DI RUMAH SAKIT SYARIFAH AMBAMI RATO EBHU€¦  · Web viewBayi dikatakan diare bila BAB melebihi 3...

77
CONTOH MAKALAH REFLEKSI KASUS

Transcript of DI RUMAH SAKIT SYARIFAH AMBAMI RATO EBHU€¦  · Web viewBayi dikatakan diare bila BAB melebihi 3...

CONTOH

MAKALAH REFLEKSI KASUS

MAKALAH REFLEKSI KASUS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA

DI RUMAH SAKIT SYARIFAH AMBAMI RATO EBHU

Nama Mahasiswa : ……………………….

NIM : ………………………..

STASE 704 (PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN NIFAS, MENYUSUI DAN NEONATUS) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

STIKES NGUDIA HUSADA MADURA

2019

DAFTAR ISI

Lembar PengesahaniKata PengantariiDaftar IsiiiiBAB I PENDAHULUANLatar Belakang1Tujuan2Rumusan masalah3Manfaat3BAB II PEMBAHASANDefinisi8Etiologi9Patofisiologi 11Manifestasi klinis132.5 Komplikasi 15Pemeriksaan penunjang17Penatalaksanaan20Pengunaan partograf22BAB III PENUTUP3.1. Laporan kasus37DAFTAR PUSTAKA38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

2 Menurut survei demografi dan kesehatan Indonesia 2002 – 2003, angka kematian neonatal sebesar 20 per 100 kelahiran hidup. Dalam satu tahun sekitar 89.000 bayi berumur dibawah 1 bulan meninggal. Artinya setiap 6 menit ada 1 bayi meninggal. Asfiksia merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatal (27%) setelah BBLR (29%).

3 Secara umum penyebab asfiksia dibagi dalam 3 faktor: faktor ibu, faktor tali pusat dan faktor bayi itu sendiri seperti: bayi prematur(<37 minggu), persalinan dengan tindakan (rangsang, bayi kembar, distonsia bahu, ekstrasi vakum, forcep), kelahiran bawaan dan air ketuban bercampur mekonium.

4 Pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan telah mencapai 73,14% (profil kesehatan Indonesia, 2003) dan sebagian besar persalinan tersebut dilakukan oleh Bidan. Bidan sebagai penolong persalinan, sering kali dihadapkan dengan keadaan bayi lahir mengalami asfiksia. Dimana asfiksia dapat menyebabkan cacat mental, pneumonia, dan kematian. Dalam keadaan demikian Bidan harus melakukan tindakan tertentu agar BBL dapat bernafas spontan segera mungkin. Untuk dapat melakukan tindakan tersebut , Bidan harus trampil dan kompentensi dalam manajen asfiksia BBL dan juga diperlukan perawatan yang intensif.

5 Maka pada kesempatan ini penulis tertarik untuk memberikan asuhan dengan asfiksia sedang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Bayi asfiksia di RSUd syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Asuhan Kebidanan Bayi asfiksia di RSUd syarifah Ambami Rato Ebhu Bangka Bayi Ny. X dengan asfiksia di RSUd syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk melakukan pengumpulan data pada Bayi asfiksia di RSUd syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan

di PKM Arosbaya Tahun 2019.

2. Untuk mengidentifikasi diagnosa masalah dan kebutuhan pada Bayi Ny. X dengan asfiksia di RSUd syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan.

3. Untuk mengantisipasi diagnosa masalah dan potensial Bayi Ny. X dengan asfiksia di RSUd syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan.

4. Untuk mengetahui tindakan segera pada Ny. X dengan Mastitis di PKM Arosbaya Tahun 2019.

5. Untuk menyusun rencana asuhan kebidanan yang menyeluruh Bayi Ny. X dengan asfiksia di RSUd syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan.

6. Untuk melakukan tindakan asuhan kebidanan yang aman sesuai dengan rencana kebidanan pada Bayi Ny. X dengan asfiksia di RSUd syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan

7. Untuk melakukan evaluasi terhadap asuhan kebidanan Ibu Nifas Bayi Ny. X dengan asfiksia di RSUd syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Bayi

2.1.1 Pengertian Bayi

Bayi adalah tahapan pertama kehidupan seorang manusia setelah terlahir dari seorang ibu, pada masa ini perkembangan otak dan fisik bayi selalu menjadi perhatian utama, terutama pada bayi yang terlahir prematur maupun bayi yang terlahir cukup bulan namun memili berat badan rendah (Setiatava,2012). Bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir pada usia kehamilan genap37-41 minnggu (259-294 Hari) dengan berat badan 2500 gram-4000 gram, dengan presentasi kepala atau letak sungsang yang melewati vagina tampa memakai alat. Neonatus adalah bayi baru lahir yang menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus (Naomy Marie Tando, 2016).

2.1.2 Adaptasi Bayi Baru Lahir Terhadap Kehidupan di Luar Uterus

Periode neonatal merupakan periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan karena pada periode ini terjadi transisi dari kehidupan dalam kandungan ke kehidupan di luar kandungan yang merupakan perubahan yang drastis. Proses daptasi ini menuntut perubahan fisiologis yang bermakna dan dan efektif pada bayi, guna memastikan kemampuan bertahan hidup. Proses penyesuaian kehidupan dalam kandungan dengan kehidupan di luar uterus disebut adapatasi fisiologis.

Kemampuan adaptasi fisiologis disebut dengan homeostosis yang mencakup semua semua kemampuan dalam mempertahankan fungsi vital. Homeostosis di-pengaruhi olehproses perkembangan, termasuk pertumbuhan dan perkembangan di dalam kandungan. Kemampuan neonatus cukup bulan akan memadai, tetapi pada bayi kurang bulan bisa terdapadat gangguan mekanisme adaptasi sehingga dapat terjadi perdarahan kranial atau sindrom gawat napas neonatus, atau hiperbilirubinia. Pada nenatus lewat waktu dapat terjadi hambatan pada pertumbuhan janin intauterin akibat penurunan plasenta. Hal ini dapat menyebabakan hipoksia janin.

Adapun adaptasi fisiologis pada bayi di antara:

1. Adaptasi di Luar Uterus yang Terjadi Secara Cepat

a) Adaptasi sistem pernafasan

sistem pernafasan adalah sistem yang paling tertantang ketika terjadi perubahan dari lingkungan dalam kandungan ke luar. Organ yang bertanggung jawab untuk oxygenasi janin sebelum bayi keluar dalah plasenta. Janin mengembangkan otot-otot yang diperlukan untuk bernafas dan menunjukkan gerakan bernafas sepanjang trimester II dan III (Marie, 2016).

Cairan yang mengisi mulut dan trakea keluar sebagian dan udara mulai mengisi saluran trakea. Pernafasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi 30 menit pertama sesudah bayi lahir. Selain adanya surfaktan, usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli adalah menarik nafas dan mengeluarkan nafas dengan merintih sehingga udara tertahan di dalam.respirasi pada neonatus biasanya dalah pernafasan diafragma dan abdomen, sedangkan kedalaman pernafasan belum teratur. Apabila surfaktan berkurang, alveoli akan kolaps dan paru-[aru kaku sehingga terjadi etelekrasis.

Saat kepala bayi melewati jalan lahir, bayi mengalami penekanan yang tinggi pada toraksnya, dan tekanan ini akan hilang secar tiba-tiba setelah bayi lahir. Proses mekanik ini menyebabkan cairan di paru-paru hilang karena terdorong pada daerah perifer paru yang kemudian diabsorpsi. Karena terstimulasi oleh sensor kimia, suhu, dan mekanis, akhirrnya bayi memulai aktifasi nafas untuk pertama kali (Sulis, 2014).

Tekanan intratoraks yang negatif disertai aktifivsi nafas yang pertama memunkinkan udara masuk ke dalam paru-paru. Setelah beberapa kali napas, udara dari luar mulai mengisi jalan nafas dan trakea dan bronkus yang akhirnya semua alveolus mengembang karena terisi uadara. Fungsi alveolus akan maksimal jika dalam paru-paru bayi terdapat surfaktan yang adekuat. Surfaktan dapat menstabilakan dinding alveolus sehingga alveolus tidak kolaps saat akhir napas (Marie, 2016).

Napas aktif pertama memulai peristiwa tanpa gangguan yang membantu perubahan sirkulasi dewasa, mengosongkan paru dan cairan, menetapkan volume paru neonatus dan karakteristik fungsi paru pada bayi baru lahir, dan mengurangi tekanan arteri pulmonalis. Ketika kepala bayi dilahirkan, lendir keluar dari hidung dan mulut bayi. Banyak bayi baru lahir megap-megap dan bahkan menangis pada saat itu. Oleh sebab itu pengisapan mulut dan hidung dengan auction dari karet tidak diperlukan alat pengisap baru diperlukan apabila usaha napas bayi baru lahir berkurang atau ketika mekonium perlu dibersihkan dari jalan nafas. Stimulasi fisik perlu dilakukan untuk membantuk proses pernasan awal adalah melakukan stimulasi taktil, seperti mengusap punggung bayi, mengeringkan tubuh bayi (Marie, 2016).

b) Adaptasi sistem sirkulasi

Aliran darah dari plasenta berhenti pada saat tali pusat diklem. Tindakan ini meniadakan suplai oksigen plasenta dan menyebabkan terjadinya reaksi dalam paru sebagai respons terhadap tarikan napas pertama. setelah lahir, darah bbl harus melewati paru untuk mengambil oksigen dan bersirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke seluruh jaringan. Agar sirkulasi baik, harus terjadi dua perubahan besar dalam kehidupan di luar rahim, yaitu penutupan foramen ovale pada atrium jantung dan perubahan duktus arteriosus antara paru-paru dan aorta. Perubahan sirkulasi terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh sistem pembuluh darah. Oksigen menyebabkan sistem pembuluh darah mengubah tekanan dengan cara mengurangi atau meningkatkan resistensinya sehigga mengubah aliaran darah (Marie, 2016).

Dua peristiwa yang mengubah sistem pembuluh darah, yaitu sebagai berikut.

1. Pada saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya alairan darah pada atrium kanan tersebut. Hal ini menyebabkan penurunana volume dan tekanan atrium kanan itu sendiri. Dua kejadia ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit menagalir ke paru-paru untuk menjalani proses oksigenasi ulang.

2. Pernafaan pertama mengurangi resistensi pembuluh darah paru-paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan sehingga menimbulkan relaksasi dan dan terbukanya sistem pembuluh darah paru. Peningkatan sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan atrium kanan. Karena peningkatan atrium kanan dan menurunan atrium kiri, foramen ovale secara fungsional menutup (Marie, 2016).

c) Adaptasi Suhu

Hilangnya panas tubuh bayi baru lahir ke lingkungannya dapat terjadi dalam beberapa mekanisme, yaitu sebagai berikut.

1. Konduksi , panas yang di hantarkan oleh tubuh bayi ke benda di sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh bayi. (meja, timbangan, dll).

2. Konveksi, panas hilang dari tubuh bayi berpindah ke udara di sekitar yang lebih dingin. Membiarkan bayi terlentang di ruang yang relatif dingin (AC).

3. Radiasi adalah perpindahan panas antara dua objek dengan suhu berbeda tanapa bersentuhan. (dekat dengan tembo, jendela).

4. Evaporasi adalah proses perpindahan panas dengan cara mengubah cairan menjadi uap. (bayi lahir tidak di keringkan secara langsung).

a) Adaptasi Sistem Pencernaan

Sebelum bayi lahir, janin cukup bulan akaan mulai menghisap dan menelan. Reflek gumoh dan reflek batuk sudah terbentuk dengan baik pada saat lahir. Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna makanann (selain susu) masih terbatas. Hubungan antara esopaghus bawah dan lambung masih belum sempurna sehingga menyebabkan gumoh pada bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung masih terbatas, kurang dari 30 cc untuk bayi cukup bulan. Kapasitas lambung ini akan bertambah secara perlahan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Pada bayi baru lahir, saluran pencernaan mengandung bzat pewarna hitam kehijauan yang terdiri atas mukopalisakarida. Zat ini disebut mekonium. Mekonium biasanya dikeluarkan dalam 12-24 jam pertama dan dalam 4 hari fases biasanya sudah terbentuk dan berwarna kekuningan. Enzim dalam salluran pencernaan biasanya sudah terdapat pada neonatus, kecuali amilasi dan lipase. Amilase baru dihasilkan olen kelenjar saliva setelah usia 3 bulan dan oleh pankreas setelah 6 bulan. Sementara itu lipase baru dihasilkan setelah usia 6 bulan.

2. Adaptasi di Luar Uterus yang Terjadi Secara Kontinu

a. Perubahan sistem imun

Kekebalan alami terdiri atas atuktur pertahanan tubuh yang mencegah atau meminimaklkan infeksi. Bayi memiliki imununoglobin untuk meningkatkan sistem imunitas yang disekresi oleh limfosit dan sel-sel plasma. Imunitas juga tersedia pada tingkat sel oleh sel darah yang menbantu bayi baru lahir membunuh mikroorganisme asing, tetapi sel ini masih belum matur, artinya BBL belum mampu melokalisasi dan memerangi infeksi secara efisien. Kekebalan tubuh yang didapat akan muncul kemudian. BBL dengan kekebalan pasif memiliki banyak virus dalam tubuh ibunya (Marie, 2016).

b. Perubahan sistem ginjal

atau obat-obatan yang meningkatkan kemunkinan kelebihan BBL cukup bulan mengalami beberapa defisit stuktural dan fungsional pada sistem ginjal. Banyak kejadian defisit tersebut membaik pada bulan pertama kehidupan dan menjadi satu-satunya masalah pada bayi baru lahir yang sakit atu mengalami stres. Keterbatasan fungsi ginjal menjadi konsekuensi khusus jika bayi baru lahir memerlukan cairan intravena cairan (Marie, 2016).

Ginjal bayi baru lahir menunjukkan penurunan aliran darah ginjal dan kecepatan penurunan fungsi kecepatan filtrasi glomerolus. Kondisi ini mudah menyebabkan retensi cairan dan intoksikasi air. Fungsi tubulus tidak matur sehingga dapat menyebabkan kehilangan natrium dalam jumalah besar dan tidak keseimbangan elektolit lain. BBL tidak dapat mengontralisasi urine dengan baik yang tercermin dari berat jenis urine 1,004 dan osmolitas urinedan osmolitas yang rendah. Semua keterbatasan ini ginjal ini lebih buruk pada bayi kurang bulan.BBL mensekresikan sedikit urine pada 48 jam pertama kehidupan, yaitu hanya 30-60 ml. Normalnya dalam urine tidak terdapat protein atau darah. Depris sel yang banyak dapat mengindikasikan adanya cedera atau iritasi dalam sistem ginjal (Marie, 2016).

2.1.3Tahapan Pertumbuhan dan perkembangan bayi.

a. Tumbuh kembang bayi, umur 0-12 Bulan

1) Masa neonatus Umur 0-28 Hari

Motorik kasar :Bayi sudah terdapat tanda gerakan seimbang pada tubuh dan mulai mengangkat kepala

Motorik halus :Mampu mengikuti garis tengah jika ada orang yang memberikan respond terhadap gerakan jari dan tangan.

Bahasa :Mampu menangis dan bereaksi terhadap suara

Adaptasi sosial :Dapat tersenyum dan mulai menatap seorang untuk mengenal.

2) Usia 1-4 Bulan

Fisik : Berat badan dapat mencapai 700-1.000gram jika di dukun dengan asupan gizi yang baik. Pertumbuhan kepala berkurang, sedangkan pertumbuhan badan dan tungkai meningkat.

Motorik kasar : Mampu mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan di topang, mampun duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika di sokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring terlentang, dapat berguling dari samping ke belakang dan pada bulan ke empat dapat berguling dari tengkurap ke samping, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha untuk merangkak.

Motorik halus : Dapat memegang suatu objek, mengikuti objek dari dari sisi ke sisi, mencoba memegang dan memasukkanbenda ke dalam mulut,memegang beda tetapi terlepas, memperhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.

Bahasa :Mampu bersuara dan tersenyum dapat membunyikan huruf vokal hidup, berceloteh, dapat mengucapkan kata “ohh/aah” , tertawa, berteriak, dan bereaksi dengan mengoceh.

Sosial :Mampu mengamati tangan-nya, tersenyum spontan dan membalas senyum, mengenali ibunya melalui penglihatan, penciuman, pendengaran , dan kontak, dapat membedakan wajah yanag di kenalnya dan wajah yang tidak di kenalnya, serta diam ketika melihat orang asing.

3) Umur 4-8 bulan

Fisik :Berat badan naik dua kali dari pada berat badan lahir dengan rata- rata kenaikannya 500-600gram/bulan percepatan pertumbuhan tinggi badan stabil berdasarkan pertambahan usia.

Motorik kasar :Terjadi pertumbuhan aktivitas misalnya telungkup pada alas serta mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya. Pada bulan ke-4, bayi mampu memalingkan kepala ke kanan dan ke kiri duduk dengan kepala tegak, membalikkan badan, bangkit dengan kepala tegak, bergulung dari terlentang ke tengkurap, serta duduk dalam waktu singkat dengan bantuan.

Motorik Halus: Sudah mulai mengamati benda, dapat menggunakan ibu jari dari jari telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi benda yang sedang di pegang mengambil objek dengan tangan tertangkap dapat menahan dua benda di dua tangan secara simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan, memindahakan objek dari satu tangan ke tangan yang lain.

Bahasa :Dapat menirukan bunyi atau kata-kata, menoleh ke arah suara atau sumber bunyi, tertawa, menjerit, makin banyak menggunakan vokalisasi, serta menggunakan kata yang terdiri atas dua suku kata dan dapat membuat dua bunyi vokall yang bersamaan misalnya “ba-ba”.

Sosial :Merasa takut dan terganggu dengan keberadaan orang asing, mulai bermain dengan mainan, serta mudah frustasi serta memukul-mukul lengan dan kaki jika sedang kesal.

4) Umur 8-12 bulan

Fisik:Berat badan mencapai tiga kali berat badan lahir pada usia satu tahun, rata-rata pertambahan berat badan sekitar 350-450gram per bulan (usia 7-9 bulan ) dan 250-350gram per bulan(usia 10-12 bulan).Tinggi badan kurang lebih 1,5 kali tinggi badan lahir, pada usia satu tahun, penambahan tinggi badan masih stabil dan di perkirakan mencapai 75cm.

Motorik kasar :Dapat duduk tampa berpegangan, berdiri dengan berpegangan, bangkit kemudian berdiri, berdiri selama dua detik, dan berdiri sendiri.

Motorik halus :Mencari dan meraih benda kecil, mampu memindahkan kubus yang di berikan, kemudian mengambil, memegang dengan telunjuk dan ibu jari, membenturkannya, dan meletakkan kembali benda atau kubus ke tempatnya.

Sosial :Mampu bertepuk tangan menyatakan keinginan, mulai minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang, dan bermain bola atau benda lain dengan orang lain.

2.1.4 Penyakit yang Rentan Terjadi Pada Bayi

a. Bercak Mongol

Suatu pigmentasi yang datar dan berwarna gelap didaerah pinggang bawah dan bokong yang biasanya dapat ditemukan pada beberapa bayi saat lahir.

b. Hemagioma

Suatu jamur jaringan lemak atau tumor vascular jinak akibat profilasi

(pertumbuhan yang berlebihan) dari pembuluh darah yang tidak normal dan dapat terjadi pada setiap jaringan pembuluh darah.

c. Ikterus

Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terjadi pada bayi baru lahir akibat hiperbilirubina. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi.

d. Muntah

Keluarnya sebagian besar atau seluruh isi lambung setelah agak lama makanan dicerna dalam lambung yang disertai dengan kontraksi lambung dan abdomen. Dalam beberapa jam pertamasetelah lahir, bayi mungkin mengalami muntah lender bahkan kadang disertai sedikit darah. Muntah ini tidak jarang menetap sertelah pemberian asi atau minuman. Keadaan tersebut memungkinkan disebabkan karena iritasi mukosa lambung oleh sejumlah benda yang ditelan selama proses persalinan.

e. Gumoh

Keluarnya kembali sebagian isi lambung setelah beberapa saat makanan dicerna dalam lambung. Biasanya disebabkan karena bayi menelan udara pada saat menyusu. Muntah susu adalah hal yang agak umum, terutama pada bayi yang mendapat ASI. Gumoh tidak menyebabkan perubahan berat badan secara signifikan.

f. Oral trush

Terjadinya infeksi jamur candidisis pada membran mukosa mulut bayi yang ditandai dengan munculnya bercak-bercak keputihan, membentuk plak-plak berkeping dimulut, ulkus dangkel, demam, dan adanya iritasi gastroinstinal.

g. Ruam popok

Terjadinya ruam berwarna kemerahan pada bokong akibat kontak terus menerus dengan lingkungan yang tidak baik.

h. Sebborrea

Radang yang berupa sisik yang berlemak dan eritema pada daerah yang terdapat banyak kelenjar sebaseanya (kelenjar minyak) biasanya terjadi pada daerah kepala.

i. Forunkel (Boil atau bisul)

Peradangan pada folikel rambut kulit dan jaringan sekitarnya yang sering terjadi didaerah bokong, kuduk, aksila, badan dan tungkai. Furunkel dapat terbentuk lebih dari satu tempat yang biasa disebut sebagai forunkolusis.

j. Miliarisis

Miliarisis juga disebut dengan sudamin, liken tropikus, biang keringat buntet, merupakan suatu keadaan dermatitis, yang disebabkan oleh iritasi keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat.

k. Diare

Pengeluaran fases yang tidak normal dan cair. Buang air besar yang tidak normal dan banyak fases yang cair dengan pengeluaran frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila BAB melebihi 3 kali dalam sehari, sedangkan neonatus dikatakan diare bila lebih 4 kali dalam sehari

l. Optipasi

Penimbunan fases yang keras akibat adanya penyakit atau adanya obstruksi pada saluran cerna, atau bisa didefinisikan sebagai tidak adanya fases selama 3 hari atau lebih (Nanny,2010).

2.1.5 Kulit Neonatus

Ada perbedaan yang sangat besar dari permukaan dan volume tubuh bayi dan anak remaja. Kulit bayi sanagat tipis dari pada kulit remaja. Lapisan di bagian dalam mempunyai kelembaban yang lebih tinggi. Pada lapisan ada dalam beberapa minggu pertama dan bayi lebih mudah terkena gangguan dari pada remaja (Sujayanto,2011).

2.1.6 Karakteristik Kulit Ndeonatus

Berkait dengan anatomi fisiologi dari kulit. Kulit bayi lebih relatif tipis, dan mempunyai kandungan air yang lebih tinggi pada lapisan dan fungsi perlindungan yang berkembang dengan penuh. Kondisi kulit bayi yang baru lahir melalui peralihan dari lingkungan dalam kandungan terhadap perubahan suhu dengan kelembaban udara yang berubah-rubah juga kontak dengan kuman, patoghen yang berbahaya dapat mengnggangu kulit bayi seteklah kelahiran (Sujayanto,2011).

a. Fungsi kulit pada neonatus

1. Proteksi secara fisik dan imonologis

2. Mengatur suhu tubuh

3. Mengatur keseimbangan eliktolit

4. Persepsi (panas, dingin, tekanan, dingin,)

b. Perubahan kulit yang terjadi pada bayi

Permukaan kulit yang normal pada neonatus akan beraksi asam variasi antara PH 4,5-6,5. Kesamaan ini ditimbulkan oleh bahan kimia tertentu dalam sabun dan keringat. Oleh sebab itu dikatakan bahwa kulit mempunyai acid mantle. Kesamaan inilah yang menyebabkan permukaan kulit bersifat aseptic seperti kesamaan lambung dan vagina. Daerah kesamaan yang berkurang pada daerah intergonosa(lipatan kulit) menybabkan daerah tersebut lebih mudah terserang kuman dan jamur. Sebum terjadi dari asam lemak, kolesterol, alcohol, gleserida dan fosfarida. Sebum yang teremulsikan oleh keringat berfungsi sebagai pelumas kulit yang mempunyai daya fungistatik. Anak dan bayi yang menghasilkan sebum agak berkurang bila di bandingkan dengan orang dewasa (Puncak produksi terjadi pada masa pubertas dan adolesen).

c. Perbedaan kulit neonatus dengan orang dewasa

Secara hipatologis terdapat perbedaaan struktur kulit pada neonatus, prematur, neonatyus cukup bulan, dan dewasa. Berbagai perbedaan penting antara kulit bayi dengan orang dewasa, antara lain:

1. Kulit relatif lebih tipis dan perlekatan antar sel masih longgar

2. Produksi kelenjar keringat lebih sedikit

3. Terdapat peningkatan kerentanan potensi mengalami iritasi

4. Sedikit kemungkinan mengalami alergi kontak

5. Permeabilitas perku meningkat, tertama bayi prematur atau atau bila terjadi kerusakan kulit

6. Perbandingan luas permukaan kulit terhadap volume cairan tubuh relative lebih besar, sehingga resiko peningkatan bahas toksis di dalam darah lebih tinggi. Kondisi kulit tersebut memungkinkan spectrum kelainan pada bayi baru lahir bersifat fisiologis dan sementara serta lerativ tidak memerlukan terapi atau perawatan khusus. Kelainan kulit cenderung lebih banyak diakibatkan iritasi.

2.1.7 Penatalaksanaan Bayi normal

Semua bayi diperiksa segera setelah lahir untuk mengetahui apakah transisi dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine berjalan dengan lancar dan tidak ada kelainan. Pemeriksaan mediskomprehensif dilakukan dalam 24 jam pertama kehidupan. Pemeriksaan rutin pada bayi baru lahir harus dilakukan, tujuannya untuk mendeteksi kelainan atau anomali kongenital yang muncul pada setiap kelahiran dalam 10-20 per 1000 kelahiran, pengelolaan lebih lanjut dari setiap kelainan yang terdeteksi pada saat antenatal, mempertimbangkan masalah potensial terkait riwayat kehamilan ibu dan kelainan yang diturunkan, dan memberikan promosi kesehatan, terutama pencegahan terhadap sudden infant death syndrome (SIDS) (Lissauer, 2013).

Asuhan bayi baru lahir meliputi :

1) Pencegahan Infeksi (PI)

2) Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak dilakukan penilaian sepintas setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan tiga pertanyaan :

a) Apakah kehamilan cukup bulan?b) Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?c) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami asfiksia sehingga harus segera dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada jalan napas bayi tidak dilakukan secara rutin (Kementerian Kesehatan RI, 2013)

3) Pemotongan dan perawatan tali pusatSetelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi, dilakukan manajemen bayi baru lahir normal dengan mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks, kemudian bayi diletakkan di atas dada atau perut ibu. Setelah pemberian oksitosin pada ibu, lakukan pemotongan tali pusat dengan satu tangan melindungi perut bayi. Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Perawatan rutin untuk tali pusat adalah selalu cuci tangan sebelum memegangnya, menjaga tali pusat tetap kering dan terpapar udara, membersihkan dengan air, menghindari dengan alkohol karena menghambat pelepasan tali pusat, dan melipat popok di bawah umbilikus (Lissauer, 2013).

4) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD selama 1 jam. Biarkan bayi mencari, menemukan puting, dan mulai menyusu. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 60-90 menit, menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit ke- 45-60 dan berlangsung selama 10-20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu payudara (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K, salep mata, serta pemberian gelang pengenal) kemudian dikembalikan lagi kepada ibu untuk belajar menyusu (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

5) Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

6) Pemberian salep mata/tetes mataPemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%, oxytetrasiklin 1% atauantibiotika lain). Pemberian salep atau tetes mata harus tepat 1 jam setelah kelahiran. Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

7) Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1dosis tunggal di paha kiri. Semua bayi baru lahir harus diberi penyuntikan vitamin K1(Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Pemberian vitamin K sebagai profilaksis melawan hemorragic disease of the newborn dapat diberikan dalam suntikan yang memberikan pencegahan lebih terpercaya, atau secara oral yang membutuhkan beberapa dosis untuk mengatasi absorbsi yang bervariasi dan proteksi yang kurang pasti pada bayi (Lissauer, 2013). Vitamin K dapat diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir (Lowry, 2014).

8) Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yangdapat menimbulkan kerusakan hati (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

9) Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (BBL)Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan tetap berada di fasilitas tersebut selama 24 jam karena risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. saat kunjungan tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3 hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

10) Pemberian ASI eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika memungkinkan dilanjutkan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping sampai usia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif mempunyai dasar hokum yang diatur dalam SK Menkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan. Setiap bayi mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhan dasarnya seperti Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Ekslusif, dan imunisasi serta pengamanan dan perlindungan bayi baru lahir dari upaya penculikan dan perdagangan bayi

2.1.8 Tanda tanda bahaya yang sering terjadi pada bayi

1. Bayi tidak mau menyusu atau memuntahkan semua yang di minum, ini tanda bayi yang terkena infeksi berat.

2. Bayi kejang. Kejang pada bayi baru lahir kadang sulit dibedakan dengan gerakan normal. Jika melihat gejala gerakan yang tidak biasa dan terjadi secara berulang- ulang( menguap, mengunyah, mengisap, mata berkedip kedip, mata mendelik, bola mata berputar-putar.kaki seperti mengayuh sepeda.) yang tidak berhenti jika bayi di sentuh dan di elus-elus, kemungkinan bayi kejang.

3. Bayi lemah, bergerak hanya jika dipegang.

4. Sesak nafas(60 kali per menit atau lebih) atau nafas 30x permenit atau kurang.

5. Bayi merintih, rewel.

6. Pusat kemerahan sampai bernanah dan berbau sampai dinding perut, ini merupakan infeksi berat.

7. Demam (suhu tubuh bayi lebih dari 37,50c ) atau tubuh teraba dingin (suhu tubuh bayi kurang dari 36,50).

8. Mata bernanah banyak.

9. Bayi diare, mata cekung, tidak sadar, jika kulit perut di cubit akan kembali lambat ini tandanya bayi kekurangan cairan yang berat, bisa menyebabkan kematian.

10. kulit bayi terlihat kuning. Kuning pada bayi berbahaya jika muncul pada:

a. Hari pertama (kurang dari 24 jam) setelah lahir.

b. Ditemukan pada umur lebih dari 14 hari.

c. Kuning sampai ke telapak tangan atau kaki.

Bila menemukan salah satu dari tanda-tanda bahaya tersebut diatas sebaiknya orang tua segera membawa bayi ke petugas kesehatan baik dokter maupun bidan.

2.2 Konsep Dasar Miliaria

2.2.1 Pengertian Miliaria

Miliaria adalah suatu keadaan tertutupnya pori-pori keringat sehingga tersumbatnya menimbulkan tersumbatnya kelenjar keringat dibawah kulit. Biang keringat kita temukan pada bayi dan anak kecil, karena mereka cenderung lebih sensitif dari pada orang dewasa. Bahkan 70% dari tubuh bayi mengandung air, itulah mengapa bayi mudah sekali mengeluarkan keringat bila dibandingkan dengan orang dewasa. Masalah kembali bertambah saat anak rewel karena rasa gatalnya yang terus mengganggu. Biang keringat atau biasa disebut dalam istilah medis dengan miliaria adalah penyakit kulit yang ditandai dengan kemerahan, muncul papul (bintil-bintil), dan gatal. (Ika fitria Elmeida,2015). Miliaria merupakan peradangan kulit akibat obstruksi mekanisme saluran keringat. Kelainan ini lebih sering di temukan di daerah yang panas dengan kelembaban yang tinggi. Lesi kulit yang terjadi pada letak obstruksi. Miliaria paling sering terdapat pada pipi, leher, dada, punggung, dan lengan atas. Bila miliaria ini di garuk sering terjadi infeksi sekunder (Corry,2013).

2.2.2 Etiologi

Penyebab terjadinya Miliaria Rubra yaitu:

1. Higiene personal berkurang disebabkan kurangnya akses air bersih.

2. Pakain yangmempengaruhi gesekan yang kasar pada kulit akan menyababkan penyebaran epidermis mikosis kulit.

3. Biasanya terjadi jika udara panas dan lembap. Kondisi dengan kelembaban tinggi merupakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan jamur penyebab penyakit kulit. (Sarudji,2010).

4. Keluar keringat yang berlebihan, dimana bayi terlalu aktif dalam beraktifitas.

5. Bayi dengan pakaian yang terlalu tebal saat berada dalam ruangan yang tertutup (Naomy Marie Tando,2016) akan mengakibatkan biang keringat tersebut semakin parah karena kurangnya ventilasi serta terdapat banyak manusia di dalamnya ( Sarudji, 2010).

6. Dapat juga terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidema dan ependeks yang belum sempurna. Kasus miliaria terjadi pada 40-50% Bayi baru lahir.

2.2.3 Patofisiologis

Akibat terjadinya miliaria rubra yaitu di awali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar keringat, sehingga pengeluarankeringat bertahan. Tertahannya pengeluaran keringat ditandai dengan adanya vesikel miliar di muara kelenjar keringat lalu di susul dengan timbulnya radang dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar kemudian di absorpsi oleh Strakum korneum. Miliaria sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidema dan apendiks yang belum sempurna. Kasus miliaria terjadi pada 40-50% Bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya. (Sudarti,2010). Kebanyakan pasien dengan miliaria membaik dalam beberapa minggu setelah berada di dalam ruangan yang sejuk.

2.2.4 Jenis-jenis miliaris (biang keringat)

a. Miliaria Kristalina

Miliaria kristalina penyakit yang terlihat vesikel berukuran 1-2mm berisi cairan jernih tampa disertai kulit kemerahan, terutama pada badan setelah banyak berkeringat, misalnya karena hawa panas. Vesikel bergerombol tidak disertai tanda-tanda radang atau inflamasi pada bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak disertai tanda-atau tanda radang atau inflamansi pada bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak memberikan keluhan objektif dan sembuh dengan sisik yang halus. Pada gambaran histopa tologik terlihat gelembung intra/subkorneal. Pengobatan tidak diperlukan, mengusahakan ventisila yang baik, pakaian tipis dan menyerap keringat.

b. Miliaria Rubra

Miliaria Rubra terjadi bila sumbatan saluran kelenjar keringat disini terletak lebih dalam pada epidermis di bawah stratum korniom.Dapat terlihat papula, vesikel, dan eritema di sekitarnya di setai rasa gatal penyakit ini lebih dari miliaria kristalina terdapat pada badan dan tempat-tempat tekanan ataupun gesekan pakain. Terlihat papul merah atau vesikuler ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Miliaria jenis ini terdapat pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik. Kelainan bentuknya dapat berupa gelembung merah kecil, 1-2mm, dapat tersebar dan dapat berkelompok. Patogenesisnya belum di ketahui pasti terdapat dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif, penyebabnya adanya sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi sekunder pada bendungan keringat di epidermis. Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada kulit menyababkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat. Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi pada stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer kulit di epidermis.

Daerah predileksi sama seperti pada miliaria kristalina. Lesinya berupa papula vesikula eritematosa yang sangat gatal dan diskrit, kemudian konfluens dengan dasar merah, sering terjadi meserasi karena terhalangnya penguapan kelembaban. Keringat keluar ke stratum spinosum. Bisa terjadi infeksi sekunder dengan impetigo dan furunkulosis, terutama pada anak anak. Biasanya timbul pada bagian punggung dan dada. (Ika Fitria Emeida, 2015).

2.2.5 Komplikasi miliaria

Menurut IDIA,(2012), atau efek sammping dari miliaria antara lain:

1. Impetigo tropicalis adalah suatu infeksi dari miliaria atau biang keringat, penyakit ini mengakibatkan kulit seperti melepuh karena panas. Terjadi bintik yang berisi cairan yang akan mengembang menajdi benjolan jika sudah matang, benjolan ini akan pecah cairan di dalam nya infeksius sehingga akan menular jika mengenai bagian tubuh yang lain. Impetigo tropicalis ini tertama terjadi didaerah lipatan kulit.

2. Multipel sweyat gland abses yakni infeksi di bagian kepala anak kerna biang keringat yang di biarkan.

3. Abses pada kelenjar keringat.

2.2.6 Gejala Klinis

a. Miliaria Kristalina

Miliaria kristalina ini timbul pada pasien dengan peningkatan keringat seperti pasien demam di ranjang. Lesinya berupa vesikel sangat supervisial, bentuknya kecil dan menyerupai titik embun berukuran 1-2mm terutama timbul setelah keringat. Vesikel mudah pecah karena trauma yang paling ringan, misalnya akibat gesekan dengan pakaian. Vesikel yang pecah berwarna jernih dan tanpa reaksi peradangan asimptomatik dan berlangsung singkat. Umumnya tidak ada keluhan dan dapat sembuh dengan sendirinya.

b. Miliaria Rubra

Ditandai dengan adanya papula vesikel dan eritema di sekitarnya keringat merembes kedalam epidermis. Biasanya disertai rasa gatal dan pedih pada daerah ruam dan daerah di sekitarnya. Sering diikuti dengan inveksi sekunder lainnya dan dapat juga menybabkan timbulnya impetigo dan frunkel.

2.2.7 Penatalaksanaan

Asuhan yang di berikan pada neonatus, bayi dan balita dengan miliaria tergantung pada beratnya penyakit dan keluhan yang di alami. Asuhan yang umum di berikan adalah:

a) Prinsip asuhan adalah dengan mengurangi penyumbatan keringat dan menghilangkan sumbatan yang sudah timbul.

b) Memelihara kebersihan tubuh bayi.

c) Upayakan kelembaban suhu yang cukup dan suhu lingkungan yang sejuk dan kering. Misalnya pasien tinggal di ruangan ber-AC atau di daerah yang sejuk dan kering.

d) Gunakan pakaian yang tidak terlalu sempit, gunakan pakian yang menyerap keringat dan pakain yang tebal.

e) Segera ganti pakain jika kotor.

f) Pada miliaria rubra dapat diberikan bedak salisil 2% dan dapat ditambahkan menthol 0,5% -2% yang bersifat mendinginkan ruam.(Sudarti,2010)

g) Hindari menggunakan krim dan minyak.

h) Usahakan mandi teratur, 2kali sehari.

i) Bila keringat segera basuh dengan handuk basah lalu keringkan dengan kain yang lembut, jangan berikan bedak tampa memabasuh kulit anak yang berkeringat (Mumpuni dan Romiyanti,2016).

2.3 Pohon Masalah Milliarisis

Penyebab Milliarisis pada bayi usia 2-3 bulan:

1. Higiene Personal berkurang.

2. Pakain yang mempengaruhi gesekan yang kasar pada kulit

3. Biasanya terjadi ketika udara panas dan lembab.

4. Keluar keringat yang berlebihan.

5. Bayi denga pakain yang terlalu hangat saat berada dalam ruangan

6. Dapat terjadi pada bayi prematur.

Tanda gejala :

a. Bintik-bintik merah

b. Gatal dan pedih.

Dampak:

Impetigo tropicalis, multipel sweyat gland abses dan abses pada kelenjar keringat.

Milliarisis

Penanganan :

a. Mengurangi penyumbatan keringat dan menghilangkan sumbatan yang sudah timbul.

b. Memelihara kebersihan tubuh bayi.

c. Upayakan kelembapam suhu yang cukup.

d. Gunakan pakaian yang tidak terlalu sempit.

e. Segera ganti pakaian jika kotor.

f. Berikan bedak salisil dan dapat ditambahkan metol

g. Hindari menggunakan krim dan minyak.

h. Usahakan mandi teratur 2x sehari.

i. segera membasuh engan handuk jika bayi berkeringat.

Keterangan:

: Diteliti

: Garis Berkaitan

Gambar 2.1 Pohon masalah miliaria rubra

(Royani, 2016, Marie, 2016, Sudarti, 2010

2.4 Konsep Asuhan Kebidanan Pada Bayi dengan Miliaria

Proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yaitu:

a. Langkah 1: Pengumpulan Data Dasar

Menyimpulkan data adalah menghimpun informasi tentang klien atau orang yang meminta asuhan. Data yang tepat adalah data yang relevan dengan situasi yang sedang ditinjau. Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses asuhan kebidanan berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Pasien adalah sumber informasi yang akurat dan ekonomis, disebut data primer. sumber data alternativeatau sumber data yang sudah ada, praktikan kesehatan lain, anggota keluarga (Latief, 2014).

1. Identitas pasien

Merupakan bagian yang paling dalam anamnesis. Identitas ini diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar anak yang dimaksud dan tidak keliru dengan anak yang lain.

a) Nama bayi:Nama harus jelas dan lenhkap, serta ditulis juga nama paggilan akrabnya.

b) Umur:Miliaria juga sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidermal dan apendik yang belum sempurna. Kasus ini terjadi pada 40-50% bayi baru lahir, muncul pada usia 2-3 bulan dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu kemudian (FKUI,2015)

c) Jenis kelamin: Laki-laki maupun perempuan yang ditandai dengan bintik-bintik kecil. (Latief, 2014)

d) Nama orang tua:Harus dituliskan dengan jelas dengan agar tidak keliru dengan orang lain, mengingat banyak sekali nama yang sama. (Matondang, 2013)

e) Agama:Untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kebiasaan klien dan memudahkan bidan dalam melakukan pendekatan dalam melaksanakanasuhan kebidanan.(Estiwidani, 2010).

f) Pendidikan:Selain sebagai identitas, informasi tentangpendidikan orang tua, baik ayah maupun ibu dapat menggambarkan keakuratan data yangakan diperoleh serta dapat ditentukan polapendekatan dalam anamnesis (Matondang, 2013).

g) Pekerjaan:Untuk mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap permasalahan klien (Matondang, 2013).

h) Alamat:Untuk maksud mempermudah hubungan bila diperlukan keadaan mendesak (Matondang, 2013)

2. Anamnesa

a) Alasan datang atau keluhan utama

Menurut Metondang (2013), keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada bayi yang terjadi miliaria rubra ditandai dengan bayi rewel dan timbul bintik-bintik-bintik kecil yang terlihat seperti butiran keringat pada kulit didaerah punggung, leher.

b) Riwayat kesehatan

1) Imunisasi

Status imunisasi pasien khusnya imunisasi BCG, DPT, Polio, campak dan hepatitis B. Hal tersebut disamping diperlukan untuk mengetahui status perlindungan pediatrik yang diperoleh, munkin dapat membantu diagnosis pada beberapa keadaan tertentu. (Matondang, 2013).

2) Riwayat penyakit yang lalu

Untuk memgetahui penyakit yang di derita pada saat yang lalu (Trisnawati, 2013) apakah bayi pernah memiliki riwayat alergi atau penyakit kulit lainnya.

3) Riwayat penyakit sekarang

Untuk mengetahui penyakit yang diderita saat ini. (Trisnawati, 2013).

4) Riwayat penyakit keluarga dan menurun

Menurut Matondang, (2013), perlu diketahui dengan akurat untuk memperoleh kedaan sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan keluarga pasien. Untuk mengetahui ada tidaknya keluarga yang mederita penyakit alergi dan penyakit kulit lainnya yang pernah dialami.

5) Riwayat prenatal, natal, dan post natal

a. Riwayat prenatal

Selama hamil ibu periksa kebidan berapa kali, keluhan pada ibu selama hamil, status gizi pada ibu selama hamil, penyakit yang di alami ibu selama hamil, mendapatkan terapi apa saja selama hamil, keadaan bayi dalam bayi.

b. Riwayat Natal

melakukan pengkajian apakah proses persalinan normal atau sesar, ada masalah dalam persalinan, penyulit dalam persalinan, penolong dalam persalinan.

c. Riwayat Post natal

Bayi lahir akan menangis dalam 30 detik dan bernafas dengan spontan,gerakan aktif, keadaan umum bayi dimulai 1 menit setelah bayi lahir dengan menggunakan apgar skor, dan nilai pada kulit bayi berwarna merah tanpa adanya trauma persalinan

6) Riwayat imunisasi

Untuk mengetahui status perlindungan pediatrik yang di peroleh, mungkin dapat dibantu dengan diagnosis pada keadaan tertentu. Dapat juga diketahui sebagai umpan balik tentang perlindungan pediatrik (Mariyam,2013).

7) Riwayat tumbuh kembang

Untuk mengetahui riwayat pertumbuhan, kurva berat badan penting sekali karena ia seringkali dapat mencerminkan riwayat kesehatan anak. Berat badan bayi pada usia 2-3 bulan mudah sekali turun. Perkembangan Usia 1-4 Bulan

Fisik : Berat badan dapat mencapai 700-1.000gram jika di dukun dengan asupan gizi yang baik. Pertumbuhan kepala berkurang, sedangkan pertumbuhan badan dan tungkai meningkat.

Motorik kasar : Mampu mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan di topang, mampun duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika di sokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring terlentang, dapat berguling dari samping ke belakang dan pada bulan ke empat dapat berguling dari tengkurap ke samping, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha untuk merangkak.

Motorik halus : Dapat memegang suatu objek, mengikuti objek dari dari sisi ke sisi, mencoba memegang dan memasukkanbenda ke dalam mulut,memegang beda tetapi terlepas, memperhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.

Bahasa :Mampu bersuara dan tersenyum dapat membunyikan huruf vokal hidup, berceloteh, dapat mengucapkan kata “ohh/aah” , tertawa, berteriak, dan bereaksi dengan mengoceh.

Sosial :Mampu mengamati tangan-nya, tersenyum spontan dan membalas senyum, mengenali ibunya melalui penglihatan, penciuman, pendengaran , dan kontak, dapat membedakan wajah yanag di kenalnya dan wajah yang tidak di kenalnya, serta diam ketika melihat orang asing.

pola kebiasaan sehari-hari

1. Nutrisi

Pada bayi perlu diketahui susu apa yang diberikan : air susu ibu (ASI) ataukah pengganti air susu ibu (PASI), atau keduanya. Apabila diberikan secara eksklusif (Asi saja sampai 6 bulan). Baik pada ASI maupun PASI perlu dinyatakan cara pemberiannya. Apakah on demond atau ad libitum, ataukah dengan jadwal tertentu. Untuk PASI perlu ditanyakan jenis dan merknya, takaran dan frekuensi pemberian makanan tambahan, umur berapa yang diberikan. Jenis dan jumlahnya, serta jadwal pemberian. Dengan demikian dapat diperkirakan kuantitas dan kualitas makanan yang diterima bayi selama ini (Matondang, 2013).

2. Istirahat/ tidur

Berikan posisi tidur yang nyaman, dan pastikan area tidur sejuk serta berventilasi baik (Respati, 2012).

3. Personal hygine

Menanyakan kepada pasien berapa kali ia mandi dalam sehari dan kapan waktunya (sulistiyawati, 2011). Pada bayi dengan miliarisis mandikan bayi secara teratur 2 kali sehari pagi dan sore dan ganti baju 2 kali sehari atu ganti pakaian bayi jika kotor dan basah (Marmi dan rahardjo, 2018).

4. Eliminasi

Pengkajian tentang BAB dan BAK yang meliputi kondisi, frekuensi dan warnanya (Nursalam, 2005).

3. Pemeriksaan fisik (Data obyektif)

a) Pemeriksaan Umum

1) Kedaan umum

Kedaan umum untuk mengetahui kedaan secara keseluruhan (Latief,2014).

2) Kesadaran

Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai : komposmentis, apatis, samnolen, spooor,dan koma(Latief, 2014).

3) Tanda-tanda vital, meliputi :

a. Denyut nadi

b. Pernafasan

c. Suhu

:

:

:

Untuk mengetahui jumlah denyut nadi bayi dalam satu menit, sehingga dapa diketahui normal atau tidaknya bayi, denyut nadi bayi adalah 120-160 kali permenit. (Putra, 2012).

Menghitung jumlah pernafasan (inspirasi yang diikuti ekspirasi) dalam satu menit. (Putra, 2012)

Untuk mengetahui suhu badan bayi sehingga menbantu dalam menentukan tindakan keperwatan dan diagnosis. (Putra, 2012 ).

Dalam kondisi normal, 36,5-37,2 (Hidayat,2010).

4. Berat badan/tinggi badan

Menimbang berat badan bayi dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan bayi normal tidaknya pertumbuhannya. Pengukuran tinggi badan dimaksudkan untuk menjadikan sebagai bahan dalam menentukan status gizi (Putra, 2012).

5. Lingkar kepala/lingkar lengan atas

Pengukuran lingkar kepala untuk mengetahui pertumbuha otak. Pengukuran lingkar lengan atas dapat menunjukkan status gizi. (Matondang, 2013).

b) Pemeriksaan sistematis

Pemeriksaan sistematis meliputi :

1. Kepala

a. Rambut

b. Mata

c. Telinga

d. Hidung

e. Mulut

2. Leher

3. Dada

4. Perut

5. Punggung

6. Kulit

7. Ekstremitas

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Bentuk kepala simetris/tidak, ubun-ubun normal/tidak.

Bagaimanakah warna dan kelebatan rambut kepala.

Conjungtiva dari merah, merah muda sampai pucat, seclera putih, klopak mata cekung. adakah kotaran atau cairan, bagaimankah tulang rawannya.

Adakah nafas, cuping hidung, kotoran menyumbat jaln nafas.

Adakah warna bibit pucat, lidah basah kering dan sangat kering.

Adakah pembesaran kelenjar tyroid,adakah bintik-bintik miliaria atau tidak.

Adakah retraksi, simstris atau tidak, apakah terdapat bintik-bintik miliaria atau tidak (Matondang, 2013).

Apakah mengalami disentri, kram dan bising usus yang meningkat.

Adakah bintik-bintik miliaria atau tidak.

Untuk mengetahui turgor kulit pada bayi dengan miliaria kristalina kulit bayi nampak bintik-bintik kecil seperti butiran keringat pada daerah punggung, leher, dan dada. (Putra, 2012).

Adakah oedem tanda sianosis, apakah kuku melebihi jari-jari. (Putra, 2012)

a) Reflek

(1) Reflek hisap:

Relek ini terjadi saat ibu meyentuh pipi si bayi maka anak tersebut akan mencari atau akan melakukan gerakan hisap

(2) Reflek genggam:

Bila disodorkan jari telunjuk pada bayi, maka akan menggengaam jari tersebut dengan sangat kuat, bila ditarik bayi tidak akan melepaskan genggamannya.

(3) Reflek leher ( Tonic neck reflex )

Pada posisi telentang , bila keala bayi menoleh kesatu sisi maka terjadi ekstensi atau peningkatan tonus ( kekuatan otot ) pada lengan dan tungkai sisi tersebut.

(4) Rooting reflexApabila pipi bayi disentuh, kepala akan menoleh kearah stimulus dan mulut terbuka.

(5) Reflek moro

Reflek ini berbeda dengan reflek yang lain yang termasuk katergori gerakam motor, reflek mororini menurut para ahli sebetulnya reaksi emosional yang timbul dari kemauan atau kesadaran bayi. Reflek moro timbul kalau bayi dikagetkan secara tiba-tiba atau mendengar suara keras, bayi melakukan gerak reflek, yaitu melengkungkan badan ( bagian punggung ) dan mendongakkan kepala ke depan. Reaksi sesaat ini biasanya didiringi dengan tangisan yang keras. Tetapi tidak perlu dikawatirkan karena reflek moro akan hilanng dengan sendirinya dalam waktu yang tidak lama (Khotimah, 2018)

c) Pemeriksaan tingkat perkembangan

Untuk mengetahui kemampuan anak dalam melakukan aktifitas dan untuk mengetahui pertumbuhan fisisologi sesuai dengan usia (Latief, 2014). Untuk mengetahui riwayat pertumbuhan, kurva berat badan penting sekali karena ia seringkali dapat mencerminkan riwayat kesehatan anak. Berat badan bayi pada usia 2-3 bulan mudah sekali turun. Perkembangan Usia 1-4 Bulan.

Fisik : Berat badan dapat mencapai 700-1.000gram jika di dukun dengan asupan gizi yang baik. Pertumbuhan kepala berkurang, sedangkan pertumbuhan badan dan tungkai meningkat.

Motorik kasar : Mampu mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan di topang, mampun duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika di sokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring terlentang, dapat berguling dari samping ke belakang dan pada bulan ke empat dapat berguling dari tengkurap ke samping, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha untuk merangkak.

Motorik halus : Dapat memegang suatu objek, mengikuti objek dari dari sisi ke sisi, mencoba memegang dan memasukkanbenda ke dalam mulut,memegang beda tetapi terlepas, memperhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.

Bahasa :Mampu bersuara dan tersenyum dapat membunyikan huruf vokal hidup, berceloteh, dapat mengucapkan kata “ohh/aah” , tertawa, berteriak, dan bereaksi dengan mengoceh.

Sosial :Mampu mengamati tangan-nya, tersenyum spontan dan membalas senyum, mengenali ibunya melalui penglihatan, penciuman, pendengaran , dan kontak, dapat membedakan wajah yanag di kenalnya dan wajah yang tidak di kenalnya, serta diam ketika melihat orang asing.

d) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium adalah setiap pemeriksaan yang dilakukan diluar pemeriksaan fisik (Matondang, 2013).

b. Langkah II: interpretasi data dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnose atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan intretasi yang benar atas data yang di kumpulkan. Berdasarkan tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan yang telah dilakukan maka dapat di tentukan.

1. Diagnose kebidanan

Diagnose kebidanan adalah diagnose ynag ditegagkkan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standart nomenklatur diagnose kebidanan (Mufdillah, 2012 ). Diagnose kebidanan dalam kasus ini adalah bayi ....umur....bulan dengan miliaria kristalina.

Data dasar:

a. Data subyektif

Data yang diperoleh dari hasil wawancara atau anamnese dari keluarga pasien (Latief, 2014). Data subyektif pada bayi dengan miliaria adalah ibu mengatakan bayinya rewel dan timbul bintik-bintik kecil seperti butiran keringat (Putra, 2012).

b. Data objektif

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan oleh petugas kesehatan (Latief, 2013) data didapatkan pada bayi dengan miliaria adalah pemeriksaan fisik meliputi:

1) Kedaan umum: baik

2) Kesadaran: composmentis

3) TTV: Denyut nadi : 120-160x/ menit

4) Respirasi: 30-60x/m

5) Suhu: 36,5-37,2 derajat celcius

6) Berat badan/tinggi badan

Menimbang berat badan bayi dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan bayi normal tidaknya pertumbuhannya. Pengukuran tinggi badan dimaksudkan untuk menjadikan sebagai bahan dalam menentukan status gizi (Putra, 2012).

7) Lingkar kepala/lingkar lengan atas

Pengukuran lingkar kepala untuk mengetahui pertumbuha otak. Pengukuran lingkar lengan atas dapat menunjukkan status gizi. (Matondang, 2013).

8) Leher: Adakah pembesaran kelenjar tyroid,adakah bintik-bintik miliaria atau tidak.

9) Dada: Adakah retraksi, simstris atau tidak, apakah terdapat bintik-bintik miliaria atau tidak (Matondang, 2013).

10) Kulit: Untuk kulit pada bayi dengan miliaria rubra kulit bayi nampak bintik-bintik kecil seperti butiran keringat pada daerah punggung, leher, dan dada. (Putra, 2012).

2. Masalah

Masalah adalah suatu pernyataan dari masalah/ klien yang nyata atau potensial dan membutuhkan tindakan (Mufdillah, 2012). Pada kasus bayi dengan miliaria rubra ibu mengatakan bahwa bayinya rewel dan timbul bintik-bintik kecil seperti butiran keringat pada daerah punggung, leher, dan dada(Putra, 2012).

3. Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dapat dari masalah atau diagnosis atau dari salah satu dari keduanya yang digunakan untuk menangani masalah pasien. Berdasarkan masalah yang di dapat kebutuhan pada bayi dengan miliaria rubra adalah menenangkan bayi, memantau keadaan bayi dan berikan bedak untuk menyembuhkan miliaria (Putra, 2012).

c. Langkah III:Mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah dan diagnose yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memunkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien. Bidan dapat bersiap-siap bila diagnose atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. (Mufdillah, 2012). Pada kasus bayi dengan miliaria rubra diagnosis ata masalah potensial yaitu potensial terjadinya infeksi dan abses (IDAI, 2012)

d. Langkah IV:Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera

Sebagai bidan, tindakan yang bisa di lakukan adalah menganjurkan pada ibu untuk menghindari bayi dari panas yang berlebihan, mengusahakan ventilasi yang baik di setiap ruangan, segera ganti pakaian bayi yang basah dan kotor, menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat pada bayi.

e. Langkah V: Intervensi (perencanaan)

Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan, diperlukan perencanaan asuhan secara menyeluruh juga di lakukan identifikasi beberapa darta yang tidak lengkap agar pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil. Perencanaan supaya terarah, dibuat pola pikir dengan langkah sebagai berikut : tentukan tujuan tindakan yang dilakukan yang berisi tentang sasaran target dan hasil yang akan dicapai, selanjutnya ditentukan rencana tindakan sesuai dengan masalah atau diagnose dan tujuan yang akan dicapai (Mufdillah, 2012).

Perencanaan asuhan kebidanan pada bayi ... dengan miliaria rubra adalah sebagai berikut:

a. Jika cuaca panas, gunakan pakaian menyerap keringat , lembut, dan ringan seperti kain katun.

b. Hindari pakaian ketat yang dapat menyebabkan iritasi kulit.

c. Hindari menggunakan krim atau minyak karena dapat menghalangi keringat yang akan keluar melalui pori-pori.

d. usahakan untuk mandi secara teratur 2 kali sehari menggunakan air dingin dan sabun cair karena tidak akan meninggalkan partikel yang dapat menghambat penyembuhan.

e. bila berkeringat, segera basuh dengan handuk basah, lalu keringkan dengan kain yang lembut baru diberi bedak .

f. Jangan berikan bedak tanpa membasuh kulit anak yang berkeringat karena hal ini akan memperparah penyumbatan dan dapat menyebabkan infeksi baik oleh bakteri maupun jamur.

g. hindari menggunakan pakaian tebal seperti nilon dan wol.

( Romiyanti, 2016).

f. Langkah IV: Implementasi (Pelaksanaan)

Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya, baik terhadap masalah klien atau diagnosis yang ditegagkan pada studi kasus ini implementasi di sesuaikan intervensi.

g. Langkah VII: Evaluasi

Sesuai dengan implementasi dan intervensi yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya asuhan yang telah diberikan pada bayi yang mengalami miliaria rubra. Cara untuk melakukan pencegahan, penyebab dan pengobatan yang tepat di berikan, kebanyakan pasien dengan miliaria membaik dalam beberapa minggu setelah berada dalam lingkungan yang sejuk.

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1.Pengkajian (tanggal 07 – 11 – 2019 , jam 17.00 Wib)

3.1.1.Data Subyektif

3.1.1.1.Biodata

a.       Bayi

Nama Bayi: Bayi. Ny “R”

Umur: 0 hari

Tgl/jam lahir: 07 – 11 – 2019 / jam 17.45 Wib

Jenis Kelamin: Laki-laki

b.      Orang Tua

Nama Ibu: Ny ‘R’Nama Ayah: Tn ‘S’

Umur: 30 tahunUmur: 30 tahun

Suku/Bangsa: Jawa/IndonesiaSuku/Bangsa: Jawa/Indonesia

Agama: IslamAgama: Islam

Pendidikan: SDPendidikan: SMP

Pekerjaan: IRTPekerjaan: Tani

Alamat: Rt 29 Ngrambingan

3.1.1.2.Keluhan Utama

Ibu mengatakan bayinya lahir tidak bernapas

3.1.1.3.Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti:; TBC, AIDS, Sifilis, penyakit menahun seperti; malaria, penyakit menurun seperti; DM.

3.1.1.4.Riwayat Kehamilan dan Persalinan

  Ibu mengatakan usia kehamilan 9 bulan, dan sering memeriksakan kehamilan di Bidan. Keluhan selama hamil tidak ada, terapi didapat: Tablet Fe, Kalk, Vit. C. Imunisasi Tt : 5 kali

  Persalinan ditoling Bidan, lahir spontan, lama persalinan 9 jam (mulai 10.30 18.30), keadaan air ketuban warna hijau bercampur mekonium, plasenta mengalami pengapuran, bayi lahir tidak menangis, BB : 3200 gr, PB : 49 cm, Jk : Laki-laki dan ada lilitan tali pusat.

3.1.2. Data Obyektif

3.1.2.1.Pemeriksaan Umum

KU: Lemah

AS: 4 – 6

Suhu: 36,3 0c

HR: 128X/menit

Pernapasan: 64X/menit

Keaktifan: Lemah

3.1.2.2. Pemeriksaan Khusus

a)      Penilaian apgar score

No

Kriteria

Menit ke - 1

Menit ke - 5

1

2

3

4

5

Denyut Jantung

Usaha Bernapas

Tonus Otot

Reflek

Warna Kulit

2

1

-

-

1

2

-

1

1

2

Jumlah

4

6

b)      Pemeriksaan Fisik

a.       Kepala

1.      Rambut: Kotor, penuh lemak dan darah

2.      Bentuk: Norma

3.      UUB: Belum menutup

4.      Caput Suksedaneum: Ada

5.      Chepal Hematomo: Tidak ada

6.      Perdarahan Intrakranial: Tidak ada

7.      Lain-lain: Tidak ada

b.Mata

1.      Bentuk: Simetris, normal

2.      Kotoran: Tidak ada

3.      Perdarahan: Tidak ada

4.      Sklera: Tidak ikterus

5.      Konjugtiva: Tidak anemis

c.Mulut

1.      Bentuk: Normal

2.      Palatum Mola: Ada, tidak terbelah

3.      Palatum Durum: Ada, tidak terbelah

4.      Saliva: Tidak hipersaliva

5.      Gusi: Tidak berdarah

6.      BIbir: Ada cyanosis

7.      Lidah: Tidak ada bercak putih

d.Hidung

1.      Bentuk : Normal

2.      Mukosa: Ada

3.      Gerakan Cuping Hidung: Ada

4.      Sekresi: Tidak terbelah

e.Muka

1.      Bentuk : Normal

2.      Paralis Syaraf Facial: Tidak ada

3.      Down Syndrome: Tidak ada

f.Telinga

1.      Bentuk: Simetris

2.      Daun Telinga: Lunak mudah membalik

3.      Sekresi: Tidak ada

g.Leher

1.      Ukuran: Normal

2.      Gerakan: Baik

3.      Pembesaran Kelenjar Tyroid: Tidak ada

h.Dada

1.      Bentuk: Simetris

2.      Pernapasan: Lemah

3.      Bronchi: Tidak ada

4.      Bunyi Jantung: Teratur

i.Perut

1.      Kelainan: Tidak ada

2.      Kembung & Muntah: Tidak ada

j.Tali Pusat

1.      Kelainan: Tidak ada

2.      Perdarahan: Tidak ad

k.Kulit

1.      Warna: Biru

2.      Lanuga: Tebal

3.      Turgor: Baik, kembali dlm waktu < 2”

4.      Verniks Kaseosa: Ada

5.      Dedena: Tidak ada

6.      Kelainan: Tidak ada

l.Punggung

Normal tidak ada kelainan

m.Ekstremitas

  Ekstremitas Atas

         Bentuk: Simetris ka/ki

         Gerakan: Kurang aktif

         Kelainan: Tidak ada kelainan

         Jumlah Jari: 10

         Warna: Kebiruan

  Ekstrimitas Bawah

         Bentuk: Simetris ka/ki

         Gerakan: Kurang aktif

         Kelainan: Tidak ada kelainan

         Jumlah Jari: 10

         Warna: Kebiruan

n.Genital

1.      Skrotum: Ada

2.      Testis: Belum turun

3.      Penis: Ada

o.Anus: Berlubang

c).Antropometri

1.      BB: 3200 gram

2.      PB: 49 cm

3.      LLA: 8 cm

4.      LD: 30 cm

5.      LIKA: 36 cm

d)Reflek

1.      Moro Reflek: Belum ada

2.      Tonik Neck Reflek: Belum ada

3.      Palmos Gepe Reflek: Belum ada

4.      Rooting Reflek: Belum ada

5.      Sucking Reflek: Belum ada

6.      Swallowing Reflek: Belum ada

3.2.Identifikasi Diagnosa/Masalah

Dx: BBL dengan asfiksia sedang

Ds: - Ibu menyatakan bayinya lahir tidak bernapas spontan

: - Dan tidak langsung menagis

Do: Ku: Lemah

As: 4 – 6

Suhu: 36,3 0c

HR: 128 X/menit

Pernapasan: 64 X/menit

Keaktifan: Lemah

Moro Reflek: Belum ada

Tonik Neck Reflek: Belum ada

Palmos Gepe Reflek: Belum ada

Rooting Reflek: Belum ada

Sucking Reflek: Belum ada

Swallowing Reflek: Belum ada

Riwayat Persalinan:

         Air ketuban bercampur mekonium

         Adanya lilitan tali pusat

         Plasenta mengalami pengapuran

3.3.Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial

         Potensial terjadi pneumonia dan mungkin kematian

         Potensial cacat mental

3.4.Identifikasi Kebuthan segera

         Melakukan HAIKAP dan Resusitasi

         Melakukan ventilasi

3.5Intervensi

Dx: By Ny “R” Baru lahir dengan asfiksia sedang

Tujuan: - Asfiksia teratasi

-          Bayi dalam keadaan sehat dan tidak terjadi komplikasi

K.H : K.U : Baik

Kesadaran : Composmentis

As: 7 - 9

Suhu: 36.5 – 37 o c

HR: 150 – 160

Pernapasan: 30 – 60 x/ menit

Bayi dapat bernapas spontan warna kulit merah, menangis kuat

Intervens:

1.      Jaga bayi tetap hangat/tempatkan bayi dalam ruangan yang hangat

R/: Mencegah kehilangan panas melalui konduksi

2.      Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi

R/:Memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnev Khususnya adanya hipoksia

3.      Isap lender

R/: Menghilangkan mukus yang menyumbat jalan napas

4.      Keringkan dan rangsang taktil

R/: Merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya.

5.      Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi

R/:Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi

6.      Lakukan penilaian pada bayi

R/: Mengetahui perkembangan dan mencegah komplikasi dini

7.      Lakukan resusitasi bila 6 langka awal belum berhasil

R/:Mencegah terjadinya komplikasi

8.              Lakukan ventilasi bila tindakan resusitasi belum juga berhasil

R/:Mencegah bayi mengalami komplikasi lanjut sepert cacat mental, pneumonia & kematian

3.6. Implementasi

Tanggal : 07 – 11 – 2019, Jam 17.45 wib

1.Menjaga bayi tetap hangat dengan cara selimuti bayi dan diletakan pada ruangan yang hangat.

2. Mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi dengan menganjal bahu menggunakan kain setingi 5 cm.

3. Mengisap lendir menggunakan De Lee.

4.Mengeringkan dan merangsang taktil menggunakan selimut dengan sedikit tekanan.

5.Mengatur kembali posisi kepala dan selimuti bayi dengan selimut yang bersih dan kering.

6.Melakukan penilaian pada bayi yaitu :

  Warna kulit merah.

  Denyut nadi teratur yaitu lebih dari 100 x/ menit.

  Reflek ada yaitu menangis kuat.

  Tonus otot gerakan aktif.

  Pernapasan normal: 30 – 60 x/ menit.

3.7.Evaluasi

Tanggal; 07 – 11 – 2019, Jam 18.00 Wib.

Dx: BBL dengan asfiksia sedang.

S: Ibu mengatakan bayinya sudah bisa menangis kuat dan dapat bernapas spontan.

O: Ku : baik

As: 7

Kesadaran: Composmentis.

A: BBL Normal

P: - Lanjutkan perawatan tali pusat.

- Anjurkan ibu untuk memberikan Asi Eksklusif sampai bayi usia 6 bulan.

-Anjurkan ibu untuk menteki bayinya sehari minimal 8 kali.

-Anjurkan ibu untuk perawatan payudara dan senam nifas

-Anjurkan ibu untuk makan makanan yang mengandung gizi seimbang

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada teori kasus bayi dengan asfiksia sedang, diperoleh tanda-tanda seperti: Tidak bernapas atau bernapas megap-megap, warna kulit kemerahan, kejang, dan penurunan kesadaran. Dengan nilai apgar score 4 – 6. Penyebab terjadinya asfiksia dipengaruhi 3 faktor yaitu: Faktor Ibu, Faktor Tali Pusat, dan Faktor Bayi. Penanganan yang dilakukan adalah HAIKAP dan RESUSITASI.

Setelah dilakukan pengkajian dan pemeriksaan pada bayi Ny “R” dengan asfiksia sedang ditemukan bahwa penyebab terjadinya asfiksia dipengaruhi adanya ketuban bercampur mekonium dan lilitan tali pusat. Pada intervensi dan implementasi dilakukan HAIKAP. Pada evaluasi, setelah dilakukan implementasi berupa Haikap, bayi dapat menangis kuat, warna kulit merah dan adanya peningkatan kesadaran dan tidak tampak terjadi komplikasi.

Maka dapat disimpulkan bahwa antara tinjauan teori dan kasus nyata pada bayi Ny “R” baru lahir dengan asfiksia sedang ditemukan adanya kesenjangan yaitu pada intervensi, dijelaskan penanganan asfiksia dengan 6 langka awal dan dilanjutkan dengan resusitusi dan ventilasi. Namun pada kasus ini hanya dilaksanakan penanganan HAIKAP karena bayi sudah bisa bernapas spontan dan menangis kuat.

BAB 5

PENUTUP

5.1.Kesimpulan

Pada kasus bayi Ny “R” dengan asfiksia sedang, setelah dilakukan pengkajian dan pemeriksaan diketahui penyebab utama terjadinya asfiksia adalah cairan ketuban bercampur mekonium dan adanya lilitan tali pusat. Sehingga pada intervensi dan implementasi dilakukan tindakan HAIKAP dengan segera untuk mencegah terjadinya komplikasi. Setelah HAIKAP dilakukan bayi dapat menangis kuat, warna kulit merah dan kesadaran meningkat.

5.2.Saran

5.2.1.Petugas

Diharapkan selalu siap melakukan resusitusi bayi pada setiap pertolongan persalinan

5.2.2.Orang Tua

         Mampu menjaga kehangatan tubuh bayi dengan dekapan

         Segera memberikan Asi kepada bayinya

5.2.3.Institusi

Mampu memberikan ketrampilan pentatalaksanaan BBL dengan asfiksia sesuai dengan mutu standar pelayanan kesehatan

5.2.4.Mahasiswa

Diharapkan mampu menerapkan ilmu dan ketrampilan penanganan bayi dengan asfiksia.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2019. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal Revisi 2019. Jakarta. JNPK – KR.

Depkes. 2015. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir. Jakarta.

Mansjoer, Arief. 2015. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Jilid I. FKUI: Media Aesculapius.

Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam. 2015. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Wiknojasastro, Hanifa dkk. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta. YBPSP.