada nasibnya, sekaligus menyerahkan diri kepada Tuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan makna Nrimo bagi korban gempa di dalam menghadapi kehidupan paska gempa silam

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif,. Pengambilan data di kecamatan Jetis karena merupakan kecamatan dengan korban jiwa paling banyak di kabupaten Bantul, sedangkan desa Patalan merupakan desa dengan korban jiwa paling banyak di kecamatan Jetis. Metode pengambilan data dengan teknik wawancara yang terstandar dan terbuka dan observasi langsung. Subjek penelitian ditentukan secara sampling purposive. Subjek penelitian merupakan penduduk desa Patalan yang terkena dampak gempa langsung.

Hasil penelitian menunjukkan subjek melakukan Nrimo paska gempa silam. Nrimo bagi mereka adalah penyerahan sepenuhnya kepada Tuhan. Korban gempa menerima keadaan yang menimpa pada dirinya yaitu, semua hal diterima sabar dan bagi mereka peristiwa gempa 27 mei 2006 silam merupakan bagian dari hidup mereka yang tidak dapat dipungkiri lagi. Manusia yang Nrimo tidak hanya tidak hanya diam dan menerima segala sesuatu ataupun mengeluh yang terjadi pada dirinya. Nrimo juga harus disertai dengan usaha, supaya mendapatkan rejeki dengan maksud agar kehidupan mereka terjaga. Melalui Nrimo, subjek merasakan ketenangan lahir dan batin sekaligus, subjek diberi daya tahan untuk juga menganggung penderitaan yang menimpanya.

Kata kunci: gempa, musibah, Penyerahan diri padaTuhan dan Berusaha

Page 7: Diajukan oleh - USD

ABSTRACT

Yohanes Trestiantyo

Nrimo Bagi Masyarakat Korban Gempa di Bantul

(sebuah studi deskriptif di desa Patalan, kecamtan Jetis,

kabupaten Bantul, Yogyakarta)

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2007

Disaster is a thing that cannot be avoided by all human kind. As the earthquake disaster happened on May 27th, 2006, in Yogyakarta and Klaten, it caused thousands of people killed, hundreds injured, and many others lose their homes. Those victims see that the earthquake disaster is not the end of everything. There are some values to get from this disaster. In Javanese culture, it is called nrimo attitude.. with this sense of nrimo, the earthquake victims will never give up easily and they also rely on God, letting God handle the rest. This research is meant to describe the meaning of nrimo to the victims of the earthquake in their life after the disaster.

This research applies the descriptive qualitative method. The data collections are taken in Jetis since it has the highest number of the killed victims in Bantul, meanwhile the specific location of the data collection is in Patalan village. The data collection method is done with the standard and open interview. It is also dene with the direct observation. The informants of the research are chosen in sampling purpose. The research informants are Patalan villagers who became the victims of the earthquake disaster.

The result of the research shows that the informants did the nrimo attitude after the earthquake disaster. To them, nrimo is a full self-reliance on God. They accept whatever happened to them that is to be patience. They see the tragedy happened on May 27 th, 2007 is something that cannot be avoided. A person who does nrimo never sits around and only waits for help or complains for anything happens in their life. nrimo should also be done with effort in order to get their reward so that they can continue their life. Through nrimo, one can feel the peace physically and spiritually. They also will have the strength to overcome their suffering.

Keyword: earthquake, disaster, relying on God, and affordance.

Page 8: Diajukan oleh - USD

Pernyataan Keaslian Karya

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Peneliti,

Yohanes Trestiantyo

Page 9: Diajukan oleh - USD

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses yang menegangkan penuh tantangan, akhirnya

penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Tak lupa peneliti mengucapkan puji

syukur kepada Allah Bapa di Surga atas karunia dan bimbingannya kepada

peneliti, Bunda Maria atas limpahan kasihnya yang tak terhingga ada peneliti

dari awal penuhlisan skirpsi hingga akhir penelitian.

Dekan fakultas Psikologi Bapak P Eddy Suhartanto beserta Bapak Ibu

Dosen dan staff, yang telah memberikan ruang belajar dan membagi ilmu serta

pengetahuan kepada peneliti. Terima kasih diperbolehkan berbagi kawruh di

fakultas Psikologi Sanata Dharma.

Bapak T. Priyo Widiyanto sebagai dosen Pembimbing. sejak awal dan

selama menyelesaikan skirpsi, terima kasih pula atas waktu yang selalu

disediakan.

Ibu dan Bapak Sutrisno Martinus yang selalu mendukung langkah peneliti,

serta bantuan moral dan material yang tidak dapat diukur jumlahnya.

Mimi (My Fair Lady) atas bantuannya, serta limpahan kasih dan cintanya

kepada peneliti.

Keluarga Pambudi, Mbah Kakung Soegijo atas doa-doanya, Bulik Ana

untuk editingnya, Om Romo Sudiharjo atas pinjaman buku-bukunya, terutama

dukungan moral yang besar tiada henti kepada peneliti.

Page 10: Diajukan oleh - USD

Deasy Herliyanasari yang selalu membantu peneliti untuk mengedit,

sekaligus tempat bertanya peneliti. Terima kasih banyak atas bantuannya dan

masukkannya. “maaf jika peneliti selalu mengganggu waktunya”.

Komunitas Cepit Joko Nugroho, teman berdiskusi sekaligus tempat

bertanya, dan kadang pinjaman kamar dan komputernya, Ernest Gris Ananta

yang selalu mengingatkan peneliti agar cepat selesai, JK Herdiyanto, Dhani Eko

Prasetyo dan Happy Sola Gracia yang tak jemu-jemu memberikan pertanyaan,

“kapan luluse?” terima kasih karena telah menikmati malam-malam penuh

bintang yang indah bersama kalian.

Chef Arden “koreng” Papilaja terima kasih atas NasGor dan dukungannya.

Guruh “Dion” Himawan yang selalu menemani peneliti untuk bermain

melupakan sejenak dari kejenuhan penelitian “ndi skyne gur?”.

Roland “Om” Ricardo yang selalu bersedia menemani dan memberikan

waktunya ketika peneliti bermain ke kostnya, serta terima kasih atas

dukungannya kepada peneliti.

Budi Prihartanto teman seperjuangan peneliti, tempat mengeluh serta

banyak memberi masukan dan mengeditkan foto sebagai bahan wawancara,

keepin’ strong my man.

Temanku Dominikus “Keong” Wahyu “da player” terima kasih atas

pertunjuk dan sarannya, serta ilmu-ilmu yang diturunkannya.

Woro atas dukungannya untuk memberikan bahan-bahan mengenai

kebudayaan jawanya. “Super Supreme Wor?”.

Page 11: Diajukan oleh - USD

Friends Community tempat untuk belajar dan mengembangkan diri, terima

kasih telah bersedia menerima dan terima kasih banyak atas kehangatannya

kepada peneliti.

Kos-kosan Petung, Mas Agus “Telo”, Wisnu “Von Gendout”, Kris

“Gudel”, Bowo “Patrick”, Widi “Kuro”, Danang, Salahudin, Gilang, Aris, Adri,

Pandu, Rado, serta tak lupa bapak dan ibu kost, terima kasih kehangatannnya

dan juga atas hiburan multimedianya yang sungguh mengagumkan.

Subjek penelitian Bapak Ngadilan, Ibu Murdiyo Utomo, Bapak Walidi,

Bapak Rujiyo, Bapak Sudarjo, Ibu Sumiyati, Bapak Bugiman, Bapak

Hariyanto, Bapak Tohani, Bapak Lamalip, Bapak Poniman, Bapak Samsudi,

Ibu Murni Handayani, Bapak Slamet Marjuki, Bapak Ngatiran, Bapak Sumardi,

Mabk Sri Suprihatiningsih, Bapak Sutarman, Bapak Bari. Terima kasih atas

bantuannya dan telah berseedia untuk meluangkan waktunya untuk membantu

dalam proses penelitian ini.

Dukuh se Desa Patalan Bpk. Slamet, Bpk Kyai Murdopo Wetan, Bpk.

Sudiharjo, Bpk. Muripto, Bpk. Sagiyono, Bpk Tohani, Bpk. Fuad dukuh Salam,

Bpk. Sutarjo, Bpk Sugeng Riyadi, Bpk. Sugeng Riyadi, Bpk. Mugiyono, Bpk.

Tujilan, Bpk. Tujilan, Bpk. Sarjono, Bpk. Muhadi Ansori, Bpk. Derita

Pancaran, Bpk. Nadiharjo Purboko, Bpk. Muslih, Bpk Sehono, Bpk. Ngadilan

terima kasih telah bersedia mengijinkan peneliti melakukan penelitan di desa

Patalan.

Vincent Marong Januar (maaf selalu ngrusuhi), terima kasih atas bantuan

buku, masukan serta bahan nrimonya, matur nuwun nggih Cent

Page 12: Diajukan oleh - USD

Rani dan Asto terima kasih atas masukan, petunjuk dan bantuannya dalam

menyelesaikan skripsi ini. Semoga kalian langgeng sampai akhir jaman. Amin

Teman-teman KKN Caben Heri “Kumal”, Romo Ansi, Niken, Lenta,

Rindra dan Sutri. Thanks’ to y’all

Teman-teman angkatan 2001 dan teman-teman fakultas Psikologi Een,

Gloria, Kobo, Awan, Ayiz, Bertha, Eko, Bayu, Voni, Susi, Ika “alit raga”,

Koen, Gunk, Vera, Pandji, Mas Moko serta teman-teman yang lainnya maaf

jika ada yang terlupa, karena keterbatasan daya ingat

Tak lupa terima kasih paling besar kepada sahabat sejatiku yang sejak

awal penelitian hinggga akhir penelitian selalu menemani N6100, N2126, H

Karisma dan Supra yang tidak pernah mengeluh baik dalam teriknya mentari

dan derasnya hujan. Komputer rumah yang selalu menjadi teman setia dalam

mengetik skripsi. Tak lupa semua pihak yang secara langsung ataupun tidak

yang telah memberi ide maupun wacana serta membantu dan mendukung

peneliti, terima kasih untuk bantuannya, maaf jika peneliti tidak mencantumkan

namanya di sini. Akhir kata, semoga tulisan ini mampu memberi warna baru

dalam hidup.

Jogjakarta, 29 Juli 2007

Penulis,

Yohanes Trestiantyo

Page 13: Diajukan oleh - USD

DAFTAR ISI

halaman

Halaman Judul ……………………………...………………………… i

Halaman Persembahan ........................................................................... ii

Halaman Motto ........................................................................................ iii

Pernyataan Keaslian Karya..................................................................... iv

Abstrak........................................................................................................ v

Abtract......................................................................................................... vi

Kata pengantar ........................................................................................ vii

Daftar Isi ……………………………………………………………….. xi

Daftar Tabel …………………………………………………………… xv

Daftar Bagan …………………………………………………………… xvi

Daftar Lampiran ………………………………………………………….... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………............… 1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………..... 1

B. Rumusan Masalah........................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ………………………………...……………..... 8

D. Manfaat Penelitian ……………………...………………………... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………............…...……….............. 9

A. Kebudayaan Jawa ………………………………………………... 9

1. Pengertian Kebudayaan …………………………………….... 9

2. Masyarakat Jawa ……………………………………….......... 13

3. Sikap Hidup Orang Jawa ……………………………..……... 14

xi

Page 14: Diajukan oleh - USD

Halaman

a. Pangestu......................................................................... 14

b. Sikap Hidup Orang Jawa............................................... 15

4. Nrimo Dalam Budaya Jawa...................................................... 17

B. Makna Hidup.....................................................………….………. 19

1. Sejarah Makna........................................................................... 19

2. Pengertian Makna ……………………………..…………….. 19

3. Landasan Makna...........……………………………………... 20

4. Pencapaian Makna..................………………………………. 21

5. Nrimo dan Makna Hidup.......................................................... 22

C. Gempa Bantul…………………………………………………… 24

1. Definisi Gempa Bumi ………………………………………. 24

2. Gempa bumi di Yogyakarta ………………………………… 25

3. Korban Gempa......................................................................... 25

4. Akibat Gempa Bantul............................................................... 26

5. Kerusakan Gempa Di Desa

Patalan……………………………………………….............. 26

D. Dinamika Nrimo bagi Masyarakat Korban Gempa di Desa Patalan,

Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.…………............... 28

E. Pertanyaan Penelitian …………………………………………… 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………........………… 32

A. Jenis Penelitian ……………………………………..…………... 32

B. Desain Penelitian ………………………………………………... 32

xii

Page 15: Diajukan oleh - USD

halaman

C. Lokasi dan Subjek Penelitian …………………………………... 35

1. Loksi Penelitian ……………………………………………... 35

2. Subjek Penelitian .................................................................... 35

D. Metode Pengumpulan Data …………………………………….. 36

1. Observasi................................................................................. 37

2. Wawancara.............................................................................. 37

3. Dokumen................................................................................. 39

4. Foto.......................................................................................... 39

E. Keabsahan Data Penelitian............................................................ 40

1. Kredibilitas.............................................................................. 40

2. Transferbility........................................................................... 42

3. Dependability.......................................................................... 42

4. Conformability......................................................................... 43

F. Metode Analisis Data …………………………………………... 44

1. Organisasi Data……………………………………………… 44

2. Pemilihan Teori....................................................................... 45

3. Koding dan Kategorisasi........................................................... 46

4. Penafsiran Data......................................................................... 47

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ...........……. 49

A. Persiapan penelitian ……………………………………………. 49

1. Penelusuran Pustaka ……………………………………….. 49

2. Tahap Observasi Pra Penelitian...............………………....... 50

xiii

Page 16: Diajukan oleh - USD

halaman

3. Pengurusan Ijin Penelitian………..........…………………… 50

4. Tahap pengumpulan data ………………….………………. 51

B. Identitas dan Deskripsi Subjek ……..………………………….. 52

1. Identitas subjek ………..……………………...........…….... 52

2. Deskripsi Subjek Sesaat Setelah Terjadi Gempa ……......... 53

C. Deskripsi Hasil Penelitian ……..……………………………… 65

1. Pengertian Nrimo bagi Subjek…………………………...... 65

2. Nrimo dengan Berusaha……………………........................ 66

3. Bersyukur karena Masih Diberi Keselamatan………......… 66

4. Guna Nrimo Menurut Subjek…………................................ 67

5. Dampak Nrimo dalam Kehidupan Sehari-hari…………...... 67

6. Ora Nrimo............................................................................. 68

7. Hubungan Nrimo dengan Sabar............................................ 69

8. Pengertian Sabar.................................................................... 69

D. Pembahasan ……..…………………………………………....... 70

E. Keterbatasan Penelitian ..………………………………………. 90

BAB V PENUTUP......................……………………………………… 93

A. Kesimpulan ……..…………………………………..………….. 93

B. Saran ……..…………………………………..…………………. 95

Daftar Pustaka ……………………………………………………….... 96

Lampiran ……………………………………………………................. 100

xiv

Page 17: Diajukan oleh - USD

DAFTAR TABEL

TABEL halaman

1. Tabel Rekapitulasi Data Korban Bencna Alam di Desa

Patalan.............................................................................................................. 27

2. Tabel Konsep Panduan Wawancara................................................................. 38

3. Tabel Identitas dan Deskripsi Subjek ……………………………................. 52

4. Tabel Perbandingan Nrimo dengan Konsep Frankl......................................... 84

xv

Page 18: Diajukan oleh - USD

DAFTAR BAGAN

BAGAN halaman

1. Bagan Dinamika Nrimo bagi Masyarakat Korban Gempa Di Desa Patalan,

Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul Yogyakarta……................................... 27

2. Bagan Orang yang Mengalami Ketentraman Hati…................………..... 73

4. Bagan Orang yang Mengalami yang Tidak Ketentraman Hati………….. 75

5. Bagan Pencapaian Tujuan Hidup ………………….................................. 77

6. Bagan Dimensi Terpenuhi Melalui Nrimo ……………............................ 79

7. Bagan Terpenuhinya Makna...................................................................... 83

8. Bagan Ringkasan Problem Focus Coping................................................. 87

9.Bagan Menghadapi Masalah Melalui Nrimo.............................................. 89

xvi

Page 19: Diajukan oleh - USD

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

1. Guideline Wawancara .................................................................................... 100

2. Surat Ijin Penelitian ....................................................................................... 102

xvii

Page 20: Diajukan oleh - USD

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak akhir tahun 2004 hingga saat ini Indonesia telah mengalami banyak

bencana alam. Mulai dari gempa, yang menyebabkan tsunami di Aceh, gempa bumi

di Nias, dan gempa beserta tsunami di Pangandaran. Bencana alam memang dapat

terjadi pada tempat dan waktu yang tidak terduga sehingga menyebabkan banyak

korban. Bencana alam terbesar tahun ini adalah gempa yang terjadi di Yogyakarta

dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006 pada pukul 05.53 WIB, dengan

kekuatan 5,8 Skala Richter (www.Kompas.com).

Dalam wawancaranya dengan radio Nederland, Dani Hilman Natawijaya

seorang pakar geologi dari Pusat Penelitian Geoteknologi di Bandung. mengatakan

bahwa gempa bumi timbul karena suatu rekahan di dalam bumi. Rekahan ini

kemudian mengumpulkan akumulasi tekanan regangan, juga karena adanya

pergerakan dari lempeng bumi yang selalu bergerak seperti di selatan pulau Jawa.

Selain itu juga akibat dari lempeng Australia yang terletak di samudra Hindia

masuk ke bawah pulau Jawa, sehingga menyebabkan dorongan tektonik yang

diakomodasi oleh patahan-patahan bumi (www.ranesi.nl). Akumulasi dari dorongan

tektonik tersebut pada akhirnya menyebabkan gempa bumi di Yogya, karena

Page 21: Diajukan oleh - USD

2

patahan bumi tersebut salah satunya terletak di Yogyakarta. Secara Geografis

Yogyakarta yang terletak di kawasan pantai selatan Jawa merupakan daerah rawan

gempa, karena sebagian besar pada kawasan pantai selatan Jawa merupakan jalur-

jalur pertemuan dua lempengan.

Akibat dari gempa ini menyebabkan lebih dari 5.700 orang meninggal dunia,

juga menyisakan puluhan ribu rumah dan bangunan rusak berat. Dalam hitungan

detik, banyak rumah hancur. Genteng, batu bata, dan semen menjadi satu dengan

tumpukan kayu, rata dengan tanah. Data kompas memperkirakan hampir sekitar

143.135 unit rumah roboh atau rusak berat (Dana Rekontruksi Tidak Akan Dibagi

Rata, 2006). Daerah terparah yang terkena dampak gempa tersebut adalah

kabupaten Bantul di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan kabupaten Klaten di

Propinsi Jawa Tengah. Beberapa saat setelah terjadi gempa, bantuan pun mulai

mengalir dari beberapa negara sahabat, maupun dari lembaga-lembaga

kemanusiaan, berupa tenaga, logistik, medis, maupun tenda hunian.

Paska gempa, masyarakat banyak mengalami kehilangan harta benda maupun

sanak saudara, bahkan banyak yang mengalami depresi ataupun ganggguan

kejiwaan. Seperti yang diungkapakan oleh Direktur RS Grhasia Pakem DIY, dr

Andung Prihadi Santoso, MKes dalam situs Pemda DIY (www.pemda-diy.go.id) “

Total penderita gangguan jiwa paska gempa 27 Mei 2006 lalu, mencapai lebih dari 2 ribu orang yang dirawat di berbagai rumah sakit. Di rumah sakit jiwa Grhasia saja, kami sempat merawat sebanyak 268 pasien jiwa dari korban gempa. Dari jumlah itu, 33 pasien di antaranya mengalami depresi berat hingga sempat melakukan upaya bunuh diri. Terhadap pasien ini, meski mereka sudah keluar dari rumah sakit, namun tetap butuh pendampingan yang intensif minimal hingga enam bulan ke depan"

Page 22: Diajukan oleh - USD

3

Bahkan ada pula pengungsi yang mengalami depresi berat, hingga melakukan

bunuh diri, sebagaimana ditulis oleh kompas ” Stres atas musibah gempa yang

merusak rumahnya, Mardi (45) warga Gunung Manuk, Salam, Patuk, Gunung

Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, nekat bunuh diri. Ia menceburkan diri ke

sumur berkedalaman 15 meter milik Semi, tetangganya.” (Kompas. com).

Walaupun demikian Masyarakat masih tetap ada yang berpikir positif mengenai

akibat yang ditimbulkan dari gempa. Setyo, salah satu korban gempa di Bantul,

sebagaimana ditulis dalam kompas (www.kompas.com) mengungkapkan bahwa:

“Saya masih untung tidak mati tertimpa tembok. Saya tidak sendirian. Banyak tetangga saya juga begitu. Masih untung tidak mati tertimpa runtuhan rumah. Masih untung rumah mungkin masih bisa diperbaiki. Mungkin lima bulan ke depan kami harus tinggal di tenda, atau di bekas reruntuhan rumah.”

Pernyataan itulah yang sering terdengar dari sebagian besar para korban

gempa. Mereka memandang musibah yang dialaminya saat ini adalah bagian dari

hidupnya yang dapat diambil hikmahnya. Mereka berpikir ada yang lebih menderita

dalam mengalami musibah ini. Kehancuran bukanlah segalanya, ada nilai yang bisa

diambil dari musibah yang dialaminya saat ini.

Pernyataan yang sering terlontar dari korban gempa, yang merupakan

ungkapan untuk tetap bersikap sabar dan menerima segala sesuatu yang terjadi

padanya. Sikap itu juga sering disebut dengan nrimo. Menurut Suseno (1984),

nrimo itu sikap hidup yang postif, nrimo berarti bahwa orang dalam keadaan

kecewa dan dalam kesulitanpun bereaksi rasional, tidak ambruk dan juga tidak

menentang secara percuma. Menurut De Jong (1976), narima berarti ketenangan

Page 23: Diajukan oleh - USD

4

afektif dalam menerima segala sesuatu dari luar, harta benda, kedudukan sosial,

nasib malang atau untung. Niels (1996) juga menyatakan nrima berarti percaya

pada nasib sendiri dan berterima kasih kepada Tuhan karena ada kepuasan dalam

memenuhi apa yang menjadi bagiannya dengan kesadaran bahwa semuanya telah

ditetapkan.

Seperti halnya dalam budaya Jawa, ada semacam keyakinan bahwa orang juga

hendaknya mempercayakan diri kepada bimbingan yang ilahi (pracaya) dan

percaya kepadaNya (mituhu). Kita bisa saja mengusahakan sesuatu tetapi hasil

usaha itu harus datang dari atas. Niels (1984) melihat bahwa agama Jawa

(Javaisme) memandang kehidupan manusia selalu terpaut dalam kosmos alam raya.

Sebagaimana yang dianut oleh orang Jawa, hidup manusia merupakan semacam

pengalaman religius dan semesta alam merupakan kekuasaan yang lebih tinggi dari

mereka, sehingga lebih baik mereka menyerah saja kepada kuasa-Nya. Seperti yang

dikatakan oleh mbah Suwito salah satu korban gempa, "namanya saja hidup, ya

memang seperti itu. Ada bencana ya diterima dengan ikhlas sebagai kehendak Gusti

Allah," (yuliandarinotes.blogspot.com). Sikap itulah yang tampaknya membuat para

korban gempa mencoba bangkit dan memulai membangun kembali rumahnya.

Mereka mencoba menemukan sikap batin yang tepat, dengan percaya terhadap

nasib mereka bahwa semuanya itu memang sudah menjadi kehendak yang Kuasa.

Melalui sikap itu, mampu mendorong mereka agar tetap bersikap rela terhadap

kekecewaan dan tekanan hidupnya. Itu pula bisa dilihat seminggu paska gempa,

Page 24: Diajukan oleh - USD

5

banyak korban gempa mulai membersihkan puing-puing rumahnya baik secara

gotong royong maupun sendiri. Yulian juga menceritakan mengenai salah satu

korban gempa di dalam blogspotnya:

Setelah seminggu di dalam tenda dan merasakan lebih dari seratus kali gempa susulan, ia kemudian berinisiatif untuk membuka warung kecil-kecilan depan rumahnya. Ia menjual es campur, rokok, snack, dan gorengan untuk menambah-nambah penghasilan keluarga. Di tengah suasana yang tidak pasti ia tetap menyimpan semangat besar untuk terus berjualan dan mencari alternatif penghasilan tambahan biar asap dapur tetap mengepul. (yuliandarinotes.blogspot.com)

Masyarakat korban gempa setidaknya memahami bahwa dalam kapasitasnya

sebagai manusia, ia mampu menemukan arti dalam kehidupan walaupun dalam

situasi yang membuatnya menderita. Senada yang dikatakan Frankl (dalam Schultz,

1991) kemauan akan arti, yaitu apa yang berarti dalam eksistensi manusia, bukan

karena semata-mata nasib yang menantikan kita, tapi bagaimana kita menerima

nasib itu. Bagi Frankl kemauan akan arti kehidupan merupakan suatu kekuatan

untuk tetap bertahan dan mengatasi seluruh kesulitan dalam hidup dan ia percaya

bahwa arti kehidupan dapat ditemukan dalam semua situasi, termasuk di dalam

penderitaan dan kematian. Kemampuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan itu

yang memberi kekuatan pada manusia untuk mengatasi berbagai keadaan atau

nasib. Para korban gempa, memiliki keinginan untuk tetap bertahan dan tidak

menyerah pada nasib (musibah) yang mereka alami. Mereka tidak menginginkan

dirinya terjebak atau larut di dalam kesedihan. Seperti yang diungkapkan Mbah

Warsito warga Dlingo kepada Yuli Ahmada kedalam blognya (www.yuli-

ahmada.blogspot.com): "Lebih baik dari sekarang gotong-royong. Kami ingin

Page 25: Diajukan oleh - USD

6

semuanya kembali seperti biasa....Kalau bantuan bahan bangunan belum ada. Tapi

tak apa, kami akan coba membangun secara mandiri"

Perls (dalam Schultz, 1991) mengungkapkan disini dan kini adalah satu-

satunya kenyataan yang kita miliki dan kita harus memikul tanggung jawab untuk

membenamkan diri kita sepenuhnya dalam setiap saat dan mengambil kegunaan

dari pengalaman-pengalaman. Seperti halnya Sukriswanto yang merupakan salah

satu korban gempa menyatakan "Saya sepakat supaya barang dagangan yang bisa

diselamatkan digunakan membantu warga," (www.gatra.com). Sukriswanto

mencoba mengambil kegunaan dari pengalaman-pengalaman, tampak dengan

bersikap aktif, ia membantu orang lain, walaupun dirinya juga tertimpa musibah.

Keikhlasan hati atas kenyataan hidup yang dialami dan menyerahkan

sepenuhnya kepada Tuhan, tampaknya terjadi pada masyarakat korban gempa.

Bersikap rela dan ihklas mendorong mereka untuk tetap bertahan dari kekecewaan

dan penderitaan akibat gempa. Nrimo menekankan “apa yang ada pada manusia.”

manusia menerima segala sesuatu yang terjadi di dalam hidupnya, baik sesuatu

yang bersifat material ataupun non material, seperti juga yang diungkapkan salah

satu korban gempa kepada Yuliandari (yuliandarinotes.blogspot.com):

"Seperti mimpi saja rasanya... saya membangun rumah itu setahap demi setahap dengan uang tabungan hasil jualan. E, malah tinggal naik atap…hancur," tuturnya pahit. Namun, hanya seminggu ia berdiam diri di rumah. "Ya…kalau menyesali rumah yang hancur terus…kapan mulai bangun lagi. Saya harus segera mulai jualan. Saya harus tetap semangat."

Page 26: Diajukan oleh - USD

7

Cepatnya kemajuan perbaikan sarana dan pemulihan ekonomi paska gempa di

Bantul tampaknya didorong oleh sikap tabah dan ikhlas masyarakatnya. De Jong

(1976) mengungkapkan kemajuan dalam perbaikan diwujudkan dalam sikap

manusia, bagaimana menerima dan menghayati suatu nasib yang tidak terelakkan.

Dalam pembangunan bukan pertama-tama bagaimana merubah nasib itu, melainkan

bagaimana menemukan sikap batin yang tepat terhadap nasib.

Seperti Masyarakat desa Sumbermulyo yang tampak bertingkah laku sesuai

dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyikapi seluruh

kepribadian, berserta tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan rasa persetujuan

dan kebahagiaan dari dalam diri. Bersikap nrimo tampaknya yang membuat mereka

bangkit jauh lebih cepat, seperti yang diutarakan oleh Kepala Desa Sumbermulyo

pada harian Jawa Pos (Tak Mau Gantungkan Pemerintah, 2006), sepeti dikutip oleh

suara korban bencana, menuliskan bahwa:

Masyarakat desa Sumbermulyo Bambanglipuro untuk membangun kembali desanya pantas dicontoh. Swadaya dan gotong royong menjadi pilihan warga di desa ini. Masyarakat Sumbermulyo tidak lagi menggantungkan bantuan pemerintah. "Daripada warga kecewa dengan janji-janji pemerintah, lebih baik memang kita tidak mengharap bantuan pemerintah. Warga sudah melakukan swadaya untuk bergotong royong," papar Kepala Desa Sumbermulyo Dra Ani Widayani. (www.suarakorbanbencana.org)

Baik secara pribadi maupun komunal, masyarakat korban gempa memiliki

alasan untuk meneruskan kehidupan, untuk menyelesaikan tujuannya yang akan

datang, kalau tidak kehidupan mereka akan kehilangan arti. Hal itu terlihat jelas

saat ini, ketika usaha-usaha kecil menengah mulai beroperasi, anak-anak mulai

bersekolah, masyarakat mulai bekerja, dan lain sebagainya. Dalam tempat yang

Page 27: Diajukan oleh - USD

8

serba terbatas mereka tetap berusaha untuk mewujudkan impian, harapan dan cita-

cita mereka. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan masyarakat korban

gempa, memaknai kehidupan mereka pasca gempa dengan bersikap nrimo. Hal

inilah yang menarik untuk dijadikan bahan penelitian guna mendiskripsikan makna

nrimo mereka di dalam menghadapi kehidupan pasca gempa.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan

masalah yaitu: Apakah makna nrimo menurut masyarakat korban gempa di Bantul

Yogyakarta, paska gempa tanggal 27 Mei 2006 silam ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :memberikan gambaran tentang nrimo yang

dilakukan oleh masyarakat korban gempa, di dalam kehidupan mereka paska gempa

27 Mei 2006 silam

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis

a. Tersedianya data hasil penelitian mengenai makna nrimo yang

digunakan oleh masyarakat korban gempa dalam kehidupan mereka pasca gempa

yang diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu Psikologi.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan bagi

kalangan akademis mengenai deskripsi nrimo khususnya pada budaya Jawa.

Page 28: Diajukan oleh - USD

9

2. Manfaat praktis

a. Mengetahui dan memberikan gambaran di masyarakat luas mengenai

nrimo pada masyarakat korban gempa di Bantul

b. Manfaat bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa, supaya nrimo yang

merupakan representasi dari budaya Jawa, di maknai dalam diri individu.

Page 29: Diajukan oleh - USD

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kebudayaan Jawa

1. Pengertian Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (1986) kebudayaan berasal dari Bahasa

Sansekerta buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddi yang berarti “budi atau

akal”. Dalam Bahasa Inggris budaya adalah culture yang berasal dari Bahasa

Latin colere yang dapat diartikan mengolah, mengerjakan, sehingga culture dapat

diartikan sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah dan

merubah alam.

Budaya dalam Kamus besar Bahasa Indonesia (1988) diartikan sebagai

pikiran, akal budi, hasil. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) mengartikan

kebudayaan sebagai:

a. Hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti

kepercayaan, kesenian , adat istiadat.

b. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang

digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalaman yang

menjadi pedoman tingkah lakunya.

c. Hasil akal budi dari alam sekelilingnya dan dipergunakan bagi

kesejahteraan hidupnya.

(Honigmann dalam Koentjaraningrat, 1986) menyebutkan ada 3 gejala

kebudayaan:

Page 30: Diajukan oleh - USD

11

a. Ideas : wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

b. Activities: wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas

serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

c. Artifacts: wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya

manusia.

d. Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Jawa adalah segala

kegiatan dan penciptaan batin (akal budi), seperti kepercayaan,

kesenian, dan adat istiadat,

(Ciptoprawiro dalam Herdiyanto, 2005) menyebutkan ada tiga dimensi

lingkungan hidup Jawa:

a. Lingkungan hidup lahir

1). Lingkungan alam benda dan biologi, adalah lingkungan yang

ditangkap indera, alam seindividur termasuk tumbuh-tumbuhan

dan hewan.

2). Lingkungan sesama manusia, adalah lingkungan sosial

manusia.

b. Lingkungan hidup batin, lingkungan kejiwaan manusia

c. Lingkungan hidup gaib atau lingkungan spiritual, adalah

lingkungan di luar jangkauan panca indera manusia.

Ketiga lingkungan hidup orang Jawa tersebut, yang selalu dipentingkan

manusia untuk proses pencarian adalah lingkungan hidup spiritual. Dengan

Page 31: Diajukan oleh - USD

12

pengolahan lingkungan spiritualnya, maka orang Jawa akan lebih mudah dalam

mengatur lingkungan hidupnya yang lain.

Herdiyanto (2005) selanjutnya menyatakan ini dikuatkan dengan pendapat

bahwa dasar kepercayaan Jawa atau Javanism adalah keyakinan bahwa segala

sesuatu yang ada di dunia ini pada hakekatnya adalah satu atau merupakan

kesatuan hidup. Javanism memandang kehidupan manusia selalu tertaut erat

dalam kosmos alam raya. Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu

perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius.

Mulder (2001) menyebutkan pandangan hidup merupakan suatu abstraksi

dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah suatu pengaturan mental dari

pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap diri

terhadap hidup. Sedangkan, ciri pandangan hidup orang Jawa sendiri adalah

realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata,

masyarakat dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Mereka percaya bahwa

kehidupan mereka telah ada garisnya, mereka hanya menjalani saja.

Kebudayaan Jawa sendiri merupakan keseluruhan pengetahuan orang Jawa

sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta

pengalaman, yang mampu menjadi pedoman tingkah lakunya. Gracia (2005)

kemudian menyimpulkan bahwa kebudayaan Jawa hasil dari akal budi dari alam

sekelilingnya dan dipergunakan bagi kesejahteraan hidup orang Jawa.

Daerah kebudayaan Jawa meliputi seluruh bagian tengah dan timur Pulau

Jawa. Yogyakarta dan Surakarta merupakan daerah pusat kebudayaan tersebut

Page 32: Diajukan oleh - USD

13

(Gracia, 2005). Di dalam kebudayaan tersebut terdapat masyarakat Jawa sebagai

bagian dari kebudayaan tersebut.

2. Masyarakat Jawa

Menurut (Koentjaraningrat dalam Hastjarja dalam Gracia, 2005), sistem

nilai budaya merupakan tingkat paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat.

Hal itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran

sebagian besar dari warga suatu masyarakat Nilai-nilai budaya terwujud dalam

berbagai konsep tentang apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting

dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah

dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), maka masyarakat Jawa dapat

diartikan sebagai sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya yang terikat oleh

suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Suseno (1984) menyatakan Orang

Jawa adalah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa dan merupakan

penduduk asli bagian tengah dan timur Pulau Jawa.. Jadi masyarakat Jawa

merupakan sejumlah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa dan terikat

oleh suatu kebudayaan (nilai, kepercayaan, adat istiadat) yang mereka anggap

sama yaitu kebudayaan Jawa. Kemudian, Koentjaraningrat (1986),

mengklasifikasikan orang Jawa menjadi tiga menurut golongan sosial yaitu:

a. Wong cilik (orang kecil) terdiri dari petani dan mereka yang perpendapatan

rendah.

b. Kaum priyayi terdiri dari pada pegawai dan orang-orang intelektual.

Page 33: Diajukan oleh - USD

14

c. Kaum ningrat (berdarah biru) gaya hidupnya tak jauh berbeda dari

kaum priyayi.

Dapat dikatakan bahwa masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang

berbudaya dan memiliki nilai-nilai yang terwujud dapat berfungsi sebagai suatu

pedoman yang memberi arah, sehingga mampu membentuk sikap sebagai

manusia Jawa di dalam kehidupan mereka sehari-hari.

3. Sikap Hidup Orang Jawa

a. Pangestu

Agar mencapai diri yang ideal, maka manusia hendaknya memliki

beberapa sikap hidup. Dalam pengestu juga terdapat uraian mengenai sikap hidup

yang ideal, yakni bagaimana manusia bersikap dan berhubungan dengan Tuhan

yang Maha Esa, masyarakat dan alam. Sikap hidup tersebut terdapat di dalam

Serat Sasangka Jati

Pangestu merupakan kepanjangan dari Paguyuban Ngesti Tunggal.

Menurut Jong (1976 dalam Herdiyanto, 2005), Pangestu merupakan salah satu

dari tiga aliran kepercayaan kepercayaan yang mempunyai pengikut terbesar,

selain Sapta Darma dan Subud. Pangestu dilatarbelakangi oleh alam kebudayaan

Jawa. arti kata dari Paguyuban adalah perkumpulan yang dijiwai oleh hdup rukun

dan semangat kekeluargaan, Ngesti adalah upaya batin yang didasari dengan

permohonan kepada Tuhan yang Maha Esa, Tunggal adalah bersatu dalam hidup

bermasyarakat, bersatu kembali dengan Tuhan yang Maha Esa.

Herdiyanto (2005) mengemukakan Pangestu didirikan tanggal 20 Mei

1949 di Surakarta. Tokoh utama dalam Pangestu adalah Raden Soenarto

Page 34: Diajukan oleh - USD

15

Mertowardojo (Pak Merto atau Pak Dhe Narto). Pangestu didirikan atas Sabda

Suksma Tiga buah Kitab yang berisi rekaman Sabda Sang Guru Sejati (sejak

tahun 1932 sampai dengan 1961 atau selama 28 tahun) adalah Sabda Pratama,

Sasangka Djati, Sabda Khusus. Kitab-kitab wajib lainnya yang berisi keterangan

dan petunjuk-petunjuk praktis dalam berolah rasa adalah (Pangestu, 2004 dalam

Herdiyanto, 2005) Bawa Raos Salebeting Raos, Taman Kamulyang Langgeng,

Riwayat Hidup Bapak Paranpara R. Soenarto Mertowardojo, Arsip Sarjana Budi

Santosa, Ulasan Kang Kelana, Olah Rasa, dan Wahyu Sasangka Jati.

b. Sikap Hidup Orang Jawa

Menurut tokoh Pengestu R. Soenarto (dalam Budiono, 1984) uraian

mengenai sikap hidup orang Jawa di dalam Serat Sasangka Jati terdapat dalam

Hasta Sila atau Delapan Sikap Dasar, yang terdiri dari dua pedoman yakni Tri-sila

dan Panca-Sila. Tri-Sila merupakan Pedoman Pokok yang harus dilaksanakan

setiap hari oleh manusia, dan merupakan tiga hal yang harus dituju oleh budi dan

cipta manusia di dalam menyembah Tuhan yaitu:

1.). Eling atau sadar

Sadar artinya sadar untuk selalu berbakti kepada Tuhan yang Maha

Tunggal, dengan selalu sadar terhadap Yang Maha Tunggal maka manusia

akan dapat bersifat hati-hati hingga dapat memisah-misahkan yang benar

dan yang salah, yang nyata dan yang bukan, yang berubah dan yang tidak

berubah.

2). Pracaya atau percaya

Page 35: Diajukan oleh - USD

16

Percaya ialah percaya terhadap Suksma Sejati atau Utusan-Nya, yang

disebut Guru Sejati. Dengan percaya kepada Utusan-Nya berarati pula

percaya kepada Jiwa Pribadinya sendiri serta kepada Allah, karena ketiga-

tiganya adalah Tunggal yaitu yang disebut Tri Purusa.

3). Mituhu atau setia

Manusia harus selalu setia kepada dan selalu melakasanakan segala

perintahNya yang disampaikan melalui UtusanNya, karena semua tugas baik

yang diterima manusia pad ahakekatnya adalah tugas yang diberikan Allah.

Sebelum manusia melaksanakan Tri-Sila tersebut di atas, ia harus berusaha

dulu untuk memiliki watak dan tingkah laku yang terpuji yang disebut

Panca-Sila, yang dapat dijabarkan:

1) Rila Yaitu keihlasan hati sewaktu menyerahkan segala milikinya,

kekuasaannya dan seluruh karyanya kepada Tuhan dengan tulus ikhlas,

dengan mengingat bahwa semua itu ada di dalam kekuasaan Tuhan, oleh

karena itu harus tidak ada sedikitpun yang membekas di hatinya.

2) Narima Banyak pengaruhnya terhadap ketentraman di hati, jadi bukan

orang yang malas bekerja, tetapi yang merasa puas dengan nasibnya.

Apapun yang sudah terpegang di tangannya, dikerjakan dengan senang hati,

tidak loba dan ngangsa. Orang yang narima dapat dikatakan sebagai orang

yang bersyukur kepada Tuhan.

3) Temen Berarti menepati janji atau ucapannya sendiri, baik yang

diucapkan maupun yang diucapkan di dalam hati.

Page 36: Diajukan oleh - USD

17

4) Watak atau sifat sabar Sabar itu berarti momot, kuat terhadap segala

cobaan, tetapi bukan berarti putus asa, melainkan orang yang kuat imannya,

luas pengetahuannya, tidak sempit pandangannya.

5) Budi Luhur Yaitu manusia yang selalu berusaha untuk menjalankan

hidupnya dengan segala tabiat dan watak serta sifat-sifat seperti misalnya

kasih dan sayang terhadap sesamanya, suci, adil dan tidak membeda-

bedakan tingkat derajat, semua dianggap sebagai saudara sendiri, tanpa

menghilangkan tata karma dan tata susilanya.suka menolong serta

melindungi dengan tanpa mengharapkan balas jasa. Semua hanya bisa

dilaksanakan apabila keempat sifat: rila, narima, temen, serta sabar telah

dapat dikuasainya.

4. Nrimo dalam Budaya Jawa

Menurut Dr. Purwadi dalam Ensiklopedi Kebudayaan Jawa (2005), bahwa

setiap manusia diberi anugerah oleh Tuhan, namun setiap manusia mempunyai

bagian yang berbeda-beda. Kesadaran akan perbedaan itu disebut “narima ing

pandum”. Dengan sikap “narima ing padum”, sesesorang tidak akan “ngoyo”

dalam mengejar harta benda. Disini yang diperhitungkan kerja dan pasrah kepada

”panduming dumadi”. Bonneff (1994, dalam Hess 2001) nrimo adalah

kemampuan seseorang untuk menerima apapun tanpa protes. Nrimo memiliki

sebuah sejarah idelogis yang dapat dipertimbangkan. Penerimaan dianggap

sebagai respon aktif yang mampu menghancurkan siklus menyeramkan dari

ketakutan akan masa depan dan penyesalan dari masa lalu. Jadi nrimo suatu

respon aktif manusia untuk bersikap menerima dengan ikhlas apapun yang terjadi

Page 37: Diajukan oleh - USD

18

di dalam hidupnya, karena semuanya itu sudah merupakan kehendak Yang Maha

Kuasa. Disini manusia tidak bersikap pasrah dan tidak berbuat apa-apa, tetapi

manusia tetap berusaha, walaupun semua keputusan akhir nanti berada di tangan

Yang Maha Kuasa.

Dalam ajaran Pangestu ( dalam De Jong, 1976), narima berarti ketenangan

afektif dalam menerima segala sesuatu dari dunia luar, harta benda, kedudukan

sosial, nasib malang, nasib untung. Sikap narima menekankan apa yang ada,

faktualitas hidup individu, menerima segala sesuatu yang masuk ke dalam hidup

individu. Hanya orang yang menjalankan rilo dan narima akan menjadi sabar.

Seseorang yang rela hati menyerahkan diri dan menerima dengan senang hati

sudah bersikap sabar. Ia akan maju dengan hati-hati, karena sudah menjadi

bijaksana dengan pengalaman.

Jadi, nrimo sendiri adalah kemampuan seseorang untuk menerima apapun

tanpa protes. nrimo sendiri merupakan suatu respon aktif bagi manusia Jawa

untuk bersikap menerima dengan ikhlas apapun yang terjadi di dalam hidupnya,

karena semuanya itu sudah menjadi kehendak Yang Maha Kuasa. Nrimo juga

cenderung kepada ketenteraman hati, yaitu tidak menginginkan milik orang lain

serta tidak iri hati terhadap keberuntungan orang lain, jadi bukan orang yang

malas bekerja, melainkan orang yang dapat menempatkan dirinya dalam rasa

tenang dan puas dalam menerima apapun yang menjadi bagiannya, maka orang

yang menerima dapat disebut orang yang bersyukur kepada Tuhan.

Page 38: Diajukan oleh - USD

19

B. Makna Hidup

1. Sejarah Logoterapi

Makna dalam kamus bahasa Indonesia (1982), berarti arti atau maksud

sesuatu kata, sedangkan menurut Schultz (1995) logoterapi berasal dari kata logos

berasal dari bahasa Yunani yang berarti arti. Menurut Frankl keinginan pada

makna adalah penggerak utama dari kepribadian manusia. Konsep keinginan

kepada makna ini yang menjadi tulang punggung teori kepribadian dan sistem

psikoterapi yang disebut logotherapi (dalam Koeswara,1992).

Frankl (dalam Schultz, 1995) mengemukakan meskipun manusia tunduk

kepada kondisi-kondisi dari luar yang mempengaruhi kehidupannya, namun

manusia bebas memilih reaksi terhadap kondisi-kondisi ini.

2. Pengertian Makna

Menurut Frankl kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan makna

dan kebutuhan akan arti, menurut Frankl (dalam Schultz, 1995) kemauan akan arti

kehidupan adalah kebutuhan kita yang terus menerus mencari bukan diri kita,

melainkan suatu arti untuk memberi maksud bagi eksistensi kita. Jika manusia

telah menemukan hal tersebut, maka ia akan menemukan makna hidupnya.

Apabila makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi, maka kehidupan

seseorang dirasakan penting dan berharga yang pada gilirannya akan

menimbulkan penghayatan bahagia (happiness). Selanjutnya menurut Frankl

(dalam Schultz, 1995) kekurangan akan arti kehidupan merupakan suatu keadaan

yang bercirikan tanpa arti, tanpa maksud, tanpa tujuan dan hampa.

Page 39: Diajukan oleh - USD

20

3. Landasan Makna

Menurut Frankl (Trimardhany, 2003 dalam Anshori) logoterapi memiliki

wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu

dengan lainya erat hubunganya dan saling menunjang yaitu:

a. Kebebasan berkehendak ( Freedom of Will )

Manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan.

Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang

bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from)

kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada

kebebasan untuk mengambil sikap ( freedom to take a stand ) atas kondisi-kondisi

tersebut. Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuan untuk mengambil jarak

( to detach ) terhadap kondisi di luar dirinya, bahkan manusia juga mempunyai

kemampuan-kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri ( self

detachment ). Kemampuan-kemampuan inilah yang kemudian membuat manusia

disebut sebagai “ the self deteming being” yang berarti manusia mempunyai

kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.

b. Kehendak Hidup Bermakna ( The Will to Meaning )

Menurut Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna.

Ini berbeda dengan psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari

kesenangan, juga pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari

kekuasaan. Makna itu sendiri menurut Frankl bersifat menarik ( to pull ) dan

menawari ( to offer ) bukannya mendorong ( to push ). Karena sifatnya menarik

Page 40: Diajukan oleh - USD

21

itu maka individu termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang

bermakna dengan berbagai kegiatan yang sarat dengan makna.

c. Makna Hidup ( The Meaning Of Life )

Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan

serta memberikan nilai khusus bagi seseorang ( Bastaman, 1996 dalam Anshori).

Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna

hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainya dan berbeda setiap

hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara

umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu.

Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus.

Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak

bisa diulang.

4. Pencapian Makna

Frankl (Schult, 1991) mengemukakan ada tiga sistem nilai yang

fundamental yang berhubungan dengan tiga cara memberi arti kepada kehidupan:

nilai-nilai daya cipta (kreatif), nilai-nilai pengalaman, dan nilai-nilai sikap.

Nilai-nilai daya cipta diwujudkan dalam aktifitas yang kreatif dan produktif.,

nilai ini berhubungan dengan semua bidang kehidupan. Arti diberikan dengan

tindakan menciptakan sesuatu atau dengan bentuk melayani. Secara garis besar

dapat disimpulkan nilai, menyangkut bagaimana individu akana memberi arti

kepada duninya.

Page 41: Diajukan oleh - USD

22

Nilai-nilai pengalaman, ialah bagaimana individu ambil dari hidup. Nilai

didasarkan bahwa kemungkinan memenuhi arti kehidupan dengan mengalami

beberapa segi kehidupan yang intensif, individu memungkinkan arti kehidupan

dengan mengalami dan menemukan dalam setiap pengalaman yang ia lalui. Nilai

ini dapat diwujudkan dengan menemukan keindahan, kebenaran, dan cinta.

Nilai-nilai sikap, lebih merupakan bagaimana individu bersikap untuk

mengubah dan menghadapi penderitaannya. Frankl mengemukakan bahwa satu-

satunya cara yang rasional apabila manusia berhadapan dengan penderitaan adalah

menerimanya. Cara bagaimana manusia untuk menerima, serta keberanian diri

untuk menahan penderitaan dapat diperlihatakan ketika manusia dihadapkan

dengan musibah yang merupakan ujian dan ukuran yang terakhir dari pemenuhan

diri sebagai manusia.

5. Nrimo dan Makna Hidup

Narima atau nrimo merupakan sikap hidup orang Jawa sudah yang merasa

puas dengan nasibnya. Apapun akan dikerjakan dengan senang hati, orang

tersebut tidak ngangsa ataupun dia tidak akan “ngoyo” dalam mengejar harta

benda. Sikap ini menekankan apa yang ada, dengan menerima segala sesuatu yang

masuk kedalam hidup individu. Nrimo juga menekankan penyerahan kepada

Tuhan. Seperti dalam budaya Jawa, ada semacam keyakinan yang tertanam bahwa

manusia hendaknya mempercayakan diri kepada bimbingan yang ilahi (pracaya)

dan percaya kepadaNya (mituhu). Melalui nrimo diri menjadi lebih menerima

segala sesuatu yang masuk ke dalam hidupnya, sekaligus dapat disebut juga orang

yang mampu bersyukur kepada Tuhan.

Page 42: Diajukan oleh - USD

23

Makna ialah kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan arti yakni suatu

arti untuk memberi maksud bagi eksistensi manusia. Jika manusia telah

menemukan hal tersebut, maka ia akan menemukan makna hidupnya. Dalam

Pangestu diajarkan melalui tiga macam sikap, agar manusia dapat menemukan

makna atau tujuannya yang sejati dengan mengambil distansi terhadap dunia.

Yang dimaksud dengan distansi adalah manusia mengambil jarak terhadap aspek

material maupun spiritual. Distansi dianggap perlu bagi manusia untuk

menemukan dirinya sendiri, karena segala sesuatu yang ada dalam dunia

mengeruhkan kesadaran sejati, maka jika manusia ingin punya arti dalam dunia

ini, manusia harus kembali merenungkan dunianya.

Dengan nrimo individu menjadi termotivasi untuk memenuhinya agar ia

menjadi individu yang bermakna, karena melalui nrimo manusia diharapkan

merenungkan kembali keberadaan atau eksistensinya di dunia ini. Eksistensinya

itu ditunjukkan dengan memenuhi tujuan atau misi hidupnya yang sejati, tanpa di

halangi oleh kekuatan-kekuatan dari luar. Pandangan nrimo sendiri adalah bahwa

di dalam menjalani hidup manusia dimaksudkan untuk bersikap menerima secara

ikhlas apa yang sudah menjadi kehendak yang Kuasa, tanpa melupakan arti dari

tujuan dia hidup di dunia ini..

Nrimo adalah kemampuan manusia untuk ikhlas apa yang sudah menjadi

nasibnya, namun nrimo juga dimaknai agar manusia atau diri dapat mencapai

tujuannya yang sejati. Dapat disimpulkan bahwa, dalam masyarakat Jawa terdapat

nrimo dimaknai sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa,

Page 43: Diajukan oleh - USD

24

sehingga mereka mampu merespon secara aktif yang digunakan untuk mencapai

tujuan dari hidupnya.

C. Gempa Bantul

1. Definisi Gempa Bumi

Menurut wikipedia (wikipedia.org) Gempa bumi adalah getaran yang terjadi

permukaan buni. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi

(lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah

asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut, jadi gempa bumi terjadi apabila

tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat

ditahan.

a. Tipe Gempa Bumi

Dalam wikipedia (wikipedia.org), menurut terjadinya gempa bumi

terbagi atas dua tipe, yaitu:

1). Gempa bumi tektonik

Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang

terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya

gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang

dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan

tektonik.

Page 44: Diajukan oleh - USD

25

2). Gempa bumi gunung berapi

Gempa bumi gunung berapi terjadi berdekatan dengan gunung

berapi. Gempa bumi gunung berapi disebabkan oleh pergerakan magma

ke atas dalam gunung berapi, di mana geseran pada batu-batuan

mengahasilkan gempa bumi.

2. Gempa bumi di Yogyakarta

Menurut data dari wikipedia (id.wikipedia.org), Gempa bumi Yogyakarta

Mei 2006 adalah sebuah gempa bumi tektonik kuat yang mengguncang Daerah

Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul

05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala

Richter. United States Geological Survey melaporkan 6,2 pada skala Richter.

Lokasi gempa menurut Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber

Daya Mineral Republik Indonesia terjadi pada koordinat 8,007° LS dan

110,286°BT pada kedalaman 17,1 km. Sedangkan menurut BMG, posisi episenter

gempa terletak di koordinat 110,31° LS dan 8,26° BT pada kedalaman 33 km.

USGS memberikan koordinat 7,977° LS dan 110,318 BT pada kedalaman 35 km.

Hasil yang berbeda tersebut dikarenakan metode dan peralatan yang digunakan

berbeda-beda. Namun secara umum posisi gempa berada 25 km selatan barat daya

Yogyakarta.

3. Korban Gempa

Korban dalam kamus bahasa Indonesia (1982), merupakan orang yang mati

(menderita kecelakaan) karena tertimpa bencana (seperti banjir, gempa bumi, dan

sebagainya). Sedangkan gempa gerakan atau goncangan bumi. Jadi korban gempa

Page 45: Diajukan oleh - USD

26

bumi adalah orang yang yang menderita atau bahkan mati karena tertimpa

bencana, akibat dari gerakan atau goncangan bumi.

4. Akibat Gempa Bantul

Pemerintah Kabupaten Bantul merilis data korban becana, Selasa (6/6),

tercatat 71482 rata tanah sedangkan korban jiwa sebanyak 4121 orang. Dalam

data Satkorlak Bantul tercatat 4280 korban tewas sedangkan data Pemkab Bantul

terbaru menyebutkan sebanyak 4121 orang meninggal. Kerusakan rumah

penduduk tercatat 71482 rata dengan tanah, 70718 unit mengalami rusak berat dan

66497 rusak ringan.

Jetis mengalami kerusakan terparah sebanyak 11197 unit rata tanah.

Kecamatan Sewon sebanyak 8281 rumah ambruk, sedangkan di Kecamatan Pleret

8139 rumah rata tanah (http://bantul.go.id). Menurut sumber Kompas, Akibat dari

gempa bantul meyebabkan lebih dari 5.700 orang meninggal dunia, juga

menyisakan puluhan ribu rumah dan bangunan rusak berat (Jaringan Nirkabel,

2006), diperkirakan hampir 143.135 unit rumah roboh atau rusak berat (Kompas,

2006).

5. Kerusakan Gempa Di Desa Patalan

Korban terbanyak ditemukan di Kecamatan Jetis, tercatat sebanyak 830

meninggal, di Kecamatan Bambanglipuro sebanyak 607 korban jiwa dan

Kecamatan Pleret sebanyak 497 meninggal dunia. Sementara, korban jiwa yang

paling sedikit di Kecamatan Sanden dan Sedayu, masing-masing 2 orang

meninggal dunia (http://bantul.go.id). Selanjutnya kerusakan di desa Patalan

terangkum dalam tabel.

Page 46: Diajukan oleh - USD

27

Page 47: Diajukan oleh - USD

28

Dinamika Nrimo bagi Masyarakat Korban Gempa di Desa Patalan,

Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Di Indonesia terdapat berbagai macam kebudayaan, salah satunya

kebudayaan Jawa. Seperti yang telah dibahas sebelumnya kebudayaan Jawa

merupakan keseluruhan pengetahuan orang Jawa sebagai makhluk sosial yang

digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalaman, yang mampu menjadi

pedoman tingkah lakunya dan dipergunakan bagi kesejahteraan hidup orang Jawa.

Masyarakat terbentuk dari representasi kebudayaan, yang kemudian

membentuk nilai-nilai budaya yang berfungsi sebagai suatu pedoman yang

memberi arah dan orientasi kepada kehidupan manusia Jawa. Maka, nilai-nilai

yang terwujud dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah,

sehingga mampu membentuk sikap sebagai manusia Jawa di dalam kehidupan

mereka sehari-hari. Salah satu pedoman tersebut adalah nrimo.

Nrimo merupakan kemampuan seseorang untuk menerima apapun tanpa

protes, dia tidak akan “ngoyo” dalam mengejar segala sesuatu dari dunia. Melalui

nrimo, diri tidak mengejar kepentingan duniawi, tetapi dengan rila dan ikhlas, dia

mampu untuk bersikap menerima dengan ikhlas apapun yang terjadi di dalam

hidupnya, dengan rela hati menyerahkan diri dan menerima dengan senang hati.

Nrimo dapat dikatakan suatu sikap hidup yang positif, karena dengan nrimo

manusia mampu menemukan arti atau maksud dari tujuan hidupnya. Maka jika,

manusia ingin menemukan kesadaran sejati atau jika manusia ingin punya arti

dalam dunia ini, manusia harus kembali merenungkan dunianya.

Page 48: Diajukan oleh - USD

29

Gempa Bantul silam yang terjadi tanggal 27 Mei 2006 silam, membuat diri

merenungkan kembali arti hidupnya didunia. Diri atau individu harus memilih

apakah akan terus bertahan atau menjadi nelongso yang pada akhirnya hanya akan

menyebabkan individu tersebut menjadi stress. Dengan nrimo individu memiliki

tujuan atau makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi oleh

mereka. Nrimo juga digunakan agar manusia mampu menjaga eksistensisnya,

sekaligus digunakan untuk mencapai tujuannya didunia ini. Eksistensinya itu

ditunjukkan dengan memenuhi tujuan atau misi hidupnya yang sejati.

Dengan nrimo individu menjadi termotivasi untuk memenuhinya agar ia

menjadi individu yang bermakna, karena melalui nrimo manusia diharapkan

merenungkan kembali keberadaan atau eksistensinya di dunia ini. Kehidupan

yang bermakna ialah kehidupan yang dimaksudkan agar hidup individu tidak lagi

kosong, karena hidup tidak lagi kosong jika individu berhasil menemukan suatu

sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi. Walaupun dengan

penderitaaan sekalipun, itu adalah kehidupan yang bermakna, karena keberanian

menanggung tragedi yang tak tertanggungkan merupakan pencapaian atau prestasi

dan kemenangan.

Melalui nrimo, korban gempa secara sadar untuk bertindak aktif, serta

berproses dan dengan menggunakan kebebasannya untuk memilih bagaimana

dirinya akan bertingkah laku, tanpa dipengaruhi oleh penderitaan akibat gempa.

Secara aktif mereka bangkit dari pengalaman yang telah terjadi untuk memulai

kembali kehidupannya. Dinamika nrimo bagi masyarakat korban gempa di Desa

Page 49: Diajukan oleh - USD

30

Patalan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta dapat dilihat melalui

bagan berikut ini.

Budaya Jawa

Masyarakat

Rila

Temen

Nilai Sabar Kehidupan

Nrimo

Budi Luhur Musibah Gempa

Nelongso Nrimo

Kosong tidak kosong

Stres Bertahan

Bagan Dinamika Nrimo bagi Masyarakat Korban Gempa Di Desa Patalan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul Yogyakarta

Page 50: Diajukan oleh - USD

31

Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan deskripsi

nrimo bagi masyarakat korban gempa di desa Patalan, kecamatan Jetis, kabupaten

Bantul, Yogyakarta Pertanyaan penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana atau apa yang dimaksud dengan nrimo bagi masyarakat

korban gempa dibantul?

b. Apa yang terjadi pada mereka setelah melakukan nrimo, serta apa

dampak bagi kehidupan mereka sehari-hari?

Page 51: Diajukan oleh - USD

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan

dan Tylor (dalam Moleong, 2005), metode kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati, selanjutnya Poerwandari

(1998) menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan

dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara,

catatan laporan, gambar, foto, rekaman video, dan sebagainya. Suryabrata

(2002) menjelaskan, penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat

pencandraan secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-

sifat populasi atau daerah tertentu.

Berdasarkan definisi tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan dengan fakta-fakta yang ada tentang

makna nrimö bagi masyarakat korban gempa di desa Patalan, Kecamatan Jetis,

Kabupaten Bantul, Yogyakarta di dalam kehidupan mereka paska gempa 27

Mei 2006 silam.

B. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif memilki

Page 52: Diajukan oleh - USD

33

ciri yang membedakannya dengan jenis penelitian lainnya. Penelitian kualitatif

merupakan studi dalam situasi alamiah (naturalistic inquiry) yaitu: desain

yang bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi

seting penelitian. Menggunakan analisis induktif, dalam artian peneliti

mencoba memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut

menampilkan diri. Kontak personal langsung peneliti di lapangan, agar peneliti

memperoleh pemahaman secara jelas tentang realitas dan kondisi nyata

kehidupan sehari-hari. Penelitian kualitatif menekankan pada perspektif

holistik, perspektif dinamis, dan perspektif perkembangan yaitu: keseluruhan

fenomena perlu dimengerti sebagai suatu sistem yang kompleks dan bahwa

yang menyeluruh.

Penelitian kualitatif melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis

dan berkembang, bukan sebagai suatu hal yang statis dan tidak berubah dalam

perkembangan kondisi dan waktu. Peneliti mengamati dan melaporkan objek

yang diteliti dalam konteks perkembangan atau perubahan tersebut. Dikatakan

berorientasi pada kasus unik, karena dalam penelitian kualitatif akan

menampilkan kedalaman dan detil, karena fokusnya memang penyelidikan

yang mendalam pada sejumlah kecil kasus. Netralitas empatik, mengacu pada

sikap peneliti terhadap subjek yang dihadapi dan diteliti, sementara netralitas

mengacu pada sikap peneliti yang tanpa dugaan tentang hasil-hasil yang harus

didukung atau ditolak (bersikap netral). Mengacu pada Fleksibilitas desain,

yaitu: desain penelitian yang bersifat luwes, akan berkembang sejalan dengan

bekembangnnya pekerjaan lapangan dan Peneliti sebagai instrumen kunci,

Page 53: Diajukan oleh - USD

34

yaitu Peneliti berperan besar dalam keseluruhan proses penelitian, mulai dari

memilih topik, mendekati topik tersebut, mengumpulkan data hingga

menganalisis dan menginterpretasikannya.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, maka pendekatan kualitatif deskriptif

adalah pendekatan yang sesuai dengan tujuan utama penelitian ini yaitu

mengetahui atau melakukan penggalian, serta pencandraan secara sistematis,

faktual, akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat pada populasi atau daerah

tertentu. Peneliti mencoba memberikan gambaran secara faktual, akurat

terhadap nrimo yang telah dimiliki oleh orang Jawa sebagai makna bagi

masyarakat korban gempa pada tanggal 27 mei 2006 silam. Penelitian

mengenai makna nrimo bagi korban gempa sejalan dengan perspektif dinamis,

perspektif perkembangan dan kasus yang unik, karena penelitian mengenai

nrimo sebagai makna berlaku pada budaya tertentu, dalam hal ini budaya

Jawa, serta melalui penelitian ini ingin melihat nrimo sebagai sesuatu yang

dinamis dan berkembang bagi masyarakat korban gempa di Bantul. Seperti

telah dipaparkan pada BAB II. Fokus penelitian di sini adalah berupa deskripsi

nrimo yang telah dimiliki oleh orang Jawa sebagai makna bagi masyarakat

korban gempa pada tanggal 27 mei 2006 silam, juga penelitian ini tidak

berusaha memanipulasi kondisi penelitian dengan harapan dapat menemukan

hal-hal baru dalam kompleksitas keadaan sesudah terjadinya gempa yang

sesungguhnya.

Page 54: Diajukan oleh - USD

35

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian difokuskan pada desa Patalan, Kecamatan

Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Pemilihan lokasi penelitian

ini didasarkan pada tingkat kerugian yang dialami pasca gempa 27 Mei 2005

silam. Dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut;

a. Kecamatan Jetis merupakan kecamatan dengan korban meninggal

terbanyak dalam gempa bantul.

b. Letak daerah yang berada di kecamatan yang terkena dampak gempa

terparah di Kabupaten Bantul dan Sleman;

c. Hampir semua rumah yang ada di dusun-dusun tersebut rusak total dan

rusak berat.

2. Subjek penelitian

Dalam menentukan subjek penelitian, peneliti terlebih dahulu menetapkan

satuan kajian. Moleong (2005) mengemukakan bahwa keputusan tentang

penentuan subjek, besarnya dan strategi sampling itu bergantung pada

penetapan satuan kajian yang dalam penelitian ini bersifat perorangan. Peneliti

menentukan subjek penelitian dengan metode purposive sampling, pemilihan

metode ini lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa suatu kajian penelitian

itu tidak homogen, sehingga tidak semua dapat dijadikan subjek penelitian.

Subjek dipilih dengan pertimbangan bahwa ia dapat memberikan informasi

yang dibutuhkan berkaitan dengan tujuan penelitian dan diperkirakan

Page 55: Diajukan oleh - USD

36

mewakili (penghayatan terhadap) penelitian secara intens. Oleh karena itu,

kemudian peneliti membuat beberapa kriteria antara lain untuk membatasi

subjek yang akan digunakan. Kriteria tersebut antara lain mengalami langsung

gempa bantul silam, ikut menjadi korban serta mengalami kerugian materi

(rumah, harta benda hancur akibat gempa 27 mei 2006 silam).

Uraian mengenai identitas dan deskripsi masing-masing subjek akan

dibahas di bab IV. Dalam hal ini penelitian difokuskan pada korban gempa

yang bertempat tinggal di desa Patalan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul.

Setelah menyelesaikan urusan perijinan dari Bapeda Bantul, Kecamatan

Jetis, dan di Kelurahan, kemudian peneliti menemui para kepala dusun di desa

Patalan yang akan menjadi lokasi penelitian dan menjelaskan kriteria subjek

yang diperlukan. Dari sana peneliti mencoba menjelaskan gambaran penelitian

yang ingin disampaikan, serta bertanya apakah ada subjek yang memenuhi

kriteria tersebut. Para dukuh kemudian menunjukkan subjek yang dimaksud,

metode ini terus dilakukan hingga terpenuhi 20 subjek, yaitu dengan

pengandaian 1 pedukuhan 1 orang subjek

D Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif terdapat beragam metode pengumpulan data

yang dapat digunakan. Dalam penelitian ini terdapat empat metode yang

digunakan sebagai alat dalam mengumpulkan data penelitian. Metode-metode

tersebut adalah sebagai berikut :

Page 56: Diajukan oleh - USD

37

1. Observasi

Observasi dalam penelitian kualitatif ini dilakukan pada latar alamiah,

yaitu mengamati perilaku dan keadaan subjek dalam kehidupan sehari-harinya

(di masa kini). Dalam hal ini observasi diarahkan untuk mengamati berbagai

hal yang mengarah atau menunjukkan nrimo sebagai makna yang kemudian

hasilnya dicatat sebagai bentuk catatan lapangan. Mengingat waktu penelitian

yang sempit, maka peneliti hanya melakukan obsevasi pada saat wawancara

berlangsung. Observasi tersebut diwujudkan dalam catatan lapangan yang

dapat menambah pemahaman peneliti terhadap situasi yang dialami oleh

subjek saat diwawancarai.

2. Wawancara

Dalam Poerwandari (Banister et al., seperti dikutip Poerwandari, 1998)

dijelaskan bahwa wawancara kualitatif adalah percakapan tanya jawab yang

dilakukan peneliti untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna

subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan

bermaksud melakukan eksplorasi terhadap topik tersebut.

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

dengan bentuk wawancara dengan pedoman standar baku terbuka. Menurut

Poerwandari (1998), bentuk wawancara ini menggunakan pedoman

wanwancara yang ditulis secara rinci, lengkap dengan set pertanyaan dan

penjabarn dalam kalimat. Wawancara baku terbuka, menggunakan

pendalaman pertanyaan terbatas, dan hal ini bergantung pada situasi

wawancara dan kecakapan pewawancara. Menurut Moleng (2005), wawancara

Page 57: Diajukan oleh - USD

38

jenis ini bermanfaat apabila subjek yang diwawancarai cukup banyak

jumlahnya. Bentuk wawancara ini dianggap efektif oleh peneliti, karena

melibatkan banyak subjek sehingga peneliti memerlukan metode supaya lebih

mudah didalam mengadministrasikan hasil-hasil wawancara. Pedoman

wawancara dalam penelitian ini berdasarkan kerangka teori yang sudah

dijelaskan dalam bab 2, yaitu mengungkap nrimo sebagai makna. Hasil dari

wawancara kemudian akan dicatat/ditranskripsikan kata per kata (verbatim).

Selain beberapa panduan wawancara di atas, peneliti juga menambahkan

beberapa pertanyaan umum mengenai data tambahan, antara lain mengenai,

usia, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk

mengetahui identitas subjek penelitian. Panduan wawancara adalah sebagai

berikut :

Hal yang Akan Diungkap Tujuan Pertanyaan

Pengertian nrimo • Mengungkap tentang nrimo secara umum • Mengetahui pemahaman subjek tentang

arti nrimo Sikap/perbuatan yang

menimbulkan nrimo dan akibatnya

• Mengetahui segala penyebab timbulnya nrimo dan contoh perilaku akibat adanya nrimo tersebut

Mengetahui kapan subjek tidak merasa nrimo

• Mengungkap bilamana orang tidak perlu merasa nrimo,

Bilamana nrimo dianggap sebagai sikap yang baik atau

buruk

• Mengetahui kapan nrimo dianggap sebagai sesuatu yang baik, berguna, bermanfaat

Rasa nrimo ketika subjek berbuat sesuatu yang mengalami musibah

• . Melakukan probing tehadap hubungan antara pengalaman atau peristiwa yang dianggap buruk oleh subjek dengan timbulnya perasaan nrimo

Tentang ora nrimo • Mengetahui pemahaman subjek mengenai istilah ora nrimo

Page 58: Diajukan oleh - USD

39

Pemahaman tentang makna nrimo

• Mengetahui sejauh mana nrimo berfungsi sebagai sikap hidup pribadi

Inventarisasi perasaan saat subjek merasa nrimo

• Mengungkap pemahaman subjek tentang nrimo didalam kehidupannya sehari-hari

Hubungan nrimo dengan sabar dan ihklas

• Mengetahui segala macam perasaan yang timbul akibat nrimo

• Mengungkap bentuk hubungan antara nrimo dengan sabar dan ihklas

3. Dokumen

Selain wawancara dan obsevasi, juga digunakan dokumen sebagai sumber

data pendukung. Dokumen yang dicari adalah rangkaian pemberitaan

peristiwa gempa pada tanggal 27 Mei 2006 silam pada berbagai koran lokal

maupun nasional, termasuk internet. Rangkaian pemberitaan tersebut berupa

penyebab gempa, dampak gempa, jumlah korban (jiwa dan materi), dan

perkembangan Desa Patalan paska gempa beserta deskripsi keadaan desa

Patalan paska gempa.

Selain hal-hal tersebut, peneliti juga menggunakan dokumen mengenai

desa Patalan. Melalui dokumen akan memberikan informasi mengenai jumlah

korabn gempa, serta seberpa besar kerusakan paska gempa 27 mei 2006 di

desa Patalan. Sedangkan data geografi berupa peta wilayah akan memperjelas

batas-batas wilayah desa Patalan. Sumber-sumber data tersebut didapatkan

baik dari internet, kantor kecamatan Jetis, maupun dari kantor desa Patalan.

4. Foto

Foto dapat berguna sebagai bahan deskriptif yang berlaku pada penelitian

dilakukan. Foto yang dikumpulkan adalah foto-foto di desa Patalan selama

penelitian berlangsung untutk menggambarkan keadaan desa Patalan. Foto-

Page 59: Diajukan oleh - USD

40

foto tersebut berguna sebagai bukti penelitian maupun sebagai data pendukung

dalam penelitian ini.

E. Keabsahan Data Penelitian

Penelitian kualitatif seringkali diragukan keabsahannya, karena dianggap

yang berpegang pada paradigma subjektifitas penelitinya. Agar penelitian

kualitatif dianggap ilmiah maka, para ahli menyarankan digunakan istilah-

istllah alternatif yang lebih merefleksikan paradigma penelitian kualitatif.

1. Kredibilitas

Peorwandari (1998) menjelaskan kredibilitas dalam penelitian kualitatif

terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau

mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang

komplek. Deskripsi yang mendalam menjadi salah satu ukuran kredibilitas

penelitian kualitatif.

Stangl (1980) dan Sarnatakos (1993) (seperti dikutip oleh Poerwandari,

1998) dalam penelitian kualitatif validitas dicapai melalui orientasinya dan

upayanya mendalami dunia empiris dengan menggunakan metode yang paling

cocok untuk pengambilan dan analisis data. Selanjutnya Poewandari

menjelaskan konsep yang dipakai antara lain :

a. Validitas kumulatif

Validitas kumulatif dicapai bila temuan dari studi-studi lain

mengenai topik yang sama menunjukkan hasil yang kurang lebih serupa.

Dalam prakteknya karena tidak adanya studi mengenai nrimo bagi korban

Page 60: Diajukan oleh - USD

41

gempa, maka peneliti melakukan perbandingan data hasil penelitian

dengan hasil penelitian lain mengenai topik yang sama. Perbandingan

tersebut lebih bersifat membandingkan deskripsi nrimo yang diperoleh

dari penelitian sebelumnya, walaupun dengan tema tang berbeda.

b. Validitas Komunikatif

Validitas komunikatif dilakukan melalui konfirmasikannya kembali

data dan analisisnya pada subjek penelitian. Keterbatasan waktu dan

banyaknya subjek menjadi kelemahan penelitian ini, sehingga validitas

komunikatif tidak dapat dilakukan, untuk menanggulangi hal itu peneliti

melakukan perbandingan hasil wawancara subjek, sehingga peneliti

menemukan tema yang sama dalam koding.

c. Validitas argumentatif

Validitas argumentatif tercapai bila presentasi temuan dan

kesimpulan dapat diikuti dengan baik rasionalnya, serta dapat dibuktikan

dengan melihat kembali ke data mentah. Validitas argumentatif dicapai

peneliti dengan mendiskusikan hasil penelitian ini dengan beberapa orang

teman yang mendalami kebudayaan Jawa dan dosen psikologi.

d. Validitas ekologis

Validitas ekologis menunjukkan sejauh mana studi dilakukan pada

kondisi alamiah dari subjek yang diteliti, sehingga justru kondisi ‘apa

adanya’ dan kehidupan sehari-hari menjadi konteks penting dalam

penelitian. Untuk mencapai validitas ekologis, maka pada saat

pengambilan data dilakukan selamiah mungkin, dan apa adanya, dalam

Page 61: Diajukan oleh - USD

42

artian peneliti tidak berusaha memanipulasi setting atau waktu

pengambilan data penelitian.

2. Transferability

Transferability menurut Poerwandari (1998) dalam penelitian kualitatif

menggantikan konsep generalisasi. Transferabilityy adalah sejauh mana suatu

penelitian yang dilakukan pada suatu kelompok tertentu dapat diaplikasikan

pada kelompok lain, maka perlu diperhatikan setting dan konteks dalam mana

suatu hasil studi akan diterapkan atau ditransferkan haruslah relevan, atau

memiliki banyak kesamaan dengan setting dimana penelitian dilakukan.

Dalam penelitian ini, penelitian pada kelompok tertentu dapat diaplikasikan

pada kelompok lain dengan tema yang sama, walaupun dalam daerah yang

berbeda, dalam konteks ini daerah penelitian haruslah sesuai dengan budaya

Jawa.

3. Dependability

Dependability menggantikan istilah reliabilitas dalam penelitian kualitatif,

menurut Sarantakos (1993) (dalam Poerwandari, 1998) peneliti kualitatif

mengusulkan hal-hal yang dapat digunakan untuk mengingkatkan realibitas,

antara lain:

a. Koherensi, yakni bahwa metode yang dipilih memang untuk mencapai

tujuan yang diinginkan.

b. Keterbukaan, sejauh mana peneliti membuka diri dengan

memanfaatkan metode-metode yang berbeda untuk mencapai tujuan.

Page 62: Diajukan oleh - USD

43

c. Diskursus, sejauh mana dan sesensitif apa peneliti mendiskusikan

temuan dan analisisnya dengan orang lain.

Melalui dependability peneliti memperhitungkan perubahan-perubahan

yang mungkin terjadi menyangkut fenomena yang diteliti, juga perubahan

dalam desain sebgaai hasil dari pemahaman yang lebih mendalam tentang

setting yang diteliti.

Dependability diperoleh peneliti dengan cara, menentukan metode dalam

pengambilan data, yaitu wawancara, observasi, analisis dokumen dan foto.

Peneliti menggunakan metode wawancara karena metode dasar yang banyak

dipakai dalam penelitian kualitatif deskriptif adalah wawancara dan observasi

(dalam Poerwandari, 1998). Hasil wawancara kemudian ditrianggulasikan

dengan observasi dan dokumen lainnya, peneliti juga mendiskusikan temuan

dan analisis data penelitian dengan beberapa orang teman yang mendalami

kebudayaan Jawa dan dosen psikologi.

4. Conformability

Konstruk terakhir menurut Poerwandari (1998) adalah conformability atau

konformabilitas menggantikan konsep objektivitas. Dalam hal ini menekankan

bahwa temuan penelitian dapat dikonfirmasikan, dalam artian penelitian

kualitatif yang lebih penting adalah objektivitas dalam pengertian transparansi,

yaitu kesediaan peneliti mengungkapkan secara terbuka proses dan elemen-

elemen penelitiannya, sehingga memungkinkan pihak lain melakukan

penilaian.

Page 63: Diajukan oleh - USD

44

Prinsip conformability lebih mengarah pada keterbukan akan hasil-hasil

penelitan, sehingga orang lain dapat memberikan penilaian dan analisis

terhadap objek atau topik yang diteliti. Conformability dalam penelitian ini

dilakukan peneliti dengan cara menjelaskan alur penelitian dari awal, hingga

pengambilan kesimpulan. Penelitian ini juga dilengkapi berkas-berkas yang

dinginkan seperti surat ijin ataupun daftar akumulasi korban gempa di desa

Patalan, agar orang lain dengan mudah dapat mengakses hal-hal yang

berkaitan dengan hasil penelitian.

E. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (dalam

Moleong, 1989). Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data

yang terdiri dari berbagai sumber, kemudian langkah selanjutnya adalah

menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan terebut kemudian

dikategorisasikan, langkah berikutnya pembuatan koding dan yang terakhir

penafsiran data. Langkah-langkah untuk menganalisis data verbatim hasil

wawancara, observasi dan analisis dokumen dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Organisasi data

Dalam proses penelitian organisasi data merupakan tahap awal

dalam kegiatan mengolah dan menganalisis data. Organisasi data

dilakukan agar peneliti dapat memperoleh kualitas data yang baik, dapat

Page 64: Diajukan oleh - USD

45

mendokumentasikan analisis yang dilakukan serta dapat menyimpan data

dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian ini. Melalui

Tahap ini, peneliti mengumpulkan dan menyusun secara cermat berbagai

data yang diperoleh dilapangan yang berupa transkrip wawancara, catatan

observasi (catatan lapangan), foto-foto, dokumen-dokumen penelitian

(data demografi, data geografi, pemberitaan dari koran dan internet).

Poerwandari (1998) menjelaskan organisasi data dilakukan agar

peneliti dapat memperoleh kualitas data yang baik, dapat

mendokumentasikan analisis yang dilakukan serta dapat menyimpan data

dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian ini, kemudian

hal-hal penting yang disimpan dan diorganisasikan adalah catatan

lapangan, transkrip wawancara dan catatan refleksi peneliti, dokumentasi

umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis,

serta data-data yang sudah diberi kode-kode tertentu guna kemudahan

dalam mencari data.

Pengorganisasian kemudian disusun berdasarkan tanggal pengambilan

data maupun tanggal kejadian dari data yang diperoleh misalnya pada

data-data mengenai gempa di bantul, maupun berbagai peritriwa yang

terjadi paska gempa. Dari data hasil wawancara kepada subjek, kemudian

akan dicatat/ditranskripsikan kata per kata (verbatim).

b. Pemilihan teori

Dalam proses penelitian ini, peneliti mempersiapkan berbagai teori

yang diperlukan di bab II yaitu sebagai landasan teori. Landasan teori ini

Page 65: Diajukan oleh - USD

46

berisi teori tentang nrimo yang berfungsi sebagai “landasan” berbagai data

yang diperoleh di lapangan antara lain berupa data verbatim wawancara,

observasi, maupun foto-foto pada waktu wawancara dilakukan.

c. Koding dan kategorisasi

Tahap ini peneliti sudah melakukan klarifikasi data melalui

pengkodingan sehingga pada akhirnya data-data lapangan akan dapat

dipisahkan berdasarkan kategorinya masing-masing. Menurut Poerwandari

(1998) agar lebih efektif, koding dapat dilakukan dengan cara:

1) Peneliti menyusun transkripsi verbatim atau catatan, sehingga ada

kolom kosong yang besar disebelah kanan dan kiri trankrip.

2) Peneliti melakukan penomoran secara urut dang kontinyu pada

transkrip verbatim

3) Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan

kode tertentu.

Poerwandari menyatakan pembuatan kolom 1 dan 3, yaitu :kolom

kiri dan kanan memang dibiarkan kosong untuk pencatatan berbagai

komentar peneliti maupun tema-tema khusus yang dibuat peneliti.

Sedangkan kolom 2 (kolom yang berada di tengah) merupakan tempat

menuliskan verbatim wawancara penelitian. Di dalam pengkodingan ini,

sebelumnya peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan

kode tertentu. Misalnya KG/PA/20/L/65/22/01/07, artinya transkrip

wawancara dilakukan di Dusun Kategan, Kelurahan Patalan pada subjek

kedua puluh, jenis kelamin laki-laki, berusia 65 tahun, pada tanggal 22

Page 66: Diajukan oleh - USD

47

Januari 2007. kemudian peneliti melakukan penomoran secara urut

berkelanjutan pada setiap baris-baris verbatim dan untuk halaman pada

tiap-tiap lembaran verbatim peneliti menggunakan abjad. Contohnya:

(Ti/A, 7-10), artinya pernyataan subjek yang berinisial Ti pernyataan pada

halaman A berada pada baris 7-10.

Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan perubahan terhadap

letak dan fungsi kolom. Letak kolom verbatim bukan lagi di tengah,

melainkan diletakkan setelah paling kanan sehingga pengkodingan terdiri

dari verbatim, refleksi peneliti dan nomor kolom.

Dalam pengkodingan ini, peneliti menemukan banyak sekali tema.

Peneliti kemudian membuat tema yang lebih umum yaitu tentang definisi

nrimo, contoh nrimo, dan dampak nrimo. Pengkodingan dan kategorisasi

ini juga dilakukan pada data-data lainnya seperti data hasil observasi

(catatan lapangan), foto-foto, serta dokumen-dokumen. Dalam

pelaksanaan analisisnya cenderung lebih fleksibel dan digunakan sebagai

pelengkap dari hasil pengkodingan terhadap verbatim wawancara.

Keseluruhan proses koding dan kategorisasi dengan merangkum dan

memilih tema-tema pokok yang fokus pada tujuan penelitian yang disusun

secara sistematis agar mudah dianalisa

d. Penafsiran data

Setelah melakukan proses organisasi, koding dan kategorisasi,

peneliti kembali membaca hasilnya berulang-ulang untuk semakin

mempertajam pemahaman terhadap hasil penelitian sementara tersebut.

Page 67: Diajukan oleh - USD

48

Kemudian peneliti melakukan interpretasi data atau yang distilahkan

Moleong (1988) sebagai penafsiran data yang bertujuan untuk

mendeskripsikan.

Berbagai teori yang terdapat dalam bab II kemudian peneliti

hubungkan dengan data-data yang diperoleh dari lapangan yang sehingga

ditemukan berbagai kategori. Kemudian peneliti menghubungkan data

lapangan dengan teori-teori tentang nrimo yang telah dibuat di bab II.

Setelah itu data tersebut kemudian ditrianggulasikan antara subjek satu

dengan subjek lainnya, kemudian terbentuk pola yang sama mengenai

nrimo menurut masyarakat desa Patalan. Berbagai pola yang ditemukan

tentang bentuk-bentuk nrimo yang digunakan oleh masyarakat desa

Patalan dianalisa, sehingga akan diperoleh penafsiran tentang bentuk

nrimo yang dilakukan oleh mereka.

Disamping itu peneliti juga memaparkan kronologis kejadian yang

dilami subjek sebelum gempa dalam bentuk naratif yang berguna untuk

membimbing peneliti dalam memahami nrimo menurut warga desa

Patalan secara lebih mendalam, terutama dalam memahami konsep nrimo

menurut masyarakat desa Patalan sebagai korban gempa 27 Mei 2006

silam.

Page 68: Diajukan oleh - USD

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian

1. Penelusuran Pustaka

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti sebelumnya melakukan

penelusuran pustaka terutama berkaitan dengan makna dan nrimo di dalam

budaya Jawa. Selain itu, peneliti juga melakukan penelusuran pustaka tentang

tema-tema psikologi kepribadian, psikologi sosial, psikologi eksistensi, metode

penelitian kualitatif, serta literatur yang membahas mengenai budaya Jawa.

Selain tema-tema tersebut, peneliti juga melakukan penelusuran artikel mengenai

gempa Bantul, keadaan masyarakat Bantul paska gempa, termasuk penelusuran

mengenai desa paling parah terkena dampak gempa.

Bahan-bahan tersebut peneliti dapatkan dari membeli, membaca, meminjam

dan meng-copy dari perpustakaan, meminjam dari dosen, saudara dan teman,

serta browsing di internet. Perpustakaan yang peneliti kunjungi adalah

perpustakaan USD di paingan, Perpustakaan Pusat USD di mrican dan

perpustakaan Kolose Santo Ignatius Kota Baru Yogyakarta.

Penelusuran pustaka ini peneliti gunakan untuk menyusun kerangka dan

metode penelitian, selain itu juga untuk mengembangkan pemahaman peneliti

mengenai konsep kepribadian yang dikembangkan dalam budaya Jawa, dan

mengembangkan kepekaan peneliti dalam metode penelitian kualitatif yang

masih sedikit peneliti kuasai.

Page 69: Diajukan oleh - USD

50

2. Tahap observasi pra penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan observasi lapangan dengan berkunjung

ke daerah yang akan menjadi lokasi penelitian, bertanya kepada teman yang

bekerja sebagai LSM dan mencari berita terakhir mengenai daerah yang menjadi

lokasi penelitian . Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan mengenal kondisi

lokasi penelitian yang sebenarnya. Observasi pra lapangan ini meliputi letak

dusun-dusun yang menjadi lokasi penelitian, letak pusat pemerintahan desa (dan

kecamatan), serta nama-nama kepala dusun yang menjadi lokasi penelitian.

Setelah mengetahui letak dusun dan kantor pemerintahan desa Patalan,

peneliti kemudian bertanya kepada teman yang bekerja sebagai LSM di desa

tersebut untuk menanyakan kondisi masyarakat, serta mengonfirmasikan

informasi yang telah peneliti peroleh sebelumnya (melalui media massa)

berkaitan dengan kondisi paska gempa, sebagai persiapan penelitian untuk terjun

ke lokasi penelitian. Peneliti juga bertanya kepada beberapa teman yang pernah

melakukan penelitian lapangan untuk pengurusan perizinan untuk pelaksaaan

penelitian lapangan.

3. Pengurusan Izin Penelitian

Dari beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian

lapangan, jika akan melakukan penelitian di suatu daerah maka peneliti harus

mendapatkan surat izin atau pengantar dari Kabupaten atau Kota terlebih dahulu.

Oleh karena itu, maka peneliti berusaha mendapatkan surat pengantar dari

Fakultas Psikologi USD dan mendapatkan surat dengan nomor surat

Page 70: Diajukan oleh - USD

51

124Q/D/Psi/USD/XII/2006, serta mendapatkan keterangan penelitian dengan

nomor surat 109b/D/KP/Psi/USD/X/06

Setelah peneliti mendapat surat pengantar dari Fakultas Psikologi,

selanjutnya peneliti berusaha mendapatkan surat pengantar dari Bappeda (Badan

Perencanaan Daerah) DIY. Peneliti mendapatkan surat pengantar dari Bappeda

DIY dengan nomor surat: 07.0/6209. Kemudian peneliti berusaha mendapatkan

surat pengantar dari Bappeda Bantul dan mendapatkan surat pengantar penelitian

dengan nomor 070/1225 dan tembusan dikirim ke Lurah Desa Patalan. Setelah

menyampaikan surat ke Kantor Badan Keselamatan Bangsa dan Perlindungan

Masyarakat (Kesbanglinmas), Kantor BPS Bantul, Camat Jetis, peneliti

berangkat ke desa Patalan.

Di kantor sementara desa Patalan peneliti meminta izin dari carik desa

setempat dan mendapatkan nomor izin 09/Pem. Karena peneliti harus meminta

izin dari kadus terlebih dahulu, oleh carik desa peneliti ditunjukkan Kadus yang

kebetulan sedang berkumpul di kantor desa Patalan. Peneliti kemudian

mmperkenalkan diri, menyampaikan maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilakukan di desa Patalan, dengan ramah para Kadus memberikan nama-nama

penduduk yang dapat dijadikan subjek penelitian.

4. Tahap pengumpulan data

Upaya pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan

wawancara non partisipan sesuai dengan panduan (observasi dan wawancara)

yang telah dibuat sebelumnya. Wawancara non partisipan dilakukan karena

kondisi lingkungan masing-masing subjek paska gempa yang tidak

Page 71: Diajukan oleh - USD

52

memungkinkan peneliti untuk melaksanakan live in. Proses observasi pun

dilaksanakan pada tahap pra penelitian dan pada saat wawancara. Pemilihan

subjek yang berjumlah 20 orang digunakan untuk melakukan triangulasi sumber

dari masing-masing subjek. Pengumpulan data tidak hanya mencakup

wawancara dan observasi terhadap para subjek, tetapi juga melalui pengumpulan

data demografi dan geografis dari lokasi penelitian (Kelurahan Patalan). Hal ini

digunakan untuk melengkapi data penelitian ini.

B. Identitas dan Deskripsi Subjek

Setelah berkenalan dan menyampiakan maksud penelitian kepada para

Kadus, maka peneliti mendapatkan nama dan alamat temapt tinggal penduduk

yang dapat dijadikan subjek penelitian. Adapun data subjek yang diminta untuk

memberikan keterangan tentang tema penelitian adalah sebagai berikut :

1. Identitas subjek

No Nama Umur Pekerjaan Pendidikan Terakhir

Jabatan Jenis Kelamin

Nama Dusun

1 Ng 55 Swasta Koordinator pokmas

L Bakulan Kulon

2 Mo 50 Ibu Rumah Tangga

P Bakulan Wetan

3 Wa 51 Swasta Koordinator Pokmas

L Tanjung Lor

4 Ru 43 Pemborong Koordinator Pokmas

L Jetis

5 Su 53 Petani/pembuat tempe

Ketua RT L Ngaglik

6 Sy 40 Ibu Rumah Tangga

P Salam

7 Bu 51 Buruh SD L Karang Asem

8 Ha 30 Buruh SD L Sulang Lor

9 Ti 44 Tani SMA Dukuh L Tanjung Karang

Page 72: Diajukan oleh - USD

53

10 Lp 54 Tukang Batu L Panjang Jiwo

11 Po 28 Tukang becak L Ngaduh

12 Sa 42 Buruh

Bangunan

SMP Koordinator

Pokmas 8

L Sulang Kidul

13 MH 37 Tani SMP P Ngupit

14 PW 63 Tani SMP P Sukun

15 SM 60 Tani SMA Ketua RT L Mbutuh

16 Nd 50 Tani SMA Dukuh L Mboto

17 Si 60 Tani SMP Ketua RT L Nggerselo

18 Sh 25 Pengangguran SMEA P Mbobok

19 Sn 43 Swasta SMEA Ketua RT L Ketandan

20 Ba 65 Buruh SD L Kategan

2. Deskripsi Subjek Sesaat Setelah Terjadi Gempa

Pak Ng

Pada saat terjadi gempa, Pak Ng berada di depan pasar Bantul, mengantar

istrinya berbelanja. Baru saja Pak Ng akan duduk di trotoar membaca koran

Merapi tiba-tiba bagian atas kanan kiri, termasuk genteng pasar Bantul rontok.

Pak Ng bermaksud memegangi motornya, namun terasa seperti orang yang

dilempar kesana-kemari hingga ke tengah jalan. Menurutnya orang-orang yang

berada di dalam pasar bermaksud keluar namun tidak bisa karena dicegah orang

lain. Semua orang yang sedang berada di dalam pasar panik dan berhamburan

keluar, namun tidak ada yang bisa menolong mereka. Pada saat di pasar Bantul

subjek pertama dipegangi oleh tukang parkir karena tukang pakirnya juga merasa

ketakutan.

Pada saat dirinya pulang, ditengah jalan dirinya bertemu dengan para

korban bencana. Menurut ceritanya di jalan dirinya melihat satu sepeda bisa

untuk mengangkut 3 hingga 4 orang, bahkan ada tangannya yang putus dan

Page 73: Diajukan oleh - USD

54

rambutnya terlihat mengeluarkan banyak darah. Saat Pak Ng tiba di rumah

ternyata rumahnya sudah hancur. Pak Ng mengakhwatirkan keadaan ayahnya,

karena ayah Pak Ng sudah sakit dan tidak bisa berjalan.

Pada saat Pak Ng sampai di rumah, ternyata ayahnya selamat karena

terlindungi oleh molo yang jatuh. Ayahnya sudah ditolong dan dibawa

ketempatnya pak Dukuh. Pak Ng berserta keluarganya kemudian berlindung di

gardu di dekat lapangan badminton. Pak Ng juga membangun tenda seadanya di

lapangan badminton, bahkan karung-karung pupuk digunakan sebagai atapnya.

Kemudian datang bantuan-bantuan dan hingga sekarang dirinya tidak merasa

kekurangan.

Pak Mo

Pada saat terjadi gempa Ibu Mo sedang berada di dapur memasak, tiba-tiba

dirinya jatuh dan tertimpa batu bata, sedangkan anaknya masih tidur di dalam.

Dirinya bercerita pada gempa silam salah satu anaknya sudah berada di luar dan

menyebabkan salah satu anaknya meninggal. Ayah dan kedua anaknya yang lain

masih berada di dalam, bahkan genteng rumahnya berjatuhan menimpa kepala

mereka. Menurut Ibu Mo anaknya terlihat sudah keluar dan sudah di depan

pintu, namun setelah gempa anaknya itu tidak nampak. Pada saat pencarian

jenazah anaknya, warga tampak kesulitan mencari jenazah anaknya, karena

banyaknya tumpukan batu bata tembok rumahnya yang roboh. Teman-teman

juga mencari anaknya tetapi tidak menemukannya. Menurut ceritanya pada saat

gempa silam tanah sekitar rumahnya terlihat berputar sehingga ketika dirinya

akan berjalan pasti terjatuh.

Page 74: Diajukan oleh - USD

55

Pak Wa

Pada saat terjadi gempa Pak Wa baru saja selesai sholat subuh, kemudian

menuju ke dapur. Di dapur istrinya meminta Pak Wa untuk tidur lagi, supaya

dirinya tidak mengantuk. Tiba-tiba bumi bergoncang, Pak Wa bergegas

membuka pintu, tetapi pintunya tidak bisa terbuka, kemudian dirinya berputar

hendak membuka pintu lainnya, namun pintu tersebut juga tidak bisa dibuka,

sehingga menyebabkan Pak Wa tertimpa tembok rumahnya. Paska gempa Pak

Wa mencari-cari anaknya, kemudian anaknya keluar dari reruntuhan rumahnya

dengan punggung yang teluka dan mengeluarkan darah. Istri Pak Wa sedang

berada di dapur dan tidak merasakan gempa, sehingga ketika gelas dan piring

berjatuhan istri Pak Wa mengambil dan mengembalikan ke tempat semula. Paska

gempa istrinya akan keluar, tetapi bingung karena tidak menemukan jalan keluar.

Setelah seluruh keluarga berkumpul kemudian, Pak Wa berlari ke rumah

ayahnya. Tiba di rumah ayahnya, ayahnya meminta tolong pada dirinya, Pak Wa

mengangkat sendiri bahan-bahan bangun seperti reng ataupun usuk kayu

bangunan sepanjang 2 meter untuk mengeluarkan ayahnya. Setelah ayahnya

berhasil dikeluarkan, Pak Wa berjalan ke selatan rumah adiknya dan mendapati

istri adiknya beserta anaknya di bawah terkubur reruntuhan rumahnya dan tidak

terlihat lagi, Subjek 4 melanjutkan ceritanya bahkan ketika penduduk di desanya

saling berpapasan hanya terdiam karena masih shock dengan gempa yang terjadi.

Page 75: Diajukan oleh - USD

56

Pak Ru

Pada saat terjadi gempa Pak Ru berada di rumah untuk membantu

memasak. Karena ada suara berteriak-teriak “pada rubuh, lindu”, maka Pak Ru

lari dari rumah hingga sampai ke jalan di depan rumahnya. Menurut ceritanya

pada saat itu rumahnya dihuni sekitar 50 orang. Pak Ru lari paling belakang

hingga tubuhnya tertimpa trait. Setelah gempa rumah di sisi timurnya beserta

rumahnya roboh, bahkan rumah tetangganya juga ikut roboh. Beberapa saat

setelah terjadi gempa pergi Pak Ru keliling dukuhnya untuk mencari tetangganya

yang sudah tua untuk dibantu.

Pak Su

Pada saat terjadi gempa Pak Su masih berada didapur menemani Ibunya

untuk menggoreng lauk bagi tukang yang sedang bekerja dirumahnya. saat akan

menyalakan kompor tiba-tiba terjadi getaran dan membuat Pak Su terkejut. Pak

Su kemudian memegang Ibunya untuk berlari keluar, namun rasanya seperti

tersandung sehingga menyebabkan dirinya tidak bisa keluar, namun setelah

mendorong dirinya maka Pak Su berhasil keluar. Sesaat setelah terjadi gempa

anka-anak kecil mengungsi di mobil boks, sedangkan orang tua mengungsi di

teras rumahnya. Setiap kali terjadi gempa susulan orang-orang tua yang sedang

mengungsi di teras rumahnya berhamburan keluar, paalagi setelah gempa listrik

tidak menyala dan hujan. Menurut ceritanya hari sabtu silam, sebenarnya

meruapkan hari terakhir tukang-tukang bekerja membenahi genting di rumahnya,

namun karena ada gempa maka pekerjaan tersebut tidak jadi dilaksanakan. Pak

Page 76: Diajukan oleh - USD

57

Su merasa terhambat selama dua minggu untuk membenahi genting dapur

rumahnya.

Bu Sy

Sewaktu terjadi gempa Bu Si sesudah Sholat kemudian memasak di dapur,

kemudian terjadi goncangan yang menyebabkan Bu Si berlari keluar. Pada waktu

itu anak-anaknya masih tertidur, kemudian berlari keluar, hanya rumah bagian

belakang saja yang rusak parah akibat gempa silam. Bu Si bersyukur karena

seluruh kelurarganya selamat dari musibah itu.

Pak Bu

Sebelum terjadi gempa Pak Bu mengikuti istrinya di dapur untuk memasak.

Dirinya berencana berangkat ke pasar Pundong membeli alat untuk

membersihkan sawahnya. Sebelum berangkat Pak Bu menyapu halaman

rumahnya, tiba-tiba terjadi angin besar, Pak Bu terjatuh berkali-kali, tetapi

dirinya tidak merasa telah tejadi gempa, menurutnya tiba-tiba rumahnya roboh

dan gelap. Ketiga anak Pak Su masih tertidur semua, karena khawatir terhadap

ketiga anaknya Pak Bu kemudian berlari ke rumah. Tetangga kiri rumahnya

sudah tertimbun rumahnya dan minta tolong. Pak Bu merasa bingung karena

dirinya juga harus menolong anaknya, kemudian Pak Bu tidak menolong

tetangganya karena akan menolong anaknya. Setelah dicari-cari kedua anaknya

putrinya masih hidup sedangkan anak laki-lakinya walaupun sudah dicar-cari

selama dua jam tetap tidak diketemukan. Setelah dicari bersama-sama dengan

warga lainnya putra Pak Bu baru diketemukan. Waktu menunjukkan pukul 8

pagi ketika jenazah anaknya diketemukan. Baru saja jenazah anaknya diletakkan

Page 77: Diajukan oleh - USD

58

di depan rumahnya tiba-tiba ada isu Tsunami, seluruh keluarga Pak Bu

melarikan diri. Pak Bu tidak ikut lari karena masih menunggui jenazah anaknya,

rencananya jika terjadi Tsunami maka dirinya akan naik ke pohon, sedangkan

semua tetangganya berlarian hingga melangkahi jenazah lainnya.

Pak Ha

Sebelum terjadi gempa pak Ha berada di depan rumahmenggendong

anaknya, sedangkan anak perempuannya masih berada di dalam, istrinya sedang

berada di jalan untuk mengantar Ibunya ke pasar Pondong. Pada saat terjadi

gempa pak Ha memanggil anaknya, maka anaknya berlari keluar hingga ke jalan

depan rumahnya. Pak Ha melihat rumah-rumah yang ada di dusunnya sudah

roboh semua, kemudian pak Ha bersama dengan tetangganya berkumpul.

Sesudah gempa pak Ha menjenguk rumah orang tuanya, melihat apakah orang

tuanya terluka. Pak Ha bersyukur ternyata orang tuanya tidak terluka akibat

gempa itu. Pak Ha kemudian berkumpul bersama keluarganya dan mendirikan

tenda, namun ketika dirinya sedang akan mendirikan tenda, tiba-tiba muncul

kabar Tsunami hingga dirinya membuang tenda dan berlari menyelamatkan diri.

Lima hari paska gempa pak Ha masih berteduh di bawah tenda di lapangan,

sekaligus berusaha membersihkan puing-puing rumahnya dan membuat jalan

menuju sumur rumahnya, karena banyak batu bata yang berserakan. Sesudah itu

pak Ha mengunpulkan kayu-kayu rumahnya dan mencoba membangun kembali

rumah, hingga ke atapnya.

Page 78: Diajukan oleh - USD

59

Pak Ti

Pada saat sebelum gempa pak Ti masih di kamar mandi rumahnya, namun

ketika terjadi goncangan pak Ti masih belum terasa, namun istrinya yang

memberitahu bahwa terjadi gempa. Setelah goncangan keras selesai pak Ti baru

bisa keluar dari kamar mandi dan langsung mencari istri beserta anaknya. Istri

dan anaknya masih berada di dalam rumah, beruntung rumahnya tidak roboh

tetapi miring dan mengalami rusak berat. Setelah itu cepat-cepat pak Ti

mengamankan istri berserta anaknya melalui tembok yang telah hancur, karena

pintu rumahnya sudah rusak. Setelah seluruh keluarganya selamat pak Ti

kemudian menolong tetangga kiri rumahnya yang mengalami luka di kepala

akibat gempa, kemudian pak Ti berusaha mengevakuasi keluarga kakaknya

karena rumahnya roboh total dan berhasil menyelamatkan kakak beserta

keponakannya. Pak Ti kemudian menengok warganya, sekaligus mendata korban

gempa. Laporan sementara menyebutkan 19 orang meninggal dunia di desanya,

namun ternyata terdapat 27 korban jiwa, baru setelah itu pak Ti meminta

warganya yang meninggal dunia untuk dikumpulkan di depan masjid.

Pak Lp

Pagi hari sebelum terjadi gempa, Pak Lp baru saja bangun dari tidurnya dan

akan minum. Setelah minum Pak Lp pergi ke halaman rumahnya. Tiba-tiba

terjadi gempa, maka pak Lp kembali ke rumahnya, karena gempa membesar

maka dirinya berlari keluar dari rumahnya. Seluruh rumah pak Lp roboh, namun

keluarganya masih berada di dalam rumah. Keluarga pak Lp setiap pagi

berjualan makanan. Dirinya merasa beruntung karena seluruh makanannya sudah

Page 79: Diajukan oleh - USD

60

dikeluarkan dan sudah ada orang yang membelinya. Setelah terjadi gempa tidak

ada orang yang menolong keluarganya yang tertimbun genteng, bahkan anaknya

yang bernama Endu tergencet buffet. Menurut pendapatnya rumah miliknya

tersebut rumah yang kuat, tetapi dapat hancur karena gempa silam.

Pak Po

Sebelum terjadi gempa pak Po baru saja selesai Sholat subuh, kemudian

dirinya bermaksud untuk mengisi bak mandinya, sedangkan istrinya masih

menggunakan rukuh. Pagi itu anaknya sudah bangun dan menonton TV,

sedangkan neneknya masih tidur. Pada saat dirinya akan mandi, tiba-tiba terjadi

goyangan yang besar, Pak Po berlari untuk menolong keluarganya, namun tidak

mampu karena setiap berdiri pasti terjatuh. Tahu-tahu seluruh rumahnya

langsung roboh, sedangkan ketiga anggota keluarganya masih berada di dalam

rumah. Seluruh keluarganya tidak terlihat karena tertimbun reuntuhan rumah,

pak Po berusaha untuk mencari anaknya. Beberapa saat kemudian anaknya

berhasil diketemukan, istri pak Po juga berhasil keluar dari reruntuhan genteng

rumahnya. Pak Po lega karena istrinya sudah berhasil ditemukan, sedangkan

nafas anaknya sudah tersenggal-senggal. Pak Po kemudian berusaha membawa

anaknya ke tempat tetangganya yang merupakan seorang dokter. Dokter

menyarankan agar anaknya dibawa ke rumah sakit. Pak Po merasa bingung

karena dirinya tidak memiliki kendaraan, dalam kondisi kalut pak Po berlari ke

jalan. Tiba di jalan pak Po langsung menghadang motor yang melintas dari arah

selatan dan meminta untuk mengantarkan menuju rumah sakit, tetapi darah anak

pak Po terus keluar dari hidung dan kupingnya. Rumah sakit Panembahan

Page 80: Diajukan oleh - USD

61

Senopati menyarankan agar anak pak Po dibawa ke rumah sakit Sardjito, namun

sebelum sampai di rumah sakit Sardjito anak pak Po sudah meninggal.

Pak Sa

Sebelum terjadi gempa pak Sa sedang berada di rumah memasak untuk

naka-anaknya. Ketika sedang mengaduk telur tiba-tiba terjadi getaran yang

sangat keras, spontan pak Sa berteriak dan langsung berlari keluar, istrinya juga

berlari keluar dari rumah. Kemudian pak Sa berlari untuk mencari anaknya.

Dirinya bersyukur karena istri dan anaknya selamat. Pak Sa bercerita, jika

biasanya anaknya jam 7 baru bangun, jam 5 pagi anaknya sudah bangun. Pada

saat terjadi gempa anak bungsu pak Sa memegangi pohon pisang, sedangkan

anak pertamanya berlari mengikuti pak Sa. Setelah gempa berakhir pak Sa

memegangi anaknya dan melihat ke kanan kiri rumahnya, tetapi tidak terlihat

yang ada hanya debu yang berada disekitar rumahnya.

Ibu MH

Sebelum terjadi gempa ibu MH berada di pinggir jalan untuk menanti orang

yang akan membeli berasnya, yang rencananya untuk membeli televisi yang

diinginkan oleh anaknya. Kemudian lewat neneknya, ibu MH memperbolehkan

kedua anaknya untuk ikut dengan neneknya untuk meminta minum. Pada saat itu

kakeknya sedang bekerja di teras, sedangkan neneknya sedang berada di dalam

rumah untuk memasak, mbah kakungnya menyuruh kedua anaknya untuk

meminta air kepada neneknya. Ibu MH bercerita jika gelas yang diminum

anaknya masih utuh, padahal kedua anaknya berserta neneknya meninggal dunia.

Setelah terjadi gempa ibu MH berusaha membawa anaknya ke rumah sakit

Page 81: Diajukan oleh - USD

62

Njebukan, namun sesampainya di rumah sakit Njebukan perawat meminta ibu

Mh untuk mengihklaskan anaknya. Sedangkan anak laki-lakinya yang dibawa ke

rumah sakit Wirosaban oleh suami ibu MH juga meninggal dunia.

Ibu PW

Pada saat terjadi gempa ibu PW sedang berada di sawah. Ibu Pw bercerita

pada saat terjadi gempa berkali-kali dirinya terjatuh, bahkan untuk berdiri saja

menurutnya tidak bisa. Menurut ceritanya ibu Pw juga tidak mengetahui keadaan

dirumahnya, setelah selesai gempa ibu MH pulang yang menuju rumahnya

melihat rumah-rumah di sepanjang jalan menuju rumahnya sudah roboh, bahkan

rumahnya sendiri sudah rata dengan tanah.

Pak SM

Sebelum terjadi pak SM sudah bangun dari tidurnya, tetapi ketika akan

Sholat subuh dirinya merasa malas. Pak SM sudah bangun tetapi masih tidur-

tiduran di ranjang bersama istrinya. Sebagian anggota keluarganya sudah

terbangun semua dan sudah berada diluar. Pada saat terjadi goncangan yang

dahsyat kebetulan, yang roboh tersebut hanya dapur, tembok rumahnya retak-

retak dan gunung-gunung penyangga rumah anjlok semuanya. Cucunya yang

masih berada di kamar kemudian dicari oleh ayahnya (putra pak SM), pak SM

merasa beruntung karena gunung-gunung rumahnya jatuh ke utara sehingga

tidak menimpa dirinya. Ketika pak SM keluar, rumah-rumah di sekitarnya sudah

roboh semua. Pak SM bercerita jika rumah di sebelah utaranya anjlok dan rumah

yang berada di sisi timurnya sudah hancur, kemudian dirinya pergi untuk

menolong tetangganya yang tertimpa musibah. Pak SM membawa para korban

Page 82: Diajukan oleh - USD

63

gempa memakai mobil seadanya. Akibat gempa silam rumah pak SM mengalami

retak-retak dan berantakan..

Pak Nd

Sebelum terjadi gempa Pak Nd sudah berada di sawah sektar pukul 5.30

WIB untuk menyiram bawang merah dan cabe. Setelah bekerja di sawah,

kemudian Pak Nd kembali ke rumah untuk Sholat. Sewaktu kembali ke rumah

Pak Nd mendapati anaknya masih tertidur. Pada saat Sholat terjadi gempa, Pak

Nd masih berada di dalam rumah dan bersembunyi di longkangan, kemudian

Pak Nd tiarap di tanah ditengah-tengah rumah. Dirinya bercerita bahwa dirinya

mengurungkan niatnya untuk keluar, jika keluar maka dirinya pasti kerobohan

tembok rumahnya.. Pak Nd juga bercerita ketika terjadi gempa istrinya sedang

makan pagi untuk berangkat kerja, karena goncangan yang terlalu kuat

mengakibatkan istri Pak Nd jatuh dan tidak bisa keluar, kemudian putra Pak Nd

keluar rumah dengan menggendong ibunya.

Pak Si

Sebelum terjadi gempa Pak Si sedang tidur-tiduran dan merokok di

kamarnya dengan mendengarkan berita di radio, tiba-tiba dirinya terlempar dari

tempat tidurnya. Pak si mencoba berlari, namun dirinya sempat terjatuh dua kali.

Pak Si kemudian berusaha keluar dengan merangkak dan akhirnya berhasil

keluar dengan menendang pintu rumahnya. Setelah dirinya berhasil keluar

rumahnya roboh ke arah selatan dan utara. Dirinya bersyukur karena keluar

kearah timur, jika dirinya keluar kearah arah selatan dan utara, dirinya pasti akan

kerobohan tembok rumahnya.

Page 83: Diajukan oleh - USD

64

Mbak Sh

Sebelum terjadi gempa mbak Sh bersama dengan kakak perempuannya

berada di dapur untuk memasak. Pada saat terjadi gempa kakak perempuannya

bersama dengan Ibunya berlari ke selatan, sedangkan dirinya berlari ke utara.

Setelah gempa mbak Sh berusaha mencari Ibu dan kakak perempuannya, namun

tidak ditemukan, ternyata Ibu dan kakak perempuannya meninggal karena

tertimpa tembok rumah neneknya. Mbak Sh bercerita pada saat berlari dirinya

tertimpa pintu rumah dan tidak bisa berlari, namun akhirnya dirinya selamat.

Pak Sn

Pada saat terjadi gempa sekitar pukul 5.30 WIB Pak Sn sudah berada di

pasar untuk berdagang. Pak Sn mengira bahwa gunung merapi sedang meletus,

sehingga daerah yang paling parah terkena dampak gempa daerah jogja ke utara.

Pak Sn melihat bus dan kendaraan lainnya bergerak keutara, sedangkan daerah

selatan sudah berkabut, kemudian Pak Sn mecoba menelepon istrinya yang

sedang berada di rumah tetapi tidak tersambung. Pak Sn bercerita bahwa seluruh

keluarga selamat, walaupun anak-anaknya sedikit terluka akibat gempa silam.

Pak Ba

Pada saat terjadi gempa Pak Ba sedang berada di tengah jalan untuk

menengok istrinya yang sedang berada di Rumah Sakit Njebukan. Menurut

ceritanya baru saja sampai di perempatan Bakulan, tiba-tiba terdengar suara

“gler”, namun dirinya tetap ke Rumah Sakit Njebukan. Sekitar pukul 11 Pak Ba

pulang kerumahnya dan langsung ke muka Masjid tempat jenazah dikumpulkan.

Pak Ba membuka tenda dan mendapati jenazah putrinya di depan Masjid.

Page 84: Diajukan oleh - USD

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang terdapat dalam pembahasan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Nrimo menurut subyek adalah tidak memaksakan dirinya, menerima

keadaan yang menimpa pada dirinya, semua hal diterima sabar dan

menerima apa adanya semua yang terjadi pada dirinya kerena sudah

menjadi kehendak Tuhan.

2. Nrimo menurut subyek juga tidak hanya berdiam diri ataupun mengeluh

yang terjadi pada dirinya, sebab nrimo juga harus disertai dengan usaha,

untuk mendapatkan rejeki bagi kehidupannya

3. Manfaat yang dapat dipetik dari nrimo ialah, subyek mampu penghayati

kehadiran Tuhan, sekaligus nrimo digunakan agar pikiran atau hati menjadi

lebih lebih tentram, pikiran tidak kacau dan menghindarkan diri dari stres.

4. Hasil dari pembahasan menunjukkan bahwa melalui nrimo, subyek dapat

melakukan pengontrolan diri atau pengendalian diri yang berguna untuk

menciptakan kerukunan dan keharmonisan bagi lingkungannya.

5. Nrimo bagi subyek dikaitkan dengan kesadaran dan tujuan, agar mampu

memberikan suatu pedoman diri dalam mengusahakan perkembangan

pribadinya untuk mencapai tujuan hidupnya.

Page 85: Diajukan oleh - USD

94

6. Pemenuhan makna terjadi pada subyek melalui nrimo, karena dalam nrimo

terdapat kesatuan antara fisik dan spritual, sekaligus melalui nrimo subyek

berusaha menyadari atau tidak mengingkari keberadannya atas penderitaan

yang mereka alami saat ini.

7. Jika dibandingkan, terdapat perbedaan antar nrimo dengan makan hidup

Frankl. Persamaan tersebut lebih dalam hal penghayatan akan kehadiran

Tuhan. Penghayatan akan kehadiran Tuhan dalam kehidupan manusia

terlihat jelas dalam nrimo, sedangkan dalam logoterapi dimensi spiritual

adalah hati nurani tempat untuk berefleksi, bahkan tempat kebebasan

manusia terletak dan dialami.

8. Nrimo dapat dimasukkan ke dalam coping sebagai usaha untuk

menyelesaikan masalah, maka bentuk coping yang dilakukan oleh subyek

paska terjadi gempa merupakan emotional focus coping.

9. Nrimo memadukan unsur kognitif dan konatif, sehingga mampu

menimbulkan rasa optimis dalam diri dan memacu diri untuk bangkit

menghadapi hidupnya kembali. Nrimo secara tidak langsung terlihat nrimo

mampu mengubah distress (stress yang buruk) menjadi eustress (stress yang

baik), yaitu mampu membuat diri menjadi sadar dan berkeinginan untuk

mengurangi penderitaan hidupnya.

10. Nrimo dapat digunakan untuk membantu diri mengatasi permasalahan hidup

dan mencapai suatu keseimbangan kejiwaan, karena nrimo memadukan

rasioanalitas dan emosional manusia yaitu manusia lebih menyadari

keadaanya dan semakin mendekat ke Tuhan

Page 86: Diajukan oleh - USD

95

B. Saran

Dari hasil penelitian, maka dapat diberikan beberapa saran yaitu:

1. Agar subyek mempertahankan, atau bahkan meningkatkan nrimo untuk

pencapaian diri yang ideal, yakni pencapaian tujuan diri dan

keharmonisan dengan lingkungan, supaya dapat mewujudkan bersatunya

manusia dengan Tuhan.

2. Melalui nrimo dapat digunakan membantu diri untuk menyeimbangkan

gejolak kejiwaan dan dapat membantu individu dalam mengatasi

permasalahan hidup, serta dapat membentuk pribadi yang mampu

mengatasi setiap permasalah hidup.

3. Penghayatan terhadap kehadiran Tuhan dalam diri subjek perlu

ditingkatkan lagi agar dapat membantu merubah sikap dalam menghadapi

penderitaan yang mereka alami saat ini, sehingga menghasilkan

ketentraman hati. Dengan penghayatan terhadap kehadiran Tuhan, maka

individu lebih mampu bertahan dan menghadapi permasalahan hidup,

sebab di dalamnya terdapat terdapat rasa percaya, tawakal dan menerima

apa adanya atas kehendak Tuhan terhadap permasalahan yang ia hadapi.

4. Nrimo dapat digunakan kedalam bentuk terapi, karena nrimo mampu

menyeimbangkan gejolak kejiwaan, sekaligus dapat membantu individu

dalam mengatasi permasalahan hidup.

Page 87: Diajukan oleh - USD

96

Daftar Pustaka

De Jong, S; Drs. 1976. Salah satu Sikap Hidup Orang Jawa. Yayasan Kanisisus:

Yogyakarta

Gracia, Happy Sola. 2004. Penelitian “Isin” Sebagai Kontrol Moral dan Bentuk

Penyesuaian Diri pada Masyarakat Jawa. Skripsi (Tidak diterbitkan): Fakultas

Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Mulder, Niels. 1984. Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional. Gajah Mada

University Press: Yogyakarta

. 2001. Mistisisme Jawa: Ideologi di Indonesia. Penerjemah Norcholis.

Yogyakarta: LkiS

. 1996. Pribadi dan Masyarkat di Jawa. Penjelajahan mengenai

hubungannya Yogykarta, 1970-1980. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Moleong, Lexy J. (1988). Metodologi Penelitian Kualiatatif CV Penerbit Remaja

Rosdakarya. Bandung

. 2005. Metodologi Penelitian Kualiatatif (edisi revisi). Penerbit

Remaja Rosdakarya. Bandung

Purwadi. Dr. Dkk. 2005. Ensiklopedi Kebudayaan Jawa. BINA MEDIA. Yogyakarta

Page 88: Diajukan oleh - USD

97

Renoati, Woro Ireng. 2006. Hubungan antara Penghayatan Nilai Nrima Ing Pandum

dengan Semangat Berkompetisi Karyawan Jawa. Skripsi (Tidak diterbitkan):

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah mada.

Herdiyanto. Y. K. 2005. Ajaran Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu) sebagai Sarana

Individu dalam Mencapai Eksistensi Diri. Skripsi (Tidak diterbitkan): Fakultas

Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Heriyana Sari, Deasy. 2006 Deskripsi Strategi “Coping” Paska Konflik di Desa Padang

Sappa, Kecamatan Porang, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Skripsi (Tidak

diterbitkan): Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Herususanto, Budiono. 1984. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Hanindita: Yogyakarta

Jawa Pos. Berita Utama, Diresmikan , 145 Unit Rumah Tahan Rumah. 11 Oktober 2006

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Koeswara, E. 1992. Psikologi Eksistensial: Suatu Pengantar. Bandung: Eresco

Kompas cetak ed. Jateng dan DIY. Berita Utama, Dana Rekontruksi Tidak Akan Dibagi

Rata. 31 Agusus 2006.

Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan; model-model kepribadian sehat. Kanisus: Yogyakarta

Suryabrata, S. 2002. Metode Penelitian. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Page 89: Diajukan oleh - USD

98

Suseno, Frans M. 1984. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijakan Hidup

Jawa. Jakarta: Gramedia

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1982. Kamus Umum

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Wijayanti, Irmina. 2005. Sikap Remaja Jawa Terhadap Nilai Rukun dan Hormat dalam

Tradisi Jawa. . Skripsi (Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma.

Pustaka Website

Anshori. M. Achasan Isa Al. (-).tanpa tahun, diambil 7 Mei 2007, dari http://staffsite.gunadarma.ac.id/achsan

Ahmada Yuli (2006). Emoh Tunggu Bantuan Pemerintah diambil 20 Juni 2007, dari

http://yuli-ahmada.blogspot.com/

Harian Jawa Pos Sosial dan Budaya (2006) Tak Mau Gantungkan Pemerintah, diambil

14 November 2006, dari http://www.suarakorbanbencana.org

Page 90: Diajukan oleh - USD

99

Hess, Michel. (2001) Unpan. Labour and Management in Development Journal,

Management and Culture under Development, diambil 11 april 2007, dari

http://unpan1.un.org/intradoc

Indra, Agus dan Sawariyanto (2006). Ringan Karena Semangat. Gatra Edisi 39 diambil

11 Oktober 2006, dari http://www.gatra.com/2006-08-21

Kab. Bantul. Pemda. (2006) 71482 Rumah Rata Tanah, 4121 Meninggal diambil 14

november 2006, dari http://bantul.go.id/web.php

Riyadi, Valens (2006). Jaringan Nirkabel Membantu Jaringan DIY- Diambil 11 april

2007, dari www.kompas.com/kompas-cetak

Ranesi spesial (2006). Gempa Bumi di Yogya , diambil 11 april 2007, dari

www.ranesi.nl/spesial

Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. (2006). Gempa bumi

Yogyakarta Mei 2006, diambil 14 November 2006, dari

http://id.wikipedia.org/wiki/

Yuliandari. (2006). Srikandi Projo Taman Sari, diambil 11 Oktober 2006, dari

http://yuliandarinotes.blogspot.com/

Page 91: Diajukan oleh - USD

65

C. Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam melakukan penelitian yang diperoleh dari proses wawancara

maupun observasi (sebagai catatan lapangan) kemudian digabungkan dan

dikategorikan menurut aspek-aspek yang akan diteliti dilapangan ditemukan

Hasil penelitian lapangan. Hasil penelitian itu kemudian dipisahkan berdasarkan

tema-tema yang ada. Hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengertian Nrimo bagi Subjek

Nrimo adalah orang yang tidak ngongso, menerima keadaan yang

menimpa pada dirinya, semua hal diterima sabar dan menerima apa adanya

semua yang terjadi pada dirinya sesuai dengan kemampuannya, karena memang

kondisinya seperti ini. Gempa yang terjadi merupakan cobaan dari Tuhan, diri

harus nrimo dengan gempa, karena sudah merupakan kehendak Allah. Peristiwa

gempa 27 mei 2006 silam merupakan bagian dari hidup mereka yang tidak dapat

dipungkiri lagi. Pengakuan itu tampak dari sebagian besar subjek, seperti contoh

dibawah ini:

Menrimo itu sabar yah, nek menrimo yah anu yah bagaimana yah. Misalnya mau

mencapai tujuan, emang nyampainya sekian itu yah kita nrimo aja. nrimo udah begini mau gimana gitu. Yah kan ini dari Allah sebenernya, yang terekam ujian dari Allah. Mungkin ini nanti ada….apa yah…hikmah. (Nd. A14-16, E158)

nrimo…nrimo yo nggih opo men opo èneng-é. Yo wis. Istilah-e pun nek….nek

entuk bagian, ditrimo sak opo èneng-é. Nek bagi-i le woten secara ne wong nrimo. Mboten sah ngongso. Cari dimana-mana ndak ada. Waktu gempa kan ndak ada. Yah udah, pasrah dengan Tuhan. Dimana Tuhan akan memberi makan kepada Saya, gitu. Saya yah…sudah…pok men Saya itu…sudahnya…..takdir Tuhan, ya itu. Hidupnya aja seperti sekarang. Yah semua peroleh cobaan. Itu.

(Lp. A12-16, B30-32, 35-38)

Page 92: Diajukan oleh - USD

66

2. Nrimo dengan Berusaha

Menurut subjek nrimo tidak hanya diam, menerima segala sesuatu ataupun

mengeluh yang terjadi pada dirinya. Nrimo juga harus disertai dengan usaha,

supaya mendapatkan rejeki seperti yang diungkapkan oleh subjek Sa. Menurut

subjek Ru, nrimo juga berarti diri harus tetap berusaha dan bekerja terlebih

dahulu, karena jika tidak berusaha, maka tidak akan mendapatkan rejeki.

Tapi Allah nggak akan memberi kepada umatNya kalo dia itu nggak meminta dan nggak usaha. Itu, aslinya bisa dengan adanya membuat. Istilahnya nrimo. Tapi nrimo juga dalam artian kita harus berusaha. Jangan cuma nrimo, ungkang-ungkang di rumah. Ah mudah-mudahan Allah nanti memberi, itu nggak bener itu. Kita harus berusaha. Karena manusia hidup itu kan diwajibkan untuk usaha, Jadi istilahnya nggak harus nrima, ungkang-ungkang nanti ada rejeki sendiri, itu enggak. (Sa. B 27-3, C76-7b)

Nggih nrimo niku mboten namung nrimo, nggih kudu nggo usaha. Nek mboten

usaha sing dinggih ngenehi sinten? Tiyang nek nggih mboten usaha ngèten (sambil mengadahkan tangan) mboten wonten ingkang sek ngeteri ngoten. asal niki gerak (sambil menunjuk ke kepala) gerak, bicara lancar, itu bisa dapat rejeki. (Ru. C106-112)

3. Bersyukur karena Masih Diberi Keselamatan

Gempa yang telah tejadi kemarin merupakan musibah, tidak ada yang bisa

disalahkan. Lebih lanjut subjek menyatakan mereka masih bersyukur karena

dirinya, beserta seluruh keluarganya masih diberi keselamatan. Rumah maupun

harta benda lainnya dipikirkan belakang, karena harta benda ataupun rumah

segala isinya masih bisa dicari, saat ini yang lebih penting ialah bekerja kembali

membangun rumah.

Lah yah terus mau gimana? Itu yah musibah. Terus Saya berpikir panjang, dengan diberi keselamatan tadi. Istri dan anak Saya sudah…itu saja selamet, yo Saya lama-kelamaan berpikir yah nanti rumah bisa bangun lagi. Yang penting kita kerja keras untuk bekerja dan nanti untuk membuat rumah lagi lah. Yah gitu saja. Saya, yah itu yang jelas istri anak Saya selamet. Masalah bangunan dan laen-laen itu karena titipan. Hehehe…Iyo toh? (Ti. B29-30, B38-42)

Page 93: Diajukan oleh - USD

67

Yah kalo itu Saya berterima kasih karena semua keluarga masih selamat. Terus kalo misalnya harta atau benda yang rusak, nggak apa-apa. Yang penting kita masih selamet. Besok bisa cari lagi. karena kehendak Allah. Kalau Allah itu masih…masih kita…diberi selamat, masih…badan masih sehat kan, kita besok masih bisa cari lagi. (Ha. B23-25, B30-32)

4. Guna Nrimo Menurut Subjek

Nrimo digunakan supaya pikiran atau hati menjadi lebih ayem, walaupun

belum memiliki rumah. Gempa yang terjadi kemarin karena yang membuat

Tuhan, maka manusia harus menrimo, sadar dan maklum, jika tidak nrimo maka

bisa terjadi emosi yang dapat mengakibatkan hal-hal kurang baik, seperti pikiran

bisa kacau dan dapat mengakibatkan stres. Menurut subjek stres terjadi akibat

dari mereka yang tidak menyadari keadaan yang terjadi dilingkungan mereka

saat ini., maka diri harus nrimo.

Yah keadaan yang seperti in yah mau tidak mau yah kita harus memaklumi dan menyadari. Toh kalo kita tidak mau menyadari, artinya kita emosi terus. Kalo kita selalu emosi nanti kan bisa…akan terjadi yang tidak baik, yang tidak kita inginkan. Makanya kita harus istilahnya kudu menrimo, kudu sabar. Yah pokoknya itu anu…perasaan yang kita alami waktu gempa itu yah, terus selanjutnya itu kita kan bisa, istilah e bisa ayem, gitu. Tidak terlalu sedih, walaupun kita itu belum punya rumah. (Si. B31-35, 39-41)

Yang Saya rasakan kalo Saya me-nrima, itu akhirnya, pikiran Saya itu

bisa lebih tenang. Tapi kalo Saya nggak nrima, itu kan pikiran bisa kacau. Bisa stress. Itu orang-orang banyak yang stress itu kan, karena itu tidak nrima. Diuji, dicoba oleh Allah dengan keadaan begini tuh dia nggak nrima. Akhirnya jadi stress.(Sa. B47-53)

5. Dampak Nrimo dalam Kehidupan Sehari-hari

Dengan melakukan melakukan nrimo di dalam kehidupan mereka sehari-

hari maka, subjek merasa ayem (tentram, hati merasa tenang), diri tidak menjadi

cepat emosi, serta merasakan ketenangan lahir batin. Menurut subjek bila tidak

menerima maka, diri merasa serba kurang. Tapi jika seadanya diterima dengan

berdoa akan timbul ketentraman lahir dan batin dalam diri. Subjek menjelaskan

Page 94: Diajukan oleh - USD

68

apabila diri tidak nrimo atau selalu merasa kurang maka diri hanya akan selalu

menuntut terus.

Si : Yah….wong nrimo iki, kasaran ne iki, ora kemerungsung. Ayem. i.r : Ayem ya Pak ya? Si : Ayem yo ayem. Tenang wong e ki. Wah aku ki mangan meng karo

jangan mbayung, aku wis nrimo, yo wis opo eneng e. Yo sesuk sesuk, kapan-kapan nek duwe rejeki yo tuku tahu po iwak, umpamane.(Si. D145-147)

Wah…itu ketenangan lahir batin dek. Iya…lahir batin. Kalau ndak menerima,

ngerasa serba kurang. Tapi kalau seadanya diterima dengan usaha, dengan berdoa kan Saya katakan lahir dan batin, tentram. Yah…kalo ndak itu ndak ada tentramnya, Dek. Kalo ndak nrimo, kurang…kurang… Diberi malah kurang. Diberi kepandaian ndak digunakan. Yah…kurang…masih menuntut terus. Kalo menerima hidupnya tentram, lahir dan batin. (Ng. C70-76)

6. Ora Nrimo

Ora nrimo diistilahkan sebagai orang yang serakah, bila diberi selalu

merasa kurang. Menurut subjek ora nrimo, merupakan orang yang tidak merasa

jika diberi sesuatu atau dikatakan orang yang selalu menuntut lebih. Orang yang

memiliki sikap ora nrimo dianggap orang yang tidak pernah puas dengan

hidupnya, menurut subjek jika tidak nrimo maka, dapat mengganggu

keharmonisan dengan lingkungan.

Wong ra tau nrimo ki yo istilahe kembali ke serakah lagi toh. Kowe ki dikek i

sak mono kok isih kurang, ra nrimo. Mboten niku, nggih. Kono ki mung tek sewu, wong e tak kek ke sewu. Kok njaluk meneh. Kuwi jenenge wong ra nrimo. Nek isi ne, ora nrimo ing pandum, boso Jowo ne. Nrimo ing pandum. Jadi pandum ki, sing berhak mandum ki aku, kowe tak kek ke sewu, kok sak mono. Ora nrimo. Ra rumongso, kowe tak ne i. Ehmm….gitu lho. Ora mokso, tak ne i. Kowe ra ne i ra po-po. Nek di..digawak ke meneh yo…. Wis dine i…wis dine i kebejikan isih kurang, ngono iku. Mau dikek i nganu…isih kurang wae. Dadi yo…yo kurang apiklah nek kurang kurang ngono(Wa. C98-107)

Ndak nrimo itu yah gini, eeee ini masalah anu yah…masalah gempa toh ini.

Masalah gempa. Kalo menurut pendapat Saya, ora nrimo iki seperti woh kono ono bantuan. Dari IOM, dari apa saja. Kok kene ora anu, ora ngejok-e. la yo ngejok-é yo ngejok-é toh, lah seko kana-ne ki wis nganggo…nganggo data gitu. Supaya nrimo apa adanya. Banyak kok orang yang anu, wah kono do entuk bantuan,

Page 95: Diajukan oleh - USD

69

ngene….ngene…..ngene…..ngene….. Yo di masyarakat ini, yo nrimo gitu lah yo énéng sing liane. (SM. D127-134)

7. Hubungan Nrimo dengan Sabar

Nrimo disertai dengan sabar menurut pandangan subjek, sebagai usaha

untuk menerima segala sesuatu dengan tenang, bukan berarti putus asa terhadap

peristiwa yang menimpa mereka saat ini.

Nrimo harus sabar. Sabar kita usaha jangan hanya diam saja. Berusaha dengan macam-macam.(Nd. D141-142)

pokok e istilah e nrimo ki manut ngono lho. Manut ki utowo tawakal, sabar

nompo musibah iyo to. Nompo, sabar, tawakal. Nrimo ing pandum. (Sa. A4-8)

8. Pengertian Sabar

Sabar menurut subjek ialah orang yang tidak mudah marah dan

mengerjakan sesuatu dengan tidak tergesa-gesa, sabar juga kemampuan

mengendalikan emosi agar keharmonisan tetap tetap terjaga. Orang yang

memiliki dasar sabar maka, emosinya akan terus terkendali.

Kalo sabar itu kan nggak marah. Yo nggak banyak marah. Ndak banyak marah. Kalau bekerja yo nggak tergesa-gesa. Kalo sabar gitu. Padahal yo kalau membantu juga nggak kesusu mengharapkan dengan betul. Kalau akan dibantu hari ini, nggak bisa keluar. Seperti ya itu tadi. Disabarkan dulu. (Ng. E180-184 )

yah gini harus sabar dan harus bangkit kerja apa bisanya. Misal nya kalo Saya

yah di sawah, mencangkul atau nanam apa itu. Sabar itu gini, misalnya gini kalo sabar itu…kalo ndak sabar dengan sabar itu masalah sepele, jadi tidak bisa solid. Makanya Saya itu meng sabarlah, rasa ndadak do padu, gampang emosi. Aaaa…. Jadi nek dengan dasar sabar, ndak bisa anu emosinya terus terkendali (SM. E157-159, 165-167)

Page 96: Diajukan oleh - USD

70

D. Pembahasan

1. Nrimo dengan Penyerahan Diri Sepenuhnya

Nrimo sering disalah artikan sebagai kesediaan untuk menrima segala-galanya

secara apatis. Sebenarnya, nrimo merupakan penyerahan diri sepenuhnya terhadap

kehadiran Yang Maha Kuasa yang meliputi segala sesuatu. Penyerahan diri terhadap

Tuhan tergambar dari pernyataan subjek. Melalui nrimo, manusia pasrah kepada Tuhan

dengan bersikap apa adanya, karena semua sudah digariskan oleh Tuhan, jadi bukan

orang yang malas bekerja, melainkan orang mempunyai rasa tenang dan bersyukur

menerima apapun yang menjadi bagiannya. Nrimo juga menerima sesuatu apa adanya

dan tidak menginginkan lebih. Seperti yang dijelaskan oleh Suseno (1984) nrimo yaitu

manusia diberi daya tahan untuk juga menanggung nasib buruk., bagi yang memiliki

sikap itu, suatu malapetaka akan kehilangan sengsaranya. Melalui nrimo, dengan rela

manusia menyerahkan wewenang dan semua hasil karyanya kepada Tuhan, sebab

Tuhan lah yang empunya kuasa, dari sini manusia dituntut untuk tidak melekat pada

keduniawian, bukan berarti tidak boleh mencari kekayaan. Kekayaan hanya akan

menjadi batu sandungan dalam pengolahan diri apabila manusia lekat padanya, maka

orang nrimo ialah orang percaya atau memiliki pegangan terhadap Tuhan.

a. Penghayatan terhadap Tuhan

Penghayatan terhadap kehadiran Tuhan tergambar bahwa manusia harus rela dan

tabah dalam menghadapi musibah yang mereka alami. Ungkapan subjek yang

menyatakan musibah gempa yang terjadi silam sudah merupakan kehendak Tuhan,

maka manusia harus sadar dan maklum. Kematian putra-putri ataupun kehancuran

rumah mereka memang sudah merupakan kehendakNya dan diri tidak bisa mengelak,

Page 97: Diajukan oleh - USD

71

karena itu diri harus tabah dan rela didalam menghadapi cobaan seperti ini. Konsep

yang diutarakan subjek sama dengan ajaran sangkan paraning dumadi yaitu Tuhan

merupakan sumber hidup dari segala yang hidup di alam semesta ini, dan pada akhirnya

manusia akan kembali kepada-Nya tergambar dalam kehidupan subjek.

Penderitaan hidup atau musibah dihadapi oleh subjek saat ini, dipercayai sebagai

cobaan agar diri semakin mendekat kepada Tuhan. Manusia di-eling-kan kembali

supaya selalu sadar terhadap Yang Maha Tunggal atau diperingatkan kembali akan

adanya Tuhan. Bersikap tawakal dan percaya kepada Tuhan, diyakini Tuhan akan

memberikan kemudahan untuk menghadapinya.

Salah satu bentuk penghayatan kepada Tuhan ialah bersyukur karena mereka masih

diberi keselamatan, serta diperbolehkan untuk melanjutkan hidup. Konsep penghayatan

kepada Tuhan tergambar jelas dalam nrimo, karena nrimo menekankan “apa yang ada”,

faktualitas hidup manusia, menerima segala sesuatu yang masuk dalam hidup. Maka,

nrimo cenderung kepada ketenteraman hati, dengan nrimo perasaan akan lebih ayem

atau damai, dengan begitu dapat membantu merubah sikap dalam menghadapi

penderitaan yang mereka alami saat ini.

b. Ketentraman Hati

Watak nrimo cenderung kepada ketenteraman hati, jadi bukan orang yang malas

bekerja, melainkan orang yang mampu menempatkan dirinya dalam rasa tenang dan

puas dalam menerima apapun yang menjadi bagiannya. Melalui nrimo, subjek menjadi

merasa lebih ayem atau dikatakan merasakan ketenangan lahir dan batin. Dengan nrimo,

pikiran merasakan kedamaian, nafsu-nafsu merasakan kepuasan, dan perasaan

merasakan ketenteraman. Hal tersebut yang disebut sebagai perasaan yang netral atau

Page 98: Diajukan oleh - USD

72

tidak merasakan gejolak perasaan negatif dan positif. Maka, subjek menyatakan dalam

dirinya tidak merasakan apapun seperti yang diutarakan oleh subjek Sa.

Dalam kehidupan sehari-hari perilaku yang muncul menurut subjek ialah tidak

mudah marah, dalam mengerjakan sesuatu pun dengan tenang atau tidak tergesa-gesa.

Hati yang tidak tentram menurut subjek, hanya akan mengundang penderitaan bagi

dirinya, sekaligus dikaitkan dengan kesabaran, supaya menghindari iri pada diri yang

dapat mengganggu keharmonisan dengan lingkungan. Beberapa subjek menyebutkan

jika hati tidak tentram, maka akan menimbulkan stres atau depresi. Sekaligus

dinyatakan jika hati tidak tentram maka, yang timbul hanya amarah. Walaupun, secara

eksplisit tidak disebutkan oleh subjek, rasa amarah lebih cenderung dikatakan sebagai

meri atau rasa iri terhadap tetangganya. Orang yang selalu merasa iri atau kurang puas

tersebut ialah orang yang ora nrimo dengan keadaannya.

Dapat dikatakan budaya dan agama membentuk individu. Dalam menghadapi

rintangan hidupnya subjek yang nrimo, maka dalam dirinya terdapat rasa percaya,

tawakal dan menerima apa adanya atas kehendak Tuhan, sehingga menghasilkan

penyerahan diri kepada Tuhan. Nrimo, menurut subjek digunakan sebagai usaha untuk

mencapai ketentraman hati. Ketentraman hati sering dikaitkan dengan kesabaran bagi

subjek. Menurut subjek orang yang memiliki dasar sabar maka, emosinya akan terus

terkendali, sehingga menimbulkan pikiran yang jernih. Hati yang tentram akan

membuat subjek lebih mudah dalam memusatkan hidup pada Tuhan, sebab perasaan

yang negatif merupakan penghambat untuk menuju pada Tuhan.

Page 99: Diajukan oleh - USD

73

Budaya Agama Gusti/Tuhan

Individu Tentram

Rintangan Hidup Percaya

Nrimo Tawakal Menyerahkan Diri

Apa adanya

Bagan Orang yang mengalami ketentraman hati

c. Ora Nrimo

Ora nrimo dikatakan sebagai orang selalu berambisi untuk mencari kekayaan,

apabila diberi selalu merasa kurang. Menurut subjek ora nrimo, merupakan orang yang

selalu menuntut lebih, orang yang tidak pernah puas dengan hidupnya. menurut subjek

jika tidak nrimo maka, dapat mengganggu keharmonisan dengan lingkungan.

Bila orang ora nrimo maka hidupnya selalu tidak tenang, karena selalu merasa

kurang didalam hidupnya., maka yang akan timbul perasaan meri atau iri terhadap

tetangganya. Perasaan itulah yang mampu membawa ketidakrukunan dan ketidak

harmonisan, sehingga menimbulkan kerah atau pertengkaran. Dalam kaitannya dengan

mengusahakan kerukunan atau keharmonisan, diri dapat menempatkan dirinya di dalam

masyarakat, melakukan perilaku yang wajar. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, diri

harus sadar dan menghargai orang lain sebagai subjek seperti dirinya dan dengan

dunianya sendiri untuk mencapai keharmonisan.

Page 100: Diajukan oleh - USD

74

d. Keharmonisan

Rukun sangat erat dengan keharmonisan, tujuan dari kerukunan adalah

mempertahankan keadaan masyarakat yang harmonis dan selaras. Keadaan rukun dapat

tercapai ketika semua pihak dalam damai satu sama lain, suka bekerja sama, saling

menerima, terdapat suasana tenang dan sepakat tanpa perselisihan dan pertentangan

(Suseno, 1984). Menjaga keharmonisan dengan lingkungan, merupakan salah satu

bentuk usaha untuk selalu mengembangkan kerukunan dalam lingkungannya.

Melalui kerukunan, maka konflik dengan lingkungan dapat dicegah. Dalam

antisipasi terjadinya konflik dengan lingkungan serta menjaga keharmonisan, maka

perlu pengontrolan diri atau pengendalian diri. Oleh karena itu diri diharapkan rela

untuk mengalah dan melepaskan kepentingan pribadi atau ambisi-ambisi pribadi untuk

mewujudkan kerukunan sosial. Salah satu bentuknya ialah bertindak sareh yang artinya

sabar Bastomi (1992; dalam Wijayanti, 2005). Maka dari itu, orang yang tidak memiliki

pengontrolan diri atau pengendalian diri menurut subjek dikatakan sebagai orang yang

ora nrimo.

Agama dan budaya yang membentuk individu dalam menghadapi rintangan hidup.

Subjek dikatakan ora nrimo karena dirinya terlalu berambisi, selalu merasa kurang

ataupun selalu menuntut. Orang itu tidak pernah merasa puas terhadap hidupnya dan

orang tersebut dianggap kurang baik. Individu tersebut menurut subjek tidak memiliki

kontrol terhadap hidupnya, sehingga dapat menganggu ketentraman. Hal itu

menyebabkan keharmonisan dan kerukunan lingkungan menjadi terganggu, maka

diharapkan menurut subjek orang mampu mawas diri, mempunyai kontrol diri dan

kontrol emosi.

Page 101: Diajukan oleh - USD

75

Budaya Agama Tidak Tidak Rukun Harmonis

Individu Tidak Tentram

Rintangan Hidup

Terlalu Berambisi Tidak ada

Ora Nrimo Tidak Puas kontrol

Bagan Orang yang mengalami yang tidak ketentraman hati

2. Nrimo dengan Berusaha

Seperti yang telah dideskripsikan bahwa nrimo tidak hanya diam, menerima segala

sesuatu ataupun mengeluh yang terjadi pada dirinya. Nrimo juga harus disertai dengan

usaha, agar mendapatkan rejeki. Dengan mendapatkan rejeki atau pendapatan,

diharapkan akan mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka. Mengusahakan rejeki

identik dengan kemuan untuk berusaha. Dengan berusaha, maka diri akan mampu

memberikan suatu pedoman dalam mengusahakan perkembangan pribadinya untuk

mengatasi permasalahan hidupnya. Dengan berusaha, diri juga menuju pada suatu

bentuk kepribadian yang ideal, yaitu tangguh dalam menghadapi segala permasalahan

hidup, untuk itu dibutuhkan kesadaran diri akan tujuan yang ingin dicapai oleh diri.

a. Kesadaran Diri

Melalui gempa 27 mei 2006 silam, orang harus secara sadar mengikuti takdirnya,

betapapun tidak dapat dihindari dengan kesadaran bahwa semuanya telah ditetapkan.

Secara sadar subjek melihat kebebasan pada dirinya dengan bertangung-jawab membuat

keputusan-keputusan atas hidupnya yaitu seperti ungkapan mereka untuk menerima apa

Page 102: Diajukan oleh - USD

76

adanya dan mereka menyadari bahwa setelah gempa kehidupan mereka harus tetap

berlanjut, walaupun mereka telah kehilangan milik mereka. Dengan menyadari

kehidupannya saat ini yaitu diri sadar dan maklum terhadap musibah yang sedang

dialami, para subjek berusaha tetap tenang menjalani hidup sehari-hari.

Seperti telah dideskripsikan di atas, subjek menyadari jika tidak nrimo maka bisa

terjadi emosi yang dapat mengakibatkan hal-hal kurang baik, seperti pikiran bisa kacau

dan dapat mengakibatkan stres. Dalam pandangan subjek stres terjadi akibat dari

mereka yang tidak menyadari keadaan yang terjadi di lingkungan mereka saat ini., maka

diri harus nrimo. Terlihat melalui nrimo dengan kesadaran diri, sebenarnya manusia

tetap mempunyai nilai tawar dan berkewajiban untuk tetap aktif yaitu secara sadar

mewujudkan suatu kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan orang lain. Dari uraian di atas

terlihat bahwa kesadaran itu selalu mengarah kepada sesuatu, khususnya objek.

b. Tujuan Hidup

Menurut budaya Jawa jika orang hanya mengejar kenikmatan, maka dirinya akan

lupa tujuan hidup, perjuangan dan kewajibannnya. Kesadaran pada musibah yang

mereka alami menuntut kesediaan diri untuk melibatkan diri kepada realitasnya. Melalui

tujuan yang telah ditetapkan oleh diri, subjek memilih dan memikul tangung jawab atas

pilihannya. Seperti yang diungkapkan beberapa subjek dengan jalan nrimo, mereka

berdoa dan berusaha agar sehat supaya dapat menghidupi keluarga, itu dilakukan karena

dirinya masih memiliki tanggung jawab pada keluarga, yaitu mendidik dan

membahagiakan keluarga. Hal itu tidak eksplisit dikatakan oleh subjek, tetapi dari

ungkapan subjek bahwa mereka masih mempunyai arah dan tujuan yaitu keluarga dan

anak-anak untuk dihidupi.

Page 103: Diajukan oleh - USD

77

dalam mmenhadapi musibah gempa subjek mempunyai arah dan tujuan untuk

mengembangkan dan membangun dunianya, dalam hal ini keluarganya. Subjek

mekalum, menyadari dan menerima, hingga terwujud nrimo. Melalui nrimo mental

menjadi stabil dan berusaha bangkit untuk menghadapi musibah ini dan mencoba

berkembang di dalam keterbatasan. Tujuan hidup merupakan suatu pedoman diri dalam

mengusahakan perkembangan pribadi untuk mengatasi permasalahan hidup, sekaligus

mampu menjaga stabilitas hidupnya. Menjaga stabilitas hidup atau lingkungan dalam

budaya Jawa sering dikatakan sebagai memayu hayuning bawana (menjaga,

menciptakan keindahan dunia ketentraman dunia). Memayu hayuning bawana bertujuan

untuk memperoleh kebahagiaan lahir dan batin. Maka, melalui nrimo diri harus

berusaha bangkit, agar dapat bekerja untuk menghidupi keluarganya ataupun menjaga,

menciptakan keindahan dunia ketentraman dunia.

Maklum Mental Stabil

Musibah Gempa Menyadari nrimo Tujuan

Menerima Bangkit

Masyarakat keluarga

Bagan Pencapaian Tujuan Hidup

Page 104: Diajukan oleh - USD

78

1. Makna Nrimo Bagi Subjek

a. Pemenuhan Makna Melalui Nrimo

Setelah makna telah muncul dalam diri, maka dapat terjadi pemenuhan melalui

nrimo. Frankl juga memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari dimensi fisik

dan dimensi spiritual. Untuk memahami diri dan kesehatan, kita harus

memperhitungkan keduanya (dalam Koeswara, 1992). Makna merupakan keinginan dan

motivasi utama dari manusia untuk memenuhi tujuan dan kewajiban hidupnya.

Menurut subjek makna akan terpenuhi jika mereka mampu mencapai tujuan yang

diharapkan seperti yang telah diungkapkan untuk memperoleh kebahagiaan lahir dan

batin. Kedua dimensi dalam Frankl dapat terpenuhi melalui nrimo. Seperti dimensi fisik

yakni meliputi keinginan subjek untuk tetap bertahan dalam penderitaan musibah

gempa, sehingga sadar akan keadaanya sekarang dan menciptakan mental yang stabil.

Dimensi spiritual lebih banyak digunakan oleh subjek sebagai pegangan untuk

mengatasi penderitaannya, seperti penghayatan akan kehadiran Tuhan dengan jalan

nrimo, seperti yang diutarakan Frankl (dalam Koeswara, 1992) dalam dimensi spirtual

manusia sanggup berefleksi dan bahkan menolak dirinya sendirinya sendiri. Melalui

kesadaran dan hati nurani, subjek dapat menentukan sikap terhadap fakta, keadaan atau

situasi yang dihadapinya dan melalui sikapnya itu dia pada gilirannya subjek mampu

mengubah dirinya sendiri. Melalui kesadaran diri, serta pernyataan subjek bahwa

mereka menyadari atau tidak mengingkari keberadannya atas penderitaan yang mereka

alami saat ini maka, diri akan menjadi tenang. Dalam budaya jawa biasa disebut dengan

rasa tentrem,, rasa dalam diri yang mampu menghantarkan diri pada hidupnya yang

sejati.

Page 105: Diajukan oleh - USD

79

Fisik

Nrimo RasaTentram Hidup Sejati

Spritual

Bagan dimensi terpenuhi melalui nrimo

Selanjutnya telah dijelaskan ada tiga pilar filosofis dalam logoterapi yang satu

dengan lainnya erat hubungannya dan saling menunjang hal untuk melandasi makna,

tiga pilar tersebut yaitu:

1). Kebebasan berkehendak ( Freedom of Will )

Seperti yang telah dijelaskan kebebasan yang dimaksud bebas kebebasan yang

bukan kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab. Subjek secara

bebas memilih tujuan hidupnya terlepas dari kondisi-kondisi biologis, psikologis dan

sosiokultural untuk mengambil sikap atas kondisi-kondisi yang mereka alami tersebut.

Hal itu dibuktikan dengan keinginan subjek menentukan sendiri apa yang dianggap

penting dalam hidupnya, sehingga subjek tetap berusaha tetap hidup dan sehat tanpa

dihalangi oleh penderitaan yang terjadi akibat gempa silam.

Agar subjek tetap mampu untuk berpikir jernih dalam menentukan tujuan hidupnya,

maka subjek perlu berusaha untuk mengenal dan memaknai dirinya sendiri. Dalam

istilah Jong (dalam Herdiyanto, 2005) menyebutnya sebagai distansi, yaitu merupakan

alat agar manusia bisa menjadi sadar. Segala sesuatu yang mengacaukan kesadaran yang

sejati. Jika manusia ingin mempunyai arti dalam dunia, maka terlebih dahulu ia harus

menerangkan tentang dunia itu, maka manusia mengambil distansi (jarak) terhadap

Page 106: Diajukan oleh - USD

80

dunia sekitarnya, baik dalam aspek material maupun dalam aspek spiritual. Distansi

dianggap perlu sebagai suatu jalan sementara agar manusia dapat menemukan dirinya

sendiri. Tidak dijelaskan secara spesifik bentuk distansi menurut subjek, tapi tampaknya

subjek mengambil jarak dengan merenungkan hidupnya kembali dan mengambil

hikmah atas kejadian yang menerima, sehingga mereka mampu menentukan sendiri apa

yang dianggap penting dalam tujuan hidupnya.

2). Kehendak Hidup Bermakna ( The Will to Meaning )

Subjek meyakini bahwa musibah gempa yang mereka alami merupakan kehendak

yang Maha Kuasa, sehingga mereka hanya tinggal menjalankan nasib yang telah

digariskan oleh-Nya. Subjek mencoba menemukan kehendak hidupnya dengan

mengambil hikmah atas kejadian yang menimpanya. Hal itu diwujudkan dengan

mengalami dan menemukan dalam setiap pengalaman yang ia lalui dan diwujudkan

dengan memaknai kehidupan yang berada di sekitarnya. Hal ini terwujud dalam

ungkapan subjek bahwa mereka mengambil hikmah atas musibah yang menimpa

mereka. Subjek berusaha memaknai dan mengambil pengalaman atas musibah gempa

ini. Makna, sesuai dengan sifatnya menarik itu maka subjek termotivasi untuk

memenuhinya agar ia menjadi manusia yang bermakna dengan berbagai kegiatan yang

sarat dengan makna. Subjek termotivasi untuk melanjutkan hidupnya, karena mereka

memiliki kehendak atau memiliki tujuan untuk hidup yang lebih baik dari sekarang ini,

selanjutnya subjek yakin bahwa hidup yang lebih baik itu tidak di dapat dengan

bersikap pasif atau diam saja, namun juga harus mampu bersikap aktif dan berusaha

bekerja.

Page 107: Diajukan oleh - USD

81

3). Makna Hidup ( The Meaning Of Life )

Yang terakhir makan hidup muncul dari dalam diri subjek. Telah dijelaskan makna

hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, untuk tujuan praktis makna hidup

dianggap identik dengan tujuan hidup. Manusia makna khusus dari hidupnya dan ia

memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus, dalam kaitan dengan

tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Subjek

menyadari bahwa merka memiliki tujuan tertentu dalam hidupnya setelah gempa terjadi,

tujuan tersebut ialah untuk memperoleh kebahagiaan lahir dan batin. Hal itu tampak

seperti subjek yang memilih untuk berhasil dalam mendidik anak menjadi mandiri serta

membahagiakan keluarga.

Kemudian makna muncul melalui tiga sistem nilai yang memberikan cara memberi

arti dalam kehidupan dapat terpenuhi melalui nrimo, yaitu Nilai daya cipta yang

terwujud melalui keinginan subjek untuk berusaha tetap hidup dan sehat. Diri kreatif

terlihat dengan sikap subjek yang bertindak dan berkerja semampunya di dalam

menghadapi penderitaan yang sedang meraka alami. Jadi subjek tidak hanya diam dan

merenungi nasibnya, namun mereka berusaha untuk tetap bekerja sesuai dengan kondisi

diri mereka saat ini. Selanjutnya mengambil nilai-nilai dari pengalaman terlihat dalam

diri subjek dengan mengambil sikap menerima atau menyerahkan diri kepada dunia,

dengan cara menerima apapun yang terjadi di dalam hidupnya, termasuk penderitaan

yang mereka alami saat ini.

Nilai-nilai sikap terbentuk dari keberanian subjek untuk menghadapi keadaannya

dan berusaha tidak mengeluh akan apa yang terjadi pada dirinya, subjek berkerja

sepenuh hati untuk memenuhi tujuannnya, walaupun dalam pandangan subjek hasil

Page 108: Diajukan oleh - USD

82

akhir dari perkerjaanya tersebut diserahkan kepada Tuhan. Penderitaan membuat diri

menjadi lebih kuat, selanjutnya mengungkapan penderitan itu membentuk karakter

sekaligus membentuk kekuatan dan ketahan diri.

Setelah terjadi gempa subjek melakukan intropeksi atau mengambil hikamh atas

musibah yang mereka alami. Dari hasil intropeksi tersebut subjek kemudian memilih

untuk menetapkan misi atau tujuan hidupnya. Subjek bertanggung jawab secara pribadi

untuk menetapkan pilihan-pilihannya, tanpa terhambat oleh musibah yang mereka alami

saat ini. Subjek memiliki upaya menemukan makna hidup, subjek menerima hidupnya,

serta berusaha menghadapi keadaannya dan berusaha mengatasi keadaan dan

penderitaan yang tidak mungkin terelakkan saat ini.

Makna hidup tercapai jika ketiga unsur di atas terpenuhi dan saling melengkapi.

Walapun makna bersifat personal, namun pemahaman mengenai makna membantu

subjek untuk memotivasi diri mereka menghadapi musibah gempa dalam melanjutkan

hidupnya kembali serta mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Kebahagiaan lahir dan

batin tercapai menurut subjek jika mereka, seperti jika berhasil dalam mendidik anak

serta membahagiakan keluarga. Kebahagiaan lahir dan batin yang tercapai

menghasilkan ketenangan hati (rasa tentrem,). Ketenangan hati menciptakan kejernihan

berpikir sehingga mendapatkan rasa sejati. Rasa sejati adalah sari dari segala sari

kehidupan. Akhirnya melalui rasa sejati manusia mengenal keberadaannya kembali,

sehingga diperoleh kemanunggalan dengan Tuhan, manunggaling kawulo lan Gusti

Bagan berikut ini sekiranya dapat menjadi gambaran yang memudahkan untuk

memahami terpenuhinya makna oleh subjek penelitian

Page 109: Diajukan oleh - USD

83

Gempa intropeksi Rasa sejati

Memilih Rasa tentrem

Misi atau tujuan Bahagia lahir dan batin

menerima hidupnya Misi atau tujuan tercapai

menghadapi keadaannya Termotivasi

berusaha/bekerja

Makna Hidup

Bagan terpenuhinya makna

Dapat disimpulkan melalui nrimo makna hidup dicapai oleh subjek, karena ketiga

unsur di atas terpenuhi, sekaligus ketiga dimensi makna juga dapat terpenuhi oleh

subjek dengan nrimo. Ketiga bagian tersebut dalam budaya jawa memang tidak bisa

dipisahkan dan saling mempengaruhi dalam nrimo, karena dalam budaya Jawa manusia

mamapu mencapai keseimbangan antara jiwa dan raga. Pemahaman makna lebih

bersifat personal seperti halnya pemahaman rasa bagi manusia Jawa. Namun, yang

tampak melalui musibah gempa ini, dengan jalan nrimo subjek semakin mendekat

kepada Tuhan untuk menemukan makna hidupnya.

c. Perbandingan Nrimo dengan Konsep Kebermaknaan Hidup.

Perbandingan konsep nrimo dengan konsep kebermaknaan hidup telah dijelaskan

secara lengkap pada pembahasan di atas. Melalui tiga sistem nilai yang memberikan

cara memberi arti dalam kehidupan dapat terpenuhi kebermaknaan hidup manusia.

Dalam penderitaan akibat gempa subjek berusaha menemukan maknanya, maka dapat

Page 110: Diajukan oleh - USD

84

disebut juga subjek berusaha mengatasi-diri dengan jalan nrimo. Konsep individu yang

mengatasi-diri dalam Logotherapy yang dikemukakan oleh Frankl dapat dibandingkan

dengan nrimo. Untuk lebih jelas dapat dilihat di dalam tabel berikut ini:

Penemuan Makna Nrimo

Nilai daya cipta Bangkit, berusaha berkreasi dan tetap aktif dalam menghadapi musibah,

Nilai-nilai dari pengalaman

bersyukur dan cara menerima apapun yang terjadi di dalam hidupnya

Nilai-nilai sikap keberanian subjek untuk menghadapi keadaannya dan berkerja sepenuh hati

Terdapat persamaan yang terdapat dalam konsep nrimo dengan konsep

kebermaknaan hidup. Persamaan itu ialah dalam nrimo menurut budaya Jawa terdapat

kepercayaan atau penghayatan akan kehadiran Tuhan. Penekanan akan keberadaan

Tuhan di dalam kehidupan manusia terlihat jelas dalam nrimo, sedangkan konsep

logoterapi memandang sutau dimensi tempat kebebasan manusia terletak dan dialami

(dalam Koeswara,1992). Dalam budaya Jawa manusia mempunyai pegangan dalam

perilaku yaitu ajaran Tuhan yang diinternalisasi melalui budaya, sedangkan pandangan

Frankl dimensi spiritual adalah hati nurani tempat untuk berefleksi, bahkan tempat

kebebasan manusia terletak dan dialami. Tentu saja cara pandang budaya barat

mengenai keberadaan manusia tidak langsung dapat disamakan pada budaya timur,

khususnya Jawa, yang memandang Tuhan merupakan asal dan tujuan dari hidup atau

sangkan paraning dumadi.

Dalam budaya Jawa, secara kosmologis kehidupan merupakan kesatuan yang

meliputi didalamnya. Dalam kesatuan itu semua saling melengkapi dan terkoordinasi

satu dengan lainnya. Manusia dipandang mencapai titik puncaknya pada pusat dari

segala yang ada yaitu Tuhan. Konsep tentang sangkan paraning yaitu asal dan tujuan

manusia hidup di dunia, mau tidak mau mempengaruhi harapan, cita-cita keberadaan

Page 111: Diajukan oleh - USD

85

diri subjek, sebagai makhluk Tuhan. Tuhan adalah sesuatu yang paling rahasia, tujuan

akhir manusia akan terwujud apabila manusia mengarahkan usaha kepada kebersatuan

dengan pemberi hidup, atau sering disebut sebagai manunggaling kawula Gusti, atau

jumbuhing kawula Gusti.

Pada dasarnya manusia Jawa menganggap hidup sebagai serangkaian peristiwa

yang penuh kesengsaraan, yang harus mereka jalankan dengan tabah dan pasrah kepada

Tuhan. Sebaliknya aktivitas yang lebih berhubungan dengan kehidupan sosial, keluarga

ataupun ekonomi, diri harus hidup aktif dan senantiasa berusaha. Maka, jika

dibandingkan nrimo merupakan ungkapan kepasrahan terhadap Tuhan, sekaligus

berusaha untuk mencukupi kehidupannya. Tuhan yang samar-samar dan penuh rahasia,

namun meliputi seluruh kehidupan, dapat dipahami sebagai asal dan tujuan seseorang,

atau secara sederhana hidup itu sendiri.

4. Aplikasi Nrimo untuk Permasalahan Hidup

Hidup manusia dipenuhi oleh berbagai permasalahan hidup. Ketidakmampuan diri

untuk mengelola dan memecahkan masalah akan membauat diri menjadi stres dan

depresi. Seperti halnya permasalahan yang dihadapi oleh subjek paska gempa, subjek

menceritakan banyak masalah mulai timbul paska gempa, dari mencari keluarga yang

tertimpa reruntuhan, mencari kerabat atau saudara lainnya, bagi yang terluka berusaha

mencari pertolongan secara pribadi atau dibantu oleh orang lain, dan lain sebagainya.

Permasalahan kembali timbul, dari yang memiliki tempat tinggal yang nyaman, akibat

gempa subjek harus tinggal di tenda-tenda darurat, kelaparan dan kedinginan bahkan

harus kehilangan orang-orang yang mereka cintai.

Page 112: Diajukan oleh - USD

86

Diri yang tidak mampu mengatasi tuntutan-tuntutan internal maupun eksternalnya

akan mengakibatkan depresi bagi dirinya. Dalam psikologi kemampuan mengatasi

masalah dapat dikatakan sebagai coping. Coping didefinisikan sebagai perubahan

kognitif dan perilaku sebagai usaha untuk mengatasi tuntutan-tuntutan internal maupun

eksternal yang dinilai melebihi kemampuan seseorang (Folkman et al., 1986 dalam

Heriyana Sari, 2006). Selanjutnya Coping dapat diwujudkan dalam bentuk strategi

coping yang mengarah pada tingkah laku maupun proses kognitif individu dalam

menghadapi tekanan tertentu (Lazarus, 1981, dalam Heriyana Sari 2006). Bila

dirangkum maka, coping merupakan kemampuan diri untuk mengelola atau mengatasi

berbagai tuntutan masalah.

a. Coping

Menurut bentuknya, coping terbagi dua yaitu problem focused coping (PFC) dan

emotional focused coping (EFC). Problem focused coping (PFC) atau coping yang

berfokus pada masalah yaitu strategi coping yang dilakukan langsung mengarah pada

proses penyelesaian masalah/tekanan yang dihadapi yang melibatkan kognitif dan

perilaku/konatif (Dalton et al., 2001 dalam Heriyana Sari 2006).

Aspek utama dari PFC adalah kognitif individu untuk memikirkan bagaimana cara

menghadapi masalah atau situasi menekan.Sedangkan emotion focused coping (EFC)

atau coping yang berfokus pada emosi, merupakan strategi coping yang mengubah

persepsi seseorang mengenai situasi menekan yang dihadapi. (Snyder dalam Passer dan

Smith, 2004 dikutip oleh Heriyana Sari, 2006).

Dapat disimpulkan coping merupakan usaha manusia dalam mengatasi

permasalahannya. Coping melibatkan fungsi kognitif dan konatif. Fungsi kognitif untuk

Page 113: Diajukan oleh - USD

87

menilai, mempertimbangkan dan memutuskan, sedangkan fungsi konatif untuk

melaksanakan hasil dari fungsi kognitif.

Bagan ringkasan problem focused coping (PFC)

Bagan ringkasan emotional focused coping (EFC)

PFCsoca

PFCac

PFCrc

PFCsssfir

PFC

PFCp

Perilaku

Kognitif

EFCa

EFCd

EFCttr

EFCfave

EFCmd

EFCpr

EFCsssfer

Perilaku

EFC

Kognititf

EFCbd

(Berdasarkan Heriyana Sari, 2006)

b Nrimo sebagai bentuk Coping

Nrimo dimasukkan ke dalam coping sebagai usaha untuk menyelesaikan masalah,

maka coping yang dilakukan oleh subjek paska terjadi gempa merupakan emotional

focus coping. Melalui emotional focus coping subjek melakukan pendekatan coping

Page 114: Diajukan oleh - USD

88

dengan bentuk acceptance yaitu menerima secara sadar apa yang terjadi

dilingkungannya, positive reappraisal yaitu berusaha menciptakan makna positif dari

situasinya. Penerimaan subjek terhadap keadaannya ditunjukkan dengan berusaha

memperbaiki keadaan sesuai dengan perannya dengan penuh tanggung jawab.

Penghayatan kepada Tuhan dilakukan subjek sebagai dasar, sekaligus tujuan akhir dari

kesemuanya. Dalam wawancara tidak disebutkan denial menurut subjek yang berarti

subjek tidak mengingkari situasi yang sedang dihadapinya. Bila subjek mengingkari

situasi yang dihadapinya hanya akan menyebabkan sakit seperti yang sudah dibahas

sebelumnya. Sedangkan pada behavioral disengagement (pelepasan perilaku), lebih

cenderung kearah yang positif, karena subjek tidak menyerah terhadap keadaannya

bahkan berusaha untuk memenuhi tujuan hidupnya.

Nrimo mempunyai tujuan akhir yaitu Tuhan sebagai sumber hidup atau sangkang

paraning dumadi, seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Coping memiliki

tujuan yaitu kehidupan manusia itu sendiri, yaitu manusia yang mampu untuk menjalani

dan melanjutkan kehidupan paska terjadi konflik. Penghayatan terhadap Tuhan

membantu para subjek untuk mengendalikan tekanan sekaligus menjaga kesseimbangan

emosinya. Ellison (1991) (dikutip oleh Tylor dalam Heriyana Sari, 2006).

c Penyelesaian Masalah melalui Nrimo

Nrimo bagi masyarakat Jawa merupakan alat bantu untuk menghadapi

permasalahan hidupnya, karena melalui nrimo, diri menjadi lebih mampu menghadapi

kesulitan hidupnya. Sedangkan arah siklus tersebut dijelaskan dengan bagan berikut ini:

Page 115: Diajukan oleh - USD

89

hidup masalah Aktif

Eustress

kognitif intropeksi diri

Kesadaran diri

konatif tetap berusaha

Nrimo bagan menghadapi masalah melalui nrimo

Nrimo sendiri melibatkan unsur kognitif dan konatif manusia untuk menghadapi

masalah. Dalam nrimo, unsur kognitif lebih cenderung berasal dari intropeksi diri yang

dengan hikmah atas peristiwa yang berasal dari Tuhan, unsur konatif ialah keinginan

dari dalam diri untuk berusaha menghadapi hidupnya. Melalui nrimo terlihat

keoptimisan subjek untuk bangkit menghadapi hidupnya kembali. Subjek secara aktif

berusaha untuk bangkit dan dengan kreativitasnya berusaha untuk menemukan tujuan

hidupnya.

Nrimo mampu menghindarkan subjek dari stres akibat gempa, sebab dengan nrimo

subjek berusaha berhatan menghadapi penderitannya. Secara tidak langsung terlihat

nrimo mampu mengubah distress (stress yang buruk) menjadi eustress (stress yang

baik), yaitu mampu membuat diri menjadi sadar dan berkeinginan untuk mengurangi

penderitaan hidupnya.

d Sadar dan Aktif Menghadapi Permasalahan Hidup

Tampak dengan nrimo, diri mampu untuk mengatasi permasalahan hidup, sebab

melalui nrimo diri diberi daya tahan untuk juga menanggung nasib buruk. Bagi yang

memiliki sikap itu, suatu malapetaka akan kehilangan sengsaranya (dalam Suseno,

Page 116: Diajukan oleh - USD

90

1984). Seperti yang telah dibahas sebelumnya nrimo merupakan sikap hidup yang

positif, karena dengan nrimo diri menjadi rasional di dalam menghadapi permasalahan

hidupnya. Diri menjadi sadar akan keadaanya dan berusaha aktif untuk mencapai

tujuannya.

Dalam nrimo terdapat unsur bersyukur kepada Tuhan, dengan bersyukur, diri

menjadi tidak mengeluh akan kesulitan hidupnya, sehingga membantu diri untuk

berusaha aktif mengatasi permasalahan hidupnya. Selain itu, salah unsur nrimo ialah

tawakal dan berserah diri kepada Tuhan. Diri yang selalu berserah diri dan tawakal

kepada Tuhan akan menyadari keadaanya, sehingga tidak terjebak pada kondisi yang

tidak sehat, yaitu pribadi yang mengingkari keberadanyaa saat ini. Nrimo membantu diri

untuk lebih dekat dengan Tuhan sang pencipta hidup, karena Tuhan dapat digunakan

sebagai pegangan untuk mengatasi permasalahan hidup dan mencapai suatu

keseimbangan kejiwaan. Seperti dalam musibah gempa kemarin, subjek lebih memilih

untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan jalan berdoa dan pasrah. Hal ini senada

dengan penelitian Balavich (1995) (dikutip oleh Pitaloka, 2005 dalam Herdiyanto 2005)

yang menunjukkan religi memainkan peranan penting dalam mengatasi stres. Menurut

Dull dan Shokan (1995) (dalam Tylor, 1999 dikutip oleh Herliyana Sari, 2006) agama

juga bisa membantu proses coping karena agama menyediakan sistem kepercayaan dan

cara berpikir tentang peristiwa menekan yang membuat individu dapat mengambil

makna dari peristiwa tersebut. Terlihat nrimo memadukan rasioanalitas dan emosional

manusia yang berguna bagi diri untuk membantu dalam memecahkan masalah yang

sedang dihadapi.

Page 117: Diajukan oleh - USD

91

E. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti banyak memiliki keterbatasan dalam

melakukan penelitian. Keterbatasan-keterbatasan ini yakni:

Pemahaman dan penguasaan peneliti terhadap metodologi penelitian kualitatif,

terutama berkaitan dengan teknik pengambilan serta analisis data. Kurangnya

pemahaman terhadap analisis data secara kualitatif, menyebabkan penelitian ini sempat

terbengkalai karena peneliti merasa kesulitan dalam mengolah data mentah yang telah

diperoleh selama di lapangan.

Kurangnya peneliti untuk lebih menelusuri sumber-sumber tertulis yang berkaitan

dengan budaya Jawa dan referensi yang berkaitan dengan nrimo. Sulitnya menemukan

literatur yang membahas nrimo, menyebabkan peneliti kesulitan untuk mendapatkan

dukungan teoritis yang up to date mengenai menghayatan, mengamalan nilai-nilai

nrimo pada masa kini.

Alat dan metode pengumpulan data, yakni wawancara dan observasi yang kurang

maksimal, sehingga kurang lengkap untuk menjelaskan nrimo sebagai bentuk

pemecahan masalah. Metode wawancara semi terstruktur yang dilakukan hanya satu

kali wawancara dalam mengumpulkan data, sehingga respon subjek terbatasi dan data

yang didapatkan juga kurang mendalam, sebenarnya dapat digunakan wawancara

kelompok untuk dapat mengatasi bias pada wawancara individual ataupun teknik

wawancara tidak struktur untuk memperdalam respon subjek. Sedangkan alat

pengumpul data yang lain, yaitu observasi tidak secara maksimal digunakan oleh

peneliti, yaitu observasi yang hanya dilakukan pada saat wawancara berlangsung

Page 118: Diajukan oleh - USD

92

sehingga tidak dapat memberikan banyak kontribusi lengkap terhadap pemahaman

secara menyeluruh tentang nrimo menurut subjek penelitian.

Page 119: Diajukan oleh - USD

100

Hal yang Akan Diungkap Pertanyaan

Pengertian nrimo Menurut anda apakah nrimo itu ?

Sikap/perbuatan yang

menimbulkan nrimo dan

akibatnya

Hal-hal apa sajakah yang membut anda merasa

nrimo ?

Keadaan yang bagaimana yang membuat anda

merasa nrimo ?

Apa yang terjadi apabila anda merasa nrimo ?

Apa yang anda lakukan ketika merasa nrimo ?

Mengetahui kapan subyek

tidak merasa nrimo

Kapan Anda tidak perlu merasa nrimo ?

Bilamana nrimo dianggap

sebagai sikap yang baik atau

buruk

Apakah nrimo itu baik ataukah buruk ?

mengapa?

Dapatkah nrimo dianggap sebagai sesuatu yang

baik/buruk ? Mengapa?

Rasa nrimo ketika subyek

berbuat sesuatu yang

mengalami musibah

Mengapa anda merasa nrimo ketika mengalami

musibah tersebut ?

Apa sajakah yang anda rasakan ketika anda

nrimo ketika mengalami musibah?

Tentang ora nrimo Menurut pengertian anda apakah yang

dimaksud dengan istilah ora tau nrimo ?

Orang yang bagaimana yang dapat disebut

sebagai orang yang ora tau nrimo ?

Pemahaman tentang makna

nrimo

Bagaimana anda menerapkan nrimo didalam

kehidupan anda sehari-hari?

Ceritakan pengalaman anda saat mengalami

nrimo

Page 120: Diajukan oleh - USD

101

Inventarisasi perasaan saat

subyek merasa nrimo

Bagaimana perasaan anda ketika nrimo ?

Hubungan nrimo dengan

sabar dan ihklas

Menurut anda sabar itu apa?

Menurut anda ihklas itu apa?

Bagaimana kaitan antara perasaan nrimo

dengan sabar ?

Bagaimana kaitan antara perasaan nrimo

dengan ihklas

Apakah sabar dan ihklas bisa menimbulkan

nrimo ? bagaimana contohnya ?

Page 121: Diajukan oleh - USD
Page 122: Diajukan oleh - USD
Page 123: Diajukan oleh - USD
Page 124: Diajukan oleh - USD
Page 125: Diajukan oleh - USD
Page 126: Diajukan oleh - USD
Page 127: Diajukan oleh - USD