DESAIN GRAFIS DALAM SAMPUL MAJALAH MAXIMelibrary.unisba.ac.id/files/08-5220_Fulltext.pdf · i KATA...
Transcript of DESAIN GRAFIS DALAM SAMPUL MAJALAH MAXIMelibrary.unisba.ac.id/files/08-5220_Fulltext.pdf · i KATA...
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
SIMBOL-SIMBOL GAYA HIDUP dalam COVER MAJALAH RIPPLE
Analisis Semiotika Mengenai Gaya Hidup dalam
Sampul Majalah Ripple
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Fakultas Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh :
Tubagus Anugerah
10080002065
Bidang Kajian Jurnalistik
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2008
LEMBAR PENGESAHAN
SIMBOL-SIMBOL GAYA HIDUP dalam COVER MAJALAH RIPPLE
Analisis Semiotika Mengenai Gaya Hidup dalam
Cover Majalah Ripple
Disusun Oleh:
Tubagus Anugerah P. Putera
10080002065
Bidang Kajian Ilmu Jurnalistik
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Ferry Darmawan, S. Sos., M.Ds M.E. Fuady, S. Sos
Mengetahui
Ketua Bidang Kajian Jurnalistik
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Hj. Kiki Zakiah. Dra., M.Si
ABSTRAK
Majalah merupakan salah satu bentuk media massa cetak yang dapat terbit mingguan hingga bulanan, saat ini majalah membuat gender yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen atau pembaca. Kebutuhan akan informasi, hiburan, dan pendidikan sangat dibutuhkan pembaca untuk dapat mewakili apa yang diinginkan oleh para pembaca, oleh sebab itu pengenderan majalah pun disesuaikan dengan kebutuhannya dan dengan bentuk-bentuk yang beragam, hingga pembaca tidak lagi disuguhkan akan satu format informasi saja.
Bentuk dari majalah pun dapat mewakili gaya hidup yang dibutuhkan, entah itu mengenai hobi hingga pada kebutuhan yang lebih bersifat pribadi. Oleh karena itu satu bentuk majalah anak muda yang dianggap mewakili suara kritis dari kaumnya terlahir dengan nama media Ripple Magazine yang berawal dari majalah berbentuk pocket hingga saat ini dengan bentuk majalah yang memiliki format besar. Ripple sendiri merupakan majalah gaya hidup yang berisikantentang kegiatan anak muda sepenuhnya seperti surfing, skateboard, BMX, music, movie, article dan masih banyak lagi format yang terdapat didalamnya.
Penulis dalam penelitian ini memfokuskan diri pada penelitian secara visual dan sosial mengenai gaya hidup anak muda yang diwakili oleh salah satu bentuk media massa cetak yaitu majalah Ripple, penulis melihat dari sudut pandang cover majalah Ripple yang memiliki banyak makna dan kode didalamnya dan terpacu untuk melakukan sebuah penelitian mengenai kehadiran gaya hidup dalam cover majalah Ripple.
Berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan, formasi permasalahan yang diajukan penulis pada penelitian ini adalah “Simbol-simbol Gaya Hidup Dalam Cover Majalah Ripple”, sedangkan tujuan penelitian yang ingin diketahui adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana kode visual gaya hidup pada sampul majalah Ripple.
2. Untuk mengetahui bagaimana kode social gaya hidup pada sampul majalah Ripple.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, dengan pisau bedah analisis semiotika teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan kepustakaan mengenai keterkaitan antara kode visual dan sosial dari cover majalah Ripple dengan simbol-simbol gaya hidup.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kode visual dan sosial yang ditampilkan dari cover majalah Ripple dapat berpengaruh terhadap terjadinya simbol-simbol gaya hidup secara visual dan kode sosial. Kode visual digunakan untuk peniruan gaya sedangkan kode sosial digunakan untuk melakukan sosialisasi antar sesama, khususnya mereka yang membaca dan mengkonsumsi secara rutin majalah Ripple.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Syukur alhamdullilah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rakhmat dan hidayah-Nya karena berkat pertolongan-Nya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai syarat akhir untuk memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Bandung.
Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit bantuan moral maupun materiil
yang telah penulis terima, yang sangat besar artinya dan merupakan bantuan yang tak
ternilai harganya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dorongan
dari pihak lain, penulisan skripsi ini tidaklah mungkin dapat dengan cepat terwujud.
Sungguh sulit untuk mengungkapkan dengan kata-kata sebagai ucapan terima
kasih penulis kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan
hingga selesainya penulisan skripsi ini, namun pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Allah SWT yang telah mengijinkan dan meridhoi penulis dalam menyelesaikan
penelitian skripsi mengenai gaya hidup.
2. Bapak DR. Yusuf Hamdan, Drs.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama
ini bagi penulis.
3. Bapak Ferry Darmawan, S. Sos., D.Ms selaku Dosen Pembimbing I atas segala
bantuan, bimbingan dan waktu yang diberikan, serta koreksi yang tak terhingga
ii
nilainya yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi selama
ini.
4. Bapak M.E. Fuady, S. Sos selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak
memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis selama dalam penulisan
hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Ibu Hj. Kiki Zakiah Dra,.M.Si selaku Ketua Bidang Kajian Jurnalistik, yang telah
banyak memberikan gambaran dan arahan bagaimana ruang lingkup kerja kajian
Jurnalistik.
6. Bapak Dadan Mulyana, Drs selaku Dosen Wali yang telah memberikan
bimbingan, masukan serta dorongan selama masa perkuliahan pada penulis.
7. Para dosen penguji pada pelaksanaan sidang komprehensif dan sidang skripsi
yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan kelancaran pada
penulis pada saat jalannya sidang, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
8. Seluruh Pimpinan Fakultas Ilmu Komunikasi beserta segenap staff pengajar dan
staff administrasi yang telah banyak membantu penulis selama menempuh
pendidikan di Bidang Kajian Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Bandung.
9. Bapak Satria Nurbambang selaku Chief Editor Ripple Magazine yang telah
mengijinkan penulis melakukan aplikasi dan riset tentang gaya hidup dan segenap
staff Ripple Magazine terima kasih atas bantuannya selama ini.
iii
10. Teuku ‘Demon’ Aditya sebagai editor yang kerap mengkritik skripsi dan
pekerjaan.
11. Terima kasih kepada pihak THE S.I.G.I.T; GOODNIGHT ELECTRIC; dan
MOCCA untuk menjadi narasumber dalam skripsi ini.
12. Orang tua ku tercinta “Mama” yang telah memberikan doanya, kasih sayangnya
juga dorongan yang tak ternilai kepada penulis dan “Papa” tersayang yang telah
pergi untuk selamanya, ananda persembahkan semua ini sebagai bukti cinta kasih
ananda…
13. Kakak ku..Tubagus Pratama (Two-two) yang selalu membuat diriku menjadi
adik.
14. Kakek (Alm) dan Nenek-ku kan selalu ku ingat segala nasihat dan kasih sayang
yang tidak akan pernah terlupakan untuk selamanya.
15. Saudara-saudaraku Buleud, Riri, Anes, Reza, Chiko, Tesa family and the big
family of MALABAR corp.
16. Sahabat-sahabatku Citra, Rahma, Amel, Alisha, Ria, Ila, Chika, Anti, Aji, Jao,
Rama, Agung, Gani, Gar, Gon’s, Gun, Den’s, Sat, Bram’s, Beng, Novi, Rian,
Gie’s, Trisya dan masih banyak lagi.
Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis
selama mendapat balasan dari Allah SWT..Amien..
iv
Mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun agar dalam
penulisan selanjutnya dapat lebih baik.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
memberikan sumbangan ilmiah bagi yang memerlukan dan membutuhkan…amiien.
Wassalammu’alaikum
v
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… v
DAFTAR BAGAN………………………………………………………………...viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………… 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………. 6 1.3 Identifikasi Masalah……………………………………………….. 6 1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………7 1.5 Kegunaan Penelitian……………………………………………….. 7 1.6 Alasan Pemilihan Masalah…………………………………………. 8 1.7 Kerangka Pikir……………………………………………………... 9
1.7.1 Desain dan Gaya Hidup…………………………………… 9 1.8 Pembatasan Masalah………………………………………………. 10 1.9 Pengertian Istilah……………………………………………………11 1.10 Metodologi Penelitian……………………………………………… 12
1.10.1 Penelitian Kualitatif………………………………………... 12 1.10.2 Analisis Semiotika…………………………………………. 13 1.10.3 Prosedur Analisis…………………………………………....16 1.10.4 Teknik Pengumpulan Data………………………………… 17
1.11 Sistematis Penulisan……………………………………………….. 18 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Semiotika…………………………………………………………... 19 2.1.1 Semiotika Visual…………………………………………… 21
2.1.1.1 Dimensi Sintaktik………………………………… 20 2.1.1.2 Dimensi Sematik dan Pragmatik…………………. 23 2.1.2 Semitoka Sosial……………………………………………. 24 2.2 Gaya Hidup…………………………………………………........... 26 2.3 Komunikasi Visual dan Grafis…………………………………….. 29
2.3.1 Pengertian Komunikasi Visual…………………………….. 29 2.3.2 Pengertian Komunikasi Grafis…………………………….. 29
vi
2.4 Sampul (Cover)……………………………………………………. 33 2.5 Majalah………….............................................................................. 35 2.5.1 Klasifikasi Majalah………………………………………… 38 BAB III : OBJEK PENELITIAN 3.1 Sejarah Terbentuknya Majalah Ripple……………………………... 40 3.2 Kebijakan Redaksi…………………………………………………. 41 3.2.1 Ciri Khas Majalah Ripple………………………………….. 41 3.2.2 Kebijakan Isi……………………………………………….. 41 3.2.3 Bahasa……………………………………………………… 41 3.2.4 Perwajahan…………………………………………………..41 3.2.5 Rubrik……………………………………………………… 42 3.3 Profil Pembaca Majalah Ripple……………………………………. 42 3.4 Fenomena Gaya Hidup dalam Cover Majalah…………………….. 43 3.5 Fenomena Gaya Hidup dalam Cover Majalah Ripple……………... 47 BAB IV : SIMBOL-SIMBOL GAYA HIDUP dalam COVER MAJALAH RIPPLE 4.1 Membaca Kode Visual dan Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 51…………………………………………… 57 4.1.1 Membaca Kode Visual Fashion Majalah Ripple Edisi 51…………………………………… 57 4.1.2 Membaca Kode Visual Typography Majalah Ripple Edisi 51…………………………………… 63 4.1.3 Membaca Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 51…………………………………… 67 4.1.4 Membaca Kode Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 51…………………………………… 70 4.2 Membaca Kode Visual dan Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 52…………………………………………… 72
4.2.1 Membaca Kode Visual Fashion Majalah Ripple Edisi 52…………………………………… 72
4.2.2 Membaca Kode Visual Typography Majalah Ripple Edisi 52…………………………………… 77
4.2.3 Membaca Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 52…………………………………… 80
4.2.4 Membaca Kode Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 52…………………………………… 82
4.3 Membaca Kode Visual dan Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 53…………………………………………… 85 4.3.1 Membaca Kode Visual Fashion
Majalah Ripple Edisi 53…………………………………… 85
vii
4.3.2 Membaca Kode Visual Typography Majalah Ripple Edisi 53………………………………. 90
4.3.3 Membaca Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53………………………………. 92
4.3.4 Membaca Kode Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 53………………………………. 94
4.4 Intepretasi Kode Visual dan Kode Sosial atas Representasi Simbol-Simbol Gaya Hidup padaCover Majalah Ripple……... 96
BAB V : KESIMPULAN & SARAN 5.1 Kode Visual Simbol-Simbol Gaya Hidup pada Cover Majalah Ripple……………………………………………… 101 5.2 Kode Sosial Simbol-simbol Gaya Hidup pada Cover Majalah Ripple……………………………………………… 102 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 103
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR
- Gambar 1 Cover subjek penelitian. Hal 55 - Gambar 1 (4.1.1) Cover subjek penelitian 1. Hal 57 - Gambar 2 (4.1.1) Cover fashion majalah Ripple edisi 51. Hal 57 - Gambar 3 (4.1.1) Cover fashion majalah Ripple edisi 51. Hal 58 - Gambar 4 (4.1.1) Cover fashion majalah Ripple edisi 51. Hal 60 - Gambar 5 (4.1.1) Cover fashion majalah Ripple edisi 51. Hal 61 - Gambar 6 (4.1.2) Cover Typography majalah Ripple edisi 51. Hal 63 - Gambar 7 (4.1.2) Warna dan Typography Cover majalah Ripple edisi 51.
Hal 64 - Gambar 8 (4.1.2) Typography Cover majalah Ripple edisi 51. Hal 64 - Gambar 9 (4.1.2) Typography Cover majalah Ripple edisi 51. Hal 66 - Gambar 10 (4.1.2) Typography Cover majalah Ripple edisi 51. Hal 66 - Gambar 11 (4.1.2) Typography Cover majalah Ripple edisi 51. Hal 67 - Gambar 12 (4.1.3) Cover majalah Ripple edisi 51. Hal 67 - Gambar 13 (4.1.4) Kode sosial Cover majalah Ripple edisi 51. Hal 70 - Gambar 1 Cover subjek penelitian II edisi 52. Hal 72 - Gambar 2 (4.2.1) Cover fashion majalah Ripple edisi 52. Hal 73 - Gambar 3 (4.2.1) Cover fashion majalah Ripple edisi 52. Hal 75 - Gambar 4 (4.2.2) Cover Typography majalah Ripple edisi 52. Hal 77 - Gambar 5 (4.2.2) Cover Typography majalah Ripple edisi 52. Hal 78 - Gambar 6 (4.2.3) Cover majalah Ripple edisi 52. Hal 80 - Gambar 7 (4.2.3) Cover majalah Ripple edisi 52. Hal 80 - Gambar 8 (4.2.3) Cover majalah Ripple edisi 52. Hal 81 - Gambar 9 (4.2.4) Kode sosial Cover majalah Ripple edisi 52. Hal 82 - Gambar 1 (4.3) kode visual dan Sosial cover majalah Ripple edisi 53. Hal
85 - Gambar 2 (4.3.1) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 86 - Gambar 3 (4.3.1) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 86 - Gambar 4 (4.3.1) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 87 - Gambar 5 (4.3.1) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 88 - Gambar 6 (4.3.1) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 88 - Gambar 1 (4.3.2) Typography Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 90 - Gambar 2 (4.3.2) Typography Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 90 - Gambar 3 (4.3.2) Typography Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 91 - Gambar 4 (4.3.2) Typography Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 91 - Gambar 5 (4.3.3) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 92 - Gambar 6 (4.3.4) Kode Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 53. Hal 94
viii
DAFTAR BAGAN
• Bagan 1.1 Analisis Tahapan Semiotika (Stokes, 2003:80). Hal 16 • Skema: Aliran Kerja persiapan desain hingga pracetak (Bagan 2.1). Hal 33
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
“Ideologi” yang baru, merasuk tidak lewat indoktrinasi kaku, pamflet,
propaganda, pidato, penataran, dan semacamnya, melainkan lewat gemerlap iklan,
sihir program-program televisi, tawaran gaya hidup yang ‘wah’, yang kemudian
mendekontruksi dan merubah kebudayaan berikut pengertiannya yang selama ini
dikenal orang pada telaah baru, karena pada dasarnya pengertian kebudayaan
dengan batasan-batasannya pada studi yang umum sebelumnya memang tidak ada
dalam realitas. hal ini menjelaskan bahwa doktrin baru mengenai budaya juga
sudah mampu masuk melalui jaring-jaring media yang ada, sebut saja majalah
sebagai perwakilan media cetak. Ideologi baru tercipta dengan adanya perubahan
pada gaya hidup manusia saat ini yang me-retro gaya sebelumnya dengan impuls
media.
Gaya visual dapat menyatu dengan gaya hidup, karena dalam hidupnya
manusia tidak lepas dari bahasa rupa dua dimensi dan tiga dimensi. Gaya
merupakan suatu sistem bentuk dengan kualitas dan ekspresi bermakna yang
menampakan kepribadian seniman atau pandangan umum suatu kelompok yang
mencampurkan nilai-nilai agama, sosial dan kehidupan moral melalui bentuk-
bentuk yang mencerminkan perasaan. Semua manusia adalah subjek gaya
sehingga kecendrungan satu masyarakat dapat dianalisis melalui spektrum gaya.
Kata “gaya” dalam bahasa Indonesia merupakan padanan dari kata “Style”
dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Yunani “Stilus” yang artinya
2
adalah alat tulis atau tulis tangan. Definisi ini juga mencakup gaya hidup dan gaya
peradaban. Tetapi definisi yang cukup jelas adalah sebagaimana dikemukakan
oleh Alvin Toffler, yaitu “Alat yang dipakai oleh individu untuk menunjukan
identifikasi mereka dengan subkultur-subkultur tertentu. Setiap gaya hidup
disusun melalui mosaik beberapa item, yaitu super product yang menyediakan
cara mengorganisir produk dan idea.” (Subandy, 1997:165-166)
Gaya dapat dipelajari karena ia bersifat artifisial dan sadar diri. Gaya pun
mengenal masa hidup (lahir, muda, dewasa, mati) dan gaya yang telah usang
biasanya disebut dekaden. Pandangan ini lahir karena menurut Harley Earl,
masyarakat sangat rapuh terhadap perubahan gaya yang dilakukan secara evolusi.
(Subandy, 1997:166)
Dalam abad gaya hidup, penampilan adalah segalanya. Perhatian terhadap
urusan penampilan sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam sejarah. Urusan
penampilan atau presentasi diri sudah lama menjadi perbincangan sosilogi dan
kritikus budaya. Erving Goffman, misalnya dalam The Presentation of Self in
Everyday Life (1989), mengemukakan bahwa kehidupan sosial terutama terdiri
dari penampilan teaterikal yang diritualkan, yang kemudian lebih dikenal dengan
pendekatan dramaturgi (dramaturgikal approach). Dia maksudkan adalah bahwa
bertindak seolah-olah di atas sebuah panggung. Bagi, Goffman, berbagai
pengguna ruang, barang-barang, bahasa tubuh, ritual interaksi sosial tampil untuk
memfasilitasi kehidupan sosial sehari-hari (dalam Chaney; 1996:15).
Gaya hidup, penampilan diri itu justru mengalami estetisisasi, ”estetisisasi
kehidupan sehari-hari.” Bahkan tubuh/diri (bodyself) pun justru mengalami
3
estetisisasi tubuh. Tubuh/diri kehidupan sehari-hari pun menjadi sebuah proyek,
benih penyemaian gaya hidup ”kamu bergaya, maka kamu ada!” adalah ungkapan
yang mungkin cocok untuk melukiskan kecendrungan manusia modern akan gaya.
Itulah sebabnya industri gaya hidup untuk sebagian besar adalah indudtri
penampilan. Dalam ungkapan Chaney, ”penampakan luar” merupakan salah satu
situs yang penting bagi gaya hidup. Hal-hal permukaan akan menjadi lebih
penting daripada substansi. Gaya dan desain menjadi lebih penting daripada
fungsi. Gaya menggantikan substansi. Kulit akan mengalahkan isi pemasaran
penampakan luar, penampilan, hal-hal yang bersifat permukaan atau kulit akan
menjadi bisnis besar gaya hidup.
Gaya hidup, tampak dari luar dapat dipersempit melalui unsur fashion
yang digunakan manusia untuk menunjukan siapa dirinya diluar sana dengan
menggunakan identitas yang lain. Fashion di Indonesia jika diperhatikan memiliki
banyak muatan metafora pada unsur-unsur visualnya. Akan tetapi kehadiran
metafora tidak diberikan penjelasan berarti mengenai alasan kemunculannya oleh
perancangnya. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah terdapat sebuah
‘kesadaran’ dalam proses kreativitas dan pedoman seorang perancang dalam
memunculkan peran metafora, sebagai satu konsep berkarya untuk meluaskan
cara pandang yang dapat menghantarkan pada penggalian imajinasi, dan visi.
Atau apakah tidak disadari dan tanpa sengaja metafora hadir sebagai unsur visual
dalam rancangannya yang dapat mempengaruhi gaya hidup dari seseorang atau
sebuah komunitas tertentu.
4
Fashion sebagai fenomena tanda. Secara lebih khusus penelitian ini
mempelajari fenomena peminjaman tanda (the borrowing of sign), yaitu
bagaimana unsur-unsur seperti; tekstur, bidang, garis, warna, bentuk dari sebuah
sistem tanda yang berasal dari flora, fauna, pakaian tradisional, bangunan rumah
(arsitektur), ornamen, tatto/rajah, atau fenomena dan peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan politik, sosial, dan budaya, digunakan sebagai unsur-unsur visual
dalam fashion, dalam rangka meningkatkan imajinasi, fantasi, dan visi sebuah
fashion.
Pada umumnya representasi bentuk dari sumber ide dipindahkan secara
langsung ke dalam fashion tanpa pengembangan ide lebih jauh. Melalui penelitian
ini disarankan agar para perancang lebih terbuka atau membuka diri untuk
penelitian, sekaligus lebih kreatif dalam memunculkan gagasan/ide dalam karya
rancangannya.
Setiap media cetak tentunya akan terjual keras jika tampilan wajah dari
media tersebut menarik, karena banyak orang yang membeli media cetak lebih
cenderung untuk melihat cover yang menarik, lalu dibeli. Maka kesimpulannya
cover adalah salah satu daya tarik penjualan dari media.
Bisakah anda membayangkan halaman koran yang tanpa foto satupun? Memang seakan menjadi ‘tradisi’ bahwa foto harus ada di koran terutama dihalaman pertamanya, selain mempercantik perwajahan, foto adalah sebuah bentuk berita tersendiri. (Ryadi dan Rambey. Foto Media,1999)
Bisa dibayangkan jika foto menjadi penglihatan dan simbol utama dari
mata manusia untuk melihat segala sesuatu dengan kasat mata, tentunya ia akan
memilih sesuatu yang terlihat bagus oleh mata manusia. Mungkin strategi pesan
simbol nonverbal ini yang digunakan majalah Ripple, yang memiliki desain
5
sederhana namun memikat pada cover majalahnya. Majalah yang berasal dari
dalam negeri ini mampu menyesuaikan diri. Bermula dari bentuk majalah yang
independence beranjak menjadi majalah yang sudah memiliki major lable. Ripple
merupakan majalah anak muda yang terlahir di Bandung, konten majalah ini bisa
di kategorikan sebagai majalah anak muda yang berkiblat pada majalah hiburan,
majalah dengan format gratisan selalu ditunggu oleh anak-anak muda yang
mengikuti perkembangan musik di kota Bandung dan di kota-kota besar lainnya.
Sebagai media massa cetak, majalah sering kali disamakan dengan surat
kabar, karena beberapa kesamaan kriteria yang dimiliki keduanya. Tetapi
sesungguhnya majalah memiliki kriteria-kriteria serta pengertian lain yang
membedakan dari surat kabar.
Pada abad ini juga masyarakat dihadapkan pada satu fenomena terbukanya
jalur informasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Masyarakat sendiri sadar
mengenai perlunya mengkonsumsi media yang sesuai dengan profesi dan minat.
Kewajiban untuk mengkonsumsi media, baik itu media cetak supaya manusia
dapat menerima informasi atau pun menambah wawasan kita.
Penggunaan media massa merupakan salah satu alternatif penyebarluasan
informasi dalam suatu kegiatan komunikasi massa menurut Werner I. Severian
dan James W. Tarkand Jr, dalam bukunya Communication Theories Origins
Methods Uses, ialah :
“Sebagai keterampilan, sebagai seni, dan sebagai ilmu ia adalah keterampilan, dalam pengertian bahwa ia meliputi teknik fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti menfokuskan kamera, mengoperasikannya, atau mencatat ketika wawancara. Ia adalah seni dalam pengertian adalah ia adalah tantangan-tantangan kreatif seperti
6
menulis skrip untuk program acara, mengembangkan tata letak teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita, ia adalah ilmu yang memikat bahwa ia meliputi prinsip-prinsip tertentu. Tantangan bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikembangkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik”. (Effendy, 1990:25).
Media cetak dan media elektronik merupakan bagian dari media massa.
Media elektronik terbagi menjadi televisi dan radio. Sama halnya dengan media
elektronik, media cetak pun terbagi kembali menjadi beberapa jenis seperti surat
kabar, majalah, dan lain-lain. Majalah merupakan salah satu jenis dari media
cetak yang pada saat ini semakin populer karena mempunyai pengaruh yang
sangat besar pada kehidupan masyarakat modern.
Dalam hal ini penulis tidak hanya menitik-beratkan pada foto yang tertera
dalam sampul majalah melainkan juga unsur desainnya dan gaya hidup yang
terdapat dalam sampul majalah Ripple sebagai simbol gaya hidup. Definisi desain
grafis sendiri adalah salah satu bentuk seni lukis (gambar) terapan yang
memberikan kebebasan kepada sang desainer (perancang) untuk memilih,
menciptakan atau mengatur elemen rupa atau ilustrasi, foto, tulisan, dan garis
diatas suatu permukaan dengan tujuan untuk diproduksi dan dikomunikasikan
sebagai sebuah pesan. Gambar maupun tanda yang digunakan bisa berupa
tipografi atau media lainnya seperti gambar atau fotografi. Desain grafis
umumnya diterapkan dalam dunia periklanan, perfilman, dan lain-lain.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana Simbol-simbol Gaya Hidup dalam Cover Majalah Ripple”
7
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan penjabaran rumusan masalah diatas dapat diidentifikasikan
sebagai berikut :
1. Bagaimana kode visual gaya hidup pada sampul majalah Ripple?
2. Bagaimana kode sosial gaya hidup pada sampul majalah Ripple?
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana unsur kode visual gaya hidup pada
sampul majalah Ripple.
2. Untuk mengetahui bagaimana unsur kode sosial gaya hidup pada
sampul majalah Ripple.
1.5. Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis dan metodologis penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman
studi komunikasi pada umumnya dan studi desain grafis serta
fotografi.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna bagi perkembangan
gaya hidup saat ini dapat memberikan pemikiran yang bermanfaat
serta berkaitan dengan pemaknaan dari hasil desain dan fotografi.
8
1.6. Alasan Pemilihan Masalah
Adanya beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan
masalah diantaranya :
1. Ripple adalah majalah yang menggambarkan gerakan kritik anak muda
dalam mengekspresikan budaya dan gaya hidup berdasarkan pergerakan
bawah tanah (mengerjakan segala sesuatunya sendiri) yang memfokuskan
di bidang life style. Ripple memiliki ciri, yaitu cover depan selalu
menampilkan desain garis yang sederhana dan menarik perhatian.
2. Kemajuan teknologi software menuntut kemampuan untuk melakukan
inovasi dalam bidang teknologi desain grafis yang terus berkembang,
menuntut mereka yang menyukai desain untuk belajar dan bertukar
pikiran tentang desain grafis.
3. Seni ilustrasi media saat ini sangat dibutuhkan untuk berbagai macam
keperluan, baik untuk media cetak ataupun media elektronik, oleh karena
itu ilmu desain grafis perlu untuk dikembangkan seiring dengan
perkembangan jaman.
1.7. Kerangka Pikiran
1.7.1 Desain dan Gaya Hidup
Pada awalnya istilah design dan designing mengandung pengertian yang
terbatas pada aktivitas para arsitek, ahli teknik dan para perancang bidang lain
yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembuatan sebuah barang (karya
desain).
9
Kehadiran sebuah desain dapat mempengaruhi prilaku. Desainer grafis
menggunakan kata (huruf) dan gambar serta elemen-elemen lain untuk
berkomunikasi. Seni mereka merupakan ekspresi verbal-visual. Desainer grafis
menjembatani antara klien dengan sebuah pesan yang dikirim ketarget dengan
sasaran visual.
Desain cover yang di teliti oleh penulis memiliki fungsi refensial. Fungsi
referensial ini adalah suatu bentuk penandaan yang diharapkan diartikan dengan
cara objektif oleh komunikan. Pertanyaan dari desain grafis yang cover majalah
Ripple ini adalah bagaimana cover majalah tersebut dapat menjadi gaya hidup?
Gaya hidup yang berkembang saat ini lebih beragam, mengambang dan
tidak hanya dimiliki oleh satu masyarakat khusus, bahkan para konsumerpun
dapat memilih dan membeli gaya hidupnya sendiri. Gaya hidup memang
menawarkan rasa identitas dan sekaligus alat untuk menghindari kebungungan
karena begitu banyak pilihan.
Pilihan tersebut salah satunya melalui kehadiran media, khusunya media
cetak yang menjadi bahan penelitian. Majalah yang di teliti adalah majalah Ripple.
Tujuan penulis melakukan penelitian ini dari segi visual yang dilihat oleh
pembaca pada kesan pertama melihat cover majalah Ripple, penulis ingin melihat
kemungkinan adanya peniruan gaya dengan ikon yang terdapat pada cover
tersebut dan dijadikannya sebagai gaya hidup fashion. Penulis juga mencari
makna dari deasin grafis yang ingin dimunculkan oleh desainer yang mewakili
kritik anak muda melalui majalah tersebut. Penelitian ini berdasarkan pada
kerangka pikir untuk mengetahui unsur visual seperti fashion, typhography, visual
10
majalah¸ dan hasil akhirnya adalah struktur sosial yang diwakili oleh kode sosial
dengan melihat hasil setelah khalayak melihat cover majalah Ripple.
1.8. Pembatasan Masalah
Untuk memusatkan perhatian pada masalah yang diteliti, maka penulis
membatasi masalah sebagai berikut :
1. Salah satu media yang memanfaatkan gambar dan desain untuk cover
sampul dalam Ripple, dimana setiap edisinya menampilkan perbedaan
desain grafis yang disesuaikan dengan tema bulanan. Peneliti membatasi
desain grafis dalam sampul majalah Ripple ditinjau dari komunikasi non
verbal.
2. Media yang diteliti adalah majalah Ripple, dimana cover berupa foto,
gambar dan tulisan.
3. Peneliti membatasi penelitian pada makna visual cover majalah Ripple dan
industri penampilan gaya hidup pada majalah Ripple. Karena pada cover
tersebut terdapat banyak makna.
4. Edisi yang menjadi objek penelitian adalah majalah Ripple bulan Maret,
April dan Mei 2007. Edisi tersebut dipilih karena memiliki desain cover
yang sederhana serta memiliki nilai gaya hidup yang kental dari setiap
tema utama yang diangkat berupa foto.
11
1.9. Pengertian Istilah
1. Media : Sarana yang dipergunakan oleh komunikator sebagai alat untuk menyampaikan pesan kepada komunikan (Effendy, 1989:270).
2. Tanda : Bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda (intepretant). ’Tanda’, menurut pandangan Pierce ini peran ’subjek’ (somebody) sebagai bagian tak terpisahkan dari pertandaan, yang menjadi landasan bagi semiotika komunikasi. (Pierce dalam Sobur, xii:2003)
3. Desain Grafis : salah satu bentuk seni lukis (gambar) terapan yang memberikan kebebasan kepada sang desainer (perancang) untuk memilih, menciptakan atau mengatur elemen rupa atau ilustrasi, foto, tulisan, dan garis diatas suatu permukaan dengan tujuan untuk diproduksi dan dikomunikasikan sebagai sebuah pesan. Gambar maupun tanda yang digunakan bisa berupa tipografi atau media lainnya seperti gambar atau fotografi. Desain grafis umumnya diterapkan dalam dunia periklanan, perfilman, dan lain-lain. (Rianto, IlmuKomputer.com)
4. Makna : Kecenderungan total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat (Brown dalam Mulyana, 2001:256).
5. Sampul (cover) : Merupakan bagian depan majalah yang biasanya menampilkan gambar atau foto juga tulisan-tulisan (judul dari artikel majalah tersebut). (Kamus Bahasa Indonesia).
6. Komunikasi Visual : merupakan payung dari berbagai kegiatan komunikasi yang menggunakan unsur rupa (visual) pada berbagai media: percetakan/grafika, luar ruang (marka grafis, papan reklame), televisi, film /video, internet dll, dua dimensi maupun tiga dimensi, baik yang statis maupun bergerak (time based).
7. Komunikasi Grafis : Komunikasi Grafis merupakan bagian dari Komunikasi Visual dalam lingkup statis, dua dimensi, dan umumnya berhubungan dengan percetakan/grafika.
8. Majalah hiburan : bentuk majalah yang terbit secara berkala dan memuat karangan-karangan ringan, cerita-cerita pendek, cerita bergambar dan sebagainya (Assegaf, 1985:126).
12
1.10. Metodologi Penelitian
1.10.1 Penelitian Kualitatif
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode
kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis sebuah
fenomena yang terjadi di masyarakat, penelitian ini tidak mengandalkan bukti
berdasarkan logika matematis, prinsip angka atau metode statistik (Mulyana,
2001:150), karena metode penelitian ini meyakini bahwa fenomena yang terjadi di
masyarakat tidak bisa dilihat dan ditentukan dengan angka-angka, fenomena yang
terjadi di masyarakat merupakan sebuah akibat dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Maka penelitian kualitatif dianggap lebih cocok digunakan untuk
penelitian yang mempertimbangkan kehidupan manusia yang selalu berubah.
Salah satu prinsip dalam penelitian kualitatif adalah bahwa penggunaan angka-
angka yang cocok untuk mengukur fenomena yang tunggal, seragam statis dan
dapat diramalkan seperti fenomena alam, dianggap sia-sia karena prilaku manusia,
paling tidak parsial, bertentangan dengan prilaku alam. Prilaku manusia justru
tidak pasti. Menurut Mulyana dalam bukunya Metode Penelitian Komunikasi
(2007 : 5). Penelitian kulitatif merupakan penelitian yang bersifat intepretatif
(menggunakan penafsiran) yang melibatkan banyak metode, dalam menelaah
masalah penelitian.
Karena penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang bersifat
intepretatif (menggunakan penafsiran) maka penulis akan meneliti subjek yang
diteliti melalui sudut pandang penulis dalam menggambarkan subjek penelitian.
13
Subjek yang diteliti merupakan cover dari majalah Ripple. Tiga edisi utama yang
peneliti ambil sebagai bahan penelitian, cover yang yang akan diteliti adalah cover
group band The Sigit, Mocca, dan Goodnight Electric. Peneliti mencoba untuk
memberikan penafsiran mengenai ketiga cover tersebut dari sudut pandang tanda
semiotika dikaitkan dengan simbol gaya hidup anak muda saat ini. Hal yang ingin
dipecahkan dalam penelitian ini adalah, bagaimana keterkaitan antara cover
dengan bintang band terkemuka dengan peniruan gaya yang dilakukan anak muda
sehingga dijadikan sebagai gaya hidup mereka, tentunya melihat dari tanda visual
dan tanda sosial yang terdapat dalam ilmu semiotika.
Korelasi antara metode kualitatif dengan studi ilmu semiotika adalah
kedua-keduanya dapat dilakukan pada penelitian mengenai manusia yang sifatnya
terus berubah-ubah dan dapat dianalisis secara intepretasi dari peneliti dalam
mengembangkan penelitiannya.
1.10.2 Analisis Semiotika
Pokok perhatiannya disini adalah tanda. Studi tentang tanda dan cara
tanda-tanda itu bekerja dinamakan semiotika atau semiologi. Semiotika memiliki
tiga bidang studi utama :
1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, dan cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.
14
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberasaan bentuknya tersendiri. (Fiske, 1990:60).
Jika dikaitkan dengan subjek yang menjadi bahan penelitian ini adalah,
bagian dari cover atau gambar yang berada dalam majalah tesebut seperti, cover
pada edisi 51 dengan foto dari band The Sigit, edisi 52 dengan foto dari band
Goodnight Electric, dan terakhir pada edisi 53 dengan foto dari band Mocca. Poin
pertama, mempelajari tanda yang berbeda, serta cara penyampaiannya, tanda yang
terkait dengan manusia sebagai pengguna dari tanda tersebut, dan manusia
menggunakannya serta dapat dipahami. Maka penulis dalam menganalisis bagian
dari tanda ini akan menganalisis serta melakukan observasi dari kehadiran tanda
yang berada dalam cover-cover tersebut dengan hasil konstruksi manusia dalam
memberikan arti serta menggunakan tanda tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Observasi ini dilakukan dengan melihat gambaran yang berada dalam
cover dari tiga edisi tersebut dengan gaya hidup, khususnya dengan penampilan
(fashion) yang digunakan manusia, yang menjadi bahan observasi disini penulis
mencoba untuk menganalisis bagian dari komunitas penyuka musik indie yang
berada di kota Bandung. Observasi itu sendiri dilakukan pada beberapa event
indie band dan hasil analisis berdasarkan lingkungan yang ditemui penulis
dilapangan.
Poin kedua, merupakan kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda.
Penelitian ini akan melihat kode-kode yang dikembangkan guna memenuhi
kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran
komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya. Dalam hal ini penulis
15
melihat kode yang ingin ditampilkan merupakan bentuk dari gaya hidup anak
muda yang modern, gambaran budaya atau kode-kode yang diorganisasikan oleh
tanda ini terdapat pada media massa.
Media yang menjadi bahan eksploitasi dari budaya serta kode dari tanda
gaya hidup ini tercermin pada media majalah Ripple, yang mengkhususkan diri
dalam bentuk segmentasi gaya hidup anak muda yang dinamis, sebagai transmisi
dari kebutuhan manusia akan media sebagai penyampai informasi dan berita.
Penulis akan melihat poin kedua ini dari sudut pandang media cetak
majalah Ripple yang menggambarkan dan memberikan kebutuhan akan informasi
gaya hidup, terutama dari cover majalah yang terdiri dari tiga edisi berbeda, serta
penulis juga ingin mengetahui pengembangan dari kebutuhan gaya hidup tersebut
yang tercermin dalam cover majalah Ripple. Untuk mengetahui cara media
tersebut mengembangkan kode yang mengorganisasikan tanda sebagai gaya hidup
serta mentransmisikannya dalam media cetak majalah, penulis melakukan
wawancara dengan designer serta pimpinan majalah untuk mengetahui jawaban
dari kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda dalam cover majalah Ripple,
serta melakukan observasi pada lingkungan sekitar, lalu mengintepretasikan
gejala yang di lihat dilapangan (observasi) dengan data yang di dapat melalui
wawancara dengan pihak terkait dari majalah Ripple.
Poin ketiga, merupakan tempat dari tanda dan kode bekerja, yang pada
gilirannya tergantung pada penggunaan tanda-tanda dan kode-kode tersebut untuk
keberadaannya. Dalam hal ini, penulis setelah melakukan langkah pertama dan
kedua dapat melihat penggunaan dari tanda dan kode yang berada dilapangan
16
serta cara pemaknaan manusia terhadap kode dan tanda yang mereka lihat, lalu
mereka intepretasikan dan langkah terakhir adalah melakukan (action). Penulis
akan melihat pengaruh dari ketiga cover yang di teliti ini pada intepretasi anak
muda yang mengikuti gaya hidup dalam cover majalah Ripple sebagai bentuk
identitas diri dari penampilan luar (fashion).
Semiotika lebih suka memilih istilah “pembaca” (bahkan untuk foto
sebuah lukisan) untuk “penerima” karena hal tersebut secara tidak langsung
menunjukan derajat aktivitas yang lebih besar dan juga pembacaan merupakan
sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya; karena itu pembacaan tersebut
oleh pengalaman kultural pembacanya. Pembaca membantu menciptakan makna
teks dengan membawa pengalaman, sikap, dan emosi terhadap teks tersebut.
1.10.3. Prosedur Analisis
Intepretatif
Semiotika &Cultural Studies
Objek AnalisisSampul Majalah
Ripple
Pertanyaan PenelitianKode Visual &
Kode Sosial
Key InformanWawancara,
Observasi, & StudiKepustakaan
Jawaban Analisis
Bagan 1.1 Analisis Tahapan Semiotika (Stokes, 2003:80)
Prosedur yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan penelitian intepretatif, alat bedah penelitian ini menggabungkan
ilmu semiotika mengenai tanda pendekatan budaya yang menjadi bahan analisis.
Objek yang akan dianalisis merupakan cover majalah Ripple dari tiga edisi bulan
Maret (51), April (52), dan Mei (53). Pertanyaan dalam penelitian ini berdasarkan
pada kode visual dan kode sosial yang tergambar pada majalah Ripple sebagai
simbol gaya hidup. Key informan, sebagai kunci untuk mendapatkan jawaban dari
17
pertanyaan penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi
kepustakaan sebagai penguat data lapangan. Akhir dari kerangka tersebut akan
menghasilkan suatu jawaban dari penelitian yang ditanyakan pada pertanyaan
penelitian.
1.10.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk melengkapi data dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik
penulisan pengumpulan data antara lain :
1. Studi Dokumentasi
Mendokumentasikan majalah Ripple edisi Maret, April dan Mei 2007. 2. Observasi Kepustakaan
Suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan mengadakan pengamatan langsung dilapangan untuk mendapatkan informasi/data dari populasi penelitian baik itu berupa subjek maupun berupa objek (gejala, peristiwa dan benda-benda) yang ada kaitannya dengan penelitian (I Djuhur, 1975:52). Mengumpulkan data dan mencari literatur yang menunjang dalam penelitian, baik melalui buku-buku, tulisan dan juga internet.
3. Wawancara, teknik pengumpulan data dengan mengadakan komunikasi secara langsung antara peneliti dengan pihak staf pimpinan majalah Ripple dan narasumber lainnya untuk mencari data yang presentatif karena dengan interview pribadi, data yang diperlukan akan lebih cepat di dapat, jelas dan tidak akan terjadi kesalahpahaman. Wawancara, merupakan metode interview, mencakup cara yang digunakan kalau seseorang, untuk tujuan tertentu mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang responden yang bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu (Koencoroningrat, 1983:162). Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mendeskripsikan dan
menginterpretasikan apa yang ada dalam cover, berupa kondisi atau hubungan
yang ada, pendapat yang tumbuh, proses yang berkembang, akibat atau efek yang
sedang terjadi atau kecendrungan yang sedang berkembang.
18
1.11. Sistematis Penulisan
Penulisan ini disusun berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN. Mengupas latar belakang, rumusan dan identifikasi
masalah, pembatasan masalah dan pengertian istilah, serta tujuan dan metode
yang digunakan dalam penelitian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Berisi telaah literatur dari masalah, metode dan
objek penelitian.
BAB III. TINJAUAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Merupakan tinjauan umum
mengenai sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, kondisi tenaga kerja,
kegiatan produksi, proses produksi, hasil produksi dan daerah pemasarannya,
model sistem informasi perusahaan, strategi promosi perusahaan.
BAB IV. PEMBAHASAN. Pemaparan penulis tentang kajian dan objek yang
menjadi bahan analisis.
BAB V. PENUTUP. Merupakan kesimpulan dari hasil penelitian.
19
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Semiotika
Kita semua, saya, anda, teman-teman anda sering kali menggunakan
makna tanpa memikirkan makna itu sendiri. Pakar komunikasi sering
menyebutkan kata ‘makna’ ketika mereka merumuskan definisi komunikasi.
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1994:6), misalnya, menyatakan, “komunikasi
adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih”. Juga Judy C.
Person dan Paul E. Nelson (1979:3), ”komunikasi adalah proses memahami dan
berbagai makna”. (Sobur 2003:255).
Makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan atau
bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna
yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat (Brown dalam Mulyana, 2001:256).
Saussure menjelaskan ‘tanda’ sebagai kesatuan yang tak dapat dipisahkan
dari dua bidang seperti halnya selembar kertas yaitu bidang penanda (signifier)
untuk menjelaskan ‘bentuk’ atau ‘ekspresi’; dan bidang petanda (signified), untuk
menjelaskan ‘konsep’ atau ‘makna’. Dalam melihat relasi petandaan ini, Saussure
menekankan perlunya semacam konvensi sosial, yang mengatur pengkombinasian
tanda dan maknanya.(Sobur:viii).
Pierce melihat tanda (representesmen) sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda
(intepretant). ’Tanda’, menurut pandangan Pierce adalah ”...something which
stands to somebody for samething in some respect or capacity” . Tampak pada
20
definisi Pierce ini peran ’subjek’ (somebody) sebagai bagian tidak terpisahkan dari
pertandaan, yang menjadi landasan bagi semiotika komunikasi.
Penelitian mengenai gambar visual pernah dilakukan Barthes dengan
membaca fenomena gambar, pendekatan ini ditulis Barthes dalam dua bukunya
yang berjudul “The Photographic Message” (1961) dan “Rhetoric of the Image”
(1961) yang keduanya mengambil fokus pada foto berita dan gambar iklan dan
juga penelitian yang dilakukan oleh Sunardi mengenai posisi duduk anggota
MPR/DPR dalam sidang Paripurna, penelitian ini dituliskan pada buku “Semiotika
Negativa” (2002).
Semiotika memfokuskan perhatiannya terutama pada teks. Model-model
proses yang linier tidak banyak memberi perhatian terhadap teks karena perhatian
juga tahapan lain dalam proses komunikasi. Semiotika lebih suka memilih istilah
”pembaca” (bahkan untuk foto sebuah lukisan) untuk ”penerima” karena hal
secara tidak langsung menunjukan derajat aktivitas yang lebih besar dan juga
pembacaan merupakan sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya; oleh
karena itu pembacaan ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya. Pembaca
membantu menciptakan makna menunjukkan fungsi yang berbeda-beda.
Melalui tanda dan makna tersebut penulis mencoba untuk
mengintepretasikan visualisasi cover majalah Ripple terhadap fenomena gaya
hidup yang terjadi saat ini yang hasilnya dapat dilihat dari kode sosial yang
dihasilkan dari pemecahan kode-kode visual cover majalah Ripple.
21
2.1.2 Semiotika Visual
Surat kabar dan majalah memuat lebih dari kata-kata dalam kolom.
Popularitasnya tidak bisa terbayangkan tanpa memepertimbangkan foto-foto,
ilustrasi-ilustrasi, dan iklan-iklan yang muncul hampir di setiap halaman. Tidak
diragukan lagi, karya yang paling berpengaruh dalam budaya pop visual studi
budaya adalah karya fundamental teoritikus budaya Prancis Roland Barthes.
Citra jarang muncul tanpa penyertaan teks linguistik dari satu jenis atau
yang lainnya. Sebuah foto surat kabar, misalnya, akan dikelilingi dengan judul,
caption, cerita dan layout halaman. Ia juga akan diletakkan dalam konteks tertentu
surat kabar atau majalah. Barthes berpendapat bahwa ‘konteks memuat citra,
membebaninya dengan budaya, moral, imajinasi’ (Barthes dalam Storey,
2007:114).
Semiotika visual (visual semiotic) merupakan sebuah bidang studi
semiotika yang secara khusus menaruh minat pada penyelidikan terhadap segala
jenis makna yang disampaikan melalui sarana indra lihatan (visual sense). Apabila
kita konsisten mengikuti pengertian pengetian ini, maka semiotika visual tidak
lagi terbatas pada pengkajian senirupa (seni lukis, patung, dst) dan arsitektur
semata-mata, melainkan juga segala macam tanda visual yang kerap kali atau
biasanya dianggap bukan karya seni.
Semiotika visual berdasarkan perbedaannya tiga cabang penyelidikan
semiotika menurut Charles Morris, dapat diklasifikasikan setidak-tidaknya ke
dalam tiga dimensi, yakni dimensi sintaktik, sematik, dan pragmatik (Budiman,
2004:13).
22
2.1.2.1 Dimensi Sintaktik Persoalan di dalam dimensi sintaktik berkisar pada homologi diantara
bahasa dan gambar/lukisan (Nort dalam Budiman, 2004 : 14).
Sebagian pakar semiotika berpendapat bahwa struktur sebuah representasi visual dapat dipilah kedalam satuan-satuan pembentuknya yang sedikit banyak analog dengan sistem kebahasaan, kendati hal itu tidak sekaligus menunjukan adanya artikulasi ganda (double articulation). Di dalam bahasa, artikulasi ganda tersebut terwujud sebagai satuan terkecil yang bermakna dan satuan terkecil yang membedakan makna. (Budiman 2004:14)
Prinsip artikulasi ganda ini sering dikatakan sebagai ciri yang paling
mendasar, bahkan satu-satunya, dari bahasa manusia. Rumusan prinsip ini
dikemukakan oleh Martinet dalam pengertian sebagai penstrukturan (structuring).
(Nort dalam Budiman, 2004:14). Maksudnya adalah dalam sistem semiotik
kebahasaan terdapat dual structuring atau dua tingkat perstrukturan, melalui jenis
yang berbeda :
(1) Elemen-elemen terkecil yang bermakna (smallest meaningful elements),
yaitu morfem; (2) Elemen-elemen terkecil yang tak bermakna namun berfungsi untuk
membedakan makan (minimal meaningless but distintive element), yaitu fonem.
(1) Morfem Artikulasi ganda : -----------------------
(2) Fonem (Budiman, 2004:15)
Berdasarkan pemahaman atas struktur dan mekanisme-mekanisme
persepsi visual, sebuah coloreme (bahasa piktorial dan skulptural yang dianggap
sebagai satuan-satuan terkecil) yang dibatasi oleh Saint-Martin (1987:5-16)
23
sebagai zona atau medan bahasa visual yang berkolerasi dengan suatu sentrasi
pandangan mata. Satuan-satuan ini berkorespondensi dengan sejumlah variabel
visual yang dipersepsi di dalam representasi visual melalui pandangan. Dengan
kata lain, apabila dilihat dari sudut pandang semiotika, elemen dasar bahasa visual
ini tersusun dari suatu gugus variabel visual.
2.1.2.2 Dimensi Semantik dan Pragmatik Masalah-masalah yang menyangkut dimensi semantik juga merupakan
salah satu isu sentral dalam pendekatan semiotika visual. Charles Morris, percaya
bahwa gambar tersusun dari tanda-tanda ikonik seperti dipahami dalam tipologi
Pierce. Oleh karenanya pakar semiotika lainnya mengajukan klaim bahwa relasi
tanda visual dan objeknya bukan bersifat ikonik semata-mata, melainkan juga
simbolik atau bersifat konvensional. (Budiman, 2004:20)
Masalah lain yang tidak kalah mendasar adalah mengenai dimensi
pragmatik. Pada persoalan terakhir ini para ahli semiotika. Ada dua ciri yang
terdapat pada dimensi pragmatik. Fungsi puitik yang dicetuskan oleh Jakobson,
fungsi puitik mengandaikan adanya pemusatan atas pesan (message) itu sendiri di
dalam proses produksi dan konsumsi tanda. Wacana estetik kemudian, merupakan
wacana yang berorientasi kepada sarana putik (poetik devices) yang ada di dalam
dirinya sendiri sebagai ciri yang membedakan dengan tipe wacana sosial yang
lain. (Jakobson dalam Budiman, 2004:21).
Fungsi estetik dicirikan oleh gejala fiksionalitas. Dengan karakteristik ini,
teori pragmatik lebih radikal sampai kepada kesimpulan bahwa tanda estetik
24
adalah tanda-tanda yang autotentik atau mengacu kepada dirinya sendiri (self-
referential). (Mukarovsky dalam Budiman, 2004:21)
2.1.3 Semiotika Sosial
Tatanan sosial modern membutuhkan perlengkapan yang kompleks berupa diferensiasi dan pelaksanaan yang cermat, demikian juga pemahaman modern mengenai kewarganegaraan yang menganggap tingginya tingkat disiplin individual. Kedua aspek memberikan kesan bahwa selanjutnya bahwa tatanan tersebut terstruktur dan hal ini dapat dipahami dalam dua cara. Pertama, bahwa prosedur regulasi dan birokrasi adalah suatu jaringan ikatan impersonal di luar sana, mereka hadir sebagai kerangka kerja yang beroperasi dengan cara-cara yang sebagian besar tahan terhadap konsisi pribadi. Kedua, dari struktur adalah bahwa sebuah dunia pemerintahan birokrasi juga merupakan dunia kita dan mereka. Dan diantara mereka yang sanggup mengambil keputusan yang memperbaharui tujuan dan praktik organisasi (atau tampaknya mampu mengikuti apa yang sedang berlangsung), dan mereka yang merasa dirinya adalah subjek bagi pelaksanaan kekuasaan orang lain. (Chaney, 1996:42)
Bahasa struktur sosial tercermin dalam setiap bentuk masyarakat, akan
tetapi karakteristik tersebut menjadi lebih bermakna teristimewa dalam perubahan
sosial modernitas. Hal ini dikarenakan perbedaan yang terbangun dengan
kelakuannya semakin sulit dipertahankan dalam era mobilitas sosial dan fisik
yang sangat cepat, sementara bentuk-bentuk perbedaan baru terus-menerus
dielaborasi dan kerena itu cara kita peduli terhadap dan menghormati (atau
ketidaksukaan terhadap) berbagai macam peradaban lain yang mungkin ada
semakin krusial dalam pembentukan hierarki-hierarki normatif berdasarkan
perbedaan terstruktur. Penekanan bahasa atas struktur sosial mengarahkan
perhatian kita pada tema yang lebih umum mengenai karakter refleksif edemis
modernitas yang berkaitan dengan identitas, pembedaan dan perbedaan sosial.
25
Keangkuhan dan cita rasa (taste) saling berkaitan erat dalam perkembangan modernitas, dalam hal ini keduanya adalah reaksi atas runtuhnya perbedaan yang tersusun secara alami; “Cita rasa adalah sebuah agama baru dengan upacara-upacara yang dirayakan di pusat-pusat perbelanjaan dan museum, dua lembaga yang asal-usulnya terletak persis pada periode-periode historis yang menyaksikan ledakan konsumsi populer.” (Bayley dalam Chaney, 1996:43)\
Semiologi Prancis, Pierce Guirad dalam bukunya semiology, terdapat tiga
jenis kode yang penting yaitu kode sosial, kode etik, dan kode logis. Kode sosial
berkaitan dengan hubungan antara pria dan wanita, dan mencakup suatu wilayah
seperti identitas dan tingkatan (seragam dan lencana), aturan-aturan atau tingkah
laku yang sopan dan baik, mode, dsb. Kode sosial memberi tahu orang bagaimana
bertingkah laku, dalam istilah luasnya, dalam pergaulan dengan orang lain.
Jelaslah, orang yang menggunakan kode-kode yang berbeda mengenal
dunia secara berbeda dan menghubungkan dengan yang lain dengan cara yang
berbeda. Selanjutnya kode berfungsi sebagai penjaga pintu dan memainkan
peranan penting dalam hidup kita sebab mereka cendrung untuk menentukan apa
yang kita tahu dari dunia dan bagaimana kita berbuat didalamnya.
Karya Marx telah menjadi sesuatu yang paling berpengaruh dalam studi-
studi tentang bagaimana struktur sosial sebuah masyarakat terefleksi dalam
budayanya. Marx dan Angels menegaskan bahwa “gagasan tentang keberadaan
kelas berkuasa ada dalam setiap epos gagasan-gagasan yang berkuasa. Maka,
kelas yang merupakan kekuatan meterial yang berkuasa dalam sebuah
masyarakat, pada waktu yang sama adalah kekuatan intelektual yang berkuasa.”
(Marx dan Angels dalam Stokes, 2006:115-116)
26
Barthes mengklasifikasikan sosial dalam dua bentuk, diantaranya denotasi
dan konotasi sosial yang memberikan makna terhadap pemahaman mengenai
suatu tanda. Ada yang memungkinkan pergerakan tanda denotasi menuju konotasi
adalam jumlah simpanan pengetahuan sosial (sebuah retoir budaya) yang dengan
itu pembaca mampu menyimpulkan kapan ia membaca suatu citra. Tanpa akses
terhadap kode yang dipahami bersama ini (sadar atau tidak sadar), operasi-operasi
tidak akan mungkin terjadi. Dan tentu saja pengetahuan tersebut senantiasa
bersifat historis dan kultural. Dengan kata lain, satu budaya dengan budaya
lainnya, dari satu periode ke periode lainnya boleh jadi berbeda. Perbedaan
kultural mungkin juga ditandai dengan perbedaan kelas, ras, dan gender. Akan
tetapi sebagaimana ditujukan oleh Barthes, “variasi dalam pembacaan,
bagaimanapun, tidaklah bersifat anarkis; ia bergantung pada jenis pengetahun –
praktis, nasional, kultural estetik – yang berbeda yang ditanamkan ke dalam citra
[oleh pembaca].” (Barthes dalam Storey, 2007:115).
2.2. Gaya Hidup (Lifestyle)
Dalam masyarakat komoditas atau konsumer terdapat suatu proses adopsi
cara belajar menuju aktivitas konsumsi dan pengembangan suatu gaya hidup
(Feathersone, 2005). Pembelajaran ini dilakukan melalui majalah, koran, buku,
televisi, dan radio, yang banyak menekankan peningkatan diri, pengembangan
diri, transformasi personal, bagaimana mengelola kepemilikan, hubungan dan
ambisi, serta bagaimana membangun gaya hidup. Dengan demikian, mereka yang
bekerja di media, desain, mode, dan periklanan serta para intelektual informasi
27
yang pekerjaannya adalah memberikan pelayanan serta memproduksi,
memasarkan dan menyebarkan barang-barang simbolik disebut oleh Bordieu
(1984) sebagai perantara budaya baru. Dalam wacana kapitalisme, semua yang
diproduksi oleh kapitalisme pada akhirnya akan didekonstruksi oleh produksi baru
berikutnya, berdasarkan hukum kemajuan dan kebaruan. Dan karena dukungan
media, realitas-realitas diproduksi mengikuti model-model yang ditawarkan oleh
media (Piliang dalam Ibrahim, 1997, hal. 200).
Dari sini bisa kita bayangkan bahwagaya hidup remaja hanya dapat
dibicarakan jika kita mau melihat kehadiran kelompok remaja ini dalam
“kelas”nya masing-masing. Karena gaya hidup ini merupakan simbol suatu
prestise tertentu, ia dapat bersifat modis, yang penyebarannya melalui komunikasi
massa menembus batas-batas stratifikasi sosial. Pada saat itulah kita
menempatkan gaya hidup ini sebagai suatu kebudayaan massa, yang kehilangan
ekslusifitas tertentu.
Kebudayaan yang dimaksud sebagai kebudayaan massa (uler) (mass/pop
[ular] culture) dengan ditopang industri kebudayaan (cultural industry) telah
mengkonstruksikan masyarakat yang tidak sekedar berbasis konsumsi, tapi juga
menjadikan semua artefak budaya sebagai produk industri, dan sudah tentu
menjadi komoditas. Suatu kutukan modernitas pun perlahan muncul dan pada
gilirannya melahirkan sebuah wajah masyarakat baru: ”masyarakat komunitas”
(commodity society) yang membiakan kebudayaan pop dan memaksakan
penyembahan, pemujaan, pengkultusan, ecstasy gaya hidup yang tak tepermanai
dalam apa yang disebut humanis seperti Peter L. Berger sebagai “semesta
28
simbolisme modernitas” dengan bawah sadar pertumbuhan sebagai ideologi yang
memayunginya.
Pada saat ini sistem globalisasi telah menghilangkan batas-batas budaya
lokal, nasional, maupun regional, sehingga arus gelombang gaya hidup global
dengan mudahnya berpindah-pindah tempat dengan perantara media massa. Akan
tetapi, gaya hidup yang berkembang saat ini lebih beragam, mengambang dan
tidak hanya dimiliki oleh satu masyarakat khusus, bahkan para konsumer pun
dapat memilih dan membeli gaya hidupnya sendiri. Bahkan menurut Alvin Toffler
saat ini terjadi kekacauan nilai yang diakibatkan oleh runtuhnya sistem nilai
tradisional yang mapan sehingga yang ada hanyalah nilai-nilai terbatas seperti
kotak-kotak nilai. Gaya hidup memang menawarkan rasa identitas dan sekaligus
alat untuk menghindari kebingungan karena begitu banyak pilihan.
Pola-pola kehidupan sosial yang khusus seringkali disederhanakan dengan
istilah budaya. Memang budaya dapat didefinisikan sebagai: “keseluruhan gaya
hidup suatu masyarakat – kebiasaan/adat-istiadat, sikap dan nilai-nilai mereka,
serta pemahaman yang sama yang menyatukan mereka sebagai suatu masyarakat”
(Kepart, 1982:93). Gaya hidup adalah seperangkat praktik dan sikap yang masuk
akal dalam konteks tertentu.
Dalam hal ini, tampak juga telah terjadi perubahan selama tahun-tahun
terakhir era modern pada landasan sosial utama dari identitas. Saat ini muncul
perasaan yang menyebar luas mengingat kerja ataupun jabatan secara tradisional
menentukan kelas sosial dan begitu pula cara hidup seseorang, pada paruh kedua
29
abad ini aktivitas-aktivitas waktu luang dan/atau kebiasaan konsumen semakin
banyak dialami oleh individu-individu sebagai basis identitas sosial mereka.
Dalam konteks kebudayaan massa, atau biasa diebut kebudayaan populer,
masyarakat menjadi homogen. Siapa saja dapat mengambilalihnya, dari
staratamanapun ia berasal, pada saat ia bermaksud mengidentifikasikan dirinya
kedalam kelompok sosial yang dicitrakan oleh kebudayaan massa.
2.3. Komunikasi Visual dan Grafis
2.3.1 Pengertian Komunikasi Visual
Dalam pengertian ini Komunikasi Grafis adalah pekerjaan dalam bidang
komunikasi visual yang berhubungan dengan grafika (cetakan) dan/atau pada
bidang dua dimensi dan statis (tidak bergerak dan bukan time-based images).
Dasar terminologi perlu untuk menjelaskan beda antara komunikasi grafis dengan
komunikasi visual.
Komunikasi visual merupakan payung dari berbagai kegiatan komunikasi
yang menggunakan unsur rupa (visual) pada berbagai media: percetakan/grafika,
luar ruang (marka grafis, papan reklame), televisi, film/video, internet dll, dua
dimensi maupun tiga dimensi, baik yang statis maupun bergerak (time based).
2.3.2 Pengertian Komunikasi Grafis
Tugas penyusunan kompetensi ini adalah pada bidang komunikasi grafis,
istilah yang diberikan oleh Dikmenjur setelah berkonsultasi dengan Ditjen
Grafika.
Kata grafis sendiri mengandung dua pengertian: (1) Graphein (lt.= garis, marka) yang kemudian menjadi Graphic Arts atau komunikasi grafis, (2) Graphishe
30
Vakken (bld=pekerjaan cetak) yang di Indonesia menjadi grafika, diartikan sebagai percetakan. Dalam pengertian ini komunikasi grafis adalah pekerjaan dalam bidang komunikasi visual yang berhubungan dengan grafika (cetakan) dan/atau pada bidang dua dimensi dan statis (tidak bergerak dan bukan time-based images). (Dikmenjur dan Ditjen Grafika dalam ilmukomputer.com)
Komunikasi grafis merupakan bagian dari Komunikasi visual dalam
lingkup statis, dua dimensi, dan umumnya berhubungan dengan
percetakan/grafika. Dalam lingkup terminologi ini standar kompetensi komunikasi
grafis dibuat.
Dewasa ini, desain grafis diyakini sebagai sebuah karya seni rupa yang
padat teknologi, mempunyai dampak sangat komprehensif kepada masyarakat
sebagai khalayak sasaran. Mengapa? Karena keberadaannya mampu
menginformasikan produk baru kepada audiens. Ia mempunyai karisma kepada
konsumen untuk diajak membeli dan menggunakan barang dan jasa yang
ditawarkan kepadanya. Ia juga piawai merangsang khalayak untuk berpikir perihal
sesuatu yang selama ini tidak pernah terpikirkan olehnya. Dengan demikian,
ketika kita mengenal dan menggeluti desain grafis, maka kita seolah-olah menjadi
malaikat pewarta kabar gembira kepada segenap manusia dalam bentuk
komunikasi visual yang mencakup segala bidang kehidupan manusia, baik dengan
target komersial maupun tujuan sosial. Oleh karena itu, mitos desain grafis dan
orang yang menggeluti profesi itu tidak lagi semata-mata hanya seseorang yang
jagoan ''menyetir'' komputer grafis dengan segala program-programnya dan
piawai membuat berbagai ilustrasi menggunakan rapido, pensil warna, cat poster,
dan airbrush. Tetapi, yang lebih hakiki, ia seorang perancang, pencetus dan
penemu ide pertama.
31
Victor Papanek dalam risalahnya bertitel Design for The Real World
menandaskan, peran desain beserta desainernya diharapkan menjadi pionir dalam
mengatasi perubahan dan pembaruan. Lebih lanjut Papanek memilah peran
desainer menjadi dua kategori. Kelompok pertama, keberadaan desainer (grafis)
harus membantu mendorong perubahan dari persaingan nasional menuju arah
komunikasi global. Kedua, ia harus tetap memelihara jati diri kebudayaan yang
berbeda. Artinya, peran desainer (grafis) diposisikan sebagai penerjemah antara
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam proporsi yang sehat, fleksibel dan
seimbang.
Pada dasarnya, desain adalah salah satu manifestasi kebudayaan yang
berwujud produk dari nilai-nilai yang berlaku pada kurun waktu tertentu. Sebagai
produk kebudayaan, ia terkait dengan sistem ekonomi dan sosial. Di samping itu,
desain bersahabat dengan sistem nilai yang sifatnya abstrak dan spiritual.
Desain dalam pengertian modern adalah desain yang dihasilkan melalui
metode berpikir. Berlandaskan pada ilmu pengetahuan, bersifat rasional dan
pragmatis. Ia lahir karena ilmu pengetahuan modern telah memungkinkan
timbulnya industrialisasi. Sifatnya tidak bisa dilepaskan dari dua gejala yang
saling berkait sebagai konsekuensi industrialisasi. Semuanya adalah produk massa
dan konsumsi massa sebagai hasil industrialisasi.
Desain pra-industrialisasi dan sesudahnya mempunyai pengertian yang sama. Dalam konteks ini, desain adalah aktivitas upaya manusia dalam memecahkan masalah yang dihadapinya sehari-hari. Hanya saja dalam desain modern terlibat faktor-faktor penentu baru yang belum ada sebelumnya. Dalam perjalanan sejarah, unsur-unsur tersebut selalu berubah dan bertambah seiring dengan berkembangnya kebutuhan, daya pikir, teknologi, tingkat pendidikan, dan kebiasaan-kebiasaan sosial.
32
Dengan kalimat lain, desain selalu mengekspresikan semangat zamannya. (Widagdo, l993)
Menurut Michael Kroeger visual communication (komunikasi visual)
adalah latihan teori dan konsep-konsep melalui terma-terma visual dengan
menggunakan warna, bentuk, garis dan penjajaran (juxtaposition). (Rianto,
IlmuKomputer.com)
Desain grafis biasa juga disebut desain komunikasi visual, wilayah
jelajahnya relatif luas. Mulai dari perencanaan cover buku fiksi dan nonfiksi
berikut layout halaman isi, majalah, koran, tabloid, cover kaset, CD, VCD,
kalender, brosur, leaflet, katalog pameran, stationary, administration and sales
kit, seminar kit, sign system, web design, logo, corporate identity, peta lokasi,
brandname, kemasan, poster, chart, pembuatan berbagai ilustrasi hand drawing
dan airbrush, serta banyak lagi ragamnya. Tetapi, yang jelas, desain grafis erat
kaitannya dengan proses cetak. Melalui media cetakan ini, desain grafis berfungsi
sebagai jembatan penghubung antara para pihak yang berkepentingan di dalam
dunia bisnis dan hal-hal yang berkaitan dengan media komunikasi.
Pada dasarnya, desain adalah salah satu manifestasi kebudayaan yang
berwujud produk dari nilai-nilai yang berlaku pada kurun waktu tertentu. Sebagai
produk kebudayaan, ia terkait dengan sistem ekonomi dan sosial. Di samping itu,
desain bersahabat dengan sistem nilai yang sifatnya abstrak dan spiritual.
Desain dalam pengertian modern adalah desain yang dihasilkan melalui
metode berpikir. Berlandaskan pada ilmu pengetahuan, bersifat rasional dan
pragmatis. Ia lahir karena ilmu pengetahuan modern telah memungkinkan
timbulnya industrialisasi. Sifatnya tidak bisa dilepaskan dari dua gejala yang
33
saling berkait sebagai konsekuensi industrialisasi. Semuanya adalah produk massa
dan konsumsi massa sebagai hasil industrialisasi.
Bila ditilik dari hakikatnya, menurut Widagdo (l993), desain pra-
industrialisasi dan sesudahnya mempunyai pengertian yang sama. Dalam konteks
ini, desain adalah aktivitas upaya manusia dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya sehari-hari. Hanya saja dalam desain modern terlibat faktor-faktor
penentu baru yang belum ada sebelumnya. Dalam perjalanan sejarah, unsur-unsur
tersebut selalu berubah dan bertambah seiring dengan berkembangnya kebutuhan,
daya pikir, teknologi, tingkat pendidikan, dan kebiasaan-kebiasaan sosial. Dengan
kalimat lain, desain selalu mengekspresikan semangat zamannya. (Sumbo
Tinarbuko; KOMPAS, Minggu 03 Maret 2002)
Skema: Aliran Kerja persiapan desain hingga pracetak (Bagan 2.1)
2.4 Sampul (Cover)
Sampul suatu penerbitan perlu di disain secara indah dan artistik, agar
mampu menarik perhatian khalayak untuk membacanya. Pemilihan judul (teks)
harus singkat, mudah di baca, mudah dimengerti dan secara langsung dapat
menginformasikan isi yang terkandung didalamnya. (Kusmiati, 1999:30)
34
Banyak penerbitan yang dapat digunakan sebagai media, tetapi
penggunaannya disesuaikan dengan tujuan bidang-bidang tertentu. Kapan akan
digunakan hal itu, tergantung pada jenis, serta jumlah artikel yang ditulis. Tetapi
yang paling penting adalah bentuk perwajahan penerbitan, sehingga perlu adanya
perencanaan disain yang baik dari setiap unsur yang akan ditampilkan.
Unsur-unsur penerbitan antara lain berupa tanda atau simbol (Kusmiati,
1999:30) , gunanya untuk membantu pembaca mengikuti alur suatu tulisan. Jika
tanda-tanda atau simbol itu bentuknya sama semua, tentu pembaca akan sulit
membedakan serta memahami apa yang dimaksud dengan simbol tersebut.
Media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan
cepat dan berkesan. Sebuah gambar jika tepat memilihnya, bisa memiliki nilai
yang sama dengan ribuan kata, juga secara individu mampu mengikat perhatian
(Kusmiati, 1999:36).
Sampul atau cover merupakan perpaduan antara teks dan foto. Keberadaan
foto ini diungkapkan lewat teks. Fungsi teks adalah dokumenter atau evidential,
sedangkan kehadiran foto sebagai docere (pembuktian) atau memberikan
documentation (bukti) pada apa yang tertulis. Bukti ini sudah menjadi konvensi –
entah kita sadari atau tidak – dalam persuratkabaran bahwa caption yang
menyertai foto berita berbicara tentang foto tersebut. Barthes melihat “bahwa teks
itu sebagai parasit terhadap foto” (Sunardi, 183:2002)
35
2.5 Majalah
Majalah merupakan penerbitan pers berkala yang menggunakan kertas
sampul, yang memuat bermacam-macam tulisan yang dihiasi ilustrasi maupun
foto-foto. (Junaedhi, 1995:155).
Pada dasarnya, studi media massa mencangkup pencarian pesan dan
makna-makna dalam materinya, karena sesungguhnya semiotika komunikasi,
seperti halnya basis komunikasi, proses komunikasi, dan intinya adalah makna
(Sobur, 2003:110).
Media khusus majalah dengan tema seksualitas atau sensualitas memang
tumbuh dan berkembang luar biasa. Daya tarik media kategori ini di mata
konsumen barangkali terletak pada tampilan gambarnya dan desain grafis yang
menarik.
Sebagai media massa cetak, majalah sering kali disamakan dengan surat
kabar karena beberapa kesamaan kriteria yang dimiliki keduanya. Tetapi
sesungguhnya majalah memiliki kriteria-kriteria serta pengertian lain yang
membedakan dari surat kabar. Dengan demikian majalah adalah salah satu sumber
informasi yang semakin populer dewasa ini. Ia mempunyai pengaruh yang sangat
besar dalam kehidupan masyarakat, terutama pada masyarakat modern.
Majalah adalah salah satu bagian dari pers yang membawa misi
penerangan, pendidikan, dan hiburan. Penerbitan majalah dimulai pertama kali di
London, Inggris; yang kemudian menyusul penerbitan-penerbitan lainnya pada
tahun 1741 di Amerika Serikat, tetapi baru pada abad ke-19 majalah menunjukan
perkembangan yang cukup pesat.
36
Abad ke-20 yang dikenal sebagai abad revolusi informasi telah membawa
dunia pers khususnya permajalahan kearah perkembangan yang sangat pesat. Ini
terlihat dari banyaknya majalah-majalah yang beredar tidak hanya di negara-
negara maju tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia.
Nama-nama majalah seperti; Hai, Kartini, Kawanku dan lain-lain, telah
memiliki kelompoknya masing-masing. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat
modern lebih bersifat selektif terhadap media yang diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan informasi.
Karena itulah sebagian orang mengatakan, majalah merupakan perpaduan
antara surat kabar dan buku. Majalah memiliki ruang dan waktu yang lebih
leluasa untuk menyajikan suatu peristiwa dengan selengkap-lengkapnya, sehingga
isi majalah biasanya lebih mendalam dan lengkap dibandingkan surat kabar
harian.
Majalah merupakan penerbitan pers berkala yang menggunakan kertas
sampul, yang memuat bermacam-macam tulisan yang dihiasi ilustrasi maupun
foto-foto. (Junaedhi, 1995:155). Onong Uchjana Effendy mengartikan majalah
sebagai “media cetak yang diterbitkan secara berkala, berulang-ulang secara
teratur seminggu sekali, dua minggu sekali, sebulan sekali, atau satu tahun
sekali”.
Seperti media cetak lainnya, majalah juga memilliki sifat-sifat khusus
yang tidak dimiliki oleh radio dan televisi. Onong Uchjana Effendy menjelaskan
dalam buku Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek sebagai berikut :
37
� Terekam, berita yang disiarkan oleh majalah tersusun dalam alinea, kalimat dan kata-kata yang terdiri dari huruf-huruf yang tercetak pada kertas. Setiap peristiwa atau hal-hal lain yang diberitakan terekam sedemikian rupa sehingga dapat dibaca setiap saat dan dapat dikaji ulang, didokumentasikan atau menjadi barang bukti tertentu.
� Menggunakan perangkat mental secara aktif karena pembaca majalah tidak seperti pendengar radio atau televisi yang hanya tinggal mendengar atau melihat apa yang disajikan oleh keduanya. Pembaca majalah hanya menggunakan huruf-huruf yang tercetak mati diatas kertas. (Effendy, 1993:203).
Pelayanan Pos Amerika, menjelaskan bahwa “sesuatu” dapat dikatakan
majalah apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Diterbitkan secara berjadwal, paling sedikit empat kali setahun 2. Dimunculkan atau dikenalkan dan dialamatkan pada alamat penerbit yang
sudah dikenal 3. Disusun atau diformatkan dengan menggunakan printed sheet 4. Diterbitkan untuk menyebarkan informasi tentang suatu karakter dari
public atau dikhususkan pada literature, ilmu pengetahuan, seni, atau industri yang spesifik
5. Mempunyai daftar pelanggan yang sudah atau akan membayar dengan harga diatas nominal untuk beberapa terbitan selama periode waktu yang sudah ditentukan; atau daftar beberapa orang yang sudah menyetujui secara sepesifik untuk menerima beberapa terbitan yang dikirim kepada mereka tanpa ditarik biaya.(Biagi, 1990:65). Tulisan yang dimuat dalam majalah tidak terlalu mementingkan aktualitas
berita karena majalah tidak terbit setiap hari, maka ia tidak melaporkan berita-
berita hangat pada hari itu. Ia memuat berita-berita sesuai dengan terbitnya
(mingguan, bulanan, dan sebagainya).
Selain itu, majalah mempunyai keungulan-keunggulan lainnya yakni,
majalah tampil lebih berisikan pengetahuan dari pada hal-hal yang menyangkut
selera dan perasaan dari komunikasinya. Media ini bukan sarana yang dibaca
selintas saja seperti media actual, tidak juga membutuhkan perhatian pada waktu
tertentu, media ini tidak dengan segera dapat di kesampingkan seperti surat kabar,
38
majalah dapat disimpan oleh pembaca selama berminggu-minggu, berbulan-
bulan, kadang bertahun-tahun.
2.5.1 Klasifikasi Majalah
Periode penerbitan majalah mempunyai waktu yang panjang, hal ini
menyebabkan tulisan-tulisan yang ditampilkan dalam majalah memiliki sifat
aktualitas atau lebih lama jika dibandingkan surat kabar. Isi majalah bersifat lebih
khusus karena disesuaikan dengan target audience yang telah ditetapkan.
Seiring perkembangan jaman, saat ini telah banyak beredar majalah
dengan berbagai macam bentuk. Isinya sesuai dengan minat dan tuntutan
masyarakat yang semakin lama semakin berkembang Assegaf secara garis besar
mengklasifikasikan majalah yang beredar di Indonesia ke dalam kategori sebagai
berikut :
1. Majalah bergambar; majalah yang memuat reportasi berdasarkan gambar,
peristiwa, atau sesuatu hal yang khusus yang berisikan foto-foto. (contoh: Jakarta-Jakarta)
2. Majalah Anak-anak; bentuk majalah yang isinya khusus dunia anak-anak. (contoh: Bobo)
3. Majalah Berita; berita berkala mingguan yang menyajikan berita-berita dengan suatu gaya penulisan yang khas dilengkapi foto dan gambar. (contoh; Gatra)
4. Majalah budaya; penerbitan pers yang mengkhususkan isinya pada masalah-masalah kebudayaan, dan diterbitkan setiap minggu, bulan atau secara berkala.
5. Majalah hiburan; bentuk majalah yang terbit secara berkara dan memuat karangan-karangan ringan, cerita pendek, cerita bergambar dan sebagainya. (contoh: Popular)
6. Majalah ilmiah; bentuk majalah yang terbit secara berkala, khusus berisi mengenai ilmu pengetahuan dan mengkhususkan isinya mengenai suatu bidang ilmu, misalnya elektronika, hukum, ekonomi, dan lain-lain. (contoh: Medika)
39
7. Majalah keagamaan; bentuk majalah yang isinya khusus memuat masalah agama, juga mengenai pendidikan kekeluargaan dan lain-lain. (contoh: Ummah)
8. Majalah keluarga; bentuk majalah yang memuat karangan-karangan untuk seluruh keluarga, dari yang ringan, bacaan anak-anak, sampai kepada persoalan rumah tangga seperti resep, mebel, mode, dan sebagainya. (contoh: Ayahbunda)
9. Majalah khas; bentuk majalah setengah bulanan yang isinya khusus mengenai berbagai macam bidang profesi. Ada juga yang khusus mengenai ilmu hukum, ilmu sosial, profesi kedokteran, industri, binis, kegemaran, fotografi, filateli, dan lain-lain. (contoh: Cakram)
10. Majalah mode; bentuk majalah yang diterbitkan bulan atau setengah bulanan yang berisikan mode dan dilampiri lembaran berisikan pola pakaian.
11. Majalah perusahaan; majalah atau surat kabar yang diterbitkan secara teratur oleh suatu perusahaan yang berisikan berita atau bahan informasi mengenai kepegawaian, karyawan, kebijakan dan produksi perusahaan.
12. Majalah remaja; bentuk majalah yang mengkhususkan isinya mengenai masalah-masalah remaja. (contoh: Hai, Gadis)
13. Majalah sari tulisan; bentuk penerbitan dengan format khusus yang berisi ringkasan karangan dari berbagai penerbitan. (contoh: Intisari)
14. Majalah sastra; bentuk majalah khas yang diterbitkan secara berkala dan isinya khusus membahas masalah-masalah kesusastraan dan resensi buku-buku atau novel kontemporer atau kegiatan dalam bidang seni sastra. (contoh: Horison)
15. Majalah wanita; bentuk majalah yang berisikan karangan-karangan khusus mengenai dunia wanita, dari masalah mode, keluarga, resep makanan dan lain-lain, juga dihiasi dengan contoh-contoh (contoh: Femina, Sarinah) (Assegaf, 1985:126)
40
Bab III
Profil Majalah Ripple Magazine dan
Gaya Hidup dalam Majalah
3.1 Sejarah Dibentuknya Majalah Ripple Awal terbentunya majalah Ripple yaitu pada tahun 1999, ketika PT.
Flatspills Laboratorium yang juga merupakan induk perusahaan dari 347 clothing
(toko baju 347) membutuhkan suatu katalog yang mempromosikan produk-
produk yang dijual di 347 clothing. Merasa kebutuhan suatu katalog sangat
diperlukan untuk mendongkrak penjualan dari produk-produk 347 clothing, PT.
Flatspills Laboratorium akhirnya mempercayakan pembuatan katalog yang pada
akhirnya berkembang menjadi majalah saku kepada Dendy Darmawan,
Mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) jurusan seni grafis 1994/1995,
Institut Teknologi Bandung (ITB).
Karena membuat suatu majalah bukan merupakan hal yang mudah, apalagi
untuk membuat majalah yang isinya menyajikan produk-produk yang harus sesuai
dengan selera anak muda. Akhirnya Dendy Darmawan mengutuskan untuk
mengajak Satria Nurbambang yang merupakan mahasiswa FSRD jurusan Seni
Grafis 1994/1995 ITB itu turut bergabung dalam mengerjakan katalog tadi.
Majalah Ripple yang pada awalnya adalah majalah gratis yang bertujuan
sebagai media promosi 347 clothing, akhirnya berubah tujuan menjadi media
informasi alternatif kaum muda. Sampai dengan edisi kelimanya, Dendy dan
Satria mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Dari mencari informasi untuk isi
majalah, proses foto, membuat artikel, sampai dengan wawancara-wawancara.
41
Baru setelah edisi kelima, Dendy dan Satria merasakan perlunya penambahan
orang-orang untuk dapat terus mengembangkan isi dari majalah Ripple.
3.2 Kebijakan Redaksi 3.2.1 Ciri Khas Majalah Ripple Majalah bulanan yang meliputi informasi-informasi mode, musik, budaya,
olahraga (surfing, skateboard, dan sepeda), dan permasalahan-permasalahan anak
muda yang isinya diulas secara khas.
3.2.2 Kebijakan Isi Berdasarkan pada tujuan dibentuknya majalah Ripple, kebijakan isi dari
majalah Ripple meliputi permasalahan-permasalahan kaum muda yang
didalamnya terdapat musik, mode, budaya, olahraga (surfing, skaterboard, dan
sepeda).
3.2.3 Bahasa Sebagai majalah, Ripple menampilkan tulisan dengan gaya bahasa yang
memiliki ciri tersendiri, yaitu gaya bahasa yang biasa digunakan sehari-hari (tidak
menggunakan bahasa Indonesia yang baku). Majalah Ripple yang menyajikan dua
bahasa dalam penyajiannya, yaitu bahasa Indonesia sebanyak 70% dan bahasa
Inggris sebanyak 30%.
3.2.4 Perwajahan Untuk gaya perwajahan, majalah Ripple menampilkan gaya perwajahan
yang kreatif dan menarik, dengan menggunakan bahasa yang lugas dan mudah
42
dicerna oleh pembacanya. Untuk tata letak, penampilan judul, tulisan, tampilan
foto, dan gambar-gambar, sedikit unik dengan tata letak penampilan yang tidak
seperti biasanya.
3.2.5 Rubrik Isi halaman pada majalah Ripple menampilkan rubrik-rubrik yang
merupakan realisasi dari tujuan majalah Ripple sehingga bermanfaat untuk
memberikan informasi kepada khalayak pembacanya. Rubrik-rubrik yang ada
dalam majalah Ripple, diantaranya:
• Rubrik Mode (Fashion) : isi dari rubrik-rubrik ini adalah mode yang menjadi trend dikalangan anak muda, seperti model-model pakaian, sepatu, topi, dan lain-lain.
• Skateboard : isi dari rubrik-rubrik tentang skateboard, cara-cara bermain skateboard, atau skateboard seperti apa yang baik untuk digunakan.
• Surfing : isi dari rubrik-rubrik tentang surfing biasanya juga meliputi tentang prestasi dan kisah-kisah para pemain surfing, cara-cara bermain surfing, atau papan seperti apa yang baik untuk digunakan.
• Musik : isi rubrik-rubrik tentang music dalam majalah Ripple biasanya meliputi profil-profil band, wawancara dengan band-band, cara bermain alat musik, informasi tentang alat musik.
• Sepeda : isi rubrik tentang sepeda biasanya meliputi tentang prestasi dan kisah-kisah para pemain sepeda BMX, cara-cara bermain sepeda BMX, atau sepeda-sepeda BMX seperti apa yang baik untuk digunakan.
• Budaya : isi dari rubrik-rubrik tentang budaya meliputi kebiasaan-kebiasaan, prestasi, dan cita-cita anak muda yang ada di masyarakat kita. Selain itu, dalam rubrik ini terdapat cerita-cerita dan wawancara aktris dalam maupun luar negeri. (Profil Ripple Magazine)
3.3 Profil Pembaca Majalah Ripple Sebagai majalah yang sudah berdiri selama tujuh tahun dan memiliki
segmentasi umur 15 sampai dengan 25 tahun, Ripple secara fisik memang belum
43
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat negeri ini. Tetapi hal ini merupakan
cita-cita besar yang harus dicapai oleh para pengelola majalah Ripple untuk dapat
mendistribusikan majalah ini keseluruh pelosok negeri dan menjangkau seluruh
lapisan anak muda di tanah air.
Kondisi seperti belum hadirnya majalah Ripple secara fisik diseluruh
Indonesia dan belum terjangkaunya seluruh lapisan anak muda memang bukan
hanya terjadi pada majalah Ripple, tetapi juga hampir semua majalah yang
segmentasinya adalah anak muda. Bahkan, majalah yang bersifat umum pun
masih sulit untuk menjangkau semua lapisan daerah dan lapisan yang ada di
masyarakat.
Terlepas dari kenyataan diatas, yang lebih penting dan harus lebih
diperhatikan oleh pihak pengelola adalah siapa sebenarnya pembaca dari majalah
Ripple. Dengan mengetahui siapa pembaca dari majalah Ripple, diharapkan
pengelola majalah Ripple mampu merumuskan sajian informasi agar kebutuhan
pembacanya terpenuhi dengan baik. Sebab, perusahaan dalam dunia komunikasi
informasi mempengaruhi kebutuhannya pengetahuan yang juga telah ikut
mengubah tuntutan akan kualitas informasi yang lebih baik.
3.4 Fenomena Gaya Hidup Dalam Cover Majalah Fenomena gaya hidup dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, beberapa
hal yang dapat dikaitkan antara lain seperti fashion, teknologi informasi, kuliner,
dan lain-lain.
Sampul suatu penerbitan perlu didisain secara indah dan artistik, agar
mampu menarik perhatian khalayak untuk membacanya. Pemilihan judul (teks)
44
harus singkat, mudah dibaca, mudah dimengerti dan secara langsung dapat
menginformasikan isi yang terkandung didalamnya. (Kusmiati, 1999:30)
Banyak penerbitan yang dapat digunakan sebagai media, tetapi
penggunaannya disesuaikan dengan tujuan bidang-bidang tertentu. Kapan akan
digunakan hal itu, tergantung pada jenis, serta jumlah artikel yang ditulis. Tetapi
yang paling penting adalah bentuk perwajahan penerbitan, sehingga perlu adanya
perencanaan disain yang baik dari setiap unsur yang akan ditampilkan.
Unsur-unsur penerbitan antara lain berupa tanda atau simbol (Kusmiati,
1999:30) , gunanya untuk membantu pembaca mengikuti alur suatu tulisan. Jika
tanda-tanda atau simbol itu bentuknya sama semua, tentu pembaca akan sulit
membedakan serta memahami apa yang dimaksud dengan simbol tersebut.
Media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan
cepat dan berkesan. Sebuah gambar jika tepat memilihnya, bisa memiliki nilai
yang sama dengan ribuan kata, juga secara individu mampu mengikat perhatian
(Kusmiati, 1999:36)
Sebuah tampilan cover majalah dapat mencirikan isi dalam majalah
tersebut dan keperluan untuk setiap komunitas orang-orang yang memerlukannya.
Misal saja, cover majalah PC Media, cover majalah tersebut pada gambaran
awalnya selalu berkaitan dengan perangkat lunak dan perangkat keras dari bagian
dari PC atau komputer, ini dapat melambangkan atau menandakan bahwa majalah
tersebut diperuntukan bagi meraka yang hobi akan perkembangan teknologi
komputer. Tabloid Pulsa, yang setiap bulannya memuat berita mengenai
perkembangan terbaru dari alat komunikasi seperti telphon selular (phonecell),
45
rubrik yang digunakan atau sebagai gambaran pada cover tidak pernah jauh dari
ciri yang menggambarkan sebuah teknologi komunikasi selular.
Dari beberapa contoh tersebut, bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa
pada cover (muka) sebuah media dapat mencirikan media tersebut diperuntukan
untuk siapa? Mereka yang mengikuti sebuah gaya dari satu bentuk kehidupan
setidaknya akan mengejar nilai materi untuk dijadikan contoh atau barometer
dalam sebuah kehiduppan, media sangat berperan dalam mempengaruhi bentuk
gaya hidup, serta mampu membuat sekat-sekat yang membelah setiap kebutuhan
manusia.
Setiap cover majalah atau media massa yang ada di dunia ini setidaknya
dapat mencirikan kebutuhan manusia yang berbeda-beda untuk mengikuti sebuah
perkembangan jaman, yang secara tidak sadar telah membentuk suatu budaya
gaya hidup, yang dilambangkan dalam bentuk media sebagai transmisi dari gaya
hidup tersebut.
Majalah beserta bentuknya yang paling jelas dapat terlihat sebagai
pandangan sebuah gaya hidup, untuk sebuah penampilan yang dapat menjual dan
kualitas kertas yang tinggi menyebabkan rasa gengsi untuk mengkonsumsi yang
lebih baik, contoh yang dapat terlihat dari kelasan konsumen majalah dengan
rubrik sama dan dapat melambangkan sebuah gaya hidup seperti majalah FHM,
MAXIM, Play Boy Indonesia, memiliki ciri yang sama, yaitu bentuk majalah pria
dewasa dengan segala kebutuhannya, tentu saja majalah tersebut tidaklah murah
harganya. Majalah tersebut diperuntukan bagi mereka yang memiliki kriteria
eksekutif muda, hal ini dapat dilihat dari konten majalah yang ditawarkan, seperti
46
fashion, teknologi, dan kuliner yang terdapat dalam rubrik majalah tersebut yang
tergolong mahal. Secara otomatis pandangan gaya hidup juga dapat terlihat dari
kebutuhan mereka dan keikut-sertaannnya dalam setiap perkembangan, apa lagi
dengan mengkonsumsi konten yang ada dalam majalah tersebut, minimalnya
untuk sebuah penampilan (dandanisme) yang lebih pada bentuk fashion, atau
dengan mengikuti even-even clubing yang selalu ada dalam majalah tersebut,
artinya mereka telah mengikuti gaya hidup yang ditawarkan oleh media tersebut.
Bentuk cover sangatlah mempengaruhi isi dari media, seperti majalah,
koran tabloid dan lain sebagainya. Cover juga mencerminkan bentuk dari setiap
kebutuhan yang diinginkan konsumen, khususnya pada bentuk media cetak
majalah.
Sebuah bentuk observasi yang dilakukan penulis, terhadap beberapa
kejadian dilapangan adalah dengan mengkaitkan kebutuhan seseorang akan gaya
hidup yang dilihat dari mengkonsumsi bentuk-bentuk media khususnya majalah,
konsumen lebih melihat pada apa yang mereka butuhkan sebagai pemenuh
kehidupan, bukan saja dari segi informasi tapi juga sebagai pelabang dari sebuah
komunitas, karena bentuk media majalah yang saat ini hadir dalam lingkungan
masyarakat telah tersekat dengan membuat suatu majalah yang disesuaikan
dengan kebutuhan konsumennya dan tidak lagi dalam bentuk umum.
Nilai-nilai gaya hidup yang dilihat dari cover majalah ini terlihat dengan
kehadiran media yang mengkhususkan diri pada satu kriteria yang membuatnya
menjadi khusus untuk sebuah bidang kehidupan, gambarannya pada majalah PC
Media, majalah yang tercipta akan kebuthan teknologi komputer, bagi mereka
47
yang menyukai teknologi ini, yang saat sekarang mau tidak mau setiap orang
harus bisa untuk menggunakannya. Menggunakan komputer hampir setiap orang
bisa, namun untuk lebih dari pada hanya menggunakannya saja itu sudah luar
biasa, seperti mengikuti perkembangan hardware dan software terbaru yang di
ulas dalam majalah tersebut itu lain hal, ketika seseorang memiliki ketertarikan
dengan suatu bentuk dan dia mengkonsumsinya secara berulang-ulang dengan
bentuk yang sama seperti kebutuhan akan hardware dan software tersebut berarti
dia telah mengikuti sebuah gaya hidup teknologi informasi dan komunikasi.
Demikian pula berlaku dengan bentuk kekhususan setiap majalah lainnya,
ketika seseorang mengkonsumsi majalah tersebut dan menggunakan penawaran
dari majalah tersebut secara berulang-ulang itu bisa dikatakan dengan
menggunakan sebuah gaya hidup dari pengaruh media yang ada.
Kehadiran sebuah cover majalah tentu dapat mendukung hasil penjualan
dari majalah tersebut, dan dari cover majalah itulah sebuah kebutuhan seseorang
dapat terlihat, dari cover majalah itu juga bentuk idealisme majalah sebagai
sebuah kebutuhan akan informasi komunikasi manusia akan terlihat dan
disesuaikan dengan kebutuhan hidup seseorang.
3.5 Fenomena Gaya Hidup Dalam Cover Majalah Ripple Majalah Ripple adalah salah satu bentuk majalah hiburan yang turut
meramaikan dunia permajalahan di Indonesia. Majalah ini terbit pada tahun 1999,
di tengah maraknya persaingan antar majalah. Majalah Ripple adalah gambaran
dari gerakan kritik kalangan anak muda dalam mengapresiasikan budaya dan gaya
48
hidup berdasarkan gerakan bawah tanah (mengerjakan segala sesuatu sendiri) atau
yang lebih dikenal di kalangan anak muda sebagai gerakan “underground”.
Dikenal sebagai majalah saku pada awal kemunculannya sampai dengan
edisi ke 15, Ripple menampilkan berita-berita utama tentang budaya dikalangan
anak muda. Dengan segala keterbatasan yang ada, majalah ini menyajikan
berbagai permasalahan dan gaya hidup anak muda.
Selain mengupas tentang gaya hidup anak muda, Ripple juga mencakup
atau menyajikan kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan anak muda seperti
musik, mode, surfing, skateboard, bersepeda, dan kegitan-kegitan lain yang
menjadi bagian dari anak muda. Majalah ini menampilkan sesuatu yang berbeda
dengan segala kebebasannya dalam menuangkan semua informasi, karena majalah
ini merupakan gambaran kritik dari kaum muda yang menganut prinsip
independent, maka terlihat perbedaan majalah ini dengan majalah-majalah lain
yang mempunyai segmentasi anak muda. Perbedaan-perbedaan yang cukup jelas
dapat terlihat, diantaranya dari penggunaan bahasa yang terkesan ‘slenge’an’
(asal-asalan) gambar-gambar dan foto-foto yang terkesan lebih unik, sampai
dengan cerita-cerita pendek yang dikemas secara kreatif.
Majalah Ripple yang sampai dengan edisi-15 berbentuk majalah saku
(pocket magazine), juga memberikan bonus kaset yang berisikan musik indie yang
profilenya sedang diulas, dalam edisi majalah Ripple yang sedang dipasarkan pada
bulan yang bersangkutan. Biasanya isi dari kaset ini berisikan beberapa buah lagu
ciptaan dari band-band musik indie yang sedang mempromosikan album (lagu-
lagu) indie mereka.
49
Sama seperti media massa lainnya, majalah pun menyediakan beberapa
ruang iklan. Begitu juga dengan majalah Ripple yang menyediakan ruang iklan
untuk ditawarkan kepada perusahaan-perusahaan. Lain halnya, dengan majalah-
majalah lain yang biasanya menyediakan ruang iklan bagi perusahaan-perusahaan
dan produk-produk yang umum (tidak spesifik), Ripple menawarkan ruang iklan
ini bagi perusahaan-perusahaan dan produk-produk yang potensial dalam
memberi perhatian kepada perkembangan anak muda.
Bagi yang berminat dalam promosi, majalah Ripple meliputi beberapa
kolom yang spesifik, seperti : info produk, fashion (mode), laporan spesial, atau
berisi apa saja yang dapat “menjual” produk dari perusahaan-perusahaan yang
akan melakukan kerja sama dengan majalah ini. Selain itu, majalah Ripple juga
menawarkan kerja sama untuk meningkatkan kualitas dari majalah Ripple itu
sendiri. Untuk menunjukan kepedulian yang besar kepada individu-individu yang
kreatif dalam anak muda kita.
Distribusi adalah hal yang penting dilakukan untuk dapat
menyebarluaskan suatu media cetak khususnya, agar dapat di peroleh dan dibaca
oleh seluruh pembaca hingga ke pelosok-pelosok daerah. Apabila distribusi atau
penyebaran dilakukan dengan baik dan berjalan dengan lancar, maka itu
keuntungan bagi kedua belah pihak (media cetak dan pembaca). Karena dengan
adanya distribusi yang baik dan lancar, berarti media cetak itu sampai kepada
pembaca, dan itu merupakan keuntungan financial bagi media tersebut, dan
keuntungan informasi bagi pembaca yang dapat memperoleh informasi dan pesan
baru yang disampaikan melalui media tersebut.
50
Lain halnya apabila distribusi tidak berjalan dengan baik atau macet.
Sudah dapat dipastikan kedua belah pihak (media cetak dan pembaca)
memperoleh kerugian. Media cetak bersangkutan merugi karena tidak
mendapatkan keuntungan financial dari penjualan medianya, pembaca pun merugi
karena tidak mendapatkan informasi dan pesan yang baru serta aktual.
Ripple sendiri mendistribusikan kurang lebih sepuluh ribu eksemplar
setiap bulannya. Tujuan pendistribusian ini adalah kota-kota besar seperti Jakarta,
Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Kuta, Medan, dan masih banyak kota-kota
lainnya. Cara pendistribusian majalah Ripple sedikit berbeda dengan
pendistribusian seperti pada umumnya media cetak lainnya. Selain dengan
menggunakan cara-cara pendistribusian seperti pada umum media cetak lainnya,
Ripple juga mendistribusikan majalahnya dengan cara independen melalui jalur-
jalur yang sudah ada di setiap kotanya.
Majalah merupakan sumber informasi yang dapat ditinjau ulang meskipun
terbitan lama, karena pada majalah tidak mengenal kata ‘basi’, hal ini disebabkan
majalah terdapat kelebihan lain seperti banyak memuat banyak gambar dengan
berita yang lebih mendalam dari setiap rubriknya. Ripple, sering dikaitkan dengan
bentuk majalah life style (gaya hidup), dan juga dapat disebut sebagai majalah
komunitas, padahal pada tujuan pembuatan awal majalah ini dibentuk bukan
untuk komunitas tertentu, melainkan untuk umum.
Kontent yang untuk edisi majalah Ripple di dominasi oleh musik dan gaya
hidup. Gaya hidup yang ingin ditampilkan dapat dilihat dari jenis liputan yang
51
dimuat di majalah tersebut, seperti adanya liputan skateboard, surfing, sepeda,
dan musik. Hal yang paling menonjol adalah dari liputan musik.
Majalah yang lebih banyak memuat permasalah yang belum pernah di
follow up khususnya jenis musik, karena biasanya musik sering dijadikan sebagai
barometer timbulnya sebuah gaya hidup, maka tidak jarang Ripple menjadikan
band sebagai rubrik utama dalam cover majalah, tentunya dengan tampilan
fashion yang dinilai memiliki ciri khas tertentu dari setiap band yang tampil dan
ini banyak dipakai sebagai awal dari sebuah gaya hidup.
Melalui ritual konsumsilah, subkultur membentuk identitas yang
bermakna. Pemberian (makna) selektif dan penggunaan kelompok atas apa yang
disediakan oleh pasar bekerja serentak untuk mendefinisikan, mengekspresikan,
merefleksikan, serta memperjelas pembedaan dan perbedaan kelompok.
Pernyataan klasik prihal pernyataan ini dikemukakan oleh Hall dan Jefferson
dalam Resistance through Rituals (1976): “Ini melibatkan anggota suatu
kelompok dalam pemaknaan objek khusus yang, atau bisa dibuat, “homolog”
dengan pusat perhatian, aktifitas, struktur kolompok dan citra-diri kolektif mereka
– objek-objek yang di situ mereka melihat nilai sentral mereka dipelihara dan
direfleksikan” (Hall dan Jefferson dalam Storey, 2007:128).
Objek tersebut adalah musik. Kegunaan subkulltur musik barangkali
adalah konsumsi musik dalam bentuknya yang paling aktif. Konsumsi musik
merupakan salah satu cara bagi sebuah subkultur untuk memalsukan identitasnya
dan mereproduksi dirinya sendiri secara kultural dengan menandai pembedaan
52
dan perbedaannya dari anggota masyarakat lainnya. Ini bukanlah penolakan untuk
mengakui kekuatan ekonomi dan budaya dari industri musik.
Bukan hanya musik yang dapat menjadi sebuah keputusan untuk gaya
hidup, melainkan kehadiran sebuah ikon dalam gaya hidup, dalam hal ini adalah
seseorang, kelompok dan atau komunitas yang dianggap memiliki sebuah
ketenaran dan memiliki gaya tersendiri. Ciri yang mudah untuk di diteksi adalah
dari sebuah penampilan (cara berpakaian/fashion). Jika seseorang, kelompok atau
sebuah komunitas dianggakat menjadi sebuah cover atau berita utama dalam
sebuah majalah, tentunya foto mereka akan terpampang dalam majalah tersebut.
Sadar atau tidak, ada unsur ketertarikan untuk memiliki gaya para idola yang
menjadi ikon dari majalah tersebut.
Subandy sebagai pengantar dari buku Life Style karya David Chaney
mengkategorikannya sebagai jurnalisme gaya hidup, Subandy mengutip
pernyataan dari The Image, karya Daniel Boorstin (1962) yang mengatakan
“Selebritis adalah suatu kategori sosiologis yang unik, mereka dapat menjadi
ekspresi diri dan sekaligus pembangkit aspirasi bagi para konsumen. Selebriti
adalah ”human pseudo-event” atau “heroic image”. (Subandy dalam Chaney,
2007:21)
Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada kesimpulan bahwa
budaya dalam budaya berbasis selebriti (celebrity based-culture), para selebriti
membantu dalam pembentukan identitas dari para konsumen kontenporer. Dalam
budaya konsumen, identitas menjadi sesuatu sandaran “aksesori fashion.” Wajah
generasi baru yang dikenal sebagi anak-anak E-Generation, seperti sekarang
53
dianggap terbentuk melalui identitas yang diilhami selebriti (celebrity-inspired
identity) – cara mereka berselancar di dunia maya (internet), cara mereka gonta-
ganti busana untuk jalan-jalan. Ini berarti bahwa selebriti dan citra mereka
digunakan momen demi momen untuk membantu konsumen dalam parade
identitas, selebriti dalam pengertian luas ini diartikan sebagai ikon yang berada
dalam majalah, terutama majalah yang memiliki gaya hidup anak muda seperti
Ripple Magazine.
54
BAB IV
SIMBOL-SIMBOL GAYA HIDUP dalam COVER MAJALAH RIPPLE
Dalam bab ini penulis akan membahas simbol-simbol gaya hidup yang
terdapat pada majalah Ripple edisi 51, 52, dan 53 dengan menggunakan langkah-
langkah kualitatif dan semiotika.
Adapun yang akan di bahas pada bab ini adalah simbol-simbol visual, baik
itu fashion, typography, model, dan background yang terdapat pada majalah
Ripple dari ketiga edisi tersebut. Pembahasan akan dimulai secara satu persatu
dari ketiga cover majalah Ripple yang menjadi bahan penelitian.
Pada bab ini akan mengikuti pola prosedur analisis sebagai berikut :
Prosedur yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan penelitian intepretatif, alat bedah penelitian ini menggabungkan
ilmu semiotika mengenai tanda dan pendekatan budaya yang menjadi bahan
analisis subjek penelitian. Objek yang akan dianalisis merupakan cover majalah
Ripple dari tiga edisi bulan Maret (51), April (52), dan Mei (53). Pertanyaan
dalam penelitian ini berdasarkan pada kode visual dan kode sosial yang tergambar
pada majalah Ripple sebagai simbol gaya hidup. Key informan, sebagai kunci
untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian ini akan dilakukan dengan
wawancara, observasi dan studi kepustakaan sebagai penguat data lapangan.
Akhir dari kerangka tersebut akan menghasilkan suatu jawaban dari penelitian
yang ditanyakan pada pertanyaan penelitian.
Berbicara tentang fashion dan pakaian sebagai artefak budaya tidak bisa
tidak membawa kita pada kajian semiotika, dalam hal ini semiotika objek.
55
Semiotika objek mengkaji potensi komunikatif artefak-artefak budaya dan objek-
objek alam. Paradigma semiosis objek adalah “bahasa komoditas” (the language
of commodities). Pakaian adalah komoditas.
Dalam pandangan Barthes, majalah fashion memberikan “mitologi” yang
menyeluruh mengenai komentar tentang efek sosial, kesempatan penggunaan
yang mungkin, atau gaya-gaya personal yang terkait dengan unsur-unsur fashion.
Ada sistem konotasi dalam fashion, yang Barthes definisikan sebagai suatu sistem
retoris.
Berikut ini merupakan gambaran visual yang peneliti angkat dalam bentuk
penelitian yang menjadi subjek penelitian ini adalah cover majalah Ripple.
Peneliti ingin mencari simbol-simbol gaya hidup yang terdapat dalam cover
majalah Ripple, dengan melihat kode visual dan kode sosial yang ingin
ditampilkan.
Gambar 1 cover subjek penelitian
Ketiga cover tersebut akan dibahas satu-persatu dengan menggunakan
kode visual dan kode sosial sebagai alat identifikasi masalah yang ingin diketahui
oleh penulis dalam melakukan penelitian ini.
Kode visual terbagi kembali menjadi gambaran keseluruhan dari cover
majalah Ripple pada seluruh edisi yang menjadi bahan penelitian yang
diantaranya, tulisan (typography), model, dan fashion. Sedangkan untuk kode
56
sosial akan membahas pengaruh keseluruhan dari apa yang dipecahkan pada kode
visual yang sebelumnya di bahas.
Langkah pertama yang akan dilakukan adalah dengan mendefinisikan
objek analisis. Sebelum memulai, kita perlu memutuskan apa objek analisis kita.
Idealnya, berhubungan dengan hipotesis, objek analisis haruslah sesuatu yang
memungkinkan untuk kita menguji hipotesis.
Ke-dua, mengumpulkan teks, memutuskan citra apa yang ingin diamati,
serta mengkaitkannya dengan analisis semiotika secara keseluruhan. Ke-tiga,
menerangkan isi teks atau citra dengan hati-hati, serta mencoba untuk me-
misahkan pesan lingustik (kata-kata) dengan pencitraan visual, dan menerangkan
masing-masing setepat dan seperinci mungkin.
Ke-empat, menafsirkan teks tersebut. Mendiskusikan makna dan implikasi
masing-masing tanda secara terpisah, kemudian secara kolektif. Ke-lima,
menjelaskan kode-kode kultural. Jenis pengetahuan kultural apa saja yang yang
diperlukan untuk memahami objek penelitian. Ke-enam, membuat generalisasi.
Apa yang dapat dikatakan mengenai bagaimana teks yang menjadi penelitian bisa
menjadi bermakna. Langkah terakhir adalah dengan membuat kesimpulan dan
menegaskan mengenai hasil dari penelitian tersebut.
57
4.1 Membaca Kode Visual dan Sosial Majalah Ripple Edisi 51 4.1.1 Membaca Kode Visual Fashion Majalah Ripple Edisi 51
Gambar 1 (4.1.1) Cover Subjek Penelitian 1
Pakaian dipandang memiliki suatu fungsi komunikatif. Busana, pakaian,
kostum, dan dandanan adalah bentuk komunikasi artifaktual (artifactual
communication). Komunikasi artifaktual biasanya diartikan sebagai komunikasi
yang berlangsung melalui pakaian, dandanan, barang perhiasan, kancing baju,
atau furnitur rumah dan penataannya, atau dekorasi ruang. Karena fashion,
pakaian atau busana menyampaikan pesan-pesan nonverbal, ia termasuk
komunikasi nonverbal.
Gambar 2 (4.1.1) cover majalah Ripple edisi 51
Analisis fashion pertama, model menggunakan rompi berwarna biru
muda, tanpa lengan, dan tidak menggunakan pakaian lain sebelum rompi tersebut,
model juga menggunakan celana resmi/bukan jeans. Pakaian rompi tersebut
berwarna biru, jelasnya warna hadir sekumpulan paradigmatis. Satu baju biru
58
dapat meng-gantikan atau digantikan baju putih. Satu kombinasi warna, dipilih
dari paradigma warna, dapat juga dianggap sintagmatis (perbedaan antara hal-hal
yang membentuk rangkaian penandaan atau keseluruhan) , seperti pada pakaian.
Disini kemungkinan adanya penilaian apakah warna berpadu dengan warna lain
atau tidak, menilai warna dalam hal sintagma yang merupakan bagiannya.
Demikian juga tekstur muncul sebagai sekumpulan paradigmatis (perbedaan
antara hal-hal yang saling menggantikan). Satu tekstur, satu bentuk barang
tenunan atau tekstil, dapat menggantikan atau digantikan oleh yang lain. Jadi,
model pertama merasa bahwa pakaian jas tanpa lengan dengan kerah terbuka
memperlihatkan dada, dan tanpa menggunakan pakaian lain seperti kemeja
sebelum jas dianggap pantas, dan dalam penelitian ini model pertama termasuk
pada kategori paradigmatis yang memiliki penilaian hal-hal yang semestinya
dapat digantikan atau saling menggantikan, model pertama ini juga menggunakan
jas yang halus, licin, terbuat dari wol mungkin menandakan hal-hal yang berbau
urban (warga yang tinggal di kota). Pada model pertama juga menggunakan
celana panjang, yang dinilai lebih maskulin untuk jenis kelamin pria.
Gambar 3 (4.1.1) cover majalah Ripple edisi 51
Model analisis kedua, ditandai dengan kemeja berkerah dengan warna
hitam dan terbuka tanpa menggunakan dasi. Model kedua ini memiliki
penampilan informal dengan kerah terbuka. Suara yang dibuat dengan
mengatakan kata “kemeja” adalah sebuah penanda. Ini berarti atau
59
mepresentasikan pakaian pria. Kerah baju pria, dipakai terbuka tanpa dasi, dapat
disebut sebagai penanda, ia bisa disebut menandakan ketidak formalan atau santai.
kerah terbuka, tanpa dasi, dapat mendenotasikan seseorang tidak sedang bekerja,
bahwa seseorang tidak dalam keadaan informal. Namun kerah yang terbuka,
dipakai tanpa dasi, dapat memiliki konotasi tidak rapi atau bahkan dapat disebut
bahwa orang tersebut tidak layak bekerja.
Pada gambar 1 (4.1.1) keseluruhannya terdapat empat model pria, tiga
diantaranya menggunakan kemeja tanpa dasi dengan kerah terbuka dan tertutup,
dari ketiga model yang menggunakan kemeja salah satunya menggunakan kemeja
dengan kerah tertutup dengan menggunakan jas tanpa lengan. Untuk keseluruhan
model tersebut dapat dinyatakan mereka sedang tidak dalam keadaan formal
(resmi) tapi mereka dalam keadaan yang informal empat model tersebut pada
kondisi konotasi. Status mereka adalah pekerja seni (art work) yang memiliki
gaya tersendiri dan mungkin berbeda dengan kondisi fashion pada umumnya
ketika mereka bekerja. Lebih tepatnya keempat model tersebut berada dalam
kondisi paradigmatik yang memiliki pemikiran bahwa terdapat perbedaan antara
segala hal yang saling menggantikan.
Sebetulnya kondisi fashion yang mereka gunakan adalah kondisional dan
menyesuaikan dengan apa yang mereka ingin gunakan dan tidak terkait dengan
segala ikatan peraturan mengenai pakaian yang semestinya, apa yang mereka
gunakan adalah gambaran dari sebauh identitas diri yang ingin dimunculkan.
60
Gambar 4 (4.1.1) cover majalah Ripple edisi 51
Model ketiga, ditandai dengan menggunakan kemeja lengan panjang
berwarna putih dengan kerah terbuka dan di mix dengan breathbelt hitam,
menggunakan celana panjang berbahan katun, model tersebut dapat dipandang
dalam keadaan tidak formal dan menunjukan satu makna yang santai.
The SIGIT, merupakan sebuah band beraliran rock end roll, yang jelas
penampilan mereka pada cover majalah Ripple edisi 51 ini setidaknya mereka
mengikuti gaya dari pada musisi idola mereka masing-masing, inspirasi ini
berasal dari The Beatles, Led Zepplin, At The Drive In, Pure Saturday, Stone
Roses, dan The Clash. Bukan hanya terinspirasi oleh musisi luar saja, namun pada
cover edisi 51 dari majalah Ripple ini juga disesuaikan dengan tema pada album
pertama The SIGIT. Rektivianto “Rekti” Yoewono (vokal dan gitar) mengatakan
“gaya kita di cover majalah Ripple ini menyesuaikan dengan album pertama
dengan tema Visible Idea of Perfection dengan cover album yang bergaya tahun
50-60an, yang pada masanya dianggap sesuatu yang sempurna. Maka dari itu kita
ingin berpenampilan seperti pada tahun 50-60an sebagai cover majalah Ripple
yang menggambarkan album pertama.”
Foto fashion pada gambar 4 (4.1.1) juga menjelaskan keberadaan gaya
yang digunakan oleh model pada beberapa puluh tahun yang lalu dan sekarang
61
model dari fashion tersebut digunakan kembali sebagai lambang dari revolusi
yang tidak memandang kehadiran sebuah strata pada tingkatan kehidupan
manusia, seperti jaman dulu pakaian pada gambar 4 (4.1.1) digunakan oleh orang-
orang yang memiliki strata ekonomi rendah dan pengangguran. Lambang
peralihan fashion tersebut diguakan kembali saat ini sebagai gaya baru yan gtelah
berevolusi makna sesuai dengan siapa yang menggunakannya dan dimana dia
menempatkan fashion tersebut digunakan.
Gambar 5 (4.1.1) cover majalah Ripple edisi 51
Model terakhir yang ditunjukan dengan menggunakan kemeja coklat
berenda dengan menggunakan rompi berwarna biru dan bercelana panjang ini
menunjukan model yang dalam keadaan semi formal. Terdapat penambahan pada
model keempat ini dengan membawa gelas minuman dan merokok dapat memiliki
makna santai dengan tampilan fashion semi formal.
Berbicara tentang pakaian sesungguhnya berbicara tentang sesuatu yang
sangat erat dengan diri kita. Aku berbicara lewat pakaianku, pakaian yang kita
kenakan membuat pernyataan tentang diri kita. Bahkan kita bukan tipe orang yang
perduli soal busana kita, orang yang bersua dan berinteraksi dengan kita tetap
akan menafsirkan penampilan kita seolah-olah kita sengaja membuat suatu pesan.
62
Pernyataan ini membawa kita pada fungsi komunikasi dan nonkomunikasi dari
pakaian yang kita kenakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam suasana
formal amupun informal.
Cover majalah Ripple dengan ikon The SIGIT pada edisi 51 memberikan
penafsiran bahwa band tersebut memiliki aliran musik rock end roll dan
mengkomunikasikan mengenai isi dari majalah Ripple tentang artikel The SIGIT.
Gaya yang digunakan The SIGIT pada cover majalah Ripple hanya meng-
komunikasikan gaya dari album mereka, bukan merupakan gaya atau identitas
keseharian mereka di luar panggung atau di panggung. Pernyataan ini diperkuat
oleh Rekti “dalam cover majalah Ripple tersebut kita hanya ingin berpenampilan
seperti itu saja, dan bukan dijadikan sebagai gaya sehari-hari, tidak juga dipakai
untuk acara panggung (live music), melainkan kita menyesuaikan dengan tema
yang diangkat oleh majalah Ripple dan artikel yang di tulis mengenai album
pertama The SIGIT, kasarnya kita menyesuaikan dengan album kita juga yang
memiliki cover album bergaya tahun 50-60an.”
Gaya aplikasi pada fashion the SIGIT merupakan gaya lama yang sering
disebut dengan gaya retro. Fashion selalu retro dan mendaur ulang total gaya-
gaya dan langsung dari masa lalu.
63
4.1.2 Membaca Kode Visual Typography Majalah Ripple Edisi 51
Gambar 6 (4.1.2) cover Typography Majalah Ripple edisi 51
Typography atau teks yang digunakan dalam sebuah desain cover majalah
tentunya mendesain dengan kata-kata, ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan, antara lain pesan, target sasaran, format, bentuk huruf, dan
elemen visual lainnya. Mendefinisikan target sasaran membantu anda memahami
siapa yang sedang dihadapi. Desainer harus mempertimbangkan referensi kolektif,
cita rasa, dan pendapatan target sasaran. Bentuk kata merupakan bagian dari gaya
atau bentuk masing-masing huruf secara individu dari alfabet.
Kita harus menemukan kata yang mudah untuk diingat dan menarik
perhatian. Perlu dipertimbangkan juga aspek format, kata dirancang agar mudah
dibaca, selain itu juga kata harus menggunakan herarki visual, orang cendrung
membaca elemen yang terbesar, baru kemudian yang terkecil. Ketentuan lain yang
harus diperhatikan adalah susunan kata harus menyempurnakan kemudahan
dibaca; semua faktor dari spasi huruf, spasi kata, dan spasi garis mudah dibaca,
komunikatif, dan ekspresif, spasi kata dan spasi garis membangun ritme sehingga
penonton dapat membaca pesan; memper-timbangkan bentuk huruf, pakailah
64
huruf yang asli, pikirkanlah tentang hubungan positif/negatif spasi yang sesuai
dengan pesan penonton; dan terakhir warna akan menyempurnakan pesan dan
ekspresi serta tidak menghalangi kemampuan membaca penonton.
Pada cover majalah Ripple edisi 51 ini terdapat teks dengan identitas
tersendiri, tulisan ini terdiri dari RIPPLE MAGAZINE, Common People Issue,
“STAIRWAY TO ZEPROCK!” THE SIGIT, RNRM, EVERYBODY LOVES
IRENE, STEREOMANTIC, ANNEMARIE, dan teks kaki bertuliskan Ripple #
51 dengan barcode dan bertuliskan Free. Dari masing-masing teks tersebut
memiliki perbedaan, terutama pada bentuk teks, untuk warna sendiri rata-rata
sama, inline berwarna coklat tua dengan outline coklat muda, terkecuali pada teks
bertuliskan Common People Issue, teks tersebut berwarna merah.
Gambar 7 (4.1.2) Jenis warna dan Typography cover majalah Ripple edisi 51
Gambar 8 (4.1.2) Warna dan typography cover majalah Ripple edisi 51
Pada typography gambar 8 penulis memaknai tulisan tersebut sebagai
bentuk tulisan yang memiliki makna oldschool yang ditandai dengan tuilsan
berwarna coklat tua dengan outline orange untuk menunjukan tulisan inti yang
65
berwarna gelap agar dapat tampak hidup dan terang untuk dilihat. Tulisan Ripple
pada edisi 51 ini memiliki eyecatching dengan outline kuning.
Indra sebagai desain grafis dari majalah Ripple mengatakan sebetulnya
tidak ada bentuk tulisan yang baku untuk setiap teks yang terdapat pada cover
majalah Ripple terutama pada edisi 51.
“Untuk pewarnaan dari teks sendiri itu disesuaikan dengan foto dari band
yang dijadikan cover, jadi kasarnya disesuaikan dengan keadaan saja, bentuk teks
yang berbeda ini memang sengaja digunakan sebagai pembeda dari isi majalah,
teks THE SIGIT dibuat dengan teks tertentu yang memberikan kesan tegas dan
keras. Sedangkan untuk subjudul yang lain menggunakan teks yang standar, hal
ini digunakan untuk menandakan bahwa THE SIGIT adalah topik utama dalam
majalah ini. Teks pada Ripple sendiri menggunakan tipe Gunplay, dan itupun
tidak baku, tergantung dari kebutuhan setiap edisi dan kreatifitas desainer.” Jelas
Indra Wirawan.
Masih pada cover majalah Ripple terdapat tulisan yang berbeda warna dari
teks yang ada sebelumnya seperti pada teks yang bertuliskan Common People
Issue, Indra sendiri menjelaskan teks ini memang sengaja dibuat berbeda agar
lebih tegas dan menandakan bahwa tema untuk edisi 51 Ripple berbicara tentang
“Common People Issue” tulisan tersebut diberi warna merah agar terlihat lebih
jelas saja.
Ripple dalam kamus bahasa Inggris berarti reaksi atau suara, untuk tanda
petir sebagai pengganti I dalam alphabet menerangkan ketegasan tentang suara
anak muda, hal ini diterangkan dalam wawancara dengan Satria Nurbambang atau
66
yang lebih dikenal dengan panggilan Io, “mengatakan Ripple sendiri memiliki arti
salah satu bentuk majalah hiburan dan menggambarkan dari gerakan kritik
kalangan anak muda dalam mengapresiasikan budaya dan gaya hidup berdasarkan
gerakan bawah tanah (mengerjakan segala sesuatu sendiri) atau yang lebih dikenal
di kalangan anak muda sebagai gerakan “underground”.
Gambar 9 (4.1.2) Cover Typography majalah Ripple edisi 51
Indra menambahkan, karakter font yang terdapat pada majalah untuk
tulisan Ripple sendiri adalah Advark Bold, namun pada perkembangannya tulisan
ini tidak terlalu baku, tulisan tersebut bisa berubah sesuia dengan tema yang
dianggakat, bisa saja tulisan Ripple tersebut hanya berdasarkan guratan tangan
saja, jadi tergantung pada kebutuhannya.
Keterangan yang di dapat dari hasil wawancara dengan desainer majalah
Ripple Indra mengenai nilai atau makna yang ingin ditampilkan dari keseluruhan
tampilan majalah Ripple edisi 51 ini adalah “saya melihatnya berdasarkan
karakter foto yang diberikan pada redaksi untuk selanjutnya saya hanya mencoba
berkreasi dengan materi yang diberikan oleh narasumber dan tidak ada pengertian
lebih mengenai desainnya sendiri, mengenai layout yang menggambarkan sebuah
sobekan hanya pemanis pada desain saja agar tidak terlihat “lurus” (tidak
kreatif.red)” tutur Indra.
Gambar 10 (4.1.2) Cover Typography majalah Ripple edisi 51
67
Begitu banyak karakter teks yang digunakan majalah Ripple dalam setiap
edisinya, alasan ini tidak lain adalah untuk menunjukan sebuah ketegasan dari
judul-judul yang ingin ditampilkan dalam majalah tersebut.
Sedangkan untuk teks yang bertuliskan RNRM, EVERYBODY LOVES
IRENE, STEREOMANTIC, ANNEMARIE, memiliki tipe font Rockwell. Hampir
keseluruhan bentuk tulisan menggunakan outline (garis luar) berwarna coklat
muda ini digunakan untuk memperjelas tulisan yang berwarna coklat tua. Alasan
yang diungkapkan oleh Indra adalah agar tulisan dengan inline menjadi lebih jelas
terbaca, dan itu faktor yang dapat memperindah penampilan dari cover majalah
Ripple edisi 51 karena warna dominannya gelap.
Gambar 10 (4.1.2) Cover Typography majalah Ripple edisi 51
Untuk teks bertuliskan RIPPLE # 51 dengan barcode dan disertai tulisan
FREE ini hanyalah hiasan belaka, dan tidak terdapat pada majalah edisi
sebelumnya atau yang sedang dibahas oleh penulis.
4.1.3 Membaca Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 51
Gambar 11 (4.1.3) Cover majalah Ripple
68
Tahap penelitian terakhir untuk cover majalah Ripple edisi 51 ini adalah
dengan meneliti aspek keseluruhan dari penampilan majalah Ripple secara desain
grafis visual dari sudut pandang semiotika.
Penulis dari hasil observasi dan wawancara mendapatkan bahwa tampilan
dari keseluruhan cover edisi 51 dari majalah Ripple ini menyesuaikan dengan
penampilan dari foto yang diberikan kepada desainer untuk selanjutnya dijadikan
cover majalah.
Dari cover majalah edisi 51 ini tidak memiliki makna ganda seperti yang
dituliskan oleh Martinet, alasannya adalah tidak ada satupun bagian dari teks di
cover yang terdapat morfem untuk dipecah kembali dan menjadi artian yang
berbeda dari msaing-masing kata yang tertulis pada cover majalah Ripple.
Di satu sisi, persepsi visual tidak sama dengan persepsi atas gejala
kebahasaan lantaran yang satu bersifat spasial dan simultan, sementara yang lain
bersifat temporal dan linier. Akan tetapi, sebagai ada yang dapat menilai sebuah
representasi visual tersusun dari struktur yang analog dengan struktur kebahasaan,
dengan satuan-satuannya yang dapat dipilah-pilah sampai kepada satuan terkecil
yang bermakna yang dapat membedakan makna.
Jika ditelusuri, teks yang terdapat pada cover majalah edisi 51 yang
diperkuat dengan gambar tersebut memiliki hubungan yang analog saja dengan
struktur kebahasaan yang tidak memiliki artian khusus. Indra mengatakan “teks
yang terdapat pada cover majalah Ripple edisi 51 ini hanya bentuk dari karakter
yang dianggap dapat mewakili karakter yang akan tampil sebagai cover majalah
saja, tidak memiliki kekuatan filosofi.”
69
Penulis secara pribadi melihatnya sebagai hubungan analog yang dapat
dipecah menjadi kecil mulai dari teks hingga bagian pada gambar, namun untuk
teks tidak memiliki artikulasi ganda, hal ini disebabkan bagian dari pada teks
tidak dapat dipecah menjadi bagian terkecil dari setiap elemen yang terdapat pada
cover majalah Ripple edisi 51 tersebut.
Penulis dapat mengambil sebuah benang merah dari pemahaman dan
intepretasi yang dapat diambil adalah bahwa cover majalah Ripple edisi 51
dengan band THE SIGIT sebagai ikon menggambarkan sebuah bentuk band rock,
sedangkan untuk simbolnya penulis mengambil makna dari teks RIPPLE sebagai
simbol dari suara keras kaula muda untuk menunjukan eksistensi dirinya masing-
masing, intepretasi terakhir yang dapat diambil oleh penulis adalah indek yang
berada dalam cover majalah Ripple adalah teks RNRM, EVERYBODY LOVES
IRENE, STEREOMANTIC, ANNEMARIE, dan teks bertuliskan RIPPLE # 51
dengan barcode dan disertai tulisan FREE, untuk indeks gambar dapat ditunjukan
dengan layout sobekan kertas pada sudut kanan atas (pandangan pembaca)
majalah tersebut yang memiliki pengertian bagian terkecil dari apa yang ada
dalam majalah Ripple edisi 51.
Pada dimensi pragmatik sendiri penulis mengintepretasikannya sebagai
berikut : Fungsi pertama, yaitu fungsi puitik, penulis melihatnya sebagai bentuk
dari tanda atau pesan yang ingin disampaikan bahwa dalam cover majalah Ripple
edisi 51 ini ingin menunjukan satu pesan akan kehadiran tema Common People
Issue yang membahas mengenai “keadaan yang biasa orang-orang”, untuk
intepretasi gambar secara keseluruhan, penulis mengintepretasikan topik utama
70
band THE SIGIT yang menjadi pembahasan dalam majalah Ripple edisi 51
tersebut. Fungsi kedua, merupakan kehadiran wacana setiap edisi yang dihadiri
oleh tema dan topik utama yang berbeda setiap bulannya, wacana yang
membedakannya adalah dengan pembahasan Common People Issue yang ada
pada edisi 51 majalah Ripple.
4.1.4 Kode Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 51
Gambar 12 (4.1.4) Kode Sosial Cover majalah Ripple Edisi 51
Kode sosial yang ingin ditampilkan pada cover majalah Ripple edisi 51 ini
adalah tatanan sosial modern membutuhkan perlengkapan yang kompleks berupa
diferensiasi dan pelaksanaan yang cermat, demikian juga pemahaman modern
mengenai kewarganegaraan yang menganggap tingginya tingkat disiplin
individual. Kedua aspek memberikan kesan bahwa selanjutnya bahwa tatanan
tersebut terstruktur dan hal ini dapat dipahami dalam dua cara.
Dalam menyibak kode sosial yang ditampilkan pada gambar 12 (4.1.4)
yang bergaya tahun 50-60an merupakan masa yang sangat lampau dan mungkin
atau pasti fashion yang digunakan oleh band The SIGIT merupakan fashion yang
pernah dipakai pada saat itu. Gejala tersebut sebagai pose bukan pose (dalam
71
artian gaya model) dalam foto kita mendapatkan bahwa ada sesuatu yang benar-
benar pernah ada.
Referensi foto bukan lagi kemasa lampau melainkan realitas yang terjadi
saat ini. Menyibak pengertian foto menyatakan telah terjadi pergeseran yang dapat
dijelaskan (bukan dibuktikan). Pada saat ini teks yang menyertai suatu foto, entah
dalam koran maupun iklan, dapat ber-pose sendiri dalam foto itu. penulis dapat
mempunyai caption sendiri dan bahkan penulis bisa mempunyai pendapat sendiri
tentang pantas tidaknya foto tersebut dipasang
Penulis dapat mengambil kesimpulan dari sudut peneliti, bahwa peneliti
dapat mengintepretasikannya sendiri gambar yang dilihat tanpa harus
memperhatikan teks. Karena penulis hanya meneliti simbol-simbol gaya hidup
dalam cover majalah Ripple maka penulis dengan intepretasinya dapat
memberikan suatu kode sosial yang terdapat dalam cover majalah Ripple edisi 51
sebagai sebauah gaya fashion yang timbul pada tahun 50-60an yang menjadi ikon
The SIGIT untuk menunjukkan jati diri atau identitasnya sebagai grup band yang
beraliran rock.
Fashion sebagai komunikasi bahwa pakaian dan fashion itu diambil
sebagai tanda bagi orang tertentu yang menjalankan peran tertentu pula sehingga
diharapkan berprilaku dalam cara tertentu. Penulis juga dapat mengambil
kesimpulan dari pernyataan yang dikaitkan dengan ikon The SIGIT pada cover
majalah Ripple edisi 51, bahwa The SIGIT yang menggunakan pakaian bergaya
tahun 50-60an menjalankan perannya sebagai pemain musik atau band rock, hal
ini ditunjukan dengan adanya caption yang membuat kesan tersebut hadir.
72
Kesimpulan yang ditarik oleh penulis juga diperkuat dengan pernyataan
dari salah seorang personil The SIGIT Rekti “dalam cover majalah Ripple tersebut
kita hanya ingin berpenampilan seperti itu saja, dan bukan dijadikan sebagai gaya
sehari-hari, tidak juga dipakai untuk acara panggung (live music), melainkan kita
menyesuaikan dengan tema yang diangkat oleh majalah Ripple dan artikel yang
ditulis mengenai album pertama The SIGIT, kasarnya kita menyesuaikan dengan
album kita juga yang memiliki cover album bergaya tahun 50-60an.”
Jika gaya yang digunakan The SIGIT dijadikan sebagai gaya hidup atau
simbol-simbol dari daya hidup hal ini memungkinkan dikarenakan The SIGIT
telah menjadi penentu tren (trendsestter) yang memainkan peran model (the role
models) terutama bagi kawula muda.
4.2 Kode Visual dan Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 52
Gambar 1 (4.2) Cover Subjek Penelitian II
4.2.1 Membaca Kode Visual Fashion Majalah Ripple Edisi 52
Dalam perkembangannya, posisi sentral manusia dinobatkan sebagai
“agency” (baca: aktor/pelaku pemakna hidupnya). Bersama dengan rasionalisme
yang terus memuncak pada idealisme, si manusia sebagai aktor ini dengan distansi
rasionalnya membuat relasi-relasi dengan realitas sebagai rajutan subjek yang
menggarap objek, yang lain atau ‘alterity’ (alter = yang lain atau ‘the other’)
73
diperlakukan sebagai objek. Realitas adalah objek yang dianalisis oleh pikiran
manusia. Realitas adalah ‘yang lain’ yang mau dikuasai, dikategorikan, dipetakan
hingga berada di bawah kontrol budi rasional manusia.
Ketika fashion diciptakan untuk membuat kode oleh manusia tentang jati
diri mereka yang sebenarnya, maka dalam cover majalah Riipple edisi 52 ini
belum tentu menunjukan jati diri G.E sepenuhnya karena ini hanya terbatas pada
gambaran visual yang dihasilkan dari pencahayaan fotografi, bisa saja kode
fashion yang ingin ditunjukan oleh G.E sebagai aktor hanya sebuah proses
dramaturgi (yang tidak sebenarnya). Penyeragaman kostum dilakukan dengan
beberapa alasan salah satunya adalah sebagai identitas ketika mereka melakukan
performance musik atau untuk keperluan fotografi dan tidak melakukannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Gambar 2 (4.2.1) Cover Fashion majalah Ripple Edisi 52
Kode visual fashion yang ingin ditampilkan dari gambar 2 (4.2.1) adalah
kode yang lebih sportif, hal ini dapat disimpulkan oleh penulis melalui pakaian
yang biasa digunakan ketika orang-orang melakukan aktifitas olah raga, fashion
yang digunakan GOODNIGHT ELECTRIC merupakan fenomena pergeseran
fungsi fashion.
GOODNIGHT ELECTRIC, merupakan grup musik yang memiliki aliran
techno, dalam cover majalah Ripple edisi 52 grup musik techno tersebut
74
menggunakan fashion yang sama satu dengan yang lainnya dengan logo adidas,
berbeda dengan cover sebelumnya dengan ikon THE SIGIT yang memiliki tema
luas tanpa harus berseragam sama pada setiap personilnya.
GOODNIGHT ELECTRIC memaknai ‘penyeragaman’ ini sebagai sebuah
kedisiplinan dari dimana semua personil harus sehati, satu visi, dan satu kesatuan.
Bukan hanya itu saja G.E mengharapkan juga disiplin G.E juga bisa diterapkan
pada penggemarnya.
Metafora pakaian menjadi satu bahasa secara harfiah. Bahasa terdiri dari
kata-kata, tata bahasa, dan sintaksis, serta bahasalah satu-satunya sarana untuk
meng-ekspresikan konsep dan makna. Ini merupakan pandangan yang mekanistik
atas bahasa dan makna, ia membawa pada kajian mekanistik pula terhadap fashion
dan pakaian yang didalamnya makna dari garmen muncul sebelum dipilih dan
dikombinasikan ke dalam satu kesatuan atau rangkaian. Dengan begitu, seolah-
olah potongan-potongan pakaian memiliki makna yang oleh pemakainya
dipadukan menjadi satu kesatuan.
Ini yang ingin ditujukan oleh G.E pada penggemarnya dengan
menggunakan kostum yang selalu sama antara satu personil G.E. Komunikasi
fashion “komunikasi dipandang sebagai suatu proses di mana seseorang
menyatakan sesuatu pada orang lain dengan menggunakan satu atau lebih medium
atau saluran dengan beberapa efeknya. Dari sisi ini, garmen, yang merupakan satu
butir dari fashion atau pakaian, menjadi medium atau saluran yang dipergunakan
seseorang untuk “menyatakan” sesuatu pada orang lain dengan maksud
mendorong terjadi perubahan pada orang lain itu.
75
Ketika G.E memakai seragam, mereka seperti mempunyai satu
kebanggaan, yang pada intinya dibalik seragam itu G.E punya suatu tujuan
diantaranya tanggung jawab, konsep, idealis, entertainment, yang siap disajikan
kepada penonton. Seragam itu adalah suatu media yang baik untuk sebuah konsep
kerjasama tim.
Gambar 3 (4.2.1) Cover Fashion majalah Ripple Edisi 52
Kacamata hitam dan topi yang tidak tertutup sepenuhnya yang merupakan
remeh-temeh dari sebuah penampilan fashion memiliki kesan pemanis dalam
keseragaman. Remeh-temeh ini bersifat subjektif karena pantas atau tidaknya
seseorang menggunakan kacamata beserta topi merupakan hasil penilaian sendiri
yang tidak bisa dipaksakan untuk menyebutnya ‘tidak pantas digunakan’.
Dalam artian fashion dan pakaian, model ini memiliki beberapa kekuatan
yang langsung dan diketahui umum. Kiranya benar secara intuitif untuk
menyatakan bahwa seseorang mengirim pesan tentang dirinya sendiri melalui
fashion dan pakaian yang dipakainya. Berdasarkan pengalaman sehari-hari,
pakaian dipilih dengan apa yang akan dilakukan hari itu, bagaimanan suasana hati
seseorang, siapa yang akan ditemuinya dan seterusnya, tampaknya menegaskan
pandangan bahwa fashion dan pakaian dipergunakan untuk mengirimkan pesan
tentang diri seseorang kepada orang lain. Inilah yang ingin G.E tunjukan kepada
orang lain.
76
Alasan mereka dengan menggunakan pakaian yang memiliki kesan lebih
sportif menurut penulis dengan rangkai pakaian adidas pada foto cover majalah
Ripple edisi 51 untuk menunjukan jati diri mereka dengan aliran musik yang
cukup mengundang semangat hidup (spirit), hal ini pun ditambahkan oleh G.E.
“alasan kita menggunakan jaket adidas yang memiliki kesan sportif adalah untuk
menunjukan bahwa jati diri kita tentang musik yang lebih energic techno dan
bersemangat, kita juga cukup merasa nyaman dengan pakaian seperti ini yang
spotif, dan terlihat santai, serta nyaman untuk digunakan.”
Sampai saat ini, G.E berhasil menjadi satu band yang bisa menjadi kultur,
gaya hidup, dan sekaligus fashion maker dikalangan anak muda sekarang ini, G.E
menyikapinya dengan sederhana “mereka tidak kami anggap sebagai fans atau
pengagum kami, tetapi sebagai teman baik, banyak dari fans yang dengan
sendirinya membuat G.F (Good Friends) dan mereka membuat zine (sejenis
majalah saku) dengan judul “Techno zine” beberapa lembar foto copian kecil yang
dijual hanya seribu perak, yang isinya tentang apa yang dipikirkan G.E dan G.F.”
Simbol visual yang menjadi sebuah gaya hidup ini telah ditransformasi
oleh kelompok komunitas menjadi gaya dari kehidupan mereka sehari-hari.
Dengan begitu komunikasi membuat individu menjadi anggota suatu komunitas;
komunikasi sebagai “interaksi sosial melalui pesan” membuat individu menjadi
suatu kelompok yang berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya, seperti
dalam model pertama, melainkan lebih dipandang sebagai komunikasi di antara
individu-individulah yang “pertama-tama” membuatnya menjadi anggota suatu
kelompok budaya.
77
Maka, fashion dan pakaian bisa dipahami sebagai senjata dan pertahanan
yang digunakan oleh pelbagai kelompok yang berbeda dan membentuk tatanan
sosial, dalam mencapai, menentang, atau memelihara posisi dominasi dan
supremasinya.
4.2.2 Membaca Kode Visual Typography Majalah Ripple Edisi 52
Gambar 4 (4.2.2) Cover Fashion majalah Ripple Edisi 52
Pada cover edisi 52 ini terdapat teks lain seperti, Goodnight Electric-
Olive tree- Sanctity- Daath- Arina, Kiki Chan, Dian, Widi- Sigi Wimala, Sar*-
Dewi ‘Dee’ Lestari- Sofia Coppola- Java Jazz & Soundshine Dimensions 2007-
Ripple Babes. Tulisan-tulisan tersebut bertuliskan coklat, Indra memaknainya
sebagai “tulisan biasa yang tujuannya untuk mengingatkan pembaca bahwa
adanya subjudul tersebut dalam bahasan Ripple edisi 51.”
Penulis mengintepretasikan warna tulisan subjudul pada gambar 3 (4.2.2)
dengan warna fotografi yang disertai caption, untuk segi warna penulis melihat
adanya singkronisi antara teks dengan foto. Hal yang dipertentangkan disini oleh
penulis adalah kurang terangnya warna caption teks yang dijadikan subjudul,
hingga untuk melihat dari jauh sulit untuk membaca dengan jelas. Teks menjadi
mati ketika digunakan dalam sebuah foto jurnalistik, apalagi jika digunakan untuk
cover majalah yang memiliki banyak makna mewakili dari isi majalah tersebut.
Sementara itu, teks pun kadang kala secara sengaja dipertentangkan
dengan karya (work). Dalam hal ini sebuah karya dianggap berkebalikan dengan
sifat-sifatnya yang menyederhanakan suatu entitas, tertutup, dan mencukupi diri
78
sendiri. Walaupun demikian, pembedaan antara teks dan karya ini bukanlah
sesuatu yang kaku, melainkan sekadar soal penekanan dan nuansa. Hal inilah
yang dilihat oleh penulis dalam cover majalah Ripple edisi 52 dengan teks dan
konteks yang sederhana.
Sudut pandang desainer dan penulis bertolak belakang, desainer
melihatnya dari sudut pandang desain grafis sedangkan penulis melihatnya dari
pemaknaan yang akan diterima pembaca tanda-tanda dari majalah Ripple.
Gambar 5 (4.2.2) Typography majalah Ripple edisi 52
Dipandang dari sudut pandang pembaca, sebuah teks hanya bisa dipahami
dalam hubungannya atau pertentangannya dengan teks lain. Keterkaitan teks
seperti “terdapat teks yang secara sosial“ sudah dari sananya dan biasa dianggap
sebagai suatu “kenyataan” (“the real world”).” Pada edisi 52 ini Ripple memang
masih memberikan teks yang secara sosial masih dianggap sebagai sebuah
kenyataan, hal yang membedakannya adalah terdapat mirror yang berkebalikan
seperti terdapat pada gambar 4 (4.2.2) “efek mirror ini sengaja dibuat oleh saya
agar memberikan kesan yang berbeda dari setiap edisinya, tulisan Ripple yang
terbalik dan terpotong menjadi ciri yang membedakan dengan edisi lainnya,
memang tidak ada maksud lain dan tidak ada filosofinya, ini menyesuaikan
dengan bentuk cetak yang biasanya potrait untuk edisi 52 di cetak landscape
dengan tujuan untuk memperluas bidang pandang.” Tutur Indra.
Indra juga mengatakan “untuk tulisan female issue ditulis dengan font arial
dan berwarna putih disesuaikan dengan tulisan Ripple untuk mempertegas isu
79
yang sedang dibahas dengan ukuran font 36 untuk female issue dan 48 untuk
ukuran Ripple. Sedangkan untuk tulisan sub judul pada cover halaman Ripple
edisi 52 ini masih pada format arial dan ditulis berwarna coklat, tidak ada maksud
lain juga, hanya saja saya menilainnya lebih pantas dengan warna coklat dan
disesuaikan dengan bentuk background pada foto. Faktor yang dijadikan
eyecatching adalah tuisan Ripple dan Female issue.”
Teks juga bisa diartikan sebagai “seperangkat tanda yang ditransmisikan
dari seorang pengirim kepada seorang penerima melalui medium tertentu dan
dengan kode-kode tertentu. Pihak penerima (yang menerima tanda-tanda tersebut
sebagai teks) segera mencoba menafsirkannya berdasarkan berdasarkan kode-
kode yang tepat dan telah tersedia.
Penulis menafsirkannya sebagai bentuk pemeberontakan yang mendobrak
bentuk tulisan (teks) yang baku dalam bentuk majalah pada umumnya, berbeda
dari majalah lain dari tampilan cover dan Typography yang tidak biasa membuat
Ripple Magazine lebih dikenal di kalangan komunitas yang menyatakan diri
mereka sebagai kritik sosial anak muda yang berani mendobrak kekakuan dalam
kehidupan.
80
4.2.3 Membaca Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 52
Gambar 6 (4.2.3) Kode visual cover majalah Ripple edisi 52
Pada bagian ini penulis akan membahas keseluruhan konten yang terdapat
pada majalah Ripple edisi 52 dari sudut pandang semiotika visual cover tersebut.
Pesan harfiah, sebagai sebuah analogi itu sendiri, merupakan tataran denotasi citra
yang berfungsi untuk menaturalkan pesan simboli; sementara pesan simbolik itu
merupakan tataran konotasi yang keberadaannya didasarkan atas kode budaya
tertentu atau familiaritas terhadap stereotipe tertentu. Dengan kata lain, sebagai
suplemen dari isi analisis tersebut, kita menemukan makna pada tataran kedua
yang petanda-petandanya mengacu kepada budaya tertentu: kode dari tataran
konotasi ini mungkin tersusun dari suatu tataran simbolik universal atau retorik
dari satu priode tertentu atau, singkatnya, dari semacam stok stereotipe kultural.
Gambar 7 (4.2.3) Kode visual cover majalah Ripple edisi 52
Penulis melihatnya sebagai kesesuaian dengan karakter tema majalah
Ripple pada edisi 52 yang mengangkat tema female issue, dengan latar belakang
bra (BH) pada sebuah stock shop untuk menggambarkan tema pada edisi tersebut.
Untuk keterkaitan foto GOODNIGHT ELECTRIC yang menjad ikon dalam cover
81
majalah Ripple edisi 52 ini berbicara tentang diri mereka dan wanita yang menjadi
subjek tema dalam Ripple edisi 52.
Gambar 8 (4.2.3) Kode visual cover majalah Ripple edisi 52
Indra menyebutkan “foto ini diambil dengan sengaja, dengan lokasi tempat
bra (BH) untuk memberikan kesan isu yang sedang dibahas, hal ini dibuat untuk
menjadi faktor eyecatching pada majalah, selain menyesuaikan juga dengan
bentuk teks yang terputus dan sengaja dibuat terbalik.” Kesan tersebut dibuat
untuk memberikan pengertian timbal balik (keterkaitan) dari teks yang kurang
dengan unsur gambar yang memiliki motif isu yang sedang dibahas.
Penulis menganggap ini sebagai kode untuk menentukan tema apa yang
sedang diangkat dan menganggap background pada cover majalah Ripple edisi 52
dapat mewakili tema yang diangkat yaitu mengenai wanita. Kesesuaian yang
terdapat dalam cover 52 gambar 7 (4.2.3) penulis menilainya sudah dapat
mewakilli tema keseluruhan dan tidak menutup kemungkinan untuk timbul
sebuah kritik ketidaksopanan terhadap gambar yang diangkat menjadi background
dengan sudut kesopanan orang timur tentang pelecehan seksual terhadap wanita.
Tapi itu mungkin dapat mewakili the madness photography sebagai kritik
sosial anak muda Bandung tentang isu yang sedang diangkat, dengan
menghilangkan situs lama tentang pelecahan seks pada wanita, yang ingin di
82
visualisasikan dari cover itu adalah tema dari teks, agar teks tersebut menjadi
lebih hidup.
4.2.4 Kode Sosial Cover Majalah Ripple edisi 52
Gambar 9 (4.2.4) Kode Sosial cover majalah Ripple edisi 52
Bahasa struktur sosial tercermin dalam setiap bentuk masyarakat, akan
tetapi karakteristik tersebut menjadi lebih bermakna teristimewa dalam perubahan
sosial modernitas. Hal ini dikarenakan perbedaan yang terbangun dengan
kelakuannya semakin sulit dipertahankan dalam era mobilitas sosial dan fisik
yang sangat cepat, sementara bentuk-bentuk perbedaan baru terus-menerus
dielaborasi dan kerena itu cara kita peduli terhadap dan menghormati (atau
ketidaksukaan terhadap) berbagai macam peradaban lain yang mungkin ada
semakin krusial dalam pembentukan hierarki-hierarki normatif berdasarkan
perbedaan terstruktur. Penekanan bahasa atas struktur sosial mengarahkan
perhatian kita pada tema yang lebih umum mengenai karakter refleksif edemis
modernitas yang berkaitan dengan identitas, pembedaan dan perbedaan sosial.
Penulis mengklasifikasikan sosial dalam dua bentuk, diantaranya denotasi
dan konotasi sosial yang memberikan makna terhadap pemahaman mengenai
suatu tanda. Ada yang memungkinkan pergerakan tanda denotasi menuju konotasi
adalam jumlah simpanan pengetahuan sosial (sebuah retoir budaya) yang dengan
83
itu pembaca mampu menyimpulkan kapan ia membaca suatu citra. Tanpa akses
terhadap kode yang dipahami bersama ini (sadar atau tidak sadar), operasi-operasi
tidak akan mungkin terjadi. Tentu saja pengetahuan tersebut senantiasa bersifat
historis dan kultural. Dengan kata lain, satu budaya dengan budaya lainnya, dari
satu periode ke periode lainnya boleh jadi berbeda. Perbedaan kultural mungkin
juga ditandai dengan perbedaan kelas, ras, dan gender. Variasi dalam pembacaan,
bagaimanapun, tidaklah bersifat anarkis; ia bergantung pada jenis pengetahuan
praktis, nasional, kultural estetik yang berbeda yang ditanamkan ke dalam citra.
Penulis mencoba memandangnya melalui kekuatan fotografis kegilaan
(madness) dengan alasan bahwa cukup gila ketika ingin mengungkapkan sebuah
tema yang dianggakat pada bentuk media dengan sudut pandang lain, ketika
Ripple membuat isu mengenai perempuan maka yang diangkat menjadi
background adalah pakaian dalam wanita dengan celebrity icon GOODNIGHT
ELECTRIC, tanpa bermaksud untuk mengurangi makna dari tema tersebut.
Bahasa visual semiotika kembali terpakai dalam pembahasan mengenai
kode sosial yang mungkin memiliki banyak penterjemahan yang berbeda dari
cover tersebut. Penulis memaknai kode tersebut sebagai madness. Mad image
muncul saat kita menginsyafi bahwa apa yang kita alami dengan image fotografi
sebenarnya sebuah halusinasi. Tapi itu bukan sembarang halusinasi.
Penulis menyebutnya sebagai “temporal hallucination” atau “a modest,
shared hallucination.” Dilihat dari segi waktu, image itu benar (karena benar-
benar pernah terjadi, it has indeed been). Image yang dibentuk oleh foto sebagai
bentuk representasi yang tidak pernah dialami oleh tulisan.
84
Oleh karena itu penulis dapat mengambil atau menarik sebuah kesimpulan
dari tampilan visual cover majalah edisi 52 Ripple dengan ikon GOODNIGHT
ELECTRIC dengan background underware women merupakan sebuah gambar
yang gila dan tidak bisa untuk menggambarkan sebuah kalimat pada tema
majalah, ini bisa mengingatkan pembacanya akan satu edisi yang berbeda dan
paling mudah diingat.
Penulis berani untuk mengambil sebuah asumsi mengenai kode sosial
yang tidak biasa dari cover majalah Ripple edisi 52 ini dengan beranggapan, jika
setiap orang dapat mengingat sebuah foto yang gila dalam kehidupannya berarti
fotografer tersebut telah mampu untuk mempengaruhi orang-orang yang
melihatnya dan memberikan kesan tersendiri tenatang apa yang mereka lihat.
Fenomena tentang fashion GOODNIGHT ELECTRIC dapat menjadi sebuah
trendsetter dikalangan anak muda dan memiliki pencitraan lain tentang
GOODNIGHT ELECTRIC terhadap pembahasan yang terdapat pada majalah
Ripple edisi 52.
85
4.3 Kode Visual dan Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 53
Gambar 1 (4.3) kode visual dan Sosial cover majalah Ripple edisi 53
4.3.1 Kode Visual Fashion Cover Majalah Ripple Edisi 53 Citra jarang muncul tanpa penyertaan teks linguistik dari satu jenis atau
yang lainnya. Sebuah foto surat kabar, misalnya, akan dikelilingi dengan judul,
caption, cerita dan layout halaman. Ia juga akan diletakkan dalam konteks tertentu
surat kabar atau majalah. Barthes berpendapat bahwa ‘konteks memuat citra,
membebaninya dengan budaya, moral, imajinasi’ (Barthes dalam Storey,
2007:114).
Di dalam desain busana telah sejak lama dikenal apa yang disebut sebagai
fashion coordinate dan padu-padan busana (mix and match). Sebagai salah satu
tahap didalam kerja desain, fashion coordinate pada dasarnya merupakan sebuah
cara berpikir menurut sebuah langue yang implisit, khususnya tentang relasi-relasi
yang di dalam terminologi Saussurean dikatakan berporos pada sintagmatik dan
paradigmatik.
86
Gambar 2 (4.3.1) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53
Gambar 3 (4.3.1) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53
Model pertama ditandai dengan lingkaran berwarna putih, bila dilihat dari
paradigmatik fashion maka fashion yang dikenakan oleh model pertama telah
melakukan mix and match dengan mengkombinasi topi pet, kemeja dengan kerah
terbuka, jaket hitam kerah terbuka berbentuk V dan celana panjang hitam. Pada
model pertama ini memiliki paradigma bahwa model pertama menggunakan
kemeja berwarna biru menunjukan menggunakan kemeja berkerah dengan warna
biru dan terbuka tanpa menggunakan dasi. Model pertama ini memiliki
penampilan informal dengan kerah terbuka. Suara yang dibuat dengan
mengatakan kata “kemeja” adalah sebuah penanda. Ini berarti atau
mepresentasikan pakaian pria. Kerah baju pria, dipakai terbuka tanpa dasi, dapat
disebut sebagai penanda, ia bisa disebut menandakan ketidak formalan atau santai.
Celana panjang hitam menunjukan kelaki-lakian dan maskulinitas,
sedangkan jaket yang digunakan untuk menunjukan sebuh ketidak formalan
87
kondisi yang sedang dialami oleh model, hal ini ditunjukkan dengan kerah terbuka
pada jaket yang digunakan. Pada realitas yang terdapat dilapang melalui sebuah
observasi menunjukan bahwa orang tersebut memberikan sebuah keikutsertaan
dalam pekerjaan seni dengan musisi sebagai level orang tersebut. Topi pet yang
digunakan oleh model pertama menunjukan sebuah gaya Inggris pada tahun 1965
yang sangat populer, topi ini hanya digunakan untuk kalangan ekonomi menengah
kebawah saat itu untuk menunjukan sebuah perbedaan kelas dengan kalangan
borjuis, namun berbeda halnya dengan model pertama yang sedang dibahas,
model tersebut menggunakan topi pet bergaya 1905 untuk menunjukan jati diri
dengan kebiasaan musisi kulit hitam dengan aliran musik jazz blues, yang
sebenarnya model pertama mengadopsi gaya tersebut sebagai pengilhaman dari
bentuk musik yang MOCCA bawa dengan aliran Jazzy Blues.
Gambar 4 (4.3.1) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53
Model kedua, ditunjukan dengan warna kuning, model tersebut
menggunakan pakaian kemeja hitam terbuka lengan pendek, kaos oblong
berwarna putih, dan menggunakan celana panjang hitam. Dari model tersebut
mengadopsi gaya Amerika Latin tahun 1980an. Pada jamannya pakaian ini
digunakan sebagai penanda kalangan bawah dan pekerja keras, penulis berasumsi
gaya tersebut diilhami oleh gaya hidup orang-orang Amerika Latin persepsi ini
tercetus dari beberapa referensi film yang dibintangi oleh Steven Siegal, film ini
88
menunjukan terdapatnya komunitas gangster Amerika Latin dengan gaya kemeja
terbuka dikombinasi dengan kaos berwarna putih. Namun, pada model kedua ini
terjadi pergeseran makna pakaian/fashion dari pekerja keras alih fungsi menjadi
gaya fashion musisi jazz. Konsep celana panjang masih pada sudut pandang
maskulinitas pada laki-laki.
Gambar 5 (4.3.1) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53
Model ketiga, ditunjukan oleh seorang model wanita dari MOCCA dengan
pakaian model one piece dress berwarna merah dan bercorak putih, dengan
aksesoris musik Flute. Warna merah ditunjukan oleh model tersebut memberikan
pengertian keceriaan dan aksesoris flute menunjukan jenis musik atau pekerjaan
dari model tersebut, jika di padu-padankan dari model kedua berikut aksesorisnya
menunjukan sebuah pekerjaan dari musisi. Flute biasanya identik dengan jenis
musik jazz dan blues.
Gambar 6 (4.3.1) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53
Model keempat, ditunjukan dengan model mengenakan kemeja lengan
panjang berwarna putih berbalut dasi hitam yang resmi, mengenakan celana
panjang, bertopi pet dengan aksesoris gitar akustik yang melambangkan jati diri
89
seorang musisi. Topi pet yang digunakan pada model pertama dan model keempat
tidak memiliki sifat ilmiah atau alasan ilahiah mengapa pet selalu menandakan
kelas bawah dan bukannya topi tinggi, atau adakah alasan mengapa dasi yang
merunduk menandai kelas atas dan bukannya jenis dasi lain. Sekali lagi hal itu
membentuk himpunan paradigmatik bentuk tempat pilihan dibuat. Peralihan tetro
yang berevolusi secara besar-besaranpun terjadi pada cover majalah Ripple edisi
53 yang menandakan sesuatu pernah terjadi mengenai fashion dan sekarang
digunakan kembali untuk menunjukan sudah tidak adanyanya lagi kelas pembeda
dalam dunia fashion.
Pada model keempat ini menunjukan sebuah jati diri dalam keadaan
formal, hal ini ditandai dengan kerah yang tertutup dibalut dasi, ini merupakan
posisi yang menunjukan keadaan formal seseorang, celana pajang hitam
menunjukan sebuah kemaskulinan dari laki-laki, aksesoris yang digunakan adalah
gitar meskipun gitar bukan merupakan pelangkap dari tubuh atau fashion namun
hal ini menunjukan identitas seseorang akan pekerjaan dari foto tersebut. Penulis
mengidentifikasi kode visual dari model ketiga tersebut sebagai musisi yang
berpenampilan resmi. Sedangkan pet yang merupakan gambaran ekonomi kelas
bawah, namun ini dihilangkan mengingat terjadinya pergeseran gaya pada
aksesoris pakaian jaman sekarang.
Menurut Arina (vocalis MOCCA) kecendrungan dalam fashion yang kami
gunakan memang terkesan tua dan mungkin memiliki arti pada jamannya, namun
bagi saya dan kawan-kawan pakaian ini merupakan sebuah identitas dari jenis
musik yang kami usung seperti jazz.” Kesan yang disampaikan melalui kode
90
visual MOCCA memang menjadi gaya ketika mereka melakukan live
performance, kesimpulannya gaya yang berada pada cover majalah Ripple edisi
53 memang sama dengan gaya yang MOCCA gunakan ketika live performance
jadi bukan hanya untuk sekedar model pada fotografi saja. Gaya yang MOCCA
gunakan juga menjadi trendsetter anak muda Bandung kebanyakan.
4.3.2 Kode Visual Typography Cover Majalah Ripple Edisi 53
Gambar 1 (4.3.2) Typography Cover Majalah Ripple Edisi 53
Ricoeur mengajukan suatu definisi yang mengatakan bahwa teks dalah
wacana (berarti lisan) yang difiksasikan ke dalam bentuk tulisan. Dengan
demikian jelas bahwa teks adalah “fiksasi atau pelembagaan sebuah peristiwa
wacana lisan dalam bentuk tulisan (dalam Sobur, 2004:53). Jelas keberadaan teks
menurut penulis sangat penting untuk mendokumentasikan atau menceritakan
apayang ada dalam foto.
Gambar 2 (4.3.2) Typography Cover Majalah Ripple Edisi 53
91
Gambar 3 (4.3.2) Typography Cover Majalah Ripple Edisi 53
Tulisan pada edisi 53 dari majalah Ripple ini memiliki font yang sama
seperti pada tulisan RIPPLE 90’S ISSUE #53 dan THE COLOURS OF MOCCA
dengan tipe font Advark Bold, tampaknya masih menjadi identitas dari majalah
Ripple meskipun pada prakteknya peraturan tersebut tidak baku hanya tinggal
menyesuaikan dengan apa yang akan diangkat menjadi tema pada setiap bulannya.
Gambar 4 (4.3.2) Typography Cover Majalah Ripple Edisi 53
Sedangkan untuk subjudul sendiri yang terdiri dari tulisan Bands : The
Hydrant, For Nufan, Dragon Force; Spesial review : NOFX, EXPLOSION IN
THE SKY memiliki karakter font yang berbeda, hal ini dilakukan untuk
memberikan ketegasan antara judul dan subjudul, untuk warna tulisan sendiri
lebih menggunakan warna putih agar lebih jelas terlihat oleh pembaca. Indra
menuturkan dalam bentuk grafis setiap majalah Ripple sebetulnya tidak ada yang
baku, untuk segi penulisan sendiri pada cover majalah hanya menyesuaikan
dengan materi yang ada dan kreatifitas dari desainernya saja.”
Untuk typography pada edisi 53 ini memang tidak ada perbedaan dengan
edisi yang penulis teliti karena menemukan beberapa kesamaan dari bentuk
tulisan yang membedakan hanya-lah pada warna untuk karakter tulisan RIPPLE
masih pada konsep pertama, untuk subjudul memang dibedakan kesannya agar
terjadi pemisahan antara judul utama dengan subjudul dalam majalah tersebut.
92
Bentuk tulisan dan digunakan sebagai penjelasn dari foto pada majalah
Ripple edisi 53 sebagai parasit pada foto cover untuk membuat teks tersebut hidup
desainer menggabungkan teks dan foto agar lebih hidup dan memiliki arti untuk
menjelaskan apa-apa saja yang berada dalam majalah Ripple sebagi konten dari isi
majalah.
Jika hanya teks yang tertera dalam cover majalah hal ini tidak dapat
menimbulkan persepsi dan menjelaskan apa yang ada dalam majalah tersebut dan
teks itu akan mati tidak memiliki makna, bisa saja cover majalah tidak akan
menarik untuk dilihat bahkan dibeli. Begitupun sebaliknya jika hanya foto yang
tertera itu pun tidak aka menerangkan apa yang terdapat didalam majalah Ripple.
Hal yang harus dilakukan adalah membuat keduanya hidup dengan
mengkombinasikan teks dan foto agar mendapatkan soul yang tepat untuk
menarik perhatian dari pembaca.
4.3.3 Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53
Gambar 5 (4.3.3) Kode Visual Cover Majalah Ripple Edisi 53
Naturalisasi. Foto adalah untuk berita dan promosi hubungan keberadaan
ini dihubungkan dengan teks. Artinya foto memberikan bukti apa yang tertulis,
93
fungsi ini sudah menjadi konfensi dalam persurtarkabaran bahwa caption yang
menyertai foto berita berbicara tentang foto tersebut. Konfensi menjadi bagian
penting dalam menangkap pesan suatu foto berita, mengingat kedudukan foto
yang tidak bisa di ganggu-gugat analog penuh, foto mempunyai kemampuan
menaturalisasikan apa yang dikatakan lewat teks pada waktu yang sama, Barthes
melihat bahwa teks itu parasit foto, jadi maknanya diambil dari sumber lain.
Kode visual yang dapat disimpulkan oleh penulis adalah adanya identitas
diri yang menggambarkan MOCCA sebagai the headline news dan yang lainnya
adalah sebagai pelengkap yang berupa teks penjelasan dari foto yang ada pada
cover majalah Ripple edisi 53.
Penulis mengambil kesimpulan bahwa rasa tertarik kita (attraction) pada
foto pertama-tama muncul karena kebutuhan kultural. Sekalipun minat kita pada
foto masih berasal dari unconcerned desire, itu bukan berarti foto tidak
menyumbangkan apa-apa pada identitas kita. Dalam studium, identitas lahir dari
prinsip resemblence, kemiripan rupa, atau analogi. Resemblence ini lahir dari
fantasi. Foto yang menonjolkan potongan rambut, warna pakaian, gaya berjalan,
cara duduk, semuanya ini adalah sumber fantasi, yaitu membayangkan objek
karena pertama-tama dirangsang oleh kekuatan langsung dari materialitas foto.
Foto belum di differed. Budaya yang berhenti pada pengalaman ini adalah budaya
fantasi, culture of fantasy. Kita hidup pada phantasmathic dan utopian time. Ini
makna visual yang ingin ditampilkan oleh kode visual pada cover majalah Ripple
edisi 53, yang memberikan gambaran pada sebuah imajinasi bermain dalam editan
fotografi dan memanipulasinya seakan berada dalam dunia tersebut. Kode penuh
94
warna inilah yang ingin ditunjukan Ripple dalam menggambarkan MOCCA
beserta isi dari majalah Ripple dengan bantuan caption text.
4.3.4 Kode Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 53
Gambar 6 (4.3.4) Kode Sosial Cover Majalah Ripple Edisi 53
Jelaslah, orang yang menggunakan kode-kode yang berbeda mengenal
dunia secara berbeda dan menghubungkan dengan yang lain dengan cara yang
berbeda. Selanjutnya kode berfungsi sebagai penjaga pintu dan memainkan
peranan penting dalam hidup kita sebab mereka cenderung untuk menentukan apa
yang kita tahu dari dunia dan bagaimana kita berbuat didalamnya.
Sesuatu yang paling berpengaruh dalam studi-studi tentang bagaimana
struktur sosial sebuah masyarakat terefleksi dalam budayanya. Gagasan tentang
keberadaan kelas berkuasa ada dalam setiap epos gagasan-gagasan yang berkuasa.
Maka, kelas yang merupakan kekuatan meterial yang berkuasa dalam sebuah
masyarakat, pada waktu yang sama adalah kekuatan intelektual yang berkuasa
Denotasi dan konotasi sosial yang memberikan makna terhadap
pemahaman mengenai suatu tanda. Ada yang memungkinkan pergerakan tanda
denotasi menuju konotasi tanpa akses terhadap kode yang dipahami bersama ini
operasi-operasi tidak akan mungkin terjadi. Tentu saja pengetahuan tersebut
95
senantiasa bersifat historis dan kultural. Dengan kata lain, satu budaya dengan
budaya lainnya akan berbeda cara sudut pandang mengenai foto pada cover.
Perbedaan kultural mungkin juga ditandai dengan perbedaan kelas, ras, dan
gender.
Kode sosial yang ingin ditampilkan pada cover majalah Ripple edisi 53
adalah kode identitas dari jati diri MOCCA sebagai musisi jazz dan sebagai
pengungkap isu yang sedang dibahas pada majalah Ripple edisi 53 tahun 2007.
Arina menuturkan “kita lebih menyesuaikan dengan jenis musik yang kita
bawakan, dan tidak mungkin menggunakan gaya fashion KISS.” Indra juga
menuturkan “kode yang ingin disampaikan sebenarnya lebih pada grafis, untuk
saya secdara pribadi kode yang ingin ditampilkan adalah kode yang mengingatkan
kita tentang identitas pada tahun 90an, semua orang akan mengingat masa itu
dengan segala bentuk warna kehidupan yang lebih santai, meskipun di tahun-
tahun itu juga terjadi kejadian yang tidak mungkin dilupakan orang Indonesia.”
Penulis sendiri melihat cover edisi 53 dari majalah Ripple sebagai
penggambaran identitas MOCCA dan tema yang ingin disampaikan. Kode sosial
yang terkesan retro (kebelakang, kamus bahasa Indonesia) dari cover majalah
Ripple edisi 53.
96
4.4 Interpretasi Kode Visual dan Kode Sosial atas Representasi Simbol-simbol Gaya Hidup pada Cover Majalah Ripple Kode visual yang disampaikan melalui fashion dari ketiga cover majalah
mulai dari edisi 51,52,dan 53 majalah Ripple keseluruhannya menunjukan sebuah
gaya yang sama yaitu gaya retro (belakang, dibelakang, terletak dibelakang,
kamus bahasa Indonesia), “fashion selalu retro”; fashion selalu merupakan daur
ulang total dan langsung dari masa lalu.
Bagaimana pastiche sejak tahun 1960an hingga kini dengan baik
melukiskan bekerja baik industri fashion, argumen mengidentifikasikan pastiche
atau retro dalam fashion sebagai sesuatu yang eksklusif yang mempengaruhi kita
saat ini, apakah retro begitu eksklusif de no jours? Pada periode industri, fashion
bersandar pada pastiche dan mendaur ulang gaya.
Media telah menciptakan ikon visual pada khalayaknya dan menyuntikan
havior pada khalayak yang cukup selektif untuk mengikuti sebuah perkembangan
gaya hidup, simbol-simbol yang media ciptakan terekam oleh manusia untuk
mengubah sebuah persepsi tentang gaya dan melakukan sebuahpergeseran makna
yang pernah ada dan menyesuaikannya dengan makna yang terjadi saat ini.
Visualisasi tersebut di bentuk media dan di cerna oleh otak manusia untuk
mengikuti apa yang manusia lihat dengan kasat mata dan lebih dikenal dengan
dandanisme dengan icon celebrity sebagai media utama dalam percontohan
simbol-simbol yang terdapat dalam sebuah media.
Intepretasi dapat tercipta dengan berbeda-beda yang menyesuaikan dengan
simbol sosial setiap masyarakat, hingga kode sosial pun akan tercipta dengan
97
beragam bentuk yang disesuaikan dengan status sosial dan komunitas dari masing
asing kelompok yang terdapat dalam masyarakat kita.
Kultur dalam masyarakat kita melihat kode-kode sosial sebagai kehiduapn
sehari hari itu dipengaruhi oleh kehadiran media yang dianggapnya mampu untuk
mengubah sebuah persepsi lama untuk mengikuti persepsi kemasakinian.
Ikonitas-ikonitas tercipta dimasyarakat untuk dijadikan sebagai simbol yang
menurut mereka mampu untuk mendongkrak gaya yang telah ada.
Sadar atau tidak sadar celebrity telah masuk dalam dunia trendsetter yang
dipercontohkan oleh masyarakat untuk mengikuti gaya selebritis yang mereka
idamkan. Para pahlawan dari dunia pop dan para model fashion menjadi penentu
tren (trendsetter) terutama bagi kawula muda. Mereka adalah icon tempat
berpusarnya daur-ulang gaya dan trend fashion. Citra tentang keindahan tubuh,
terbuka secara seksual dan terkait dengan hedonisme, waktu luang dan display
tubuh, menekankan pentingnya penampilan dan “pandangan”.
Dengan kata lain, pakaian bisa dimetaforakan sebagai “kulit sosial dan
budaya kita”. Dulu dan sekarang kebanyakan pemuda Indonesia hanya berperan
sebagi konsumen budaya ketimbang produsen budaya. Keragaman ekspresi
dikalangan anak muda mencerminkan juga keanekaan ekspresi di kalangan
masyarakat lebih luas. Pola ekspresi keduanya berbeda-beda menurut selera,
lokasi, kelas, penghasilan, pendidikan, dan sampai seberapa dalam tersentuh arus
budaya dari luar, termasuk budaya global.
Butir-butir fashion dan pakaian itu ada pada dirinya sendiri tidaklah
bergerak atau hidup, melainkan (khusunya bila fashion dan pakaian itu dibuang)
98
kelihatannya memberi petunjuk pada gerakan tubuh atau tubuh-tubuh yang
bergerak mengitarinya, fashion dan pakaian mendiami beberapa limbo diantara
bernyawa dan tak bernyawa.
Pada dasarnya terjadi keterkaitan antara cover majalah Ripple dengan
simbol-simbol gaya hidup, keterkaitan ini berdasarkan pada penelitian dengan
mengobservasi icon celebrity majalah Ripple dengan fashion anak muda
khususnya di Bandung tidak sedikit yang menirukan gaya-gaya artis yang terdapat
dalam cover majalah Ripple dalam keadaan sadar maupun tidak sadar. Peniruan
ini terjadi karena kehadiran media berupa majalah yang mengangkat celebrity
sebagai ikon dan media lain seperti live music yang dapat melihat langsung
fashion dan gaya hidup celebrity icon tersebut untuk ditransformasikan dalam
kehidupan sehari-hari para remaja saat ini.
Sebagai majalah anak muda Ripple nampaknya memang memberikan
gambaran tentang jiwa kritis dari anak muda saat ini yang tidak lagi terpaku pada
peraturan baku dalam menciptakan sebuah suara vokal untuk karyanya, hal ini
terbukti dengan bentuk majalah Ripple yang tidak memiliki aturan baku seperti
bentuk majalah pada umumnya.
Aturan baku mengenai cover majalah dari jaman ke jaman memang terus
berkembang dan selalu memiliki cirikhas masing-masing yang disesuaikan
dengan idoelogi yang dibawa oleh majalah. Suara vokal tentang kritik anak muda
saat ini memang cukup mewakili dengan adanyamajalah Ripple sebagai media
dari apa yang kawula muda inginkan.
99
Mereka berbicara gaya hidup dan remeh-temeh tentang kehidupan anak
muda saat ini, berbagai macam ikon mereka ciptakan dari dasar hingga mencapai
puncaknya, dari yang tidak mengenal menjadi mengenal, dari komunitas hingga
umum, gebrakan inilah yang ingin Ripple sampaikan pada kawula muda tentang
lingkungan yang belum mereka ketahui atau mungkin telah mereka ketahui.
Media memang menjadi jarum suntik yang tepat untuk membuat impuls
pikiran menjadi terkontaminasi meskipun kata-kata tersebut masih subjektif untuk
dibuktikan secara matematis. Namun, sudah terlihat buktinya media memang
membuat perubahan yang secara sadar maupun tidak sadar ada beberapa gaya
yang kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari seperti kehadiran fashion dan
cara pandang kita mengenai kehadiran desain grafis yang turut membuat mix and
match kedua hal tersebut.
Hanya berasal dari sebuh cover majalah yang diberi teks serta bauran foto
kemudian di remix dengan olah digital dapat membuat mata kita tertarik untuk
melihatnya, bukan hal yang tidak mungkin ketika kita melihat sampul (cover)
majalah yang dilengkapi icon celebrity dengan fashion yang mereka gunakan
minimal timbul pernyataan ‘bajunya bagus ya, kira-kira saya pakai baju itu pantas
tidak ya?’ atau dengan mengatakan ‘siapa desain grafis dari majalah ini? Hebat
bisa membuat gambar yang disatukan dengan teks menjadi tampak hidup!’.
Mempertanyakan hal tersebut pada diri kita sendiri itu berarti telah
menimbulkan keingintahuan dan ketertarikan dengan apa yang kita lihat, terlebih
lagi jika kita mengaplikasikan apa yang kita lihat menjadi sebuah gaya hidup, baik
sudut pandang fashion, maupun grafis yang lebih pada teknis atau proses dari
100
pembuatannya. Jauh dari kata pantas atau tidaknya kita mengikuti kehadiran gaya
dalam majalah yang terpenting adalah struktur sosial kita bisa menerima dengan
apa yang kita lakukan melalui gaya tersebut. Orang melihat berarti visual, orang
melalukan sebuah hubungan dengan orang lain berarti sosial, keduanya memiliki
keterkaitan dan pada akhirnya membuat sebuah penilaian dengan apa yang
mereka lihat dan mereka lakukan dengan sesamanya.
Kode sosial yang ingin disampaikan merupakan bauran dari gaya-gaya
icon celebrity yang ditirukan oleh kawula muda untuk menunjukan eksistensi diri
mereka terhadap sang idola yang di sukai sebagai bentuk kecintaan mereka
terhadap kehadiran gaya.
Bentuk sosial yang dilambangkan menggunakan cover majalah Ripple
menjadi bentuk gaya kawula muda dalam melakukan hubungan sosial dengan
sesamanya dengan menunjukan identitas yang dikotak-kotakan (sadar atau tidak
sadar) berdasarkan pada icon celebrity yang ditiru dan dijadikan sebagai gaya
hidup kawula muda.
Penyesuaian terhadap kode sosial ini merupakan representasi diri dari apa
yang dilihat, dirasa, dan dilakukan dengan menirukan gaya yang ada dalam
kehidupan sehari-hari terlepas dari pantas atau tidaknya kehidupan sosial yang
mereka lihat dalam bentuk media majalah tersebut. Kehidupan yang dijalankan
oleh para artis dan mereka yang bukan artis menirukannya untuk perwujudan dari
kehadiran gaya-gaya dalam eksistensi sosialitas kawula muda. Artis sebagai trend
setter telah mempengaruhi cara bersosialisasi dan bergaya dalam kehidupan
sehari-hari kawula muda.
101
BAB V
KESIMPULAN
INTEPRETASI dan REPRESENTASI KODE VISUAL dan SOSIAL
SIMBOL-SIMBOL GAYA HIDUP pada COVER MAJALAH RIPPLE
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Kode Visual Gaya Hidup pada Sampul Majalah Ripple
Kode yang dapat diisampaikan oleh tampilan sampul (cover) majalah
Ripple melalui tiga edisi diantaranya, edisi 51 dengan icon celebrity THE
S.I.G.I.T, edisi 52 dengan icon celebrity GOODNIGHT ELECTRIC, dan edisi 53
dengan icon celebrity MOCCA. Kode visual yang dapat disimpulkan dari sampul
majalah tersebut adalah penggambaran bentuk suara kritis kawula muda yang
ingin menunjukan jati diri mereka dengan hal baru yang tidak biasa dari bentuk
media pada umumnya (tampilan cover majalah Ripple), bentuk-bentuk inilah yang
dapat mewakili kehadiran kaum muda dalam menyuarakan diri mereka. Ripple
pun sebagai majalah yang mengkhususkan diri untuk anak muda ini tampaknya
dapat mewakili semangat generasi anak muda saat ini. Hal ini dibuktikan dengan
tiga edisi yang mengangkat band-band anak muda Bandung yang mampu
membuktikan diri mereka sebagai trendsetter gaya dari tampilan visual yang
dihadirkan majalah Ripple, dan terjadinya peniruan gaya fashion mereka terhadap
kehidupan sehari-hari, ini juga dapat dibuktikan dengan tidak sedikitnya anak
muda gaya dari ketiga icon celebrity tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses
tersebut bisa terjadi dengan melihat secara visual (dengan mata) apa yang berada
dan sedang terjadi dihadapan anak muda saat ini.
102
Bentuk typography pun ditunjukan dengan hal yang tidak baku seperti
pada bentuk media cetak umumnya, hal ini sudah dapat memberikan kesimpulan
bagi peneliti bahwa generasi muda mampu untuk berinovasi dengan lebih maju
disertai typography yang bebas sebagai tanda ekspresi diri mereka yang haus akan
suatu hal yang berbeda dan baru. Ekspresi ini ditampilkan melalui bentuk
typography (teks) sebagai caption pada sampul majalah Ripple yang diteliti oleh
penulis.
Bentuk keseluruhan dari visualisasi cover majalah Ripple dapat dikatakan
sebagai ekspresi dan kritisasi kaum muda saat ini yang haus akan pembaharuan
sebuah tampilan visual yang dapat mewakili jiwa mereka sepenuhnya.
5.2 Kode Sosial Simbol-simbol Gaya Hidup pada Cover Majalah Ripple
Kode visual yang dapat disimpulkan oleh penulis pada tampilan cover
majalah Ripple merupakan kode dari gaya hidup saat ini yang retro dalam
kehidupan sosial kaum muda. Majalah Ripple yang sudah menjadi sebuah
kehadiran media dan sebagai tatanan sosial modern membutuhkan perlengkapan
yang kompleks berupa deferensiasi dan pelaksanaan yang cermat.
Tatanan yang terstruktur tersebut dapat memenuhi kebutuhan akan gaya
hidup kaum muda. Ripple dibentuk untuk memenuhi gaya hidup kaum muda saat
ini mencoba untuk memposisikan diri sesuai dengan apa yang kaum muda
inginkan. Pemenuhan tersebut dipenuhi dengan bahan-bahan liputan yang berada
dalam majalah Ripple muatan tentang liputan anak muda berada didalamnya.
Diantara mereka yang sanggup mengambil keputusan yang memperbaharui tujuan
dan praktik organisasi (atau tampaknya mampu mengikuti apa yang sedang
103
berlangsung), dan mereka merasa dirinya adalah subjek dari gaya hidup yang
ditampilkan oleh Ripple sebagai media massa cetak.
Bahasa struktur sosial pun dihadirkan dalam bentuk dan karakter yang
disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan pada komunitas kawula muda
sebagai target dari gaya hidup. Penekanan bahasa akan struktur sosial
mengarahkan perhatian kita pada tema yang lebih umum mengenai karakter
modernitas yang berkaitan dengan identitas, pembedaan, dan perbedaan sosial.
Dengan kata lain, satu budaya dengan budaya lainnya, dari satu periode ke
periode lainnnya boleh jadi berbeda. Hal yang berbeda ini ditujukan Ripplesebagai
media kaum muda yang penuh dengan inovasi dan menaungi gaya hidup yang
terus berkembang dikalangan anak muda saat ini dan hal tersebut akan terus
berkembang yang disesuaikan dengan perubahan jaman serta kebutuhan anak
muda dari masa kemasanya.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Djafar. Jurnalistik Masa Kini. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1993
Barthes, Roland. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa; Jalasutra. Bandung. 2007
Barnard, Malcom. Fashion sebagai Komunikasi; Jalasutra. Bandung. 1996
Budiman, Kris. Semiotika Visual, Buku Baik. Yogyakarta. 2004
Fiske, John. Cultural and Communication Studies; Jalasutra, Yogyakarta. 1990
Kurniawan. Semiologi Roland Barthes; Indonesiatera. Magelang. 2001
Kusmiati R, Artini. Desain Komunikasi Visual; Djambatan. Jakarta. 1999
Marnard, Walcom, Graphic Design as Communication, Routledge : New York. 2005
Santana, Septiawan. Jurnalistik Kontemporer, …….
Sobur, Alex, Semiotika Komunikasi. Bandung : Rosda Karya. 2003.
………….., Analisis Teks Media, Bandung : Rosda Karya. 2004.
Strokes, Jane. How To Do Media and Cultural Studies; Bentang, Yogyakarta. 2003.
Storey, John. Cultural Studies dan kajian Budaya Pop; Jalasutra,Yogyakarta. 2000.
Subandi, Idi. Life Style Ecstasy; Jalasutra, Yogyakarta. 1997
Sunardi, ST. Semiotika Negativa; Kanal, Yogyakarta. 2002.
Suyanto, M. Aplikasi Desain Grafis untuk Periklanan; Penerbit Andi. Yogyakarta.
2004
Sarwono, Jonathan; Lubis, Hary. Metode Riset untuk Desain Komunikasi Grafis;
Penerbit Andi, Yogyakarta. 2007
Widyatmoko, Sutrisno. Irama Visual; Jalasutra. Yogyakarta. 2007
Situs :
http//:www.aiga.com
Slamet Riayanto, http:www.Slametriyanto.web.id, Bagaimana Memulai Belajar
Desain Grafis.
Media Cetak :
Kompas 21 Mei 2007 - kolom Opini
KOMPAS, Minggu 03 Maret 2002
Ripple Magazine