laporan farmakologi daster

30
B AB I PRNDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak enak dan berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Nyeri dapat diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis (benturan, tusukan, dan lain-lain), kimiawi (oleh zat- zat kimia), dan fisika (panas, listrik, dan lain-lain) sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan-rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut dengan mediator nyeri seperti bradikinin dan prostaglandin. Reseptor-reseptor nyeri tersebut kemudian mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf perifer dan diteruskan ke otak melalui sum-sum tulang belakang dan talamus. Penggunaan obat analgetik mampu meringankan atau menghilangkan rasa \nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan antiradang. Oleh karena itu, obat ini tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri melainkan juga pada gangguan demam dan peradangan seperti rema dan encok. Obat analgetik banyak digunakan pada nyeri kepala, gigi, otot, perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan atau kecelakaan.

Transcript of laporan farmakologi daster

Page 1: laporan farmakologi daster

B AB I

PRNDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak enak dan berkaitan

dengan ancaman kerusakan jaringan. Nyeri dapat diakibatkan oleh berbagai

rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis (benturan, tusukan, dan

lain-lain), kimiawi (oleh zat-zat kimia), dan fisika (panas, listrik, dan lain-lain)

sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan-rangsangan

tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut dengan mediator nyeri

seperti bradikinin dan prostaglandin. Reseptor-reseptor nyeri tersebut kemudian

mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf perifer dan diteruskan ke otak melalui

sum-sum tulang belakang dan talamus.

Penggunaan obat analgetik mampu meringankan atau menghilangkan rasa \

nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak

menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan

antiradang. Oleh karena itu, obat ini tidak hanya digunakan sebagai obat

antinyeri melainkan juga pada gangguan demam dan peradangan seperti rema

dan encok. Obat analgetik banyak digunakan pada nyeri kepala, gigi, otot, perut,

nyeri haid, nyeri akibat benturan atau kecelakaan.

1.2. Tujuan Praktikum

Mengenal, mempraktikkan, dan membandingkan daya analgetik asetosal,

asetaminofen, asam mefenamat, dan tramadol menggunakan metode

rangsangan kimia.

Page 2: laporan farmakologi daster

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi

atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah

perasaan sensors dan emosional yang tidak enak dan yang berkaitan dngan

(ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat memengaruhi nyeri,

misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi

dapat pulamenghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu

perasaa pribadi dan ambang toleransi nyeri yang berbeda-beda bagi setiap

orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan (Tjay, 2002).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang

berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya

tentangadanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau

kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis

dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu

pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara

lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi

reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain.

Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari

sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron

dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan

otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak

besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2002).

Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetik dibagi dalam dua kelompok besar,

yaitu:

Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak

bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.

Page 3: laporan farmakologi daster

Analgetik narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,

seperti pada fractura dan kanker.

Sensasi nyeri, tak perduli apa penyebabnya, terdiri dari masukan isyarat

bahaya ditambah reaksi organisme ini terhadap stimulus. Sifat analgesik opiat

berhubungan dengan kesanggupannya merubah persepsi nyeri dan reaksi pasien

terhadap nyeri. Penelitian klinik dan percobaan menunjukkan bahwa analgesik

narkotika dapat meningkatkan secara efektif ambang rangsang bagi nyeri tetapi

efeknya atas komponen reaktif hanya dapat diduga dari efek subjektif pasien.

Bila ada analgesia efektif, nyeri mungkin masih terlihat atau dapat diterima oleh

pasien, tetapi nyeri yang sangat parah pun tidak lagi merupakan masukan

sensorik destruktif atau yang satu-satunya dirasakan saat itu (Katzung, 1986).

Efek utama analgesik opioid dengan afinitas untuk resetor μ terjadi pada

susunan saraf pusat; yang lebih penting meliputi analgesia, euforia, sedasi, dan

depresi pernapasan. Dengan penggunaan berulang, timbul toleransi tingkat

tinggi bagi semua efek (Katzung, 1986).

Penanganan rasa nyeri

Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara,

yakni:

a. Merintang penyaluran rangsangan disaraf-saraf sensoris, misalnya dengan

anesteika local.

b. Merinangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer dengan

analgetika perifer.

c. Blokade pusat nyeri di ssp dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan

anastetika umum (Tjay, 2002).

Pada pengobatan nyeri dengan analgetika, factor-faktor psikis turut

memegang peranan seperti sudah diuraikan di atas, misalnya kesabaran individu

dan daya mencekal nyerinya. Obat-obat dibawah ini dapat digunakan sesuai jenis

nyerinya. Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol,

asetosal, mefenaminat, propifenazon, atau aminofenazon, begitu pula rasa nyeri

Page 4: laporan farmakologi daster

dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein dan kodein. Nyeri

yang disertai pembengkakan atau akibat trauma sebaiknya di obati dengan suatu

analgetikum antiradang, seperti aminofenazon dan NSAID (mefenamiat,

nifluminat). Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfin atau opiate lain.

Analgetika perifer

Secara kimiawi, analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok,

yakni:

a. Parasetamol

b. salisilat : asetosal, salisilamida, dan benzorilat

c. penghambat prostaglandin

d. derivate-derivat antranilat : mefenamiat, asam niflumat glafenin, floktafenin.

e. Derivate-derivat pirazolinon : aminofenazon, isoprofilfenazon,

isopropilaminofenazon, dan metamizol

f. Lainnya : benzidamin (Tjay, 2002).

Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi non steroid (AINS)

merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan babarap obat sangat

berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat ini ternyata memiliki banyak

persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Sebagian besar efek

sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin.

Prostaglandin hanya berperan pada rasa nyeri yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa prostaglandin

menyebabkan sentisisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.

Prostaglandin menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi

seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang

nyata (Anonim, 2005).

Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar

yaitu:

1. Obat Analgetik Narkotik

Page 5: laporan farmakologi daster

Obat Analgetik Narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat

opium atau morfin. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa

nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker. Meskipun memperlihatkan

berbagai efek farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan

untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang

ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada

pemakai.

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifatsifat

seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk

meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesic opioid

menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu

analgesic yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan

analgesic yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi. Ada 3 golongan

obat ini yaitu :

Obat yang berasal dari opium-morfin

Senyawa semisintetik morfin, dan

Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Mekanisme kerja: menduduki reseptor opioid (agonis opioid), bertindak seperti

opioid endogen. Yang termasuk opioid endongen adalah: endorfin dan

enkephalin.

Efek dari opioid:

Respiratory paralisis: hati-hati dalam penggunaan karena dapat

menyebabkan kematian karena respirasi dapat tertekan.

Menginduksi pusat muntah (emesis).

Supresi pusat batuk (antitusif): kodein

Menurunkan motilitas GI tract: sebagai obat antidiare, yaitu loperamid.

Meningkatkan efek miosis pada mata .

Menimbulkan reaksi alergi: urtikaria (jarang terjadi).

Mempengaruhi mood.

Page 6: laporan farmakologi daster

Menimbulkan ketergantungan: karena reseptor dapat berkembang.

Hal penting dari opioid:

Dapat diberikan berbagai rute obat: oral, injeksi, inhalasi, dermal.

Antagonis morfin (misalnya nalokson dan naltrekson): digunakan apabila

terjadi keracunan morfin.

Rawan penyalahgunaan, sehingga regulatory obat diatur.

Obat selain morfin:

Meperidin dan petidin: struktur berbeda dengan morfin, diperoleh dari

sintetik.

Methadon: potensi analgesik mirip dengan morfin, tetapi sedikitmenginduksi

euforia.

Fentanil: struktur mirip meperidin, efek analgesik 100x morfin, diberikan jika

memerlukan anastesi kerja cepat, dan digunakan secara parenteral.

Heroin: merupakan turunan morfin, diperoleh dari proses diasetilasi morfin,

potensi 3x morfin, bukan merupakan obat,sering terjadi penyalahgunaan.

Kodein: efek analgesik ringan, berfungsi sebagai antitusif.

Oksikodon, propoksiten.

Buprenorfin: parsial agonis, mempunyai efek seperti morfin tetapi efek

ketergantungannya kurang, sering digunakan untuk penderita kecanduan

morfin

Tramadol: analgesik sentral dan efek depresi pernapasan kurang.

2. Obat Analgetik Non-Narkotik

Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal

dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-

narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak

bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik

Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa

berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek

menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik

Page 7: laporan farmakologi daster

Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda

halnya dengan penggunaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

Penggunaan analgetika perifer mampu meringankan atau menghilangkan

rasa nyeri, tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak

menimbulkan ketagihan. Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali

digunakan, karena terjadi efek potensiasi (Tjay, 2002).

1. Tramadol

Tramadol merupakan analgetika yang bekerja sedang sampai kuat, yang

kekuatan kerjanya setara dengan kira-kira 1/10 sampai 1/5 dari kerja morfin.

Walaupun kerjanya paling kurang sebagian melalui reseptor opiate, senyawa ini

bekerja hampir tidak menekan pernapasan. Juga tampaknya, menurut

pengalaman sampai sekarang, bahaya ketergantungan relative rendah.

Walaupun demikian kerja analgetika (maksimum) yang dapat dicapai jelas lebih

kecil dibandingkan pada opiat klasik. Tramadol diabsorpsi sekitar 90% pada

pemberian secara oral, kerja bertahan 4-6 jam. Senyawa ini didealkilasi secara

oksidatif dan kemudian mengalami glukuronidasi dan sulfatasi. Dosis tunggal

sebesar 50-100mg secara oral atau parenteral.(Ernst Mutschler ed. V,1999)

2. Parasetamol

Page 8: laporan farmakologi daster

Sekarang yang masih mempunyai makna dari golongan ini hanya fenasetin

dan metabolit utamanya yaitu parasetamol. Mempunyai ciri khusus karena kerja

analgetika dan antiperitikanya yang baik. Walaupun demikian berbeda dengan

analgetika dan antiperitikanya yang baik. Walaupun demikian berbeda dengan

analgetika lemah lainnya, kerja antiflogistikanya sangat rendah. Diduga hal ini

disebabkan oleh tidak adanya afinitas terhadap siklooksigenase jaringan ikat.

Pada efek analgetika, selain komponen sentral ikut berperan juga. Setelah

pemberian oral , fenasetin dan parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan

sempura dari usus. Reaksi biotransformasi terpenting dari kedua senyawa ini.

Jalan biotransformasi utama adalah dealkilasi fenasetin menjadi parasetamol,

yang selanjutnya terutama mengalami glukuronidasi atau sulfatasi. Disamping itu

terjadi fenetidin akibat deasetilsi fenasetin. Setelah gugus aminonya dioksidasi

fenetedin membentuk hidroksilamina yang sesuai dan juga senyawa nitroso,

yang menimbulkan pembentukkan methemoglobin. Pada orang dewasa ini tidak

berarti karena methemoglobin segera diuraikan kembali menjadi hemoglobin

oleh enzim pereduksi. Pada terapi keracunan parasetamoltelah berhasil dengan

pemberian donor-SH yang menstimulasi pembentukkan glutation. Disamping

metionin, juga digunakan sisteamin dan N-asetil-sistein. Sebagai efek samping

paling berarti pada pemberian kronik fenasetin dapat terjadi anemia hemolitik,

yang khusus menonjol pada defisiensi glucose-6-fosfat dehidrigenase.

Selanjutnya, khusus pada pasien yang menggunakan sejumlah besar sediaa

kombinasi yang mengandung fenasetin dalam waktu yang lama, harus

diperhitungkan terjadinya kerusakan ginjal yang parah (nefritis interstisial,

nekrosis papilla, insufisiensi ginjal) serta nisbah terjadinya karsinoma pelvis renal

Page 9: laporan farmakologi daster

yang tinggi. Berdasarkan ini fenasetin telah diganti dengan parsetamol dalam

banyak sediaan. Walaupun demikian sampai sekarang tidak menjamin sempurna

bahwa pemberian parasetamol dalam waktu lama lebih kurang toksin terhadap

ginjal dibandingkan dengan fenasetin.(Ernst Mutschler ed. V,1999)

3. AsamMefenamat

Asam mefenamat merupakan obat golongan AINS yang bersifat asam

lemah, memilki berat molekul 241, 29 , dengan rumus molekul C15H15NO2

Nama lain asam mefenamat : asam N-2,3-xililantranilat, mengandung tidak

kurang 98, 0 % dan tidak lebih dari 102, 0 % C15H15NO2 , dihitung terhadap zat

yang telah dikeringkan. Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang. Asam mefenamat

merupakan golongan obat antiinflamasi, tempat aksi utama dari antiinflamasi

adalah enzim siklooksigenase ( Cox ), yang mengkatalis perubahan asam

arakhidonat menjadi prostaglandin dan ednoperoksida. Prostagladin memodulasi

komponen dari inflamasi. Prostagladin juga terlibat dalam mengontrol suhu,

transmitter nyeri, agregasi platetlet dan efek yang lainnya. Prostagladin ini tidak

dismpan di dalam sel, tetapi disintesis dan dibebaskan sesuai dengan kebutuhan

sel tubuh. Ketika mengkonsumsi asam mefenamat kerja dari enzim

siklooksigenase akan dihambat, sehingga perubahan asam arakhidonat untu

menjadi prostaglandin akan terhambat sehingga nyeri yang terjadi akan

berkurang.

4. Na-CMC

Na-CMC adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri

pangan, atau digunakan dalam bahanmakanan untuk mencegah terjadinya

retrogradasi. Pembuatan CMC adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan

selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat (Fennema, Karen and

Lund, 1996) .

R OH + NaOH R Na + NaOH

Page 10: laporan farmakologi daster

R ONa + ClCH2COONa R O CH2COONa + NaCl

Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak

berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat

higroskopis (Inchem, 2002). Menurut Tranggono dkk. (1991), CMC ini mudah

larut dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi

pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible). Viskositas larutan

CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH

optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap

(Anonymous. 2004).

Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang

bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang

sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi

dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan

viskositas (Fennema, Karen andLund, 1996). Hal ini akan menyebabkan partikel-

partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses

pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi. Menurut Fardiaz, dkk.

(1987), ada empat sifat fungsional yang penting dari Na-CMC yaitu untuk

pengental, stabilisator, pembentuk gel dan beberapa hal sebagai pengemulsi.

Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na-CMC) tidak berfungsi sebagai pengemulsi

tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan kestabilan. Penambahan Na-CMC

pada sari wortel berfungsi sebagai bahan pengental, dengan tujuan untuk

membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas. Dengan adanya

Na-CMC ini maka partikel-partikel yang tersuspensi akan terperangkap dalam

sistem tersebut atau tetap tinggal ditempatnya dan tidak mengendap oleh

pengaruh gaya gravitasi (Potter, 1986).

Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk konformasi

extended atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari 1,4 –D

glukopiranosil yaitu dari rantai selulosa. Bentuk konformasi pita tersebut karena

bergabungnya ikatan geometri zig-zag monomer denga jembatan hydrogen

Page 11: laporan farmakologi daster

dengan 1,4 -Dglukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya menjadi

stabil. Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan

pada produk dengan memerangkap air dengan membentuk jembatan hydrogen

dengan molekul Na-CMC yang lain (Belitz and Grosch, 1986)

5. Asam Asetat

Menurut Lay,B.W:1992, Pembentukan asam asetat melibatkan 2 perubahan

kimiawi yaitu:

1. Fermentasi alcohol dari karbohidrat

2. Oksidasi alcohol menjadi asam asetat

perbedaan asam cuka yang dihasilkan tergantung pada substrat yang

digunakan. Untuk produksi asam asetat digunakan fermentasi ragi. Konsentrasi

alcohol diatur sehingga mencapai sekitar 10-13%, baru kemudian ditambahkan

bakteri pembentuk asam asetat. Peralatan yang digunakan ditujukan agar bakteri

dapat melaksanakan proses oksidasi menjadi alcohol. Salah satu metode yaitu

metode Frigs digambarkan sebagai berikut: Campuran yang terdiri dari cairan

yang tertentu konsentrasi alkoholnya diasamkan dengan asam asetat dan zat

hara tertentu yang diperlukan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk asam

asetat. Bakteri dalam genus Acetobakter dimasukkan ke dalam “beeachwood

shavings” (gergajian kayu) campuran dimasukkan melalui suatu celah kecil

(trough) dibagian atas alat ini. Sewaktu alcohol melewati gergajian kayu ini maka

bakteri akan mengubah sebagian alcohol menjadi asam asetat. Campuran yang

terkumpul dibagian dasar dituangkan kembali ke atas gergajian kayu, sehingga

Page 12: laporan farmakologi daster

dihasilkan lebih banyak asam asetat. Proses ini merupakan proses aerobic

sehingga oksigen diperlukan untuk pembentukan asam asetat.

Bahan Bacaan : Lay,B.W.1992.Mikrobiologi. Rajawali Press: Jakarta.

6. Asetosal

Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari

salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit

atau nyeri minor), antipirentik (terhadap demam), dan anti-inflamasi

(peradangan). Aspirin juga memiliki efekanti koogulan dan dapat digunakan

dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung.

Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika

terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia. (Schror K, 2009). Awal mula

penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh hippocrates yang

menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai

penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan bayer menjadi

senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini sebagai obat komersial yang

terdapat banyak dipasaran dengan nama aspirin.

Sintesis aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi

merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk

suatu ester. Aspirin merupakan salisilat ester yang dapat disintesis dengan

menggunakan asam asetat (memiliki gugus COOH) dan asam salisilat (memiliki

Page 13: laporan farmakologi daster

gugus OH). Asam salisilat dicampur dengan anhidrin asetat, menyebabkan reaksi

kimia yang mengubah grup alkanol asam salisilat menjadi grup asetil. Proses ini

menghasilkan aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan.

Sejumlah kecil asam sulfat umumnya digunakan sebagai katalis (Anonim, 2010).

Aspirin berbentuk kristal berwarna putih, bersifat asam lemah (pH 3,5)

dengan titik lebur 135°C. Aspirin mudah larut dalam cairan ammonium asetat,

karbonat, sitrat atau hidroksida dari logam alkali. Aspirin stabil dalam udara

kering, tetapi terhidrolisis perlahan menjadi asetat dan asam salisilat bila kontak

dengan udara lembab. Dalam campuran basa, proses hidrolisis ini terjadi secara

cepat dan sempurna.

Page 14: laporan farmakologi daster

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.ALAT

Spuit injeksi

Jarum oral ( ujung tumpul)

Beker gelas

Stop wacth

3.2.BAHAN

Paracetamol

Acetosal

Tramadol

Asam metenamat

Na.cmc

Aquadest

3.3.HEWAN UJI

Mencit betina berat 20-25

3.4. Persiapan Bahan

1. Larutan Na. CMC 1 % b/v

Timbang = 1 gr Na. CMC

Aquades 100ml

2. Larutan Uji

a. Parasetamol 0,6 % b / v dalam larutan Na. CMC

Timbang = 600 mg PCT

Larutan Na. CMC 1% 100 ml

b. Asetosal 0,5 % b/v dalam larutan Na. CMC

Timbang = 500 mg asetosal

Larutan Na. CMC 1 % 100 ml

c. Tramadol 0,05 % b/v dalam larutan Na. CMC

Page 15: laporan farmakologi daster

Timbang = 50 mg tramadol

Larutan Na. CMC 1 % 100 ml

d. Asam mefenamat 05 % dalam larutan Na. CMC

Timbang= 500 mg asam mefenamat

Larutan Na. CMC 1% 100 ml

3. Larutan penginduksi, asam asetat 1 % v/v

Timbang = asam asetat 1 ml

Aquadest ad 100 ml

3.4. Perhitungan Dosis

1. Larutan Uji

a. Paracetamol

Dosis 500 mg untuk 50 kg BB manusia :

untuk 70 kg →70kg50kg

x 500 mg = 700 mg

Konversi mencit = 700 mg x 0,0026 = 1,82 mg

Untuk mencit 20 g = 1,82mg6mg /ml = 0,303 ml

b. Asetosal

Dosis 500 mg untuk 50 kg BB manusia :

untuk 70 kg →70kg50kg

x 500 mg = 700 mg

Konversi mencit = 700 mg x 0,0026 = 1,82 mg

Untuk mencit 20 g = 1,82mg5mg /ml = 0,364 ml

c. Asam Mefenamat

Dosis 500 mg untuk 50 kg BB manusia :

untuk 70 kg →70kg50kg

x 500 mg = 700 mg

Konversi mencit = 700 mg x 0,0026 = 1,82 mg

Page 16: laporan farmakologi daster

Untuk mencit 25 g = 1,82mg5mg /ml x

25g20g

= 0,455 ml (2,275 mg)

d. Tramadol

Dosis 50 mg untuk 50 kg BB manusia :

untuk 70 kg →70kg50kg

x 500 mg = 70 mg

Konversi mencit = 70 mg x 0,0026 = 0,182 mg

Untuk mencit 25 g = 0,182mg0,5mg /ml x

25g20g

= 0,364 ml x 1,25 = 0,455 ml (2,275

mg)

2. Larutan Penginduksi

Asam Asetat 1 %

Dosis untuk mencit 262,5 mg/kg BB

Untuk 20 g → 201000

x 262,5 mg = 5,25 mg

Bj asam asetat → 1,050 g/ml

Kadar asetat → 1,050 g/100 ml = 0,01050 g/ml = 10,5 mg/ml

1. Mencit 25 g

Larutan asam asetat = 5,25mg10,5mg /ml x

25g20g

= 0,625 ml

2. Mencit 20 g

Larutan asam asetat = 5,25mg10,5mg /ml x

20g20g

= 0,5 ml

3. Larutan kontrol

Larutan Na. CMC 1 % untuk 20 g = 0,5 ml

Untuk 25 g = 25g20g

x 0,5 ml = 0,625 ml

Hasil Percobaan

Page 17: laporan farmakologi daster

Perlakuan

(Lar.Uji)

BB

Mencit

no.

mencit

(g)

Dosis

vol.

pemberi

an (ml)

Vol.

Asam

aseta

t (ml)

Jumlah geliat Total

5 10 15 20 25 30

Na. CMC 25 ; 1 0,625 0,625 8 42 38 44 24 35 191

Page 18: laporan farmakologi daster

Perhitungan % daya analgetik

Rumus :

Dimana :

P = Jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi obat analgetika

K = Jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi Na. CMC (kontrol)

1. Asam Mefenamat

% = 100 – ( (11/191) x 100 )

= 100 – 5,76

= 94,24 %

2. Paracetamol

% = 100 – ( (56/191) x 100 )

= 100 – 29,32

= 70,68 %

3. Tramadol

% = 100 – ( (5/191) x 100 )

= 100 – 2,62

= 97,38 %

4. Asetosal

% = 100 – ( (151/191) x 100 )

= 100 – 79,06

= 20,94 %

% Daya Analgetik = 100 – ( (P/K) x 100 )

Page 19: laporan farmakologi daster

Tabel % Daya Analgetika

Perlakuan (Lar. Uji) % Daya Analgetika

Asam Mefenamat 94,24 %

Paracetamol 70,68 %

Tramadol 97,38 %

Asetosal 20,94 %

Page 20: laporan farmakologi daster

BAB IV

PEMBAHASAN

Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi

rasa sakit atau nyeri. Tujuan dari percobaan kali ini adalah

mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan daya analgetik parasetamol,

asetosal, asam mefenamat, dan tramadol menggunakan

metode rangsang kimia. Metode rangsang kimia digunakan karena berdasarkan

atas rangsang nyeri yang berupa zat-zat kimia yang digunakan untuk penetapan

daya analgetika.

Mencit putih jantan lebih baik digunakan dengan alasan kondisi

biologisnya stabil bila dibandingkan dengan mencit betina yang kondisi

biologisnya dipengaruhi masa siklus estrus. Disamping keseragaman jenis

kelamin, hewan uji digunakan juga mempunyai keseragaman berat badan

(antara 20-30 gram), dan umur (3-4 bulan). Hal ini bertujuan untuk memperkecil

variabilitas biologis antar hewan uji yang digunakan, sehingga dapat memberikan

respon yang relatif lebih seragam terhadap rangsang kimia yang digunakan

dalam penelitian ini. Pengelompokan hewan uji dilakukan secara acak,

maksudnya adalah setiap anggota dari masing-masing kelompok perlakuan

memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel.

Page 21: laporan farmakologi daster
Page 22: laporan farmakologi daster

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FKUI. Jakarta.

Katzung, G. Bertram. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting.

Elek Media Komputindo. Jakarta.

Lay,B.W.1992.Mikrobiologi. Rajawali Press: Jakarta

Mutschler, Ernst. ed. V. Dinamika Obat , ITB 1999 Press : Jakarta