De-convergence Newsroom Media, Lani Diana, FIKOM UMN, 2017kc.umn.ac.id/5203/3/LAMPIRAN.pdfLAMPIRAN ....
-
Upload
nguyenquynh -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of De-convergence Newsroom Media, Lani Diana, FIKOM UMN, 2017kc.umn.ac.id/5203/3/LAMPIRAN.pdfLAMPIRAN ....
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
LAMPIRAN
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
LAMPIRAN
Informan 1: Direktur Utama Tempo-Toriq Hadad
konvergensi di tempo kaya gimana?
saya mulai dari pengertian konvergensi yang saya alami atau yang dijalankan oleh
tempo. jadi memang konvergensi ini adalah mengumpulkan tenaga wartawan
dalam satu newsroom dan kemudian mereka dibagi2 dalam berbagai
kompartemen. jadi dit empo itu paling tidak ada 9 kompartemen mulai dari
politik, ekonomi, investigasi, metro, dan seterusnya. jadi kalau dulu majalah,
koran , tempo.co itu pny pasukannya sendiri2, kalau sekarang engga. jadi
pembagiannya itu berdasarkan kompartemen. katakanlah kita ambil contoh
kompartemen nasional atau kompartemen politik, sama. jadi seluruh wartawan
yang di kompartemen politik itu dibagi menjadi orang yang mengerjakan konten
majalah dan tempo.co, konten koran dan tempo.co. jadi dua, tiap2 orang itu
mempunyai di dua platform. nah ini yang dicoba dan diterapkan sampai sekarang.
dan konsep ini pada dasarnya masih bertahan sampai sekarang. waktu kita pindah,
itu memang ada semacam kita coba satu kebijakan yang baru. orang2 yang ada di
konten cetak itu keterlibatan di digtalnya memang sedang kita evaluasi. jadi ini
belum selesai. keterlibatan mereka didigtal itu sedang kita pikirkan. misalnya
orang2 yang mengerjakan koran, jadi dia pada jam2 tertentu juga akan upload
untuk tempo.co misalnya. atau orang2 yang terlibat di dalam media cetak koran
ini nanti secara berkala katakanlah dia di dlm 6 bulan itu dia pindah ke tempo.co
selama 1 bulan. yang jelas memang kita ingin setiap orang 80% mengerjakan
platform cetak, kemudian 20% mengerjakan platfrom digital. itu untuk mereka
yang terlibat di media cetak. tapi yang terlibat di media digital, mereka benar2
fully digital sekarang. dan keterlibatannya di cetak itu 20%, jadi terbalik
komposisinya. jadi kalau dibilang penurunan level sebenernya engga, pada
dasarnya nanti diujung2nya tetep 80 20. cuma karena kita ga pny banch mark, kita
gaa pny contoh media di indonesia yang pny experience ini, kita coba2 sendiri
mencari mana formula yang paling cocok untuk tempo supaya setiap orang itu
bisa mengerjakan baik platform cetak maupun digital. tetep dengan dua itu. ini
yang sedang kita coba. krn pada dasarnya pada satu titik tempo harus berubah
fully digital player. jadi kita menjadi pemain digital yang bener2 100% lah. itu
kita arahnya ke sana. cuma kita blm tau itu kapan akan terjadi. kalau lani
mengikuti tentu mendengar lah ya bahwa di beberapa tempat saya dengar kompas
cetak udah motong karyawannya 20 atau 50% krn mereka yang terbiasa dengan
cetak ga lagi fit untuk bekerja di digital. jadi kembali ke pertanyaan kamu, pada
dasarnya konvergensi tempo dalam pengertian bahwa setiap orang mengerjakan
lebih dari satu platform, nah itu pengertian saya, dia mengerjakan platform cetak,
tp pada saat yang sama produknya juga tampil di digital. konsep itu terus kita
perbaiki, terus kita sempurnakan dan tidak hanya berlaku atau tidak hanya kita
terapkan untuk wartawan. begitu juga dengan desain, begitu juga dengan orang2
di tata letak, foto juga sama, mereka juga ada tuntutan untuk bekerja lebih dari
satu platform. jadi, saya merasa bahwa jalan yang diambil oleh tempo itu adalah
satu keharusan. kita ga bs lagi di jaman sekarang ini pny kemewahan untuk
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
menghidupi hanya wartawan yang bekerja untuk cetak saja, terlalu mahal
biayanya. jadi konvergensi itu ada juga satu aspeknya adalah untuk efisiensi.
temen2 di media majalah misalnya merencanakan, nanti mereka terbit katakanlah
hari senin. nanti di hari rabu atau kamis mereka akan bikin updating dari apa yang
mereka terbitkan itu untuk platform digital. nah ini juga perkembangannya. kalau
koran barangkali di tengah2 hari nanti mereka akan ada updating. jadi pagi kita
lihat nih berita malaysia buruh 1,5 juta pekerja migran dari indonesia, ini siapa
yang belum diwawancara misalnya kaya gitu. nanti di jam 12 kita dpt wawancara
siapa gitu, menteri tenaga kerja malaysia misalnya, oh bener gini2. itu kita ga
akan nunggu sampai besok tapi kita udah akan edit di koran tempo digital pada
jam 12 itu. jadi mungkin konvergensi dalam pengertian orang bekerja lebih dari
satu platform dalam hal koran seperti itu. jadi akan ada updating dari apa yang
mereka terbitkan itu di tengah hari tanpa lagi menunggu besok. mngkn besok
udah lompat lagi persoalan baru lagi. kalau majalah juga sama , mungkin di
tengah minggu akan ada updating dari apa yang ditulis. misalkan soal rizieq
shihab, nanti kalau riziq datang tengah minggu, majalah gaa nunggu lagi hari
senin, pada saat itu aja diupdate di majalah tempo digital. jadi tetep tanggung
jawab untuk mengisi konten cetak dan digital itu ada pada tiap2 wartawan di
mana pun dia sedang ditempatkan
kalau dulu sekitar 2011 tempo baru memulai konvergensinya. konvergensi
yang dirasakan adalah wartawan mengerjakan majalah dan edit berita
online...
engga lagi
berarti yang itu udah engga lagi dan pindah ke digital?
iya. jadi wartawan koran akan mengerjakan koran tempo digital. nah itu yang saya
bilang memang ini belum settle ya sistemnya, kita sedang coba. ini kan temen2
juga baru pada kumpul lagi setelah liburan. jadi kita akan coba dengan yang itu.
jadi wartawan koran tanggung jawab terhadap updating koran tempo digital,
wartawan majalah tempo bertanggung jawab terhadap updating majalah tempo
versi digital, sehingga nanti setiap orang harus pny kemampuan untuk mengisi
digital.
konsepnya seperti apa masih dibicarakan lagi ?
iya ada beberapa alternatif. kita lihat loadnya orang, kecepatan mereka bekerja.
tapi konsep digital sendiri itu harus
rencananya digital akan seperti teco berbentuk online atau seperti apa ?
ada websitenya sendiri tapi akan muncul updatingnya juga di teco. jadi selalu gitu.
jadi kalau ini click masuk ke mari, itulah. itu kan pada dasarnya harus kita
lakukan untuk mencari traffic yang lebih banyak.
kenapa ada perubahan konsep konvergensi di tempo ? apa pertimbangannya
?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
karena kita memang ingin ada efisiensi di dalam ketenagaan. jadi pada mulanya
memang kita hitung berapa sih tenaga yang diperlukan untuk menerbitkan koran
tempo, menerbitkan majalah tempo. akhirnya kita mendapatkan angka tertentu.
dan sisa orangnya yang ternyata cukup banyak kita pindahkan ke tempo.co. jadi
bener2 satu ranah digital di mana orang hanya fokus untuk mengisi digital saja
dan sekali2 dia mengisi koran. krn nnt tumpang tindih. jadi ini bermula dari siapa
yang bertanggung jawab mengisi koran, mengisi majalah, dan mengisi tempo.co.
itu ada pembebanan anggaran , macam2 pertimbangannya. tp kita lihat sekarang
ini bahwa koran itu cukuplah dikerjakan dengan 37 orang, buat apa di situ ditaruh
50 orang misalnya. itu nanti produktivitas per orangnya jadi menurun. lebih baik
ini dipindakan ke tempo.co. sebenarnya semua pemindahan ini akan menuju
kepada satu konsep yang namanya digital first. jadi baik tempo.co, koran tempo,
majalah tempo akan mendahulukan online mereka kalau ada berita2 yang pertama
kali akan mereka temukan di lapangan. jadi mereka gaa musim lagi koran ketemu
jam 7 pagi dia tunggu sampai besok percuma karena online detik akan muat,
online kompas akan muat. jadi, mereka harus muat, kalau wartawan koran yang
menemukan dia akan muat di koran tempo online. kalau majalah tempo juga gitu,
yang linknya nanti disambung2 ke tempo.co. tapi tenaganya yang akan
mengerjakan itu adalah orang koran atau orang majalah, siapa aja yang
menemukan itu. kan semua mereka bergerak di lapangan pny sumber sendiri2.
pokoknya digital first. jadi digitalnya koran apa yaa, koran tempo online. muat aja
di situ, nanti dilink ke tempo.co sehingga munculnya juga otomatis ke tempo.co.
tempo.co ini yang kita siapkan untuk menjadi kapal induk berikut lah. sekarang
kita pny dua yaa, punya majalah tempo dan koran tempo. tempo.co ini yang nanti
akan kita dorong sebagai satu flagshipnya tempo yang ketiga supaya kita bisa pny
basis yang kuat untuk pembaca online, anak muda
tempo lagi mengembangkan aplikasi. ini semua udah di sini tinggal kita mau lihat
apa. majalah, majalah, koran, koran. ini masih kaya pdf, masih sama. tapi
nantinya engga. ini akan kita isi dengan audio, video. pdf sekarang kan udah bisa
diisi macem2 juga tapi nanti pelan2 kita akan ubah ini menjadi aplikasi. kaya
majalah udah aplikasi bentuknya, kalau ini bener2 baru pdf. apa yang dicetak ini
dipindahin ke mari. tapi nanti engga lagi kaya begitu.
majalah udah pny sendiri mas ?
iya majalah udah bisa diisi dengan video di beberapa rubrik. kalau ini masih
bener2 bentuk gini aja pindah dari cetak
kalau majalah berarti gaa kaya gitu (pdf) ?
majalah di beberapa rubrik seperti Film keluar video. ada suara dan video.
nantinya koran juga akan mengikuti seperti itu ?
akan begitu. ini kita blm ada investasinya juga, cukup mahal
kenapa konsep seperti ini (digital) yang sekarang diterapkan ?
sejalan dengan perkembangan saya kira sejalan dengan konsumen. karena kita
bekerja itu kan ga bisa maunya kita, harus maunya konsumen. saya kira dari
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
beberapa hasil riset, beberapa kita bikin focus group discussion, dan dari data
yang kita alami sendiri bahwa ga bisa lah kita berbohong bahwa sirkulasi cetak
kita menurun. dan itu dialami oleh semua penerbit, bukan hanya di indonesia.
mungkin yang sekarang ini meningkat itu paling negeri2 afrika, mungkin baru
bisa baca gitu yaa. di cina saya dengar pertumbuhannya udah landai. jadi dua
negara di asia ini yang bener2 menarik pertumbuhan ke atas itu cina dan india. tp
sekarang di cina pun udah landai. di india udah kurang lah. nah itu yang sekarang
jadi perhatian buat kita. kalau kita ga siapkan ini, ketinggalan jauh nanti
kalau konvergensi sebelumnya yang dimulai tahun 2011 ?
sebenarnya konsepnya udah lama tapi yang kita serius kita terapkan.
dari konvergensi tahun 2011, apa evaluasi dari mas toriq ?
evaluasinya adalah orang atau wartawan dalam hal ini dari sisi produksi, itu
rentang perhatian dia untuk menghasilkan satu berita yang cukup kita anggap
dalam, itu hanya bisa kalau mereka mengerjakan dua platform saja. itu temuan
yang paling jelas lah. artinya, kalau mereka mengerjakan koran, itu hanya bisa
sanggup mereka kalau ditambahkan digital. dalam hal ini tempo.co. kalau mereka
mengerjakan majalah, itu hanya bisa ditambahkan dengan tempo.co. tapi, akan
berkurang kedalamannya kalau orang ngerjain majalah, koran, tempo.co, ga bisa.
itu nanti akan terjadi beritanya cukup dangkal
kualitasnya dipertaruhkan ?
iya krn kita ukurannya ya itu tadi. apalagi tempo.co sekarang mereka udah pny
pakem, aturan, bahwa mereka membuat berita itu ga akan pernah kurang dari 7
alinea atau 5 alinea. kalau yang breaking news ya 5 alinea. kalau lebih dalam lagi
minimal 7 atau 9 atau 12. untuk mencapai itu, itu kan perlu riset. itu cukup makan
waktu. jadi nanti kalau kita paksakan juga, dia ga akan mencapai tingkat
produktivitas yang kita harapkan.
kalau sekarang artinya produktivitas itu memang gaa tercapai di tempo ?
iya. jadi itu juga dalam uji coba kita bahwa orang sekarang ini orang ga bisa
dipaksa untuk kerja di tiga itu ga bisa. jadi cukup 2 atau bahkan sekarang dengan
editing atau dengan nanti ada updating di tengah minggu itu, ya kita berharap
koran ini cukup dalam. nanti temen2 teco, ini kan juga versi digitalnya diterbitkan
juga di tempo.co
boleh tau mas perbedaan tempo menerapkan konvergensi dulu dengan yang
sekarang fokus digital masing2, apa perbedaan yang signifikan ?
perbedaannya terutama dalam hal pembagian tugasnya lebih clear. jadi orang2
yang ditempatkan di koran bertanggung jawab terhadap koran cetak dan koran
tempo digital. jadi dulu gaa jelas ini tanggung jawab siapa, yang ngerjain orang
teco, orang majalah atau siapa. kalau sekarang engga, jelas bahwa orang
ditempatkan di koran bertanggung jawab terhadap koran tempo cetak dan koran
tempo digital. kalau teco kan ga pny teco cetak, yaudah dia ngerjain itu aja dengan
target produktivitas yang jauh lebih tinggi. teco berat itu sehari bisa 15 mungkin.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
berarti sekarang udah fokus ke outletnya masing2 aja yaa mas ?
iya. saya pikir mungkin itu yang sekarang ini terasa bahwa mereka lebih fokus
karena memang semakin lama menurut saya wartawan ini harus menjadi spesialis.
sementara di tempo itu memang mulainya dengan generalis, mereka ngerjain
semua tapi pada tahun2 tertentu setelah mereka kerja, mereka masuk menjadi
spesialis. dan itu harus krn politik sendiri kan butuh pemahaman terus-menerus,
tekun, baca, sehingga kalau setiap orang diputer besok di ekonomi besok di
politik, itu pusing banget.
kalau wartawan tempo sendiri memang backgroundnya anak cetak dan
nanti majalah dan koran ada versi digitalnya sendiri di mana nanti mereka
yang akan mengerjakan. gimana caranya wartawan latar belakang cetak
bisa mengerjakan online ?
pada anak2 yang sekarang mungkin udah mula dari 3-4 tahun yang lalu
sebenarnya mereka masuk ditempatkan di online. jadi gaa pernah ada orang
direkrut langsung di koran tempo atau majalah tempo. nanti diujung itu kalau
mereka udah beberapa tahun, mereka masuk ke majalah mungkin setelah 5 tahun
kerja. jadi setelah 5 tahun kerja barulah mereka mencicipi nulis di majalah,
mungkin kalau 2 tahun baru di koran. tapi pertama kali mereka kerja di tempo.co.
sehingga sekarang rekrutmen nih kita mencari 15 orang, semua itu nanti masuk di
tempo.co walaupun yang bayari mereka ada dari koran atau majalah secara
akuntansi. jadi ketika nanti mereka di koran, mereka tidak akan terlalu sulit
mengerjakan tempo.co, mereka udah tau, udah dibekali dengan editing, bs edit
audio video, kirim foto atua video mereka terlatih
yang dimulai dari superdesk mas ?
nah superdesk itu adalah tempat di mana orang mendapat penugasan. itu kaya
pusat koordinasinya lah. mereka mendapat penugasan dari situ, dari orang yang
duduk di superdesk. tapi semua konsep ini akan ktia tinjau ulang, ini lagi
dipikirin. kita akan tinjau lagi semuanya apakah ini udah yang terbaik untuk
tempo, apakah masih ada modifikasi lagi. yang jelas memang kita harus menjadi
pemain digital yang penuh. beda dengan jawa pos yang menganggap bahwa saya
bermain dengan media cetak dan saya harus bertahan dengan itu. karena dia punya
pabrik kertas, itu bedanya
untuk majalah dan koran memiliki versi digital, apakah mereka punya tim
baru ?
engga
mereka sendiri yang buat ? video juga ?
iya tapi pasti bebannya kan gaa sebanyak mereka di cetak. maksudnya tidak ada
tuntutan mereka bikin video sekian. kecuali memang ada orang2 yang memang
direkrut sebagai videografer.
menurut mas toriq, apa kemampuan yang harus dimiliki wartawan tempo
sekarang ini melihat ke depannya akan ke digital ?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
mereka harus multitasking yaa. tapi multitasking kemudian tangguh dan lain
sebagainya datang belakangan. yang pertama sikap hidup sebagai wartawan.
wartawan ini kan mestinya apalagi wartawan tempo, yaa sikap2 dasar, jujur,
keinginan kita untuk mengubah keadaan, mesti ada. jadi kita memperlakukan
berita tidak hanya sekadar kita lapor, terus udah dimuat, senang, engga gitu. tapi
apa sih dampak dari yang saya tulis ini. dia harus punya perhatian lah terhadap
keadaan sekelilingnya ini. tapi kalau kami di tempo memang menomorsatukan
kejujuran. jangan aja nyolong, gaa ada ceritanya di tempo. di tempo itu cuma dua
masalah atau dua hal yang bisa membuat wartawan itu dipecat tanpa peringatan
terlebih dahulu, satu amplop, kedua berita bohong. gaa ada ampun. sejuh ini kalau
soal amplop saya berani jamin. berita bohong kategorinya macem2. ada kadang
kita datang ke satu acara, kita terlambat. banyak wartawan2 yang juga jahil,
ditulis tanpa konfirmasi lagi itu bisa keluar itu orang. jadi kejujuran lah. di tempo
itu yang jadi dasar.
84 persiapkan tempo interaktif, 85 akhir kita mulai
berarti 85 tempo interaktif udah ada ?
udah ada. laporannya tanya jawab, tanya jawab, saya yang edit.
dulu sempat ada tempo newsroom juga yaa mas ?
tempo newsroom itu sebenarnya rumahnya dari semua ini adalah newsroom gitu
kan. krn dulu ada wartawan koran, majalah, itu ditampung semuanya dalam satu
newsroom dinamakan tempo newsroom. tp kemudian tempo newsroom
dikacaukan dengan tempo online atau tempo.co ini. jadi seolah2 newsroom itu yaa
teco. jadi itu soal kekacauan istilah aja. keseluruhan tempat yang mewadahi
tempat wartawan bekerja itu yaa newsroom
sampai sekarang masih ada berarti ?
sampai sekarang masih ada iconnya tempo newsroom. sekarang udah lebih tertata
lah, ada tempo.co, koran, majalah. mereka udah tau, ktpnya udah sendiri2
kalau dulu pas tempo newsroom ?
campur, masih kacau itu. aku 80 buat ini, tapi ga jalan juga. 20% nya gimana
ngitungnya. nanti di dalam penilaian ribut , ini bagus tp sumbangan ke teconya
kurang
itu dimulai kapan tempo newsroom ada ?
newsroom praktis waktu tempo.co lahir ketika itu newsroom ada sebetulnya.
aku dengar tempo newsroom seperti superdesk. mereka bisa mengerjakan
buat online, bisa juga majalah dan koran tergantung penugasan...
tergantung penugasan. tapi ya itu tadi bahwa evaluasi dari semua itu
penugasannya jangan terlalu beragam. ada yang kompartemen kalau gaa salah
seni dan gaya hidup krn kompartemennya kecil, jatahnya mereka di koran dan
majalah juga sedikit, jadi semua orang ngerjain semua. itu kita lihat kok ini
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
dangkal bener yaa dan ini juga udah muncul di online, kok diulang lagi di koran,
ulang lagi di majalah. kan pembacanya bisa bosen kalau orang ikutin 3 3 nya. jadi
kita bilang ga bisa, ga boleh nih dimunculin di situ
kalau misalkan kita omongin kualitas produk, saat konvergensi dulu gimana
kualitas koran dan majalah ? apakah ada penurunan ?
kalau dicetak ga ada masalah. dan mereka umumnya kalau keluhan dari temen2
yang menjaga tempo.co itu tempo.co kaya jadi sisa aja, dibuang aja apa yang
belum diedit dibuang ke situ. sehingga para redaktur di tempo.co itu sulit. krn
kalau itu dimuat masih banyak belum diedit lah. tapi kalau kualitas di sini terjaga
karena ada layer2 editor, kan udah terbentuk di koran dan majalah. jadi produk
yang kasar bener, yang mentah bener mereka buang aja di tempo.co. itu yang
temen2 tempo.co keberatan. jangan main taruh2 aja
berarti lebih berdampak kualitas di online yaa ?
iya
penilaian itu datang dari redaktur2 ?
redaktur2. mereka punya rapat bulanan. jadi maunya mereka kan yaa nasi bungkus
lah. artinya udah jadi, udah rapi, anglenya udah bagus, judulnya udah bagus.
kadang2 mereka kasih judul, judul koran. padahal judul koran dan online beda
sama sekali. benar2 ada SEO kan , ada ilmu namanya search engine optimization,
gimana caranya ketika dicari oleh mesin itu dia tampil nomor satu di google atau
yahoo. misalnya mereka kalau di online namanya keyword. keywordnya apa nih
yang lagi trending, dia harus cari. kalau koran kan ga peduli, majalah apalagi.
yang penting kan keindahan. orang majalah yang paling bukan ga peduli, tapi
mereka dengan pakem majalah kerjanya. koran ya dengan pakem koran.
kalau omongin faktor ekonomi, gimana faktor ekonomi memengaruhi
keputusan tempo untuk mengubah konsep konvergensi ?
ini sih efisiensi dalam pengertian yang umum aja. saya kira gejala bahwa harus
ada penghematan itu sudah datang sinyalnya lebih dari 10 tahun. tidak ada lagi
grup2 penerbitan yang besar, yang mempunyai koran majalah tv bahkan, itu
mempunyai pasukannya sendiri2. kompas sebagai grup penerbitan yang besar itu
agak susah mencampur. jadi kalau dibilang ini alasan efisiensi itu udah 10 tahun
yang lalu. itu kita pertahankan terus aja. ga mungkin lagi memang sih dengan
penurunan media cetak ini kita tidak lagi memiliki kemewahan untuk
mempekerjakan wartawan hanya khusus didedikasikan untuk cetak. sementara
yang online itu memang seperti detik, itu wartawannya gaa terlalu banyak atau dia
pun banyak beritanya juga banyak banget. jadi produktivitasnya tinggi. jadi sama
aja kalau kita ngomong detik bahwa meskipun dia tidak pny cetak tapi tiap orang
seolah2 mengerjakan beban yang lebih banyak. jadi kalau orang bekerja di online
mengerjakan 10, mungkin di cetak mengerjakan 5 dan onlinenya 5. jadi
perimbangannya seperti itu lah. jadi ga mungkin lagi sekarang ini hanya kalau
udah pny media cetak dan online memisahkan wartawan cetak cetak, online
online. terlalu berat bebannya
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
awalnya tujuan superdesk ?
monitoring, dulu kita pny namanya koordinator reportase yang memonitor semua
kegiatan liputan di seluruh indonesia.
berarti konsep superdesk masih tetap ?
tetap. tapi saya dengar memang, kita kan gaa statis yaa, kita tetap mau evaluasi
apa seperti ini sudah pas. di indonesia ini kita ga punya pebanding. jadi kita harus
coba sendiri2 yang paling pas, paling enak
berarti nanti memungkinkan yaa mas kalau ada modifikasi konvergensi lagi
?
sangat memungkinkan. ini konsep yang belum pernah selesai. masih akan terus
bergerak. ini memang konsep yang belum selesai. gaa ada konsep newsroom yang
dicangkokkan 100% jalan, ga bisa. harus ada penyesuaian sesuai dengan
naturenya organisasi kita. mungkin newsroom detik beda dengan newsroom
tempo, liputannya beda. jawa pos lain lagi, kompas mungkin beda lagi
(soal pelanggan digital)
itu adalah bahwa koran tempo digital pelanggannya udah ngalahin cetak.
kira2 berapa mas ?
dalam 5 bulan sebenarnya ga ngalahin cetak ya. ngalahin cetak di jakarta,
mungkin gitu tapi kalau ngalahin cetak di seluruh indonesia belum. jadi dalam 6
bulan terakhir kenaikannya udah 58 ribu
totalnya 58 ribu ?
sekarang kita pny 58 rb. menjadi 58 rb. bayangin ga pernah kejadian sebelumnya,
berbayar loh yaa ga gratis
seluruh indonesia ?
kalau ini kan tanpa batas yaa. orang mengakses dari manapun. apps ini umurnya
baru 6 bulan. jadi kita kerja sama dengan garuda. jadi pelanggannya garuda
mendapatkan akses ini. garuda miles sendiri 1,8 juta orang pelanggannya. jadi kita
bertahap akan diakses oleh 1,8 juga orang. biasanya dari situ orang yang tertarik
pertama kita kasih gratis dulu, ada yang sebulanan, tiga bulanan, tergantung dari
jumlah poin miles yang mereka dapatkan. jadi kita ga kaget dengan data berbayar
ini lumayan. kalau nanti mereka udah full price, itu artinya udah lebih dari
separuh pendapatan cetak koran datangnya dari situ
kalau sekarang pelanggan cetak koran fisik berapa kira2 mas ?
di atas 100 ribu
berarti digital setengahnya yaa...
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
setengahnya udah. kalau di jkt udah imbang2 , udah deket. mngkn di jakarta
sekitar 80 ribuan. jadi, ini bentar lagi. aku dengar laporan tadi bulan ini naik tp
belum dikeluarkan angkanya berapa. itu something buat kita, luar biasa
kalau majalah kaya gitu juga mas ? trennya naik ?
majalah ada tambahan sekitar 20 ribu. tapi majalah kan udah besar yaa jadi
tambahan itu cuma berapa persen. tapi ga pernah kejadian sebelumnya digital
majalah naik setinggi itu, ga pernah kejadian. dan ini terus melipat2
kalau majalah total pelanggan digital udah mencapai berapa ?
40 ribuan, tambahan yang baru itu sekitar 20 ribu. masih jauh ya dibanding
cetaknya. cetak majalah itu kan 140-150 ribu. nah itu saya pikir kalau dari trennya
gaa sampai 10 tahun ini. 5 tahun mngkn digital ini udah ada nyalip cetak
memang menjanjikan yaa mas ?
iya. jadi modal kita memang harus berat di IT. kalau sekarang ini kan kita
perhatian merekrut reporter. mestinya udah mulai ada perhatian dan udah kita
mulai juga merekrut orang IT yang bagus. anak2 muda IT itu yang harus kita
perhatikan. nanti bikin program2 atau software2 yang anak muda. jadi mereka
tertarik
produknya (tempo newsroom) waktu itu apa ?
koran. jadi koran edisi jakarta ini kita jual di makasar. jadi di dalam ini , yang
diluar berita makasar. mereka yang cari cuma 20%, 80% dari sini. yaudah kita
dibayar per hari berapa tergantung dari berapa banyak yang kita pasok.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Informan 2: Redaktur Eksekutif Majalah Tempo-Wahyu
Dhyatmika
latar belakang di tempo ?
di tempo tahun 2001 sebagai koresponden di surabaya. terus 2002 direkrut ke
jakarta sebagai calon reporter. tugasnya menggali bahan di lapangan. kalau tidak
keliru saya wkt itu pertama kali pos liputannya di dpr.
sebelum jadi koresponden di mana ?
di sebuah situs berita kecil di surabaya tp itu salah satu situs berita pertama di
surabaya. wkt itu detik baru berdiri jadi kita waktu itu bikin namanya denyut.
huruf d nya bisa berdenyut. itu startup lah, startup lokal cuma ga begitu berhasil.
stlh itu saya ditawari membantu jadi koresponden tempo di surabaya. saya
meninggalkan denyut
kalau omongin soal konvergensi gimana keputusan itu dibuat ?
kayanya aku wkt itu belum dalam posisi mengambil keputusan. jadi hanya
menerima saja bahwa ada keputusan untuk berkonvergensi. kalau ga salah tahun
2011/2012 keputusan itu, tp tolong dicek lagi ya. terutama yang otak di
belakangnya itu kalau bukan taufiqurohman, mas daru priyambodo. jadi ada
kebutuhan untuk mengoptimalkan sumber daya redaksi untuk outlet online. kira2
itu
karena itu jadi ada keputusan konvergensi ini ?
iya. jadi yang pertama kali waktu itu aku di majalah yang aku rasakan pertama
kali dampak keputusan itu adalah anak2 majalah harus mulai upload berita ke
teco.
waktu itu Bli masih di bagian investigasi?
iya
pada saat itu ada kewajiban buat upload di online juga ?
iya
upload di onlinenya berita yang sama kaya di majalah atau bikin baru lagi ?
engga. kita cuma upload yang sudah ada di keranjang. jadi sehari itu harus upload
15
waktu itu Bli masih redaktur di investigasi ?
iya redaktur bidang
pada saat ada keputusan itu , respon Bli gimana ?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
responnya agak terganggu. dari sisi menambah pekerjaan. terus jadi sambil lalu
aja jadinya mengerjakannya. karena mngkn juga kurang sosialisasi ya waktu itu
tentang kenapa kita harus melakukan konvergensi.
itu ga dikasih tau ?
kurang detail. tapi kalau dipikir2 sebenarnya waktu aku carep pun , kan online
sudah ada , sudah ada bibit2 konvergensi tahun 2002/2003 itu. salah satunya kita
kan harus melaporkan breaking news, harus melaporkan ke keranjang
secepat2nya. tapi kemudian jika ada penugasan koran juga mengerjakan tugas
koran , kita ada penugasan majalah juga kerjakan penugasan majalah. jadi itu
dalam satu aspek sudah konvergensi di level news gathering. jadi di level 1.0 nya
itu sebelumnya sudah konvergensi. tapi lambat laun kemudian derajat
kekonvergensiannya ditingkatkan. kayanya fully konvergen itu 2011
berarti dulu di awal2 merasakan news gathering buat 3 outlet itu ?
iya
tapi itu kewajiban ?
kewajiban. jadi level konvergensinya itu berubah dari semula hanya satu yang
fully konvergen itu adalah level tempo newsroom di mana ada calon reporter dan
ada redaktur. nah tempo newsroom ini yang menjadi kantor berita lah untuk koran
dan majalah dan online. majalah dan koran itu tidak konvergen. jadi mereka hanya
mengerjakan outletnya sendiri. tidak terpikir untuk menyumbangkan tenaganya ke
outlet online. jadi konvergen hanya di level terbawah. waktu berjalan kemudian
baru mulai ada peningkatan2 konvergensi itu sampai yang saya ceritakan tadi itu
kesepakatan untuk tidak konvergensi lagi Bli udah dilibatkan ?
sudah
itu gimana ?
itu akhir 2016. ketika itu situasi terutama majalah tempo dan koran dari sisi cetak
itu menurun. bagian dari distruksi digital itu lah. jadi perolehan iklan menurun,
perolehan sirkulasi menurun. jadi mulai ada kesadaran bahwa harus dipikirkan
dan disiapkan strategi cross over untuk digital transformasinya. dari situ kemudian
muncul pemikiran ini kita tidak boleh setengah2. jadi konvergensi justru
diterjemahkan sebagai keputusan yang setengah2 gitu yang kemaren2 itu. karena
newsroom atau redaksi itu tidak berkonsentrasi pada satu outlet. tapi suatu redaksi
mengerjakan tiga outlet sehingga terkesan malah tidak maksimal semuanya.
majalah menjadi tidak maksimal, koran menjadi tidak maksimal, online pun jadi
tidak maksimal karena tenaga itu dibagi 3 sama rata. jadi tekanan krisis terhadap
eksistensi cetak justru membuat tempo menarik diri dari gagasan konvergensi.
itu salah satu pertimbangannya?
iya dengan alasan agar bisa lebih fokus pada tiap outlet
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
kalau menurut Bli kenapa hal itu bisa terjadi? apakah mungkin pemahaman
konvergensi di antara wartawan2 yang berbeda ini memang berbeda ?
yang keliru menurutku adalah sosialisasi awal konvergensi itu. jadi persiapan
strategi konvergensi itu lebih didorong oleh analisa2 dari sisi cost produksi.
diharapkan dengan konvergensi maka biaya produksi untuk tambahan outlet
online ini tidak terlalu besar dengan target revenue yang besar. karena
pendekatannya adalah pendekatan produksi, pendekatan efisiensi, secara konten
atau strategi kontennya tidak terlalu dipikirkan. bagaimana membagi tanggung
jawab, quality control. bagaimana merestrukturisasi workflow alur kerja di
redaksi supaya beban dan tanggung jawab itu jelas. itu menjadi soal2 yang tidak
dipikirkan secara mendalam
itu artinya memang definisi konvergensi ada yang salah ?
saya kira definisi konvergensinya lebih menekankan pada efisiensi produksi.
apakah itu bisa disebut keliru, mungkin tidak lengkap ya. karena, seharusnya kan
konvergensi itu juga didekati dari perspektif konten. bagaimana strategi konten
supaya audience atau pembaca tempo justru mendapat informasi yang lebih kaya,
yang lebih berwarna, yang lebih lengkap dari konvergensi. jadi seharusnya
idealnya konvergensi itu ujungnya adalah meningkatkan kualitas konten, bukan
menurunkan kualitas konten. konvergensi itu idealnya meningkatkan engagement
atau interaksi antara redaksi dengan pembacanya. nah ujung2nya mungkin bisa
juga masuk tentang efisiensi produksi. karena satu unit mengerjakan banyak
outlet, otomatis efisiensi akan tercapai. tapi begitu efisiensi ini diletakkan di
depan dengan tidak terlalu menyiapkan strategi pengayaan konten dan strategi
engagementnya , yang terjadi adalah antipati, yang terjadi adalah perlawanan
kultur, mindset, cara kerja yang menolak diubah.
penyebab sekarang ga konvergensi lagi apa ?
kalau sekarang kan kita satu bisa lebih fokus. jadi de-convergence ini kemudian
didorong oleh keinginan agar redaksi bisa fokus kepada kekuatannya. redaksi
majalah fokus pada long form, pada berita2 panjang, pada investigasi, pada story
behind the news. koran bisa fokus pada analisa, pada prediksi, pada konteks, pada
exlpainer. online bisa fokus pada breaking news, pada running news, pada
konten2 yang memang secara instan bermanfaat untuk pembaca. pada
kekuataannya lah intinya. dan mengurangi beban2 kerja yang bisa membuat si
redaksi kehilangan fokus pada apa yang seharusnya menjadi concern utama dia.
itu yang pertama
kemudian pendorong de-convergence yang kedua adalah upaya untuk secepat
mngkn memuluskan proses transformasi digital. jika strategi konvergensi yang
sebelumnya itu kan mengasumsikan yang digital itu hanya online, hanya teco. tapi
dengan de-convergence ini setiap outlet harus memikirkan strategi digitalnya
sendiri. majalah harus memikirkan bagaimana nanti format digitalnya, koran
harus memikirkan bagaimana format digitalnya, online juga begitu. jadi justru ada
akselerasi.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
itu artinya sekarang udah ga konvergensi , salah satu strategi juga untuk
bisnis baru masing2 outlet ?
iya
ujung2nya mereka didorong menuju digital ?
iya. dan sudah nampak kan. dari penjualan aplikasi itu
itu berarti baru tahun ini ?
iya sejak de-convergence. mulai fokus pada penjualan sirkulasi digital. sesuatu
yang tadinya tidak diperhatikan karena targetnya tempo.co yaa unique user. dia
tidak peduli kepada digital subscriber, pelanggan2 berbayar untuk konten digital
majalah atau koran. itu bukan target. tapi begitu de-convergence kan majalah jadi
harus punya target digital subscriber dan karena itu dia harus bekerja mengejar
peningkatan jumlah pelanggan digitalnya
berarti itu tugas baru buat masing2 outlet?
iya
keputusan itu memang dibuat bersama atau ada satu orang yang mau seperti
itu ?
kalau ga salah diskusinya itu berangkat dari kekhawatiran tentang masa depan
cetak. jadi sejak awal 2016 , pertengahan 2016 itu kita sudah di level mid-
management, redaktur pelasana managing editor ke atas itu sering brainstorming
bagaimana tmepo harus mengantisipasi krisis media cetak. kemudian dari banyak
diskusi itu muncul gagasan harus ad model bisnis baru, harus ada venue
proposition baru untuk customer, harus ada penguatan konten dan seterusnya. dan
secara natural aja diskusi itu menggelinding ke arah perlunya untuk meninjau
ulang proses konvergensi. jadi itu dipikirkan secara bersama2
antara pemimpin2nya di masing2 outlet ?
engga juga. sampai di level tengah. jadi sampai level redpel. tidak hanya
pemimpin redaksi
kalau omongin kualitas, bagaimana tempo menilai adanya penurunan
kualitas konten di 3 outlet ?
pertama, pasti kita mengukur complain ya. ada banyak complain soal kualitas.
yang kedua, kita lihat dari penurunan sirkulasi. setelah periode tertentu
penurunannya konsisten kan ada riset kenapa orang berhenti berlangganan. dan
salah satu poin yang kerap kali muncul adalah majalah tidak menyediakan banyak
informasi baru ketimbang saya harus berlangganan majalah, saya berlangganan
koran aja tiap hari, apa bedanya. demikian juga dengan pelanggan koran. saya
buat apa langganan koran, saya tinggal baca aja di online apa bedanya. jadi, tidak
ada diferensiasi dari tawaran2 produk yang disiapkan itu
perbedaan udah gaa konvergensi lagi bisa dilihat dari apa ?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
perbedaannya bisa dilihat dari satu cara kerja. jadi kalau tadinya setiap awak
redaksi itu punya tanggung jawab minimal 80% di outlet asal dan 20% di outlet
kedua. sehingga misalnya anak majalah dia tiga minggu menulis di majalah,
minggu terakhir menulis di koran. atau 4 minggu dia menulis majalah, setiap dua
hari dalam seminggu dia mengupload berita di tempo.co. dan itu dihitung
kontribusi poinnya per upload misalnya. nah itu semua hilang. dari cara kerja
sudah bisa terlihat ada de-convergence
kemudian ada juga dari rotasi dan penempatan. jadi tadinya orang itu ga jelas apa
ktp nya, dia itu outlet apa sih. aku misalnya aku nih majalah koran apa teco sih.
dulu ga jelas. sekarang lebih jelas, kamu anak majalah, kamu anak koran, kamu
anak online.
yang terakhir tentu dari produknya kita harapkan dengan konvergensi ini orang
bisa fokus mengerjakan produknya
wartawan tempo kan memang backgroundnya wartawan cetak. gimana
caranya wartawan mereka ini yang backgroundnya cetak bisa mengerjakan
online juga ?
perlu pelatihan. jadi pelatihannya perlu continue, perlu di drill terus sampai dia
memahami perubahan2 mendasar dari platform yang dia kerjakan.
pelatihan itu pada saat konvergensi diberikan ke mereka ?
iya diusahakan sih ada
kalau kemaren gimana ? ada pelatihan ?
yang mana ?
yang kemaren pas masih konvergensi...
ada sedikit sih. tata cara mengupload, kemudian apa karakteristik media online.
kita bikin pelatihan per kompartemen. waktu itu saya ingat dapat pelatihan itu
tentang search engine optimization, SEO, tentang keyword kata kunci membaca
analitik. adalah pelatihan2. tp itu tadinya disebar ke semua redaksi karena
diasumsikan semua redaksi harus paham karena konvergensi. tapi belakangan kan
ada yang cepet, ad yang lambat
kalau dari segi menulis berita bisa gaa dari anak majalah, cetak, nulis ke
online juga ?
ndak mudah pasti yaa. itu lebih mudah ketimbang sebaliknya. ketimbang anak
yang biasa di online disuruh nulis majalah pasti lebih terkiwir2 lah. kalau yang
majalah disuruh menulis online misalnya kesulitannya adalah untuk consist,
ringkas dan ritme tulisannya harus lebih cepat. tapi belum tentu ga bisa. bisa aja.
cuma butuh waktu dan belum tentu semua bisa
yang membedakannya apa ?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
saya keliru berarti. ada anggapan bahwa kalau online itu pendek2. dan itu
memang merupakan sajian , koten utama dari tempo.co. padahal kan ga begitu
seharusnya. jadi majalah digital pun online tapi panjang tulisannya. yang saya
mau bilang adalah, tadi saya keliru bilang kalau anak online susah beradaptasi di
majalah, keliru. yang betul adalah anak yang biasa menulis pendek akan kesulitas
menulis panjang.
artinya di online bukan berarti tulisannya pendek tapi bisa juga panjang ?
iya
tapi karakteristik antara 3 outlet itu berbeda ?
sajian informasinya berbeda. addict value yang dia mau tawarkan, diferensiasinya,
value propositionnya itu beda. kalau online kan value propositionnya adalah berita
yang cepat ringkas up to date , anda butuhkan sehari2. saya mau menonton film
yang bagus, atau makan di restoran ada review gaa yang bagus, saya mau baca nih
, ada gaa online yang menyediakan itu. kalau value proposition majalah kan anda
pengin tau ada apa di balik peristiwa yang terjadi hari ini. ada konstelasi politik
apa yang menjadi latar belakang. anda ingin tau jejaring power player di negeri
ini. jadi tawarannya beda. krn itu cara menulisnya atau cara menyajikannya juga
beda. dan karena itu susah buat seseorang diminta switch dengan cepat. orang
harus tetap kamu bagianmu mengerjakan long form article atau explainer, yaudah
dia harusnya dikasih kerjaan hanya di situ. tapi kalau orang disuruh bikin breaking
news, terus besoknya explainer, besoknya lagi suruh nulis panjang story behind
the news, pasti ga akan jadi itu. wartawannya malah pusing. dan itu kunci kenapa
de-convergence itu jadi penting supaya wartawan justru bisa berkonsentrasi pada
kompetensinya yang paling utama. apa sih yang paling dia bisa itu aja dia kerjain.
dan semuanya pada akhirnya akan digital. jadi de-convergence bukan berarti
tempo meninggalkan digital dan embrace, menyambut, memeluk cetak selamanya
akan dicetak, bukan. justru ini adalah langkah strategis untuk lebih siap
bertransformasi menjadi platform digital.
berarti degree of multiskilling nya di tempo udah gaa diperluin lagi ?
multiskilling dalam konteks platform. misalnya begini saya di majalah, saya
misalnya harus bisa bikin long form articel, tulisan yang panjang yang naratif.
skill digital lain yang penting saya kuasai adalah data driven misalnya. karena itu
akan membantu tulisan2 panjang yang saya kerjakan. skill lain yang saya
butuhkan adalah mungkin video tapi dalam konteks merekam wawancara2 kunci.
buat temen di online yang detik per detik perkembangannya dia juga butuh video
tapi kebutuhannya bukan untuk bikin testimoni atau rekaman atas wawancara
kunci, tapi untuk meliput breaking news misalnya. jadi multiskilling itu tetap
perlu tapi untuk konteks yang berbeda2 tergantung platformnya.
berarti kalau multiskilling dalam hal setiap kompartemen mengerjakan 3
outlet udah ga diperluin lagi sekarang ini ?
iya karena definisi outlet kan tadinya adalah cetak dan online. tapi kan akan ada
satu masa ketika ketiga outlet ini semuanya adalah digital. dan masa itu mngkn
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
tidak lama lagi ya. mungkin 2 atau 3 tahun lagi majalah itu fully digital. koran itu
fully digital. sekarang pun sudah menghentikan cetak di luar jabodetabek dan
bandung. berarti kan di luar itu digital dia, digital operation. jadi satu
kompartemen menulis koran, ada satu orang menulis buat koran satu orang
majalah satu orang menulis online , ketiganya harus multiskill dalam arti dia
menguasai video foto reporting dengan baik tapi bukan berarti dia berpindah2
medium gitu. jadi kalau memang dia bikin jagonya explainer, ya dia bikin
explainer. kalau dia jagonya bikin feature, ya dia bikin feature. jangan ganti2 hari
ini bikin feature, besok bikin breaking news, besoknya lagi bikin explainer. jadi
medium penyampaian pesannya aja yang harus konsisten
kalau derajat multiskilling kaya video bikin foto juga, itu untuk level
reporternya ? atau di redakturnya bahkan harus punya itu juga ? tempo
melihatnya gimana ?
ada perbedaan kebutuhan untuk reporter dan editor. reporter kan ada di lapangan,
tugasnya adalah mencari berita mencari bahan. editor ada di kantor tugasnya
mengemas bahan itu menjadi sajian yang dibaca dan bermanfaat dan
memengaruhi. karena itu buat reporter di lapangan, penting dia menguasai video
foto segala macam. buat di kantor yang harus dilakukan adalah editingnya. sense
untuk menggabungkan semua jenis konten itu menjadi sebuah sajian multimedia,
editingnya dan sense penyajiannya yang penting. tapi dia ga perlu harus jago foto
atau ambil video. itu biar dikerjakan oleh reporter di lapangan.
sekarang kan udah ga konvergensi lagi. melihat yang kemarin2, menurut Bli
apakah konvergensi media ini relevan untuk tempo ?
iya relevan. makanya kita kembali kepada definisinya tadi itu. konvergensi dalam
arti efisiensi produksi itu hampir pasti akan gagal. jika konvegensi didekati
semata2 sebagai upaya efisiensi. karena itu akan membuat terjadi perlawanan
kultur. perlawanan dari si orang2 yang harus diubah itu. tapi konvergensi dalam
arti pengayaan konten, penguatan interaksi, penajaman titik tekan dari sajian
informasi yang dibuat oleh media, itu penting. dan konvergensi dalam konteks itu
bisa dicapai oleh redaksi yang tidak konvergen.
berarti Bli juga mau menyatakan kalau tempo sekarang udah ga konvergensi
lagi ?
iya. tapi bukan berarti kontennya tidak konvergen
berarti di level konten masih konvergen ?
bisa aja. sekarang kan sedang terjadi redesigning untuk tempo.co. nah dalam
project redesign itu kita juga ingin memasukkan misalnya long form dan
explainer. artinya sebagai sebuah portal, dia lengkap, konvergen. konvergen
dalam arti memasukkan semua unsur2 informasi demi memastikan pembaca
memperoleh gambaran yang utuh tentang sebuah isu atau sebuah peristiwa.
konvergen dalam arti itu. tapi konvergen dalam arti proses produksi mungkin
engga
kalau menurut Bli definisi konvergensi media yang dipahami kaya gimana ?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
konvergensi media itu penyatuan berbagai elemen produksi menjadi satu alur
kerja yang bisa menjawab kebutuhan mutli-outlet atau multi-medium. jadi semua
aspek dari proses produksi itu diintegrasikan dalam sebuah alur dan sebuah pola
supaya outputnya kemudian bisa menjawab kebutuhan berbagai outlet.
kalau kelemahan dan keuntungan konvergensi media ?
kelebihannya murah, efisien, costnya lebih efisien, strukturnya juga lebih mudah
dibentuk, tidak banyak butuh struktur. kerugiannya akan sulit mendapat
diferensiasi. jadi akan sulit diterapkan pada produk2 media yang menekankan
pada kekuatan nilai tambah atau diferensiasi. kalau buat tv dengan online itu
misalnya bisa konvergen
rencana ke depannya gimana ? whats next ?
tempo whats next nya adalah transformasi digital. jadi majalah dan koran harus go
fully digital.
kalau sekarang di mana tempo udah gaa konvergensi produksi lagi, posisi
dan peran superdesk gimana ? ada perbedaannya ?
harusnya dia kembali ke jaman aku masih carep itu. tahun 2003 itu. jadi dia
menjadi satu2nya unit yang konvergen di antara unit2 lain. jadi dia mengerjakan
penugasan untuk majalah, koran, online
berarti yang sekarang sama yang kemarin saat tempo masih konvergensi gaa
ada perubahan peran dan fungsi superdesk ?
seharusnya begitu
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Informan 3: Redaktur Eksekutif Koran Tempo-Lestantya R.
Baskoro
Boleh ceritakan latar belakang di Tempo?
Saya masuk Tempo tahun 2001. Sebelumnya, saya di majalah Forum Keadilan.
Saya masuk Tempo pertama kali disuruh untuk membenahi sistem koresponden
Tempo di seluruh Indonesia. Karena Tempo waktu itu kan mau bikin surat kabar
tapi enggak punya korespondennya. Saya diminta untuk membenahi dan membuat
jaringan itu. Kemudian juga diminta untuk membuat kesepakatan redaksi di
Koran Tempo karena akan banyak sekali yang diatur. Waktu itu ada sekitar
sebagai koran kan banyak sekali ya wartawannya, lebih dari 100 kali. Dari situ
kemudian juga merangkap sebagai redaktur bidang berita-berita Daerah di Koran
Tempo dan juga sebagai koordinator Tempo Newsroom. Jadi, banyak kerjaan
waktu itu. Kemudian tahun 2005 saya diminta untuk pindah ke majalah
memegang rubrik Hukum. Kemudian 2007 saya menjadi redaktur pelaksana di
kompartemen Hukum itu sampai tahun 2012. Setelah itu dari majalah dipindah ke
Koran Tempo menjadi redaktur eksekutif Koran Tempo sampai sekarang.
Dari 2012 itu ya berarti?
Iya.
Gimana keputusan konvergensi media dibuat di antara pemimpin-
pemimpinnya Tempo?
Jadi intinya gini, direktur itu melihat bahwa masa depan media itu konvergensi.
Jadi, wartawan itu harus wartawan yang serba bisa. Bisa untuk menulis di koran,
bisa juga menulis terutama wire-wire Tempo.co. Kemudian, kedua bagaimana
mengefektifkan wartawan-wartawan di Tempo sehingga mereka itu istilahnya
multiplatform dan efektif dan efisien. Jadi, tidak perlu dalam sebuah acara ada 2/3
wartawan di situ. Kemudian diputuskanlah waktu itu konvergensi. Berita-berita
misalnya seorang wartawan meliput sebuah berita di kompartemen, berita yang
kecil itu mungkin bisa untuk berita news di Tempo.co. Kemudian koran bisa
ambil juga dengan minta kelengkapan. Kalau majalah kemudian tertarik dia juga
bisa mengambil dan mengembangkannya. Sebenarnya intinya itu. Nah, kemudian
pengaturannya gimana. Okelah kita bikin pengaturan kemudian dibentuklah
waktu itu rencana semacam kompartemen atau superdesk kita namakannya yang
di situ ada perwakilan-perwakilan dari berbagai redaktur di koran terutama dan
Tempo.co. Mereka itu yang rapat tiap hari merencanakan. Jadi, waktu itu ada
meja bundar mereka duduk situ dan mereka pantau berita. Pantau berita kalau ada
berita yang kemudian bagus, anak buahnya di lapangan harus kejar untuk
dimasukan dalam sebuah intranet yang itu bs dipakai semuanya.
Waktu perbincangan konvergensi di antara pemimpin, apakah semuanya
setuju soal konvergensi?
Waktu itu kita tentu saja ada yang agak meragukan. Tetapi, waktu itu direktur
utama yakin pasti bisa jalan. Beberapa orang meragukan terutama karena
misalnya menyangkut, ini kan hal baru gitu ya. Ini orang yang biasanya kerja di
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
koran kemudian disuruh bikin berita secepatnya kaya wire, itu pasati kerepotan,
akan sulit. Belum lagi kemudian dia masalah capek, segala macam karena waktu
itu beberapa teman harusnya kan spesialisasi. Ya koran, koran. Tempo.co,
Tempo.co. Karena koran lebih dalam apalagi majalah. Tap, karena udah tekad
kita, akhirnya kita coba.
Waktu itu posisi mas Baskoro soal konvergensi gimana?
Saya dalam posisi yang saya sebagai redaktur, saya lupa tapi kelihatannya waktu
itu masih peralihan. Waktu itu saya dalam posisi yang ayo kita coba dulu
walaupun sebenernya aku agak pesimistis.
Karena?
Karena aku melihat, pertama habit. Waktu itu wartawan-wartawannya adalah
wartawan-wartawan koran atau Tempo.co yang tidak biasa untuk mengejar
kecepatan. Kita waktu itu mau cepat sekali, mau cepat kayak Detik.com. Habit ini
yang sulit menurut saya. Harusnya habit itu dimulai sejak awal diterima harus
sebagai wartawan, tak tak tak. Kalau dia enggak gitu, repot. Apalagi kalau
kemudian orang bilang saya ini kan biasa di koran kenapa harus ngejar ini.
Berarti dari awal mas Baskoro kurang setuju?
Saya ga setuju tp saya bilang kurang tepat waktunya. bahan dasarnya kan penting.
bahan dasar itu apa, wartawan2 di lapangan harus disiapin betul. peralatan, video.
dan penanaman mereka sebagai ini loh kamu konvergensi.
konvergensi wkt itu berarti fokus ke online?
konvergensi itu dia harus bergerak cepat di online, juga kemudian menyuplai
berita di koran. dia dituntut koran, di tuntut teco. koran lebih lengkap, teco lbh
cepat. nah, ini kan berat buat temen2 yang ga biasa. itu maksudku
kalau background wartawan tempo kan cetak. mnrt mas baskoro gimana
background yang wartawannya cetak bs mengerjakan di online dengan
adanya konvergensi?
jadi waktu itu orang kalau mendaftar ke tempo kan pilihannya dua. pertama
adalah masuk kepada koran tempo atau majalah tempo jaman2 itu yaa krn wkt itu
kan teco blm dipegang, teco itu semacam udahlah yang penting ada. jadi ketika
orang2 ditaruh di teco loh kok aku teco, loh ini kok warga kelas 3. jadi orang kok
aku di teco. sementara di teco sendiri jelas kalah dengan detik.com. jadi mereka
ngerjain teco juga ga maju, kerjakan koran juga setengah2 wkt itu
itu wkt msh awal2?
iya krn ketika orang daftar ke tempo kan dia pikirnya koran atau majalah tempo.
teco blm dianggap. kalau skrng kan teco sudah harus, pertama kali msk yaa teco.
wkt itu engga. jd ketika kemudian kamu disuruh temen2 wartawan disuruh untuk
seperti secepat konvergensi, mereka gelagapan mnrt aku.
kalau konvergensi sbnrnya relevan gaa di tempo?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
kalau tingkat bawah mngkn msh relevan.
maksudnya untuk reporter?
iya. misalnya reporter2 itu bikin berita dipake koran tempo untuk kemudian
majalah. sbenernya dulu tempo pernah melakukan semacam konvergensi ketika di
jaman itu sebagai kepala biro di jakarta.
2001?
iya. namanya tempo newsroom. itu wkt itu aku di situ. tempo newsroom pny
wartawan yang lain dengan wartawan koran. jadi koran pny wartawan di bawah
reporter, nah tempo newsroom juga pny. ketika itu kemudian tempo newsroom 24
jam kerjanya pada jaman saya. hanya mereka cari berita kemudian kirim ke tempo
newsroom. tp tetep tidak secepat detik.com krn wkt itu teco kan baru belajar. jadi
hanya gathering berita. berita itu kemudian kalau berita itu bagus diambil oleh
koran. koran sendiri kalau merasa kurang lengkap, dilengkapi oleh wartawan di
lapangan. tp wkt itu mereka betul2 hanya kerja buat tempo newsroom.
lebih ke online atau semuanya?
semuanya. jadi kumpulin aja. cari berita , kumpulin , masukan. mereka gaa
berpikir cepat tp terpisah betul antara TNR sama koran terpisah
newsroomnya terpisah?
iya. artinya wartawan banyak. bs jadi kalau 1 kompartemen ada 2 wartawan, 1
reporter dari koran 1 reporter dari tempo newsroom. dan ini sering terjadi. itulah
yang sering kemudian muncul. kan gaa efektif ini, bertahun2 kemudian itu dicoba
dilebur
akhirnya muncul konvergensi di level kompartemen?
iya
berarti kalau mas baskoro bilang kan konvergensi relevan untuk reporter,
kalau untuk atasnya gimana?
sulit. karakter kaya redaktur tempo.co, koran, majalah lain sekali. mnrt aku yang
redaktur teco itu redaktur yang cepat membuat berita tp tidak selengkap koran tp
pd akurasi. redaktur koran itu lebih dalam. nah redaktur dalam lebih lagi, lebih
pada tulisannya enak dibaca, butuh research segala macam, itu ga gampang. jd ga
semua redaktur koran atau redaktur teco pst bisa jd redaktur majalah, itu sulit
berarti di level reporter yang dimaksud adalah orang2 baru?
harusnya iya. jadi mereka kemana2 cari berita. tp ketika pengolahan harus diatas,
itu ga bs diganti2. dulu dicoba redaktur majalah bikin tulisan majalah, kemudian
senin upload. mereka ga bs krn udah lelah segala macam. pernah terjadi kan
redaktur majalah nulis majalah hari kamis jumat kemudian seninnya dia
mengupload berita2, gaa jadi. krn mereka harusnya senin selasa cari berita, ini
habit majalah bertahun2 begitu
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
berdampaknya gimana?
berdampaknya ga maksimal.
hasil produknya?
pekerjaannya juga setengah hati. kalau orang mengerjakan karya dengan setengah
hati pasti akan hasilnya gaa baik. itu pernah terjadi temen2 majalah di
konvergensi. jd stlh majalah terbit, mereka senin selasa itu dibagi pegang isu teco,
wkt itu teco. itu konvergensi tingkat atas
berarti konvergensi di tempo pengennya reporter dan redaktur bs
mengerjakan tiga outlet tp ternyata di tengah jalan gaa berjalan dengan
baik?
iya, gaa berjalan dengan baik.
berarti sekarang gimana? aku denger2 udah gaa konvergensi lagi...
iya jadi sekarang mnrt aku gaa konvergensi. apalagi kemudian tempo ada
manajemen SBU
SBU apa?
SBU semacam masing2 dibagi divisi sendiri2. SBU koran, SBU majalah. SBU ini
dituntut untuk profit masing2 dengan jumlah wartawan segala macam, jadi gaa
blh kurang. ini harus konsentrasi betul untuk menghasilkan karya terbaik. kalau
engga, jelek gaa ada yang beli, tutup nanti. jadi skrng udah semacam itu ada SBU
majalah, SBU teco, SBU koran itu ada sendiri2
berarti perusahaannya pisah?
sebenarnya perusahaannya satu tp kemudian mereka bikin sendiri. ini semacam
biar konsentrasi sendiri. jadi ada pemrednya, bagian iklannya yang betul2
mengurus unitnya ini
SBU ada kepanjangannya?
satuan bisnis unit. itu mulai tahun ini. nanti bisa tanya deh ya ke yang lain.
strategic business unit. unit2 dibawah usaha
penyebab gaa konvergensi lagi kenapa?
krn kita evaluasi, kemudian banyak yang ngeluh, penolakan juga ada. misalnya ini
kok gaa efektif, cape segala macam, banyak deh. akhirnya merugikan semua,
merugikan outlet semua.
ruginya dalam hal?
dalam hal tidak maksimal mengerjakan, tidak maksimal juga hasilnya.
itu berdampak juga pada penghasilan tempo?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
saya gatau tp yang pst kualitasnya agak turun
kualitas produknya?
iya pasti itu
skrng posisi superdesk di mana?
nnt kamu tanya yaa. tp setauku superdesk ini semacam unit dibawah teco. krn
wartawan2 ini msk SBU teco. superdesk ini pada jaman dulu semacam
koordinator liputan. skrng udah pak dodong korlipnya. tp secara bisnis dia
dibawah SBU teco.
kalau sekarang SBU udah masing2, kalau dulu berarti satu?
iya. tp bukan berarti PT nya masing2. semacam dipisah aja supaya manajemen ini
bagusnya jalannya, lbh gampang ngontrolnya juga dari manajemen atas, ketauan
betul
perubahannya apa aja selain SBU setelah gaa konvergensi?
perubahan yang mendasar mereka udah tidak pny kewajiban lagi untuk menulis di
3 outlet. kecuali minta tolong bisa. saya minta tolong superdesk, bisa. gaa ada
kewajiban lg misalnya temen koran bertugas untuk upload ke teco kaua dulu udah
ga ada lagi kewajiban
kalau dulu mas baskoro sbg redaktur eksekutif koran pd saat konvergensi
tugasnya gimana?
tugas saya lbh pada koran jalan apa engga.
berarti konvergensi lebih kerasa di level apa?
redaktur ke bawah. saya hanya mengawasi jalan gaa itu
kalau rapat perencanaan tetap masing2?
rapat perencanaan ada dua, ktia pny rapat, konvergensi juga pny rapat. krn
konvergensi juga bs mengusulkan. jd redaktur2 kompartemen juga rapat sendiri.
jd rapatnya double.
rapat konvergensi antar redpel2nya?
redaktur. perwakilan redaktur. kemudian digilir tiap redpel mengawasi
srkng udah gaa ada lagi?
udah gaa ada lagi. ini cocok buat koran, ini buat teco, kira2 gitu. jadi wkt itu yang
ditekankan teco dan koran tiap pagi. itu juga dilakukan di tempo newsroom dulu.
cuma wkt tempo newsroom jaman saya rapat tidak berpikir koran, pokoknya kita
bikin perencanaan bagus, nnt kalau koran ambil silakan ambil.
soal kualitas , di koran kelihatan turun?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
setelah apa?
saat konvergensi...
gaa liat sih. krn kaya koran itu redakturnya tp mereka mengeluh, loh saya kan
kerja di koran knp saya mengupload berita lg untuk teco. itu banyak muncul krn
konvergensi itu mensyaratkan redaktur2 juga mengisi teco
mnrt mas baskoro skrng wartawan harus memiliki kemampuan apa saat ini?
yang paling pertama wawasan. jaman skrng wawasan mau gamau. kedua adalah
kecepatan. wawasan bukan cuma pengetahuan tp wawasan juga soal pengetahuan
jurnalistik. wawasan jurnalistik dia tau tulisan ini layak naik atau engga, tau berita
ini gaa seimbang atau seimbang, tau gaa berita ini kemudian berpotensi melanggar
etika jurnalistik. itu yang sulit. ini yang masih sering terjadi, wawasan oke tp
wawasan jurnalistik ga ada, kurang. harus seimbang dua itu. mnrt aku ujung
tombak redaktur teco di situ, wawasan dan jurnalistik. kemudian di bawah itu
adalah kecepatan, soal kecepatan dan soal penulisan. itu dua hal. kalau aku suruh
pilih, aku pilih penulisan sama wawasan tadi
pas konvergensi dari redpel ke bawah harus pny skill lebih krn harus
mengerjakan 3 outlet. pandangan mas baskoro atas itu?
2 outlet. jd wkt itu kesepakatannya redaktur2 sama koran membantu teco krn
kesadaran teco kurang penguploadnya, redakturnya kurang. itu kemudian temen2
koran majalah yang bantu. udah di majalah tp kok disuruh bantu2 ini lagi
mas baskoro ngeliat mereka yang harus multiskilling itu gimana?
sebenernya kalau aku melihat mngkn untuk beberapa hal memang agak berat.
pertama ini soal habit yang udah bertahun2. kedua temen2 yang kaya majalah
misalnya setelah mengerjakan, hari senin atau selasa harus upload. dia merasa itu
loh kan itu harusnya bisa saya kerjakan untuk lobi segala macam. mnrt aku habit.
jadi agak susah. kalau itu dimulai dari awal mngkn gampang, dari mulai sejak
awal
artinya mnrt mas baskoro memang hrs pny kemampuan kaya gitu bs
mengerjakan untuk tiga atau dua outlet?
iya harusnya bisa. kaya wartawan majalah mnrt saya pst bisa kerjain nulis ya
untuk outlet teco dan koran pst bisa. tp wartawan koran belum tentu bisa di
majalah, tp di teco pst bisa.
skrng tempo menuntut hal itu gaa?
engga. kita menyadari dulu kita tuntut anak2 M3 bisa menulis di koran, majalah tp
kita tau bahwa gaa semua orang bisa itu.
berarti skrng lbh fokus aja?
iya
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
mas baskoro lbh setujunya yang mana? fokus atau mengerjakan beberapa
pekerjaan?
kalau mnrt aku sebenarnya lbh setuju fokus tp kalo kita liat anak ini bagus untuk
di majalah, yaa di majalah. ada anak yang habitnya emang majalah. habit itu
mksdnya dia seneng bisa kemana2, gaya penulisannya majalah feature. tp tidak
semua orang bisa gitu. gaa bisa dipaksakan. dulu tempo pny sejarah agak pahit,
waktu koran tempo terbit itu kan kita banyak ambil wartawan yang udah diajarin
dari luar, dari republika, media indonesia. kemudian mereka dipaksakan untuk
menulis majalah. kemudian dimagangkan M3 di majalah, mereka pada keluar ga
sanggup di majalah. mngkn bingung. aku mulus krn dulu di forum, gampang nulis
majalah. mereka gaa bs krn udah bertahun2 kerja di harian
pandangan mas baskoro definisi konvergensi media itu apa?
mnrt saya, saya rumuskan sebagai sebuah sistem pencarian penulisan dan
kemudian penyiaran berita yang di situ merupakan komunitas yang memiliki
kemampuan untuk berbagai platform.
dan itu yang terjadi di tempo?
itu yang diinginkan tempo
evaluasi mas baskoro dari konvergensi kemarin?
pertama mnrt aku, aku gaa menyalahkan, aku tidak pernah menyalahkan anak
buah, tapi menyalahkan sistem kalau dipaksakan, terlalu cepat.
terlalu terburu2?
iya terlalu yakin kita itu, harus bisa ini
memang apa yang kurang? knp terburu2?
terburu2 krn kita wkt itu harus cepat ini demi efisiensi segala macam. sementara
anak buah gaa dipersiapin betul. mereka msk tidak dipersiapin konvergensi kan.
tp kan sebuah konsep yang udah ini loh konvergensi , ayo sama2. mereka yang
daftar kan engga, pengen jadi wartawan majalah. kemudian yang di atas juga
kurang padu melaksanakannya.
krn background cetak?
iya , kurang serius melaksanakannya juga di tingkat atas. jadi hanya masing2
merasa kok gaa cocok yaa. ini kan kemudian akhirnya kemana2. krn konvergensi
itu dibutuhkan kedisiplinan dalam rapat, pemalu atasan yang bagus. kamu ke sini
yaa , sini yaa , itu gaa ada yang kaya gitu.
tp mas baskoro optimis kalau misalkan anak baru dikasih tau pengetahuan
kalau di tempo nanti kerjain teco dll dan redakturnya udah memiliki
pemahaman yang sama dan sepakat kalau konvergensi ini bakala dijalanin.
mas baskoro optimis dengan seperti itu dan konvergensi jalan lagi?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
saya kira optimis. tp tetep harus diliat psikologis. harus ada penelitian psikologis.
orangnya seberapa beban kerjanya. kadang2 teman yang lain ngeluh dan keluar,
kita harus buka mata juga gitu loh
emang banyak yang keluar yaa mas?
banyak keluar tp tidak tau apa sebabnya. apa krn mereka cape, atau mereka gaa
puas dengan sistem kerja. tp faktanya ada juga yang keluar di saat2 konvergensi
dijalankan krn saya liatin, 5 tahun kan melelahkan. okelah konvergensi tp cuma
ini batasnya, sehari kamu hanya kerjakan ini saja, kamu pulang, itu harus aturan
jelas. sehingga kamu kalau libur, libur. misalnya konvergensi 3 hari, 1 hari libur
misalnya. buatlah sebuah sistem. aku kuatir yang terjadi kerja rodi, kan kasian. itu
blm ada di mana2 tp bagus buat sebuah di level2 sampai redaktur. trs ada
pendidikannya , skrng konvergensi wartawan di lapangan bisa bikin video segala
macam, konvergensi kan gitu kalo jaman skrng. bikin video diajarin dulu,
kemudian dikasih fasilitasnya, bisa
mnrt mas baskoro apa kelemahan dan keuntungan konvergensi khususnya
yang terjadi di tempo?
kalau keuntungan itu kita akan menjadi efisien dan efektif di lapangan
itu dalam hal jumlah wartawan?
efisien , efektif dalam pengerjaan berita. kemudian juga gampang komandonya,
korlipnya gampang beri komando. jadi garisnya gampang dan gampang ngontrol
juga wartawan2 di lapangan. gampang mengarahkan dan gampang mendidik.
salah satu faktor yang mngkn agak pengorbanan ya tadi itu, lelah, cape, kurang
konsentrasi, kurang fokus. misalnay dia selasa rabu harusnya bisa kemana2 buat
majalah , dia bisa lobi kemana2 , dia hrs ke sini dulu
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Informan 4: Redaktur Pelaksana Investigasi Majalah Tempo-
Setri Yasra
boleh perkenalkan diri? background anda di tempo ?
di masuk tempo 2001 sebagai reporter di bisnis. jd msk lewat jalur khusus krn wkt
itu tempo mendirikan korna. jd aku msk kompartemen ekonomi, jadi wartawan
ekonomi sampai sekarang. sekarang ini sampai 1 juli redpel investigasi. per 1 juli
redaktur eksekutif koran tempo
awalnya msk tempo di bidang ekonomi?
reporter di bidang ekonomi sampai saya M3 di koran. tp kan ada jenjangnya,
reporter, M1 wkt itu ke majalah, lulus M1, SR balik lg ke koran. SR sampai
redaktur, M3 msk majalah sampai sekarang majalah
msk majalah dr tahun?
M1 2005-2006. 2010 majalah di nasional sampai sekarang
berarti waktu itu pas konvergensi medianya dimulai?
belom. waktu saya msk blm konvergensi. msh koran pny tim sendiri, teco pny tim
sendiri, majalah pny tim sendiri. wkt itu kita beda gedung kan. koran dan teco di
velbak, majalah di proklamasi. dalam perjalanannya kita sampai 1 gedung di
velbak. konvergensi itu mulainya kalau ga salah ketika di velbak
pas pindah ke sini baru dimulai konvergensi?
mulai konvergensi yang efektif itu sebetulnya di sini
pas di sini udah jadi redpel?
wkt di sini ya redpel. redpel sejak di sana (velbak) redpel ekonomi. trs sempat
nasional, pindah ke sini. itu udah mulai tuh saya redpel nasional di bawah saya
ada redaktur utama yang mengurus koran. karena kurang orang ada redaktur yang
mengurus teco. eh ada redaktur utama juga. jadi saya redpelnya megang seluruh tp
saya konsentrasi ke majalah tp ada redaktur utama di bawah saya yang khusus
koran, ada redaktur utama khusus ke teco. nah itu konvergensinya
pd saat mas setri jadi redpel dan konvergensi jalan, artinya mas setri yang
bertanggung jawab untuk 3 outlet?
3 outlet. memang pada prakteknya lbh tanggung jawab , koordinasi gitu misalnya
oke ini ada liputan boleh dikerjakan di majalah di teco, nanti didiskusi di teco apa.
jadi kalau kamu lihat dulu liputan majalah itu , temen2 majalah sudah mulai
berpikir untuk teco. di koran begitu juga. jadi udah kita atur , jadi dapet bahan ini
akan jadi laporan utama di majalah , koran mulai di hari apa gitu. oke cicil tp tidak
semuanya trs teco yang akan nnt merunning ketika sudah terbit
kalau dari perencanaannya mas setri juga yang koordinir?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
perencanaannya engga wkt itu. jadi artinya konvergensinya itu konvergensi hanya
di struktur. pelaksanaannya juga saya wkt itu lebih memungkinkan saya msk ikt
rapat koran. jd kalau ada masalah berita ini kok keluar sementara ini di majalah,
saya yang ditanya. tp yang idealnya adalah sebetulnya konvergensi itu redpel
sendiri. majalah pny redaktur utama, koran pny redaktur utama, sementara teco
dia yang mengkonsolodasi semua. itu yang ideal mnrt saya. tp wkt itu krn kurang
orang, saya lbh banyak terkuras mengurus majalah. tp meskipun koran juga kita
diskusi bahan, koran main isu ini dong. waktu itu kan idealnya semuanya cair,
reporter cair, penulis juga cair, penulis bs nulis di koran bs nulis di teco bisa nulis
di majalah. tp wkt itu belom. oleh karena itu mngkn pd belakangannya kita
kembali lg tidak konvergensi
wkt itu tugas mas setri kalau boleh didetailkan kaya gimana pada saat
konvergensi?
konvergensi itu saya menjawab semua. tp teknis sehari2 saya lebih mengurus
majalah. mas Elik lebih mengurus koran, sementara teco Ninil. tp di penilaian
segala macam saya yang koordinasiin. yang ideal konvergensi itu semuanya udah
bs cair. orang koran bs nulis majalah, orang majalah nulis rutin di teco. jd
outletnya 1 , dapurnya 1 , nnt produknya keluar di 3 tmpt. tp itu tidak pernah
tercapai memang. krn lagi2 misalnya teco dengan koran oke bs , tp koran teco
dengan majalah itu beda. jd kemampuan menulis koran dengan teco hampir sama
lah, straight news , berita2 langsung, berita pendek. sementara ketika menulis
majalah apalagi nasional, karena porsinya laporan utama kamu hrs bs menggali
story2 behind the newsnya, bs menulis news feature. jd tidak merata itu
kemampuannya. temen majalah bs dicemplung di koran, temen majalah, reporter
penulis majalah bs dicemplungin ke teco. tp sebaliknya, reporter teco atau penulis
teco dan penulis koran tidak bs ke majalah karena ada perbedaan spesialisasi. krn
menulis koran sama menulis majalah beda. koran sehari selesai, majalah itu
berkutat seminggu atau lebih , fokus , menulis panjang. jd, memang kendalanya
ada ketidakseragaman kemampuan antara semuanya, reporter penulis. jadi itulah
yang menghambat eksekusi konvergensi scr total
skrng kan udah ga konvergensi. apa perubahan yang dirasain mas setri
ketika konvergensi jalan dan skrng udah gaa jalan lg?
perubahannya kalau dulu itu saya memantau tulisan koran, diskusi, ulasan teco
begitu juga. penilaian saya yang menilai, membawahi mereka, administrasi.
sekarang engga. sekarang saya hanya urus majalah saja
apakah itu jd lbh fokus?
iya. pada akhirnya saya melihat untuk majalah itu butuh spesialisasi. artinya kalau
mungkin konvergensi adalah koran dengan teco. majalah itu mustahil. lagi2 krn
kemampuan berbeda, kemudian style menulisnya beda. seorang wartawan koran
dan teco dia dtng dpt peristiwa dia dpt jd berita. majalah tidak bs. majalah butuh
ketemu berulang kali, ngobrol, konfirmasi, butuh membangun sebuah cerita. itu
yang tidak dimiliki semua orang, hanya orang2 tertentu. kalau kamu lihat siapa
orang2 tertentu, mereka2 yang ada di majalah skrng
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
kesannya majalah eksklusif?
ga juga. bahwa memang style penulisannya beda. majalah itu penulisannya
panjanga dan news feature, harus dpt story behind the newsnya. sementara koran
tidak perlu itu. koran dan teco hanya perlu memberitakan apa yang terjadi, selesai.
nanti agak dalam2 sedikit di koran. dengan majalah beda
kalau dengan online bedanya?
koran dan online itu satu tipe, lbh dalam koran sedikit. tp koran dengan majalah
jauh bedanya, apalagi di teco sangat jauh. jadi butuh skill2 khusus untuk majalah.
dan kalau saya blh menilai itu yang membuat kita berakhir tidak konvergensi
krn perbedaan skill itu?
perbedaan skill itu. perbedaan majalah koran dan teco. artinya kalau di koran
dengan teco saja, jalan pasti. artinya satu outlet, satu wartawan kumpulin duduk
reporter nnt produknya keluar di koran, keluar di teco bs. tp ketika mereka
berkumpul, dikumpulin satu tim tp produknya keluar di majalah, itu pontang-
panting, ga bisa.
mnrt mas setri ketika tempo mngkn memaksakan idealnya konvergensi
jalan, apa yang akan terjadi?
yang akan pontang-panting majalah. krn lagi2 majalah itu butuh wartawan yang
pny skill2 khusus. jadi sekarang ga usah konvergensi lah, pindah2 orang aja repot
kita skrng. krn di majalah sudah terbentuk spesialisasi. wartawan nasional dia
sangat jago di nasional, dia mngkn ditaro di kompartemen ekonomi akan pusing
juga. wartawan yang bagus di majalah di bidang teknologi atau luar negeri, dia
tidak sanggup taro di nasional. pd akhirnya saya pahami untuk majalah butuh
spesialisasi. bukan hanya spesialisasi penulisan majalah, tp bidangnya juga.
bidang liputan , nasional, politik, hukum, ekonomi, seni
kalau misalkan pas jalannya konvergensi mas setri lbh fokus ke majalah
yaa?
iya
berarti koran teco redaktur utama yang jalanin?
jadi mereka hanya koordinasi. misalnya ada undangan siapa yang pergi atau kita
blng mainin dong isu ini ada bahannya sedikit. tolong mainkan isu ini dulu biar
heboh nnt dung di majalahnya. itu msh terjadi wkt itu. skrng tidak sama sekali
masing2 komunikasi sendiri2?
iya jd lepas aja. tp bisa juga sih tiba2 saya dtng tolong nih dpt bagus nih. tolong
dimainkan di koran dulu. kaya kasus novel
tp itu bukan suatu kewajiban lg?
artinya itu inisiatif saja. kalau dulu udah jd keharusan krn kita satu tim
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
kalau dulu dari sistem kerja sama dan pembagian tugasnya boleh dijelaskan
runut dari awal sampai akhir?
fokusnya adalah masing2 di kompartemen. jd krn saya mengurus majalah, saya
merancang perencanaan rapat hari jumat, rabu checking, jumat deadline. jadi dr
penulis, penulis nnt mngkn selesai diedit oleh M3, nnt baru diedit oleh redpel saya
terakhir. koran juga begitu tp beda siklusnya, koran satu hari. mereka menulis nnt
redpel langsung pd hari itu. seperti itu aja. memang interaksinya ga ada
wkt itu koran ujung2nya mas setri yang edit?
engga. jd memang krn waktu saya habis mengurus majalah tidak sempat. itu
diserahkan ke redaktur utamanya.
begitu juga dengan teco?
teco pny redaktur utama sendiri, pny tim sendiri.
kalau sekarang ada redaktur utama ga khususnya di majalah?
majalah ada kaya di politik dan nasional ada 1 redpel, ada redaktur utama di
hukum. memang idealnya ada redpelnya tp krn strukturnya nasional itu politik dan
hukum 2 kompartemen, mereka pny 2 redaktur utama. tp mereka strukturnya di
bawah 1 redpel, 1 redaktur utama
wkt itu pas konvergensi jalan, yang mas setri rasakan apa?
ada positifnya misalnya gampang pindah2 orang. bosen dia nih, tuker. koran dulu
deh dia
siapa yang menentukan?
redpel, saya bisa. saya tinggal lapor ke atas kita tuker yaa, koran ga bs intervensi.
kalau mereka mau tukar2 harus ijin saya dulu. wkt itu misalnya ada kejadian
kamu pny bahan di koran, oke tulisanmu msk majalah yaa. tls di majalah.
sementara temen majalah yang tidak pny usulan , yang tidak nulis kamu bantu
koran. itu sempat terjadi meskipun tidak rutin setiap minggu. yang idealnya tiap
minggu memang. yang ideal duduk sama2 rapat, kamu nulis apa minggu ini, ini bs
majalah jd tulis majalah ya, yang lain koran, itu yang ideal konvergensi seperti itu
tp itu ga jalan?
ga jalan. krn lagi2 koran asik siklusnya sendiri, majalah krn ada perbedaan skill
td. kadang kala koran dapat barang bagus, barang yang bgs untuk majalah, itu kita
tarik. tp dia tidak setiap hari dpt, sementara teman2 majalah hrs berusaha setiap
minggu dpt bahan untuk ditulis.
wkt itu ada penolakan soal konvergensi?
engga ya. kita seneng2 aja krn kita yang paling ideal itu memang awal
konvergensi. krn saya sebagai wartawan koran dan majalah juga ingin bisa jd
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
wartawan online. itu saya pribadi yaa belum tentu teman2 yang lain. tp ketika
dilaksanakan memang majalah khusus spesialisasi.
wkt itu mas setri berarti punya tugas baru untuk kortem dan teco juga,
sebenarnya mas setri memandang tugas baru itu kaya gimana?
jujur aja sambil jalan aja. tidak apa juga. krn lagi2 saya wkt nya habis ngurus
majalah. krn kompartemen nasional itu setiap pekan.
artinya ada beban waktu?
waktu habis. jd waktu yang tersisa yang bs saya pakai untuk mengkonsolidasikan
kadang2 sedikit sekali. krn rapat rutin, memikiran bahan, usulan, laporan utama,
terkuras di situ
kalau dr segi kualitas produk, hasil liputannya gimana?
krn pada prakteknya konvergensinya tidak berjalan, ya tidak ada pengaruh
artinya ga ada perubahan kualitas?
jadi memang awalnya konvergensi pd pelaksanaannya blm sepenuhnya. krn lagi2
koran dengan teco sangat mngkn. tp ketika nyinggung majalah, sudah kaya bumi
dan langit. jangankan antara majalah ke koran, majalah kompartemen A sama
kompartemen B aja sulit. krn lagi2 butuh spesialisasi krn tulisan hrs mendalam,
orang hrs pny informasi. ga bs temen2 yang pindah2 langsung menguasai
informasi banyak, pny sumber. krn majalah pny sumber yang bs ksh info
backgroud. info background itu kita bunyikan, kan itu inti majalah. bagaimana
membunyikan berita2 yang apa yang terjadi di balik laporan. bagaimana lobi2,
perdebatan membunyikan itu. jd skill2 itu yang terbatas orang bs. dan itu butuh
waktu, tidak bs sehari atau dua hari dapet
dari awal kan memang wartawan tempo backgroundnya lbh ke cetak,
dengan konvergensi idealnya 1 orang mengerjakan 3 outlet di mana ada
online jg. mnrt mas setri konvergensi relevan dengan background wartawan
tempo yg sebenarnya cetak?
kalau saya sbg wartawan turun ke lapangan hrs bs semuanya, level wartawan.
artinya wartawan majalah menjadi wartawan teco harus bs. gampang kok kita ke
lapangan, kita ketemu sumber, kita bs bunyikan. memang ada persoalan wartawan
teco jd wartawan majalah, itu yang ga bs. wartawan majalah bs menjalankan 3
fungsi itu, wartawan teco dan wartawan koran dia mngkn hanya bs menjalankan
maksimal 2 fungsi sbg wartawan teco dan wartawan koran. kita wartawan majalah
mengalami kesulitan
kalau di level atasnya, redakturnya?
kalau redaktur sih bisa krn kita jg terbiasa kerja cepat kok. malah sebetulnya
redaktur majalah itu mnrt saya cocok jd korlap di teco. krn dia memecah angle
bagaimana satu tema ini di mana dilarikan tema baru. bagaimana peristiwa
dikembangkan jd 10 berita, itu piawai redaktur majalah krn mereka sudah
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
terbiasa, sudah terlatih. saya pernah dulu di teco, menulis pun ga susah. gaa usah
level penulis, redaktur pun terbatas dari koran teco pindah ke majalah. paling di
antara 10, 1 atau 2 orang bisa. tp redpel majalah bs ke koran dan teco
kalau instruksi atasan untuk menjalankannya gimana?
jalankan konvergensi tp wkt itu lbh bagaimana konsolidasi isu. tidak sampai cair
tp bagaimana konsolidasi isu. jd tolong kamu sbg redpel nasional kamu
memaintain isu di koran juga, isu di teco agar simultan dengan isu di majalah.
perintahnya itu. meskipun saya tetap dikritik kamu kurang memperhatikan teco,
saya terima kritiknya krn saya fokus di majalah
kritik dr pemred?
iya
artinya konvergensi itu dulu memang hrs dijalankan?
sebagai sebuah percobaan, sebagai sebuah ikhtiar lah. dan skrng kita jd pny ilmu
baru kan. kalau tidak dicoba kita gaa akan tau.
kalau buat skrng kan udah ga konvergensi. ketika konvergensi misalnya
akan dijalankan lg apakah mas setri setuju dengan pengaplikasian itu lg?
hrs diubah bahwa konvergensi hanya bs dilakukan oleh 2 outlet. krn pada
akhirnya tempo itu butuh orang2 khusus di majalahnya, butuh orang2 yg pny
kemampuan khusus.
itu untuk mempertahankan kualitas majalah?
iya. sisi lain mnrt saya bs tetep bahwa orang2 majalah ditempatkan di koran. di
teco sebagai korlip. dan saya bs memastikan jauh 2 kali lbh cepet ketimbang
orang koran atau di teco. kalau memecah isu, mencari angle teman2 di majalah
terlatih. dan juga saya pastikan kalau dilempar jd korlip di teco, dahsyat2 semua.
jd memang persoalannya majalah kurang orang juga.
dulu pas mas setri di nasional ada target edit majalah koran teco?
engga. krn penilaiannya sudah masing2. bahwa core mu apa, majalah. jd dpt
penilaian itu misalnya mengedit 10 tulisan majalah, itu setara dengan 100 di koran
misalnya. ada itung2annya. jd itu buat penilaian, penyeragaman krn tanpa itu
bingung ukurnya gimana. jd itu mas taufiqurohman sebagai kepala biro penilaian
membuat itu. jd ada corenya
apa keuntungan dan kelemahan konvergensi?
kalau keuntungan mnrt saya keuntungan terbesarnya adalah bagaimana transfer
knowledge, cepat sekali krn kita 1 tim, kita gampang diskusi. kemudian kalau kita
ingin mengembangkan media online itu menguntungkan sekali. dlm bayangan
saya bisa konvergensi tp sudah ada di masing2 di majalah sudah ada orang spesial
majalah saja, tp ada orang yang di majalah itu dia 2 kaki. artinya scr formasi
lngkp dulu di majalah, baru ada 1/2 orang yang jd jangkar, itu bs banget. memang
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
ada persoalan keterbatasan orang juga yang menghambat kenapa tidak berjalan
konvergensi. turn over tempo tinggi, kurang orang. jd apakah bagus, saya setuju
bgt. dalam bayangan saya kalau tempo sabar, bertahan, mngkn nanti akan sampai
pada keseimbangan semua orang bisa lintas itu. ini krn waktunya mepet, kita
dikejar deadline tidak ada apa , sulit memang. jadi kalau sabar, ada konsekuensi
turun kualitas majalah sedikit, tp prosesnya berjalan, nnt semua orang akan cair
wah dahsyat bgt. nnt oke siapa penulisan majalah, kamu drop koran dan teco, wah
itu enak bgt.
kalau evaluasi dari mas setri atas konvergensi gimana?
konvergensi agak terkendala krn kurang orang. sementara outletnya nambah. ada
target teco sekian berita. kalau dulu teman2 saya di teco berapa ajalah beritanya,
ini ada target berita sekian. gaa bs disambi, fokus. sementara majalah pny standar
mutu sendiri. koran pny standar mutu sndri. standar2 ini tidak bs terjangkau
dengan orang yang terbatas. kalau orang 2 kali lipat saya berani kok, 2 kali lipat
aja jumlahnya, berani bgt. konvergensi itu bgs bgt apalagi kita bicara konvergensi
ke multimedia, bikin video pendek, grafis
orang yang perlu ditambah di level apa?
level wartawan
artinya ketika orangnya banyak dan tempo bs lbh sabar, konvergensi
bakalan tercapai?
jalan. percaya kok. krn saya percaya konvergensi pilihan terbaik
untuk tempo?
untuk semua media. krn media itu industri. industri msk bisnis, bisnis bagaimana
menekan biaya dan mendapat keuntungan sebesar2nya. ini ekonomi. kuncinya
konvergensi. saya percaya kok bahwa tempo nnt akan kembali ke konvergensi,
nerima, saya percaya. harus menuju ke sana
tp kalau nambah orang akan nambah pengeluaran...
iya nambah pengeluaran. tp kan ada outputnya yang lebih. jadi kan akan jd
persoalan outputmu 10, orangmu 5. orangmu 10, outputmu 6. kan seharusnya
orangmu 10 outputnya 10, orangnya 20 outputnya 20 seharusnya.
kalau kelemahannya apa?
kelemahannya adalah sulitnya mencari orang yang mempunyai kemampuan
merata. dan memang terbatas dan itu memang sulit. itu tantangan sih.
tantangannya sulit mencari orang yg pny kemampuan merata. bisa di semua. satu
lg butuh investasti krn proses belajar tidak langsung pst menguntungkan. tp untuk
jangka panjang ada prospek, ada harapan. ada potensi gagal gaa, ada juga. tinggal
kita sabar sama kemampuan keuangan. kalau tempo perusahaan yang kaya sekali,
kalau tempo pny jakob oetama misalnya, saya akan dorong konvergensi kok. dan
nanti ketika konvergensi jalan, semua orang berpikir media baru. krn pada
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
tantangan ke depan memang wartawan tempo itu adalah wartawan majalah
seharusnya meskipun dia di teco. jd dia menjadi berbeda dengan media online
lainnya
itu gimana caranya?
terus upgrade kemampuan
artinya wartawan itu hrs dilatih standar majalah?
iya standar majalah. standar majalah bukan hanya standar penulisan loh. standar
penyarian bahan. krn ketika kita ingin maju, kita beda dari kompetitor. kalau
hanya sama, orang ngapain buka tempo.co, detik sama kompas.com aja. tp ketika
misalnya pencarian bahan, pemilihan angle itu temen tempo.co persis kaya
majalah, orang akan buka
di teco dan majalah kan karakteristiknya beda. di teco cepat, majalah
mendalam..
itu lebih cepat dan mendalam adalah di produk. tp ketika proses gathering bahan,
sama kok. skrng kamu ketemu sumber nih, ada jumpa pers soal kenaikan
perusahaan, kalau wartawan teco berpikir jumpa pers saja. kalau wartawan
majalah dibuka laporan keuangannya, ini kok bs rugi, kenapa rugi. jd 2 step atau 3
step lebih dalam. ini agak janggal nih, apa rencananya mengatasi kerugian ini. itu
contoh teknis di ekonomi misalnya
dlm proses buat berita di majalah berarti kan lebih panjang, di teco memang
tuntutannya cepat. gimana caranya wartawan yang emang dasarnya diajarin
buat cepat dan seringnya di online bs standarnya sama kaya di majalah?
cepat dan tidak cepat itu mnrt saya habit. saya gaa pernah di wartawan online. jd
pernah ada suatu peristiwa turun ke lapangan kita ngalahin orang lain kok,
ngalahin detik dll. soalnya habit kok itu. bukan karakter, bukan style. style yang
saya blng td di eksekusi penulisan tp soal cepatnya semua orang bisa melakukan
kok. seharusnya wartawan majalah bs jauh lbh cpt dan lengkap ketimbang
wartawan yang lain krn dia udah terbiasa riset. kalau wartawan teco dapat bahan
dulu baru riset. jd waktunya kalau wartawan dia riset dulu baru dia cari
membunyikan riset ini, informasi ini. mngkn pny wkt 5 menit tp kalau dtng dpt
info, baru riset, tulis berita, itu 20 menit
artinya dengan karakter online yang cepat sebenarnya bukan penghalang
wartawan buat jadi sama dengan majalah?
itu habit kok. cepat lambat itu habit. kebiasaan. ini kan sama prosesnya, turun ke
lapangan kita dengar. artinya kalau wartawan majalah yang udah biasa memecah
angle, dia bs dengan cepat 1 peristiwa bs jadi 10 berita yang mngkn wartawan
konvensional online hanya dapat 3 atau 5. krn kita sudah tau di sini larinya nih
berarti wartawan online sblm turun lapangan hrs ada persiapannya?
iya
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
dari situ konvergensi bisa jalan?
saya percaya bisa. dan ke depannya jd kebutuhan krn media ini industri.
bagaimana menekan biaya, 1 orang bisa menguasai semua bidang, trs bisa
mencari keuntungan yang besar. ini industri lah. realistis. itu hukum ekonomi. dan
itu jawabannya adalah konvergensi. konvergensi itu memotong mata rantai
prosedur kok. ini sama dengan pabrik kalau dulu misalnya orang barang cetak,
orang antar. tp kalau teknologi berjalan memotong 10 orang. sama kaya gitu.
bahwa butuh operator yang paham bagaimana mengatur rel ini, spt itu juga tempo
memainkan kemampuan orangnya. dan ini butuh waktu dan biaya
kalau di pandangan mas setri berjalannya konvergensi, pekerjaan wartawan
ini kaya gimana?
sama. mencari berita, bagaimana menulis berita. tp bedanya adalah kamu tidak
lagi hanya bisa menjadi menulis berita koran. kamu tidak lagi hanya bs menulis
berita majalah. kamu hrs bs menulis tiga macam berita plus empat multimedia,
memvideokan, segala macam. videografis, photografis. wartawan masa depan itu
ya itu. dan tempo harus ke sana
anak majalah sendiri ada diajarkan kaya gitu nulis buat teco, bikin
multimedia?
ada beberapa tp gaa serius, gaa intens
kenapa?
krn lagi2 kurang orang. kaya di majalah mulai hari ini harus mulai berpikir
mencari bahan ketemu dengan siapa. gaa ada lg waktu bagaimana sih. mereka
kadang2 bentrok. orangnya terbatas
kalau yang sekarang udah gaa konvergensi bedanya gimana? sekarang
mengerjakan sendiri?
gaa ada bedanya menurutku. krn dari awal belum sepenuhnya terjadi konvergensi.
konvergensi itu baru perintah dari , baru talk down ‘konvergensi yaa’. tp
setengah2, ga jalan\
jd gaa ada bedanya?
gaa ada. bedanya skrng kompartemen koran pny tim sendiri, teco tim sendiri,
tidak ada koordinasi lg. itu aja
wartawan mengerjakan pekerjaannya juga ga ada bedanya?
ga ada bedanya, sama aja. wartawan majalah , koran di koran. krn lagi2 memang
konvergensi itu sistem. dan sistem butuh investasi, butuh proses. artinya tempo
harus menyiapkan itu dulu baru jalan. sedangkan di indo blm ada yang
konvergensi. tempo sudah pny konsep. artinya kalau tempo nanti kaya, tinggal
jalan. kita sudah pny sistem konvergensi. jd memang keterbatasan orang,
keterbatasan dana.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
artinya mnrt mas setri sebenarnya sistem dan konsep konvergensi tempo
sudah oke tp kurang aspek2 tadi?
oke. artinya terpenuhi dulu struktur organisasinya, ada lengkap. ini kan masih
bolong sana bolong sini. tutup sini kurang sana. tutup sana , sana yang teriak
sekarang ga ada rapat2
yang nego2?
pemred, redaktur pemberitaan, segala macam. orangnya itu2 aja kok
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Informan 5: Redaktur Pelaksana Ekonomi dan Bisnis Majalah
Tempo-Yandhrie Arvian
latar belakang?
saya msk tempo tahun 2003. sekarang saya di desk ekonomi dan media sbg
managing editor pelaksana. sblm di ekonomi saya pernah incharge di beberapa
kompartemen misalkan saya pernah di politik, saya pernah di sains dan
lingkungan krn basically saya orang engineering, trs saya jg pernah di investigasi
berarti di awal msk tempo mulainya apa?
saya mulainya dulu di desk politik lalu saya awalnya di tempo newsroom, koran,
lalu magang 1 saya di sains dan iptek, lalu saya ke majalah juga msh sains dan
iptek. stkh iptek saya di ekonomi, lama di ekonomi dari thn 2006 sampai thn
2011. stlh itu saya di investigasi, stlh itu saya sempet kuliah 2 tahun ke australi
saya ambil master. pulang saya di investigasi lg, sempet ke politik, skrng ekonomi
selama mas yandhrie di tempo, bagaimana melewati masa konvergensi media
?
sebenernya konvergensi di tempo itu terjadi ketika saya sekolah pada dasarnya.
sebelum saya berangkat sekolah juga sudah mulai, saya ingat sekali wkt itu kan
kita ingin ada sebuah jembatan tidak hanya majalah dan koran tp jg dengan
online. lalu saya inget betul wkt itu kantor tempo yang di proklamasi pindah ke
koran ke kebayoran lalu di situlah berbaur desk itu. desk politik koran dan
majalah bergabung di situ. desk ekonomi koran majalah bergabung dlm satu tmpt
yang sama, duduknya saling berdekatan. begitu juga dengan temen2 tempo.co.
saya ingat wkt itu memang dimulai dengan proses perpindahan teman2 dari
proklamasi majalah pindah ke kebayoran.
itu di sekitar thn brp?
rasanya udah mulai 2011/2012. inisiasi awalnya mngkn 2011 udah mulai krn wkt
itu pindah dr proklamasi ke kebayoran sekitar thn 2012 saya ingat. pertengahan
atau awal saya lupa, mulainya saya lupa tp di tahun2 itu. tp saya persisnya udah di
investigasi. nah investigasi memang agak unik wkt itu krn memang investigasi ini
memang ada kompartemen investigasi di majalah ketika itu. jd ketika
kompartemen temen2 desk yang lain bergabung dengan rekan2 mereka yang satu
desk di koran maupun online, investigasi tetap sendiri. timnya kan ga banyak,
hanya 4 atau 5 orang. dan sampai skrng hanya segitu orangnya
pulang sekolah kapan?
saya dua tahun. jd saya 2013 awal berangkat, des saya wisuda. saya lupa antara
des 2014 atau jan 2015. tp saya lngsng kembali ke tempo di jan 2015. saya
kembali ke desk investigasi awal2nya. tp yang saya liat sepanjang saya melihat,
observasi memang sudah sangat cair pembagian isu antara temen2 koran dan
majalah yang di desk politik maupun juga desk ekonomi maupun lainnya. dan
saya ingat sekali yang paling smooth berinteraksi dan berbagi isu setelah
konvergensi itu seni budaya. jadi di minggu ini temen seni budaya 1 orang
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
menulis di majalah, berikutnya dia bisa menulis di koran atau di minggu yang
sama dia menulis online. itu sangat cair sekali. saya rasa malah pionirnya temen2
seni budaya. krn yang paling duluan itu saya inget mereka. yang paling smooth
yaa. rotasinya, teknisnya, dan juga bagi2 bola kapan saatnya majalah, apakah isu
yang sama dibagi dengan koran atau dibagi seperti apa untuk online spt apa itu di
seni budaya
kalau sekarang kan mas yandhrie redpel ekonomi, sebelumnya udah mulai
jd redpel dr thn brp ?
PJ redpel pegang majalah. persis redpelnya itu rasanya SK nya di januari 2017 ini.
tp sblmnya saya udah plt. jadi menggantikan teman yang dipindah ke divisi lain.
stlh teman itu pindah ke non redaksi , saya jg hrs mengikuti dan memantau
pergerakan temen2 koran juga, tidak hanya majalah tp juga koran dan onlinenya.
makanya temen2 ekonomi kan duduknya msh berdekatan skrng. yang sebelah
saya persis itu teman teco, sebelah kanan saya persis teman teco, depan saya
persis teman teco, yang pojok sana teman2 koran semua, di lingkaran yang sama
dengan saya ada anak majalahnya juga
berarti skrng model duduknya tiga outlet dijadiin satu?
betul. itu rasanya sejak thn 2012 jg seperti itu. sblm saya berangkat ke australi
juga sudah berdekatan. ketika saya pulang dr australi, saya melihat teman2
ekonomi juga sudah berdekatan. kenapa duduknya saling berdekatan, berbagi isu,
tektoknya lbh cpt antara saya dengan teman koran. nih ada isu ini, dia lg garap ini,
koran tertarik gaa garap isu yang sama. misalkan kita bagi2 angle tulisannya,
koran duluan mainin isu yang sama, nanti majalah akan lbh dalam dengan angle
yang berbeda. online spt apa, online sifatnya kan berbagi peristiwa yang terjadi
saat itu. misalnya temen majalah pny info yang lg running dan menarik buat
online, kita ceritakan ke temen online. kalau dulu ada kewajiban majalah harus
menyumbang buat koran dan jg buat online. misalkan saya nih sebagai editor
harus approval untuk tempo online, rasanya sehari minimal 3 berita. nanti
diakumulasi di setiap akhir bulan. jd ada ukuran yang pasti. begitu juga dengan
teman2 yang levelnya SR atau reporter, itu sebisa mngkn harus bs menyumbang
untuk koran. misalnya di koran menyumbang di online. bagaimana dengan di
majalah, kalau dia buat di majalah, saya pny kebijakan sebisa mngkn anak ini
dibebastugaskan dulu dr koran. seminggu dulu dibebastugaskan dari koran, dia
fokus dulu di majalah. nnt di satu bulan itu dia ada produk di majalah ada, tp juga
di minggu berikutnya dia ada produknya di koran maupun di online
artinya ketika ga pegang majalah, dia bs mengerjakan di koran atau online?
betul. sangat cair sih pada dasarnya. misalnya ada anak majalah yang blm dapat
narasumber untuk kebutuhan tulisannya dia. dia lagi riset segala macam dan
kebetulan anak koran butuh bantuan editing, bisa aja nnt teman editor koran minta
tolong saya atau kita diskusi kita kurang orang nih ada yang cuti atau apa, bisa gaa
si A ngebantu halaman sekian koran halaman sekian sebagai editor.
jd sebenernya perusahaan ingin melihat lebih terukur lg performa tiap individu di
tiap kompartemen di tiap outlet. itu sebabnya per januari 2017 teman yang
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
corenya di majalah fokus hanya mengerjakan majalah. teman yang corenya di
koran hanya fokus mengerjakan koran. teman di online fokus mengerjakan online.
saya sebagai redpel di ekbis tidak bs misalkan serta merta minta tolong anak
koran pekan ini tulis untuk majalah. kalau dulu bisa, skrng tetep bisa tp itu
sifatnya situasional dan ada approval dari pemred korannya dan memang kalau
kebutuhannya sangat mendesak sekali. saya gatau apakah ini kemunduran atau
engga tp yang saya tangkap, perusahaan ingin melihat key performance index tiap
individu spt apa. jd keliatan misalkan di akhir tahun itu dengan produksi sekian
edisi ada pemasukan iklan sekian ada profit sekian setiap orang kira2
berkontribusi berapa. ada ukuran2, perhitungan2 seperti itu. tp dari sisi isu yang
saya rasakan di ekbis, kita tetep cair. kita tetep berkoordinasi di grup Whatsapp
yang sama. kalau ada undangan event , ada interview siapa , kita ajak anak koran.
bahkan, ada beberapa isu yang kita garap bersama. misalkan dalam konteks
pergantian dirut pertamina, kita garap bersama antara koran dan majalah
meskipun wkt itu koran yang lbh dulu leading dengan isu itu. kita masuk mencari
angle yang berbeda dengan kedalaman yang berbeda. tp basically narasumber
yang sama, bahan2 yang sama, seperti itu. itu sebabnya duduk berdekatan seperti
itu, biar lebih cair. meskipun skrng scr fisik untuk mengerjakan anak majalah di
koran pasti teman koran minta ijin dulu ke saya. saya blng ga bisa krn dia lg fokus
di majalah.
wkt itu saat msh konvergensi, wkt mas yandhrie jadi redpel, apa perbedaan
sewaktu konvergensi dan skrng udah gaa?
yang terlihat sangat beda itu ya tadi yang saya blng itu. kalau dulu kan ada
kewajiban dari teman majalah untuk misalkan mengerjakan koran sebulan sekian
item, mengerjakan online atau mengapprove sebagai editor berita online per hari 3
item. skrng tidak ada kewajiban itu lagi. dulu dijadikan parameter dlm penilaian
per tiga bulan. setelah 3 bulan kita bisa menilai si A bagus di majalah tp dia
kurang kontribusi di koran. bagaimana onlinenya yaa so so. bandingkan dengan si
ini, oh dia setiap hari bisa penuhi 3 item sehingga sebulan dia sekian item. itu bs
terpenuhi sesuai dengan kriteria yang diminta oleh tempo. tp korannya tidak
terpenuhi, majalahnya tidak terpenuhi. kalau skrng parameter2 itu tidak dijadikan
ukuran lg dlm proses penilaian 3 bulanan yang dilakukan oleh tempo untuk
menilai kinerja masing2 individu yang ada di newsroom. jadi kalau skrng kita
bicara penilaian yaudah kita lihat hasil di majalah spt apa. si B anak koran, yaudah
kerjaan dia di koran spt apa. itu memang yang saya tangkap yang diinginkan oleh
perusahaan untuk menilai KPI setiap orang itu spt apa sih dengan corenya
masing2. kalau si A di koran KPI nya spt apa dengan dia mengerjakan koran
sampai setahun ke depan. jadi tidak dicampuradukan dulu dengan sumbangan dia
untuk majalah maupun online. jadi perbedaan yang sangat terasa itu. saya dulu
setiap hari harus mengedit minimal 3 item online, approve. skrng saya ga pny
kewajiban itu krn core saya di majalah, ktp saya majalah, paspor saya majalah,
sehingga atasan saya akan menilai saya sebagai orang majalah skrng. saya gatau
apakah akan berubah lg ya. ini kan ingin melihat KPI tiap orang sesuai dengan
corenya, apa kontribusinya terhadap outlet yang dia pegang. sementara kan
pekerjaan untuk yang di digital atau koran kan ibaratnya bukan corenya dia. kalau
dulu ada kewajiban itu dan itu dinilai dan dibawa ke rapat penilaian. apakah si A
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
sudah memenuhi kriteria untuk online, apakah si A sudah memenuhi kriteria
untuk koran, dan juga corenya dia di majalah spt apa
kalau yang mas yandhrie rasakan ketika msh konvergensi gimana? mngkn
dari suasana kerja, pembagian tugas?
kalau dr suasana kerja, ya itu tadi mngkn lebih cair. tp pada dasarnya sama2 ga
ada yang berubah. dari sisi isu ga ada yang berubah. misalkan ekonomi di bulan
ramdan, di bulan puasa, pasti harga kebutuhan pokok kan naik, anak koran pst
running spt itu setiap hari. majalah apa isunya yang lain, pst juga akan mencari isu
yang sama tp dengan angle yang lain. jd sebenernya tidak terlalu banyak ada
perbedaan signifikan dr perspektif saya meskipun konvergensinya tidak seperti
yang sebelum januari 2017. minimal kita msh di grup whatsapp yang sama, saya
msh bisa memantau pergerakan, saya msh tau perencanaan koran besok mau nulis
apa, saya tau krn kita di grup diskusi yang sama. siapa yang mengerjakan apa saya
tau. kecuali mngkn anak koran tidak tau apa yang dikerjakan majalah. kenapa krn
temen2 majalah ini pny grup whatsapp sendiri. tp mngkn secara informal mereka
tau kalau mereka nanya eh majalah lg garap apa nih, majalah pny isu2 ini, koran
tertarik gaa. kaya gitu. tp ya itu lbh krn informal, krn kita duduknya berdekatan,
saling tanya. kalau dulu saya sebagai redpel itu jg tiap hari saya hrs membaca
tulisan yang belum jadi sampai dia jadi untuk koran. misalkan saya bs cek kok
blm diambil sama editornya, saya bs tanya kok blm diambil ditulisan ini, kok
deadlinenya telat, trs bahannya aman atau engga buat besok, halaman depannya
spt apa ekbis, halaman dalamnya headlinenya apa, bagaimana bahan2nya.
minimal saya selalu menanyakan di grup whatsapp. skrng ga ada kewajiban lg
buat saya untuk sedalam itu krn sudah ada beberapa M3 redaktur utama yang juga
berperan untuk mengawal berita2 di koran. mereka juga langsung report ke RE
koran dan juga pemred koran. kan saya udah ga ikt rapat perencanaan koran , saya
bs pantau krn saya berada di grup koran, saya bs liat kompartemen lain
memasukkan apa. tp keterlibatan saya tidak lg sedalam dulu krn saya pny
tanggung jawab untuk di majalah.
kalau dulu rapat perencanaan secara fisik, mas yandhrie ikutan juga?
engga juga. krn pada dasarnya koran itu kan ketemunya hanya siang rapat
checking jam 1. kalau rapat paginya kan via grup whatsapp, semua rapat pagi itu
officeless, skrng semua dipusatkan via whatsapp. diskusinya via whatsapp krn
memaksa orang untuk dtng pagi itu ternyata tidak begitu efektif untuk karakter
sebuah newsroom. akhirnya dipilih sistem officeless, grup whatsapp, jadi
ketemuannya non fisik. tp jam 1 atau jam 2 temen2 koran pst dtng. tp saya ga pny
kewajiban. dulu pun pada dasarnya saya ga pny kewajiban, yang dtng itu temen2
yang koran. tp temen koran akan melapor ke saya. td hasil rapat checking gini,
baik melaporkan scr fisik ngobrol krn duduknya berdekatan, baik jg dia
melaporkan via grup whatsapp. dia rapat checking spt ini, ada perubahan angle spt
ini. halaman depan angle2 spt ini, itu semua ada di grup whatsapp. atau saya juga
bisa menanyakan mereka.
kalau dulu berarti mas yandhrie punya kewajiban baru , bertanggung jawab
atas tiga outlet di tempo...
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
termasuk juga menilai mereka yang di bawah masing2 outlet tersebut. skrng saya
udah ga pny kewajiban untuk menilai teman online. kan semua sistem penilaian
dlm bentuk intranet. jd skrng udah ga ada kewajiban
saat mas yandhrie punya kewajiban untuk ketiga outlet ini, apa rasanya?
mas yandhrie memandangnya gimana ketika ada kewajiban baru? ada
bebankah?
engga sih kalau dlm konteks kurang nyaman. apakah bebannya bertambah bs iya
bs tidak. tp pada dasarnya krn isunya kan biasanya mirip, tidak jauh2 berbeda, jadi
sebenarnya tidak terlalu menambah beban saya juga. toh saya hanya mengawal,
bisa melihat di intranet, di perencanaan. naskah sudah msk atau blm, yang edit
siapa, kok editornya blm ambil naskah yang sudah msk yang sudah tersedia. kalo
ada yang editingnya kurang saya akan ingatkan mereka. tp itu kan sebuah
pekerjaan yg mnrt saya tidak perlu mengambil porsi yang sangat berat buat saya.
meskipun saya pny core di majalah. apa bedanya dengan skrng tentunya saya pny
lbh banyak waktu buat majalah. jd fokusnya majalah tanpa mengesampingkan
saya tetap membaca yang di koran ekbis. biasanya kan saya misalkan ketika buka
intranet misalnya saya msh di luar kantor ketemu narasumber menemani teman2
majalah, saya tinggal cek intranet via handphone, saya bisa liat halaman mana
yang blm diisi, trs juga ada percakapan di grup whatsapp kan kenapa belum
terkumpul. kalau saya sih ada smartphone semuanya lebih relax krn teknologi
kalau dr hasil liputannya ketika konvergensi kaya gimana untuk ketiga
outlet? apakah mnrt mas yandhrie maksimal atau lbh baik skrng yang di
mana satu orang lbh fokus di outletnya masing2?
tergantung isunya. kalau misalkan tiga outlet ini mengerjakan isu yang sama,
dengan pengerahan orang yang lbh banyak itu bs jadi lbh maksimal, lbh dalam,
lbh indepth. krn saya inget banget wkt itu kita mengerjakan edisi soal outlook
ekonomi 2017, itu kan semua temen koran majalah maupun online mengerjakan
isu yang sama. kita diskusi undang narasumber, pimpronya pun koran meskipun
project majalah. outputnya di majalah awalnya, tp apa hanya di majalah,
outputnya kita keluarkan juga di koran. ada beberapa item dengan versi pendek
dicompact, dikeluarkan di koran. krn isunya sama pengerahan orangnya lbh
banyak, otomatis mnrt saya hasilnya bs jd lbh maksimal. tp kalo majalah lg main
isu sendiri, koran lg main isu sndri, mnrt saya fine2 aja. apakah menjadi maksimal
atau tidak maksimal, tergantung juga ga bisa diukur di situ. bs jadi tetep maksimal
krn main isu yang berbeda kan. jadi masing2 fokus dengan isunya masing2. skrng
teman majalah spt kmrn fokus di freeport misalkan. majalah lg indepth soal
freeport. ternyata temen koran juga freeport. yaa tetep bisa maksimal duaduanya
pada dasarnya krn kan mengerjakan dua isu yang berbeda. kalau dengan isu yang
sama dua2nya bergerak bareng, itu lbh maksimal lg
kalau pas konvergensi kan di bagian SR dan reporter punya kewajiban,
tanggung jawab mengerjakan tiga outlet. ketika ekbis tiap2 outlet
mengerjakan isu yang berbeda gimana caranya si reporter bs maksimal,
sedangkan dia pny 3 kewajiban?
bisa jadi dia ga memenuhi semuanya
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
mas yandhrie gaa mewajibkan?
saya selalu mengingatkan mereka. minimal di majalah, coba kalian pny kewajiban
di teco sehari 3 berita, kalian pny kewajiban koran. tp karena kesibukan majalah,
ngerjar narasumber majalah, hrs nulis yang lbh dalam, lbh panjang, itu tidak
terpenuhi. akhirnya saya coba lbh mendorong mereka dengan strategi berbeda.
coba 1 item dulu deh, ga usah sampe 3 dulu, lagi senggang ga ada narasumber
coba 1 item. ada yang berhasil ada yang gaa berhasil. ada yang berhasil 3, ada
yang ga berhasil sama sekali krn memang karakternya mereka ternyata majalah,
susah nulis online. misalkan ada sambil nunggu orang pny isu sendiri, bs gaa
kerjain buat teco dulu. itu ternyata gaa semudah itu krn memang tiap orang tidak
bs menjadi spesialisasi tiga bidang, ga semuanya bisa. misalkan hanya ada orang
yang untuk majalah dan koran, ada orang yang hanya untuk koran dan online. ada
orang yang memang majalah aja. dari awal di majalah sampai sekarang di
majalah, dia diminta buat online itu keliatannya mengubah habitnya tidak
semudah itu meskipun ada yang bs juga ada yang berhasil. jd yaa gaa semuanya
berhasil memenuhi kriteria 3 outlet ketika konvergensi, pst ada yang kurang2nya,
ada yang cuma sehari 2 item, cuma satu, ada yang bisa tiga, ada juga yang ini
yang saya lakukan wkt itu. kalau saya sibuk dari senen sampai jumat, setelah saya
deadline majalah selesai, saya hajar tuh semuanya. sehari saya bisa kerjain lebih
dari 20 misalnya. misalnya saya lagi senggang di hari minggu, krn saya tau hari
jumat saya ga mngkn ngerjain online, kesempatan saya di hari selasa atau kamis
misalkan, sehari itu saya bisa mengerjakan lebih dari 3, bs lebih dari 10/20/30.
artinya ketika dihitung per akhir bulan, saya terpenuhi nilai saya krn satu hari bs
edit banyak. coba pake pendekatan yang lain, istilahnya nabung di hari yang sama
bikin sebanyak2nya. nabung buat sewaktu2 ketika kalian sibuk, yaa gapapa
mengerjakan online, toh masih pny tabungan nih, msh banyak bgt. saya melihat
ada teman di politik juga yang mengerjakan spt itu tp mengerjakan setelah
deadline, dia sudah selesai kewajiban majalahnya dia bs sampai seharian itu
mengerjakan online untuk memenuhi target yang diminta oleh tempo. dikerjakan
seharian dari pagi sampai malam, baik itu ngedit, nulis, approve
wkt itu mas yandhrie kerjainnya oke? kualitas produknya oke?
oke aja. krn pada dasarnya untuk di level saya , saya lebih banyak mengapprove,
mengedit. jadi biasanya rebutan. akhirnya rebutan krn banyak2an kan buat
memenuhi standar dan target yang diminta. yang agak susah memang dari majalah
ke online memang agak susah. pd dasarnya lbh krn memang mereka pny tanggung
jawab buat ngejar narasumber di majalah, kalau blm dpt narasumber perasaannya
gimana gitu, gaa tenang, tidurnya ga nyenyak krn dia pny kewajiban mengejar
beberapa narasumber buat kebutuhan dia sendiri. akhirnya dia hanya fokus buat
tulisannya dia
kalau mnrt mas yandhrie definisi konvergensi media apa?
kalau saya sih simple, konvergensi media itu bagaimana sebuah outlet dan
individu2 yang ada di outlet tersebut bisa saling cair mengerjakan apa yang
berbeda satu sama lain. orang yang biasa mengerjakan teks, itu harus bs
mengerjakan video, short movie, mengerjakan foto, hrs jg bs mengerjakan online,
hrs bs mengerjakan buat koran dengan angle yang berbeda dan bs membuat buat
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
majalah dengan angle dan kedalaman yang berbeda. jadi tuntutannya harus
berbeda. jd lebih ke multiskill, tidak hanya jago cetak, tidak hanya jago teks, tp bs
juga harus lbh menguasai digitalnya spt apa. syukur2 dia bs video, jago motret,
bikin vlog misalkan. krn memang bbrp media juga sudah melakukan itu jg kan
dan kalaupun dia menulisnya menulis panjang buat majalah, dia juga sebenarnya
bisa menulis panjang buat online kan dengan versi long-from itu.
konvergensi spt itu yang terjadi di tempo?
iya spt itu terjadi di tempo meskipun yang versi long-form itu kita kadang baru
bisa merealisasikan itu ke investigasi biasanya. investigasi terbit di cetak, lalu dia
bikin versi long-formnya di versi online. boleh dibilang rubrik investigasi di
tempo.co itu kan baru akan diupdate kalau ada versi majalahnya keluar. mestinya
ga blh gitu juga tp kan krn mereka corenya di majalah jd nunggu majalahnya
keluar baru versi onlinenya
kalau background wartawan tempo kan anak cetak. mnrt mas yandhrie
dengan background anak tempo yang cetak dan skrng mulai hrs bisa
ngerjain online, koran, majalah, sebenernya konvergensi relevan gaa
diterapkan di tempo?
saya percaya dengan comparative advantage. setiap orang pny keunggulan dan
spesialisasi masing2. bisa jadi orang yang berbeda tidak bisa menguasai
semuanya. itu yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi orang2 mana yang
cocok untuk tiga outlet, mana yang hanya dua outlet, mana yang hanya satu outlet.
kalau pertanyaannya apakah konvergensi cocok dengan tempo, terus terang saya
blm bs menjawabnya krn saya juga blm melakukan kajian. jd sejumlah wartawan
tempo yang ada skrng apakah mereka cocok untuk tiga outlet, apakah hanya
cocok untuk dua outlet, semestinya sih SDM atau misalkan bagian pendidikannya
tempo sudah pny data itu, tp saya blm tau juga data terbarunya spt apa. krn
biasanya ada magang untuk redaktur untuk naik level. itu akan dinilai oh si ini
cocoknya di majalah, si B cocoknya buat 3 outlet, majalahnya oke onlinenya oke
korannya juga ga problem. si C ini hanya cocok untuk koran saja, onlinenya tidak
oke krn speednya kurang, apakah majalahnya bs ternyata kedalamannya juga tidak
cocok. krn memang semuanya berawal dr cetak, yang saya lihat memang ini
membuat proses konvergensi atau proses untuk bs menulis berbeda outlet itu agak
sedikit lambat. krn tidak semua orang pny skill yang sama. itu memang hrs jadi
PR nya tempo juga untuk menilai, mengidentifikasi dari awal, si A cocoknya di
mana, di B cocoknya di mana. menempatkan orang biasanya akan berpengaruh
terhadap output yang dihasilkan. ternyata ketika taruh di online, sehari cuma
segini yaa. kecepatannya ga bs mengejar dengan teman2 yang lain, oh habitnya
bukan di online, habitnya adalah majalah. tp memang pertanyaan itu pntng
diajukan. saya sndri gatau jawabannya apakah dengan karakter tempo yang lahir
dr cetak , dibesarkan di cetak, apakah bs. bisa iya bisa tidak. bisa iya asalkan dari
awal tempo bisa mengidentifikasi mana yang cocok untuk koran atau untuk tiga
outlet. bisa tidak krn memang tempo salah memilih orang. kalau soal konvergensi
skrng agak sedikit setback, yaa lebih krn ada permintaan dari perusahaan untuk
mengidentifikasi lagi KPI masing2 orang di masing2 outlet. jadi lebih jelas orang
yang kerja di majalah ini spt apa KPI nya, orang koran spt apa. kalau dulu kan kita
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
saling kerja kemana2 kan. tp kalau yang saya lihat setidaknya sampai sebelum jan
2017, minimal di ekbis, mnrt saya konvergensinya bisa dibilang tidak terlalu
mulus. krn dengan kesibukan di majalah, dengan kesibukan dia mengejar
narasumber di majalah, bisa jadi di minggu itu , di hari itu dia tidak mengerjakan
outlet lain sama sekali. apalagi kalau ekbis kebagian cover story dan si A harus
nulis frontup (frontout?) empat halaman, narasumbernya lebih dari 10 , blm yang
off the record, blm yang background, blm yang bs on record, pst dia ga akan
mikirin online, dia pst akan mikirin gimana caranya mendapatkan bahan empat
halaman ini bisa terbit, tanpa ada bolong, sudah terverifikasi, sudah ada
konfirmasi, pst dia ga akan bs mengejar yang lainnya. makanya kalau saya ditanya
saya blng ya memang setiap orang pastilah comparative advantagenya beda. kalau
kita belajad di teori ekonomi seperti itu. ada comparative advantage yang dimiliki
satu orang tidak dimiliki oleh orang lain. bagaimana caranya tempo menggenjot
keunggulan dan spesialisasi yang dimiliki orang tersebut yang tidak dimiliki orang
lain. identifikasinya seperti apa
tp kalau mas yandhrie sendiri setelah melihat konvergensi kmrn, setuju
kalau konvergensi diterapkan di tempo ?
kalau mnrt saya lebih baik fokus di outlet masing2 sampai terukur KPI setiap
masing2 orang seperti apa, sampai bisa diidentifikasi kemampuan dia seperti apa.
once nanti akan konvergensi lagi, ga masalah tp lebih baik di outletnya masing2.
dengan catatan konvergensi dalam artian konvergensi yang langsung mengerjakan
semua outlet ya. tp kalau misalkan konvergensi sepanjang duduknya berdekatan,
bagi isu sama2 seperti yang sekarang terjadi kan hanya setengah hati lah yaa,
tidak real konvergensi. krn saya tidak pny kewajiban buat online lg. tp isunya kan
masing2 msh bisa sharing nih, msh bisa saling denger2. eh lu ngejer dirut mandiri
yaa, titip pertanyaan dong. nah gitu. tp kan ga ada kewajiban buat kerjain. sbnrnya
sih dengan kita duduk berdekatan saja, dan kita cair pembagian isunya,
pembagian orangnya, mnrt saya sih fine2 saja sepanjang dia memang pny target.
setiap orang harus pny target kan, tiap kompartemen hrs pny target, tiap outlet hrs
pny target. nah bagaimana caranya skrng orang ini bisa mencapai target yang
diminta oleh kompartemennya, oleh perusahaan
ada gaa evaluasi dari konvergensi, khususnya untuk ekbis?
kalau evaluasi secara scientific saya blm pernah melakukan. misalkan saya bikin
survei gitu yaa. baru sebatas pengamatan, sebatas observer aja, evaluasi saya ada
yang bisa melakukan konvergensi, ada yang tidak bisa melakukan konvergensi.
krn beberapa faktor, ada krn beban kerja yang tidak bisa dia kerjakan, ada krn
habitnya tidak di situ, ada karena malas. dia sebenarnya bisa, dia pny kemampuan
dan waktu untuk melakukan pekerjaan yang bukan corenya dia, tp krn malas aja.
krn malas akhirnya dia tidak mau mengerjakan , reluctant untuk mengerjakan
outlet yang lain. ada juga seperti itu. tp itu kan berujung pada penilaian krn akan
melihat si A ini kok males yaa padahal waktunya sebenernya punya.
kemampuannya juga sebenernya pny tp sebenernya dia hanya ingin fokus
mencurahkan knowledgenya dia, skillnya dia, hanya untuk 1 outlet saja. akhirnya
mngkn dia dpt penilaian ada catatannya, si A bagus tp dia kurangnya di sini2. ada
catatannya dan itu disampaikan. kan kalau penilaian per 3 bulan, disampaikan ke
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
orangnya. anda kurang di sini, anda harus meningkatkan di sini. biasanya redpel
RE menyampaikan langsung ke rekan2nya
apa keuntungan dan kelemahan konvergensi khususnya di tempo?
keuntungannya kalau kita mengerjakan isu yang sama itu saling berbagi,
pemahaman atas isunya menjadi lebih lengkap, penggalian bahannya bs jadi
semakin dalam, dan jadi lebih maksimal juga output yang dihasilkan.
kelemahannya mnrt saya kalau dia ga fokus mengerjakan satu hal krn dia sudah
disibukkan oleh pekerjaan yang bukan corenya dia, bisa jadi corenya dia tidak
maksimal juga. jadi gaa tercapai dua2nya nih. yang corenya dia tidak tercapai
maksimal, kualitas tulisannya misalnya, tp juga ternyata dengan dia mengerjaka
outlet yang berbeda tidak maksimal juga.
jadi ruginya double yaa...
ruginya double
tp itu terjadi di tempo?
saya gatau kalau kompartemen lain. maksud saya gini pernah ada kasus seperti itu
di ekbis. saya ga bs menggeneralisasi tp yang saya liat dia tidak maksimal di
corenya dia, hanya ngejar target aja. tp kualitasnya kan yaa so so lah. ini mah anak
reporter juga bisa ngerjain, misalkan gitu. hanya ngejar target aja tp kedalamannya
kurang, kelengkapannya kurang, seperti itu.
di seni budaya bisa lebih cair mngkn juga krn faktor timeless. kan dia feature,
beda lah yang sifatnya hard, isunya keras seperti politik, ekbis, korupsi, yang
running news segala macem, dia lebih awet. bs jadi lebih cair orang2nya. tp ini
pengamatan saya. tp kalau ditanya ke redpelnya bisa jadi pny pandangan berbeda.
bisa jadi meskipun dia sukses menjalankan konvergensi, jangan2 dia tidak setuju
dengan konvergensi, saya gatau. di sini pny pandangan yang berbeda2, ada yang
setuju ada yang ga setuju
kalau dulu egonya masih ada anak politik majalah, politik koran, ekbis majalah
ekbis koran. mnrt saya salah satu keuntungan dengan adanya konvergensi itu ego
masing2 orang udah ga ada.
di ekbis udah ga ada?
udah ga ada meskipun dia ktpnya koran, saya ktp nya majalah. kita ga ada ego
sektoral. kita bekerja di gedung yang sama, kita bekerja di meja yang berdekatan,
udah ga ada lagi ego sektoral. kalau dulu msh agak terasa. setidaknya itu yang
saya amati dan saya lihat ternyata senior2 saya ketika saya di majalah di
proklamasi, teman2 yang menulis di majalah itu pny ego sektoral, gw anak
majalah, dia anak koran. gw anak koran, dia anak majalah. tiba2 jeder majalah
pny isu ini. kalau skrng kan engga, minimal ego itu udah ga ada sekarang. kita
sama2 ekbis, sama2 desknya politik, yaudah isunya bisa saling bagi. makanya
diskusi di grup itu di kompartemen bisa sangat cair krn sudah tidak ada ego
sektoral. mnrt saya itu salah satu keuntungan konvergensi, tidak ada lagi ego
sektoral di tiap kompartemen meskipun mereka mengerjakan di tmpt yang
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
berbeda. mereka bisa berbagi isu, bisa berbagi narasumber, bisa berbagi
background, bisa berbagi informasi, bisa berbagi pengalaman, pengetahuan
kalau ego sektoralnya selain bisa dilihat dari isu, bisa dilihat dari apa lagi?
bagaimana cara melihatnya?
lebih ke isu sih. biasanya dia akan keep ini hanya buat majalah, tidak buat koran.
apalagi kan dulu juga terutama di majalah yang saya lihat. kalau saya kan
memang berangkatnya dari tempo newsroom, koran, majalah. tp memang dari
lahirnya di majalah itu pasti agak sedikit berbeda memandang teman koran dan
teman online krn minimal dia pny pride yang berbeda, pny kebanggan yang
berbeda sebagai anak majalah ketimbang anak koran misalkan. pny pride yang
berbeda krn majalah adalah profit centre misalkan. sementara koran cost centre
krn balik modalnya lama krn majalah itungannya udah banyak nih. itu terasa dulu
ketika masih proklamasi dan kebayoran
dulu proklamasi buat majalah, kebayoran koran. teconya di kebayoran. setelah itu
akhirnya ada rapat opini yang bergantian. kadang di majalah, redpel2 kan harus
ikut rapat opini nih. kadang di majalah, minggu depan di koran, minggu depan
majalah, minggu depan koran. buat meminimalisir yang saya tangkap yaa tidak
ada ego tadi. lalu sempet juga diubah. akhirnya dirotasi, ini terlalu lama di
majalah dipindahlah dia ke koran. anak koran dipindah ke majalah, dia juga
merasakan bagaimana bekerja di majalah. itu untuk berusaha menekan ego
masing2 sektoral tadi. stlh ada konvergensi makin cair lagi apalagi udah satu
gedung. di velbak juga udah cair krn satu gedung. mnrt saya sblm konvergensi,
dengan rotasi itu udah bisa berusaha menekan ego itu. ditambah dengan
konvergensi semakin cair lagi. ada semacam sinisme lah majalah memandang
sinis teman2 koran. itu sejarahnya panjang , harus dipelajari lagi awal mula
terbentuknya koran krn saya hanya mendengar saja beberapa orang majalah
sebenarnya tidak setuju tempo bikin koran ketika itu.
tp pada perjalanannya tidak melulu orang majalah lebih hebat dr koran. krn
banyak juga orang koran lbh hebat dr majalah. kita kan liat karyanya, liat hasil
tulisannya. ketika di rotasi td, terlihat kualitasnya.
wkt itu rotasi tujuannya apa?
sebenernya satu bagian dari pendidikan. kan di tempo ada campur reporter , M1 ,
SR , M2 , redaktur, M3, redut, redpel. nah dulu tuh ada kewajiban M1 hrs
dilakukan di dua tempat, koran dan majalah. lalu temen yang blm prnh ke majalah
pindah M2 nya di majalah, dari koran ke majalah. atau di M3 nya harus di
majalah, tidak ada di koran. jadi dia sudah redaktur lalu sedang proses M3 lalu dia
hrs pindah majalah, jalanin M3 nya majalah krn M3 itu kan satu jenjang sebelum
redut dan redpel. skrng sih M3 udah bisa di koran dan online. krn itu saya blng
spesialisasi, trnyta dia cocoknya di online, cocoknya di koran, yaudah M3 nya di
koran atau online
rotasi sampai skrng masih?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
masih. tp dilihat lagi, diidentifikasi lagi anak ini cocoknya di majalah pst akan di
majalah, ga kemana2 lagi. tetap di situ aja. kalau cocoknya di koran, mengerjakan
koran
siapa yang menentukan?
dewan RE. tentu saja dari bagian pendidikan tp dewan RE akan menilai. dan juga
dilihat dari kebutuhannya biasanya. kebutuhan dari outlet, kebutuhan dari
kompartemen.
kalau sekarang masih rolling?
ga semuanya dan gaa semua level juga, tergantung sesuai kebutuhan. tp biasanya
kalau udah redaktur ke atas jarang di rolling, meskiputn tetep bawahnya di rolling
dari koran ke majalah, dari majalah ke koran, ke teco juga
M3 redaktur yang sedang menempuh pendidikan untuk naik menjadi redaktur
utama. dari redaktur utama nanti naik jadi redpel
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Informan 6: Redaktur Nasional Majalah Tempo-Abdul Manan
Boleh perkenalkan diri, bagaimana latar belakang di Tempo?
Aku di tempo 2001. Pertama di Tempo Newsroom, tapi setelah itu kan pindah-
pindah. Pernah ke majalah, pindah ke online, koran. Sempat majalah, ke koran,
baru ke majalah lagi. Udah berapa kali lah pindah-pindah.
Sekarang kan di kompartemen nasional, kalau dulu di rolling juga?
Rata-rata di Nasional, hanya awal-awal aja aku di desk daerah tahun 2001 di
Nusa. Daerah, Internasional, Politik dan Hukum, berkutat di situ aja.
Di tempo sendiri Mas manan lihat konvergensi tempo kayak gimana?
Kalau dulu ketika awal-awal itu Tempo melakukan konvergensi pada tahap awal
dengan mem-pull sebagian besar tenaga reporter di Tempo Newsroom waktu
2001 itu. Karena 2001 itu kita kan udah terbit koran, semua tenaga disatukan di
Tempo Newsroom walaupun pada waktu itu koran punya juga reporter, majalah
juga punya reporter tapi jumlahnya sangat sedikit. Karena dengan asumsi mereka
bisa request ke Tempo Newsroom, koran juga bisa request ke Tempo Newsroom,
walaupun Tempo Newsroom men-support untuk online. Pada waktu itu
konvergensi waktu pada tahap di tingkat reporting saja tahun 2001 sampai tahun
berapa aku agak lupa. Tahun 2003 aku ke majalah. Konvergensi hanya pada
tingkat pengumpulan bahan walaupun tidak penuh karena majalah, koran masih
punya reporter sendiri tapi jumlahnya sangat kecil. Sempat perubahan terjadi 2006
kali, itu ternyata ada kendala bahwa ritme kerja yang berbeda itu memengaruhi
jenis reporting yang dibutuhkan. Jadi, misalnya orang koran merasa newsroom
kurang bisa memenuhi kebutuhan koran. Orang majalah juga merasa kok
newsroom kurang bisa memenuhi kebutuhan majalah. Jadi, akhirnya setelah itu
jumlah orang di majalah ditambah, otomatis mengurangi di newsroom. Sebagian
dimasukin di majalah, sebagian lagi ke koran, walaupun newsroom masih cukup
besar. Terus, perubahan agak besar terjadi itu saya lupa tahun berapa, mungkin
2010/2011/2012 ketika konvergensi diterapkan sampai pada tingkat
kompartemen. Pada waktu itu diperluas tidak hanya tingkat reporter. Karena kalau
di tingkat reporter itu kan pada waktu itu kan berarti koran punya struktur redaksi
sendiri, redaktur, redaktur pelaksana sendiri, pemimpin redaksi sendiri juga. Pada
waktu tahun 2010/2012 itu, konvergensi terjadi semua dikembalikan ke
kompartemen, newsroom tidak punya orang. Jadi dengan asumsi kompartemen itu
yang sebelumnya masing-maing orang punya kompartemen sendiri, koran punya
kompartemen Nasional, Budaya, setelah itu kompartemen hanya satu.
Itu tahun 2010/2011/2012 itu ya?
Iya, dijadiin satu yang mereka nanti masing-masing mengerjakan, meng-handle
outlet. Jadi, kompartemen nasional menangani Nasional majalah, Nasional koran,
sama Nasional Tempo.co. Makanya itu disebutnya konvergensi 2.0 ya, atau 3.0
ya, karena pada waktu itu kan hanya sampai redaktur pelaksana saja, redaktur
eksekutif sama pemimpin redaksi sendiri-sendiri. Jadi, masing-masing tetap punya
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
bos sendiri-sendiri. Jadi memang agak aneh strukturnya. Jadi, majalah punya
pemimpin redaksi dan redaktur eksekutif sendiri, tapi redaktur pelaksananya satu.
Jadi konvergensi itu di bagian redaktur pelaksana ke bawah ya?
Iya. struktur itu yang bertahan sampai krisis 2016. Sekarang udah enggak lagi.
Ada apa di 2016?
Pemicu utamanya krn krisis di Tempo, di luar juga terjadi krisis ekonomi,
pelambatan ekonomi. Di internal Tempo juga ada kesalahan kalkulasi dalam
bisnis yang membuat keuangan Tempo agak berat, karena membangun gedung.
Karena krisis itu yang membuat beberapa karyawan memilih keluar dari Tempo
kan. Karena memilih keluar dari Tempo, berdampak pada pengurangan tenaga
yang berkurang. Dan pada saat yang sama agak susah menambah orang karena
krisis. Dan begitu krisis itu, akhirnya ada kebutuhan dari perusahaan untuk
mengetahui sebenarnya mana unit yang secara bisnis masih menguntungkan,
mana yang secara bisnis kurang menguntungkan. Perusahaan beralasan karena itu
perlu dipisahkan bukan hanya di redaksi tapi di bisnis juga. Jadi majalah sendiri,
koran sendiri, online sendiri.
Strukturnya juga berubah ya berarti?
Otomatis strukturnya berubah dan otomatis sudah konsep newsroom tidak lagi
bisa dipertahankan, karena tenaga yang ada di newsroom otomatis juga harus
dibagi ke koran dan majalah. Supaya memenuhi kebutuhan minimal yang
dibutuhkan majalah dan koran dan juga yang dibutuhkan online.
Berarti konvergensi mulai 2001 namanya Tempo Newsroom?
Iya, yang terbaru kan akhirnya jadi superdesk. Sekarang namanya masih
superdesk.
Kalau yang sekarang itu gimana? Udah sendiri-sendiri jalannya?
Iya, karena itu berimplikasi kepada penilaian. Jadi, dengan model konvergensi
yang 3.0 itu. Nah, itu kan berpengaruh terhadap penilaian karena konvergensi itu,
misalnya kayak aku karyawan tidak hanya bisa dinilai dari satu pekerjaan. Jadi,
kalau di koran misalnya dia tidak hanya dinilai dari apa yang dia kerjakan di
koran tapi dia harus dinilai juga oleh sumbangsihnya terhadap satu outlet yang
lain. Kalau koran dengan online misalnya, majalah dengan online. Kalau reporter
itu sumbangan tulisan, kalau editor sumbangan editing. Jadi, makanya dulu
penilaiannya 80% mengerjakan outlet utama, 20% outlet komplimenternya.
Pas 2001 mas Manan masih jadi reporter?
Posisinya reporter, magang M1. Kan aku lebih banyak koordinasi dan editing
pada waktu itu, karena aku pegang Daerah tapi di Tempo Newsroom. Sebenarnya
secara jabatan waktu itu aku masih reporter atau M1, tapi tidak berfungsi di
lapangan, lebih banyak di kantor.
Berarti baru msk 2001 udah langsung edit?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Iya.
Wkt itu 2001 udah mulai konvergensi di tingkat reporter, di editor juga
terasa? Tugasnya mas manan gimana waktu itu?
Karena aku pegang Daerah, waktu itu tugasku, majalah bikin penugasan, nah aku
kirim ke Daerah. Koran kirim penugasan, online perlu berita Daerah, aku kirim ke
Daerah.
Tetap edit 3 outlet?
Enggak. Kalau misalnya kayak waktu itu newsroom news gathering aja. Enggak
ada kewajiban mengedit berita, koordinir reporter aja.
Jadi?
Jadi, tugasnya lebih banyak koordinir reporter, mengorder penugasan. Tapi waktu
itu sempat edit tapi sedikit. Lebih banyak newsroom newsgathering.
Sebagai orang yang mengkoordinir reporter di Daerah, konvergensinya
terasa juga?
Di Daerah lebih terasa karena kalau mereka harus mengerjakan 3 outlet.
Di Daerah juga wajib?
Mereka bisa mendapatkan tugas dari 3 outlet itu.
Itu dpt tugasnya sama kayak superdesk itu?
Iya.
Di daerah mana?
Koordinator Nusa mengkoordinir koresponden dari Aceh sampai Papua. Waktu
itu 50/60 koresponden.
Tapi kerjanya di Jakarta?
Jakarta. Hanya mengkoordinir aja.
Kalau kemarin saya magang di-upload di daerah (sistem), itu udah ada?
Udah ada. Itu kanal untuk orang di luar daerah atau reporter yang belum akses
intranet. Reporter-reporter kan masuknya lewat daerah (sistem), karena dia
enggak bisa buka intranet, hanya bisa kirim lewat itu.
Kalau pas 2010/2012, konvergensi yang mas Manan rasakan kayak gimana?
Jadi, misalnya aku tahun itu udah staf redaksi di Nasional, pegang halaman Kesra
kayaknya. Jadi, kalau kita buka halaman Kesra, editor lah ya, kita koordinir
reporter yang dibawah kita, Kesra waktu itu 1-2 orang, untuk pastikan halaman
kita terisi. Tapi, di sisi lain kita juga punya kewajiban untuk meng-upload berita
ke online.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Beritanya dibuat sama wartawan?
Bisa ambil dari mana saja. Pokoknya bantu upload berita Nasional karena kan
Nasional jadi kewajiban kompartemen.
Tapi mas Manan edit dan upload juga?
Iya. Model itulah yang terus bertahan sampai 2016.
Kalau sekarang?
Sekarang udah enggak. Misalnya, sebelum 2016 itu kan aku misalnya di majalah,
aku masih punya kewajiban untuk meng-upload berita dari TNR ke online. Kalau
aku di majalah pasti sampingannya adalah di online, enggak mungkin majalah di
koran. Koran juga begitu, koran sampingannya di online. Cuma yang jadi masalah
adalah anak online sampingannya yang agak susah. Walaupun kadang-kadang
dulu diminta online sampingannya koran, nulis panjang, ngedit panjang 1
halaman.
Kalau saya kan dulu di superdesk cuma nambahin informasi, kalau dulu
online rencananya harus nulis juga, enggak cuma tambah informasi?
Kalau reporter lebih banyak mengerjakan penugasan, enggak wajib nulis. Kalau
majalah tingkat menulis dia hanya mengerjakan majalah tapi paling
sampingannya meng-upload ke Tempo.co. Karena majalah paling rendah penulis
itu staf redaksi, jadi udah bukan reporter.
SR baru bisa nulis majalah?
Iya. Majalah udah enggak punya reporter. Jadi reporter itu, penulis sekaligus
reporter.
Berarti mas Manan lebih fokus ke majalah dan online. Kalau koran jarang
apa emang enggak pernah?
Maksudnya aku nulis koran?
Iya..
Enggak pernah. Tapi pernah juga waktu di Internasional. Aku sebelum di majalah
kan di koran di Politik, sebelum di Politik aku di Interasional. Internasional 2
tahun, pernah juga Nusa. Waktu di Internasional aku di koran tapi aku nulis
majalah, walaupun kadang-kadang aku juga upload Tempo.co.
Udah masa-masa konvergensi? Nulis majalah dan koran juga?
Iya, nulis Tempo.co juga. Aku sih tidak wajib, majalah aja gapapa. Tapi, waktu
itu aku senang meng-upload Tempo. Tapi itu memberi kontribusi ke produktivitas
aku.
kalau pendapat mas Manan soal konvergensi khususnya di tempo kayak
gimana?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Aku lihat konvergensi itu setelah dipikir-pikir lebih banyak di-drive oleh
kepentingan industri yang dipromosikan adalah konvergensi itu juga akan
memperbaiki konten. Walaupun menurutku yang lebih pas itu adalah konvergensi
itu lebih ke menghemat SDM dalam pemanfaatan. Karena, dengan konvergensi 1
orang dia tidak hanya bekerja di 1 outlet tapi dia bisa bekerja lebih dari 1 outlet.
Artinya kan ada sharing SDM, sesuatu yang misalnya dulu hanya menulis 3 item,
setelah konvergensi dia mungkin menulis lebih dari 3 item. Bukan hanya di
tempat utama dia, tapi juga di tempat yang lain. Nah, otomatis kan produktivitas
orang itu jadi dipaksa bertambah dan biaya untuk orang akhirnya lebih berkurang.
Karena dulu sesuatu yang orang hanya bisa mengerjakan 1 sekarang dengan
konvergensi orang bisa jadi mengerjakan 2. Mungkin ada juga yang beranggapan
bahwa konvergensi bagus untuk konten. Tapi, kalau aku lihat dalam banyak hal
agak tidak menolong, terutama kalau platform-nya itu berbeda secara karakter.
Misalnya, majalah dengan online itu kan jauh sekali karakternya. Satu
mengandalkan berita cepat, satu berita mendalam. Atau majalah dengan koran
juga berbeda. Jadi, kalau dibikin gradasi kan online koran majalah, perbedaan
karakter itu lebih terasa misalnya antar online dengan majalah dibandingkan
online dengan koran. Jadi, makanya konvergensi antara online dengan koran itu
jauh lebih bisa daripada orang online dengan orang majalah.
Artinya karakter koran enggak jauh berbeda dengan online?
Berbeda tapi tidak terlalu jauh dibandingkan dengan majalah.
Menurut mas Manan, karakter masing-masing outlet ini gimana?
Karakter berita online itu kan berita cepat, berita yang sebisa mungkin didapatkan
mungkin 10-15 menit paling lambat dari peristiwa. Berita cepat kan tidak
mungkin diharapkan lengkap, kan pasti dibuat tergesa-gesa. Karena yang dikejar
adalah kebaruan dan kecepatan.
Sementara koran kan bukan berita cepat tapi berita yang lebih mendalam daripada
online. Kalau misalnya kita buat gradasi tuntutan buat koran. Misalnya, kalau kita
menargetkan mencari 5, kita dapat 2 saja masih bisa dimuat. Berita yang harus
kita dapat hari itu, itulah berita koran.
Sementara kalau majalah, karakternya berita yang layak muat itu adalah berita
yang bisa diturunkan kalau apa yang diinginkan semuanya terpenuhi, bukan hanya
apa yang didapat, tapi apa yang diinginkan. Jadi, kalau koran mungkin dari 5 oke
dapat 2, yaudah dimuat aja. Majalah kalau targetnya 5 harus dipenuhi, atau
minimal 4. Enggak bisa 2 karena jauh dari standar.
Itu salah satu kendala adalah ada perbedaan karakteristik?
Iya dan orang kan tidak bisa berpindah gaya dalam waktu seketika. Menulis gaya
online, nanti siang menulis bergaya majalah. Pasti hampir sebagian besar orang
tidak punya kemampuan itu, karena itu akan memengaruhi pekerjaan secara
keseluruhan. Bisa saja kita melakukannya, kita nulis online dan koran, tapi itu
akan memengaruhi apakah penulisan online atau korannya. Yang pasti kalau
orang majalah disuruh online pasti cenderung lama karena terbiasa ritme majalah,
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
menulis dengan indah, indepth, deskriptif. Sementara kebutuhan online enggak
perlu terlalu sempurna seperti itu, yang penting cepat. Sementara kalau orang
online disuruh mengerjakan majalah dia psati punya kepusingan luar biasa karena
dia tidak bisa hanya menulis cepat atau 5W+1H tapi harus indepth, ada story
behind the news-nya. Itu kan karakternya berbeda yang tidak bisa orang switch
misalnya jam 1 dia menulis online, jam 6 sore menulis majalah.
Berarti konvergensi terasa di tingkat kompartemen?
Iya.
Menurut mas Manan, kendala lain selain karakter berbeda ada lagi? Yang
mngkn membuat konvergensi enggak bisa jalan. Atau apa yang mas manan
rasakan ketika konvergensi berjalan selain menemukan kendala itu?
Mungkin juga skill masing-masing orang juga berbeda-beda. Ada juga orang yang
memang punya style menulis cepat, ada juga penulis lambat. Penulis lambat itu
kan karakter yang tidak cocok untuk orang-orang online. Sementara kalau penulis
cepat untuk menulis majalah, itu biasanya juga kurang cocok. Masing-masing
orang punya kecenderungan begitu. Makanya, orang dipindahkan, ditempatkan di
outlet juga mempertimbangkan itu. Ada yang misalnya reporting-nya bagus tapi
nulisnya jelek, atau sebaliknya nulisnya jelek tapi reporting-nya bagus. Ada yang
kemampuan reporting-nya bagus editing-nya jelek, berarti dia akan dipertahankan
di lebih banyak nulis.
Pada saat konvergensi tingkat kompartemen, redaktur dan wartawan harus
menjalankan itu?
Iya harus menjalankannya karena supaya dia masuk ke dalam sistem dan
mendapatkan benefit dari sistem itu. Kalau kita tidak ikut konvergensi, penilaian
kita tidak akan bisa bagus. Karena, kalau misalnya konvergensi misalnya kayak
aku sebelum 2016, tidak hanya ngerjain majalah saja, enggak upload di
Tempo.co, nilaiku enggak mungkin bagus.
Nilai berpengaruh pada apa?
Berpengaruh pada kenaikan gaji.
Kenaikan jabatan juga termasuk?
Dalam jangka panjang ya. Mengikuti sistem itu jadi tidak terhindarkan.
Perubahan yang mas Manan rasakan sebelum konvergensi dimulai dan
sesudah konvergensi ini?
Beban jadi bertambah itu udah pasti karena kita harus memikirkan 1 outlet lain
yang sebelumnya kita hanya memikirkan 1 outlet. Yang itu berdampak pada
misalnya ada konsentrasi yang harus dialokasikan untuk hal yang lain, sesuatu
yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Di satu sisi mungkin itu juga ada sisi
positifnya, misalnya kita jadi lebih belajar. Misalnya kalau kita editing, ngeditnya
tidak hanya yang menjadi wilayah kita tapi juga mengedit tulisan orang lain yang
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
di luar tanggung jawab kita tapi sama-sama kompartemen. Itu bisa juga jadi
benefit walaupun masalah lain, kita jadi tambah pekerjaan. Beban kerjanya
bertambah dan itulah yang jadi salah satu ironi dari konvergensi sebagian besar
kita di media-media. Beban kerja bertambah, penghasilan tidak bertambah. Kalau
di koresponden lebih terasa konvergensi itu karena dia dapat beban tambahan tapi
tidak selalu diikuti dengan kenaikan pendapatan. Kayak di Tempo saja dengan
konvergensi itu membuat 1 koresponden misalnya dia menulis 1 berita yang
sebelumnya itu 1 berita misalnya hanya untuk online, dia bekerja untuk online,
honornya 50 ribu misalnya. Waktu itu aku membandingkan dengan anak
Kompas.com. Anak Kompas.com kalau dia bikin berita online lebih murah,
sementara kalau anak Tempo bikin berita dimuat di online akan dapat 50 ribu.
Tapi kalau dimuat di koran nilainya bisa lebih besar 70-100 ribu. Kalau di Tempo
itu kalau hanya kirim 1 berita dimuat di 2 tempat, hanya dibayar 1, diambil honor
tertinggi.
Temanya sama tapu cuma taruh di 1 outlet?
Iya, itu salah satu keuntungannya dan kerugian. Kalau misalnya dia hanya di
online saja misalnya kaya Kompas.com kan dia hanya bekerja Kompas.com aja.
Hanya mendapatkan 1 honor tapi hanya dapat penugasan 1 outlet saja. Memang
ada plus minusnya di situ.
Waktu Tempo konvergensi kompartemen, posisi mas Manan sebagai apa?
2016 redaktur.
Waktu jadi redaktur jalannya konvergensi gimana?
Misalnya aku di koran Internasional tapi aku nulis majalah, juga online. Waktu itu
jadi redaktur. Kewajibanku sebenarnya koran dan online, cuma karena wkt itu
Internasional orangnya dikit, jadi aku kadang bantu nulis majalah. Tidak wajib
juga sebenarnya, aku bisa aja menolak tapi karena aku waktu itu senang jadi nulis
majalah. Terus koran aku pindah di desk Politik, redaktur tugasnya cuma
mengedit aja kan di koran. Tugas utamaku di situ, tugas sampingan adalah meng-
upload online. Jatahnya 15 berita per minggu.
Itu harus dipenuhi?
Iya. Sampai dipindah ke majalah juga ada kewajiban itu sampai akhirnya tahun
kemarin.
Berarti pas kewajiban utamanya majalah, harus nulis majalah?
Iya sampingannya upload online.
Waktu itu ada penolakan dari mas Manan?
Bisa mengertilah. Karena aku berpikirnya juga gini, kalau aku bekerja untuk
koran dan online, itu karena kita masih dalam satu perusahaan dan perjanjian kerja
bersama Tempo masih memungkinkan itu. Ada di buku merah yang mengatur
hubungan ketenagakerjaan. Jadi, aku masih bekerja di dalam satu perusahaan.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Jadi, perusahaan masih punya hak untuk mengatur job desk ku selama dalam
koridornya, kecuali misalnya aku ditugaskan untuk menulis media lain di luar PT
Tempo Inti Media dan PT Tempo Inti Media Harian, itu aku punya hak menolak
karena itu di luar kesepakatan perjanjian kerja.
Menurut mas Manan, konvergensi media sebenarnya diperlukan enggak
khususnya di Tempo?
Dalam beberapa hal sebenarnya itu dibutuhkan. Misalnya, yang utama itu adalah
bagaimana menggarap satu isu yang dikelola bersama karena masing-masing
paltform punya kekuatan sendiri-sendiri. Majalah bikin investigasi yang bagus
tapi kalau majalah aja, itu efeknya ke publik akan berbeda ditulis di majalah dan
ditulis juga oleh koran. Karena dampaknya berbeda. Mengapa dampaknya
berbeda, karena influence kepada pembacanya juga berbeda, karena pembacanya
juga berbeda. Sebagian besar menurutku akan lebih bagus kalau misalnya hasil
liputan di majalah untuk isu tertentu juga di-amplified dengan liputan di koran,
begitu juga sebaliknya. Supaya pengaruh ke publik dan ke penentu kebijakan
lebih terasa. Kan berbeda kalau hanya dimuat di majalah dengan hanya dimuat di
koran.
Berarti menurut mas Manan, mungkin konvergensi yang model seperti itu
yang lebih baik diterapkan?
Iya daripada model konvergensi SDM. Jadi, konvergensinya lebih strategis.
Dengan online juga begitu. Karena itu juga bisa jadi strategi. Diramaikan di online
terus puncaknya ditulis di dalam investigasi atau sebaliknya. Investigasi diperluas
informasinya melalui online. Karena, pembacanya berbeda-beda.
Menurut mas Manan, apa fungsi konvergensi media?
Harus lebih banyak untuk memperluas jangkauan informasi ke publik dengan ada
kerja sama di antara platform yang berbeda. Kedua, kerja sama isu itu. Karena
wartawan yang jauh lebih bisa menjangkau isu-isu lebih cepat kan harusnya
wartawan online. Sementara koran enggak, majalah apa lagi. Majalah kalau fokus
pada isunya politik, fokus DPR, dia kan tidak lihat apa yang terjadi di pengadilan.
Yang bisa lihat itu kan anak online. Mereka kejar berita-berita yang ringan. Jadi,
sinergi itu yang mungkin bisa jadi manfaat konvergensi. Bagaimana majalah
karena dia fokus minggu ini pada DPR tapi dia juga tetap mendengar apa yang
terjadi di sidang-sidang pengadilan, di kantor Wali Kota, yang itu pasti enggak
bisa mereka jangkau karena mereka fokus pada isu lain.
Di tahun 2001 konvergensi tingkat reporter, pekerjaan reporter apa aja
waktu itu?
Kayak di newsroom misalnya. Di newsroom dia bekerja yang utama untuk online
tapi bisa juga dapat penugasan dari koran, juga majalah. Majalah yang sifatnya
konfirmasi-konfirmasi.
Itu udah terjadi dari 2001 sama tugasnya seperti superdesk ini berarti?
Kalau superdesk sekarang udah sendiri-sendiri, kan majalah udah enggak boleh.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Tapi, koran masih boleh?
Koran masih boleh. Tapi majalah kadang-kadang kalau terpaksa juga minta tolong
walaupun sebenarnya juga enggak boleh. Memang ada beberapa pos yang tidak
terhindarkan. Istana misalnya, konfirmasi Istana minta anak superdesk. Anak
majalah enggak ada yang nge-pos, anak koran floating, yang nge-pos superdesk.
Sebenarnya dalam tingkat praktis, konvergensi masih jalan. Cuma tidak lagi
mandatory. Sebelumnya kan mandatory.
Maksudnya?
Misalnya, kayak aku wajib hukumnya untuk meng-upload. Kalau sekarang
enggak upload ya boleh.
Kalau misalnya dari segi berita yang dihasilkan, menurut mas Manan
gimana hasil liputan saat konvergensi itu berjalan?
Di tingkat apa?
Di tahun 2016 itu pas konvergensi masih jalan, gimana hasil liputannya
untuk outlet majalah dan online?
Hanya menambah kewajiban aja. Memang fokus utamanya di majalah. Berbeda
kalau misalnya sampingannya harus koran lebih berat lagi. Kalau online kan cuma
tinggal edit berita, masukin.
Dulu mas Manan bisa edit berapa artikel online?
Kalau rajin bisa 15, kalau lagi males enggak. Kadang-kadang seminggu cuma 10
padahal targetnya 15. Itu ditargetkan oleh mesin. Anak koran juga target 15.
Perbedaan redaktur pelaksana dengan yang lainnya?
Redaktur pelaksana pegang kompartemen. Kalau di superdesk, reporter
kerjaannya reporting, staf redaksi editing, redaktur editing, redaktur pelaksana
editing, redaktur eksekutif koordinasi, pemimpin redaksi lobi. Kalau di koran
reporter reporting, staf redaksi reporting dan nulis, redaktur editing, redaktur
pelaksana approval dan editing. Kalau majalah reporter enggak ada, minimal staf
redaksi. Staf redaksi reporting dan nulis, redaktur reporting dan nulis, redaktur
pelaksana editing, redaktur eksekutif dan pemimpin redaksi sama lah.
Beban dari konvergensi lebih terasa di redaktur pelaksana atau redaktur
untuk konteks majalah?
Redaktur pelaksana ke bawah. Kalau RE dan pemimpin redaksi sendiri-sendiri.
Tugas RE dan pemimpin redaksi di setiap outlet ngapain?
Mengkoordinasi outlet-nya aja.
Kalau tugas redaktur pelaksana memberikan tugas?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Tergantung majalah, online, atau koran. Misalnya online, tugas redaktur
pelaksana lebih banyak mengkoordinir redaktur atau SR sambil membantu
editing. Kalau majalah, redaktur pelaksana menyusun perencanaan dan editing.
Pas konvergensi, perencanaan yang dibuat untuk majalah, koran, dan
online?
Pada waktu konvergensi penuh begitu.
Yang lebih merasakan konvergensi itu sebelum struktur yang sekarang ini
kan?
Iya. Pada waktu masih konvergensi penuh misalnya begini, redpel Setri, masing-
masing outlet dulu punya redaktur utama. Dulu aku waktu di koran redpelnya
masih Setri, redaktur utamanya adalah Elik Susanto. Kan aku waktu itu magang
redaktur utama. Majalah waktu itu siapa redaktur utamanya, kalau redaktur online
Ninil, Widiarsih Agustina. Jadi, masing-masing outlet di kompartemen Nasional
punya redaktur utama sendiri-sendiri. Tapi, redpelnya tetep satu waktu jaman
konvergensi.
Kalau sekarang?
Sekarang redpel Nasional di bawah langsung redaktur. Nasional sebenarnya
dipisahin, hukum ada redaktur utama masing-masing. Tapi, waktu itu pada
kenyataanya redpel Nasional Setri lebih fokus pada majalah. Jadi ini kayak
perantara aja, supervisor. Karena dalam praktik dulu misalnya kaya Elik langsung
aja koordinasi sama Daru dan Baskoro urusan sehari-hari. Karena mungkin dalam
praktik susah juga meng-handle 3 itu. Akhirnya, dulu redaktur utama kayak
redpel hariannya.
Padahal harusnya mas Elik ke mas Setri dulu?
Iya, tapi tidak jalan ini.
Kalau sekarang modelnya gimana?
Koran dan majalah hanya beririsan di majalah karena orangnya kurang tapi di
tingkat redaktur.
Yang bertanggung jawab di masing-masing kompartemen si redpelnya?
Redaktur utama udah enggak ada?
Redaktur utama udah jarang karena redaktur utama sebenarnya dia akan jadi
redpel kalau dia pegang kompartemen. Kalau dia belum pegang kompartemen,
biasanya dia asisten redpel. Bedanya di gaji tidak punya tunjangan redpel.
Berarti di masing-masing outlet punya redpel dan enggak terpusat seperti
dulu lagi?
Enggak.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Informan 7: Redaktur Internasional Tempo.co-Maria Hasugian
di tempo udah brp lama ?
aku masuk di tempo maret 2001. saya langsung ditempatkan di koran sebagai staf
redaksi untuk isu nasional khususnya hukum dan ham. karena sblmnya aku jg
jurnalis, jadi aku ga terlalu bnyk perubahan krn tempo kan lbh padat
pendalamannya ya. dulu suara pembaharuan 6 tahun. di suara pembaharuan kaya
semacem pesan utama kompas yang sangat takut menulis isu2 rezim. suara
pembaharuan itu bnr2 leading wkt itu isu2 itu. tempo blm ada saat itu, blm terbit
baru krn soeharto wkt itu sangat ketat menekan tempo. stlh itu aku pindah ke
tempo tidak banyak yang berubah tp yg menyenangkan itu adalah pendalaman krn
aku dr dulu merindukan isu2 media itu dalem, konteksnya dipahami, menguasai
dengan baik, kritis, dan kuat dengan narasumber. krn dulu blm ada hp loh. dari
jaman tempo baru ada hp mulai bermanfaat tp itu blm ada whtspp. jd bnr2 hp
hanya sms tlpn.
di situlah aku bljr. itu yg paling utama di tempo. trs jg di tempo itu ada namanya
pendidikan. itu menarik. skill kita ditambah terus, jadi tidak ada namanya kita
semata2 kerja aja tp kita dpt reguler pelatihan, mingguan, setiap hari ada
perencanaan berita. kalau di media aku wkt itu ga perencanaan, itu sukanya
redaktur. jd di situlah aku bs membandingkan apalagi aku juga produknya media
yang lahir di jama soeharto, jd bs merasakan bagaimana media itu dinamikanya
itu luar biasa
dulu di suara pembaharuan koran?
koran. koran yan terbitnya pagi jam 11.
masuk tempo langsung jadi staf redaksi atau reporter?
jadi aku saat itu udahmegang halaman krn kita wkt itu memang diminta megang
halaman krn wkt itu saya megang hukum kekurangan orang bgt. jadi gatau knp trs
aku ditawari mau ga gabung. ya aku sih berpikir untuk sekolah ya, ini bagus buat
saya sekolah jurnalistik, ya aku gabung aja. tp langsung ditempatkan di hukum.
jadinya ga blh pindah2 selama 4/5 tahun, bosen.
berarti kan udah ngerasain dr 2001 bahkan tempo.co blm ada..
sbnrnya udah ada. aku bahkan muter. jadi aku muter di koran dan majalah. tp di
tempo.co aku ga ikt krn dulu namanya tempo interaktif. jadi iotu ada sblm detik tp
tidak terawat dengan baik dan sense of digital , futuristiknya itu ga muncul.
padahal itu online sudah ada cuma da terawat dan itu semacam sesuatu yang tidak
dikerjakan dengan profesional
beda banget dengan sekarang yaa..
iya ini jadi core bisnisnya malah skrng tempo digital
di dlm sistem redaksi ada yang berubah dari model newsroomnya. tau ga
kalo model bisnis tempo kaya gimana?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
pasti ada transformasi, ada perubahan. tp yang paling aku rasakan perubahan itu
ketika 2011 kita mulai fokus ke digital. krn aku lngsng msk ke tempo online atas
permintaanku sendiri. aku ke tempo online tp sangat amatiran krn tidak ada orang
yang paham. jadi redaktur kami juga semua backgroundnya cetak dan pada
semangat untuk pny digital dan sambil bljr. jadi kami itu learning by doing
sepanjang sampai detik ini kali ya. tp lbh profesional skrng dengan menghire ,
mengambil orang2 ceo nya dari luar untuk ngajarin kita. nah dinamika yang
paling terasa itu krn wkt aku di koran trs 2011 pindah ke online di situ dlm proses
mencari bentuk, tidak pny skill yang mumpuni, tidak ada atasan yang paham betul
soal itul. jd teori jatuh bangun, uji coba terus, sampai kita sndri marah krn merasa
kok ga selesai2 yaa, sbnrnya mau apa ini platformnya mau apa gitu. tp aku begitu
msk tempo, aku memang di tempo online dulu msh tempo.co itu fokusnya ke
pembenahan ke dalam termasuk sdm nya. krn kita sama sekali ga dipersiapkan
pny sdm untuk digital.
kemauan mba maria sendiri untuk pindah?
iya krn aku sangat melihat bhw masa depan media itu memang di digital.
kesadaran itu muncul kebetulan krn aku banyak bergaul dengan wartawan2 di luar
negeri yang sudah fokus ke digital. jd aku sering ketemu mereka nanyain dan dlm
logikaku yang sangat environmental pendukung lingkungan aku membayangkan
ketika koran , kertas msk ke sini , aku membayangkan berapa pohon yang abis, ini
tintanya ngerusak, percetakannya jg kotor, mengganggu kalau suaranya. akhirnya
aku berpikir iya ya ini kan hanya bicara media itu alat. kaya air gitu ya, aku selalu
berpikir air kan tetap air di mana pun di taruh bentuknya tp dia akan pny value di
kemasannya dan dalam pengolahan airnya. misalnya kita bicara aqua dengan fit,
itu kan beda krn masing2 claimingnya ada perbedaan, tp airnya ga hilang kan. nah
saya membayangkan jurnalisme begitu, bahwa rohnya jurnalisme itu ga hilang,
yang berbeda adalah mediumnya yaitu digital. dan digital aku dukung dr dulu krn
environmental friendly, hemat biaya, aksesbilitasnya tidak pny barrier kecuali
jariangan internetnya, dan keempat dia itu membuat kita tidak stres krn ribut
keterbatasan halaman. bayangi 30 jurnalis dtng dengan 30 berita hanya bs dimuat
8, selebihnya dibuang ke tempo interaktif tp tidak ada yang mengelola, tidak ada
yang jual dengan baik sehingga berita itu percuma padahal msyrkt ingin tau
banyak dari apa yang kita liput tp gaa ada space, ga ada tmpt di halamannya.
kedua yang aku pertimbangkan adalah fungsi dari media itu apa. pendidikan dan
informasi itu. akan sulit kalau media cetak dipertahankan. pertama krn aku selalu
berpikir uang itu sangat berarti bagi mahasiswa terutama krn sasarannya kan
orang muda. kedua msyrkat umum krn dengan uang 2500 , orang sudah bs beli
sayur, dll, jadi pertimbangan aku sama seperti aku dulu di kampus krn background
aku kan fisip yang memang khusus media. aku selalu mempertimbangkan knp
tidak ada media yang murah krn di situ ada perannya banyak. dengan adanya
digital aku merasa orang bawa hp dia sudah menguasai dunia informasi di mana ,
apa saja di berbagai belahan dunia. nah di situlah concern aku makanya aku
dengan sangat sadar2nya aku pindah , meminta untuk dipindahkan ke digital krn
tidak ada batasan halaman, tidak ada batasan ruang, invoasi bnr2 dipakai di sana,
bagaimana membuat orang mau datang membaca, iklan mau dtng. dulu kan itu
sesuatu yang tidak dianggap, skrng baru terasa bahwa passion kita itu ternyata
berhasil setidaknya di internasional kanal yang kurawat sekarang, berita2 itu laris
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
manis di google. jadi aku merasa gaa salah aku yaa. jadinya aku bertahan skrng,
gamau pindah.
dan memang harapannya dr online ini bs lbh dalam lagi tulisannya yaa..
bener. panjang, berwarna, anglenya dengan cepat bs berubah. dan dia konsisten.
artinya orng bs tau dengan runut apa yang kita tulis di online krn bs di searching
lgnsng dengan keywordnya. ramah ceo-nya, search engine nya sehingga msyrkt
juga diajak untuk mendisiplinkan pemikiran dia. kalau mau cari isu ini berarti
keyword yang bener ini. jd msyrkt juga jd pembaca kita jg jadi paham cara
mambaca media digital dan itu membantu dia mendisiplinkan pikirannya bhw
kalau aku maua mbil isu ini aku hrs ambl keyword ini. keyword ini akan
membantu. akhirnya simultan gitu manfaatnya
bagaimana mba maria memahami konvergensi media, khususnya di tempo?
konvergensi bagi aku, di jaman itu aku menolak. konvergensi media diartikan
bagi aku bukan keliru tp mngkn keterbatasan yg sangat yaa. jadi konvergensi itu
kan misalnya 1 jurnalis itu memberi sumbangannya kpd 3 media dengan ada
aturan misalnya 80% untuk koran. misalnya saat itu dia ditugaskan di koran tp
menyumbang beritanya. sbnrnya bukan dia tp itu perintah redakturnya. kamu
ambl ini 20% untuk majalah/koran. dalam logika saya sbg manusia yang waras,
konvergensi itu tidak akan pernah benar hasilnya. saya sudah buktikan, manusia
ga bs dipilah2 pemikirannya dlm wkt dan tempo yang sama. krn ini praktek di
lapangan tidak semudah teori metematika dlm jurnalistik. krn wartawan dengan
konvergensi dia akan selalu berpikir menyumbang untuk koran, majalah, digital.
aku ga bs bayangkan di kepala dia itu spt apa krn tentu tuntutannya berbneda2 tp
itu dilakukan dan ternyata ga berhasil. akhirnya skrng , tahun ini, semua orng
mengerjakan bidangnya masing2, tidak lagi menyumbang. kecuali dia rolling. jd
yang diberlakukan bukan lagi konvergensi dlm artian satu jurnalis menyumbang
untuk tiga media, tp ada jurnalis itu dipindah, di rolling. kamu di majalah,
walaupun itu tidak murni yaa, msh aja wartawan itu diminta. kaya yang skrng di
reporter spt yang lani alami kmrn kan masih juga ditagih untuk nulis laporan
majalah. tp unutk ke depannya kayanya dia sudah diarahkan. skrng aja mulai
kelihatan bahwa sistem itu diubah, jd modelnya superdesk. jadi superdesk itu kaya
koordinatornya, menjadi pool, kaya taksi lah poolnya disitu tinggal arahnya
kemana2. siapa yang mengkoordinir, inilah superdesk, dibawahnya reporter.
superdesk ini bekerja sama dengan tempo.co, koran, majalah untuk menagih.
misalnya koran butuh wawancara si anu tntng ini. nah nnt supedesk yang mencari
siapa reporter yang bs di lapangan yang bs mengejar ini untuk kepentingan koran.
dan aku scr pribadi bukan melarang tp sangat sedih sehingga wartawan itu tidak
pny kemampuan kreativitas untuk mendalami isu krn dia sudah disibukkan
dengan permintaan2
khususnya untuk wartawan superdesk itu?
iya reporter di superdesk. untuk mengatasi itu, keluhan2 itu yang sudah dipahami
skrng diperketat lg. jadi wartawan majalah itu sudah ada M1 dan M2. jadi tugas
reporter superdesk hanya untuk isu2 yang mendasar, yang sangat permukaan.
untuk mendalami dan bahkan untuk lebih mencari dalam itu diserahkan masing2
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
reporter. kalau di majalah setingkat M1, SR. kalau koran juga M1, SR. jadi
reporter yang baru ini buzzer istilahnya, dia isu2 yang sangat straight news. jadi
yang mendasar aja. mendalamnya nanti M1 dan M2. tapi sejauh mana itu efektif
dan efisien aku blm prnh membaca evaluasinya. evaluasi mendalam yaa. krn yang
kau almai adalah orang sibuk dengan tugas masing2. evaluasi paling evaluasi
kamu dengan redaktur. kalau evaluasi sistem aku blm menemukan sampai saat ini.
konvergensi media 1 orang mengerjakan 3 outlet. itu yang terjadi di tempo
memang spt itu?
iya
itu stlh ada superdesk, which is superdesk yang mengerjakan itu, atau sblm
ada superdesk dimulai dari 2011 di mana reporter didorong mengerjakan
untuk 3 outlet?
iya. istilah akmi wkt itu satu gaji untuk 3 outlet. itu kejam sekali. jadi itu banyak
yang protes tp protes dalam diam aja sih
berarti sblm ada superdesk sudah mengerjakan?
sudah. jadi superdesk itu bagi aku tidak ada dampak yang sangat signifikan krn
fungsi dia hanya koordinasi. mengkoordinir misalnya oh ini reporternya jam
segini ada di sana , trs dia kan menerima wa grup penugasannya ada yang minta
ke sini , oh yang cocok si A krn memang lg di sana. jadi briefing singkat aja. kan
bayangin aja isu demikian itu dipahami dlm tempo singkat. boleh jadi dia tidak
pny network kuat di situ sehingga dia hanya dpt data aja. konteks tidak. krn dia
hanya mendapatkan perintah, dia menjalankan perintah. jadi aku membayangkan
gini, di jaman aku ada keuntungannya, ada hal positif yang aku dpt dr seorang
jurnalis yang tidak konvergensi yaitu kita pny kemampuan yang kalau mau jujur
ngmng itu, kita expert di isu itu. kita tidak generalis, kalau saya bilang itu
keranjang sampah. makanya kita tidak akan pernah mampu melawan wartawan
sekelas new york times, ga usah jauh, channel news asia skrng yang mengkalim
diri sbg medianya asean. kita ga bs spt bbc indo krn isu kita semua generalis.
kamu bayangkan tidak ada wartawan di indo yang menguasai dengan baik dan
mumpuni isu tntng apa yang terjadi skrng, misalnya terorisme, dlm arti yang a-z,
ga ada. kalau dulu saya berani menjamin, wartawan2 dulu pny kemampuan
mengangkat satu isu dari a-z. saya kasih contoh tntng human rights kita bisa dari
a-z menjelaskan tntng ham atau hukum isu BLBI, ada wartawan yang mampu dari
a-z menguasai. tp skrng kamu cari ada gaa yg bs menguasai, aku yakin ga ada.
walaupun wartawan koran atau majalah ga ada yang menguasai?
tidak ada. tempo, aku mengkritik diriku sndri dan itu buat masukan aja buat lani.
mngkn isu korupsi ya, krn itu isu yang paling seksi, bukan passion yaa. aku msh
percaya dengan apa yang aku omongin, investigasilah yang terjadi untuk
menjawab itu. walaupun itu tidak mngkn semua isu diangkat tp isu itu udah umum
dan itu sudah diterima semua orang. tp coba isu sensitivitas tntng agama misalnya,
atau kasus ahok, saya ga percaya semua orng paham dengan baik isu itu. orng
hanya mengangkat dari sisi permukaan. buktinya di tempo pun agak pecah aku
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
lihat menyikapi isu ahok. bukan salah itu tp sbg wartawan harusnya dasar kita
berbeda itu harus sangat kuat akarnya. bukan krn mendengarkan omongan orang
tp dia bs menemukan bahwa dukungan aku ini, aku sampai mati pun akan
mendukung si A, aku si B krn dia pny akar yang kuat untuk memberikan. tp aku
ga percaya. yang terjadi adalah kita mengutip 1. kita ga pny kemampuan spt
jaman dulu, kita bs tau dan yakin bhw soeharto itu memang layak bukan hanya
disebut sbg koruptor tp pelaku pelanggaran terbesar di asia bahkan di dunia. kita
berani ngmng gitu krn kita pny komparasinya, kita ikuti semua detail dia.
termasuk misalnya isu2 yang bagi aku dekat dengan kita sehari2, pluralism. tp
ketika kita masuk isu agama sulit. krn di situ ada identitas kita. jd ketika kita
bicara itu, identitas kita dijadikan kaya ukuran buat orng, bukan lg krn analisa
kita, kemampuan kita memiliki data, ga lg. makanya aku berpikir selama msh
begitu cara pandang jurnalis, kita memang menjadi salahs atu penyebab isu2
konflik agama ga akan prnh selesai. kita blm mampu keluar dari beyond our
identity
mnrt mba maria knp wartawan skrng ga bs spt wartawan yang dulu? apa
krn dampak dari digital itu juga atau ada faktor lain?
sbnrnya kalau mslh teknis digital itu adalah alat. dia tidak memberi dampak bnyk
bahkan aku blng harusnya kita lihat positif dia luar biasa. kegagalan utama adalah
dari para pemimpinnya skrng ini di media. mereka tidak mampu, saya melihatnya
pada leadership, skill dr atasannya sendiri yang lemah, skill ini bukan hanya soal
leadership tp kemampuan si redakturnya sndri. knp itu bs terjadi? krn semua
sudah letih dengan konvergensi ini. konvergensi ini membuat redaktur pusing. dia
hrs mengawal isu di 3 outlet itu. memang ada redaktur masing2, tp dia tidak pny
wartawan lnsng yang dia bina. krn kalau dia membina 1 waratawan, itu tidak
diperbolehkan. krn dengan demikian wartawan ini tidak bs dipakai untuk isu yang
lain. bayangkan aku dulu memegang isu hukum itu cuma 3 orang, redakturku
memang sangat menguasai isu hukum, jadi dia itu bs kamu fokus dengan isu2
terkait ini, ini liputan kamu di sini. setiap hari dari pagi sampai malah kami di situ,
setahun ga blh rolling, bahkan 2 tahun. itu ga terjadi skrng. skrng anak2 wartawan
kaya ayam puter2 di situ aja. jd ketika dia passion dengan isu yang dia suka, ga
akan boleh di sini, krn semua wartawan harus generalis. kegagalan kita kalau aku
blng jurnalis di indo adalah kepemimpinan dari para atasan mereka yang lemah
krn tidak punya passion yang kuat terhadap bagaimana sih sbnrnya media di
jaman skrng ini. jadi aku sbnrnya scr pdibadi ngerasa kehilangan the true leader of
journalism. dulu aku pny namanya kebanggan misalnya pak atmakusumah. tidak
ada di sana wartawan itu sangar. ga ada yang tau kita wartawan. kalau skrng orang
bangga menunjukkan waratwannya. dulu kita ga prnh mau, bahkan ga ada yang
tau kita wartawan krn kita diajak untuk humble dan tidak menjadikan itu
kebanggan. krn kalau bangga mati dong soalnya ketauan intelijen soeharto
dibunuh kan. skrng orang dengan gampang menunjukkan identitasnya sementara
jaman dulu kita hanya menunjukkan identitas kalau kita diminta. krn kita
menghindari ruang gerak kita jadi terhambat krn terkespos. itu gaa dipelajari, ga
disharing skrng sehingga yang terjadi profesional jurnalis itu business as usual aja.
tidak ada di situ namanya perjuangan, tidak ada di situ namanya panggilan kerja.
kalau orang yang ony background jurnalis dia tau knp jurnalis itu lahir,
historynya. history jurnalistik dulu kan melawan penguasa yang zholim sehingga
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
profesi jurnalis itu ada panggilannya spt aktivis , tanpa itu no sense dia hanya
menjadi wartawan hanya untuk cari makan. dia ga terpanggil untuk mengangkat
bhw resiko itu sbg sesuatu yang hrs dia terima sejak dia memutuskan jd wartawan.
skrng orang menghindari resiko. sehingga tulisannya permukaan bgt tp saya
sendiri tidak diperbolehkan lg turun ke lapangan , otomatis hanya bs ngmng.
paling merawat narasumber dan narasumber tau ini jurnalis yang spt apa mereka
tau dr cara kita bertanya, apa isi pertanyaan kita, itu ga bs dibohongi krn disitulah
perbedaan passion itu.
pemimpin yang dimaksud td pemred?
iya. dari editor pemred sampai redaktur tingkat bawah yang mengedit berita itu
aku rasa banyak media yang merindukan leadership yang kuat dan satu hal mngkn
lani jg bs coba2 lihat. di asing itu kredibel yang luar biasa ketika seorang
wartawan itu adalah dia pny yang namanya spesifikasi sndri atau artinya dia pny
satu isu yang dia rawat sndri dan dia mnjd expert di situ. di nyt atau bbc jika kamu
sudah wartawan madya kaya saya, ada malu kalau kamu ga pny spesifikasi
tertentu, isu yang kamu angkat yang bnr2 mencirikan kamu. misalnya kamu suka
isu tntng woman , kamu adalah expert untuk semua isu itu dari sisi jurnalisme dan
kamu pny buku yang menulis soal itu dan disupport untuk kamu bekerja di situ
tanpa dibebani tugas. kamu fokus membuat buku di lokasi di lapangan. itu ga
terjadi. di kompas hanya mariatiningsih yang bs gitu. kalau media lokal, bahkan di
sini ga ada. kamu boleh cek sendiri ada ga kaya gitu reward yang diberikan. jadi
kembali lagi business as usual. kamu hanya dijadikan jurnalis untuk menjual
komoditas. makanya ketika temen saya baru plng dari marawi, saya blng kamu
brp lama di marawi di luar perjalanan kamu yaa. 4 hari. saya blng knp kamu mau
menerima tgs sebodoh dan senaif itu. dia ga bs jawab. alasannya itu keputusan.
aku blng ketika jurnalis spt itulah yang membuat saya prihatin. seorang jurnalis
dia harus berani berdebat. saya tidak bs membayangkan ada jurnalis yang sudah
redaktur bidang mau ikuti spt itu. krn saya sndri alami, berulang kali saya protes
dan saya ga tkt kehilangan jabatan. krn bagi saya jabatan itu bkn yang saya cari,
yang saya minta adalah jadi jurnalis bukan jadi redaktur. dan saya marah sekali
krn ketika tau begitu bagi saya you are not journalist, you are a worker.
itu artinya ketika konvergensi dijalankan, spesifikasi yang dimaksud udah ga
ada lg?
sama sekali ga ada
itu semakin memperparah?
sangat memperparah kualitas. menghancurkan rohnya dari jurnalistik itu. adalah
roh jurnalistik itu kan menempatkan dirinya mewakili publik. publik dari sisi
utama yang termaginalisasi, yang terpinggirkan, yang menjadi musuh negara dan
orang yang menjadi korban dari kebijakan. krn dlm semua konteks persoalan di
muka bumi ini , itu bukan masalah yang berat, itu masalah sehari2. yang sulit kita
pilah adalah ketika kita bicara isu korupsi , gampang sekali, dia koruptor krn dia
pejabat. when you talk about people, kaya di papua, kamu bs ga keliling papua?
saya yakin krn kamu akan disibukkan dengan tekanan kalau kamu dukung papua,
berarti kamu anti nkri. kalau kamu dukung papua berarti kamu dianggap
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
kelompok separatis. itu membuat aku tertawa setengah mati melihat kejadian itu
krn aku lama berpikir bhw kegagalan papua untuk masuk di pemikiran orng
msyrkt krn media mainsteram spt tempo pun tidak peduli isu papua dengan baik.
kalau aku tarik ke belakang , konvergensi dimulai sejak 2011?
setau aku, aku msk 2011 itu memang sudah berjalan tp blm baku. mngkn
2013/2013 krn aku begitu excitednya dengan digital ini itu mulai keluhan muncul
terutama ada yang keluar dari tempo krn ga tahan dengan konvergensi. jadi 2011
itu kami membangun dengan serius tempo.co tp mulai. nah konvergensi itulah
terjadi di situ krn dia sudah banyak yang ngeluh ke aku apa sih konvergensi gini,
otakku mumet. ada yang ga tahan akhirnya keluar. banyak yang keluar bahkan
temanku sndri keluar krn dia ga sanggup dikasih begitu banyak beban. jadi
kelemahan konvergensi adalah tidak memanusiakan manusia.
sblm konvergensi dan sedang konvergensi perubahan yang dirasakan kaya
apa?
kalau sblm kita bnr2 fokus, kerja fokus. kita excited mengerjakan isu itu krn kita
tidak dibebani untuk mengurusi yang bukan urusan kita, menyumbang ke majalah,
online. ini kan snagat mengganggu scr mentaly. kamu lagi liputan di pengadilan
tiba2 kamu ditelpon aku minta ini itu, buyar. aku yang alami liputan pengadilan
betapa senangnya aku dijaman aku dulu blm ada konvergensi 2001, aku bs tau
dari a-z kasus ini krn aku ikuti sidangnya dari jam 7 pagi sampai nanti selesai jam
5 aku bisa hasilkan berita. sayangnya kan tidak ada tmpt penampungan wkt itu krn
koran hanya terbit satu halaman brp berita. tp itu jd bahan, peluru buat kita, sidang
berikutnya udah pny kemampuan memetakan persoalan dengan baik krn kita
passion. bagaimana kreativitas kita agar berita yang tidak termuat itu bs muncul
lg, kita dibangun kreatif itu. oh besok aku wawancara dalami ini, itu kita kasih ke
redaktur. sblm pulang kan kasih perencanaan, dari mana anglenya, aku mau
hidupkan ini besok aku ketemu si ini ah, aku dalami yang ini. wah itu bener2
freedom. kita excited kualitasnya, ga ada saingannya deh wkt itu tempo koran,
kompas itu jatuh bangun ikuti tempo. di bis, metro mini, kita nyatet, bangga sekali
berita kita selalu leading.
itu hancur setelah konvergensi, ga ada lagi kebanggaan. orang blh klaim majalah
investigasi, saya merasa majalah udah ga lg sekuat dulu krn saya ikuti majalah
dari SD kelas 5. jadi aku tau kualitasnya, aku bukan pengikut tapi aku pembaca
setianya dulu. jadi aku tau betapa orang , temen2ku sendiri melepas tidak mau lg
baca majalah krn mnrt mereka mngkn dampak dari konvergensi itu tidak lagi
mumpuni. dulu bangga baca beritanya abang2, tp ketawa setengah mati sisi lain
dari hukum, terenyuhan, misalnya mejanya copot atau hakimnya lupa bawa jubah.
itu cerita2 yang menyentuh bgt dan isu2 kemanusiaan itu kering di tempo, kamu
blh liat sndri, isunya keras sekali.
artinya perbedaannya dari sisi kualitas dan orangnya?
jadi lani harus melihat bahwa berita itu bicara manusianya. berita itu kan hasil
produk manusia sehingga the most important thing of journalist is the person ,
jurnalisnya dan editornya, krn berita tidak akan ada kalau tidak ada orangnya kan.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
begitu kamu pny kemampuan sangat terbatas tntng isu itu dan kamu
menurunkannya jd berita, seperti itulah hasilnya. tp, kalau aku melihat
keuntungan media adalah dia bs menghidupkannya kembali, kreativitas itu yang
harusnya muncul. itu di tempo hadir di bbrp kanal. jd misalnya isu ini ga mncl krn
keterbarasan halaman atau di tempo.co lg lewat krn ga ada yang meliput, kita bs
dalami lagi dengan mengambil wwncra mendalam dr si narsumnya. mngkn lani
alami wkt training di sini 6 bulan kan. nah itu cara kita mensiasati kalau kita gagal
tayang krn ga ada yang liput atau kita terlambat atau kita ga menempati itu
prioritas ternyata itu malah menarik perhatian pembaca.
kalau scr sistem kerja di saat konvergensi dan sblm konvergensi kaya
gimana? mksdnya sistem kerja dalam artian pembagian tgs dan berjalannya
itu spt apa?
pembagian tugasnya kalau di jaman konvergensi yang aku lihat konkretnya adalah
setiap wartawan tidak ada pos lg. jadi ngeposnya itu tidak lagi di jaman sblm
konvergensi yang boleh lama di sana krn dia akan pindah2 sehingga yang terjadi
adalah namanya floating. semua wartawan floating. dia hanya beberapa yang
dianggap pntng bgt ada di pos, misalnya dulu di balkot , itu pun cm 1 orang. can
you imagine ya balkot begitu besarnya isunya banyak hanya satu orang. di dpr 2
orang, itu sangat menghina akal sehat bagi aku. krn bayangin ada brp aktivitas
setiap hari di dpr kamu hrs menghandle itu. nnt tmn istana diperbantukan di sana.
itu kan jd aneh. itu kan BKO kalau bhs TNI nya. BKO itu kan dia ga ngerti apa2
tiba2 di suruh liputan itu. nah akhirnya sistem kerja itu adalah membatasi ruang
gerak untuk seorang wartawan fokus di satu tmpt. bukan membatasi, seorang
wartawan itu tidak lg boleh ngepos kecuali yang sangat important, istana. tapi
itupun hanya 1 atau 2 orang dan yang lain floating. tp isunya gaa floating. jadi dia
tetep di nasional tp ga blh ngepos. isu nasional itu kan mulai dari korupsi,
pengadilan, politik, tp dia ga ada yang ngepos. sehingga dengan sistem kerja yang
spt itu narsum marah, kecewa krn kita tidak merawat narsum krn kita
menganggapnya spt hit and run. kalau dulu saya di dpr bisa 3-4 jam sama anggota
dewan ngobrol2 sampai bisa notes penuh sampai bisa diatur ini terbit kapan. kalau
skrng ga ada lg, ga akan sanggup krn narasumber ga dkt dengan kital. turst
dibangun itu krn kita sering membangun komunikasi yang baik. kalau ga ada turst
bagaimana kita bs dpt isu yg sangat dalam, ga mngkn. jd jangan salahkan narsum
kalau dia juga ga percaya sama kita krn dia ga mngkn meyakinkan seusatu kpd
kita info. itu satu sistem itu berubah, tidak ada lg pos, hanya yang sangat prioritas
yaitu istana, baru kemungkinan gub , walkot, yang lainnya floating. kedua jam
kerja juga jadinya bs sampai pagi satu wartawan. jadi mngkn bkn sengaja tp
sensitivitas redakturnya sehingga ada wartawan sampai malam putar2 krn dia tdk
pny pos jd dia kemana aja. jadi jam2 liputan bs sampai ada yang pagi ke malam
dan aku marah besar
itu terjadi di semua wartawan untuk semua outlet ?
majalah msh lbh enak, mereka kan mingguan. tapi paling terasa itu digital sama
koran, apalagi koran yang berada di tengah2 yaa. dia menjadi penampung doang
krn dia sndri ga pny wartawan. jadi yang di lapangan sebagian besar reporter baru.
kamu bisa bayangkan reporter baru pny apa pengalamannya kan. yang M1 ini
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
hanya terbatas orangnya dan mereka inilah yang jaga koran. jadi mereka meliput,
memasukkan berita, mengedit juga. jaga warung istilahnya. jadi itu bekerja itu
jadi makin menumpuk. jadi reporter juga kasian, yang tidak punya gambaran apa2
karena dia masih baru, dia harus dipercepat pertumbuhannya, dipaksa untuk cepet
tau sehingga sesuatu yang tidak lewat proses yang bagus biasanya dia cepat
rapuhnya karena dia tidak punya passion lah istilahnya. sehingga dia mengikuti
alur saja dan dia tidak bisa diajak berdebat karena dia tidak punya kemampuan,
pemahaman yang utuh tentang apa yang sedang kita diskusikan. jadi kita kasian,
yang muncul adalah rasa kasian karena ini wartawan kasian bgt yaa, dia ga
mendapat kesempatan untuk mendalami. jadi tak heran ketika beberapa tahun
sblm booming digital itu muncul istilah media itu skrng sudah media is comodity.
sampai seorang jurnalis yang saya hormati, dulu kontributor new york times, dia
orang manado, sampai dia nasihati aku, semua media itu sudah komoditas.
journalism is dead. dia mengingatkan aku, maria enough, journalism is dead,
everything business as usual, jangan percaya lagi jurnalisme itu sesuatu yang
seperti kita harapkan dan impikan di negara ini. krn di negara ini, jurnalisme di
negara lain sangat dibutuhkan. kita lagi membangun kembali rasa jurnalisme itu
cuma ga bs banyak yang dibawa karena semua kembali lagi ke perusahaannya
masing2.
1 wartawan mengerjakan 3 outlet ada di masa konvergensi. kalau sekarang
ini , apakah tempo masih menjalankan itu ?
kalau yang aku tau konvergensi itu msh tp tidak seketat dulu. buktinya skrng ini
krn ada superdesk, dia jadi mengkoordinir sehingga dia bs menahan beban kerja
tidak berat. kalau dulu kan kita ga bs tau krn ga ada yang koordinir, semua kanal
bs minta ke kamu. kalau skrng ga blh lagi, hrs lewat superdesk krn ini untuk
mencegah seorang wartawan kelebihan beban kerja krn redakturnya suka2
nyuruh. jd skrng loadnya udah diatur tp tetep saja dia hrs bekerja untuk 3 outlet
walaupun itu tidak jadi kewajiban lg krn aturan terbaru skrng reporter di lapangan
itu hanya untuk berita bukan daging istilahnya, bukan corenya yang diambil. jadi
dia hanya bs mengkonfirmasi tp dia tidak mendalami isu utamanya. itulah untuk
membedakan bahwa konvergensi itu tidak semata2 mengarahkan semua persoalan
pada reporter. jadi skrng yang M1 , staff, yang wajib mencari dagingnya untuk
majalah maupun koran. jadi untuk mengkonfirmasi itu boleh reporter tp dikasih
cluenya.
persoalannya konfirmasi kan tidak mudah sebenernya. kalau cuma blng ya / tidak
itu bukan konfirmasi namanya kalau mnrt aku. kalau iya dan tidak itu pertanyaan
untuk di sekolah, itu jelek sekali. konfirmasi sbnrnya bukan hanya iya atau tidak,
konstruksi dia tntng isu ini apa. itu yg ga ketemu di sini. yang aku selalu melawan
adalah reporter bukan untuk mengkonfirmasi. mengkonfirmasi itu adalah tetap si
reporter utama krn dia yang tau isi dagingnya. kan kalau ditanggepi lagi sama
narasumber emang kamu tau apa, mau jawab apa. di situ ada namanya komunikasi
interaktif, dia gaa pny pemikiran apapun , cuma nampung ludah kan. nah di
situlah aku sesali. jadi meremehkan yang aku nangkep. makanya kualitasnya itu jd
ga , to be honest aja, ya cuma sekadar konfirmasi itu hanya mengatakan tidak biar
tidak melanggar uu pers, iya atau udah selesai saya sudah respon kok atau nnt
muncul ditelepon berulang kali tidak menjawab, sudah dikejar. kalau di jaman
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
saya jadi wartawan, itu dibuang berita ngmng kaya gitu. kita ga blh cuci tangan.
nunggu sampai jam 1 malam sampai dia bs ngmng. ga blh bikin berita tlpn tidak
diangkat, sudah dihubungi berkali2 tidak menjawab. saya disuruh sarungan 3 hari
ga blh masuk sebagai hukuman krn itu bukan konfirmasi. mau apapun terjadi kita
disuruh kreatif. kalau skrng orang lepas tangan dengan cara begitu dan diterima
oleh wartawan di sini. kalau saya jadi redaktur ga akan saya izinkan. dapetin
apapun caranya , bagaimana caranya. krn yang saya butuhkan bukan ya atau tidak
tp konstruksi dia, data dia yang harus kita cari untuk menyandingkan ini sehingga
kita tau bahwa kita yang salah mengambil isu atau kita yang benar mengambil isu.
dan itu tidak terjadi skrng.
di tempo ada beberapa level jabatan. bedanya tugas mereka?
aku juga bingung. terlalu banyak levelnya. aku ga pernah memahami dengan
konkret. apa sih perbedaan utama saya. saya skrng M3 udah di atas redaktur, dia
menguasai 1 kompartemen. kalau aku berpikirnya negatif atau kritis, mngkn
dianggap negatif, bagi aku ini hanya muslihat aja.
politik perusahaan?
iya. meredam biaya kan. atau meredam orang yang kebanyakan cepat naik. gaa
make sense buat saya ini. karena semua orng melakukan kerja yang sama
mba maria di M3 tugasnya skrng apa ?
gatau. saya taunya saya megang halaman, kanal, itulah tugas saya, waktu redaktur
bidang. tp begitu masuk M3 , bagi saya ga terlalu jauh beda dengan redaktur
bidang
berarti skrng msh tetap edit , approve berita?
jangan ngedit, meliput juga, semuanya.
istilahnya posisinya skrng sbg reporter dan editor?
iya , dalam prakteknya skrng ini overlapping dengan level yang lain yang saya
juga ga ngerti. kalau diperbankan yaa sangat rigit, sangat limitatif untuk setiap
level itu. makanya tidak banyak levelingnya. misalnya kalau saya jurnalis tapi
tuags saya itu apa , reportase, menulis berita atau apa tp heavy saya adalah
reportase dan menuliskannya dlm bntk straight news atau apa. kalau dia udah
redaktur, heavynya apa, kan editor sebenarnya. cukup 1 level editor. kalau dia
mau tinggi, cukup namanya redaktur utama atau apa untuk mencegah kita tidak
main hakim sndri atau pongah sndri, mengedit suka2. perlu ada pengawasan
cukup 1 tingkat. tidak ada sesuatu yang sangat berbeda, malah mnrt saya itu ga
msk akal, kepanjangan. padahal tugasnya overlapping semua dan semua orang
bertugas untuk level yang di atasnya jg ada. kalau aku menangkap kesan adalah
ini untuk bisnis aja biar jangan cepat naik dan kedua terkait dengan biaya , cost ,
gaji kan. krn antara satu level ke level lain mahal bisa beda 2/3 juta. semakin
tinggi jabatannya, kerjanya ga semakin banyak. bebannya malah semakin kecil,
aneh kan. saya berani ngmng gitu krn saya alami. makanya saya kasian liat
jurnalisnya justru mereka ancur2an dengan gaji yang kecil.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
saat msh konvergensi posisi mba maria?
saya redbid (redaktur bidang)
pada saat itu dampak konvergensi yang dirasakan apa ?
kebetulan wkt itu aku di kanal internasional. begitu aku pindah ke teco kan saya
diminta di internasional krn wkt itu ga ada orang, spesialis saya memang
internasional. jadi dampaknya adalah pertama tidak ada harapan wkt itu krn
keterbatasan untuk ada wartawan yang khusus meliput isu2 internasional. yang
ada kita menjadi penerjemah semua. jadi di sini jg lani mau gamau hrs melihat
bhw ada namanya kelas sosial. jadi kls utama itu nasional, kedua ekonomi, ketiga
metro. internasional, gaya hidup, budaya, itu kaya pelengkap aja. tp dlm
perjalanannya kan aku mengubah kebijakan. 60% di lapangan, 40% terjemah.
begitu saya terapkan entah kenapa tiba2 wartawannya ditarik. ya saya ga pny
wartawan, saya liputan sndri. lama2 saya sadar ini pembodohan kalau saya ikuti
kaya gini. udah saya yang liputan, saya edit, tampilin, tayangin, loh ini kerja apa
itu pd saat konvergensi?
iya. krn ga ada wartawan disediakan
wartawannya kemana?
difokuskan ke nasional. itulah konvergensi itu kan memfokuskan pd isu2 yang
dianggap menjual. padahal pada kenyataannya ga juga. saya di kanal
internasional, isu kami laris manis. itu dia yang aku blng wawasan. ketika
redaktur wawasannya msh jakarta sentris, indonesia sentris, sehingga dia tidak tau
bahwa jakarta ini dan indonesia ini adalah huge bagi semua isu internasional, at
least asean. gatau kalau kota jakarta ini adalah internasional. ga ada yang sadarin.
makanya dia tidak berpikir bahwa dari lembaga ini bs jadi berita. krn dia berpikir
internasional itu keluar, dia lupa kita bisa dpt info dr sini bnyk. sampai detik in
saya ga pny wartawan, saya hny punya penerjemah
sampai sekarang tetep jadi reporter , ngedit ?
iya
gaa ada yang berubah meskipun tempo msh konvergensi tp gaa diperketat
lg?
iya ga ada. krn kami bukan level yang prioritas. jadi kaya saya sampai skrng ga
pny reporter. msh menyantol ke nasional kalau isunya bilateral. tp untuk khusus
internasional dengan saya minta dia wawancara sekjen asean tntng marawi,
kedubes. dulu saya sendirian pergi ngetok2 pintu keduataan sampai saya ditanya
sejak kapan tempo peduli sama kedutaan? krn ga ada yang pernah ngerawat. itu
waktu aku megang internasional di 2011 demi menerapkan kebijakan ku sendiri
60% liputan, 40% terjemah. saya turun sendiri, merawat sendiri, mengetok pintu
sendiri. krn apa? saya malu jadi wartawan kok penerjemah. malu kan. saya bales
rasa malu itu dengan mengubah kebijakan krn saya redbid, trs saya tingkatin lg jd
70% tp setelah itu tmn saya pergi krn ga tahan dengan konvergensi.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
keluar krn mengerjakan banyak?
iya , krn dia tidak fokus di internasional. tp dia passion, dia dukung aku krn dia
suka sekali isu internasional.
udah 5 tahun redbid. skrng baru aja april lalu M3
pas konvergensi mengerjakan semuanya, sebelumnya ?
sebelum konvergensi aku di koran, jadi aku pindah ke teco 2011, dimulainya
konvergensi. krn 2010 blm ada konvergensi krn wkt itu tempo online blm serius
digarap. bahkan blm tergarap, msh asal2 krn blm ada konvergensi. 2011 mulai
muncul krn booming dari luar. kita mulai merawat, mulai berpikir knp online ga
diseriusin. ketika itulah aku pindah, disitulah konvergensi mulai jalan. kalau dulu
kan cuma koran dan majalah. jd kita masing2 kerja sendiri
berarti yang mba maria rasakan saat konvergensi apa? terbeban ?
bukan lg terbeban ya, kecewa. krn tidak msk akal buat aku. di perusahaan
manapun tidak ada yang mau konvergensi. pst gagal. kenapa? konvergensi itu
terjadi kalau kita bener2 mengerjakan itu dengan sdm yang cukup, yang reliable.
artinya dia bs membuat perhitungan yang pasti, kanal ini butuh berapa orang
dengan memetakan isu. itu baru berhasil. kalau konvergensi dengan jumlah
reporter yang demikian kecilnya kaya di tempo itu membunuh diri si reporternya.
bs bayangkan kan satu orang disuruh mengerjakan begitu banyak liputan. apa
yang didapat? sementara di internasional itu heavy skill. maksudnya apa? dia hrs
pintar bahasa inggris , hrs bisa menguasai isu dunia di luar dia. kalau kita ksh ke
orang yang ga prnh, yang dia jg hrs berpikir tntng isu nasional, bayangin, kaya
aku membunuh dia. misalnya dia lagi liputan tntng ahok, tiba2 aku blng tolong
dong ada yang liputan tntng marawi skrng. aku kan hrs mentransfer dengan cepat
apa itu marawi, apa yang terjadi kepada si reporter yang baru brp umurnya jadi
jurnalis. dia akan gelagapan. trs dia ga percaya diri dong hadapi kedutaan
misalnya atau narsum asing. kita ga pny kesiapan trs disuruh wawancara orang
yang expert betul, kan kita mempermalukan diri sendiri. di jaman yang isunya tiap
hari berganti gini kan kita ga bs mengharap dia membaca isu internasional setiap
hari kan
krn reporter yang minta diturunkan itu anak floatingan?
iya. kalau yang diminta itu anak ekonomi misalnya, disuruh liput soal marawi, apa
ini. mentransfernya aja udah sejam, mendingan gw yang liputan. akhirnya saya
putuskan saya tidak mau ikut iramanya perusahaan. krn kita di sini intelektual,
kita bukan blue color, kita white color yang kerjanya adalah intelijen kita. kalau
kita ikutin terus, ga ada harga diri kita sebagai profesional. kita merendahkan
derajat sendiri. udah tau keliru, msh ikut2an.
kalau skrng floatingan msh ada?
msh tp dikendalikan oleh superdesk. sbnrnya konvergensi itu tidak salah. cara
tempo memahami konvergensi yang keliru.
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
yang mba lihat, tempo memahami itu bagaimana?
dia menerapkan namanya itu human lowest cost. jadi dia konvergensi mengklaim
diri konvergensi, tp dia tidak mengevaluasi. kalau bahasa ilmiahnya dia tidak
memetakan kebutuhan jurnalisnya yang bs membantu konvergensi itu berhasil. spt
yang aku blng td ada kanal yagn ga ada wartawannya. begitu butuh liputan, dia
meminjamkan wartawan kanal lain untuk meliput yang dia tidak pernah sentuh,
bahkan dia tidak tau. trs kita hrs mentransfer dlm tempo singkat kpd dia apa itu
kasus itu, bahkan dia ga prnh tau narsumnya. thats the point. bukan konvergensi
yang salah, orang yang memahami dan memilih untuk konvergensi tp dia tidak
mempersiapkan yang utama yaitu manusianya. konvergensi itu hanya bs terjadi
kalau kamu mengevaluasi daya akar kekuatan, kelemahan, dari apa yang sudah
ada dan mana yang perlu ditambah. dan apa yang menjadi tujuan utama dr
konvergensi ini, goalnya apa. saya percaya tidak ada namanya evaluasi sedalaml.
krn saya tidak prnh dengar ada datanya.
mnrt mba maria, di indo perlu ga konvergensi?
saya ga melihat itu pntng krn konvergensi itu bagi saya bukan sesuatu yang
menjadi prioritas. bagi saya kembali lg di mana2 seorang business man selalu
mengatakan fokus. fokus dan terspesialisasi krn kalau kita menjadi generalis tidak
ada yang kita jual. makanya selalu diingatkan ke media apa sih jualanan kamu,
visi misi mu apa. tempo sudah berhasil membangun identitasnya, media
investigasi sebagai core bisnis, tp itu kan majalah. tempo lebih kepada apa
jualannya. ga ada. kami blm pny kata yang pas untuk tempo online. business as
usual, tidak berani berbeda. coba bandingkan ketika media sekelas al jazeera
misalnya, komit kan isu dia , ham. dia sampai pny namanya kanal witnesses,
saksi, isunya khusus HAM. mana berani orang di sini bikin itu, ga laku kan. krn
dia berpikir pembaca kita bodoh. padahal jaman skrng ini justru kita harus
mentrigger pembaca untuk memilih berita2 yang sangat membangun rasa. jadi
kalau blh dibandingin saya lbh memilih kompas untuk isu humanisme. krn orang
udah cape dengan isu korupsi. kompas benar, makanya dia laku terus. walaupun
persaingannya berat kompas tetap dalam isu kemanusiaan ga ada pesaingnya.
tempo investigasnya tp saya berpikir itu kan bukan media harian investigasinya.
dia hanya berjualan untuk bulan2 tertentu dengan isu2 tertentu. jadi bisnis media
itu tidak gampang. sehingga kalau mau melakukan konvergensi, dia hrs komit,
sesuatu yang menjadi ciri khasnya. kalau engga, ktia sama aja dengan media lain.
sekuat mana kita berani berbeda itu gaa ada di tempo. krn semuanya bukan
pebisnis yang ulung.
kalau hasil liputannya gimana entah majalah koran online sebelum dan
sesudah konvergensi?
kualtiasnya turun dari semua outlet. knp saya berani ngmng gitu krn gampang aja.
wartawan itu udah bekerja spt ambl barang aja sampai saya prnh marah, talking
news lah jadinya. sering typo, sering keliru judul. itu kelelahan bagi aku, udah
cape. sehingga dia itu meliout udah tanpa passion, dia hanya menjalankan
kewajibannya sbg karyawan.
jadi untuk bekerja dapat duit?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
iya. sehingga kualitasnya beda. lani blh dtng ke perpus, cari koran sebelum 2011
bandingkan dengan skrng. kamu akan menemukan rohnya dengan gampang. dulu
saya bisa sampai dari jam 6 pagi sampai 8 malam di MA untuk menunggu saja 1
lembar kertas tntng putusan kasasi seorang paling berpengaruh kedua di negara
kita. dan itu 3 bulan saya meyakinkan dia bhw aku layak menjadi tmpt dia curhat
hakim agung ini yang ga prnh mau ngmng sama orang, sama jurnalis. but i trust
he will be changed, dan itu terjadi tanpa saya sadari. itu ga gampang. saya
melakukan segala hal 3 bulan untuk meyakinkan dia bahwa kamu harus memberi
putusan itu ke saya kalau sudah kamu putuskan krn kamu pemimpinnya, kamu
ketua muda pidana di MA. hakim agung paling senior yang tidak pernah
membuka diri bagi wartawan apapun krn dia bnr2 strict dan dia kemudian
meninggal kan dibunuh, ditembak sama tommy soeharto. jadi aku mau blng itu
tidak terjadi skrng. banyak temanku yang tau hukum. kita bisa tau detail, 3 bulan
kita merawat kepercayaan narsum. kita bs dapat rekaman dengan lengkap, fresh
form the oven, saya menjalin hubungan bertahun2 dengan orang kepercayaan. jadi
wartawan sejati yaa begitu. bukan hit and run setiap saat. media udah ga pny
kesempatan untuk dalami. kalau aku katakan the bottom nya itu kita ga mampu lg
tembus krn tidak ada lagi merawat network yang namanya saya masa lalu saya itu
bisa berhari2 itu diskusi dengan abang senior sesama jurnalis, mereka mentransfer
knowledge, kebodohan2 mereka agar kami bs mencontek untuk menambah
kemampuan kami, itu terjadi. sekarang ga ada lagi waktu, ngbrl sama redaktur aja
udah pulang, bahkan wartawannya ga prnh hadir di sini, ngirim berita dari
lapangan.
itulah kelemahannya konvergensi. orang cepat berita tp useless krn sampai di situ
dibaca lupa. krn semua orng mendapatkan itu dr media lain jg. konvergensi
membuat semua isu di permukaan.
jurnalisme itu paling hidup justru di jaman rezim kekuasaan. betapa pentingnya
seorang jurnalis itu adalah pejuang, bukan melamar untuk cari makan. kalau itu
terjadi, ya itulah cepat dibayar, suap, menerima uang, itu wartawan2 begitu bnyk
krn dia dtng untuk cari kerja. saya bkn wartawan hebat. kita hrs percaya kalau
kualitas jurnalis kita bagus, kita pasti mencari media yang menghargai kita. dia
tidak mencari media hanya memberi kita gaji uang gede tapi setelah itu dalam
tempo detik kita diputus lg krn tidak sanggup bayar. konvergensi ga prnh lepas
dari kemampuan media itu, bisnisnya itu akarnya kuat gaa. krn kalau konvergensi
biayanya kan tidak tinggi, tidak mahal, krn bayangkan yaa satu jurnalis mengurusi
tiga media, ga perlu tinggi kan. artinya rata2 media konvergensi itu media2 yang
biasa2 aja. kalau media kuat dia ga akan mau konvergensi krn dia mau cari berita
yang kuat. al jazeera dia mati2an keluar uang, dia ga prnh konvergensi, dia fokus
di online. NYT ga peduli dengan cara kerjanya konvergensi, tetep dia.
konvergensi itu ternyata tidak memanusiakan manusia. makanya kita kembali
pada keyakinan dunia kan bhw yang laku adalah fokus, konsisten dan disiplin, itu
rohnya semua pekerjaan. jadi jangan pernah kalau bahasa umumnya, jangan
melawan arus dalam berbisnis. kalau kita ikut arus, ibarat kita melihat ikan mati di
kali. hanya ikan mati yang ikut arus, kalau ikan hidup dia pejuang, melawan arus
untuk berjuang hidup. harusnya bisnis media begitu, dia melawan arus. kita ga
prnh tau knp ada konvergensi. itu kan membuat kecil cost bisnis aja, bukan
menguatkan kualitas jurnalistik. nol besar. itu hanya untuk bisnis, pengusaha yang
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
bikin konvergensi krn dia gamau rugi dengan adanya media online ini. ibarat
sampah, dia pakai sampah ini harus berguna lagi, buang ke online. caranya
gimana, jangan nambahin orang, ambil aja kamu genjot. makanya sempat terucap
di tempo dan sampai skrng msh ada yang anggap itu bhw berita2 yang ga bagus,
ga laku, jualnya di online aja
itu terjadi di tempo?
terjadi di jaman saya. makanya saya buang, ga akan ada di tmpt saya berita basi
atau yang dianggap non sense. saya ubah, saya perbaiki atau bahkan kalau saya
anggap ga pantas saya buang. krn saya berprinsip media hanyalah media, dia
benda mati, dia netral. kontennya itu loh yang kita jual. kalau kontennya dianggap
sampah, harus sampah yang berguna, perbaiki dong, percantik, perbaiki
kualitasnya dengan meriset dengan nambah foto, memperbaiki cara penulisannya,
memperdalam. sehingga bukan tmpt membuang teco itu, itu terjadi sampai ada
seorang redpel bahkan pemred di sini loh. can you imagine mau jadi apa itu
konvergensi.
kalau mba maria liatnya pemred di tempo berarti menyetujui konvergensi?
mereka gaa pernah mencetuskan scr terbuka tp yang mereka katakan adalah
mereka mengeluh aja. tp tidak ada yang mengeluh ke saya krn akan saya lawan
balik. krn prinsip saya kamu kan menjalankan perintah pengusaha, pemilik modal
ini, sementara kamu sebenarnya kan jurnalis yang berada di struktur manajemen.
harusnya dia itu dtng dengan data yang sangat valid untuk membuktikan
konvergensi ga salah kalau syaratnya ini dipenuhi. mana yang prioritas itu
dimasukan. tidak ikut aja bahkan menutupi dengan menekan2 kami di bawah agar
cantik konvergensinya, itu kan penipuan
artinya pemred menutupi itu?
iya. buktinya sampai detik ini ga ada ditambah tuntutan kami sampai ada temenku
bilang sampai tahun kuda gigi besi ga akan didengar
tapi udah mencoba untuk ke atasan?
sudah. tidak ada respon, tidak ada perubahan yang sangat signifikan, bahkan stuck
aja kaya gini sampai selesai. jadi itu udah kaya kita udah gamau lg banyak omong.
jd kita kembali pada realita aja, hrsu begini ya terima aja. yang terpenting kita
tidak mematikan daya kritis kita. tidak mematikan sensitivitas kita terhadap teman
kita, empati kita, tidak dimatikan atau mengabaikan. makanya kalau liputan saya
selalu bertanya ada teman yang mau membantu misalnya di koran saya blng mau
bantu ? bukan pemaksaan. tapi kalau kamu mau titip satu dua pertanyaan untuk
teco. dan rata2 mengerti dan mau. mereka prihatin sama2.
decision makernya si pemegang bisnis media?
iya. kita kan cuma bs ngmng. mau gimana konvergensi, kanal internasional aja ga
ada wartawannya. trs jawabannya apa, nnt kita cari. udah brp tahun, 5 tahun ga
ada. artinya apa? tidak peduli kan. metro jg gitu, ekonomi udah ilang brp
wartawan ga ada penggantinya sampai sekarang. jadi kehebatan tempo adalah dia
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
bs menutupi persoalan internalnya krn spirit mereka itu tempo tidak blh jelek
diluar. tp saya berpikir justru sebaliknya bahwa kaya lani ini misalnya bbrp
banyak kan yang nanya bahkan S3 minta ketemuan untuk melihat sistem kerja
tempo itu kok aneh, bisnis nya kok aneh tidak bergerak. saya ceritain aja krn bagi
saya kalau saya ga ceritain ini, kalian tertipu.
konvergensi tidak pernah salah, yang salah adalah perusahaan itu bagaimana
menerapkannya dan apa motif dia, itu pntng. yang aku tau motifnya cuma 1 ,
menghemat biaya, menekan sdm, menekan karyawan
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
Informan 8: Redaktur Pelaksana Pusat Peliputan (Superdesk)
Tempo-Yudono Yanuar
apa ada perbedaan peran dan fungsi superdesk antara dulu saat konvergensi
dan sekarang ?
gaa ada bedanya. dulu pas sebelum diputuskan konvergensi dihapus dan kembali
ke sistem lama sama sekarang gaa berbeda. pusat peliputan atau superdesk ini
tetap melayani ketiga outlet. jadi yang kehilangan konvergensinya itu yang di
atas, yang di koran sama di majalah sama di tempo.co. mereka jadi kompartemen
yang terpisah2. kalau dulu misalkan nasional menangani 3 outlet, sekarang
nasional koran sendiri, nasional majalah sendiri, nasional teco sendiri. tapi begitu
di bawah sampai pusat peliputan tetap gabung. cuma masing2 koran dan majalah
itu kan mereka punya tim yang meliput sendiri. jadi superdesk itu hanya
melengkapi kalau mereka kurang tenaga aja. sekitar 90% liputan superdesk itu
untuk teco. kalau majalah sesekali minta. tidak setiap kompartemen setiap hari
minta. jadi misalkan hari ini yang minta itu metro sama nasional, besoknya
kadang ekbis yang minta, ga tiap hari
apa fungsi dari superdesk ?
kita sebenernya dibentuk untuk ujung tombak untuk liputan. jadi kita meliput
semua hal, nanti dimasukkan ke keranjang, nanti kompartemen2 yang ambil. tapi
prakteknya sih kita jalanin penugasan dari tempo.co sebagian besar, koran kecil,
majalah apalagi lebih kecil
berarti fungsi superdesk dari dulu sampai sekarang memang seperti itu yaa
?
iya, ga berubah sih dari ketika sebelum diputuskan konvergensi dicabut sampai
sekarang
dari dulu juga mayoritas 90% mengerjakan online ?
iya. krn koran kan ada setiap kompartemen punya staf redaksi. mereka kan
dituntut membuat perencanaan sendiri dan melakukan peliputan sendiri. jadi kaya
metro itu punya 3 SR, mereka punya 3 halaman, mereka bergantian mengisi
halaman2 itu dengan perencanaan yang udah dibuat sebelumnya. jadi koran itu ga
membuat breaking news, breaking news itu nanti dimuat di teco.
kalau sistem kerja superdesk kaya gimana?
dimulai dari perencanan. perencanaan berasal dari teco, dari redaktur teco masuk
ke temen2 di superdesk , kemudian dari redaktur superdesk dikasih ke reporter di
jakarta sama di luar jakarta. biasa collect berita, ngumpulin berita, masuk ke
keranjang, bisa dipake, sebagian ada yang gaa dipake juga
berarti sistem kerjanya juga gaa ada yang berubah ?
ga ada. strukturnya berubah sih. strukturnya orang2 teco. kalau dulu kan masih
ada yang secara pengkajian ikut koran, ikut majalah, tapi sekarang semuanya ikut
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
tempo.co semua anak2 superdesk. jadi ada itungan2nya juga sih. misalkan koran
ambil berita teco itu dihitung berapa, kalau majalah pake tenaga kita dihitung
berapa. ada hitung2annya tapi saya ga terlalu paham
tapi superdesk sebenarnya lebih dituntut mengerjakan tiga outlet itu juga
atau kalau ada pesanan baru mengerjakan ?
kita berdasarkan order aja. jadi kalau ga ada pesanan kita tetap ke lapangan , tapi
perencanaannya dibuat oleh temen2 superdesk. jd ketika sudah jam 10 blm ada
pesanan masuk, kita udah prepare , udah persiapkan perencanaan sendiri tapi
ketika ada permintaan dari kotan atau tempo.co atau majalah, perencanaan kami
kalah prioritas. kita jalanin yang dari outlet itu dulu
kalau dulu perencanaan dikasih 3 outlet itu berarti ?
iya.
kalau sekarang superdesk sendiri yang merencanakan ?
oh engga. tetap dari tempo.co, terutama tempo.co. koran itu perencanaan mereka
nitip biasanya pagi setelah rapat. ketika mereka perencanaan disetujui, baru nitip.
tapi itu biasanya bukan daging, bukan daging beritanya, tapi konfirmasi2 aja.
jarang yang sampe liputan sampe dagingnya jarang
kalau secara struktur, superdesk posisinya di mana mas ?
sekarang ada di bawah pemred tempo.co. jadi pemred sama RE berdua, mecah
jadi dua. satunya ke redaktur2 teco, ke kompartemen teco, satunya ke superdesk.
tanggung jawabnya langsung ke RE dan pemred
kalau dulu ?
kalau dulu secara struktur di bawah pemred teco, tapi kan 3 pemrednya itu
masing2 gitu. bedanya di situ. jadi kita punya garis komando ke tiga pemred,
sekarang engga tinggal satu aja
itu artinya dulu redpel superdesk bertanggung jawab ke tiga pemred ?
iya secara struktural iya. tp secara tanggung jawab keuangan segala macam hanya
ke pemred teco. jadi administrasinya di bawah teco tapi garis komandonya
langsung ke 3 pemred itu
struktur 3 komando itu artinya apa yaa mas ? kenapa dulu 3 sekarang 1 ?
bedanya apa ?
karena 3 outletnya kan udah dipisah, jadinya harus dipilihkan superdesk itu lebih
banyak kemana. karena superdesk lebih banyak ke teco, secara struktur di bawah
teco. yang koran sama majalah masih tetep bisa menggunakan tenaga teco tapi
cuma untuk tambahan2 sedikit aja. bagi mereka sih teco itu cuma untuk
melengkapi kekurangan. karena SR, M2 mereka kan sudah cukup banyak, cukup
kompeten di bidangnya. dan mereka kalau ga ke lapangan pasti nilai mereka akan
kurang juga. mereka masih dituntut ke lapangan,masih harus liputan. mereka jalan
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
kemudian kalau terpaksa banget, kurang nih harus dia ngejar di sini sementara di
sana ga ada, nah itu minta tolong teco. gaa setiap minggu ada permintaan dari
majalah. kaya minggu ini rasanya ga ada. ada tapi untuk daerah2, yang untuk
jakarta ga ada. koran hari ini permintaan dari metro, itupun hanya untuk yang
ngepos di DKI , itupun cuma konfirmasi ke djarot sama yang ke bandung ada
anak daerah yang konfirmasi
kalau dulu pas superdesk di bawah 3 outlet, tugas anak superdesk juga
untuk konfirmasi?
sama aja. porsinya ga beda jauh dengan sekarang. jadi tetep lebih banyak ke teco
itu artinya dulu di atas superdesk ada 3 outlet, sekarang 1. tapi secara fungsi
dan peran tetap sama aja berarti yaa, cuma secara formalitas aja ?
iya gaa berubah. sebenernya kalau ini superdesk mau dibilang masih konvergensi,
bisa. konvergensi di tempo masih jalan di superdesk karena kami masih
menjalankan fungsi , menjalankan penugasan tiga outlet. cuma memang dari dulu
porsinya gaa banyak karena fungsi2 di 2 outlet utama itu kan koran sama majalah
udah jalan. gaa terlalu banyak yang bisa dilakukan, bisa dibantu dari sini
gimana konvergensi itu memengaruhi superdesk ini mas ?
kalau di tingkat superdesk sih waktu konvergensi, setelah atau sebelum
konvergensi engga ada bedanya. cuma ada beda itu di teco waktu ada
konvergensi, teco itu dalam tanda kutip seperti nomer tiganya gitu loh, kurang
perhatian. karena semua redaktur, teco yang punya redaktur khusus di teco itu
cuma sedikit. mungkin 1 kompartemen hanya 1 yang ngurus di teco, khusus teco.
yang lain adalah tenaga kaya misalkan anak majalah itu kan redakturnya majalah
mulai nulis biasanya hari selasa atau rabu. mereka seninnya dianggap lowong,
senin sampai selasa dianggap kosong. nah senin selasa itu full bantu teco. anak
koran 5 hari full untuk koran tapi ada jam2 tertentu yang dia kosong. misalkan
kalau redaktur nasional agak kosongnya pagi misalkan, pagi mereka bantu teco.
kemudian redaktur metro kosong di atas jam 8 malam krn dia udah deadline, dia
bantu upload teco. itu jalan , secara jumlah bisa nutup 200-300 berita sehari. tapi
secara jam gaa menguntungkan karena misalkan banyak redaktur yang upload
berita di tengah malam ketika pembaca teco udah sangat berkurang. terus siang
yang dibutuhkan banyak berita malah gaa banyak muncul karena mereka lagi
sibuk di mana2. itu kerugiannya untuk teco. kemudian kerugiannya untuk majalah
saya kira karena tenaga mereka habis untuk bantu teco, mereka kurang waktu lagi
untuk melakukan lobi ke luar. padahal sebagai majalah mingguan lobi itu kan
penting banget. nah itu gaa didapat selama kemaren. karena memang tenaganya
ngepas, jadi hari ini lari ke sini, besok lari ke sana. akhirnya ga jalan. tapi
sebenernya kalau dibilang kita sekarang gaa konvergensi, ya ga juga. kaya
misalkan ada reporter koran yang lagi ditugaskan ke luar negeri misalkan, dia
nanti juga akan dititipi penugasan majalah, buat tiga2nya. masih itu. jadi udah ga
ada sekat lagi dia harus mengisi 3 outlet itu. tentu perencanaannya dibedakan
karena nanti redaktur masing2 yang akan membuat perencanaan sehingga majalah
sama koran nanti bisa beda
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
dulu pas tempo konvergensi kan ada superdesk ini juga mas. sebenernya
awalnya definisi dan tujuan superdesk apa mas ?
jadi superdesk itu dulu dibuat memang diniatkan untuk menjadi ujung tombak
peliputan. semua peliputan superdesk yang menjalankan. koran dan majalah gaa
punya reporter. kalau tadinya kan masing2 kompartemen punya reporter. begitu
carep, carep itu udah dibagi, ada yang ke kompartemen nasional, kompartemen
metro. waktu itu karena koran punya perencanaan, majalah punya perencanaan,
tenaga reporter lebih banyak unutk mengerjakan majalah dan koran. akibatnya,
teco kurang pasokan. gaa nyalahin reporter karena dia konsentrasi ngejar bahan
segala macam untuk koran dan majalah sehingga laporan untuk teconya kurang.
kemudian dapat pemikiran kenapa gaa reporter digabung aja, nanti bahannya yang
dipakai oleh koran dan majalah. kalau perlu pendalaman, majalah sama koran bisa
nitip untuk reporter untuk melakukan reporting yang lebih dalam. disetujui 4
tahun yang lalu superdesk. ada konvergensi, tetap superdesk posisinya gitu, di
atasnya ada konvergensi, kayanya belum setahun ini konvergensi kemudian
ditinjau ulang, akhirnya dibalikan ke non-konvergensi, itu posisi supredesk tetap
berarti dulu rencananya reporter, SR koran masuk ke superdesk ?
sebagian masuk sini rencananya. tapi akhirnya karena SR dituntut menulis lebih
panjang, akhirnya mereka masuk ke kompartemen, masuk ke koran atau majalah
untuk membuat mereka jadi punya kesempatan nulis
superdesk berarti mulai ada kapan ?
jamannya Elik, tiga atau 4 tahun lalu. jamannya Elik dan Ninil 2013. Elik dan
Ninil jadi redpel berdua. terus kemudian Ninil dipindah ke jogja, Komang pulang
dari amerika masuk Komang. kemudian Elik pindah jadi RE , aku masuk ke sini,
Komang jadi RE, sekarang aku sendirian. setahun ini aku, setahun sebelumnya
Komang. ya empat tahun lah
2013 udah langsung jalan ?
iya
dulu carep masuk ke tempo di superdesk ?
sebelumnya engga, di mana2. 2013 mereka baru dimasukin
dulu mereka di outletnya masing2 baru di superdesk ?
iya. bedanya sama yang sekarang. kalau sekarang begitu masuk ke superdesk.
dulu belum ada superdesk
definisi superdesk itu sendiri apa mas ?
pusat peliputannya tempo. jadi kami sebisa mungkin men-service semua outlet,
semua kompartemen. tapi sebenernya mau dibilang semua engga juga. sport
engga, yang khusus2 itu engga, sport kanal olahraga, gaya hidup mereka punya
tim sendiri. kita cuma nasional , metro , ekbis , 3 outlet besar , iptek engga.
mereka punya tim sendiri karena jarang ada breaking news
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
boleh tau latar belakang mas dodong di tempo ?
aku masuk sini 2001 sebagai SR di waktu itu redaksi olahraga koran. sampai jadi
redbid (redaktur bidang) di olahraga, kemudian lulus M3 naik M3 ke majalah di
sains lingkungan teknologi iptek agama, M3 setahun , balik lagi ke koran jadi
redaktur di nasional. kemudian sempat kepala biro makassar 2 tahun sekitar 2010-
2012 mungkin. kemudian balik lagi ke jakarta jadi redaktur utama di nusa dan
internasional, dua tahuhn terakhir di sini.
di nusa dan internasional koran ?
dulu masih konvergensi jadi majalahnya internasional, korannya inter sama nusa,
teconya inter dan nusa juga
mas dodong kerjain semuanya ?
ya kalau majalah internasional paling gaa pernah nulis sih cuma bantu bikin
berita2 pendek internasional majalah atau ngedit. lebih banyak berita nsua teco
dan koran sama dulu sempet punya majalah edisi jawa timur aku jadi editornya
tulisan temen2
berarti dulu mas dodong pernah ngerasain kerja untuk 3 outlet ?
iya sempet
kalau definisi konvergensi sendiri menurut mas dodong apa ?
penggabungan aja, penggabungan 3 outlet sejenis untuk efisiensi sebenernya
awalnya. tapi rupanya sementara ini kita anggap ga efektif. efisien orangnya tapi
hasilnya ga efektif. karena ada perbedaan kontennya beda, tujuannya beda,
sifatnya beda, maka susah untuk digabung. tapi sekarang kita efisien banget di
tempo kan koran itu coba dicek di RE nya koran. orangnya kayanya ga sampe 60,
majalah paling 30an atau berapa orang, teco lebih sedikit lagi kalau di luar
reporter ya. tapi tetep bisa jalan
berarti tugas anak superdesk sekarang ngerjain lebih fokus ke teco tapi ada
pesanan juga dari outlet lain. ada lagi gaa yang harus mereka kerjakan ?
engga sih, itu aja. sama karena sekarang mereka reporter untuk menjadi naik ke
jenjang staf redaksi itu harus menulis sekian 20 news story. baru disebut news
story jika berita itu mendalam, lengkap. itu biasanya dimuat di koran atau di long
formnya teco atau majalah. mereka ngejar itu. jadi di samping membuat breaking
news, mereka juga mulai menyusun perencanaan untuk news story. kita kalau
teman2 reporter ijin mengerjakan news story, kita kasih. jadi gaa ke lapangan tapi
kerjakan news story
artinya mereka cuma mengerjakan teks aja ?
teks dan foto. video itu sistem penilaiannya belum jalan. jadi akhirnya
berdasarkan pesanan aja. kalau ada berita penting, sekalian videonya. kita ada
kelas setiap hari jumat, video tetap diberikan. jadi secara teknis mereka udah
menguasai cara pembuatan video, ngedit, sampai mengirimkan, kemudian ada
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
beberapa yang sudah mulai coba bicara di depan kamera. itu kita kasih kelas. jadi
mereka kalau nanti sistemnya udah memungkinkan penilainnya mereka harus
kirim, mereka udah siap
berarti tergantung pesenan yaa ?
iya
dulu berarti juga bukan tuntutan mereka untuk membuat video itu ?
dulu kita hitung sebagai penilaian. jadi kalau orang yang ngirim 20 video sama
yang 10 video pasti beda
kalau sekarang ?
sekarang engga. sekarang data video kan ada di PPD , itu data para pengirim
video tercatat. kita juga akan meninjau itu sih untuk penilaian. cuma porsinya ga
besar banget. tetap kita pertimbangkan misalkan nilainya kurang tapi videonya
banyak dan bagus2, itu akan jadi pertimbangan untuk katrol nilainya. itu kan
effort
nilainya itu berpengaruh ke apa ?
banyak. jadi kalau dulu 2 kali 9 bulan itu berpengaruh di kelulusan. sekarang kan
mereka udah lolos yang 16 itu semua udah jadi karyawan tetap. ketika lolos 9
bulan kedua, mereka jadi karyawan tetap. sekarang mereka lagi ngejar untuk lulus
staf redaksi. nilai2 itu sama hasil news story yang dihasilkan, itu memengaruhi
kelulusan mereka menjadi staf redaksi. macem2, ada yang udah kumpulin 4-5
news story, ada yang baru 3
20 baru atau dari kemaren ?
yang dulu juga. saat ini segitu. makanya kalau barangkali setahun rasanya berat
kalau mereka tetap di superdesk untuk ngejar setahun dapat 20 news story
apa evaluasi mas dodong atas pekerjaan anak2 superdesk selama ini ?
aku bandingin sama angkatan sebelumnya ya. jadi yang angkatan sekarang ini
lebih lengkap pengetahuannya lebih lengkap karena kita ajarin multiplatform,
terus pengalaman mereka juga jadi lebih kaya dengan ini. saya liat reporter2 yang
baru itu rasanya lebih siap untuk hadapin persaingan multimedia dibandingkan
kakak2nya. saya kira itu yang terlihat menonjol. kalau dulu reporter jaman
sebelum2nya ngirim berita yaudah berita aja. untuk ngirim foto, untuk
menggerakkan mereka ngirim foto itu susahnya minta ampun. sekarang kan
otomatis begitu sampe acara, mereka langsung motret , ngirim. itu yang ga ad di
angkatan2 sebelumnya. begitu ada kesempatan, pesenan bikin video, mereka udah
tau apa yang harus dilakukan. mereka lebih siap untuk hadapi persaingan media
sekarang
kalau wartawan jaman dulu mereka masih fokus sama outletnya sendiri.
kalau yang sekarang lebih multimedia. ketika mereka banyak pekerjaan,
menurut mas dodong apakah mereka terbeban ?
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017
aku lihat ga ada beban. target lima berita sehari mereka dapet. malah rata2 lebih
dari 5, ada yang 6 , 7 , 8 sehari. kemudian foto banyak bgt sampe sekarang
fotografer itu rasanya ga bisa bersaing sama anak2 reporter dalam hal kecepatan
ya. fotografer kan agak susah mengirim cepat dari yang anak2 reporter, kalah lah
pokoknya mereka. rasanya mereka ga terbebani dengan tugas yang banyak itu sih.
dan ketika kemaren saya bilang ini kayanya 5 terlalu ringan yaa sehari, mereka
setuju naikkin aja 6 atau 7. tapi tetep kita hitung 5. dan news storynya bagus2
bahkan ada yang menang adinegoro. pencapaian itu kan belum pernah, itu rekor
sih. belum pernah carep bisa sampai setinggi itu
kalau sekarang menurut mas dodong kemampuan apa yang harus dimiliki
wartawan tempo ?
aku rasa tetep harus dipegang. kemudian sekarang ditambah lagi harus sangat
cepat. cepat saja tidak cukup tapi harus sangat cepat. sama punya pengetahuan
multiplatform yang dituntut sekarang ini. PR nya tempo adalah menjaga agar
temen2 itu yang udah dididik di superdesk ketika nanti harus pindah ke
kompartemen2, harus ke koran majalah atau teco, tetep memelihara itu. itu
tantangan karena mungkin begitu udah di koran, mereka kan kupa untuk membuat
rekaman, foto2. padahal kan sebenarnya koran itu kan koran yang dicetak itu
peredarannya hanya di jawa. sementara koran digital itu yang ke seluruh dunia.
mereka harus siap untuk membuat laporan ga cuma cetak aja tapi harus dengan
gambar, film, video. jadi yang akan disiarkan secara digital. mungkin sekarang
belum tapi 2 atau 3 tahun lagi pasti dituntut untuk itu. ini tantangannya buat
temen2 begitu keluar superdesk, tetep memegang itu. saya kira ga gampang juga
karena tuntutan koran beda yaa. jadi koran lebih banyak mainannya ke tulis.
sekarang tulis aja gaa cukup
mas dodong di superdesk dari kapan ?
2016 redaktur utama sama Komang. redpel 2017 awal ketika Komang masuk ke
majalah
De-convergence Newsroom Media..., Lani Diana, FIKOM UMN, 2017