DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN...

29
1 DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008 DIBUAT DALAM RANGKA MEMENUHI REVISI TUGAS MATA KULIAH POLITIK LOKAL DAN OTONOMI DAERAH OLEH : KELOMPOK 4 - KELAS REGULER AMARULLAH PAMUJI ( 1206247934 ) BRAHMASTRA BAYANG ( 1206251572 ) CHRISTOFORUS A. ( 1206240764 ) DHELANO ROOSEL ( 1206246856 ) RANGGA KUSUMO ( 1206205553 ) DEPARTEMEN ILMU POLITIK

description

DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKATSTUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

Transcript of DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN...

Page 1: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

1

DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT

STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

DIBUAT DALAM RANGKA MEMENUHI REVISI TUGAS MATA KULIAH

POLITIK LOKAL DAN OTONOMI DAERAH

OLEH :

KELOMPOK 4 - KELAS REGULER

AMARULLAH PAMUJI ( 1206247934 )

BRAHMASTRA BAYANG ( 1206251572 )

CHRISTOFORUS A. ( 1206240764 )

DHELANO ROOSEL ( 1206246856 )

RANGGA KUSUMO ( 1206205553 )

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2014

Page 2: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

2

DAFTAR ISI

Page 3: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

3

BAB.I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pemilihan Umum yang biasa disebut dengan Pemilu adalah salah satu

indikator dalam sebuah sistem pemerintahan yang demokratis. Di Indonesia

ketika era Orde Baru pemilihan kepala daerah (selanjutnya disebut Pilkada) di

atur melalui UU No.5 Tahun 1974 dimana penetapannya ada di tangan

pemerintah pusat yaitu presiden, keterlibatan DPRD hanyalah sebuah bentuk

formalitas. Setelah jatuhnya Orde Baru, muncul UU No. 22 Tahun 1999 yang

menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD,

kewenangan yang begitu luas ini tidak diimbangi oleh keterampilan untuk

mengartikulasi dan mengagresikan aspirasi masyarakat daerah secara optimal

sehingga menimbulkan masalah lain yaitu Money Politics. Dengan uang seorang

calon kepala daerah dapat ‘membeli’ suara dari anggota DPRD untuk

memenangkannya. Lalu dikeluarkanlah UU No. 32 Tahun 2004 yang diharapkan

mampu mengatur pemerintahan di daerah menjadi lebih baik dan lebih

representatif karena dipilih langsung oleh rakyat.

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip

demokrasi, sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 “kepala daerah dipilih

langsung secara demokratis”. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa “pemilihan kepala daerah dan

wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang diajukan oleh

partai politik atau gabungan partai politik”. Hal tersebut dapat kita lihat pada

pasal 56 ayat ke (1) yang berbunyi :

“Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu

pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”.1

1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dikutip dari website http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daerah.pdf (diakses pada

Page 4: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

4

Berdasarkan perkembangan hukum dan politik untuk mewujudkan

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efektif dan akuntabel sesuai

dengan aspirasi masyarakat, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

perlu dilakukan secara lebih terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Oleh karena itu, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala

daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, perlu dilakukan perubahan dengan memberikan

kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut serta dalam pemilihan kepala

daerah dan wakil kepala daerah.2

UU No. 32 Tahun 2004 memunculkan harapan untuk dapat membuat

Indonesia menjadi lebih baik dengan terselenggaranya pemerintahan daerah yang

demokratis dan mewujudkan pemerintahan lokal yang baik atau biasa disebut

dengan local good governance.

Akan tetapi Pilkada yang dilakukan secara langung menimbulkan masalah

lain seperti mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh negara dan daerah untuk

menyelenggarakan Pilkada. Biaya yang mahal sering dianggap tidak sebanding

dengan output yang dihasilkan, yaitu masih banyaknya pelanggaran dan

pembangunan (infrastruktur, sosial dan ekonomi) yang tidak signifikan. Sehingga

tidak heran, jika Pilkada dinilai identik dengan biaya besar yang sesungguhnya

hanya membuang anggaran dana yang pada sisi lainnya dapat digunakan untuk

pembangunan masyarakat di wilayah tersebut, dan berdampak pada tingkat

kesejahteraan masyarakat yang tidak meningkat, hal ini dapat dilihat dari

perkembangan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang masih belum terjamin

di beberapa wilayah, khususnya Kota Bogor.

1.2 Rumusan Permasalahan

Melalui diskusi dan analisis, maka makalah dalam kelompok ini menarik

permasalahan bahwa : “Pilkada yang berbiaya besar tidak mampu memberikan

tanggal 27 April 2014 Pukul 22.47 WIB).2 Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008. Dikutip dari website http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2008/12TAHUN2008UUPenj.htm (diakses pada tanggal 27April 2014 Pukul 22.37 WIB)

Page 5: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

5

dampak dan manfaat bagi masyarakat Kota Bogor dalam kurun waktu 2008-

2013”

1.3 Pertanyaan Makalah

Kami pun menyusun pertanyaan makalah yang berisi : “Bagaimana Pilkada

Kota Bogor tahun 2008 tidak mampu memberikan manfaat bagi masyarakat Kota

Bogor ?”

Page 6: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

6

BAB.II

KERANGKA TEORI

2.1 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berdasarkan UU. No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah pasal 56, menjelaskan bahwa Pilkada merupakan

agenda baru pemerintah untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah

melalui pemilihan secara langsung secara demokrati berdasarkan asas langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.3 Adanya Pilkada ini merupakan sebuah

evaluasi atas penyelenggaraan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang

menggunakan sistem perwakilan oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah), sebagaimana yang tertuang dalam UU. No. 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah dan PP No. 151 tahun 2000 tentang Tata Cara Pemilihan,

Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah.

Berkaitan dengan Pilkada, menurut Agus Sutisna (2010),

penyelenggaraan Pilkada memiliki beberapa kelemahan-kelemahan yang

menyebabkan Pilkada menjadi tidak sebanding dengan harapan masyarakat akan

menghasilkan pemerintahan yang lebih baik. Kelemahan-kelemahan tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Anggaran atau biaya untuk penyelenggaraan Pilkada sangat

mahal, tidak hanya membebani APBD daerah, namun juga membebani

para kandidat peserta Pilkada;

2. Pilkada banyak memicu lahirnya konflik horizontal dalam

masyarakat, diakibatkan rentang wilayah pemilihan yang pendek,

ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelomplok yang berbeda

kepentingan dalam masyarakat dan lainnya; dan

3 UU. No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 56, Ayat 1

Page 7: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

7

3. Pilkada secara langsung tidak menjamin terpilihnya calon yang

berkualitas, diakibatkan proses Pilkada yang cederung diwarnai oleh

praktik-praktik tidak sehat seperti jual beli suara4.

2.2 Kebijakan Publik

Terdapat beberapa definisi-definisi mengenai kebijakan publik yang

dikemukakan oleh beberapa ilmuan. Dalam makalah ini, akan dijelaskan

pengertian kebijakan publik dari tiga tokoh, yaitu Thomas R. Dye (1981),

Cgandler dan Plano (1998) dan Easton (1969). Pertama kebijakan publik Menurut

Thomas R. Dye (1981), Ia mengartikan kebijakan publik adalah whatever

government chooses to do or not to do”. Kebijakan publik menurutnya adalah

apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan oleh

pemerintah. Definisi kebijakan menurut Thomas R. Dye ini dapat kita

klasifikasikan sebagai sebuah proses pengambilan keputusan (decision making)

berkaitan dengan wewenang pemerintah untuk menggunakan hak otoritatifnya,

baik melakukan atau tidak melakukan sesuatu, demi terselesaikannya suatu

urusan publik. Definisi kedua menurut Chandler dan Plano (1988), yang

mendefinisikan kebijakan publik sebagai sebuah kemampuan dan otoritas

pemerintah dalam pemanfaatan strategis terhadap setiap sumberdaya-sumberdaya

yang ada untuk memecahkan masalah publik.5

Adapun definisi terakhir adalah definisi kebijakan publik menurut Easton

(1969), Ia mendefinisikan kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai

kekuasaan oleh seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat, dan hanya

pemerintahlah yang dapat mengalokasikan nilai-nilai tersebut.6 Dari berbagai

definisi kebijakan publik yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan

bahwa kebijakan publik adalah tindakan-tindakan, tujuan-tujuan dan keputusan-

keputusan yang dilakukan oleh pemerintah.

4 “ Meninjau Ulang Sistem Pilkada Langsung: Masukan untuk Pilkada Langsung Berkualitas” oleh Fitriyah, http://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/download/4920/4458, diakses pada Rabu, 4 Juni 2014 Pukul 01.59 WIB.5 Drs. Hessel Nogi S. Tangkilisan, MSi, “Teori dan Konsep Kebijakan Publik” dalam Kebijakan Publikyang Membumi, konsep, strategi dan kasus (Yogyakarta : Lukman Offset dan YPAPI, 2003), hal 1.6 Ibid. hal. 2.

Page 8: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

8

Teori Efisiensi Pelayanan Publik Charles M. Tiebout (1956)

Charles M. Tiebout adalah seorang ilmuan ekonomi dari University of

Michigan, Amerika Serikat7. Dalam pandangan berkaitan dengan pelayanan

publik, dia menyatakan bahwa masyarakat atau individu menurutnya bebas untuk

menyeleksi atau memilih jenis pelayanan publik yang sesuai dengan

preferensinya dalam mencapai utilitas maksimumnya8. Dengan demikian,

menurutnya pemerintah lokal akan semakin efektif dan efisien dalam mengelola

sumber daya yang ada untuk menyediakan pelayanan publik yang sesuai atau

dibutuhkan oleh masyarakat.

Berkaitan dengan pelayanan publik yang efisien, Tiebout (1956)

mengemukakan teori tentang beberapa syarat atau kriteria tentang pelayanan

publik yang paling efisien, yaitu sebagai berikut :

1. Pemerintah lokal harus menghayati apa yang dibutuhkan

masyarakatnya ;

2. Pemerintah lokal harus responsif terhadap kebutuhan

masyarakat sehingga mendorong pemerintah lokal untuk lebih efisien

dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat ; dan

3. Persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan

pelayanan kepada masyarakat akan mendorong pemerintah lokal untuk

melakukan inovasi.

7 “ Charles M. Tiebout: A Pure Theory of Local Expenditures 1956” oleh Chriss Stoddard, http://www.csiss.org/classics/content/43, diakses pada Selasa, 3 Juni 2014 pukul 14.00 WIB 8 “Menengok Kembali Isu Efisiensi Dalam Praktif Desentralisasi Fiskal” oleh Sampurna Budi Utama, http://www.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/attachments/439_NEW%20Menengok%20isu%20efisiensi%20Pak%20Sampurna.pdf, diakses pada diakses pada Selasa, 3 Juni 2014 pukul 18.30 WIB

Page 9: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

9

BAB.III

PEMBAHASAN

2.1 PEMILIHAN WALIKOTA BOGOR 2008

Pasangan Diani Budiarto dan Achmad Ru'yat merupakan calon Walikota

dan wakil Walikota Bogor yang berhasil terpilih pada Pemilihan Kepala Daerah

Kota Bogor 20089. Dengan terpilihnya pasangan tersebut maka Diani dan Ru’yat

resmi memimpin kembali Kota Bogor pada periode 2009-201410. Diani dan

Ru’yat berhasil terpilih dengan mengumpulkan 246.437 (63,84 %) suara dari

603.029 hak pilih.

Pemilihan Kepala Daerah Kota Bogor 2008 diadakan pada tanggal 25

Oktober dengan 1.586 tempat pemungutan suara yang tersebar di 68 kelurahan.

Pada Pilkada kali ini tercatat 386.020 suara sah (64,01%) yang terkumpul dan

29.592 suara yang tidak sah (4,90%). Jumlah pemilih yang golput pada Pilkada

ini cukup besar yaitu mencapai 87.411 suara (31,07%).

Pasangan Diani dan Ru’yat dengan nomor urut lima yang didukung oleh 9

partai yakni PKS, Partai Golkar, PDIP, Partai Patriot, PBSD, PSI, PKPI, PPDI,

dan PDK berhasil memenangkan Pilkada Kota Bogor 2008 dengan perolehan

suara yang unggul di seluruh kecamatan di Kota Bogor.

Pasangan yang mendapatkan suara terbanyak kedua adalah mantan

Sekretaris Daerah Kota Bogor, Dody Rosadi yang berpasangan dengan Erik

Irawan. Pasangan bernomor urut empat yang didukung oleh PAN, PPP, PBR, dan

PKB ini mendapatkan 60.040 suara (15,55%). Barulah perolehan suara diikuti

oleh pasangan Syafei Bratasenjaya dan Akik Darul Tahkik, Imam Santoso (Ki

Gendeng Pamungkas) dan Acmad Chusaeri, serta Iis Supriatini dan Ahani yang

9 Antara News. 2008. Diani-Ru`yat Pemenang Pilkada Bogor. http://www.antaranews.com/berita/122354/diani-ruyat-pemenang-Pilkada-bogor. Diakses pada tanggal 28 April 2013 jam 20.30

10 Pemerintah Kota Bogor. 30 Oktober 2008. Diani-Ru’yat Akan Pimpin Kota Bogor Periode 2009-2014http://www.kotabogor.go.id/sambutan/4438-diani-ruyat-akan-pimpin-kota-bogor-periode-2009-2014. Diakses pada tanggal 28 April 2013 jam 20.30

Page 10: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

10

didukung oleh Partai Demokrat, PKPB, dan PKNUI di urutan terakhir. Hal ini

cukup menarik bila melihat pasangan Syafei dan Akik serta Imam Santoso dan

Acmad yang tak didukung oleh satupun partai dapat mengungguli pasangan Iis

dan Ahani yang diusung oleh partai besar yakni Partai Demokrat.

Hasil akhir perhitungan suara secara keseluruhan sesuai dengan nomor urut

pasangannya adalah sebagai berikut:

1. Syafei Bratasenjaya-Akik Darul Tahkik mendapat 33.490 suara (8,68%)

2. Imam Santoso (Ki Gendeng Pamungkas)-Acmad Chusaeri mendapat

26.117 suara (6,77%)

3. Iis Supriatini-Ahani mendapat 19.935 suara (5,16%)

4. Dody Rosadi-Erik Irawan Suganda mendapat 60.040 suara (15,55%)

5. Diani Budiarto-Achmad Ru'yat mendapat 246.437 suara (63,84%)

Di seluruh kecamatan di Kota Bogor yang terdiri dari Kecamatan Bogor

Timur, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor

Barat dan PPK Kecamatan Bogor Selatan, pasangan Diani dan Ru’yat berhasil

mengumpulkan suara terbanyak dibandingkan dengan empat pasang calon

Walikota dan wakil Walikota lainnya. Selain itu, pasangan Diani dan Ru’yat juga

berhasil mendapatkan suara terbanyak di seluruh TPS tempat kandidat lain

mencoblos, kecuali di TPS 39 Tegal Gundil Bogor Utara tempat Dodi Rosadi

mencoblos. Dapat disimpulkan bahwa pasangan Diani dan Ru’yat menang mutlak

pada Pilkada ini.

Tabel Hasil perolehan suara Pilkada Kota Bogor Tahun 2008

Kecamatan

Nomor Urut Pasangan Calon Walikota

dan Wakil WalikotaJu

mlah1 2 3 4 5

Bogor

Timur

3.757

2.648

1.755

5.839

24.047

38.046

9,87%

6,96%

4,61%

15,35%

63,21%

 

Bogor 4.507

3.527

2.283

5.853

28.794

44.964

Page 11: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

11

Tengah 10,02%

7,84%

5,08%

13,02%

64,04%

 

Bogor Utara

5.881

4.676

3.313

10.888

37.366

62.124

9,47%

7,53%

5,33%

17,53%

60,15%

 

Tanah

Sareal

6.470

4.494

3.717

13.351

48.075

76.107

8,50%

5,90%

4,88%

17,54%

63,17%

 

Bogor Barat

7.095

5.619

4.477

14.597

59.508

91.296

7,77%

6,15%

4,90%

15,99%

65,18%

 

Bogor

Selatan

5.780

5.153

4.391

9.512

48.647

73.483

7,87%

7,01%

5,98%

12,94%

66,20%

 

Total

33.490

26.117

19.936

60.040

246.437

386.020

8,68%

6,77%

5,16%

15,55%

63,84%

Sumber: http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=11443

Sesuai dengan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa persebaran suara

pada Pilkada Bogor 2008 sangatlah merata. Perolehan suara di setiap kecamatan

menghasilkan urutan suara yang sama persis. Di seluruh kecamatan, pasangan

Diani dan Ru’yat keluar sebagai pemenang, diikuti oleh Dody dan Erik, Syafei

dan Aki, Imam Santoso dan Acmad Chusaeri, serta Iis Supriatini dan Ahani.

2.2 DINAMIKA PEMBANGUNAN KOTA BOGOR 2008-2013

Perkembangan Kota Bogor tidak terlepas dari peran Walikota yang

menjabat, yaitu Diani Budiarto. Dia merupakan orang yang berhasil

mempertahankan kekuasaannya sebagai Walikota, setelah sebelumnya menjabat

sebagai Walikota Bogor pada masa jabatan 2003-2008. Karenanya tidak heran

bila Diani Budiarto sering dikatakan sebagai salah satu tokoh masyarakat di Kota

Bogor. Selama dua periode dia menjabat, tidak sedikit perubahan-perubahan yang

terjadi pada Kota Bogor ini. Dengan melihat perkembangan pelayanan publik

yang ada di Bogor, kita bisa mengukur keberhasilan dari pemerintahan Diani

Page 12: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

12

Budiarto masa jabatan 2008-2013 dan melihat sejauh mana keberhasilan dari

Pilkada itu sendiri.

Diani Budiarto bersama-sama dengan Achmad Ruk’yat sebagai

Walikota dan Wakil Walikota Kota Bogor berusaha menjadikan Bogor sebagai

kota yang lebih baik, dengan menekankan pembangunan pada Bidang

Transportasi dan Perekonomian. Fokusnya pembangunan masa jabatan Walikota

Diani Budiarto ini tidak terlepas dari visi mereka, yaitu menjadikan Bogor

sebagai “Kota Perdagangan dengan Sumber Daya Manusia Produktif dan

Pelayanan Prima”.11 Pembangunan ini diwujudkan dengan pembuatan jalan

Bogor Outer Ring Road dan Inner Ring Road, dibangunnya beberapa pusat

perbelanjaan besar, dan juga pemindahan Terminal Baranangsiang.

Pembangunan jalan, merupakan Salah satu hasil nyata dari kerja keras

Diani Budiarto Dan Achmad Rukyat, Terdapat laporan bahwa selama mereka

menjabat, terdapat Pertumbuhan jalan di Bogor sebanyak 0,01%.12 Meskipun

prosentasenya tidak terlalu besar, namun masih terdapat beberapa ruas jalan di

Kota Bogor yang sedang dalam pengerjaan konstruksi dan merupakan salah satu

jalan arteri yang dimiliki Kota Bogor. Pembangunan ini merupakan bukti bahwa

Diani Budiarto dan Achmad Ruk’yat ini memang peduli dengan transportasi yang

ada di Kota Bogor. Selain itu, dalam masa kepemimpinannya, muncul kebijakan

penggunaan bahan bakar gas untuk angkutan kota yang ada di Kota Bogor, akan

tetapi kebijakan tersebut masih mengalami kendala karena belum mendapatkan

kesepakatan harga dari Pertamina, sehingga pada akhirnya kebijakan ini masih

belum sepenuhnya dijalankan. Dalam bidang yang sama, kebijakan yang sangat

terkenal yakni mengenai revitalisasi dan pemindahan terminal Baranangsiang.

Adapun Terminal Baranangsiang yang semula pusat keberangkatan dan

kedatangan bus antar kota-antar propinsi, akan diubah fungsinya menjadi

terminal transit biasa dan akan diubah menjadi pusat bisnis dan pembelanjaan,

11 Kota Bogor, “Visi dan Misi”, Diakses pada 6 Juni 2014 pukul 21.40 WIB, http://www.kotabogor.go.id/sekilas-bogor/visi-dan-misi ,12Kota Bogor, “DPRD Kota Bogor Ajukan LKPJ AMJ Walikota tahun 2009-2013”, diakses pada 27 April pukul 21.01 WIB, http://kotabogor.go.id/component/content/article/1-berita-terbaru/10659-dprd-kota-bogor-rekomendasikan-lkpj-amj-Walikota-tahun-2009-2013

Page 13: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

13

namun hal ini menimbulkan isu panas yang menjadi bahan perbincangan

masyarakat di Kota Bogor.

Bidang berikutnya adalah masalah perekonomian Kota Bogor. Hal ini

bisa kita lihat dari jumlah pembangunan pusat perbelanjaan dan hotel yang ada di

Bogor selama masa jabatan Diani Budiarto. Pusat perbelanjaan akan membuka

lapangan kerja dan akhirnya mengurangi pengangguran, selain itu tidak

diragukan lagi akan meningkatnya perekonomian kota secara keseluruhan.

Sedangkan didirikannya hotel-hotel mewah akan menarik minat wisatawan dan

akhirnya akan meningkatkan perekonomian pula. Melihat usaha yang dilakukan

oleh pemerintahan Diani, dapat disimpulkan bahwa Walikota sangat ingin

memajukan perekonomian masyarakat Kota Bogor.

Meskipun banyak hal yang telah dilakukan oleh Diani budiarto selaku

Walikota menjabat, masih banyak kritik yang diberikan kepadanya terkait

kebijakan-kebijakan yang telah dia keluarkan.13 Yang pertama adalah kebijakan

Bogor Outer Ring Road dan Bogor Inner Ring Road. Kebijakan ini melibatkan

dana yang tidak sedikit dan berjalan sangat lama, akan tetapi pembangunan jalan

ini baru terlihat pelaksanaannya setelah masa jabatan Diani Budiarto hendak

berakhir. Hal ini menimbulkan indikasi baru bahwa Walikota menjabat ingin

memperbaiki citranya dihadapan masyarakat Kota Bogor, terutama dengan

adanya fakta bahwa Wakil Walikota Bogor saat itu, Achmad Ruk’yat ingin

mencalonkan diri sebagai Walikota Bogor periode 2014-2019. Kritik selanjutnya

terdapat pada kebijakan pemindahan terminal dan revitalisasi terminal yang

menimbulkan kecurigaan korupsi kepada Diani Budiarto. Hal ini tentu saja

karena terminal Baranangsiang yang telah lama beroperasi sebagai terminal

utama hendak diganti fungsinya sebagai pusat perbelanjaan yang secara langsung

akan menambah kemacetan pada ruas jalan tersebut. Terakhir, adalah mengenai

pendirian beberapa hotel baru di Kota Bogor. Apabila diperhatikan,

pembangunan hotel-hotel yang ada di Bogor berlangsung pada akhir masa jabatan

Diani Budiarto, hal ini menimbulkan asumsi bahwa Diani budiarto sengaja

13Lensa Indonesia, “ Pekat Hadiahkan Rapor Merah pada Walikota Bogor Diani Budiarto” oleh Rosdiansyah, Diakses pada 27 April 2014 pukul 21.30 WIB, http://www.lensaindonesia.com/2012/02/16/pekat-hadiahkan-rapor-merah-pada-Walikota-bogor-diani-budiarto.html

Page 14: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

14

menerbitkan izin-izin untuk pada pemilik hotel agar Diani Budiarto secara pribadi

juga mendapat untung dari uang lobi yang diberikan, izin-izin yang diberikan

kepada para pengusaha ini tidaklah sedikit, tidak kurang dari 12 hotel didirikan

selama masa jabatan Diani Budiarto (2008-2013).14

Melihat kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh Walikota Bogor, terlihat

bahwa kebijakan yang ada ternyata masih belum bisa memenuhi kebutuhan

masyarakat Kota Bogor dan bahkan cenderung merugikan masyaraat Kota Bogor

itu sendiri. Angkutan Umum yang masih belum efektif, pembangunan jalan yang

tak kunjung usai, pemindahan terminal, dan bahkan pusat perekonomian yang

difokuskan pada sektor pariwisata saja memperlihatkan pelayanan publik bagi

masyaraat Kota Bogor masih kurang diperhatikan. Sesuai dengan visi dan misi

yang dimiliki oleh Walikota Bogor 2008-2013, seharusnya kebijakan publik yang

ada ditujukan untuk membangun Kota Bogor sebagai pusat perdagangan dengan

transportasi dan pelayanan publik yang sangat mendukung. Selain itu dengan

melihat kriteria keberhasilan pelayanan publik milik Tibeout, pengadaan

pelayanan publik yang ada di Kota Bogor tidak bisa dikatakan berhasil.

Terdapat 4 misi yang dibawa oleh Diani Budiarto sebagai Walikota yaitu,

mengembangkan perekonomian masyarakat yang bertumpu pada kegiatan

perdagangan, mewujudkan kota yang bersih dengan sarana prasarana transportasi

yang berkualitas, miningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan penekanan

pada penuntasan wajib belajar 12 tahun, serta peningkatan kesehatan dan

keterampilan masyarakat, dan peningkatan pelayanan publik dan partisipasi

masyarakat.15 Melihat pelaksanaan kebijakan yang diambil oleh pemerintah,

terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan misi-misi diatas. Hal yang

pertama adalah Peningkatan perekonomian yang dilakukan pemerintah Kota

Bogor yang tidak berdasarkan aspek perdagangan. Sesuai dengan misinya,

seharusnya pemerintah lebih memperhatikan kondisi pasar-pasar tradisional yang

ada di Bogor dan memperbaharuinya. Akan tetapi dalam

kenyataannya,pemerintah hanya berusaha meningkatkan pembangunan hotel 14 BogorPos, “ Belasan Hotel Anyar Bakal Berdiri di Kota Hujan”oleh Alfarissy, Diakses pada 3 Juni 2014 Pukul 20.34 WIB, http://www.bogorpos.com/headline/view/3460-belasan-hotel-anyar-bakal-berdiri-di-kota-hujan 15 Op Cit, Kota Bogor

Page 15: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

15

yang dampaknya tentu akan berbeda dengan misi yang dibawa. Hal yang kedua

adalah pengadaan transportasi yang masih kurang baik. Kesalahan yang

dilakukan pemerintah Kota Bogor dalam hal ini adalah usaha relokasi terminal

dan juga pembangunan jalan yang terkesan lambat. Dengan gagalnya perbaikan

dalam bidang transportasi ini, pemerintah Kota Bogor terbukti tidak bisa

menjalankan misi mereka tentang transportasi dan terbukti tidak bisa

mengadakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat.

Ketidakberhasilan pemerintah menjalankan misi mereka tersebut juga

membuktikan bahwa pemerintah tidak memenuhi kriteria pemenuhan pelayanan

publik yang efisien. Terlihat bahwa pemerintah Kota Bogor tidak bisa memahami

kebutuhan masyarakat. Meskipun Pilkada dilakukan untuk mendekatkan

pemerintah dengan masyarakatnya, pada kasus Kota Bogor, pemerintah tetap

tidak memperhatikan kepentingan masyarakat dan justru membuat kebijakan

yang kurang menguntungkan bagi masyarakat. Selain itu Pemerintah Kota Bogor

juga dinilai lambat dalam menjalankan kebijakan publik yang mereka buat

sehingga dana dari masyarakatnya tidak dipergunakan secara efisien, contohnya

adalah pembangunan Jalan Bogor Outer Ring Road dan Pembangunan sektor

perdagangan yang kurang diperhatikan. Pelayanan-pelayanan yang ada di Kota

Bogor juga masih belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat karena

pemerintahan Kota Bogor masih belum bisa memahami secara penuh kebutuhan

dari masyarakat Kota Bogor itu sendiri. Kita bisa melihat pembangunan hotel

yang berlebihan di Kota Bogor yang seharusnya bisa digunakan untuk

membangun pasar yang lebih berguna untuk kegiatan perdagangan.

Page 16: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

16

BAB.IV

ANALISIS

Melalui analisis yang ada, maka patut diperhatikan sejak awal bahwa

Pilkada merupakan salah satu bentuk perwujudan dari demokrasi dan otonomi

daerah di Indonesia yang dimulai pada Era Reformasi hingga saat ini, dalam

kacamata Pilkada Bogor, makalah kelompok ini berusaha menggali manfaat

pasca Pilkada Bogor pada tahun 2008. Ada beberapa hal yang unik berkaitan

dengan relasi kekuasaan di Kotamadya Bogor pada masa tersebut, sesuai dengan

pemberitaan yang ada dan kesesuaian dengan kondisi di lapangan, maka penulis

makalah dapat menarik pandangan bahwa Pilkada yang terjadi di Kota Bogor

pada tahun 2008, dampak yang dirasakan oleh masyarakat Kota Bogor beragam,

dengan meningkatnya kemacetan di pusat Kota, hingga permasalahan

pembangunan infrastruktur dan ketimpangan ekonomi.Perlu ditekankan kembali

bahwa Pilkada ini pada dasarnya diperuntukkan bagi masyarakat untuk

mengawasi pemimpin terpilihnya, namun denga tingkat kemenangan yang tinggi

pada saat Pilkada, muncul sensasi “percaya diri” yang besar dalam diri pemimpin

terpilih bersangkutan.

Pembangunan yang berjalan di Kota Bogor pasca kemenangan Diani-

Ru’yat sangat terlihat hingga membuat masyarakat terkadang “gerah” dengan

situasi yang ada (contoh ; kemacetan panjang rutin yang terjadi pada masa

pembangunan ruas jalan tol baru - Bogor Outer Ring Road), namun

pembangunan masif yang berjalan hingga saat ini justru tidak terasa manfaat

sepenuhnya oleh masyarakat sendiri, permasalahan pendidikan, jaminan

kesehatan, hingga ekonomi masyarakat yang tumpang tindih tidak terencana

dengan matang dan baik dalam realisasi masih menjadi pekerjaan rumah bagi

pemimpin Bogor yang baru. Perlu ditinjau kembali bahwa dalam permasalahan

kemacetan dan segenap kerugian yang diderita, langkah kebijakan yang diambil

pemerintahan Diani sering salah sasaran dan justru merugikan masyarakat

sendiri. Salah satu contoh yang terasa adalah wacana pemindahan Terminal

Baranang Siang yang notabene berlokasi strategis di persimpangan pusat Kota

Bogor, langkah yang awalnya untuk mendiadakan kemacetan di sekitar pusat

Page 17: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

17

kota justru berbuah protes dan memunculkan demonstrasi dari kalangan supir dan

penumpang, yang notabene merupakan masyarakat berpenghasilan rendah.

Adapun kebijakan yang masih menjadi kontroversi hingga saat ini adalah

kebijakan pemberian izin pembanguna hotel , terutama dengan salah satu hotel

baru yang berada persis di depan Tugu Kujang, yang merupakan monumen

kebanggan masyarakat Bogor, permasalahan yang muncul bukanlah mengenai

hotelnya, melainkan tinggi hotel tersebut menyaingi tinggi dari Tugu Kujang,

warga pun melancarkan protes karena pada prinsip yang dipercaya masyarakat,

monumen harus lebih tinggi dari gedung apapun di sekitarnya, namun apa yang

dikeluhkan masyarakat tidak ditanggapi secara tepat dan dibiarkan begitu saja, di

sini dapat dilihat bahwa masyarakat tidak didengarkan aspirasi serta keluhannya

oleh pemerintahan yang terkait.

Maka dari itu di bagian sebelumnya, pemerintahan Diani mendapat

“kecaman” dan “rapor merah” sebagai dampak dari kebijakan pembangunan yang

salah sasaran dan tidak melibatkan masyarakat. Melalui pemaparan yang ada,

maka penulis makalah dapat menarik analisis bahwa kepemimpinan, khususnya

di Kota Bogor pada masa 2008-2013 adalah cerminan dari “kurang”nya

partisipasi masyarakat Bogor dalam penyelenggaraan pemerintahan Bogor yang

baik dan akuntabel. Harapan yang dimiliki masyarakat Bogor belum

terakomodasi dengan baik oleh pemimpin yang terpilih, dan yang menjadi

permasalahan saat ini dalam pemilihan kepala daerah adalah amanah pemimpin

tersebut dalam menjalankan mandatnya selaku pelayan publik yang berusaha

menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam pemerintahannya. Hal ini menjadi

tinjauan penulis, dengan adanya Pilkada pada tahun 2008 terlihat bahwa

masyarakat belum merasakan manfaatnya terhadap kondisi yang ada , sehingga

perlu ditinjau kembali efektifitas dari adanya Pilkada tersebut dan program yang

dijalankan oleh pemimpin terpilih.

Page 18: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

18

BAB.V

PENUTUP

Kesimpulan

Page 19: DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT  STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008

19

DAFTAR PUSTAKA

Antara News. 2008. Diani-Ru`yat Pemenang Pilkada Bogor. http://www.antaranews.com/berita/122354/diani-ruyat-pemenang-Pilkada-bogor. Diakses pada tanggal 28 April 2013 jam 20.30 WIB

http://www.beritasatu.com/hukum/164146-icw-korupsi-di-daerah-sudah-masuki-status-darurat.html, diakses pada Senin, 28 April 2014 pukul 10.00 WIB

http://www.kemenegpdt.go.id/hal/300027/183-kab-daerah-tertinggal, diakses pada Senin, 28 April 2014 Pukul 11.03 WIB

http://kotabogor.go.id/component/content/article/1-berita-terbaru/10659-dprd-kota-bogor-rekomendasikan-lkpj-amj-Walikota-tahun-2009-2013 diunggah pada 27 April pukul 21.01 WIB

Pemerintah Kota Bogor. 30 Oktober 2008. Diani-Ru’yat Akan Pimpin Kota Bogor Periode 2009-2014: http://www.kotabogor.go.id/sambutan/4438-diani-ruyat-akan-pimpin-kota-bogor-periode-2009-2014. Diakses pada tanggal 28 April 2013 jam 20.30 WIB

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dikutip dari website http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daerah.pdf (diakses pada tanggal 27 April 2014 Pukul 22.47 WIB).

http://www.lensaindonesia.com/2012/02/16/pekat-hadiahkan-rapor-merah-pada-Walikota-bogor-diani-budiarto.html diunduh pada 27 April pukul 21.30 WIB

http://poskotanews.com/2013/12/02/diani-berharap-apa-yang-sudah-dicapai-dapat-dipertahankan/ diunduh pada 27 April pukul 21.05 WIB

Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008. Dikutip dari http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2008/12TAHUN2008UUPenj.htm (diakses pada tanggal 27April 2014 Pukul 22.37 WIB)

http://www.suarapembaruan.com/tajukrencana/menakar-Pilkada-serentak/47565, diakses pada Senin, 28 april 2014 pukul 09.00 WIB