DERMATOTERAPI Final Edit Baru
-
Upload
abu-ridhuwan -
Category
Documents
-
view
29 -
download
10
Transcript of DERMATOTERAPI Final Edit Baru
Clinical Science Session (CSS)
Dermato - Terapi
Oleh :
Desiani Anugrah Purnamasari 1301-1212-0531
Abu Ridhuwan bin Abu bakar 1301-1212-3544
Widitya Rizky Prasetyo 1301-1212-0646
Preceptor :
Dendi S, dr., SpKK (K)
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014
DERMATO-TERAPI
Dermato-terapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengobatan
penyakit kulit. Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara:
topikal, sistemik, atau intralesi. Bila cara-cara tersebut belum memadai, dapat
digunakan cara-cara lain, seperti radioterapi, sinar UV, pengobatan laser,
krioterapi, bedah listrik, atau bedah skalpel.
Yang menarik perhatian ialah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal
yang berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empirik menjadi
pengobatan spesifik dengan dasar yang rasional.
Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal didapat dari pengaruh fisik dan
kimiawi obat-obat yang diaplikasi di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara
lain ialah mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi,
mendinginkan, memanaskan, dan melindungi (proteksi) dari pengaruh buruk dari
luar. Senua hal itu bermaksud untuk mengadakan homeostasis, yaitu
mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan di sekitarnya ke keadaan fisiologik
stabil secepat-cepatnya. Selain itu juga untuk menghilangkan gejala-gejala yang
mengganggu, misalnya rasa gatal dan panas.
Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini telah dikembangkan preparat-
preparat topikal yang mempunyai khasiat kimiawi yang spesifik terhadap
organisme di kulit atau terhadap kulit itu sendiri. Secara ideal maka pemberian
obat topikal harus berkhasiat fisis maupun kimiawi. Kalau obat topikal digunakan
secara rasiona, maka hasilnya akan optimal, sebaliknya bila digunakan secara
salah obat topikal menjadi tidak efektif dan dapat menyebabkan penyakit
iatrogenik.
Prinsip obat topikal secara umum terdiri atas 2 bagian, yaitu bahan dasar
(vehikulum) dan bahan aktif.
A. Bahan Dasar (Vehikulum)
Vehikulum atau basis obat luar adalah bahan dasar obat luar yang dipakai
untuk membawa bahan aktif pada kulit dan mampu meningkatkan
penetrasi obat pada kulit. Vehikulum yang ideal haruslah stabil baik fisis
maupun kimiawi, non iritatif, non alergenik baik secara kosmetis dan
mudah digunakan dengan sesedikit mungkin efek samping. Oleh karena
itu pemilihan vehikulum merupakan hal yang sangat penting dalam
pengobatan topikal.
Memilih bahan dasar (vehikulum) obat topikal merupakan langkah awal
dan terpenting yang harus diambil pada pengobatan penyakit kulit. Pada
umumnya sebagai pegangan ialah pada keadaan dermatosis yang
membasah dipakai bahan dasar yang cair/basah, misalnya kompres; dan
pada keadaan kering dipakai bahan dasar padat/kering, misalnya salep.
Secara sederhana bahan dasar dibagi menjadi cairan, bedak, dan salep. Di
samping itu ada 2 campuran atau lebih bahan dasar, yaitu:
- Bedak kocok (lotion), yaitu campuran cairan dan bedak
- Krim, yaitu campuran cairan dan salep.
- Pasta, yaitu campuran salep dan bedak
- Linimen (pasta pendingin), yaitu campuran cairan, bedak dan salep.
Bagan Vehikulum
1. Cairan
Cairan terdiri atas:
- solusio, artinya larutan dalam air
- tingtura, artinya larutan dalam alkohol
Solusio dibagi dalam:
a. kompres
b. rendam (bath), misalnya rendam kaki, rendam tangan
c. mandi (full bath)
Cara kompres lebih disukai daripada cara rendam dan mandi, karena pada
kompres terdapat pendinginan dengan adanya penguapan, sedangkan pada
rendam dan mandi terjadi proses maserasi.
Prinsip pengobatan cairan ialah:
1. membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta, dsb.) dan sisa-
sisa obat topikal yang pernah dipakai.
2. untuk terjadinya perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, dan pustula.
Hasil akhir pengobatan ialah:
1. keadaan yang membasah menjadi kering
2. permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat
tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi.
Pengobatan cairan berguna juga untuk menghilangkan gejala, misalnya
rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh bermacam-macam dermatosis.
Harus diingat bahwa pengobatan dengan cairan dapat menyebabkan kulit
menjadi terlalu kering. Jadi pengobatan cairan harus dipantau secara teliti, kalau
keadaan sudah mulai kering pemakaiannya dikurangi dan bila perlu dihentikan
untuk diganti dengan bentuk pengobatan lainnya.
Pada kompres, bahan aktif yang dipakai biasanya bersifat astringen dan
antimikrobial. Astringen mengurangi eksudat akibat presipitasi protein. Ada 2
macam cara kompres, yaitu kompres terbuka dan kompres tertutup.
a. Kompres terbuka
Dasarnya ialah terjadi penguapan cairan kompres disusul oleh absorbsi
eksudat atau pus.
Indikasi:
- dermatosis madidans
- infeksi kulit dengan ertema yang mencolok (mis: erisipelas)
- ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta
Efek pada kulit:
- kulit yang semula eksudatif akan kering
- permukaan kulit menjadi dingin
- vasokonstriksi
- eritema berkurang
Cara:
Menggunakan kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta
tidak terlalu tebal (3 lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu
steril, jangan menggunakan kapas karena lekat dan menghambat
penguapan.
Kasa dicelup ke dalam cairan kompres, diperas, dibalutkan, lalu
didiamkan biasanya sehari dua kali selama 3 jam. Jangan sampai
terjadi maserasi, bila kering dibasahkan lagi. Daerah yang dikompres
maksimal luasnya ⅓ bagian tubuh agar tidak terjadi pendinginan.
b. Kompres tertutup (kompres impermeabel)
Diharapkan terjadi vasodilatasi, bukan untuk penguapan.
Diindikasikan untuk kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma
venerium. Caranya dengan menggunakan pembalut tebal dan ditutup
dengan bahan impermeabel, misalnya selofan atau plastik.
2. Bedak
Bahan dasarnya adalah talkum venetum. Biasanya bedak dicampur dengan
seng oksida, sebab zat ini bersifat mengabsorpsi air dan sebum, astringen,
antiseptik lemah dan antipruritus lemah. Bedak yang dioleskan di atas kulit
membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat erat sehingga penetrasinya
sedikit sekali.
Efek bedak ialah:
- mendinginkan
- antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi
- antipruritus lemah
- mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat (intertrigo)
- proteksi mekanis
Indikasi pemberian bedak:
- dermatosis yang kering dan superfisial
- mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah, misalnya pada varisella
dan herpes zoster.
Kontraindikasi untuk dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan
infeksi sekunder.
3. Salep
Salep ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar
berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat
pula lanolin atau minyak.
Indikasi pemberian salep ialah:
- dermatosis yang kering dan kronik
- dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salep paling kuat
dibandingkan dengan bahan dasar lainnya.
- Dermatosis yang bersisik dan berkrusta.
Kontraindikasi untuk dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat
pada bagian badan yang berambut, penggunaan salep tidak dianjurkan dan
salep jangan dipakai di seluruh tubuh.
4. Bedak kocok (lotion)
Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, biasanya ditambah
dengan gliserin sebagai bahan perekat. Supaya bedak tidak terlalu kental
dan tidak cepat menjadi kering, maka jumlah zat padat maksimal 40% dan
jumlah gliserin 10-15%. Ini berarti bila beberapa zat aktif padat
ditambahkan, maka presentase tersebut jangan dilampaui.
Indikasi bedak kocok:
- dermatosis yang kering, superfisial, dan agak luas. Yang diinginkan ialah
sedikit penetrasi.
- Pada keadaan subakut.
Kontraindikasi:
- dermatitis madidans
- daerah badan yang berambut.
5. Krim
Krim ialah campuran W (water, air), O (oil, minyak), dan emulgator.
Krim ada 2 jenis:
a. Krim W/O: air dalam minyak
b. Krim O/W: minyak dalam air.
Selain ditambah emulgator, biasanya ditambah bahan pengawet (mis:
paraben) dan parfum. Berbagai bahan aktif dapat dimasukkan dalam krim.
Indikasi penggunaan krim:
- indikasi kosmetik
- dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah penetrasi yang
lebih besar daripada bedak kocok.
- Krim boleh digunakan di daerah berambut
Kontraindikasi ialah dermatitis madidans.
6. Pasta
Pasta ialah campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif
dan mengeringkan.
Indikasi penggunaannya ialah dermatosis yang agak basah.
Kontraindikasi: dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut.
Untuk daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan badan pasta tidak
dianjurkan karena terlalu melekat.
7. Linimen (= pasta pendingin)
Linimen ialah campuran cairan, bedak, dan salep.
Indikasi: dermatosis yang subakut
Kontraindikasi: dermatosis madidans
8. Gel
Gel ialah sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari
senyawa organik. Zat untuk membuat gel diantaranya ialah karbomer,
metilselulosa, dan tragakan. Bila zat-zat tersebut dicampur dengan air dengan
perbandingan tertentu akan terbentuk gel. Karbomer akan membuat gel
menjadi sangat jernih dan halus.
Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan.
Absorpsi perkutan lebih baik daripada krim.
Pemilihan vehikulum berdasarkan lokalisasi dan distribusi
Lokalisasi Bedak Air Talk Salep B.kocok Pasta Krim
Generalisata + -* - - + - +
Kulit kepala - + + - - - +
Wajah + + +# + + + +Badan,ekstremitas + + + + + + +
Genitalia + + - - + - +Daerah lipatan + + + +@ + - +
Keterangan : + boleh dipakai
- jangan dipakai
* kecuali untuk mandi
@ boleh bila tidur
# kecuali kulit dekat mata
Bahan aktif untuk vehikulum
Cairan Bedak
Air/akua destilata – pada larutan
untuk kompres dan juga untuk bedak
kocok, pasta pendingin, pasta dan
emulsi
Stearas Zincicus dan stearas
magnecius (Zn/Mg stearast) –
serbuk yang sangat halus dengan
berat jenis ringan. Digunakan pada
bedak, bedak kocok, pasta dan pasta
pendingin
Alkohol – bedak kocok, kadang-
kadang ditambahkan pada larutan
untuk kompres agar mempercepat
penguapan dan pendinginan
Talcum venetum (Mg silikat) –
serbuk putih sangat halus dan tidak
larut dalam air. Digunakan untuk
bedak, bedak kocok, pasta, dan pasta
pendingin
Gliserin – cairan kental tidak
berwarna, tidak berbau, manis,
higroskopis. Digunakan untuk
menstabilkan suspensi dan sering
ditambahkan untuk tingturaa agar
obat lebih melekat pada kulit mata
Oxydum zincicum – serbuk putih
tidak larut dalam air dan memiliki
efek antipruritik lemah, astringen dan
antiseptik
Lemak/minyak
Asli Mineral
- Adeps lanae (lemak dari bulu
domba) – sangat mudah untuk
mengikat air dan lengket pada
kulit. Disebut lanolin bila
sudah dicampur 25-27% air.
- Oleum arachidis (minyak
kacang) – untuk
membersihkan pasta dari kulit
- Vaselin – berasal dari destilasi
minyak tanah. Terdiri dari
vaselin flavrum (berwarna
kuning) dan album (putih)
dan untuk campuran pasta,
krim dan pasta pendingin
- Oleum lecoris aselli (minyak
ikan) – merupakan minyak
kental, kuning muda berbau
yang mengandung banyak
vitamin A dan D serta
mempunyai daya epitelialisasi
yang baik
Bahan aktif dengan daya spesifik
1. Scabies
- Benzoas bencylicus/ Benzyl benzoat
- Cairan berbau, tidak berwarna
- Tidak larut dalam air
- Larut dalam alkohol/minyak
- Bentuk emulsi 10-25%
- Gamma benzena hexachlorida/ Gamexan
- Bentuk krim, salep, bedak 0.5-1%
- Efek : skabisida, pedikulosid repellent
- Efek samping : neurotoksik
- Tidak untuk bayi, wanita hamil
2. Bedah kimia
- Acidum trichloro aceticum
o Kristal tidak berwarna, bau cuka
o Efek : kaustik (20-35%)
- Podofilin
o Serbuk kuning, larut dalam alkohol
o Efek : kaustik (20%)
3. Lain – lain
- Sulfur
o Kuning bau belerang
o Salep, krim, bedak kocok
o Efek : mengurangi kegiatan glandula sebusea, antiseptik,
antimikotik dan skabisada.
- Campbora
o Kristal putih berbau
o Sukar larut dalam air
o Efek : anti pruritik
- Menthol
o Kristal putih berbau
o Sukar larut dalam air
o Efeek : anti pruritik, mendinginkan
- Vioform
o Serbuk kuning
o Anti septik, anti mikotik
o Untuk dermatitis seboroik
- Antibiotik
o Gramisidin, Basitrasin, neomisin, polimiksin
Daftar Pustaka
1. Goodman and Gilman’s the pharmacological basis of therapeutics. Edisi ke 10.
2001, p 1795-8
2. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke 7. 2008 p 52-77
3. Principal of topical therapy. Edisi ke 7. 2008 p 2091-6