Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

25
BAB I PENDAHULUAN Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan toksin yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium perfringens. Infeksi ini sangat berbahaya dan dapat mengancam kehidupan. Pada tahun 1861, Louis Pasteur mengidentifikasi spesies Clostridium pertama yaitu Clostridium butyricum, kemudian pada tahun 1892 Welch dan peneliti lain mengisolasi basil anaerob gram positif dari luka gangren. Organisme ini awalnya dinamakan Bacillus aerogenes capsulatus yang kemudian berganti nama menjadi Perfringens baccilus, Clostridium welchii, dan sekarang dikenal dengan Clostridium perfringens (1,2,3,4) . Alfa toksin adalah toksin yang memegang peranan penting dalam pembentukan gas gangren. Toksin ini merupakan suatu Phospholipase- C yang dapat mengkatalis hidrolisis dari phosphatidylcholine menjadi choline phosphate and 1,2- diacylglycerol sehingga dapat merusak sel (3,5,6) . Gas gangren merupakan masalah yang serius pada masa perang dunia I. Selama periode tersebut 6 % dari fraktur terbuka dan 1 % dari semua luka terbuka berkembang menjadi gas gangren. Frekuensi ini terus menurun menjadi 0,7 % pada perang dunia II, 0,2 % pada perang Korea dan 0,002 % pada perang Vietnam (3) . 1

description

Diagnosis dan Penatalaksanaan gas gangren,Medishad

Transcript of Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

Page 1: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

BAB I

PENDAHULUAN

Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan toksin

yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium perfringens. Infeksi ini

sangat berbahaya dan dapat mengancam kehidupan. Pada tahun 1861, Louis Pasteur

mengidentifikasi spesies Clostridium pertama yaitu Clostridium butyricum, kemudian

pada tahun 1892 Welch dan peneliti lain mengisolasi basil anaerob gram positif dari luka

gangren. Organisme ini awalnya dinamakan Bacillus aerogenes capsulatus yang

kemudian berganti nama menjadi Perfringens baccilus, Clostridium welchii, dan

sekarang dikenal dengan Clostridium perfringens(1,2,3,4).

Alfa toksin adalah toksin yang memegang peranan penting dalam

pembentukan gas gangren. Toksin ini merupakan suatu Phospholipase- C yang dapat

mengkatalis hidrolisis dari phosphatidylcholine menjadi choline phosphate and 1,2-

diacylglycerol sehingga dapat merusak sel(3,5,6).

Gas gangren merupakan masalah yang serius pada masa perang dunia I. Selama

periode tersebut 6 % dari fraktur terbuka dan 1 % dari semua luka terbuka berkembang

menjadi gas gangren. Frekuensi ini terus menurun menjadi 0,7 % pada perang dunia II,

0,2 % pada perang Korea dan 0,002 % pada perang Vietnam(3).

Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 3000 kasus gas gangren per tahun, dimana

1.100 diantaranya meninggal dunia sedangkan di Indonesia belum ada data yang jelas

mengenai insiden dari gas gangren ini(3,5).

Apabila dilihat dari penyebabnya gas gangren dapat dibagi menjadi 3 yaitu post

traumatik, pasca operasi dan spontan. Gas gangren posttraumatik merupakan yang

terbanyak yaitu sekitar 60 % dari keseluruhan kasus, dan kebanyakan terjadi karena

kecelakan mobil sedangkan gas gangren spontan adalah gas gangren dengan prognosa

yang sangat buruk. Gas gangren spontan disebut juga metastasis gas gangren karena

memang sebagian besar( 80 %) gas gangren ini memiliki hubungan dengan keganasan

terutama keganasan hematologi (40%) dan kolorektal (34%)(3,4).

1

Page 2: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

Mengingat gas gangren adalah penyakit yang dapat menyebar dengan cepat dan

dapat mengancam kehidupan maka diperlukan penatalaksaan yang komprehensif

terhadap pasien yang menderita penyakit ini meliputi:

Pemberian antibiotik

Pemberian hiperbarik oksigen

Pemberian vaksin dan antitoksin

Konsultasi bedah untuk tindakan debridemand

Terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu metoda pengobatan dimana pasien

diberikan pernapasan oksigen murni (100%) pada tekanan udara yang dua hingga tiga

kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (satu atmosfer). Dengan kondisi

tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu

organisme mendapatkan kondisi yang optimal. Dalam melaksanakan terapi aksigen

hiperbarik harus diperhatikan sekali indikasi, kontraindikasi, ataupun efek samping yang

akan muncul kemudian(8,9,10).

Penggunaan vaksin dalam pengobatan gas gangren masih kontroversi karena tidak

banyak laporan penggunaannya pada manusia. Studi yang saat ini banyak dilakukan

adalah dengan menggunakan binatang sebagai objek percobaan sehingga efektivitasnya

pada manusia masih diragukan. Sedangkan antitoksin terhadap gas gangren sudah

banyak digunakan sebagai propilaksis ataupun pengobatan. Antitoksin ini berasal dari

serum kuda yang telah diimunisasi.

Angka kematian pasien dengan gas gangren yang dihubungkan dengan trauma

adalah sekitar 25 % dan persentase ini meningkat mencapai 100 % pada kasus kasus gas

gangren spontan. Diagnosis dan penatalaksanaan dini dapat memperbaiki angka harapan

hidup. (3,21).

Penyusunan reperat ini berlatar belakang pentingnya diagnosis serta

penatalaksanaan yang komprehensif terhadap pasien dengan gas gangren.

2

Page 3: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

BAB II

GAS GANGREN

2.1. Epidemiologi

Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan toksin

yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium perfringens(1).

Pada tahun 1861, Louis Pasteur mengidentifikasi spesies Clostridium pertama

yaitu Clostridium butyricum, kemudian pada tahun 1892 Welch dan peneliti lain

mengisolasi basil anaerob gram positif dari luka gangren. Organisme ini awalnya

dinamakan Bacillus aerogenes capsulatus yang kemudian berganti nama menjadi

Perfringens baccilus, Clostridium welchii, dan sekarang dikenal dengan Clostridium

perfringens(1,2,3,4).

Clostridium perfringens adalah yang paling umum penyebab gas gangren

(80-90 %). Spesies lain yang dapat menyebabkan gas gangren adalah Clostridium nouyi,

Clostridium septikum, Clostridium hictolyticum, Clostridium bifermenstan dan

Clostridium fallax(4,12). Sonavane A dkk(2008) mendapatkan dari 64 kasus gas gangren

90,6 % penyebabnya adalah Clostridium perfringens

Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 3000 kasus gas gangren per tahun, dimana

1.100 diantaranya meninggal dunia sedangkan di Indonesia belum ada data yang jelas

mengenai insiden dari gas gangren ini(3,5).

2.2. Patogenesis

Clostridium perfringens adalah basil gram positif yang bersifat anaerob.

Organisme ini membentuk spora dan hidup dimana-mana terutama di daerah tanah yang

yang subur. Clostridium juga termasuk flora normal di usus, kulit dan saluran reproduksi

wanita(13,14,15).

Organisme ini menghasilkan sedikitnya 12 eksotoksin dimana α,β ,ε dan θ adalah

empat toksin utama yang dapat menyebabkan kematian. Clostridium perfringens dibagi

menjadi lima tipe yaitu A,B,C,D dan E berdasarkan toksin utama yang

dihasilkannya(tabel 1)(16,117,18,19,20).

3

Page 4: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

Tabel 1.Hubungan antara biotype Clostridium perfringens dengan penyakit pada

manusia dan binatang(16)

Alfa toksin adalah toksin yang paling berperan dalam pembentukan gas gangren.

Toksin ini terdiri dari 370 residu zinc metalloenzim yang merupakan suatu

Phospholipase- C dan dapat berikatan dengan memban sel dengan bantuan ion kalsium.

Phospholipase- C adalah suatu enzim yang dapat mengkatalis hidrolisis dari

phosphatidylcholine (phospholipid lainnya) menjadi choline phosphate and 1,2-

diacylglycerol dan dapat menyebabkan kerusakan sel dengan jalan hidrolisis dari

komponen utama membran sel. Toksin ini juga dapat menyebabkan lisis dari eritrosit,

leukosit, platelet, fibroblast dan sel otot(3,5,6).

Gambar 1. Struktur Kristal α toksin Clostridium perfringens(16).

4

Page 5: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

Infeksi gas gangren terjadi karena masuknya spora Clostridium kedalam luka.

Luka pada jaringan akan mengganggu suplai darah sehingga akan menyebabkan iskemia

dan penurunan potensial reaksi oksidasi/ reduksi di jaringan. Semua ini akan

memudahkan spora dari Clostridium untuk berkembang(3,18).

Sewaktu Clostridium bermultiplikasi bermacam macam eksotoksin dilepaskan ke

jaringan sekitarnya sehingga infeksi akan menjalar ke jaringan subkutan yang akan

menyebabkan selulitis dan jaringan otot sehingga terjadi nekrosis otot yang progresif.

Fermentasi anaerob didalam otot yang nekrosis akan menyebabkan terbentuknya gas

gangren(3,18)

2.3. Faktor risiko(21)

Faktor-faktor resiko untuk terjadinya gas gangren antara lain:

Pemakai alkohol

Malnutrisi

Trauma

Diabetes Melitus

Pemakaian kortikisteroid

Keganasan pada Traktus Gastrrointestinal

Penyakit hematologi yang disertai dengan imunosupresi

Injeksi intra muskular ataupun subkutan

2.4. Pembagian gas gangren berdasarkan penyebab (2,3,4,7)

Dilihat dari penyebabnya gas gangren dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu

posttraumatik, postoperative dan spontan.

1. Gas gangren posttraumatik merupakan 60 % dari keseluruhan kasus gas gangren.

Gas gangren posttraumatik antara lain:

a) Sebagian besar kasus adalah kecelakaan lalu lintas

b) Komplikasi trauma yang timbul akibat fraktur tertutup, luka tembak, luka

bakar.

5

Page 6: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

2. Postoperative gas gangren.

a) Operasi traktus gastrointestinal

b) Operasi traktus genitourinarius

c) Aborsi

d) Amputasi

e) Turniket, gips, perban yang dipasang terlalu ketat.

3. Spontan

a) Dikenal sebagai nontraumatik, idiopatik, atau metastasis gas gangren.

b) Paling sering merupakan infeksi campuran yang disebabkan oleh

C. septikum, C. perfringens, dan C. nouvy. Angka kematian akibat infeksi

ini mendekati 100 %

c) Kira-kira 80 % pasien tanpa trauma memiliki hubungan dengan

keganasan. Dari jumlah tersebut 40 % adalah keganasan hematologic dan

34 % adalah keganasan kolorektal.

.

6

Page 7: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

BAB III

DIAGNOSIS

Diagnosis gas gangren dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

3.1 Anamnesis

Riwayat pasien dengan gas gangren tergantung pada faktor- faktor yang dapat

menimbulkan infeksi. Sebagian besar pasien gas gangren posttraumatik mempunyai

cedera serius pada kulit, jaringan lunak ataupun fraktur terbuka. Pasien dengan gas

gangren postoperatif sering disebabkan oleh operasi traktus gastrointestinal dan traktus

biliaris. Sebaliknya pasien keganasan yang dihubungkan dengan gas gangren spontan

tidak ada riwayat yang spesifik.

Keluhan yang pertama dan paling sering dirasakan pasien dengan gas gangren

adalah nyeri yang timbul secara tiba- tiba, makin lama makin berat dan meluas sesuai

dengan penyebaran dari gas gangren. Beberapa ada yang mengeluhkan perasaan berat

pada ekstremitas yang terkena. Infeksi dapat disertai dengan demam dan perubahan dari

status mental(3,4).

3.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh sebelum berfokus pada bagian tubuh

yang terlibat(1,2,3,4).

Tanda- tanda vital dapat menunjukkan toksisitas sistemik meliputi demam,

takikardi, takipneu, hipotensi, dan hipoksia.

Pembengkakan lokal dan eksudat serosanguineous muncul segera setelah timbul

rasa sakit.

Kulit berubah menjadi warna perunggu, kemudian berkembang menjadi biru

kehitaman disertai dengan pembentukan bulae hemoragis.

Dalam beberapa jam wilayah sekitarnya menjadi udem.

Krepitasi (+)

Rasa sakit dan nyeri tidak sebanding dengan gambaran luka yang ditemukan.

7

Page 8: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

3.3 Pemeriksaan Laboratorium(1,2,3,4)

Leukosit normal tetapi dapat juga meningkat terutama yang immatur.

Peningkatan hasil tes fungsi hati yang mungkin disebabkan oleh kerusakan hati

yang progresif.

Peningkatan blood urea nitrogen dan kreatinin.

Mionekrosis dapat meningkatkan serum aldolase, kalium, laktat dehidroginase,

dan phospokinase.

Gas darah menunjukkan adanya asidosis metabolic

DIC

Pada pewarnaan gram nampak adanya batang gram positif dan tidak ditemukan

adanya sel PMN. Organisme lain juga hadir hingga 75 % kasus. Tes ini sangat

penting untuk diagnosis cepat.

Gambar 2. Clostridium perfringens pada pewarnaan gram(22).

Pemeriksaan Phospholipase- C ( sialidase ) yang dihasilkan oleh Clostridia dapat

dilakukan pada serum dan cairan luka. Tes ini memberikan hasil yang cepat yaitu

dibawah 2 jam dan dapat digunakan sebagai konfirmasi dari hasil pewarnaan

gram.

8

Page 9: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

3.4 Pemeriksaan penunjang lainnya

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan Roentgen menggambarkan pola bulu-bulu halus dijaringan.

Gambar 3. Gas gangren pada ektremitas(23).

Pemeriksaan kultur

Clostridium perfringens fosfolipase menyebabkan kekeruhan di sekitar koloni

pada media kuning telur (nagler plate)

Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaaan histologi menunjukkan adanya inflamasi dan nekrosis otot.

9

Page 10: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

BAB IV

PENATALAKSANAAN

Dalam penatalaksanaan gas gangren diperlukan diagnosis dan penatalaksanaan

cepat dan agresif.

Pemberian antibiotik

Terapi Hiperbarik Oksigen

Pemberian vaksin dan antitoksin

Tindakan debrideman

4.1 Pemberian antibiotik

Antibiotik yang sering dipakai antaralain(3,4,21):

1.Penisilin G

Merupakan obat pilihan untuk infeksi dengan dosis 10- 20 juta unit/hari. Obat ini

menghambat sintesis dinding sel bakteri selama proses multipikasi.

2.Klindamisin

Obat ini menghambat sintesis protein bakteri. Dosis yang digunakan adalah 600-1200

mg/hari.

3.Metronidazol

Aktif terhadap bakteri anaerob dan protozoa dan pemakainnya tidak boleh lebih dari 4

gram/hari.

4.Vancomisin

5.Kloramfenikol

6.Tetrasiklin

Sekarang kombinasi antara Penicillin dan Clindamycin sudah secara luas digunakan.

Kombinasi Clindamycin dan metronidazol adalah pilihan apabila pasien alergi

penicillin(3).

Studi terbaru menunjukkan obat penghambat sintesis protein (Clindamiccin,

Chloramfenicol, rifamfisin, tetrasiklin) lebih efektif karena menghambat sintesis

eksotoksin Clostridium dan mengurangi efek lokal ataupun sistemik dari toksin

tersebut(3).

10

Page 11: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

4.2 Terapi hiperbarik oksigen

Secara umum, terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu metoda pengobatan

dimana pasien diberikan pernapasan oksigen murni (100%) pada tekanan udara dua

hingga tiga kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (satu atmosfer).

Terapi Hiperbarik Oksigen (HBO) untuk pertama kalinya di gunakan

untuk menanggapi penyakit dekompresi. Suatu penyakit yang di alami oleh penyelam dan

pekerja tambang bawah tanah akibat penurunan tekanan (naik ke permukaan) secara

mendadak. Saat ini terapi HBO selain untuk penyakit akibat penyelaman juga diindikasi

untuk berbagai penyakit klinis dan termasuk juga gas gangrene(8,9).

Perlu disadari bahwa terapi HBO yang bermanfaat bagi beberapa macam

penyakit, ternyata menjadi Kontraindikasi bagi kondisi dan jenis penyakit tertentu, dan

dari beberapa penelitian rupanya HBO juga dapat menyebabkan beberapa Komplikasi.

Prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada tingkat

seluler akan menyebabkan  gangguan kehidupan pada semua organisme. Dengan kondisi

tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu

organisme mendapatkan kondisi yang optimal.

Terapi HBO memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel

endotel. Pada sel endotel ini HBO terapi juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel

growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu

peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan

bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu

tahapan dalam penyembuhan luka(10,25).

Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama terapi HBO

yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami

edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang besar.

Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi. Peningkatan

fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong terjadinya

vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi

hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi,

11

Page 12: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN- γ menyebabkan TH-1 meningkat

yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya

Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pada luka, HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan edema(10,25).

Tabel 2.indikasi hiperbarik oksigen terapi(9)

No Indikasi

1

2

3

4

5

Embolisme gas dan udara

Keracunan karbonmonoksida (CO Smoke inhalation)

Cedera remuk (Crush Injury)

Keracunan gas sianida

Penyakit dekompresi

6 Meningkatkan penyembuhan luka-luka pada:

ulkus diabetikum

ulkus stasis venosus

ulkus dekubitus

ulkus insufisiensi arterial

7 Anemia (Exceptional blood loss)

8 Infeksi jaringan lunak bernekrosis

selulitis anaerob krepitan

gangrene bakterial progresif

fasitis nekrosis

Penyakit Fournier

9 Gas gangren kuman Clostridial

10 Osteomyelitis refrakter

11 Nekrosis karena radiasi

12 Tandur kulit (skin grafts and flaps )

13 Luka bakar

Tabel 3. Kontraindikasi hiperbarik oksigen(9).

12

Page 13: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

No Kontraindikasi

1 Infeksi saluran nafas atas (ISNA)

2 Gangguan kejang

3 Emfisema dengan retensi C02

4 Lesi asimtomatik pada paru

5 Riwayat pernah bedah thoraks dan telinga

6 Demam tinggi

7 Tumor (Malignant Disease)

8 Kehamilan

Percobaan pada hewan membuktikan peningkatan terjadinya cacat bawaan

pada janin bila HBO diberikan pada awal kehamilan. Namun jika nyawa si

ibu terancam, keracunan gas CO misalnya, terapi HBO harus diberikan.

9 Neuritis opticus

Tabel 4.Komplikasi hiperbarik oksigen(9).

No Komplikasi

1 Barotrauma telinga

2 Nyeri sinus

3 Miopia dan katarak

4 Barotrauma Paru

5 Kejang

6 Penyakit Dekompresi

7 Klaustrofobia

Manfaat hiperbarik oksigen pada kasus gas gangren adalah:

Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada

aliran darah yang berkurang

Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran darah

pada sirkulasi yang berkurang

Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Closteridium

perfingens

13

Page 14: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.

Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup

Meningkatkan produksi antioksidan tubuh(8,9,10,12).

4.3 Pemberian vaksin dan antitoksin

Memahami struktur dan fungsi dari α- toxin sangat penting dalammerancang

suatu vaksin yang dapat melindungi dari gas gangren. Secara struktural α- toksin terdiri

dari 2 protein domain yaitu N- terminal domain dan C- terminal domain. Vaksin yang

digunakan saat ini berasal dari protein domain α- toksin yang secara imunologi

merupakan fragmen yang masih aktif.

Penggunaan vaksin dalam pengobatan gas gangren masih kontroversi karena tidak

banyak laporan penggunaannya pada manusia. Studi yang saat ini banyak dilakukan

adalah dengan menggunakan binatang sebagai objek percobaan sehingga efektivitasnya

pada manusia masih diragukan. Sedangkan antitoksin terhadap gas gangren sudah

banyak digunakan sebagai propilaksis ataupun pengobatan. Antitoksin ini berasal dari

serum kuda yang telah diimunisasi(16,26).

4.4 Tindakan debrideman

Tindakan debrideman luka diperlukan untuk pengeluaran benda asing atau segala

kotoran yang ada pada luka disertai dengan pembuangan jaringan yang nekrosis sehingga

yang tinggal hanya jaringan yang baik peredaran darahnya. Dikarenakan proses penyakit

dapat terus melibatkan jaringan tambahan maka diperlukan explorasi dan debridemand

yang berulang(3,4).

Amputasi dilakukan apabila terdapat jaringan nekrosis yang luas serta melibatkan

jaringan otot.

BAB V

PENUTUP

14

Page 15: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

5.1 Kesimpulan

1. Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan toksin yang

dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium perfringens.

2. Alfa toksin adalah salah satu toksin yang dihasilkan oleh Clostridium perfringens

dan toksin ini memegang peranan penting dalam pembentukan gas gangren.

3. Gas gangren berdasarkan penyebab dapat dibagi menjadi 3 yaitu post traumatik,

pasca operasi dan spontan.

4. Pewarnaan gram dan pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi Phospholipase- C dapat

digunakan untuk diagnosis cepat pada pasien dengan gas gangren.

5. Penatalaksanaan gas gangren meliputi: pemberian antibiotik, terapi oksigen

hiperbarik, pemberian antitoksin dan tindakan debrideman.

5.2 Saran

1. Perlunya diagnosis dan penatalaksanaan dini pada pasien dengan gas gangren

2. Perlunya terapi oksigen hiperbarik pada kasus gas gangren

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

1. Sande M A. Gas gangrene. In: Internal Medicine. Ed. Stein JH et al.5th edition.

Mosby Inc, Missouri.1998.p.1422-23.

2. Neubauer RA. Using HBOT to threat Infection. In: Hyperbaric Oxigen therapy.

Ed James L. Penguin Putnan.Inc. New York.1998.p.65-74.

3. Ho H. Gas gangrene. Diakses dari http://emedicine.medscape.com.

4. Revis DR.Clostridial Gas Gangrene. Diakses dari http://emedicine.medscape.com.

5. Phospholipase-C. Diakses dari http:/www.absoluteastronomy.com

6. Phodphplipase-C. diakses dari http://www.wikipedia.org

7. Spink WW. Supuratif Desease. In: Infectious Desease. University Of Mineshota

Press.1998.p.264-304.

8. Oktaria S. terapi oksigen hiperbarik. Diakses dari http://www.klikdokter.com

9. Dana D. Manfaat, pantangan dan efek lanjutan terapi oksigen hiperbaik. Diakses

dari http://beta.tnial.mil.id

10. Farmasia. Sinergi antara radioterapi dengan terapi oksigen hiperbarik. Diakses

dari http://www.majalah-farmasia.com

11. Sonavane A. Gas gangrene at tertiary care centre. Bombay hospital

journals.2008.50:10-13.

12. Kluwer W. Gas gangrene. In: Professional Guide to desease. Ed. Holmes et al, 9 th

edition. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia.2009.p.930-2.13. Fauci. Anaerob Infectious. In: Horrisons manual of Medicine. Ed. Shanahan et al.

17th edition. The Mc-Graw-Hill Companies. New York.2008.p.528-34.

14. Oacley CL. Gas gangrene. Diakses dari http://bmb.oxfordjournals.org

15. Bryant AE,Stevens DL. The pathogenesis of gas gangrene. In: The Clostridia.

Ed.Rood JI.Academic Press. Sandiago.1997.p.185-96

16. Titball RW. Gas gangrene: an open and closed case. Microbiology 2005.

151:2821-28

17. Ridad AM. Infeksi dan inflamasi. Dalam buku ajar ilmu bedah. Editor

sjamsuhidayat R, de jong W. edisi revisi. Penerbit buku kedokteran EGC.

Jakarta.1996.p.1-70

18. Baron S. Gas gangren and related clostridial wound infections. Diakses dari

http:/www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf.

16

Page 17: Diagnosis dan Penatalaksanaan Gas Gangren

19. Stevens DL. Necrotizing clostridial soft tissue infections. In: The cloctridia. Ed

Rood JI el al. academic press. Sandiago.1997.p.141-52

20. Correa AG. Anaerobic bacteria. In: textbook of pediatric infections desease. Ed

Feigin RD. 5th edition. Elsevier inc. philadelpia.p.1751-8

21. Gas gangrene. Diakses dari http://www.patirnt.co.uk.

22. Clostridium perfringens. Diakses dari http://www.biotech.com

23. Gas gangrene. Diakses dari http://www.ortosupersite.com

24. Feirera R.ASB in blood cultures. Diakses dari http://microblog.me.uk/wp_content

25. Wiyono H. Pemanfaatan Hiperbarik. Diakses dari http://penyakitdalamonline.com

26. Mixed gas gangrene antitoxin I.P. Diakses dari http://www.bharatserums.com

17