Dasar-dasar Etika Dan Kepentingan Bagi Ahli Politik_Studi Aplikasi Di Jajaran Elit Kekuasaan (Tugas...

23
ETIKA POLITIK (A-POL-6) DASAR-DASAR ETIKA DAN KEPENTINGAN BAGI AHLI POLITIK: STUDI APLIKASI DI JAJARAN ELIT KEKUASAAN Dosen Pengampu: Amin Heri Susanto, LC, MA, Ph.D. Disusun oleh: Kelompok 3 Febin Ramadhan / 125120500111007 Alvian Dwiguntara Putra / 125120502111001 Mediyan Rahmad Saputra / 125120500111008 Moh. Maisur / 125120500111006 Tri B L Purba / 125120500111014 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

description

dasar dasar etika

Transcript of Dasar-dasar Etika Dan Kepentingan Bagi Ahli Politik_Studi Aplikasi Di Jajaran Elit Kekuasaan (Tugas...

14

ETIKA POLITIK

(A-POL-6)

DASAR-DASAR ETIKA DAN KEPENTINGAN BAGI AHLI POLITIK: STUDI APLIKASI DI JAJARAN ELIT KEKUASAAN

Dosen Pengampu: Amin Heri Susanto, LC, MA, Ph.D.

Disusun oleh:

Kelompok 3

Febin Ramadhan / 125120500111007Alvian Dwiguntara Putra / 125120502111001

Mediyan Rahmad Saputra / 125120500111008Moh. Maisur / 125120500111006Tri B L Purba / 125120500111014PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perpolitikan di Indonesia sudah di mulai sejak sebelum Indonesia merdeka dimana perpolitikan tersebut dimulai ketika zaman pra kemerdekaan (pergerakan nasional) hingga sekarang (reformasi). Di mana dinamika politik di Indonesia terjadi pasang surut seiring dengan perubahan rezim yang berjalan di Indonesia. Di mana jika kita lihat sejarah, tidak sedikit orang berpolitik dengan menghalalkan segala cara. Hal ini di buktikan pada zaman Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, di mana dalam berpolitik beliau dapat mempertahankan kekuasaannya selama tiga puluh dua tahun dimana dalam setiap pemilihan umum, partai yang mendukungnya yaitu partai Golkar selalu memenangkan pemilihan umum tersebut.

Sehingga, bisa kita lihat bahwa perpolitikan di Indonesia ini, sarat akan adanya kepentingan-kepentingan yang ada pada setiap oknum partai yang ada didalamnya dan juga etika para pejabat yang ada juga tidak mencerminkan perilaku politik yang sebagaimana mestinya. Hal ini juga terjadi di masa sekarang dimana banyak sekali terjadi tindak pidana korupsi yang menjerat para pemimpin-pemimpin kita. Maka pada saat ini, banyak masyarakat yang menstigmakan politik, penuh dengan intrik, perilaku kotor dan tak terpuji, kebohongan dan bahkan kekerasan.

Kesan negatif diatas senada dengan pendapat dari Boni Hargens, yang mengatakan bahwa dewasa ini praktik politik di Indonesia dijalankan tanpa mengindahkan kaidah moral, sehingga kekuasaan berjalan di luar koridor etika. Akibatnya, politik menjadi ranah yang penuh dengan prakti-praktik kotor seperti korupsi, kolusi, nepotisme, janji-janji kosong, hingga tindakan saling sikut dan intimidasi. Kesan ini juga dikuatkan oleh hasil dari berbagai lembaga survei yang mengatahan bahwa institusi-institusi politik sebagai salah satu tempat terkorup di negara ini.

Namun, kesan negatif yang timbul terhadap perpolitikan di Indonesia tidak lantas bahwa politik menjadi wilayah yang bisa dihapuskan sama sekali dari kehidupan bermasyarakat di negeri ini. Politik tetap menjadi wilayah yang dibutuhkan dan tidak sepenuhnya bisa ditinggalkan. Hal ini ditegaskan oleh Aristoteles bahwa manusia menurut kodratnya merupakan zoon politicon, yaitu makhluk yang hidup dalam polis. Polis ini adalah sebuah relasi-relasi sosial dan politik yang berlangsung di antara masyarakat. Jadi bisa dikatakan bahwa politik merupakan keniscayaan yang takterelakkan bagi manusia yang hidup sebagai makhluk sosial. Sehingga ketika seseorang berhadapan dengan sekelompok manusia yang hidup bersama dalam sebuah kelompok maka di saat itulah ia berhadapan dengan politik dan pada saat yang sama pula ia bisa menemukan hubungan khusus antara antara manusia, seperti aturan, kewenangan atau kekuasaan.

Dengan demikian, politik yang muncul di dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat dari dua sisi, di mana dari segi positif politik dianggap penting guna menopangkehidupan manusia dalam bermasyarakat, disisi negatif, politik penuh dengan berbagai praktek kotor dan amoral. Maka, agar kedepannya politik dapat diterima oleh masyarakat, kemudian dicarikanlah sebuah solusi bagaimana sisi negatif tersebut dapat berubah menjadi sisi positif. Dengan kata lain, perubahan yang perlu diupayakan adalah perubahan menuju tatanan politik yang berkeadaban, sehingga politik bisa menopang kehidupan bermasyarakat, khususnya di Indonesia.

Solusi yang dapat diwujudkan agar tatanan politik di Indonesia ialah dengan menempatkan dimensi moral dan etika sebagai dasar rasionalitas kegiatan politik. Etika politik menjadi penting karena pada dasarnya dunia perpolitikan bukanlah dunia yang kotor, melainkan dunia yang luhur, dikarenakan subyek yang mengurus dan obyek yang diurus di dalamnya adalah manusia, sehingga norma-norma moral dan prinsip-prinsip etika hendaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perpolitikan itu sendiri. Kemudian juga masyarakat selaku sebagai pengawas berjalannya perpolitikan juga harus mengerti tentang berbagai macam kepentingan-kepentingan yang ada dalam tatanan politik yang ada di Indonesia. Namun dalam mempelajari etika tersebut sebelumnya pasti ada dasar-dasar awal yang menjadi pondasi dari etika tersebut. Maka dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang dasar-dasar etika dan kepentingan yang keudian juga akan membahas sebuah studi kasus terkait dengan etika dan kepentingan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan suatu masalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan dasar-dasar etika?2. Apakah yang dimaksud dengan etika politik?3. Apakah yang dimaksud dengan kepentingan politik?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan dasar-dasar etika2. Untuk dapat membedakan pengertian etika, politik, dan etika politik itu sendiri3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kepentingan politik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dasar-Dasar Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yakni ethos yang dalam bentuk tunggal memiliki banyak arti: tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Sedangkan dalam bentuk jamak dituliskan ta etha yang artinya adat kebiasaan (Bertens, 2002:4). Etika adalah salah satu cabang filsafat yang mendalami pertanyaan tentang moralitas, mulai dari dasar bahasa yang dipakai, ontologi, dan hakikat pengetahuan terhadap etika atau moral (biasa disebut sebagai meta-etika), bagaimana seharusnya nilai moral dibatasi (etika normatif), bagaimana akibat (konsekuensi) moral dapat muncul dalam satu situasi (etika terapan), bagaimana kapasitas moral atau pelaku (manusia) moral dapat mengeluarkan pendapat dan apa hakikatnya (psikologi moral), dan memaparkan apa nilai moral yang biasanya dipatuhi oleh orang (etika deskriptif). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk jamaknya Mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.

Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.

Menurut Aristoteles dalam bukunya yang berjudul Ethica Nikomacheia, pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (inherent in human nature) yang terikat dengan pengertian baik dan buruk suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pandangan Aristoteles ini didasarkan pada hal-hal yang bersifat altruistik, yaitu peduli dengan kepentingan dan/atau kebutuhan orang lain (siap memberikan bantuan).Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi. Serta berlakunya etika tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.Etika perlu dipelajari karena terjadinya kemunduran etika yang dimiliki manusia akibat perusakan sendi sendi etika. Selain itu, juga dikarenakan masyarakat semakin plural, interaksi antar suku, bangsa, agama dan kebudayaan sebagai akibat dari globalisasi dalam bidang ekonomi, teknologi informasi, dan perubahan sosial politik dapat menimbulkan harmoni tetapi dapat menimbulkan benturan. Sehingga etika mencakup analisis dan penerapan konsep sepertibenar, salah,baik,buruk, dantanggung jawab.Dasar dari etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.Dalam dasar dasar etika, terdapat beberapa teori yang dipakai para ahli etika dalam menentukan pendekatan pendekatan yang dalam merumuskan dasar tersebut. Para ahli etika mengelompokan etika kedalam tiga pendekatan etika yaitu:A. Teori Teleologi (Konsekuensialis)

Teori etika teleleologi disebut juga sebagai teori konsekuensialis yang artinya bahwa nilai moral suatu tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensi tindakan tersebut. Dengan kata lain yang menyebabkan suatu tindakan itu benar atau salah adalah bukan tindakan itu sendiri melainkan akibat dari tindakan tersebut. Teori ini terbagi 3 yaitu:

1) Egoisme Etis, suatu tindakan itu benar atau salah semata-mata tergantung pada akibat tindakan tersebut bagi pelakunya.

2) Altruisme Etis, suatu tindakan itu benar atau salah tergantung pada akibat tindakan tersebut bagi orang lain.

3) Utilitarianisme, suatu tindakan itu benar atau salah tergantung pada akibat tindakan tersebut bagi siapa saja yang dipengaruhi tindakan tersebut.B. Teori deontologi

Teori Deontologi berpendapat bahwa suatu tindakan tidak dinilai dari konsekuensinya, namun faktor- faktor selain dari baik buruknya akibat menentukan benar atau salahnya tindakan. Dalam kaitannya dengan teori deontologi dikenal:

1) Deontologi tindakan (act deontology), jika seseorang dihadapkan pada situasi harus mengambil keputusan, seseorang harus segera memahami apa yang harus dilakukan tanpa mendasarkan ada aturan.

2) Deontologi kaidah (rule deontology), suatu tindakan itu benar atau salah karena kesesuaian atau ketidaksesuaiannya dengan suatu prinsip moral yang benar.

3) Deontologi monistik (moniscic deontology), mendukung suatu kaidah umum the golden rule sebagai prinsip moral tertinggi yang menjadi dasar diturunkannya kaidah atau prinsip moral lainnya.

4) Deontologi pluralistic (pluralistic deontology), ada sejumlah prinsip moral yang merupakan prima facie.

C. Etika Keutamaan

Etika keutamaan memfokuskan pada agen atau pelaku. Pendukung etika keutamaan berpandangan bahwa etika seharusnya tidak hanya melihat jenis- jenis tindakan yang seharusnya dilakukan oleh seseorang (agen atau pelaku), tetapi memberikan perhatiaan kepada tiga hal yang mencirikan keutamaan yaitu:

1) Disposisi, keutamaan merupakan sifat baik dari segi moral yang telah mengakar pada diri seseorang.

2) Berkaitan dengan kemauan atau kehendak. Perilaku berkeutamaan senantiasa disertai maksud baik.

3) Pembiasaan diri. Keutamaan diperoleh dengan cara pembiasaan atau pelatihan.

Setelah dasar-dasar etika telah dipahami, maka keberlanjutan akan studi etika mulai merambah ke praktik kehidupan. Yang kemudian etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika). Sedangkan menurut macamnya, etika dapat dibagi ke dalam dua macam, yakniEtika DeskriptifdanEtika Normatif. Etika deskriptif adalah etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan prilaku manusia serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya, etika deskriptif berbicara mengenai fakta secara apa adanya. Sedangkan, etika normatif adalah etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidupnya.

Secara umum etika dibagi dalam dua pembagian besar, yaitu:

A. Etika umum

Etika umum membahas norma dan nilai norma, kondisi kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana mengambil keputusan etis, teori teori etika dan lembaga-lembaga normatif (misal suara hati), dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.B. Etika khusus

Etika khusus merupakan penerapan dari prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus tertentu. Penerapan ini bisa berwujud sebagai cara untuk mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukan oleh seseorang, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud sebagai bentuk penilaian perilaku seseorang dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatar belakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis yang merupakan cara manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Etika khusus merupakan penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus misalnya profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan lainnya).Etika khusus ini ada 3 bagian :

1) Etika individu, menyangkut kewajiban dan perilaku manusia terhadap dirinya sendiri.

2) Etika sosial, mengenai kewajiban, sikap, dan perilaku individu sebagai anggota masyarakat.

3) Etika lingkungan hidup, mengenai hubungan manusia baik sebagai manusia maupun kelompok, dengan lingkungan alam yang lebih luas dan dampaknya, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan hidup.Etika Khusus sendiri masih dibagi menjadi dua bagian, yaitu etika individual dan etika sosial. Etika individual merupakan etika yang menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Sedangkan etika sosial merupakan etika yang berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana dunia dan ideologi-ideologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.2.2 Etika Politik

Etika politik yang terkadang disebut sebagai moralitas politik atau etika publik adalah praktik tentang pembuatan penilaian moral akan tindakan politik. Sebagai bidang studi, etika politk dibagi menjadi dua cabang. Pertama, etika proses, berfokus pada pejabat publik dan metode yang mereka gunakan. Kedua, etika kebijakan yakni berkonsentrasi pada penilaian tentang kebijakan dan undang-undang. Keduanya saling menarik filsafat moral dan politik. Tapi etika politik merupakan subjek yang berdiri bebas/ berdiri sendiri.Lebih rinci lagi, ketika etika disandingkan dengan politik, yang awalnya etika bernilai dan politik bebas nilai, maka akan ada titik dimana tingkah laku elit politik yang dinotasikan sebagai hal yang negatif. Wajar karena batas dari etika itu sendiri adalah kembali pada masing individu atau kelompok yang mempercayai hal itu benar atau sebaliknya. Sebagai contoh, Hampshire (1978) dan Thompson (1987) mengatakan bahwa etika memerlukan pemimpin politik untuk menghindari dan merugikan orang yang tidak bersalah, tetapi juga dapat menjadi kewajiban untuk mengorbankan nyawa tak berdosa demi kebaikan bangsa. Dalam contoh tersebut, tindak pelaku dalam dua hal berbeda adalah etika. Etika yang berbeda konteks, tapi tetap itu merupakan cara dalam mengaplikasikan etika. Hingga muncul istilah The Problem of Dirty Hands.Konsekuensi dari penggunaan etika dalam berpolitik memang menjadi salah satu pertimbangan yang sulit ketika dihadapkan pada permasalah dan jalan keluar yang diajukan berbeda. Ditambah posisi pihak kepentingan berada dalam lingkup masyarakat/rakyat yang bisa jadi sama pemikirannya atau bahkan tidak sama sekali. Tidak heran ketika banyak gejolak konspirasi antara negara A dan B hanya untuk mendapatkan C. Hingga muncul teori-teori konspirasi. Ini semua adalah hasil dari sebuah pemikiran etika yang kian dinamis.

Mengacu pada pemikiran di timur tengah, al-Ghazali merupakan salah satu filsuf islam yang memiliki pemikiran tentang negara bermoral dan beradab. Ini sesuai dengan kriterianya bahwa kosep etika kuasa (politik) adalah suatu negara yang berisikan masyrakat dan aparatur negara yang memiliki keselarasan diantara unsur-unsurnya sehingga akan membawa masyarakat yang adil dan makmur dengan ditopang moral yang bersendikan agama. Disebutkan dalam Kitab Al-Tibr al-Masbuk fi Nashihat al-Muluk bahwa etika politik mulai rusak karena Krisis Politik Karena Krisis Ulama. Kemudian di kitab lainnya seperti Kitab Ihya Ulumuddin, beliau berpesan: Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan, dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah lah tempat meminta segala hal,

Dalam hal ini, etika politik yang dipimpin oleh penguasa memiliki andil lebih dalam keputusan. Meski tidak jauh beda dengan zaman di peradaban al-Ghazali, secara tidak langsung sebenarnya ini peristiwa yang terulang. Tetapi kembali lagi bahwa di zaman sekarang, banyak sudah konsep-konsep barat yang selalu dikedepankan, karena bagaimanapun juga dari awal sudah diperkenalkan pemikiran dari filsfu barat, sehingga kurang mencari dan mendalami pemikiran yang berbeda dari timur tengah misalnya sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan bagi sebuah institusi politik ketika berbicara mengenai etika yang akan digunakan.

Pemikiran inipun juga sama dengan konsep etika Machiavelli yakni bahwa bahwa manusia itu terdiri dari satu meskipun hidup pada zaman dan tempat. Manusia tidak bisa terlepas dari masa lalu dan masa depan, mereka pun akan menghadapi setiap tantangan zaman. Pemikiran ini hingga disanjung oleh diktator dunia Benito Musollini. 2.3 Kepentingan Politik

Berbicara tentang politik memang selalu lekat dengan istilah kepentingan. Politik sering dikaitkan dengan kepentingan. Namun kepentingan tidak mesti dikaitkan dengan politik. Dari itu, secara sederhana bisa diambil kesimpulan bahwa di dalam politik selalu terdapat unsur kepentingan, politik menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah kepentingan. Namun demikian politik tidak sama dengan kepentingan. Artinya, berbicara politik sudah pasti membicarakan sebuah kepentingan. Apapun soal politik akan selalu berujung dan berakhir pada term kepentingan.Terkait kelompok kepentingan, partai politik adalah termasuk salah satu bagian dari kelompok kepentingan ini, yaitu kelompok kepentingan yang institusional, yang bergerak dibawah payung konstitusi atau undang-undang. Partai politik dibentuk dan dirumuskan untuk kepentingan tidak kurang dan tidak lebih demi terwujudnya masa depan bangsa yang bermartabat. Dengan demikian, eksistensi partai politik memegang peranan sentral dalam menegakkan cita-cita politik bangsa. Akan tetapi, di Indonesia terdapat banyak partai politik, yang mengusung banyak ideologi politik walaupun ideologi tersebut digunakan sebagai landasan partai, ataupun sebatas menjadi alat ntuk mendapatkan simpati rakyat. Ideologi itu diperjuangkan secara kompetitif, bahkan dikonteskan dalam sebuah momentum. Sehingga partai mana yang paling rajin berkontes dan muncul didepan publik, partai itulah yang akan banyak mendapat simpati rakyat. Sebagaimana penerapan etika politik pada elit pemerintahan, maka etika politik yang hendak diterapkan selayaknya masuk dalam kategori etika khusus terutama mengenai etika profesi. Profesi sendiri berasal dari bahasa latin Proffesioyang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan apa saja dan siapa saja untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu.

Dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, etika profesi sangat dibutuhkan dalam menunjang penerapan etika politik pada elit pemerintahan. Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.

Etika Profesi merupakan konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu, contoh : pers dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science, medis/dokter, dan sebagainya. Etika profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).

Etika profesi dianggap sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama.

Etika profesi memiliki beberapa prinsip dasar dalam penerapannya, diantaranya adalah:

1) Tanggung jawab

Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya. Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.2) Keadilan, yang menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi

haknya.

3) Kompetensi, yaitu melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi dan ketekunan.4) Prinsip Perilaku Profesional, berprilaku konsisten dengan reputasi profesi.5) Prinsip Kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi.

Namun terlepas dari hal tersebut, kepentingan politik seharusnya memiliki beberapa peran dan fungsi yang seharusnya dijadikan sebagai landasan dalam menggunakan kepentingan tersebut dalam berpartisipasi dalam politik. Terdapat beberapa fungsi dan peran kelompok kepentingan politik. Beberapa diantaranya adalah :

A. Media Penampung Kepentingan Masyarakat

Kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah dapat menguntungkan maupun merugikan masyarakat. Kepentingan dan kebutuhan rakyat dapat dipenuhi namun dapat terabaikan dan tidak terpenuhi. Oleh karena itu rakyat berkepentingan dan perlumemperhatikan kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh pemerintahnya.

B. Mengartikulasikan Kepentingan-kepentingan

Kelompok kepentingan memusatkan perhatian pada upaya mengartikulasikan kepentingan tertentu yang ditujukan kepada pemerintah. Mereka berharap pemerintah menyusun kebijakan yang memihak kelompoknya. Kelompok kepentingan bertujuanuntuk memperjuangkan sesuatu kepentingan dengan mempengaruhi lembaga-lembagapolitik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkankeputusan yang merugikan.

C. Sebagai Salah Satu Saluran Input bagi Pemerintah

Kelompok kepentingan memberikan input yang digunakan pemerintah untukmemutuskan kebijakan yang akan diambil terhadap rakyatnya. Input yang merekaberikan bertujuan agar pandangan-pandangan mereka dipahami oleh para pembuatkeputusan dan agar mendapat output yang sesuai dengan tuntutan mereka. Dalamtulisannya Gabriel A. Almond, mengatakan untuk memberikan input pada pembuatkebijakan, saluran-saluran yang penting dan biasa digunakan adalah demonstrasi dan (mungkin) tindakan kekerasan; tindakan ini biasa digunakan untuk menyatukan tuntutankepada pembuat kebijakan.BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yakni ethos yang dalam bentuk tunggal memiliki banyak arti: tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Sedangkan dalam bentuk jamak dituliskan ta etha yang artinya adat kebiasaan (Bertens, 2002:4). Etika adalah salah satu cabang filsafat yang mendalami pertanyaan tentang moralitas, mulai dari dasar bahasa yang dipakai, ontologi, dan hakikat pengetahuan terhadap etika atau moral (biasa disebut sebagai meta-etika), bagaimana seharusnya nilai moral dibatasi (etika normatif), bagaimana akibat (konsekuensi) moral dapat muncul dalam satu situasi (etika terapan), bagaimana kapasitas moral atau pelaku (manusia) moral dapat mengeluarkan pendapat dan apa hakikatnya (psikologi moral), dan memaparkan apa nilai moral yang biasanya dipatuhi oleh orang (etika deskriptif).Etika politik yang terkadang disebut sebagai moralitas politik atau etika publik adalah praktik tentang pembuatan penilaian moral akan tindakan politik. Sebagai bidang studi, etika politk dibagi menjadi dua cabang. Pertama, etika proses, berfokus pada pejabat publik dan metode yang mereka gunakan. Kedua, etika kebijakan yakni berkonsentrasi pada penilaian tentang kebijakan dan undang-undang. Keduanya saling menarik filsafat moral dan politik. Tapi etika politik merupakan subjek yang berdiri bebas/ berdiri sendiri.Berbicara tentang politik memang selalu lekat dengan istilah kepentingan. Politik sering dikaitkan dengan kepentingan. Namun kepentingan tidak mesti dikaitkan dengan politik. Dari itu, secara sederhana bisa diambil kesimpulan bahwa di dalam politik selalu terdapat unsur kepentingan, politik menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah kepentingan. Namun demikian politik tidak sama dengan kepentingan. Artinya, berbicara politik sudah pasti membicarakan sebuah kepentingan. Apapun soal politik akan selalu berujung dan berakhir pada term kepentingan. Yang nantinya mengacu pada etika profesi.

DAFTAR PUSTAKABailey, Stephen, 1973, American Politics And Goverment, Washington DC: Voice of America Forum Lectures

Bartens, Kees. 1975, Sejarah Filsafat Yunani: Dari Thales ke Aristoteles. Yogyakarta: Kanisius

Boni Hargens, Mengapa Politik Tidak Etis?, dalam Harian Seputar Indonesia, www.seputar-indonesia.com/edisicetak/opini-sore/mengapa-politik-tidak-etis,

Brooks, Leonard J. 2007. Etika Bisnis & Profesi, Jakarta: Salemba Empat.

Gea, Antonius Atosokhi. 2005.Character Building IV: Relasi dengan Dunia.Jakarta: Elex Media Komputindo.

Hasib, Kholili. 2010, Adab Politik Menurut Imam al-Ghazali,

Madjid, Nurcholish. 1999, Cita-cita Politik Islam di Era Reformasi, Jakarta: ParamadinaMubarok, Husni, 2008, Etika Politk dalam Pandangan Al-Ghazali (Kajian terhadap Kitab Al-Tibr al-Masbuk fi-Nasihah al-Muluk), Skripsi Aqidah Filsafat, Jogjakarta: UIN Sunan KalijagaMujahid, Haikal. 2011, Etika dan Kekuasaan: Pemikiran Niccolo Machiavelli atas Etika dan Kekuasaan dalam Ranah Politik, Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Sutarno, Alfonsus. 2008.Etiket Kiat Serasi Berelasi.Yogyakarta: Kanisius.Thompson, Dennis, 2011, Political Ethics: International Encyclopedia of Ethics, forthcoming.

Boni Hargens, Mengapa Politik Tidak Etis?, dalam Harian Seputar Indonesia, HYPERLINK "http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/opini-sore/mengapa-politik-tidak-etis" www.seputar-indonesia.com/edisicetak/opini-sore/mengapa-politik-tidak-etis, diakses tanggal 13 Maret 2015

Kees Bartens, 1975, Sejarah Filsafat Yunani: Dari Thales ke Aristoteles. Yogyakarta: Kanisius, hlm 166

Stephen K. Bailey, 1973, American Politics And Goverment, Washington DC: Voice of America Forum Lectures, hlm 6

Nurcholish Madjid, 1999, Cita-cita Politik Islam di Era Reformasi, Jakarta: Paramadina, hlm 26

Leonard J Brooks, 2007, Etika Bisnis & Profesi, Jakarta: Salemba Empat, hal. 10.

Op.cit.

Antonius Atosokhi Gea, (2005),Character Building IV: Relasi dengan Dunia,Jakarta: Elex Media Komputindo, hal. 65.

Ibid.

Ibid.

Ibid.

Dennis Thompson, 2011, Political Ethics: International Encyclopedia of Ethics, forthcoming. Hlm. 1.

Ibid.

Husni Mubarok, 2008, Etika Politk dalam Pandangan Al-Ghazali (Kajian terhadap Kitab Al-Tibr al-Masbuk fi-Nasihah al-Muluk), Skripsi Aqidah Filsafat, Jogjakarta: UIN Sunan Kalijaga, Hlm. 74.

Kholili Hasib, 2010, Adab Politik Menurut Imam al-Ghazali, Hlm. 2.

Haikal Mujahid, 2011, Etika dan Kekuasaan: Pemikiran Niccolo Machiavelli atas Etika dan Kekuasaan dalam Ranah Politik, Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Hlm. 52.

Alfonsus Sutarno, (2008),Etiket Kiat Serasi Berelasi,Yogyakarta: Kanisius, hal. 27.

Ibid.

Ibid.

Ibid., hal. 30.

Dennis Thompson, 2011, Political Ethics: International Encyclopedia of Ethics, forthcoming. Hlm. 1.