DETEKSI KUSTA SUBKLINIS PADA NARAKONTAK · PDF filei tesis deteksi kusta subklinis pada...
Transcript of DETEKSI KUSTA SUBKLINIS PADA NARAKONTAK · PDF filei tesis deteksi kusta subklinis pada...
i
TESIS
DETEKSI KUSTA SUBKLINIS PADA NARAKONTAK
SERUMAH PENDERITA KUSTA MULTIBASILER
DI OE-CUSSE TIMOR LESTE
DULCE MADALENA DA COSTA ALBERTO
NIM 1114088106
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
ii
TESIS
DETEKSI KUSTA SUBKLINIS PADA NARAKONTAK
SERUMAH PENDERITA KUSTA MULTIBASILER
DI OE-CUSSE TIMOR LESTE
Tesis ini untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
DULCE MADALENA DA COSTA ALBERTO
NIM 1114088106
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
iii
iv
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 17 Mei 2017
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor : 38.5/UN14.2.2/PD/2017
Tanggal 09 Mei 2017
Ketua : Dr. dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK, FINSDV
Sekretaris : Dr. dr. Made Wardhana, Sp.KK(K), FINSDV
Anggota :
1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
2. Dr.dr. A. A. G. P. Wiraguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV
3. Dr. dr. I. G. A. A. Praharsini, Sp.KK, FINSDV
v
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama - tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya maka tesis ini dengan judul “Deteksi Kusta
Subklinis Pada Narakontak Serumah Penderita Kusta MB di Oe-cusse Timor Leste”
dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapakan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Luh Made Mas Rusyati, SpKK, FINSDV, sebagai
pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat,
bimbingan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih sebesar-
besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. dr. Made Wardhana, SpKK (K),
FINSDV, sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada
penulis.
Terima kasih penulis kepada Pemerintah Timor Leste melalui Kementerian
Kesehatan Timor Leste, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan finansial
kepada penulis untuk menempuh pendidikan di PPDS I Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), M.Kes, yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Program
magister Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas
Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) dan
vii
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik, Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinathi, M.Sc,
SpGK, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk menjadi mahasiswa
Program Pascasarjan Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur
RSUP Sanglah Denpasar, dr. I Wayan Sudana, M.Kes, Kepala Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. dr.
Made Swastika Adiguna, SpKK(K), FINSDV, FAADV dan Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I) Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, Dr. dr. Made wardhana, SpKK(K), FINSDV atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah Denpasar.
Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada penguji
karya akhir ini, yaitu Prof. dr. Made Swastika Adiguna, SpKK(K), FINSDV, FAADV,
Dr. dr. A A G P Wiraguna, SpKK(K), FINSDV, FAADV, Dr. dr. I Gusti Ayu Agung
Praharsini, SpKK, FINSDV, yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan
koreksi sehingga karya akhir ini dapat terwujud.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Presidente Autoridade
Regioa Administrativo Especial Oe-cusse Ambeno (RAEOA) Timor Leste,
Sr. Dr. Mari Alkatiri dan Secretaria Saúde RAEOA, Timor Leste, Sra Lucia Taeki,
SKM, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
di Oe-Cusse. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Laboratorium Rumah Sakit
Referal Oe-cusse Timor Leste, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
viii
dalam menggunakan prasarana dan sarana laboratorium untuk kelancaran penelitian
ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya untuk pembimbing akademis penulis, dr. I Gusti Ngurah
Darmaputra, SpKK dan semua kepala Divisi dan Staf Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar, atas segala bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis
menempuh pendidikan, juga untuk semua dosen Pascasarjana Program Magister Ilmu
Biomedik, atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis sehingga membantu
menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada dr. I Wayan
Gede Artawan Eka Putra, M.Epid, atas bimbingannya berkaitan dengan analisis
statistika dalam penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat PPDS I
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin atas pengertian, bantuan dan kerjasama yang baik
selama masa pendidikan ini. Begitu pula untuk seluruh tenaga paramedis dan non
medis poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP sanglah yang telah membantu dan
memberikan dukungan berupa suasana kerja yang baik sehingga memungkinkan
penulis menyelesaikan pendidikan.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua Joao Alberto da Costa Hanjam (Alm) dan Filomena Pereira yang telah
membesarkan, memberikan kasih sayang yang tulus serta adik-adikku yang tercinta
Jacinta Martins Alberto dan suami Apolionario Maia Araujo, drh. Tito Alberto,
Albertina Alberto, Telly Alberto beserta keluarga yang selalu memberi semangat
kepada penulis hingga pendidikan ini dapat diselesaikan. Akhirnya penulis sampaikan
ix
terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta
dr. Joao Pedro da Costa Xavier, SpB, serta ananda tercinta Stella Natacha Joena Xavier
dan Joao Alberto Junior Joena Xavier atas segala pengertian, kesabaran dan
pengorbanannya selama ini serta semangat yang tiada hentinya selama penulis
menjalani program pendidikan ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada keluarga, sahabat serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu
persatu yang telah membantu dan memberika dorongan semangat kepada penulis
sampai tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga karya akhir ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak dan
segala kritik serta saran diharapkan untuk perbaikannya. Semoga Tuhan Yang maha
Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu
pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Denpasar, 17 Mei 2017
Penulis
x
ABSTRAK
DETEKSI KUSTA SUBKLINIS PADA NARAKONTAK SERUMAH
PENDERITA KUSTA MULTIBASILER DI OE-CUSSE TIMOR LESTE
Kusta adalah penyakit infeksi kronis disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae)
yang terutama menyerang kulit, saraf tepi dan organ tubuh lainnya seperti sistem
retikuloendotelial, saluran pernafasan bagian atas, mukosa hidung, saluran
pencernaan, testis, mata dan tulang. Penyakit ini berhubungan dengan deformitas dan
kecacatan. Narakontak serumah dengan kusta MB mempunyai peluang 5-10 kali lebih
besar dibandingkan populasi umum dan infeksi kusta subklinis juga dapat menjadi
sumber penularan. Kusta subklinis dapat berkembang menjadi kusta. Pada penderita
kusta subklinis terdapat kenaikan titer IgM terhadap Phenolic glycolipid-1 (PGL-1).
Pada sebagian besar kusta multibasiler menunjukkan titer antibodi PGL-1 yang
meningkat. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi
kusta subklinis pada narakontak serumah penderita kusta multibasiler di Oe-cusse
Timor Leste
Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif analitik dengan rancangan
potong lintang. Jumlah subjek pada penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi adalah 100 orang. Pada subjek dilakukan pengambilan darah vena sebagai
bahan pemeriksaan serologi dengan uji Mycobacterium leprae (ML) dipstick untuk
mendeteksi anti PGL-1.
Pada penelitian ini berdasarkan uji statistik didapatkan OR yaitu 3,4 pada 95 %
CI 1,144 – 9,875 dan nilai p = < 0,028 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki – laki
mempunyai peluang 1,6 kali lebih besar tertular kusta subklinis dibandingkan
perempuan dan nilai p menunjukkan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
laki-laki dengan prevalensi kusta subklinis. Penelitian ini juga berdasarkan uji statistik
didapatkan OR yaitu 11,1 pada 95 % CI 3,725 – 32,896 dan nilai p = < 0,001
menunjukkan bahwa narakontak serumah yang tinggal bersama dengan penderita
kusta dalam satu rumah dengan jumlah anggota ≥ 7 orang mempunyai peluang 4,3 kali
lebih besar menderita kusta subklinis dibandingkan dengan jumlah anggota ≤ 7 orang
dan menunjukkan hubungan bermakna antara jumlah anggota ≥ 7 orangdengan
prevalensi kusta subklinis.
Simpulan penelitian ini adalah jenis kelamin laki – laki mempunyai peluang
lebih besar tertular atau menderita kusta subklinis dibandingkan perempuan dan
narakontak serumah yang tinggal bersama dengan penderita kusta dalam satu rumah
dengan jumlah anggota ≥ 7 orang mempunyai peluang lebih besar menderita kusta
subklinis dibandingkan dengan jumlah anggota < 7 orang.
Kata kunci : kusta multibasiler, narakontak, anti PGL-1
xi
ABSTRACT
DETECTION OF SUBCLINICAL LEPROSY ON HOUSEHOLD CONTACT
WITH MULTIBACILLARY LEPROSY PATIENTS
IN OE-CUSSE TIMOR LESTE
Leprosy is a chronic infectious disease caused by Mycobacterium leprae (M. leprea),
primarily affects the skin, peripheral nerves and other organs such as
reticuloendothelial system, upper respiratory tract, nasal mucosa, gastrointestinal
tract, teste, eyes, and bones. The disease is associated with derformity and disability.
Household contact is the group of people who are in contact with multibacillary (MB)
leprosy had a 5-10 times higher transmission risk compared with general population
and subclinical leprosy can also be a source of transmission. Subclinical leprosy can
develop leprosy. In subclinical leprosy patients showed increased of IgM PGL-1
titers. In the majority of multibacillary leprosy patients showed increased PGL-1
antibody titers. The aim of this study is to detection subclinical leprosy on household
contact with multibacillary leprosy patients in Oe-cusse Timor Leste.
This study is analytical descriptive cross-sectional design. The number of
household contact subject that qualify inclusion and exclusion criteria were 100
people. In the subjects, blood sample was taken as serological examination with
Mycobacterium leprae (ML) dipstick test for detection of anti PGL-1.
Based on the statistical analysis in this study, the odds ratio (OR) is 3.4 with
95% CI 1.144 – 9.875 and p value = < 0.028. This means that male has 3.4 fold higher
probability to be infected with subclinical leprosy compared to female, and the p value
shows the marked correlation between the male sex and subclinical leprosy
prevalence. It is also noted in this study’s statistical analysis that the OR value is 11.1
with 95% CI 3.725 – 32.896 and p value = < 0.001. This means that household
contacts with ≥ 7 persons has 4.3 fold higher probability to suffer from subclinical
leprosy compared with household contacts with ≤ 7 persons and the p value also
shows a significant correlation between household contacts with > 7 persons and
subclinical leprosy prevalence.
Conclusion of this study are male sex has a higher probability to be infected or
suffer from subclinical leprosy compared to female and leprosy patient’s household
contacts with the number of ≥ 7 persons have the higher chance to suffer from
subclinical leprosy compared with household contacts with < 7 persons.
Keywords : multibacillary leprosy, household, anti PGL-1
xii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM …………………………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN………………. …………………………………. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ..………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………… 7
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………...... 7
1.3.1 Tujuan Umum ……………………………………... 7
1.3.2 Tujuan Khusus …………………………………….. 7
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………..….. 7
1.4.1 Manfaat teoritis…..…………………………..…….. 7
1.4.2 Manfaat praktis ………………………………...….. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ………………………………………….……. 8
2.1 Kusta………………….......................................................... 8
2.1.1 Definisi……..………………………….................. 8
2.1.2
2.1.3
Etiologi …………………………………………...
Mikrobiologi Mycobacterium Leprae......…...........
8
9
2.2
2.1.4
2.1.5
Penularan Mycobacterium leprae …………………..
Patogenesis ……………………………………….
Kusta Subklinis …………………………………...
16
17
18
xiii
2.2.1
2.2.2
2.2.3
Istilah dan definisi kusta subklinis ……………….
Infeksi kusta subklinis ……………………………
Epidemiologi ……………………………………..
18
19
20
2.3 Diagnosis Penyakit Kusta…………………………………… 24
2.3.1 Diagnosis berdasarkan klinis, bakteriologis dan
histopatologis……………………………………...
24
2.3.1.1 Diagnosis klinis……………………...... 24
2.3.1.2 Diagnosis berdasarkan penemuan
bakteriologis …………………………..
27
2.3.1.3 Diagnosis histopatologis……………… 31
2.3.2
2.3.3
Diagnosis Serologis…………………....................
Diagnosis Molekuler……………………………...
32
36
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN ............... 38
3.1 Kerangka Berpikir …………………………………………. 38
3.2 Kerangka Konsep ……………………..……………………. 39
BAB IV METODE PENELITIAN .....……………………………………….. 40
4.1 Rancangan Penelitian ……………………………………..... 40
4.2
4.3
Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………....
Penentuan Sumber Data …………………………………….
4.3.1 Populasi target …………......................................
4.3.2 Populasi terjangkau ……….…………………….
40
41
41
41
4.3.3 Sampel Penelitian ……………………………….
4.3.4 Besar sampel dan pengambilan sampel…………
41
42
xiv
4.4
4.5
Variabel Penelitian …………………………………...…….
Bahan Penelitian ……………………………………………
43
44
4.6 Instrumen Penelitian ……………………………………….. 44
4.6.1 Alat-alat ...………….………………………….…........ 44
4.7
4.6.2 Reagen ………………………………………………...
Prosedur Penelitian …………………………………………
45
45
4.7.1 Pengambilan Data ……………………………………. 46
4.7.1.1 Pengambilan spesimen ……………...........................
4.7.1.2 Pemeriksaan serologi dengan metode Uji ML dipstic
46
46
4.8
4.9
4.10
4.11
Pengolahan Limbah Medis Penelitian ………………………
Alur Penelitian………………………………………………
Analisis Data………………………………………………...
Etika Penelitian ……………………………………………..
48
49
50
50
BAB V HASIL PENELITIAN ………………………………………………… 52
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………………… 60
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………... 75
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 76
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema struktur M. leprae …..……………………………………………… 15
Gambar 2.2 Skema perkembangan penyakit setelah terinfeksi M. leprae ………………. 20
Gambar 2.3 Spektrum MH menurut Ridley-Jopling …………………………………….. 25
Gambar 2.6 Uji ML dipstick ……………………………………………………………. 36
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian ……………………………………………….. 39
Gambar 4.1 Rancangan penelitian ……………………………………………………… 40
Gambar 4.2 Alur penelitian ……………………………………………………………… 49
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Berbagai antigen Mycobacterium leprae …..……………………………....... 16
Tabel 2.2 Prevalansi kusta subklinis di beberapa wilayah ………………………… …… 23
Tabel 2.3 Karakteristik klasifikasi kusta Ridley dan Jopling ……………………....... 25
Tabel 2.4 Klasifikasi WHO …………………………………………………………… 27
Tabel 2.5 Contoh perhitungan IB dan IM …………………………………………… 30
Tabel 5.1 Karakteristik narakontak Penelitian ………………………………………. 52
Tabel 5.2 Prevalensi hasil pemeriksaan serologi dengan uji ML dipstick positif pada
narakontak penderita kusta MB di Regional Oe-cusse Timor Teste ……. 55
Tabel 5.3 Hasil Analisis Bivariabel ………………………………………………….. 56
Tabel 5.4 Hasil analisis multivariabel faktor yang berhubungan dengan hasil serologi
positif (uji ML dipstick) ……………………………………….. ……………. 58
xvii
DAFTAR SINGKATAN
ANCD : Annual new case detection rate
APC : Antigen presenting cell
BB : Mid-borderline
BCG : Bacille Calmette Guerin
BL : Borderline lepromatous
BT : Borderline tuberculoid
BTA : Bakteri tahan asam
CI : Confidence interval
C+G : Cytosine dan guanine
CLTRI : Central Leprosy Teaching and Research Institute
Depkes : Departemen Kesehatan
DNA : Deoxyribunucleic acid
ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay
ENL : Eritema nodosum leprosum
HCL : Hydrochloride
HLA : Human leukocyte antigen
IB : Indeks bakteri
IgM : Immunoglobulin M
IgG : Immunoglobulin G
IM : Indeks morfologis
IRT : Ibu rumah tangga
KD : Kilodalton
xviii
LAM : Lipoarabinomannan
LAM-B : Lipoarabinomannan-B
LFT : Lateral flow test
LL : Lepromatous lepromatous
MB : Multibasiler
MCH : Major histocompatibility complex
MDT : Multidrug therapy
MH : Morbus Hansen
ML dipstick : Mycobacterium leprae dipstick
M. leprae : Mycobacterium leprae
MLPA : Mycobacterium leprae particle agglutination
NT-P-BSA : Natural trisacharida phenyl propionate bovin serum albumin ()
0C : Derajat selsius
OR : Odds ratio
P : nilai p
PB : Pausibasiler
PCR : Polymerase chain reaction
PGL-1 : Phenol glycolipid-1
PDIM : Phthiocerol moiety dari M. leprae phthioceroldimycocerosate
PT : Perguruan tinggi
RAEOA : Regioa Administrativo Especial Oe-cusse Ambeno
RDTL : Republica Democratica de Timor Leste
rRNA : ribosom-Ribonucleic Acid
xix
SD : Sekolah dasar
SIS : Sistem imun seluler
SLTA : Sekolah lanjutan tingkat atas
SLTP : Sekolah lanjutan tingkat pertama
SPSS : Statistical package for social sciens
SSS : Shit skin smear
TT : Tuberkuloid tuberuloid
µl : Mikro liter
WHO : World health organization
% : Persen
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Keterangan kelaikan etik ………………………………………………… 87
Lampiran 2 Surat ijin penelitian ……………………………………………………… 88
Lampiran 3 Penjelasan dan persetujuan penelitian …………………………………… 89
Lampiran 4 Persetujuan ikut serta dalam penelitian ………………………………….. 91
Lampiran 5 Kuisioner penelitian ……………………………………………………… 92
Lampiran 6 Data subjek penelitian ……………………………………………………. 94
Lampiran 7 Karakteristik subjek penelitian …………………………………………… 99
Lampiran 8 Hasil analisa bivariabel …………………………………………………… 102
Lampiran 9 Hasil analisa multivariabel ………………………………………………… 110
Lampiran 10 Foto hasil uji ML dipstick …………………………………………………. 115
xxi
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah
Kusta atau Morbus Hansen (MH) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
menimbulkan masalah kompleks. Masalah yang selalu dihadapi penderita bukan hanya dari segi
medis melainkan juga masalah secara psikososial. Penyakit ini masih dianggap sebagai penyakit
menular yang tidak bisa diobati, penyakit keturunan atau kutukan dan menimbulkan kecacatan
apabila tidak tertanggani dengan baik.
Kusta adalah penyakit infeksi kronis disebabkan Mycobacterium leprae(M. leprae)
menyerang saraf perifer dan kulit.Penyakit ini berhubungan dengan deformitas dan kecacatan
sehingga menyebabkan stigma sosial serta diskriminasi terhadap pasien dan keluarga(Lee
dkk.,2012; Kumar dkk., 2010; Rafferty dkk, 2005).
Kusta sangat bervariasi secara klinis dari tipe tuberculoid tuberculoid (TT), borderline
tuberculoid (BT), mid-borderline (BB), borderline lepromatous (BL) dan lepromatous
lepromatous (LL) dan setiap tipe dapat menyerupai penyakit lain atau disebut great imitator
sehingga dalam meneggakkan diagnosis seringkali di kelirukan terutama kusta tipe multibasiler
(MB) yang masih belum terjadi gangguan sensibilitas sehingga didiagnosis dengan penyakit lain
seperti kutaneus sarkoidosis, granuloma anular, leishmaniasis dan kutaneus tuberkulosis (Kumar
dkk., 2010; Hargrave, 2010).
Data World Health Organization(WHO) mengenai epidemiologi penyakit kusta
menunjukkan adanya penurunan prevalensi kusta secara global yang signifikan setelah
pengenalan MDT. Kasus kusta pada pertengahan tahun 1980 didapatkan sejumlah lebih dari lima
1
xxii
juta kasus, kemudian mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2015 menjadi kurang
dari 200.000 kasus, tetapi kasus baru, kasus relaps, komplikasi berupa reaksi kusta, serta
kecacatan masih terus muncul walaupun dalam skala kecil (Infodatin, 2015; WHO 2015).
Untuk tujuan pengobatan multidrug therapy (MDT) WHO membagi kusta menjadi tipe
multibasiler (MB) dan pausibasiler (PB) yang sudah digunakan secara luas terutama di wilayah
yang minim fasilitas. Dengan pemberian rejimen MDT telah terjadi penurunan prevalensi
penyakit kusta secara global akan tetapi di beberapa wilayah masih dilaporkan kasus – kasus
baru terutama di Asia Tenggara. Jumlah kasus kusta baru di dunia pada tahun 2011 sebanyak
192.246 kasus, dari jumlah tersebut paling banyak terdapat di wilayah Asia Tenggara sebanyak
160.132 diikuti Amerika sebanyak 36.832 kasus, Afrika sebanyak 12.673 kasus dan sisanya
berada di regional lain di dunia. Data WHO tahun 2012 menunjukkan Indonesia berada di
peringkat ketiga kasus kusta terbanyak setelah India dan Brazil (WHO, 2012).Selain itu,
berdasarkan data WHO tahun 2013, Indonesia masih menempati peringkat ketiga jumlah kasus
baru terbanyak setelah India dan Brasil yaitu sebesar 16.856 (WHO, 2013).
Prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 22.390 atau sekitar 12,3%
dari keseluruhan kasus di dunia. Beberapa wilayah di Indonesia dengan jumlah penderita kusta
yang masih tinggi antara lain Jawa Timur, Papua, Sulawesi Selatan dan Maluku (WHO,
2012).Berdasarkan jumlah kasus baru kusta dan new case detection rate (NCDR) per 100.000
penduduk per provinsi tahun 2011 – 2013 , dilaporkan hampir seluruh provinsi di bagian timur
Indonesia merupakan daerah dengan beban kusta tinggi. Kasus baru kusta tahun 2013 dilaporkan
tertinggi di Papua 1.180 kasus, Papua Barat 733 kasus, Maluku 518 kasus dan Nusa Tenggara
Timur 159 kasus (Infodatin, 2015).
2
xxiii
Di Indonesia dilaporkan kasus kusta baru tipe multi basiler (MB) tertinggi di Asia
Tenggara sejumlah 14.213 kusta tipe MB dari kasus dari total 17.025 kasus kusta baru di
Indonesia atau sekitar 83,4% (WHO, 2015). Jumlah kasus baru tertinggi di Indonesia didapatkan
di Propinsi Jawa Timur yaitu sejumlah 4132 kasus (Infodatin, 2015).
Di Timor Leste yang merupakan wilayah terdekat dengan Indonesia kusta juga masih
menjadi masalah.Pada tahun 2011 jumlah kasus baru sebanyak 83 kasus dan jumlah kasus kusta
awal tahun 2012 sebanyak 72 kasus. Laporan data kasus tersebut sering tidak menunjukkan
angka yang sesungguhnya pada masyarakat dapat lebih banyak dari angka tersebut sehingga
penyakit kusta ini di kenal sebagai fenomena gunung es, oleh karena pasien – pasien yang
berobat di pusat pelayanan kesehatan sering sudah mengalami fase lanjut sedangkan kasus yang
ada di masyarakat merupakan kasus kusta yang tidak terdeteksi (Kemenkes, 2012; WHO,
2011).Dilaporkan kasus baru kusta di Regioa Administrativo Especial Oe-cusseAmbeno
(RAEOA) tahun 2016 sebanyak 13 kasus terdiri dari kusta MB sebanyak 9 kasus dan kusta PB
sebanyak 4 kasus. Kasus kusta baru tahun 2015 dilaporkan sebanyak 41 kasus terdiri dari kusta
MB 29 kasus dan kusta PB 12 kasus (Anonim, 2016).
Listiawan (2012) mengemukakan bahwa 88% masyarakat tidak mengetahui bagaimana
cara penularan kusta dan 56% masyarakat masih beranggapan bahwa kusta merupakan penyakit
keturunan. Keterbatasan dalam penyampaian informasi tentang kusta menyebabkan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta. Pengetahuan masyarakat yang kurang ini
menyebabkan kasus kusta terus meningkat.
Manifestasi klinis penyakit kusta dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
genetik, daya tahan tubuhpejamu, pengetahuan dan kesadaran penderita, cepat-
lambatnyaseseorang untuk mencari pengobatan, jarak dan ketersediaan aksespelayanan
3
xxiv
kesehatan dan kepatuhan minum obat MDT. Faktor penyebab yang paling utama adalah daya
tahantubuh pejamu atau keadaan respon imun seluler seseorang. Bila responimun selulernya
baik, maka seseorang yang terinfeksi bakteri M. leprae hanya akan bermanifestasi sebagai kusta
tipe PB atau bahkan dapat sembuh sendiri. Namun, bila respon imun selulernya buruk, maka
akan bermanifestasi sebagai kusta tipe MB (Saragih, 2014).
Daya tular merupakan peluang seorang penderita untuk menimbulkan infeksi subklinis
pada narakontaknya. Sedangkan infeksi subklinis sendiri merupakan keadaan dimana kuman M.
lepraemasuk ke dalam tubuh seseorang yang ditunjukkan dengan seropositif namun tidak
menunjukkanmanifestasi klinis kusta (Wardhana dkk., 2016; Smith dkk., 2004).
Narakontak serumah merupakan kelompok orang dengan risiko penularan tertinggi
terutama pada orang yang kontak dengan kusta tipe multibasiler mempunyai peluang 5-10 kali
lebih besar dibandingkan populasi umumdan infeksi kusta subklinis juga dapat menjadi sumber
penularan (Bakker dkk., 2004; Izumi, 2005).Walaupun perjalanan infeksi kusta belumdiketahui
seluruhnya namun penularan melalui inhalasi paling mungkin oleh karena jumlah basil yang
dikeluarkan lewat sekret hidung terutama tipe lepromatosa jumlahnya sangat besar (Izumi, 2005;
Pattyn dkk., 1993).
Deteksi kusta berdasarkan prinsip yang digunakan sejak beberapa abad yang lalu, yaitu
pemeriksaan klinis, adanya basil tahan asam (BTA) pada apusan sayatan kulit dan pemeriksaan
histopatologis yang sifatnya subjektif. Pemeriksaan lain seperti biakan inokulasi pada binatang
sampai saat ini belum memuaskan (Amirudin dkk., 2003).
Meskipun M. leprae tidak dapat di kultur secara in-vitrotetapi mempunyai antigen yang
spesifik yang terdiri dari komposisi kimia berupa phenolic glycolipid-I (PGL-I ), yang telah
dikembangkan sebagai tes serologis untuk kusta (Wardhana dkk., 2016). Pemeriksaan yang
4
xxv
sudah diketahui untuk pemeriksaan serologis seperti metode Enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA), metode ini memerlukan sarana laboratorium yang lengkap dan waktu yang
panjang. Telah dikembangkan suatu tes untuk memeriksa IgM anti PGL-1 yang disebut dengan
Lateral Flow Test yang dalam penggunaannya sangat sederhana, cepat dan dapat dipakai untuk
identifikasi orang yang kontak dengan penderita kusta dan mempunyai risiko tinggi menderita
kusta dimasa yang akan datang(Buchanan, 1994; Rees dan Young, 1994).
Uji Mycobacterium leprae (ML) dipstick merupakan salah satu metode lainnya yang
dapat digunakan untuk memeriksa IgM anti PGL-1. Uji ML dipstick dapat digunakan untuk
mendeteksi kusta subklinis.Uji ini mudah dikerjakan, tidak memerlukan berbagai peralatan dan
keterampilan khusus. Uji ML dipstick ini stabil dan tidak membutuhkan alat pendingin (Agusni
dan Menaldi, 2003a; Burher-Sekula dkk., 2000; Buhrer-Sekula dkk., 1998).
Selain pemeriksaan serologis telah berkembang pula pemeriksaan biomolekuler yakni
pemeriksaan polymerase chainreaction (PCR). Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun
1985, teknologi PCR telah menghasilkan terobosan besar dalam penelitian dan pengembangan
ilmu kedokteran untuk memahami berbagai patogenesis dan diagnosis penyakit. Tehnik ini
sangat sensitif dan spesifik dalam mendeteksi DNA M.leprae sehingga memungkinkan untuk
digunakan sebagai alat diagnosis dan penelusuran transmisi infeksi M. leprae. Beberapa
penelitian telah melaporkan keberhasilannya dalam menggunakan tehnik PCR untuk mendeteksi
M. leprae secara spesifik dan sensitif pada sampel jaringan. Polymerase chain reaction
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang hampir sempurna dalam mendeteksi DNA M.
Leprae. Pemeriksaan polymerase chain reaction tidak dapat menunjukkan kuman M. leprae
masih hidup dan dilakukan oleh tenaga yang profesional (Van-Beers dkk., 1994;
Wichitwechkarn dkk., 1996; Hatta, 1999; Kwenang dan Hatta, 1999).
5
xxvi
Cara pemeriksaan yang telah dijelaskan tersebut dimungkinkan dapat dilakukan
pemeriksaan lebih dini sehingga dengan demikian dapat mendiagnosis kusta subklinis, namun
uji ML dipstick lebih mudah dikerjakan tanpa adanya tenaga profesional. Dengan hasil yang
diperoleh selanjutnya dapat mempertimbangkan pemberian pengobatan lebih awal yang pada
akhirnya dapat mencegah munculnya manifestasi klinis serta membantu program World Health
Organisation (WHO) dalam menurunkan kasus kusta (Smith dkk., 2000).
1.2. Rumusan Masalah
Berapakah keluarga kontak serumah kusta multibasiler yang menderita kusta subklinis dengan
menunjukkan hasil positif uji ML dipstick ?
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mendeteksi adanya anti PGL-1 pada narakontak serumah penderita kusta multibasiler di
Regional Oe-cusse Timor Leste.
1.3.2 Tujuan khusus
Untuk mengetahui serologis narakontak serumah kusta multibasiler dengan uji ML
dipstick.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis
Untuk mendapatkan data kusta subklinis pada keluarga kontak serumah yang selanjutnya
dapat digunakan sebagai data dasar penelitian selanjutnya.
6
xxvii
1.4.2. Manfaat praktis
Dengan mengetahui adanya kusta subklinis pada keluarga kontak serumah selanjutnya
dapat melakukan intervensi lebih awal sehingga dapat mencegah munculnya manifestasi klinik
dan pada akhirnya dapat membantu menurunkan kasus kusta di Regional Oe-cusse Timor Leste.
7