Dendeng Ikan Repaired)

download Dendeng Ikan Repaired)

of 21

Transcript of Dendeng Ikan Repaired)

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    1/21

    Acara II

    DENDENG IKAN

    LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

    TEKNOLOGI HASIL LAUT

    Disusun oleh:

    Nama : Maria Rosalia

    NIM : 09.70.0055

    Kelompok A3

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

    SEMARANG

    2011

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    2/21

    1

    1. PENDAHULUAN1.1.Latar BelakangIkan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau,

    rasa maupun tekturnya. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh

    yang mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

    pembusuk atau mikkroorganisme yang lain. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan

    pengikat (tendon), sehingga mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini akan

    menyebabkan daging menjadi sangat lunak sehingga menjadi media yang cocok untuk

    pertumbuhan mikroorganisme. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang

    sifatnya sangat mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau tengik

    pada tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang disimpan tanpa

    menggunakan antioksidan. Pembusukan ikan dapat terjadi karena aktivitas enzim dalam

    tubuh ikan itu sendiri, aktivitas mikroorganisme, atau proses oksidasi lemak tubuh oleh O2

    dari udara. Dengan demikian, ikan merupakan komoditi yang cepat busuk bahkan lebih cepat

    bila dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. (Shahidi & Botta, 1994). Dalam

    praktikum ini, ikan yang digunakan adalah ikan tenggiri. Ikan tenggiri (Scomberomorus

    commerson) adalah ikan laut yang termasuk dalam famili scombridae. Ukuran ikan tenggiri

    dapat mencapai panjang 240 cm dengan berat 70 kg. Secara umum, warna ikan tenggiri

    adalah perak keabu-abuan. Daging ikan yang berwarna putih menandakan sedikitnya

    pembuluh darah dan pigmen (Hutagalung, 2007).

    Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting dari mata

    rantai industri perikanan. Pengolahan dan pengawetan bertujuan mempertahankan mutu dan

    kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekali

    penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya

    aktivitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi oksigen), sehingga ikan tetap baik sampai ke

    tangan konsumen (Simpson, 1998). Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan

    produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia-sia, karena tidak semua produk

    perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik (Syarief & Halid, 1993).

    Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman,

    pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian, dan pendinginan ikan (Margono et al.,

    2000). Dendeng merupakan hasil kombinasi antara curing daging dan pengeringan. Proses

    curing bertujuan mengawetkan, mempersiapkan daging pada penggunaan berikutnya,

    menghambat pertumbuhan mikroba, serta untuk menimbulkan rasa dan flavor yang enak

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    3/21

    2

    (Astawan & Astawan, 1988). Dalam praktikum ini, tidak dilakukan variasi perlakuan pada

    bumbu curing dan proses penggorengan dendeng. Perbedaan perlakuan ada pada variasi lama

    perendaman dalam larutan curing dan lama pengeringan di humidifier. Sedangkan parameter

    penilaian yang dilakukan meliputi warna, tekstur, aroma, rasa dan kekerasan (dengan Texture

    Anayzer).

    1.2.TujuanPraktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan dendeng ikan, proses-proses yang

    terjadi selama pembuatan dendeng ikan, dan pengaruh lama waktu curing terhadap sifat fisik

    dan sensori dendeng ikan.

    1.3.ManfaatAdapun manfaat dari praktikum ini adalah dapat memperpanjang umur simpan ikan tengiri

    dengan jalan menghambat pertumbuhan mikroba, sekaligus menimbulkan rasa dan flavor

    yang enak dari bumbu-bumbu yang digunakan dalam proses curing.

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    4/21

    3

    2. MATERI DAN METODE2.1.MATERI2.1.1. AlatAlat alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah neraca, dehumidifier, deep fat

    fryer, pisau, talenan, cobek, ulekan, panci, baskom, pengaduk kayu, kompor, plastik, sendok,

    tray, dan texture analyzer.

    2.1.2. BahanBahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalahfilletikan tengiri 250 gr,

    gula jawa 100 gr, asam jawa 10 gr, bawang merah 12,5 gr, bawang putih 25 gr, bubuk

    ketumbar 5 gr, lengkuas 7,5 gr, garam 10 gr, air 250 ml, dan minyak goreng.

    2.2.METODE2.2.1. Pembuatan Dendeng Ikan

    Ikan difillet ( 250 gr)

    Bahan curing dimasukkan

    Direndam larutan curing :

    Kelompok 1 & 2 : 16 jam

    Kelompok 3 & 4 : 17 jam

    Kelompok 5 : 18 jam

    Dikeringkan di dehumidifier :

    Kelompok 1 & 2 : 5 jam

    Kelompok 3 & 4 : 5,5 jam

    Kelompok 5 : 6 jam

    Digoreng di deep fat fryer

    Dipanaskan sampai

    mendidih dan mengental

    Bahan curing :

    Gula Jawa 100 gr

    Asam Jawa 10 gr

    Bawang Merah 12,5 gr

    Bawang Putih 25 gr

    Bubuk Ketumbar 5 gr

    Lengkuas 7,5 gr

    Garam 10 gr

    Air 250 ml

    Diamati : Sensori dan TA (Texture Analyzer)

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    5/21

    4

    3. HASIL PENGAMATAN3.1.Hasil Pengujian Sensori pada Dendeng IkanHasil pengujian sensori terhadap pembuatan dendeng ikan tengiri dapat dilihat pada Tabel.1

    Tabel 1. Hasil Pengujian Sensori pada Dendeng Ikan

    Kel Lama

    Perendaman

    Lama

    Pengeringan

    Warna Tekstur Aroma Rasa

    A1 16 jam 5 jam + + + + + + + + + + +

    A2 16 jam 5 jam + + + + + + + + + + + + + +

    A3 17 jam 5,5 jam + + + + + + + + + + + + +

    A4 17 jam 5,5 jam + + + + + + + + + + + +

    A5 18 jam 6 jam + + + + + + + + + +Warna Tekstur Aroma Rasa

    + : sangat pucat + : sangat lembek + : sangat tidak tajam + : sangat lemah++ : coklat pucat ++ : lembek ++ : tidak tajam ++ : lemah

    +++ : agak coklat +++ : agak liat +++ : agak tajam +++ : agak kuat

    ++++ : coklat ++++ : liat ++++ : tajam ++++ : kuat+++++ : sangat coklat +++++ : sangat liat +++++ : sangat tajam +++++ : sangat kuat

    Dari Tabel 1, diperoleh bahwa warna yang paling coklat diperoleh pada lama perendaman

    dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan selama 5 jam (A2), sedangkan warna

    paling pucat diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama18 jam dan

    pengeringan selama 6 jam (A5). Pada pengamatan tekstur diperoleh, bahwa tekstur paling

    lunak pada lama perendaman dalam larutan curing selama17 jam dan pengeringan selama 5,5

    jam (A4), sedangkan tekstur paling liat pada lama perendaman dalam larutan curing

    selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A3). Pada pengamatan aroma, diperoleh hasil

    bahwa aroma paling tajam diperoleh pada pada lama perendaman dalam larutan curing

    selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A4), sedangkan aroma paling tidak tajam,

    diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan selama

    5 jam (A2). Pada pengamatan rasa, diperoleh hasil bahwa rasa paling kuat diperoleh pada

    lama perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan selama 5 jam (A2),

    sedangkan rasa paling lemah diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama18

    jam dan pengeringan selama 6 jam (A5).

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    6/21

    5

    3.2.Hasil Pengujian Texture Analyzer pada Dendeng IkanHasil pengujian Texture Analyzerterhadap pembuatan dendeng ikan tengiri dapat dilihat pada

    Tabel.2

    Tabel 2. Hasil Pengujian Texture Analyzerpada Dendeng Ikan

    Kel Lama

    Perendaman

    Lama

    Pengeringan

    Hardness

    (gf)

    Chewiness

    (kgf.mm)

    Adhesiveness

    (kgf.mm)

    A1 16 jam 5 jam 413,62

    1362,8

    761,07

    2,5957

    8,6841

    2,0107

    0,002

    -0,012

    0,002

    A2 16 jam 5 jam 1010,0

    2134,4

    4606,7

    6,9747

    12,615

    10,316

    -0,009

    -0,006

    0

    A3 17 jam 5,5 jam 2360,27351,5

    7121,4

    0,3149821,102

    26,404

    -0,059-0,0343

    0

    A4 17 jam 5,5 jam 585,21

    1173,3

    1072,3

    0,20229

    2,7061

    2,1936

    -0,002

    0,0036

    -0,001

    A5 18 jam 6 jam 7301,5

    3348,1

    5191,2

    47,870

    17,713

    8,3092

    0,168

    -0,054

    -0,229

    Dari Tabel 2, diperoleh bahwa nilai rata-rata hardness tertinggi diperoleh pada perlakuanperendaman dalam larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan selama 5,5 jam (A3),

    sedangkan nilai rata-rata hardness terendah diperoleh pada perlakuan perendaman dalam

    larutan curing selama 16 jam dan lama pengeringan selama 5 jam (A1). Pada pengamatan

    chewiness, diperoleh bahwa nilai rata-rata chewiness tertinggi diperoleh pada perlakuan

    perendaman dalam larutan curing selama 18 jam dan lama pengeringan selama 6 jam (A5),

    sedangkan nilai rata-rata chewiness terendah diperoleh pada perlakuan perendaman dalam

    larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan selama 5,5 jam (A4). Pada pengamatan

    adhesiveness, diperoleh bahwa nilai rata-rata adhesiveness tertinggi diperoleh pada perlakuan

    perendaman dalam larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan selama 5,5 jam (A4),

    sedangkan nilai rata-rata adhesiveness terendah diperoleh pada perlakuan perendaman dalam

    larutan curing selama 18 jam dan lama pengeringan selama 6 jam (A5).

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    7/21

    6

    4. PEMBAHASANIkan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau,

    rasa maupun tekturnya. Daging ikan segar mempunyai ciri-ciri daging kenyal, menandakan

    rigor mortis masih berlangsung, daging dan bagian tubuh lain berbau segar, bila daging

    ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan, daging melekat kuat pada tulang, daging

    perut utuh dan kenyal (Afrianto & Liviawaty, 1989). Tubuh ikan mempunyai kadar air yang

    tinggi (80%) dan pH tubuh yang mendekati netral sehingga merupakan media yang baik

    untuk pertumbuhan bakteri pembusuk atau mikkroorganisme yang lain. Dengan demikian,

    ikan merupakan komoditi yang cepat busuk bahkan lebih cepat bila dibandingkan dengan

    sumber protein hewani lainnya. Pembusukan ikan dapat terjadi karena aktivitas enzim dalam

    tubuh ikan itu sendiri, aktivitas mikroorganisme, atau proses oksidasi lemak tubuh oleh O2

    dari udara (Shahidi & Botta, 1994). Ikan yang mulai busuk, memiliki ciri-ciri; daging lunak,

    menandakan rigor mortis telah selesai, daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk, bila

    ditekan dengan jari tampak bekas lekukan, daging lembek dan isi perut sering keluar, daging

    berwarna kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang punggung.

    Dalam praktikum ini, bahan utama yang digunakan adalah ikan tenggiri. Menurut Saanin

    (1994), Kottelat et al. (1993) dan Murniyati (2004), ikan tenggiri termasuk dalam ordo

    Percomorphi, sub ordo Scombroidea, famili Scombridae dan genus Scomberomorus. Ciri-ciri

    morfologi ikan tenggiri yaitu bentuk badan memanjang, gepeng, memiliki gigi-gigi pada

    rahang lancip, kuat dan gepeng. Tapisan insang (2-4) + (8-12) pada busur insang pertama.

    Sirip punggung pertama berjari-jari keras 15-17 dan yang kedua berjari-jari lemah 16, diikuti

    9 jari-jari sirip tambahan. Sirip dubur berjari-jari lemah 18-20 dan diikuti 9 jari-jari sirip

    tambahan. Garis rusuk hampir lurus sampai di bawah sirip punggung kedua, kemudian

    berkelok-kelok sampai dibawah sirip punggung kedua, kemudian berkelok-kelok sampai

    dengan batang ekor. Ikan tenggiri termasuk ikan buas, karnivora dan predator. Hidup

    menyendiri atau membentuk gerombolan kecil di perairan pantai dan lepas pantai. Ikan

    tenggiri dapat mencapai panjang 90 cm dan umumnya memiliki panjang 50-70 cm. Tubuh

    ikan tenggiri bagian atas berwarna abu-abu kebiruan dan bagian bawah putih-keperakan.

    Pada bagian atas sampai dengan pertengahan badan terdapat beberapa strip berupa garis-garis

    putus berwarna hitam sepanjang badan. Sirip-siripnya berwarna kuning kemerahan kecuali

    strip punggungnya dimana jari-jari kerasnya berwarna putih keabuan (Kottelat et al. 1993).

    Berikut gambar ikan tenggiri yang digunakan dalam praktikum ini :

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    8/21

    7

    Sumber : (Balai Riset Perikanan Laut, 2004)

    Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting dari mata

    rantai industri perikanan. Pengolahan dan pengawetan bertujuan mempertahankan mutu dan

    kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekalipenyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya

    aktivitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi oksigen), sehingga ikan tetap baik sampai ke

    tangan konsumen (Simpson, 1998). Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan di

    dalam pengawetan ikan dan hasil-hasil perikanan lainnya adalah kadar air (moisture) dalam

    daging ikan. Kadar air ini sangat berpengaruh dalam proses pembusukan. Dengan penyusutan

    atau habisnya kadar air, bakteri pembusuk tidak aktif lagi. Pengeringan merupakan salah satu

    cara pengawetan yang paling mudah dan murah (Moeljanto, 1992). Ada bermacam-macam

    pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan,

    perasapan, peragian, dan pendinginan ikan (Margono et al., 2000). Proses pengawetan yang

    dipraktekkan dalam praktikum ini adalah pembuatan dendeng ikan yang mengkombinasikan

    proses curing dan pengeringan. Dendeng ikan adalah jenis makanan awetan yang dibuat

    dengan cara pengeringan dengan menambah garam, gula, dan bahan lain untuk memperoleh

    rasa yang diinginkan (Margono et al., 2000). Dendeng memiliki rasa dan aroma yang khas,

    dan mengandung gizi hewani terutama protein dan lemak (Fachruddin, 1997).

    Dalam praktikum ini, tidak dilakukan variasi perlakuan pada bumbu curing dan proses

    penggorengan dendeng. Perbedaan perlakuan ada pada variasi lama perendaman dalam

    larutan curing dan lama pengeringan di humidifier. Sedangkan parameter penilaian yang

    dilakukan meliputi warna, tekstur, aroma, rasa dan kekerasan (dengan Texture Anayzer).

    Pertama-tama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah persiapan bahan melalui

    pemfiletan ikan tenggiri, yaitu proses pemisahan daging tenggiri setebal 3 mm dari kulit,

    tulang dan duri yang menempel sebanyak 250 gr. Hal ini sesuai pendapat Anonim (2003),

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    9/21

    8

    dimana proses persiapan dendeng ikan meliputi pemilihan daging dan pembersihan dari

    kotoran dan lapisan lemak maupun urat. Pengirisan juga bertujuan memperluas permukaan

    daging sehingga pengeringan akan berlangsung lebih cepat. Selanjutnya adalah tahap

    persiapan bumbu.

    Bumbu yang digunakan dalam bahan curing meliputi gula jawa 100 gr, asam jawa 10 gr,

    bawang merah 12,5 gr, bawang putih 25 gr, bubuk ketumbar 5 gr, lengkuas 7,5 gr, garam 10

    gr. Menurut Anonim (2003) dan Fachruddin (1997), garam selain sebagai pemberi cita rasa,

    garam juga dapat berfungsi sebagai pengawet, karena garam bersifat osmotis, sehingga

    mampu menarik air keluar dari jaringan, sehingga aktivitas air dalam bahan dapat berkurang.

    Afrianto & Liviawaty (1989) juga menambahkan bahwa garam dapat berfungsi menghambat

    atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam

    tubuh ikan. Garam menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri

    terganggu karena kekurangan cairan. Desrosier & Desrosier (1977), menyatakan bahwa

    garam memiliki aktivitas antimikroorganisme yang meliputi : (1) Menurunkan Aw, sehingga

    mikroba yang bisa hidup dengan Aw rendah saja yang bisa tetap hidup. (2) Menurunkan

    kelarutan oksigen, sehingga mikroba yang aerob tidak akan bisa tahan hidup lagi. (3) Di

    dalam sel mikroorganisme, garam akan mengganggu keseimbangan ionik sel karena terjadi

    peningkatan proton di dalam sel dan sel harus mengeluarkan banyak energi untuk

    mengkompensasi aliran proton sehingga pertumbuhan sel terhambat bahkan mati.

    Selanjutnya adalah penggunaan gula jawa, gula jawa berfungsi melembutkan produk,

    menurunkan aktivitas air, memberikan rasa dan aroma, juga akan mengimbangi atau

    mengurangi rasa asin yang berlebihan (Anonim, 2003 dan Fachruddin, 1997). Gula

    digunakan karena sifat dari gula yang higroskopis, mempunyai rasa manis. Bila dibandingkan

    tingkatan rasa manis gula atau sukrosa lebih tinggi dari glukosa, maltosa dan galaktosa,

    laktosa dan fruktosa. Sehingga dengan adanya gula dalam bahan pangan dapat meningkatkan

    cita rasa pada bahan pangan (Gaman & Sherington, 1994). Larutan gula memiliki tekanan

    osmotik yang tinggi dan dapat mengeluarkan kandungan air dari dalam sel mikroba atau

    mencegah difusi air menuju sel, sehingga dapat digunakan sebagai pengawet. Konsentrasi

    kritis gula dalam air untuk mencegah pertumbuhan mikrobia berbeda-beda, tergantung dari

    jenis mikroorganisme dan keberadaan komponen-bahan pangan lainnya. Biasanya, larutan

    sukrosa 70% dapat menghentikan pertumbuhan semua mikroba pada bahan pangan (Potter &

    Hotchkiss, 1987). Bumbu berupa bawang merah, bawang putih, bubuk ketumbar, dan

    lengkuas digolongkan sebagai rempah-rempah, dimana fungsi rempah-rempah adalah dapat

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    10/21

    9

    menambah aroma dan cita rasa. Sebagian dari rempah-rempah juga dapat menghambat

    pertumbuhan jasad renik. Sedangkan asam jawa, mengandung senyawa asam apel, asam

    sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinat, pektin dan gula invert. Kandungan gizi asam

    jawa per 100 gr kalori yaitu 239 kal, protein 2,8 gr, lemak 0,6 gr, karbohidrat 62,5 gr, kalsium

    74 mg, zat besi 0,6 gr, vitamin A 30 SI, vitamin B1 0,34 mg, vitamin C 2 mg, dan air 31,4 gr.

    Bagian yang dapat dimakan dari asam jawa sebesar 48 % (Haryoto, 1998). Penambahan

    vetsin dilakukan secara kondisional untuk meningkatkan rasa gurih dalam produk, namun

    dalam praktikum ini tidak digunakan vetsin sebagai penambah cita rasa. Semua bumbu ini

    kemudian dihaluskan dengan proses pengulegkan, tujuan dari proses pengulegkan

    (penggilingan bumbu) ini, menurut Anonim (2003) adalah memudahkan pencampuran

    bumbu hingga homogen dan memudahkan daging untuk dibentuk. Kemudian bumbu tersebut

    dimasak bersama air hingga mendidih dan mengental, sehingga diperoleh larutan curing yang

    lebih banyak dan encer.

    Proses selanjutnya adalah perendaman fillet ikan di dalam larutan curing. Proses curing yang

    kita lakukan dalam praktikum ini termasuk proses curing cara basah, sebab dilakukan dengan

    cara merendam bahan dendeng dalam larutan bahan curing. Proses perendaman dalam larutan

    curing bertujuan mengawetkan, mempersiapkan daging pada penggunaan berikutnya,

    menghambat pertumbuhan mikroba, serta untuk menimbulkan rasa dan flavor yang enak

    (Astawan & Astawan, 1988). Fachruddin (1997) menambahkan, bahwa perendaman juga

    bertujuan agar bumbu lebih meresap ke dalam daging, sehingga aroma dan rasa yang

    dihasilkan lebih terasa. Bumbu yang digunakan juga akan menyebabkan warna dendeng

    menjadi kecoklatan (Bille & Shemkai, 2006). Selama proses curing, terjadi gerakan osmotik.

    Bahan-bahan curing mampu menarik air keluar dari daging dan bahan-bahan curing meresap

    ke dalam daging. Curing akan berhasil baik jika penyebaran bahan curing berlangsung lebih

    cepat daripada pertumbuhan bakteri pembusuk. Karenanya, proses curing tidak boleh terlalu

    lama (Fachruddin, 1997). Proses curing juga dilakukan pada beberapa bahan sebagai

    perlakuan pendahuluan pada daging segar sebelum proses pengawetan selanjutnya dilakukan,

    seperti pada pembuatan daging korned (corned beef), daging asap (smoked ham), dendeng

    (dried meat), sosis, dan lain-lain (Astawan & Astawan, 1988). Dalam praktikum ini variasi

    lama perendaman adalah pada kelompok A1 dan A2 selama 16 jam, kelompok A3 dan A4

    selama 17 jam, sedangkan A5 selama 18 jam.

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    11/21

    10

    Kemudian setelah direndam dalam larutan curing sesuai waktu yang ditentukan, daging

    tersebut kemudian dikeringkan di humidifier, dengan variasi pengeringan yaitu pada

    kelompok A1 dan A2 selama 5 jam, kelompok A3 dan A4 selama 5,5 jam, dan pada

    kelompok A5 selama 6 jam. Menurut Fachruddin (1997), pengeringan bertujuan mengurangi

    kadar air dalam bahan sampai batas tertentu dengan cara menguapkan air dalam bahan

    menggunakan energi panas. Fellows (1990), juga menyatakan bahwa pengeringan merupakan

    suatu proses pengambilan air dari bahan pangan padat dengan menggunakan energi panas.

    Biasanya, kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai batas sehingga mikroorganisme

    tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Tujuan utama pengeringan yaitu untuk memperpanjang

    umur simpan sebab pengeringan dapat mengurangi aw sehingga menghambat pertumbuhan

    mikroorganisme dan aktivitas enzim. Dasar dari suatu pengeringan adalah proses difusi, di

    mana perpindahan massa antara dua fase akan mengakibatkan terjadi pula perpindahan panas.

    Prinsip kerja dari pengeringan (drying) adalah dengan mengalirkan udara panas ke seluruh

    bagian pangan yang basah, lalu panas tersebut akan dialihkan ke bagian permukaan pangan,

    sehingga panas laten penguapan akan menyebabkan air yang terkandung dalam pangan

    tersebut menguap. Uap air yang dihasilkan akan terdifusi melalui lapisan tipis udara, dan

    akan bergabung dengan udara bebas. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya daerah pada

    permukaan pangan yang memiliki tekanan uap air yang lebih rendah, dan gradien tekanan

    uap air dari bagian dalam pangan yang lunak ke udara kering. Gradien inilah yang akan

    memberikan tenaga penggerak (driving force) untuk memindahkan air dari bahan pangan

    tersebut. Mekanisme pengeringan terjadi ketika udara panas dihembuskan pada makanan

    basah. Kuantitas panas yang diperlukan dalam proses pengeringan terdiri atas panas untuk

    memanaskan bahan yang dikeringkan hingga mencapai suhu pengeringan (panas sensibel),

    panas yang diperlukan untuk proses pengeringan panas penguapan untuk mengubah cairan ke

    fase uap (panas laten), dan panas yang hilang ke sekeliling. Panas dipindahkan ke permukaan

    dan panas laten dari penguapan (vaporization) menyebabkan air menjadi uap air yang

    menyebar melalui batas film udara dan dibawa oleh angin. Pengeringan dapat menurunkan

    kualitas dan kandungan nutrisi. Selama pengeringan, dapat terjadi perubahan warna, tekstur,

    aroma, dll, meskipun perubahan-perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin

    dengan jalan memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan

    dikeringkan. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan mengandung senyawa

    senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral-mineral dalam konsentrasi yang

    lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau

    berkurang (Winarno, 1995). Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    12/21

    11

    volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang

    pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan

    transpor, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah (Potter &

    Hotchkiss, 1996). Pengeringan dehumidifying, menurut Prasertsan, dkk (1997) adalah

    pengeringan dengan menurunkan kelembaban udara pemanas sebelum disirkulasikan ke

    dalam ruang pengering, sedangkan pengeringan feat recovering dengan menaikkan suhu

    udara pemanas. Pengeringan dehumidifying sering disebut sebagai cara pengeringan pada

    suhhu rendah, sedangkan heat recovering digunakan untuk pengeringan pada suhu tinggi.

    Pengeringan sendiri akan mempengaruhi kualitas dendeng, di mana pengeringan dapat

    menyebabkan warna dendeng menjadi merah kecoklatan dan tekstur dendeng menjadi agak

    liat (Fachruddin, 1997). Penurunan kadar air akan menyebabkan senyawa-senyawa seperti

    protein, karbohidrat, lemak, dan mineral-mineral ada dalam konsentrasi yang lebih tinggi,

    akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang

    (Winarno, 1995). Pengeringan juga akan menyebabkan penurunan tingkat aroma (aroma

    menjadi kurang tajam) karena adanya oksidasi pigmen, vitamin, dan lipid selama bahan

    pangan dikeringkan (Fellows, 1990).

    Selanjutnya adalah proses penggorengan deep fat fryer, penggorengan deep fat fryermenurut

    Fellows (1990) adalah proses penggorengan dengan minyak melimpah, dan bahan pangan

    terbenam di dalam minyak panas. Perpindahan panas ditransfer secara konveksi yaitu di

    dalam minyak goreng dan juga terjadi perpindahan panas secara konduksi yaitu di dalam

    bahan pangan itu sendiri. Bahan pangan yang cocok untuk metode ini adalah pisang, ayam,

    daging, dan lain sebagainya. Keuntungannya yaitu lebih sukar terjadi oksidasi pada bahan

    pangan dan panas lebih cepat merata. Namun memiliki kelemahan, yaitu uap air yang keluar

    dari bahan tidak bisa keluar langsung ke udara bebas tapi terjebak di dalam minyak panas

    sehingga menunjang terjadinya hidrolisis. Penggorengan merupakan suatu proses pengolahan

    makanan yang digunakan untuk mengubah kualitas bahan pangan. Bahan pangan

    ditempatkan dalam minyak panas, kemudian suhu permukaan akan meningkat dengan cepat

    dan air menguap. Selanjutnya permukaan bahan menjadi kering dan terbentuk lapisan kulit.

    Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah

    nilai kalori bahan pangan (Winarno, 1997). Proses penggorengan adalah cara pengolahan

    yang cepat karena suhu yang digunakan tinggi. Suhu yang digunakan biasanya sekitar 180C

    dan pemindahan panas dari lemak atau minyak ke dalam makanan berlangsung cepat.

    Makanan yang digoreng mempunyai warna dan flavor yang khas dan dapat diterima oleh

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    13/21

    12

    hampir semua orang (Gaman & Sherrington, 1994). Penggorengan yang dilakukan dapat

    menimbulkan berbagai akibat, antara lain: rasa gurih pada bahan pangan bertambah karena

    ada minyak yang berikatan dengan bahan pangan, bahan pangan menjadi lebih kering

    sehingga aw pada bahan pangan menjadi turun dan pertumbuhan mikroorganisme terhambat,

    warna pada bahan mengalami perubahan karena terjadi perubahan komponen kompleks

    menjadi komponen lebih sederhana yang berwarna hitam atau gelap, flavor bahan pangan

    berubah (Winarno et al., 1980).

    Setelah digoreng, kemudian dendeng dari tiap-tiap kelompok dikumpulkan dan diamati

    secara sensori yang meliputi warna, tekstur, aroma dan rasa, serta pengujian hardness,

    chewiness dan adhesiveness dengan menggunakan texture analyzer. Dari hasil pengamatan

    sensoris, diperoleh hasil sebagai berikut, warna yang paling coklat diperoleh pada lama

    perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan selama 5 jam (A2),

    sedangkan warna paling pucat diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing

    selama18 jam dan pengeringan selama 6 jam (A5). Pada pengamatan tekstur diperoleh,

    bahwa tekstur paling lunak pada lama perendaman dalam larutan curing selama17 jam dan

    pengeringan selama 5,5 jam (A4), sedangkan tekstur paling liat pada lama perendaman dalam

    larutan curing selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A3). Pada pengamatan aroma,

    diperoleh hasil bahwa aroma paling tajam diperoleh pada pada lama perendaman dalam

    larutan curing selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A4), sedangkan aroma paling

    tidak tajam, diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan

    pengeringan selama 5 jam (A2). Pada pengamatan rasa, diperoleh hasil bahwa rasa paling

    kuat diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan

    selama 5 jam (A2), sedangkan rasa paling lemah diperoleh pada lama perendaman dalam

    larutan curing selama18 jam dan pengeringan selama 6 jam (A5).

    Pada pengamatan warna, warna dendeng yang dihasilkan rata-rata adalah coklat. Warna

    cokelat tersebut timbul akibat terjadinya reaksi maillard dan browning. Reaksi Maillard

    merupakan reaksi yang terjadi antara gugus-gugus asam amino dengan gula pereduksi,

    sehingga menyebabkan timbulnya warna cokelat (Lees & Jackson, 1973). Sedangkan reaksi

    browning yaitu reaksi antara gula (gula jawa) dan komponen cita rasa lainnya akibat adanya

    panas atau suhu yang tinggi. Namun tidak terlihat jelas pengaruh lama perendaman ataupun

    lama pengeringan yang dilakukan pada bahan terhadap warna yang dihasilkan, dimana,

    warna yang paling coklat diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama16

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    14/21

    13

    jam dan pengeringan selama 5 jam (A2), sedangkan warna paling pucat diperoleh pada lama

    perendaman dalam larutan curing selama18 jam dan pengeringan selama 6 jam (A5). Hal ini

    tidak sesuai dengan pendapat Fachruddin (1997), bahwa warna dendeng menjadi coklat

    disebabkan adanya proses perendaman sehingga semakin lama direndam maka semakin

    coklat warna dendeng yang dihasilkan. Selain itu waran coklat pada dendeng disebabkan

    adanya penggorengan. Proses penggorengan akan menyebabkan warna pada bahan

    mengalami perubahan karena terjadi perubahan komponen kompleks menjadi komponen

    lebih sederhana yang berwarna hitam atau gelap (Winarno et al., 1980). Perubahan warna

    dendeng yang menjadi coklat sampai hitam juga disebabkan karena adanya reaksi antara

    asam amino dari protein dengan gula pereduksi, disamping disebabkan pula oleh warna gula

    yang digunakan (Winarno et al, 1980). Hal ini tidak sesuai dengan pustaka yang ada

    disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah ketebalan daging fillet yang tidak

    sama antar kelompok, dimana daging fillet pada kelompok A5 lebih tebal dari kelompok A2,

    sehingga dengan proses prendaman pada kelompok A2 yang relatif lebih singkat dari

    kelompok A5, justru diperoleh dendeng dengan warna lebih cokelat, karena larutan curing

    meresap dengan sempurna dibanding kelompok A5 yang memiliki daging fillet lebih tebal.

    Hal ini sesuai dengan pendapat Aitken et al. (1982), dimana semakin tebal daging ikan,

    proses penetrasi garam akan berjalan semakin lambat. Adapun perbedaan hasil yang

    diperoleh dengan pustaka juga dapat disebabkan karena panas yang digunakan pada proses

    deep fat fryertidak stabil, hal ini menurut Rumbay et al., (1985), akan menghasilkan produk

    yang tidak seragam. Panas yang kurang akan menyebabkan dendeng tidak matang dengan

    baik sedangkan panas yang terlalu tinggi akan menyebabkan dendeng cepat hitam/ gosong.

    Sehingga warna dendeng yang diperoleh berbeda-beda dan tidak sesuai dengan pustaka yang

    ada. Kesalahan lain yang dapat ditimbulkan adalah kesalahan pengamatan warna oleh

    praktikan, dimana ketajaman pengamatan warna dipengaruhi oleh keterbatasan indra

    penglihatan sehingga warna yang diamati menjadi kurang akurat.

    Pada pengamatan tekstur, diperoleh hasil bahwa tekstur paling lunak pada lama perendaman

    dalam larutan curing selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A4), sedangkan tekstur

    paling liat pada lama perendaman dalam larutan curing selama17 jam dan pengeringan

    selama 5,5 jam (A3). Tekstur bahan sangat erat kaitannya dengan sifat fisiokimianya.

    Pembentukan tekstur juga dipengaruhi oleh proses perendaman (Fachruddin, 1997). Menurut

    Moeljanto (1992), selama perendaman terjadi penarikan air dari permukaan badan ikan dan

    mengawetkan ikan sebelum tercapai tingkat kekeringan yang dapat menghambat atau

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    15/21

    14

    menghentikan kegitan-kegiatan mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung.

    Selain itu pembentukan tekstur juga dipengaruhi oleh proses pengeringan (Fellows, 1990).

    Sehingga seharusnya semakin lama waktu perendaman, dendeng yang dihasilkan semakin liat

    karena semakin banyak bumbu curing yang diserap daging ikan begitu juga dengan lamanya

    pengeringan, makin lama pengeringan, teksturnya semakin liat. Namun hasil yang diperoleh

    tersebut tidak sesuai dengan pustaka yang ada karena seharusnya tekstur yang paling liat

    diperoleh pada kelompok A5 dengan perendaman dan pengeringan paling lama. Hasil yang

    tidak sesuai ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yakni ketebalan daging fillet yang tidak

    sama antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Sehingga lama perendaman

    dan pengeringan yang bervariasi tidak memberikan hasil yang sama dengan pustaka yang

    ada, karena dalam pustaka diasumsikan ketebalan ikan relatif sama. Selain itu pengamatan

    secara sensori juga memiliki kelemahan, yakni keterbatasan pada indra yang digunakan oleh

    praktikan, sehingga hasil yang diperoleh menjadi tidak akurat.

    Selanjutnya adalah pengamatan aroma, menurut pustaka yang ada, aroma dendeng yang

    dihasilkan diperngaruhi oleh tiga perlakuan yakni perendaman, pengeringan dan

    penggorengan. Proses perendaman bertujuan agar bumbu lebih meresap ke dalam daging,

    sehingga aroma dan rasa yang dihasilkan lebih terasa (Fachruddin, 1997). Selain itu aroma

    berasal dari bumbu

    bumbu yang ditambahkan dalam proses pembuatan dendeng tersebut,

    misalnya gula yang berfungsi mengurangi rasa asin yang berlebihan, memberikan rasa lembut

    pada produk, dan juga berpengaruh terhadap cita rasa, aroma dan warna produk dari produk

    yang dihasilkan (Anonim, 2003). Menurut Winarno et al. (1980), proses penggorengan juga

    membuat flavor bahan pangan berubah, karena selama penggorengan digunakan minyak

    goreng yang dapat meningkatkan cita rasa. Proses pengeringan dapat menurunan tingkat

    aroma (aroma menjadi kurang tajam). Hal ini disebabkan oleh oksidasi pigmen, vitamin, dan

    lipid, selama masa penyimpanan. Laju perusakan pada aroma ini, ditentukan oleh suhu

    penyimpanan, dan kadar air pada makanan. Perubahan pada aroma ini berkaitan erat dengan

    perubahan pada rasa (Fellows, 1990). Sehingga dari pustaka tersebut seharusnya dendeng

    dengan perendaman paling lama dan pengeringan paling sebentar yang menghasilkan

    dendeng dengan aroma paling kuat (karena proses penggorengan yang dilakukan sama, maka

    diasumsikan penggorengan tidak mempengaruhi aroma yang diperoleh). Dalam praktikum ini

    diperoleh hasil pengamatan aroma adalah aroma paling tajam diperoleh pada pada lama

    perendaman dalam larutan curing selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A4),

    sedangkan aroma paling tidak tajam, diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    16/21

    15

    selama16 jam dan pengeringan selama 5 jam (A2). Jika dibandingkan dengan pustaka, maka

    dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh cukup sesuai dengan pustaka yang ada, karena

    kelompok A4, mendapat perlakuan perendaman yang cukup lama (17 jam), dengan waktu

    pengeringan yang cukup singkat (5,5 jam). Sedangkan kelompok A2, adalah kelompok yang

    mendapat perlakuan perendaman relatif singkat (16 jam) dengan lama pengeringan yang

    relatif lama. Dimana sesuai yang telah dijelaskan sebelumnya, semakin lama perendaman,

    maka aroma yang dihasilkan semakin tajam, sedangkan semakin lama pengeringan yang

    diaplikasikan, maka aroma yang dihasilkan semakin tidak tajam.

    Pengamatan selanjutnya adalah rasa, dimana menurut Fachruddin (1997), proses perendaman

    bertujuan agar bumbu lebih meresap ke dalam daging, sehingga aroma dan rasa yang

    dihasilkan lebih terasa. Sehingga proses perendaman adalah faktor yang paing berperan

    dalam rasa yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa rasa paling kuat

    diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan selama

    5 jam (A2), sedangkan rasa paling lemah diperoleh pada lama perendaman dalam larutan

    curing selama18 jam dan pengeringan selama 6 jam (A5). Hasil yang diperoleh justru

    berkebalikan dengan pustaka yang ada, seharusnya dendeng kelompok A5 memiliki rasa

    paling kuat karena mengalami proses perendaman paling lama (18 jam), sedangkan dendeng

    kelompok A2 seharusnya memiliki rasa yang paling tidak kuat. Hal ini dapat disebabkan

    karena beberapa hal, salah satunya adalah perbedaan ketebalan daging fillet ikan yang

    digunakan, karena ketajaman rasa yang dihasilkan pada dendeng ikan dipengaruhi oleh

    ketebalan pengirisan daging ikan yang digunakan. Pengirisan bertujuan untuk memperluas

    bagian ikan yang terkena oleh bumbu sehingga rasa maupun aroma bumbu lebih meresap

    pada produk dendeng yang dihasikan (Anonim, 2003). Sehingga ada kemungkinan ketebalan

    fillet daging kelompok A5 lebih tebal dibandingkan kelompok A2, sehingga hasil yang

    diperoleh tidak sesuai pustaka. Berdasarkan data pengamatan pula, sebagian besar kelompok

    menghasilkan dendeng yang masih berasa ikan, hal ini dapat disebabkan karena proses

    perendaman yang dilakukan kurang lama.

    Pengamatan terakhir adalah pengujian dendeng ikan dengan alat texture analyzer, llyod

    texture analyzer merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk mengetes tekstur

    makanan. Alat ini memiliki kapasitas gaya sebesar 500 N dan kecepatan sebesar 1-1000

    mm/menit. Model dengan kapasitas gaya yang besar dapat diukur dengan menggunakan

    single screw atau double screw, tergantung dari tingkat gaya yang diinginkan (Bourne, 2002).

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    17/21

    16

    Hardness merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat kekerasan suatu

    bahan pangan, chewiness merupakan paramater yang digunakan untuk mengukur kekenyalan

    suatu bahan pangan, adhesiveness adalah parameter untuk mengukur seberapa mudah suatu

    bahan pangan (lengket) lepas dari sesaat setelah gigitan pertama (Belewu M. A., 2001). Dari

    hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata hardness tertinggi diperoleh pada

    perlakuan perendaman dalam larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan selama 5,5

    jam (A3), sedangkan nilai rata-rata hardness terendah diperoleh pada perlakuan perendaman

    dalam larutan curing selama 16 jam dan lama pengeringan selama 5 jam (A1). Pada

    pengamatan chewiness, diperoleh bahwa nilai rata-rata chewiness tertinggi diperoleh pada

    perlakuan perendaman dalam larutan curing selama 18 jam dan lama pengeringan selama 6

    jam (A5), sedangkan nilai rata-rata chewiness terendah diperoleh pada perlakuan perendaman

    dalam larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan selama 5,5 jam (A4). Pada

    pengamatan adhesiveness, diperoleh bahwa nilai rata-rata adhesiveness tertinggi diperoleh

    pada perlakuan perendaman dalam larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan

    selama 5,5 jam (A4), sedangkan nilai rata-rata adhesiveness terendah diperoleh pada

    perlakuan perendaman dalam larutan curing selama 18 jam dan lama pengeringan selama 6

    jam (A5). Seharusnya semakin lama waktu perendaman, maka dendeng yang dihasilkan

    semakin liat karena semakin banyak bumbu curing yang diserap daging ikan. Bahan-bahan

    curing mampu menarik air keluar dari daging dan bahan-bahan curing meresap ke dalam

    daging (Fachruddin, 1997). Karena air dalam daging ikan ditarik keluar oleh larutan curing

    maka dagingnya menjadi semakin liat. Sehingga jika dikaitkan dengan ketiga parameter

    tersebut, seharusnya hardness, memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan chewiness,

    karena apabila dendeng semakin lunak maka akan terasa lebih kenyal. Seharusnya hardness

    tertinggi dan chewiness terendah diperoleh pada kelompok A5 (dengan perendaman paling

    lama dan pengeringan paling lama), sedangkan hardness terendah dan chewiness tertinggi

    diperoleh pada kelompok A1/ A2 (dengan perendaman paling sedikit dan pengeringan paling

    sedikit). Sedangkan untuk adhesiveness berhubungan dengan lama perendaman dengan

    larutan bumbu curing (mengandung gula jawa). Gula jawa bersifat lengket sehingga akan

    memberikan efek lengket pula pada dendeng yang dihasilkan ketika dilakukan penggorengan

    karena terjadi karamelisasi. Sehingga semakin lama waktu perendaman maka gula semakin

    meresap pada daging dan saat penggorengan terjadi reaksi karamelisasi yang semakin besar

    dan produk yang dihasilkan semakin lengket. Namun pada hasil percobaan hasil tidak sesuai

    dengan teori, karena adhesivenessnya memberikan nilai negatif. Perbedaan-perbedaan ini

    dapat disebabkan karena ketebalan irisan daging yang berbeda-beda. Semakin tebal daging

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    18/21

    17

    ikan, maka proses penetrasi garam akan berjalan semakin lambat (Aitken et al., 1982). Jika

    irisan daging tebal maka penetrasi larutan curing menjadi kurang, kadar air tidak banyak

    berkurang dan gula yang terserap dalam daging berkurang. Sehingga hardness, chewiness,

    dan adhesiveness yang terdeteksi oleh texture analyzermenjadi tidak akurat.

    Jurnal ?????.

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    19/21

    18

    5. KESIMPULAN Ikan tenggiri dapat memiliki panjang 90 cm dan umumnya memiliki panjang 50-70 cm,

    dengan ciri fisik kulit bagian atas berwarna abu-abu kebiruan dan bagian bawah putih-

    keperakan.

    Dendeng merupakan salah satu produk awetan daging yang mengkombinasikan proses

    curing dan pengeringan.

    Garam berfungsi untuk merangsang cita rasa, pengawet, dan menambah rasa enak pada

    produk.

    Gula berfungsi mengurangi rasa asin yang berlebihan dari proses curing, memberikan

    rasa lembut pada produk, mengurangi terjadinya efek pengerasan, meningkatkan cita rasa

    dan warna produk.

    Rempah-rempah berfungsi untuk menambah aroma, cita rasa, menambah cita rasa,

    memberikan daya awet.

    Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan sampai batas

    tertentu.

    Semakin lama waktu perendaman, maka warna coklat dari dendeng yang dihasilkan juga

    makin tua.

    Semakin lama waktu perendaman, maka tekstur dendeng yang dihasilkan semakin liat,

    aroma dendeng yang dihasilkan semakin tajam dan rasa dendeng yang dihasilkan juga

    semakin kuat.

    Semakin lama waktu perendaman, maka nilai hardness dendeng yang dihasilkan semakin

    tinggi (liat), nilai adhesiveness yang dihasilkan semakin tinggi (lengket) dan nilai

    chewiness dendeng yang dihasilkan semakin rendah (tidak kenyal).

    Semakin lama waktu pengeringan yang diaplikasikan, maka tekstur dendeng yangdihasilkan semakin lunak, aroma dendeng yang dihasilkan semakin berkurang dan rasa

    dendeng yang dihasilkan juga semakin lemah.

    Semakin lama waktu pengeringan yang diaplikasikan, maka nilai hardness dendeng yangdihasilkan semakin rendah (lunak), nilai adhesiveness yang dihasilkan semakin tinggi

    (lengket) dan nilai chewiness dendeng yang dihasilkan semakin tinggi (kenyal).

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    20/21

    19

    6. DAFTAR PUSTAKA

  • 8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)

    21/21

    20

    7. LAMPIRAN7.1.Laporan Sementara7.2.Jurnal Nasional7.3.Jurnal Internasional