Dasar Teori Rheumatoid Arthritis

8
BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pengertian Rheumatoid Arthritis Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Rheumatoid Arthritis merupakan inflamasi kronis yang paling sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak antara usia 40-60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3:1. Rheumatoid Arthritis adalah penyakit inflamasi non bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis, yang bersifat menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas, biasanya terjadi destruksi sendi progresif walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi (Masa remisi : hilangnya secara lengkap atau partial dari tanda-tanda dan gejala penyakit sebagai respon terhadap pengobatan, masa dimana penyakit dibawah kontrol. Remisi tidak selalu berarti kesembuhan). (Arif Muttaqin, 2008) 2.2 Etiologi 4

Transcript of Dasar Teori Rheumatoid Arthritis

BAB 2

BAB 2DASAR TEORI

2.1 Pengertian Rheumatoid Arthritis

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Rheumatoid Arthritis merupakan inflamasi kronis yang paling sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak antara usia 40-60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3:1.

Rheumatoid Arthritis adalah penyakit inflamasi non bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis, yang bersifat menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas, biasanya terjadi destruksi sendi progresif walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi (Masa remisi : hilangnya secara lengkap atau partial dari tanda-tanda dan gejala penyakit sebagai respon terhadap pengobatan, masa dimana penyakit dibawah kontrol. Remisi tidak selalu berarti kesembuhan). (Arif Muttaqin, 2008)2.2 Etiologi

Penyebab dari Rheumatoid Arthritis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

a)Faktor autoimun atau mekanisme imunitas (antigen-antibodi) seperti interaksi IgG dari imunoglobulin dengan rhematoid faktor. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II. Rheumatoid Factor (RF) merupakan antibodi yang sering digunakan dalam diagnosis RA dan sekitar 75% individu yang mengalami RA juga memiliki nilai RF yang positif. Kelemahan RF antara lain karena nilai RF positif juga terdapat pada kondisi penyakit autoimun lainnya, infeksi kronik, dan bahkan terdapat pada 3-5% populasi sehat (terutama individu usia lanjut).

Oleh karena itu, adanya penanda spesifik dan sensitif yang timbul pada awal penyakit sangat dibutuhkan. Anti-cyclic citrullinated antibody (anti-CCP antibodi) merupakan penanda baru yang berguna dalam diagnosis RA. Walaupun memiliki keterbatasan, RF tetap banyak digunakan sebagai penanda RA dan penggunaan RF bersama-sama anti-CCP antibodi sangat berguna dalam diagnosis RA.b) Faktor infeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup difteroid yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi. Hipotesis terbaru tentang penyebab penyakit ini adalah faktor genetik yang mengarah pada perkembangan penyakit setelah terjangkit beberapa penyakit virus, seperti infeksi virus Epstein-Barr.

2.3 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:

1)Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

2)Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

3) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

4)Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

2.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis Rheumatoid Arthritis sangat bervariasi, bergantung pada keluhan yang ada, distribusi, stadium, dan progresivitas penyakit. Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poliarthritis rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu, serta sendi panggul, dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan keadaan umum berupa malaise, penurunan berat badan, rasa capek, sedikit panas, dan anemia, anoreksia, takikardi. Gejala lokal yang terjadi biasanya berupa kaku sendi terutama pada pagi hari (morning stiffness) biasanya berlangsung tidak lebih dari 30 menit, pembengkakan, nyeri, hiperemi dan gangguan gerak pada sendi metakarpoalangeal.2.5 Pemeriksaan Diagnostik1)Pemeriksaan laboratorium

Sedimentasi eritrosit meningkat (LED meningkat)

Darah, bisa terjadi anemia (sel darah merah dan komponen C4 menurun) dan leukositosis

Rhematoid factor meningkat, terjadi 50-90% penderita

2)Pemeriksaan radiologi (dengan foto roentgen)

Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi

Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis

3)Aspirasi sendi

Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik. Cairan berwarna keruh seperti susu atau kuning gelap, dan mengandung banyak sel inflamasi seperti leukosit dan komplemen.

/2.6 RF (rheumatoid factor)Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam serum, maka RF termasuk autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum diketahui pasti, walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi RF dengan IgG memegang peranan yang penting padarematik artritis(rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF positif. Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA.

RF positif ditemukan pada 80% penderitarematikartritis. Kadar RF yang sangat tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang berat dan kemungkinan komplikasi sistemik. RF sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE, scleroderma, dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih rendah dibanding kadar RF pada rematik arthritis. Kadar RF yang rendah juga dijumpai pada penyakit non-imunologis dan orang tua (di atas 65 tahun). Uji RF tidak digunakan untuk pemantauan pengobatan karena hasil tes sering dijumpai tetap positif, walaupun telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk peningkatan titer yang signifikan. Untuk diagnosis dan evaluasi RA sering digunakan tes CRP dan ANA.Uji RF untuk serum penderita diperiksa dengan menggunakan metode latex aglutinasi atau nephelometry.Prinsip pemeriksaan ini adalah reagen RF mengandung partikel latex yang dilapisi dengan gamma globulin manusia. Ketika reagen yang dicampur dengan serum yang mengandung RF pada level yang lebih besar dari 8,0 IU/ml maka pada partikel akan terjadi aglutinasi. Hal ini menunjukkan reaksi positif pada sampel terhadap RF. Dan harus dilakukan pemeriksaan secara semi kuantitatif untuk mengetahui titernya. Untuk tujuan ini sample harus dilarutkan dengan pelarut yang tersedia dan ditest secara kualitatif. Tingkat RFdapat dihitung dari pengenceran terakhir dengan aglutinasi yang terlihat. Sebaliknya bila pada serum yang diperiksa menunjukkan level kurang dari 8,0 IU/ml hal ini menunjukkan reaksi negative terhadap RF. Penghitungan kadar RF (IU/ml) = pengenceran tertinggi reaksi positif x sensitivitas reagen (8,0 IU/ml).Titer RF yang tinggi belum tentu selalu mencerminkan aktivitas penyakit tersebut, tetapi biasanya ada kaitannya dengan rheumatoid nodul, penyakit 66 yang parah, vaskulitis dan prognosis yang jelek. Meskipun test RF dapat membantu menentukan diagnosis, tetapi bukan test yang spesifik untuk RA. RF dapat ditemukan pada penyakit jaringan penyambung lain (misalnya sistemik lupus eritematous, skleroderma, dermatomiositis), juga pada sebagian kecil (3-5%) masyarakat normal. Pada masyarakat normal, sero positif ini semakin meningkat sesuai dengan lanjutnya usia, sebanyak 15-20% dari mereka yang berusia diatas 60 mempunyai RF positif yang titernya rendah. Darah juga dapat ditest untuk mengetahui apakah laju endap darahnya meningkat. Ini merupakan suatu tanda yang tidak spesifik adanya peradangan. Pasien penderita RA mungkin juga menderita anemia. Cairan sinovial yang normal merupakan cairan kuning muda yang jernih dengan jumlah leokosit kurang dari 200 sel per millimeter kubik. Karena proses peradangan yang terjadi dalam sendi kasus RA, maka cairan sinovial kehilangan viskositasnya sedangkan jumlah leukosit meningkat sampai 5000-50.000 per millimeter kubik,sehingga cairan tampak keruh.

Pada orang dewasa, uji utama yang membedakan RA adalah uji RF serum. Karena dengan bertambahnya usia maka semakin besar kemungkinan ditemukan kadar RF yang rendah. Pada anak-anak, diagnosis pasti dari RA, tapi harus menunggu timbulnya manifestasi sendi. Pencetusan penyakit sering menyerupai pencetusan proses penyakit infeksi akut dengan demam tinggi, ruam, leukositosis dan laju endap darah yang cepat

Nilai RujukanDEWASA:penyakit inflamasi kronis; 1/20-1/80positif untuk keadaan rheumatoid arthritis dan penyakit lain; > 1/80positif untuk rheumatoid arthritis.

ANAK: biasanya tidak dilakukan

LANSIA: sedikit meningkat

*Nilai rujukan mungkin bisa berbeda untuk tiap laboratorium, tergantung metode yang digunakan.

Masalah KlinisPENINGKATAN KADAR: rematik arthritis, LE, dermatomiositis, scleroderma, mononucleosis infeksiosa, leukemia, tuberculosis, sarkoidosis, sirosis hati, hepatitis, sifilis, infeksi kronis, lansia.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

Hasil uji RF sering tetap didapati positif, tanpa terpengaruh apakah telah terjadi pemulihan klinis.

Hasil uji RF bisa positif pada berbagai masalah klinis, seperti penyakit kolagen, kanker, sirosis hati.

Lansia dapat mengalami peningkatan titer RF, tanpa menderita penyakit apapun.

Akibat keanekaragaman dalam sensitivitas dan spesifisitas uji skrining ini, temuan positif harus diinterpretasikan berdasarkan bukti yang terdapat dalam status klinis pasien.

4