Delirium
Transcript of Delirium
BAB I
PENDAHULUAN
Delirium disebut kondisi bingung akut (Acute Confusional State). Delirium
merupakan kelainan fungsi kognitif seseorang meliputi kemampuan dalam daya
ingat (memory), bahasa (language), orientasi, daya nilai (judgement), dan
pemecahan masalah. Kelainan fungsi kognitif menunjukkan gangguan atau kelainan
pada salah satu atau beberapa fungsi tersebut dan seringkali disertai gangguan
kepribadian. Kelainan ini memperlihatkan keterkaitan yang kompleks antara sistem
neurologis, psikiatri dan kondisi medis lainnya yang kemudian dihubungkan dengan
ada tidaknya gangguan kepribadian.1
Delirium adalah suatu sindrom bukan suatu sebutan untuk penyakit. Delirium
diketahui mempunyai banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang
sama yang berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif.
Sebagian besar penyebab delirium terletak diluar sistem saraf pusat, sebagai contoh
pada kasus gagal ginjal atau cirrhosis hepatis. Walaupun demikian, delirium
merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan kurang didiagnosis salah
satunya akibat banyaknya sebutan untuk sindrom ini diantaranya keadaan
konfusional akut, sindroma otak akut, ensefalopati metabolic, psikosis toksik, dan
gagal otak akut. Maksud dari DSM – IV setelah beberapa revisi dari sebelumnya
adalah untuk membantu menyatukan banyak istilah ke dalam tabel diagnostik
tunggal.
Kepentingan untuk megenali delirium adalah kebutuhan klinis untuk
mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasarnya, kebutuhan untuk mencegah
perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium.1
Delirim digolongkan menjadi beberapa subkategori berdasarkan beberapa
kasus yaitu: delirium yang diakibatkan kondisi medis umum, delirium yang berkaitan
dengan hubungan penggunaan zat, kasus multiple, delirium yang tidak dapat
dispesifikasi.
1
Delirium suatu kondisi yang tidak bisa diduga, di rumah sakit, diperkirakan 10
- 15% pasien medis mengalami delirium. Delirium biasanya ditemukan pada pasien
lanjut usia post pembedahan, khususnya mereka yang berusia diatas 50 tahun.
Faktor resiko menjadi delirium lainnya adalah demensia dini, patah tulang, infeksi
sistemik, penggunaan narkotik atau antipsikotik. Delirium dihubungkan dengan
angka kematian yang tinggi diperkirakan 40-50% dari pasien dengan delirium
meninggal dalam 1 tahun.
2
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. Definisi
Sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran,
gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi & ilusi, khas
adalah visual juga di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi.
Gangguan ini berlangsung pendek dan ber-jam hingga berhari, taraf hebatnya
berfluktuasi, hebat di malam hari, kegelapan membuat halusinasi visual &
gangguan perilaku meningkat. Biasanya reversibel. Penyebabnya termasuk
penyakit fisik, intoxikasi obat (zat). Diagnosis biasanya klinis, dengan
laboratorium dan pemeriksaan pencitraan (imaging) untuk menemukan
penyebabnya. Terapinya ialah memperbaiki penyebabnya dan tindakan
suportif.
Tanda dari delirium adalah perubahan secara cepat dari disorientasi,
kebingungan, kerusakan kognitif menyeluruh. Walaupun gejala delirium
diantara pasien berbeda, beberapa menujukkan ciri khas gangguan kesadaran
ditandai dengan hilangnya kewaspadaan terhadap lingkungan, sulit
berkonsentrasi, perhatian terbagi, kerusakan kognisi, gangguan persepsi
(contoh ilusi). Pada suatu saat, pasien bisa tampak normal tapi kemudian
dalam beberapa hari menjadi disorientasi dan berhalusinasi. Gejala lainnya
yang khas dari delirium adalah gangguan siklus tidur-bangun, terjaga malam
hari, disorientasi tempat, tanggal, orang, inkoherens, cepat lelah, agitasi dan
somnolen. bercirikan adanya suatu gangguan kesadaran, rusaknya perhatian,
dan perubahan dalam kognisi. Gambarannya adalah suatu
ketidakwaspadaan/ketidakpedulian terhadap lingkungan yang merupakan
suatu konsekwensi dari kondisi medis yang dibuktikan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, hasil laboratorium. Delirium berubah secara cepat dari waktu
ke waktu (tiap jam/tiap hari) dan berfluktuasi dalam sehari. Gejala tersebut
biasanya tanda suatu keadaan gawat darurat medis.1,2
3
II. 2. Etiologi
Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sistem saraf pusat (sebagai
contoh abses otak, stroke, trauma kecelakaan, keadaan postictal ). Penyebab
lainnya yang sering didapat adalah gangguan sistemik ( sebagai contoh aritmia dini
pada pasien usia lanjut seperti fibrilasi atrium dan iskemia jantung ). Delirium sering
timbul pada orang yang mempunya riwayat medis serius, bedah, penyakit
neurologik, mereka yang berada dalam intoksikasi obat atau putus obat. Karena
perkembangan delirium dapat menjadi petunjuk pertama gangguan fisik, adanya
delirium mengharuskan pencarian penjelasan medisnya sesegra mungkin. Karena
delirium adalah suatu gejala bukan suatu penyakit, lebih baik delirium dilihat sebagai
jalan terakhir dari beberapa penyebab penyakit. Gangguan metabolik dengan
infeksi, panas, hipoksia, hipoglikemia, keadaan putus obat atau keracunan obat,
encephalopati hepatic, biasanya menyebabkan delirium. Delirium dapat dipengaruhi
oleh lingkungan, tetapi lingkungan tidak dapat mempengaruhi delirium.
Penyebab delirium
Penyebab intrakranial
Epilepsi atau keadaan pasca kejang
Trauma otak ( terutama gegar )
Infeksi
Meningitis
Emsefalitis
Neoplasma
Gangguan vaskular
Penyebab ekstrakranial
Obat – obatan ( ditelan atau putus ) dan racun
4
Obat antikolinergik
Antikonvulsan
Obat antihipertensif
Obat antiparkinson
Obat antipsikotik
Glikosida jantung
Cimetidine
Clonidine
Disulfiram
Insulin
Opiat
Phenocyclidine
Phenytoin
Ranitidine
Salisilat
Sedatif ( termasuk alkohol ) dan hipnotik
Steroid
Racun
Karbonmonoksida
Logam berat
Disfungsi endokrin
Hiposfisis
Pankreas
Adrenal
5
Paratiroid
Tiroid
Penyakit organ nonendokrin
Hati
Ensefalopati hepatik
Ginjal dan saluran kemih
Ensefalopati uremik
Paru – paru
Narkosis karbon dioksida
Hipoksia
Sistem Kardiovaskular
Gagal jantung
Aritmia
Hipotensi
Penyakit defisiensi
Defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau
asam folat
Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis
Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab
apapun
Keadaan pascaoperatif
Trauma ( kepala atau seluruh tubuh )
Tabel 1. Penyebab Delirium Diperoleh dari Diagnostic and Statstical Manual of Mental
Disorder, 4th edition
6
II. 3.Patofisiologi
Neurotransmitter utama yang dihipotesiskan berperan pada delirium
adalah asetilkolin, dan daerah neuroanatomis utama adalah formasi retikularis.
Beberapa jenis penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang
menginduksi delirium menyebabkan penurunan aktivitas asetilkolin di otak.
Selain itu, penyebab delirium lain yang sering adalah toksisitas dari banyak
medikasi yang diresepkan yang memiliki aktivitas antikolinergik.1,2,3
II. 4. Epidemiologi
Usia lanjut adalah faktor resiko utama untuk perkembangan delirium. Kita-
kira 30-40% pasien rawat di rumah sakit berusia lebih dari 65 tahun mempunyai
suatu episode delirium. Faktor predisposisi lainnya untuk perkembangan
delirium adalah usia yang muda (yaitu, anak-anak), cedera otak yang telah ada
sebelumnya (sebagai contohnya: demensia, penyakit kardiovaskular, tumor),
riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes, kanker, gangguan sensoris
(misalnya, kebutaan), dan malnutrisi. Adanya delirium merupakan tanda
prognostik yang buruk.Angka mortalitas tiga bulan pada pasien yang mempunyai
suatu episode delirium diperkirakan adalah 23 – 33 %. Angka mortalitas satu
tahun untuk pasien yang mempunyai suatu episode delirium mungkin mencapai
50%.4
II. 5. Manifestasi Klinis
Kesadaran (Arousal)
Gambaran kunci dari suatu delirium adalah suaru gangguan kesadaran
yang oleh DSM- IV digambarkan sebagai ”penurunan kejernihan kesadaran
terhadap lingkungan, dengan penurunan untuk memusatkan, mempertahankan
atau mengalihkn perhatian. Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan
pada pasien dengan delirium, satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang
berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan
kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat
seringkali mempunyai delirium hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda
7
otonomik, seperti kemerahan kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil
berdilatasi, mual, muntah, dan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif
kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik, atau mengalami
demensia.
Orientasi
Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus diuji pada seorang
pasien dengan delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali hilang bahkan pada
kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk
mengenali orang lain (sebagai contohnya, dokter, anggota keluarga) mungkin
juga terganggu pada kasus yang berat. Pasien delirium jarang kehilangan
orientasi terhadap dirinya sendiri.
Bahasa dan Kognisi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa.
Kelainan dapat berupa bicara yang melantur, tidak relevan, atau
membingungkan (inkoheren) dan gangguan kemampuan untuk mengerti
pembicaraan. Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien
delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk
menyusun, mempertahankan dan mengingat kenangan mungkin terganggu,
walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Disamping
penurunan perhatian, pasien mungkin mempunyai penurunan kognitif yang
dramatis sebagai suatu gejala hipoaktif delirium yang karakteristik. Pasien
delirium juga mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan
mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang-kadang paranoid.
Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum
untuk membedakan. Stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi
sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka. Halusinasi relatif sering pada
pasien delirium. Halusinasi paling sering adalah visual atau auditoris walaupun
halusinasi dapat taktil atau olfaktoris. Ilusi visual dan auditoris adalah sering
pada delirium.
8
Suasana Perasaan
Pasien dengan delirium mempunyai kelainan dalam pengaturan suasana.
Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang
tidak beralasan. Kelainan suasana perasaan lain adalah apati, depresi, dan
euforia.
Gejala Penyerta
Gangguan tidur - bangun
Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu. Paling
sedikit mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap di
tempat tidurnya atau di ruang keluarga. Seringkali keseluruhan siklus tidur-
bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien seringkali
mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur, situasi klinis yang
dikenal luas sebagai sundowning.
Gejala neurologis
Gejala neurologis yang menyertai, termasuk disfagia, tremor, asteriksis,
inkoordinasi, dan inkontinensia urin.
II. 6. Pemeriksaan dan diagnosis.
Evaluasi medis harus dilakukan, dimulai dari anamnesis yang terliti dan
pemeriksaan fisik lengkap. Sebaiknya bertanya pada orang yang mengenal
kondisi pasien karena pasien mungkin tidak dapat memberikan informasi
tentang dirinya. Perhatikan tanda-tanda neurologik fokal, termasuk lumpuh,
hilangnya kemampuan panca indera, papiledema, tanda kerusakan lobus frontal
sebagai petunjuk ada kemunduran keadaan umum.
Uji laboratorium yang dilakukan adalah darah rutin dan urine rutin.
Pemeriksaan lainnya seperti foto rontgen thoraks, CT Scan, MRI otak, EKG,
kebal gungsi (pada beberapa kasus), screening zat toksik, analisa gas darah,
EEG. Hasil laboratorium bervariasi tergantung dari penyebab delirium. Pasien
delirium cenderung terdapat peningkatan suhu yang dapat dilihat dengan
9
Proses akut dan berfluktuasi
Gangguan perhatian/ konsentrasi (inattention)
Perubahan kesadaranGangguan proses fikir
Sindroma delirium
adanya ketidak stabilan saraf otonom dan tanda adanya infeksi penyebab EEG
yang ditemukan sering tidak normal.
Berdasarkan DSM-IV telah disusun algoritme (disebut Confusion
Assessment Methode-CAM) untuk menegakkan diagnosis sindroma delirium.
Algoritme tersebut ditambah dengan uji status mental (Mini-mental State
Examination/MMSE, Delirium Rating Scale) yang lain dapat dipakai sebagai
baku emas diagnosis. 2
Gambar: Confusion assessment method untuk sindroma delirium
Masalah utama dalam diagnosis banding adalah membedakan delirium
dari suatu kondisi kebingungan yang ada pada pasien skizofrenia atau
gangguan mood pasien delirium lebih sering timbul dalam keadaan akut,
kebingungan menyeluruh dan ada gangguan dalam perhatian. Halusinasi pada
delirium terpecah dan tidak terorganisir dan cenderung menjadi halusinasi
visual atau taktil berlawanan dengan halusinasi dengan yang didapat pada
pasien dengan gangguan psikotik. Riwayat keluarga penderita delirium jarang
memiliki penyakit psikiatrik. Namun, penyakit psikiatri tidak menutup
kemungkinan disertai delirium.
10
Kriteria Diagnostik untuk Delirium Karena Kondisi Medis Umum:
a. Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap
lingkungan) dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan,
mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
b. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat disorientasi, gangguan bahasa)
atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan
demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang
sedang timbul.
c. Ganguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (biasanya beberapa
jam sampai hari dan cenderung berfluktuasi selama perjalanan hari.
d. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis
langsung dari kondisi medis umum.
Catatan penulisan :Masukkan nama kondisi medis umum dalam Aksis I, misalnya,
delirium karena ensefalopati hepatik; juga tuliskan kondisi medis umum pada Aksis
III.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan standar
Kimia darah (termasuk elektrolit, indeks ginjal dan hati, dan glukosa)
Hitung darah lengkap (CBC) dengan defensial sel darah putih
Tes fungsi tirod
Tes serologis untuk sifilis
Tes antibodi HIV (human Immunodeficiency virus)
Urinalisa
Elektrokardiogram (EKG)
Elektroensefalogram (EEG)
Sinar X dada
11
Skrining obat dalam darah dan urin
2. Tes tambahan jika diindikasikan
Kultur darah, urin, dan cairan serebrospinalis
Konsentrasi B12, asam folat
Pencitraan otak dengan tomografi komputer (CT) atau pencitraan resonansi
magnetik (MRI)
Pungsi lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinalis
II. 7. Diagnosis Banding
- Demensia
Penting untuk dapat membedakan delirium dengan demensia. Berbeda
dengan onset delirium yang tiba – tiba, onset demensia biasanya perlahan-
lahan. Walaupun kedua kondisi melibatkan gangguan kognitif, perubahan
demensia adalah lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi
selama perjalanan sehari. Kadang – kadang dalam delirium dapat terjadi pada
pasien yang menderita demensia, suatu keadaan yang dikenal sebagai
pengaburan demensia ( beclouded dementia ). Suatu diagnosis delirium dapat
dibuat pada pasien dengan beclouded dementia jika terdapat riwayat definitif
tentang demensia yang telah ada sebelumnya.
Gambaran Delirium Demensia
12
Gangguan daya ingat + + + + + +
Gangguan berpikir + + + + + +
Gangguan pertimbangan + + + + + +
Pengaburan kesadaran + + + -
Defisit atensi mayor + + + +*
Fluaktuasi selama sehari + + + +
Disorientasi + + + + +
Gangguan persepsi yang jelas + + +
Bicara inkoheren + + +*
Gangguan siklus tidur-bangun + + + + *
Eksaserbasi nokturnal + + + *
Tilikan + + + ♦
Onset akut atau subakut + + -҂
Tabel 2. Frekuensi Gambaran Klinis Delirium dibandingkan Demensia
+++ Selalu ada
++ Biasanya ada
+ Kadang – kadang ada
J̶ Biasanya tidak ada
* Lebih sering pada stadium lanjut dari demensia
♦ Ditemukan selama interval jernih ( interval lucid ), atau saat pemulihan dari
delirium, ditemukan selama stadium awal dari demensia
҂ Onset mungkin akut atau subakut pada beberapa demensia, misalnya, demensia
multi-infark, hipoksemsia, demensia reversibel tertentu.
Perbedaan klinis delirium dan Demensia
Gambaran Delirium Demensia
13
Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik
Awal Cepat Lambat laun
Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi, dehidrasi, guna/putus obat
Biasanya penyakit otak kronik (spt Alzheimer, demensia vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan sakit Naik turun Kronik progresif
Taraf kesadaran Naik turun Normal
Orientasi Terganggu, periodic Intak pada awalnya
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat
Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata Jangka pendek & panjang terganggu
Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal
Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya
Atensi & kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu
Reversibilitas Sering reversible Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum. 3
- Psikosis atau Depresi
Delirium juga harus dibedakan dari skizofrenia dan gangguan depresif.
Pasien dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk menstimulasi gejala
delirium, tetapi, mereka biasanya mengungkapkan sifat berpura – pura dari
gejalanya dengan inkonsistensi pada pemeriksaan status mentalnya, dengan EEG
dapat secara mudah memisahkan kedua diagnosis. Beberapa pasien dengan
gangguan psikotik, biasanya skizofrenia, atau episode manik mungkin mempunyai
episode perilaku yang sangat terdisorganisasi yang mungkin sulit dibedakan dari
delirium. Tetapi, pada umumnya, halusinasi dan waham pada skizofrenik biasanya
tidak mengalami perubahan dalam tingkat kesadaran atau orientasinya. Pasien
dengan gejala hipoaktif dari delirium mungkin tampak agak mirip dengan pasien
14
yang depresi berat tetapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Diagnosis psikiatrik
lain yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding delirium adalah gangguan
psikotik.singkat, gangguan skizofreniform dan gangguan disosiatif.2,5
II. 8. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan
delirium. Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan
fisik, sensorik, dan lingkungan. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin
memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat
yang terpilih untuk psikosis adalah haloperidol ( Haldol ), suatu obat antipsikotik
golongan butirofenon, dosis awal antara 2 - 10 mg IM, diulang dalam satu jam
jika pasien tetap teragitasi, segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam
cairan konsentrat atau bentuk tablet dapat dimulai, dosis oral kira – kira 1,5 kali
lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis harian efektif total haloperidol
5 - 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol (Inapsine) adalah
suatu butirofenon yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternatif,
monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini.
Insomnia diobati dengan golongan benzodiazepin dengan waktu paruh
pendek, contohnya, hidroksizine (Vistaril) dosis 25 - 100 mg.2,3
Penatalaksanaan Klinis
Pertama, kondisi medis diperbaiki seoptimal mungkin. Sampai kondisi
baik, pemantauan harus tetap dilakukan untuk mempertahankan kesehatan
dan keselamatan pasien, termasuk observasi rutin, perawatan konsisten,
menenangkan dengan penjelasan sederhana secara berulang. Mengurangi
ketegangan jiwa diperlukan oleh pasien dengan agitasi tinggi meskipun
pengalaman menunjukkan bahwa pada beberapa pasien cenderung
mengalami peningkatan agitasi. Rangsangan eksternal diperkecil. Karena
bayangan atau kegelapan mungkin menakuti mereka. Pasien delirium sangat
sensitif terhadap efek samping obat, jadi pengobatan yang tidak perlu harus
dihentikan termasuk golongan hipnotik-sedatif (contoh benzodiazepin). Pasien
15
dengan agitasi tinggi ditenangkan dengan dosis rendah obat antipsikotik
potensi tinggi (contoh : haloperidol, thiothixene). Obat dengan efek
antikolinergik seperti klorpomazine, tioridazin di hindari karena dapat
memperburuk atau memperpanjang delirium. Kenyataannya, tingkat
antikolinergik plasma yang memicu delirium ditemukan pada pasien-pasien
bedah. Bila sedasi diperlukan gunakan dosis rendah benzodiazepin dengan
kerja singkat seperti oxazepam, lorazepam.
Rekomendasi untuk penatalaksanaan Delirium
Lingkungan rumah sakit yang tenang, penerangan yang baik adalah terapi yang
baik untuk pasien.
1. Pribadi yang konsisten menenangkan pasien delirium
2. Secara rutin pasien dilatih mengingat hari, tanggal, waktu dan situasi dalam ruangan
pasien
3. Pengobatan untuk penatalaksanaan tingkah laku harus di batasi
Hanya obat-obatan yang penting diberikan pada pasien, polifarmasi harus dihindari
Hipnotik-sedatif dan ansiolitik harus dihindari
Tingkah laku yang sulit dikoreksi diberikan neuroleptik dosis rendah, benzodiazepin
dengan kerja singkat
II. 9. Prognosis
Onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (kegelisahan dan
ketakutan) dapat terjadi pada hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala
delirium biasanya berlangsung selama faktor penyebab yang relevan
ditemukan, walaupun delirium biasanya berlangsung kurang dari 1 minggu
setelah menghilangnya faktor penyebab, gejala delirium menghilang dalam
periode 3 - 7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin memerlukan waktu 2
minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan
semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang
16
diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Beberapa pada lanjut usia susah
untuk diobati dan bisa melanjut jadi kronik. Morbiditas dan mortalitas lebih
tinggi pada pasien yang masuk sudah dengan delirium dibandingkan dengan
pasien yang menjadi delirium setelah di Rumah Sakit. Beberapa penyebab
delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor iatrogenik, toxisitas obat,
gangguan keseimbangan elektrolit biasanya cepat membaik dengan
pengobatan.
BAB III
PENUTUP
17
Delirium merupakan gangguan fungsi otak sementara dengan gejala yang
paling sering ditemui seperti gangguan kognitif global, perubahan aktivitas
psikomotor, perubahan siklus tidur, serta perubahan kesadaran yang terjadi akut dan
berfluktuatif. Gangguan ini berlangsung pendek dan berjam hingga berhari,
berfluktuasi, hebat di malam hari, kegelapan membuat halusinasi visual & gangguan
perilaku meningkat.
Delirium sering tidak terdiagnosis dengan baik karena berbagai sebab.
Evaluasi dan pengobatan delirium yang tepat adalah penting bukan hanya untuk
psikiater tetapi untuk semua dokter.
Keterlambatan diagnosis memperpanjang masa rawat dan meningkatkan
mortalitas. Penatalaksanaan pasien terutama ditujukan untuk mengidentifikasikan
serta menatalaksanakan faktor pencetus serta predisposisi dan ia melibatkan
penatalaksanaan farmokologik dan non farmakologik. 2
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Sadock BJ, Sadock VA. Comprehensive textbook of psychiatry. 7th editon.
2000. Hal 75-80.
2. Soejono CH. Sindrom delirium. Buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas
kedokteran Indonesia. Jilid 3 edisi 4. 2008. Hal 1423-6.
3. NN. Delirium. Diunduh dari http://www.idijakbar.com/prosiding/delirium , 12
April 2011.
4. NN. Delirium. diunduh dari www.emedicine.com, 12 April 2011.
5. NN. Delirium. diunduh dari www.medicastore.com, 12 April 2011.
6. NN. Delirium .diunduh dari www.nlm.nih.gov, 12 April 2011.
7. NN. Confusion assessment method. Diunduh dari
http://www.healthcare.uiowa.edu/igec/tools/cognitive/CAM.pdf , 12 April 2011.
19