Dasar Teori Gz Buruk 1

25
1. BAB VI TINJAUAN PUSTAKA GIZI BURUK A. LATAR BELAKANG Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko melalui kegiatan surveilans. Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia. Hasil Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk yaitu dari 10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3% pada tahun 2001. Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan (Novitasari, 2012). Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal (Depkes RI, 2004). Namun sebaliknya gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah

description

membahas tentang gizi buruk

Transcript of Dasar Teori Gz Buruk 1

Page 1: Dasar Teori Gz Buruk 1

1. BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

GIZI BURUK

A. LATAR BELAKANG

Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan

pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko melalui kegiatan surveilans. Prevalensi balita

yang mengalami gizi buruk di Indonesia. Hasil Susenas menunjukkan adanya penurunan

prevalensi balita gizi buruk yaitu dari 10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun

1999 dan menjadi 6,3% pada tahun 2001.

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia.

Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga

menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan

kebodohan dan keterbelakangan (Novitasari, 2012).

Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat,

gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan

kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal (Depkes RI, 2004). Namun

sebaliknya gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali

ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah Kurang Energi

Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

(GAKY) dan Anemia Gizi Besi (Depkes RI, 2004 ).

Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan

gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi buruk terutama pada

anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh

pemerintah, walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sangat sederhana

yaitu kurangnya intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan seseorang.

Sebelum gizi buruk ini terjadi, telah melewati beberapa tahapan yang dimulai dari

penurunan berat badan dari berat badan ideal seorang anak sampai akhirnya terlihat anak

tersebut sangat buruk (gizi buruk). Jadi masalah sebenarnya adalah masyarakat atau

keluarga balita belum mengatahui cara menilai status berat badan anak (status gizi anak).

Page 2: Dasar Teori Gz Buruk 1

Gizi buruk merupakan salah satu Kejadian Luar Biasa (KLB) meskipun hanya

ditemukan 1 kasus saja. Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Porong terdapat tiga

anak balita yang mengalami gizi buruk. Dua anak balita sudah dapat tertangani dengan

baik dan status gizi saat ini sudah baik. Penderita An.A adalah anak balita yang masih

mendapatkan penanganan khusus karena meskipun telah disertakan dalam program

Puskesmas Porong “Pos Gizi”, perubahan status gizi balita ini belum maksimal.

B. DEFINISI

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau

nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni

gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan

karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk

ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh

membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang

dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di

bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan

kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya

dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah

dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Novitasari, 2012).

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari

pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila

pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar

organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut

bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi

buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau

akut (Novitasari, 2012).

A. PENILAIAN STATUS GIZI

Page 3: Dasar Teori Gz Buruk 1

Penilaian status gizi merupakan perbandingan keadaan gizi menurut hasil

pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu atau kelompok masyarakat

tertentu. Metode penilaian status gizi ada 2 macam yaitu secara langsung dan tidak

langsung. Metode penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan melalui

pemeriksaan fisik dan penilaian laboratoris. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak

langsung antara lain dengan studi konsumsi pangan (Susilowati, 2008).

Pada penilaian status gizi dengan studi konsumsi pangan, metode yang sering

digunakan adalah metode “ recall” konsumsi dalam 24 jam yang lalu. Konsumsi pangan

merupakan indikator pangan yang baik. Pemeriksaan laboratoris mempunyai kemampuan

untuk memberikan cara yang lebih tepat dan obyektif untuk menilai status gizi. Namun

pemeriksaan laboratoris kurang praktis dilakukan di lapangan, karena perlu tenaga ahli

khusus. Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi

seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun

subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif

dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang

dapat diukur oleh anggota tim penilai (Susilowati, 2008).

Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode

kehidupan lain. Komponen penilaian status gizi meliputi pada dasarnya penilaian status

gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung (Susilowati, 2008).

Penilaian gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu

antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

1. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagi macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Penggunaan antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan

asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik

dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Dalam

program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode

Page 4: Dasar Teori Gz Buruk 1

antropometri. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar

kepala, lingkar lengan, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Beberapa indeks

antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurun umur (BB/U), tinggi

badan menurut umur (TT/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Berat badan

adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat

sensitif terhadap perubahan–perubahan yang mendadak misalnya karena terserang

penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang

dikonsumsi. Berat badan (BB) juga merupakan parameter antropometri yang sangat labil

dalam keadaan normal dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara

konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka BB berkembang mengikuti pertambahan

umur (Susilowati, 2008).

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai

status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi

yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan

epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau

pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical

surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum

dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu untuk mengetahui tingkat

gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala

(symptom) atau riwayat penyakit (Susilowati, 2008).

3. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji

secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh

yang digunakan antara lain darah, urine, tinja, dan beberapa jaringan tubuh seperti hati

dan otot. Penggunaan metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan

akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang

Page 5: Dasar Teori Gz Buruk 1

spesifik, maka penetuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan

kekurangan gizi yang spesifik (Susilowati, 2008).

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan

melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari

jaringan.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat menjadi tiga yaitu survei

konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Soetjiningsih, 1995).

a. Survey konsumsi makanan

Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak

langsung dengan melihat jumlah dan zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data

konsumsi makanan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,

keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan gizi

b. Statistik vital

Pengukuran status gizi dangan statistik vital adalah dengan menganalisis data

beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan

dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

Penggunaanya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung status gizi

masyarakat

c. Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa factor

fisik, biologi, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung

dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi

dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat

sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Susilowati, 2008).

B. KLASIFIKASI GIZI BURUK

Page 6: Dasar Teori Gz Buruk 1

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-

kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari

masing-masing tipe yang berbeda-beda, antara lain (Wahidin 2007) :

1. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang

timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di

bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,

gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.

Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih

merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Wahidin 2007).

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,

tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana

dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian

tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau

edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada

penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab

d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal

pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat

kehitaman dan terkelupas (Wahidin 2007).

Page 7: Dasar Teori Gz Buruk 1

3. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor

dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi

untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat

badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,

kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Wahidin

2007).

C. PATOFISIOLOGIS GIZI BURUK

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa

terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,

pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan

protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan

nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi

karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel

batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin

ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,

maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang

gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja

terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin (Wahidin 2007).

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek

patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan

degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan

neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika

terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini

membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang

ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di

hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema

adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan

Page 8: Dasar Teori Gz Buruk 1

oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini

terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak

ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk

reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada

penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika

ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh

membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel

yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya

gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Nelson, 2007).

Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang

kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang

tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik

atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara

kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor

lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap

terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang

sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari

ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang

terlalu encer.

b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral

misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis

kongenital.

c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng,

deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia,

hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI

kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance

Page 9: Dasar Teori Gz Buruk 1

g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila

penyebab maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang

kurang akan menimbulkan marasmus

i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus,

meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan

kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat

dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama

gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

D. DAMPAK GIZI BURUK

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait

dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai

konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi

banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan

defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi

tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap

mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi

(Soetjiningsih, 1995).

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena

berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah

kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang

dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut

tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch

up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak

buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat

kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan

anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung

dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak

Page 10: Dasar Teori Gz Buruk 1

terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital

bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap

perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan

gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan

skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan

pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya

prestasi anak (Nelson, 2007).

E. FAKTOR PENYEBAB GIZI BURUK

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut (Wahidin, 2007) :

1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi,

menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang

mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita

kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan

kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan

masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan

dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan

kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam

memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup

baik maupun gizinya.

Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang

kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang

disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat,

anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.

Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan,

karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan

meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk

pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Soetjiningsih, 1995).

Page 11: Dasar Teori Gz Buruk 1

Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi

ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena makanan yang jelek

atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat

gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan,

gagal ginjal atau keringat yang berlebihan (Soetjiningsih, 1995).

F. TATA LAKSANA UTAMA BALITA GIZI BURUK DI RUMAH SAKIT

alam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase

transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana

yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita

kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor (Wahidin 2007).

Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga

ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini

dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada

kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien

kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah

formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung.

Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan

ASI.

Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak

di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan

lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran

1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi

ditambahkan 5% glukosa, dan

Page 12: Dasar Teori Gz Buruk 1

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam.

Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-

sonde) (RSCM, 2003).

Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap

1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg

berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.

Tahap Lanjutan

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa

yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan

kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan

mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang

mungkin diperlukan adalah :

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia.

b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat

hipomagnesimia.

d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI

secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total

50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.

e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan

asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat.

ALUR DETEKSI DINI DAN RUJUKAN STATUS GIZI BURUK

Page 13: Dasar Teori Gz Buruk 1

HUBUNGAN KONDISI PERUMAHAN DENGAN GIZI BURUK

Page 14: Dasar Teori Gz Buruk 1

Kondisi Lingkungan memegang peranan penting dalam menentukan status kese-

hatan balita. Lingkungan yang baik akan memberikan dampak yang baik bagi ke-sehatan

guna menciptakan manusia yang berkualitas. Sebaliknya lingkungan yang kumuh akan

berdampak buruk pada status kesehatan.

Faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan lingkungan diantaranya adalah

kondisi keluarga. Kondisi keluarga yang baik akan memberikan pengaruh kepada

lingkungan fisik rumah, ketahanan pangan dan asupan gizi anggota ke-luarga. Dengan

baiknya kondisi keluarga akan memungkinkan keluarga memper-baiki lingkungan fisik

rumah dan akan memberikan dampak yang baik bagi kese-hatan. Baiknya lingkungan

fisik rumah akan memberikan kontribusi terhindarnya balita dari kontak langsung dengan

kontaminan. Sehingga antara lingkungan fisik rumah dengan kondisi keluarga erat

hubungannya.

Kondisi keluarga juga mempunyai hubungan dengan ketahanan pangan, karena

dengan baiknya kondisi keluarga membuat orang tua akan memenuhi ke-butuhan akan

asupan pangan yang cukup. Dengan terpenuhinya pangan keluarga akan memperbaiki

kondisi status gizi balitanya, karena salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi

adalah ketahanan pangan keluarga. Dengan baiknya sta-tus gizi balita akan berhubungan

dengan status kesehatan.

Berdasarkan dari Laporan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2004 ten-tang

kajian kesehatan lingkungan menyatakan bahwa cakupan jamban keluarga baru mencapai

76 %, air bersih 84,9 %, sistem pembuangan air limbah (SPAL) 77 %, sistem

pembuangan sampah yang belum memadai. Kondisi lingkungan se-perti ini akan menjadi

permasalahan serius yang perlu diperhatikan.

Kondisi itu banyak ditemukan pada rumah tangga pinggiran yang masih sangat

minim dalam penanganan masalah lingkungan. Ditandai dengan belum adanya wc

sendiri, tempat pembuangan sampah rumah tangga, belum tersedianya sarana air bersih,

masih menggunakan media kayu sebagai bahan bakar dan masih banyaknya rumah

dengan kondisi tidak sehat. Kondisi ini akan menyebabkan ter-jadinya kontak langsung

antara kontaminan dengan balita dan ibu yang mempe-ngaruhi keadaan kesehatan balita

itu sendiri.

Page 15: Dasar Teori Gz Buruk 1

Status kesehatan dan status gizi balita saling memberi dampak, karena ke-dua

faktor ini saling mempengaruhi. Baiknya asupan gizi akan memberikan pe-ngaruh yang

baik bagi status kesehatan balita. Karena status gizi pada balita ada-lah salah satu

indikator dalam pembangunan nasional. Pada masa balita mereka mengalami masa

pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting untuk keberlangsungan

hidupnya. Oleh karena itu status gizi merupakan salah sa-tu ukuran penting dari kualitas

sumber daya manusia.

Sanitasi

Sanitasi adalah suatu usaha kesehatan yang bertujuan untuk mencegah fak-tor-

faktor hidup yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit secara epi-demologi,

meliputi semua media pemukiman hidup organisme serta segala kondisi yang secara

langsung maupun tidak yang diduga dapat mempengaruhi tingkat ke-hidupan dan

kesehatan organisme itu sendiri. Tempat pembuangan limbah rumah tangga di rumah

pasien terlihat tidak teratur. Kondisi rumah juga bersebelahan dengan kandang kambing

diman dapat menularkan penyakit akibat sanitasi yang buruk. Tempat pembuangan

kotoran rumah tangga (jamban) juga tidak ada di rumah tersebut sehingga jika buang air

besar di kali.

Air Minum

Air terlindungi yaitu air yang terhindar dari kontaminan luar seperti air ledeng,

pam, atau sejenisnya atau air yang langsung dari mata air tanpa harus kena sinar matahari

terlebih dahulu me-lalui pipa yang menyalurkan ke rumah-rumah. Sedangkan air tidak

terlindungi a-dalah air sungai, air sumur terbuka dan air hujan. Di tempat rumah pasien

sumber air minum berasal dari air sumur, dimana lokasi rumah pasien berdekatan dengan

lokasi lumpur, sehingga ada kemungkinan sumber air yang digunakan sudah tercemar.

Bahan Bakar

Bahan bakar dengan memperhatikan aspek bahan bakar yang digunakan untuk memasak.

Bahan bakar dikategorikan pada bahan bakar kayu, kompor dan kompor gas. Kondisi di

Page 16: Dasar Teori Gz Buruk 1

rumah pasien masih menggunakan tungku sebagai alat masak dimana kebersihannya

masih belum terjamin,

Lantai Rumah

Lantai rumah adalah keadaan fisik konstruksi lantai rumah dimana masih berupa lantai

dari tanah.

Kebiasaan dan perilaku penghuni

1. Harus rajin membersihkan rumah

2. Memindahkan kandang hewan jauh dari rumah

3. Membuat tempat pembuangan limbah yang baik

4. Membuat jamban

5. Membersihkan alat makanan dan minuman termasuk alat memasak

Page 17: Dasar Teori Gz Buruk 1

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Winda, 2010, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Lokal Terhadap Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang di Kelurahan Sambiroto Tembalang Kota Semarang, Fakultas Kedokteran Universitas Doponegoro, Semarang

Wahidin 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI,cetakan kesebelas, FK UI, Jakarta

Departemen kesehatan RI, 2004, Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta

Departemen kesehatan RI, 2005, Standar Pemantauan Gizi Balita. Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Nelson, 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Ed 15th , EGC, Jakarta

Novitasari, Dewi, 2012, Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita yang Dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang, Fakultas Kedokteran Universitas Doponegoro, Semarang

Simangunsong, Matthew Mindo P., 2009, Status Gizi Bayi, FK UI, Jakarta

Siregar, Arifin, 2004, Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara, Medan

Soekirman, 2009, Ilmu Gizi dan Aplikasinya, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta

Supariasa, I Dewa Nyoman, 2002, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta