definisi kusta

download definisi kusta

of 8

Transcript of definisi kusta

DEFINISI Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. ETIOLOGI Mycobacterium leprae adalah penyebab dari kusta. Sebuah bakteri yang tahan asam M.leprae juga merupakan bakteriaerobik, gram positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi oleh membran sel lilin serta bersifat obligat intrasel. M. leprae belum dapat dikultur di laboratorium. Ditemukan pada banyak tipe sel yang berbeda, paling sering dalam makrofag tetapi juga dalam sel schwan dari saraf, sel-sel otot, sel endotel pembuluh darah, melanosit di kulit dan kondrosit dari kartilago. Masa belah dari kuman kusta memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman yang lain, yaitu 12-21 hari. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama, yaitu sekitar 2-5 tahun. Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multibasiler (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Meskipun cara masuk M. leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh M. leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis DIAGNOSIS & PEMERIKSAAN Diagnosis Morbus Hansen atau penyakit kusta pada penderita ini berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang Dari anamnesis didapatkan adanya keluhan berupa bercak dan penebalan yang kemerahan diseluruh tubuh sejak 1 tahun yang lalu dengan perkembangan lambat dan tidak hilang timbul serta mati rasa. Pada pemeriksaan fisik status dermatologis ditemukan pada regio generalisata tampak papula eritematosa dan makula hipopigmentasi dengan ukuran bervariasi dimana pada pemeriksaan sensibilitas dengan tes rasa suhu, raba dan dingin ditemukan hipoestesi pada daerah lesi. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan pembesaran dan penebalan nervus auricularis magnus, nervus ulnaris dan nervus peroneus lateral. Pada pemeriksaan bakterioskopik didapatkan hasil BTA positif pada lesi aktif dan aurikula dekstra dan sinistra. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda utama) yaitu:

1. Bercak kulit yang mati rasa; bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap terhadap rasa raba, rasa suhu dan rasa nyeri. 2. Adanya penebalan saraf tepi; dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu: a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa b. Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu. 3. Ditemukan kuman tahan asam; dari bahan pemeriksaan berupa hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf. Pada penderita ini didiagnosis dengan morbus Hansen tipe multi basiler karena didapatkan > 5 lesi dengan distribusi simetris dengan hilangnya sensasi yang kurang jelas dan mengenai banyak cabang saraf dengan BTA positif. Hal ini sesuai dengan klasifikasi dan modifikasi WHO untuk kepentingan program kusta. Diagnosis Banding Tipe I (makula hipopigmentasi): tinea versikolor, vitiligo, pitiriasis rosea, dermatitis seboroika atau dengan liken simpleks kronik. Tipe TT (makula eritematosa dengan pinggir meninggi): tinea korporis, psoriasis, lupus eritematosus tipe diskoid atau pitiriasis rosea. Tipe BT, BB, BL (infiltrat merah tak berbatas tegas): selulitis, erisipelas atau psoriasis. Tipe LL (bentuk nodula): lupus eritematosus sistemik, dermatomikosis atau erupsi obat. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan bakterioskopik Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan Ziehl Neelsen. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung M. leprae. (Cara) Pertama-tama kita harus memilih tempat-tempat di kulit yang diharapkan paling padat oleh basil. Tempat yang akan diambil kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 tempat lain yang paling aktif, berarti yang paling eritematosa dan paling infiltratif. Pemilihan kedua telinga tersebut tanpa menghiraukan ada tidaknya lesi di tempat tersebut, oleh karena atas dasar pengalaman tempat tersebut diharapkan mengandung basil yang paling banyak. Perlu diingat bahwa setiap tempat pengambilan harus dicatat, guna pengambilan kemudian di tempat yang sama pada pengamatan pengobatan untuk dibandingkan hasilnya.

Cara pengambilan bahan dengan menggunakan scalpel steril. Setelah tempat tersebut didesinfeksikan, lalu diusahakan agar tempat tersebut, dengan jalan dipijit, menjadi iskemik agar kerokan jaringan mengandung sesedikit mungkin darah yang akan mengganggu gambaran sediaan. Irisan yang dibuat harus sampai di dermis melampaui subepidermal clear zone agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengandung sel Virchow (sel lepra) yang di dalamnya mengandung basil M.leprae. Kerokan jaringan itu dioleskan di gelas alas, difiksasi di atas api, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yang klasik, yaitu Ziehl Neelsen. M.leprae tergolong basil tahan asam (BTA), akan tampak merah pada sediaan. Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular). Bentuk solid adalah basil hidup, sedang fragmented dan granular bentuk mati. Secara teori penting untuk membedakan antara yang mati, sebab bentuk yang hidup itulah yang lebih berbahaya, karena dapat berkembang biak dan dapat menularkan ke orang lain. Dalam praktek sukar sekali menentukan solid dan nonsolid, oleh karena dipengaruhi oleh banyak macam faktor. Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri (I.B) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut RIDLEY. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandangan (LP). 1 + bila 1-10 BTA dalam 100 LP 2 + bila 1-10 BTA dalam 10 LP 3 + bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP 4 + bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP 5 + bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP 6 + bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP Semuanya dilihat dengan mikroskop cahaya dengan minyak emersi. IB seseorang adalah IB rata-rata semua lesi yang dibuat sediaan. Indeks Morfologi (IM) adalah prosentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan nonsolid. Rumusan : Jumlah solid _____________________ x 100 % = %

Jumlah solid + nonsolid Syarat perhitungan IM : - Jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA - IB 1 + tidak usah dibuat IM nya, karena untuk mendapat 100 BTA harus mencari dalam 1000 sampai 10.000 lapangan. - Mulai dari IB 3+ ke atas harus dicari IM nya, sebab dengan IB 3 + hanya maksimum harus dicari dalam 100 lapangan. Contoh perhitungan IB dan IM : Tempat pengambilan Telinga kiri Telinga kanan Ujung jari tangan kiri Ujung jari tangan kanan Lesi I Lesi II Ib 4+ 3+ 1+ 2+ 3+ 5+ 18 Solid 9 8 1 7 8 33 Nonsolid 91 92 5 22 93 92 395 IM 9% 8% 1/23 7% 8%

IB penderita : 18/6 = 3+ IM penderita : _33____ x 100 % = % 33+395 2. Pemeriksaan histopatologik Pemeriksaan histopatologik pada penyakit kusta biasanya dilakukan untuk memastikan gambaran klinik, misalnya kusta indeterminate atau penentuan klasifikasi kusta. Disini umumnya dilakukan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (H.E) dan pengecatan tahan asam untuk mencari basil tahan asam (BTA). 3. Pemeriksaan serologik Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M. leprae. Jenis antibodi yang terbentuk bermacam-macam, karena terdapat berbagai jenis antigen, misalnya antigen golongan lipopolisakarida yang

berasal dari kapsul kuman, antigen protein yang berasal dari inti sel dan lain lain. Antibodi yang terbentuk bersifat spesifik dan non-spesifik. y Uji MLPA (Mycobacterium leprae particle agglutination) Tekhnik ini dikembangkan oleh Izumi dkk. Dengan dasar reaksi antigen-antibodi yang akan menyebabkan pengendapan (aglutinasi) partikel yang terikat akibat reaksi tersebut. Karena mudah dilaksanakan dan cepat diketahui hasilnya (hanya diperlukan waktu sekitar 2 jam), tekhnik ini banyak dipakai untuk skrining mencari kasus kusta subklinik di daerah endemik kusta. y Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent Assay) Uji ini merupakan uji laboratorik yang memerlukan peralatan khusus serta keterampilan tinggi, sehingga dalam penyakit kusta hanya dilakukan untuk keperluan khusus, misalnya untuk penelitian atau kasus tertentu. Keuntungan uji ELISA ini ialah sangat sensitif, sehingga dapat mendeteksi antibodi dalam jumlah yang sangat sedikit. Prinsip uji ELISA adalah mengukur banyaknya ikatan antigen-antibodi yang terbentuk dengan memberi label pada ikatan tersebut. Bila uji ini digunakan untuk memantau hasil pengobatan penyakit kusta, penurunan antibodi spesifik bisa terlihat jelas dengan memeriksa serum penderita secara berkala setiap 3 bulan sekali. y ML dipstick Pemeriksaan serologik dengan menggunakan Micobacterium leprae dipstick (ML dipstick) ditujukan untuk mendeteksi antibodi IgM yang spesifik terhadap M. leprae. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis terutama untuk kusta stadium awal, pemantauan hasil pengobatan dan deteksi adanya relaps serta membedakannya dengan reaksi reversal. 4. Pemeriksaan reaksi rantai polimerase (Polimerase chain reaction/PCR) Prinsip PCR ini adalah menggandakan suatu potongan rantai DNA tertentu dari DNA kuman, sehingga jumlahnya berlipat ganda dan bisa dilihat sebagai pita protein pada medan elektroforesa. Pemeriksaan PCR pada penyakit kusta sangat berguna dalam mendeteksi adanya basil kusta di jaringan, apabila gejala klinis maupun histopatologis tidak menyokong diagnosis kusta. Pemeriksaan ini jauh lebih sensitif dari pengecatan Ziehl Neelsen maupun Wade Fite/ Fite Faraco untuk mendeteksi basil tahan asam (BTA). Pemeriksaan Fungsi Saraf Anamnesisy y y

Keluhan penderita Riwayat kontak dengan penderita Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomi.

Inspeksi Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan kulit.

Palpasiy y

Kelainan kulit, nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan kaki. Kelainan saraf :

Pemeriksaan saraf, termasuk meraba dengan teliti : N.fasialis, N.auricularis magnus, N.ulnaris, N.radialis, N.medianus, N.poplitea lateralis dan N.tibialis posterior. Pemeriksa harus mencatat, adanya nyeri tekan dan penebalan saraf. Raut wajah penderita perlu diperhatikan, apakah kesakitan atau tidak pada waktu saraf diraba. Cara pemeriksaan saraf : 1. 2. 3. 4. 5. 6. bandingkan saraf bagian kiri dan kanan. membesar atau tidak bentuk bulat atau oval pembesaran regular (smooth) atau irregular. perabaan keras atau kenyal nyeri atau tidak.

Gejala-gejala kerusakan saraf : N. ulnaris : - anastesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis. - clawing jari kelingking dan jari manis. - atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial. N. medianus : - anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah - tidak mampu aduksi ibu jari - clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah - ibu jari kontraktur - atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral N. radialis : - anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk - tangan gantung (wrist drop)

- tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan N. poplitea lateralis : - anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis - kaki gantung (foot drop) - kelemahan otot peroneus N. tibialis posterior : - anestesia telapak kaki - claw toes - paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis N. fasialis : - cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus - cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir N. trigeminus : - anestesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata Tes fungsi saraf Gunakan kapas, jarum, serta tes tabung hangat dan dingin. Tes sensoris - Rasa suhuy y y y

dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi air panas (sebaiknya 40oC) yang lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 20o) mata penderita ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai sebelumnya dilakukan tes control pada daerah kulit yang normal, untuk memastikan bahwa orang yang diperiksa dapat membedakan panas dan dingin. bila pada daerah yang dicurigai tersebut beberapa kali penderita salah menyebutkan rasa pada tabung yang ditempelkan, maka dapat disimpulkan bahwa sensasi suhu di daerah tersebut terganggu

- Rasa raba Dengan kapas atau sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa perasaan dengan menyinggung kulit. Yang diperiksa harus duduk pada waktu pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa disinggung bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disinggung dengan jari telunjuknya dan dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan sepotong kain/karton. Tanda-tanda di kulit dan bagian-bagian kulit lain yang dicurigai, diperiksa sensibilitasnya. Harus diperiksa sensibilitas kulit yang sehat dan kulit yang tersangka diserang kusta. Bercak-bercak di kulit harus diperiksa di tengahnya dan jangan di pinggirnya. - Rasa nyeri Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan pasien dalam keadaan sambil menutup mata harus mengatakan tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul. Tes motoris : Voluntary muscle test (VMT) Tes otonom yaitu tes anhidrosis : 1. Tes dengan pinsil tinta (tes Gunawan) Pinsil tinta digariskan mulai dari daerah kulit yang normal, melewati macula yang dicurigai terus sampai ke daerah kulit normal kembali. Pada kulit normal tinta akan luntur. Sedangkan pada kulit abnormal tinta tidak luntur. 2. Tes histamin - Daerah kulit pada makula dan perbatasannya disuntik dengan histamine subkutan. - Setelah beberapa menit tampak daerah kulit normal berkeringat, sedangkan daerah anhidrosis tetap kering. Deformitas pada kusta sesuai dengan patofisiologinya, terdiri atas : y Deformitas primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi M.leprae yang mendesak dan merusak jaringan sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktur respiratorius atas, tulang-tulang jari dan wajah. y Deformitas sekunder sebagai akibat kerusakan saraf.