Daster Kf Sapon

9
Tinjauan Pustaka Kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu Kimia Fisika yang mempelajari tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi-reaksi yang bersangkutan. Tidak semua reaksi kimia dapat dipelajari secara kinetik. Reaksi-reaksi yang berjalan sangat cepat seperti reaksi-reaksi ion atau pembakaran dan reaksi- reaksi yang sangat lambat seperti pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara kinetik. Diantara kedua jenis ini, banyak reaksi-reaksi yang kecepatannya dapat diukur. Ditinjau dari fase zat yang bereaksi, dikenal dua macam reaksi, yaitu : a. Reaksi homogen, yaitu reaksi dimana tidak terjadi perubahan fase. b. Reaksi heterogen, yaitu reaksi dimana terjadi perubahan fase. Kecepatan reaksi adalah kecepatan perubahan konsentrasi terhadap waktu, jadi tanda negatif menunjukkan bahwa konsentrasi berkurang bila waktu bertambah. (Sukardjo, “Kimia Fisika”, hal: 323-324) Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi : 1. Sifat dasar pereaksi

description

saponifikasi

Transcript of Daster Kf Sapon

Page 1: Daster Kf Sapon

Tinjauan Pustaka

Kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu Kimia Fisika yang mempelajari

tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi-reaksi yang

bersangkutan. Tidak semua reaksi kimia dapat dipelajari secara kinetik. Reaksi-

reaksi yang berjalan sangat cepat seperti reaksi-reaksi ion atau pembakaran dan

reaksi-reaksi yang sangat lambat seperti pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara

kinetik. Diantara kedua jenis ini, banyak reaksi-reaksi yang kecepatannya dapat

diukur.

Ditinjau dari fase zat yang bereaksi, dikenal dua macam reaksi, yaitu :

a. Reaksi homogen, yaitu reaksi dimana tidak terjadi perubahan fase.

b. Reaksi heterogen, yaitu reaksi dimana terjadi perubahan fase.

Kecepatan reaksi adalah kecepatan perubahan konsentrasi terhadap waktu,

jadi tanda negatif menunjukkan bahwa konsentrasi berkurang bila waktu

bertambah.

(Sukardjo, “Kimia Fisika”, hal: 323-324)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi :

1. Sifat dasar pereaksi

Zat-zat berbeda secara nyata dalam lajunya mereka mengalami perubahan kimia.

Molekul hidrogen dan flour bereaksi secara meledak, bahkan pada temperatur

kamar, dengan menghasilkan molekul hidrogen fluorida.

H2 + F2 2HF (sangat cepat pada temperatur kamar)

Pada kondisi serupa, molekul hidrogen dan oksigen bereaksi begitu lambat,

sehingga tak nampak sesuatu perubahan kimia :

2H2 + O2 2H2O (sangat lambat pada temperatur kamar)

2. Temperatur

Laju suatu reaksi kimia bertambah dengan naiknya temperatur. Kenaikan laju

reaksi ini dapat diterangkan sebagian sebagai lebih cepatnya atom-atom

bertabrakan satu sama lain.

Page 2: Daster Kf Sapon

3. Katalis

Suatu zat yang meningkatkan kecepatan suatu reaksi kimia tanpa dirinya

mengalami perubahan yang permanen. Suatu katalis diduga mempengaruhi

kecepatan reaksi dengan salah satu jalan :

a. Pembentukan senyawa antara (katalis homogen)

b. Adsorpsi (katalis heterogen)

4. Konsentrasi

Laju suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu

pereaksi, atau sebagai laju bertambahnya konsentrasi suatu produk.

(Keenan, “Kimia Untuk Universitas”, hal: 518-524)

Saponifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan sabun dan gliserol,

dengan menghidrolisa dengan basa, suatu lemak atau minyak.

(Keenan. “Kimia Untuk Universitas”, hal. 679)

Menurut Hukum Kegiatan Massa, kecepatan reaksi pada temperatur tetap,

berbanding lurus dengan konsentrasi pengikut-pengikutnya dan masing-masing

berpangkat sebanyak molekul dalam persamaan reaksi.

Orde reaksi 1 :

A hasil

Rate = k1.CA.

Orde reaksi 2 :

2A hasil

Rate = k2. C2A.

A + B hasil

Rate = k2.CA.CB

Orde reaksi 3 :

A + 2B hasil

Rate = k3.CA.C2B.

2A + B hasil

Rate = k3.C2A.CB.

(Sukardjo, “Kimia Fisika”, hal: 319-320)

Page 3: Daster Kf Sapon

Untuk memberikan gambaran bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion

hidroksi adalah orde dua yaitu reaksi dibawah ini :

CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH

t = 0 a b - -

x x x x

t = t (a-x) (b-x) x x

(Sukardjo, “Kimia Fisika”, hal. 334)

Reaksi bimolekuler tingkat dua dapat dinyatakan sebagai berikut :

A + B hasil-hasil

t = 0 a b 0

t = t a – x b – x x

Dimana :

a = konsentrasi awal ester (mol/L)

b = konsentrasi awal ion OH- (mol/L)

x = jumlah mol/L ester atau basa yang telah bereaksi

k2 = tetapan laju reaksi (mmol-1.menit-1)

Intregasi :

(Sukardjo, “Kimia Fisika”, hal.331)

Untuk dapat menentukan apakah suatu reaksi orde dua atau bukan dapat

diselidiki seperti pada reaksi tingkat satu yaitu :

1. Dengan memasukkan harga a, b, t dan x pada persamaan :

Bila harga-harga k2 tetap maka reaksi orde dua.

2. Secara grafik

Page 4: Daster Kf Sapon

Bila reaksi orde dua maka grafik t terhadap log merupakan garis lurus

tangen atau slope :

Untuk konsentrasi sama :

Jadi grafik harus lurus bila reaksi orde dua.

3. Half life period tidak dapat dipakai untuk menyelidiki tingkat reaksi, dimana

konsentrasi A dan B berbeda, karena A dan B akan mempunyai waktu berbeda

untuk bereaksinya setengah jumlah zat tersebut.

(Sukardjo, ”Kimia Fisika”, hal: 332-333)

Reaksi-reaksi orde I adalah reaksi-reaksi yang lajunya berbanding langsung

dengan konsentrasi reaktan, yaitu:

yang pada integrasi memberikan

ln [C] = ln [C]0 – kt

atau [C] = [C]0 e-kt

atau k =

[C]0 adalah konsentrasi reaktan pada t = 0. Untuk reaksi-reaksi orde I, plot ln [C]

(atau log [C]) terhadap t merupakan suatu baris lurus. Intersep memberikan

konsentrasi pada t = 0 dan k dapat dihitung dari kemiripan tersebut.

Page 5: Daster Kf Sapon

Dalam reaksi orde II, laju reaksi berbanding langsung dengan kuadrat

konsentrasi dari satu reaktan atau dengan hasil kali konsentrasi yang meningkat

sampai pangkat satu atau dua

1. Kasus I

2A Produk

yang pada integrasi memberikan

dimana [A]0 adalah konsentrasi reaktan pada t=0.

2. Kasus II

aA + bB Produk

dimana a ≠ b dan [A]0 ≠ [B]0, persamaan laju diferentsial adalah

dan persamaan laju yang diintegrasi adalah

Jika a = b = 1, persamaan diatas menjadi

Plot kiri dari persamaan diatas terhadap t akan merupakan garis lurus. Konstanta

laju dapat dihitung dari kemiripan dan konsentrasi awal reaktan dari intersep

tersebut.

(S. K. Dogra & S. Dogra. Kimia Fisika dan Soal-soal, hal : 626-629)

Sabun merupakan garam logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic

yang panjang. Larutan Alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung

pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasanya digunakan pada sabun

Page 6: Daster Kf Sapon

keras adalah natrium hidroksida dan alkali yang biasanya digunakan pada sabun

lunak adalah kalium hidroksida.

Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran – kotoran berupa minyak

ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak

minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang

digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan

laut.

Pada saat ini, teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis

dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah di pasar mulai dari

sabun mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah

tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri. Kandungan zat – zat yang

terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat – zat

tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang

merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabun

dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya.

Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C12-18.

Jika kurang dari C12 akan menyebabkan iritasi pada kulit dan jika lebih dariC20,

kurang larut (digunakan sebagai campuran).

(www.course.usu.ac.id)

A. Penentuan konstanta laju reaksi

CH3COOC2H5 + 2NaOH CH3COONa + C2H5OH + NaOH sisa

(etilasetat) (natriumhidroksida) (natriumasetat) (etanol) (natriumhidroksida)

(Hart suminar, “Suatu Kuliah Singkat Kimia Organik”, Edisi VI, hal.242)

NaOH sisa + 2HCl NaCl + H2O + HCl sisa

(natriumhidroksida) (asamklorida) (natriumklorida) (air) (asamklorida)

HCl sisa + NaOH NaCl + H2O

(asamklorida) (natriumhidroksida) (natriumklorida) (air)

(Vogel, “Analisa Organik Kualitatif”, hal: 29-30)