DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W...

12
INFOBPJS MEDIA EKSTERNAL BPJS KESEHATAN EDISI 42 TAHUN 2016 Kesehatan OPTIMALKAN JKN-KIS PERAN PEMDA DALAM PROGRAM

Transcript of DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W...

Page 1: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

INFOBPJSMEDIA EKSTERNAL BPJS KESEHATANEDISI 42 TAHUN 2016 Kesehatan

OPTIMALKAN

JKN-KIS

PERAN PEMDA DALAM PROGRAM

Page 2: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

CEO

DAFTAR ISI

message

36

7

8

10

CEO MESSAGE

11

SALAM REDAKSI

5BINCANG

INFOBPJSKesehatan

BULETIN DITERBITKAN OLEH BPJS KESEHATAN :Jln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta Pusat Tlp. (021) 4246063, Fax. (021) 4212940

PENGARAHFachmi Idris

PENANGGUNG JAWABBayu Wahyudi

PIMPINAN UMUM Budi Mohamad Arief

PIMPINAN REDAKSIIrfan Humaidi

SEKRETARISRini Rahmitasari

SEKRETARIAT Ni Kadek M.Devi Eko Yulianto Paramita Suciani

REDAKTURElsa NoveliaAri Dwi AryaniAsyraf MursalinaBudi SetiawanDwi SuriniTati Haryati DenawatiAngga FirdauzieJuliana RamdhaniDiah Ismawardani

DISTRIBUSI & PERCETAKAN Erry Endri Anton Tri WibowoAkhmad TasyrifanArsyad Ranggi Larrisa

Sehat & Gaya Hidup - Berwisata, Jadi Kebutuhan Publik

Pembaca Setia Media Info BPJS Kesehatan,

Kondisi mismatch yang saat ini dialami oleh Program JKN-KIS mendapat perhatian dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.. Baru-baru ini Wapres meminta adanya pembagian tanggungjawab antara pusat dan pemerintah daerah atas program JKN-KIS. Wapres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di daerahnya masing-masing. Hal ini bertujuan untuk mencegah potensi mismatch yang disebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara pendapatan BPJS Kesehatan dengan biaya manfaat.

Bagaimana implementasi terkait peran Pemda untuk keberlangsungan Program JKN-KIS akan lengkap dibahas dalam rubrik FOKUS. Dalam rubrik BINCANG, Info BPJS Kesehatan akan menghadirkan Bima Arya Walikota Bogor yang akan membahas lebih dalam bagaimana Kota Bogor berkomitmen dalam turut serta memperkuat dan mengambil peranan terhadap Program JKN-KIS.

Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Kami pun terus berupaya dalam memberikan informasi yang baik, akurat dan diharapkan kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder. Selamat beraktivitas.

Peran Pemda dalam JKN-KIS sangat Penting Fokus - Optimalkan Peran Pemda Cegah Mismatch JKN-KISManfaat - Tidak Harus Sakit Saat Mengunjungi Puskesmas

Testimoni - Maryana Terpaksa Kos Dekat RS Otorita Batam

Persepsi - Pelayanan dan Sarana Kesehatan Tanggungjawab Siapa?

Kilas & Peristiwa - Ibu Negara Ajak Masyarakat Deteksi Dini Kanker Leher Rahim

9Inspirasi - Pemda DKI Tidak Boleh Ada Warga Jakarta Yang Bangkrut Karena Sakit

Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) – Kartu Indonesia Sehat (KIS), premi peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang dibayarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) kepada BPJS Kesehatan sejatinya akan kembali lagi ke daerah dalam bentuk Kapitasi ke puskesmas dan juga INA-CBG's ke rumah sakit.

Bima Arya, Terus Benahi Fasilitas Kesehatan untuk Layani Peserta JKN-KIS

“ “

Berbagai permasalahan datang silih berganti di sekitar kita. Semakin hari bertambah kompleks dan semakin membutuhkan upaya. Hal yang semula biasa, saat ini menjadi problematika yang menyita waktu dan tenaga. Sebagai contoh perjalanan dalam kota Jakarta. Dahulu waktu tempuh perjalanan bukanlah sesuatu yang besar untuk diperbincangkan, namun kini untuk mencapai suatu tujuan perlu diperhitungkan waktu dan tenaga yang dibutuhkan.

Varian masalah pun dari masa ke masa mengalami perubahan. Apabila beberapa tahun lalu yang diperdebatkan adalah ketersediaan kendaraan untuk menuju suatu lokasi kegiatan, maka kini yang dipermasalahkan tidak lagi soal ketersediaan kendaraan, namun beralih kepada kemacetan, pemborosan bahan bakar, dan waktu yang terbuang. Tentu saja banyaknya kendala harus diimbangi dengan semakin efektif dan efisiennya usaha. Setiap usaha, pekerjaan atau apa pun kegiatan yang dilakukan harus berdaya dan berhasil guna.

Ada satu penelitian yang dapat kita jadikan pelajaran bagaimana permasalahan yang dihadapi justru menjadi guru terbaik dalam kehidupan yang sulit. Bagaimana kendala yang ada justru menjadi pendorong usaha terbaik, bahkan bisa menjadi juara dan diperhitungan dalam kancah pertarungan dunia. Jon Entine penulis buku Taboo: Why Black Athletes Dominate Sports and Why We’re Afraid to Talk About It, mengungkap data yang menyebutkan bahwa para pelari jarak menengah dan jauh dari Kenya telah mendominasi lari jarak 800 meter dan lebih dengan mengumpulkan 53 medali sejak tahun 1968. Ditambahkan juga bahwa dalam arena World Cross Country Championship periode 1986 – 2000, para atlet Kenya telah meraih 12 medali emas dari 14 kali turnamen. Keberhasilan-keberhasilan ini tentu menguatkan label dunia bahwa Kenya adalah pencetak rekor terhebat dalam olahraga lari dan sulit untuk diganti.

Hal menarik lain yang juga diungkapkan dari penelitian ini adalah bahwa keunggulan para pelari Kenya ini ternyata semata-mata bukan karena faktor fisik, anatomi tubuh, keturunan/genetik, makanan, lokasi tempat tinggal di dataran tinggi atau pun karena berada di wilayah terisolasi. Faktanya, faktor terpenting yang membuat orang Kenya menjadi pelari kelas dunia adalah kemiskinan dan buruknya infrastruktur jalan. Kondisi kemiskinan dan jalan yang buruk memaksa mereka harus berlari setiap hari.

Penduduk Kenya harus berlari untuk memenuhi kebutuhannya. Jauhnya lokasi pemukiman yang terisolasi, jalan berkelok dan berbukit tandus, menanjak dan menurun tajam, serta kondisi geografis yang sangat tidak bersahabat, memaksa penduduk harus berlari belasan atau bahkan terkadang puluhan kilometer untuk bersekolah atau pun untuk keperluan lain. Bagi mereka berlari itu bukan hobi atau pun untuk keperluan sport semata. Berlari adalah kebutuhan karena itulah satu-satunya transportasi yang ada.

Wajar jika kita kemudian menganggap bahwa kondisi Kenya adalah kondisi yang sangat memprihatinkan. Namun nyatanya, rakyat Kenya sesungguhnya sangat baik dalam menerapkan prinsip lakukan hal yang dapat kamu lakukan dan belajarlah dari alam, belajar dari permasalahan dan dari keadaan serta kenyataan yang tersedia. Situasi Kenya yang memprihatinkan ini justru memberikan andil yang besar dalam menghasilkan pelari-pelari kelas dunia seperti David Rudisha, Kipchoge Keino, Wilfred Bungei, Henry Rono dan Mike Boit. Mereka adalah orang-orang yang berprestasi yang timbul akibat ter-rekayasa oleh situasi.

Lalu, bagaimana dengan kita di Indonesia? Apakah kita bisa belajar dari keadaan yang serba kecukupan ini. Negara yang kaya, hasil alam yang melimpah dan sumber daya yang seperti tiada habisnya. Bayangkan saja Indonesia memiliki tambang emas dengan kualitas terbaik di Papua. Cadangan gas alam yang ada di Blok Natuna dan Blok Cepu yaitu yang menghasilkan sekitar 200 kaki kubik minyak bumi dan gas alam adalah sumber alam terbesar di dunia. Batu bara Indonesia yang dikelola oleh PT Bukit Asam juga merupakan yang terbesar di dunia. Belum lagi tanah yang sangat subur, lautan dan hutan tropis terbesar, sejumlah 18.306 pulau yang merupakan gugusan pulau terbanyak di dunia. Selain itu, negara kita ini juga memiliki 583 bahasa yang sangat beragam dan kaya budaya. Semua kekayaan ini adalah anugerah yang tidak dimiliki oleh bangsa mana pun, sehingga lumrah jika Indonesia disebut oleh Multatuli sebagai zamrud khatulistiwa.

Dibandingkan Kenya yang menjadikan kondisi negaranya yang penuh keterbatasan tadi sebagai mesin pencetak prestasi, keberadaan Indonesia yang penuh keberuntungan nampaknya belum optimal dijadikan sebagai modal dasar bangsa Indonesia dalam bersaing dan menjadi yang terdepan dalam berbagai bidang di dunia. Kondisi ini tentu sangat disayangkan. Kondisi ekonomi Indonesia per tahun 2016 misalnya ada beberapa kondisi yang kurang menggembirakan, seperti inflasi Indonesia di antara negara-negara G20 tergolong cukup tinggi yaitu berada di urutan 4 di angka 4,14%. Tertinggi Brazil 10,7% dan disusul Rusia 9,8% dan India 5,6%. Di sisi lain, di antara negara–negara G20, angka pengangguran Indonesia juga kurang baik yaitu di posisi 8 dengan pengangguran sebesar 6,1% yang berarti 1 dari 16 angkatan kerja indonesia tidak memiliki pekerjaan. Tertinggi spanyol 20% dan terendah Jepang 3.3%.

Tanpa bermaksud mengecilkan prestasi lain bangsa Indonesia yang besar ini, kita dapat berlapang dada belajar dari Kenya tentang bagaimana negara kecil ini mampu belajar dari permasalahan yang ada. Kenya mampu mengemas kekurangannya menjadi arena pendidikan yang unik dan tidak dimiliki negara lain. Dari Kenya kita juga menyadari bahwa sesugguhnya pengakuan gelar terbaik bukan dari gedung universitas, pengakuan badan parlemen atau pun kepresidenan. Gelar terbaik itu adalah jika kita mampu survive dari kondisi terburuk.

Sebagaimana elang yang melempar anaknya di tepi tebing, prestasi terbesar si elang kecil yang lemah justru timbul di saat yang paling tidak aman dan tidak nyaman. Si induk elang paham betul bagaimana mendidik anaknya bukan dengan memberikan serpihan-serpihan makanan pagi atau pun eraman hangat di malam-malam yang dingin. Elang justru mendidik anaknya dengan membiarkan anaknya memutuskan kondisi terbaik bagi dirinya sendiri. Melempar anaknya dari tebing, akan memaksa si elang kecil untuk berani mengepakan sayapnya dan belajar terbang dalam kondisi yang memaksa dan mencekam. Inilah makna bertahan dalam kesulitan, belajar dari keadaan dan memenangkan pertarungan melawan permasalahan. Nyatanya sangat jelas sekali bahwa tidak ada permasalahan yang terlalu menyulitkan. Permasalahan justru dapat hadir dalam kondisi yang paling kita butuhkan untuk belajar menguasai keadaan, mengelolanya dan menjadikannya sebagai salah satu asset terbaik menuju puncak kejayaan. So, jangan takut pada masalah karena masalah adalah teman sekaligus guru terbaik yang hadir pada setiap kesempatan terbaik tanpa pernah meminta biaya. Direktur Utama Fachmi Idris

BELAJAR DARI

MASALAH

Page 3: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

3

FOKUS

Wapres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di daerahnya masing-masing. Hal ini bertujuan untuk mencegah potensi

mismatch yang disebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara pendapatan BPJS Kesehatan dengan biaya manfaat.

Optimalkan Peran Pemda Cegah Mismatch JKN-KIS

Wakil Presiden Jusuf Kalla menaruh perhatian

pada keberlanjutan program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia

Sehat (KIS) yang dikelola oleh BPJS

Kesehatan. Baru-baru ini Wapres meminta adanya pembagian

tanggungjawab antara pusat dan pemerintah daerah atas program

JKN-KIS.

Wakil Presiden RIYusuf Kalla

Arahan Wapres tersebut diterjemahkan oleh para menteri dan kepala lembaga terkait dengan menggelar pertemuan atau Forum Group Disccussion (FGD) yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) bersama antara lain Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Direktur Utama BPJS Kesehatan, dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional.

Menko PMK Puan Maharani kepada Info BPJS Kesehatan di Jakarta, baru-baru ini, mengatakan, Wapres menginginkan peran pemda dalam program JKN-KIS lebih dioptimalkan atau diperbesar. Peran itu tidak hanya dari sisi pembiayaan tetapi juga ketersediaan infrastruktur kesehatan, seperti fasilitas layanan dan tenaga kesehatan, serta peraturan daerah yang mendukung pelaksanaan JKN-KIS.

“Intinya Wapres menginginkan program JKN-KIS harus menjadi tanggungjawab bersama, tidak hanya BPJS

Kesehatan atau pusat. Saya sudah koordinasikan dengan Menteri Dalam Negeri untuk memberikan

arahan kepada pemda agar bergotong royong atasi mismatch, dan untuk keberlanjutan JKN-KIS kedepan. Bagaimana teknis pelaksanaannya nanti sedang kami

kaji,” kata Puan Maharani.

Selain meningkatkan kepesertaan dan kolektibilitas iuran, peran pemda yang paling diharapkan adalah meningkatkan upaya promotif dan preventif untuk menekan angka kesakitan masyarakat terutama dari penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular, seperti stroke, diabetes, dan jantung menyerap anggaran terbesar atau hampir 30 % dari dana program JKN-KIS.

Hal ini sejalan dengan UU 36 Nomor 2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan pemda mengalokasikan 10% dari APBD untuk sektor kesehatan, sedangkan APBN sebanyak 5%. Besaran anggaran tersebut di antaranya untuk promosi kesehatan masyarakat, pemenuhan fasilitas layanan kesehatan beserta kelengkapannya termasuk dokter.

Semakin besar kontribusi pemda ikut mengiur untuk penduduknya di dalam program JKN-KIS, maka beban pemerintah pusat untuk membiayai Peserta Penerima Iuran (PBI, penduduk miskin yang iurannya dibayarkan pemerintah) bisa dikurangi. Selama ini, selain membayarkan premi PBI yang berjumlah 86,4 juta jiwa dan meningkat menjadi 92,1 juta lebih di tahun ini bahkan

Menko PMK RIPuan Maharani

lebih dari 94 juta di tahun depan, pemerintah pusat juga menggelontorkan dana talangan untuk menutupi mismatch Program JKN-KIS.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya sudah menginstruksikan pemda untuk melaksanakan seluruh kewajibannya terkait program JKN-KIS. Termasuk sudah menginstruksikan pemda untuk melunasi tunggakan iuran bagi PNS daerah. Jika pemda masih bandel, Kemendagri bekerjasama dengan Kejaksaan Agung untuk mendorong pemda agar tidak mengendapkan anggaran di kas daerah, sehingga bisa dinikmati oleh peserta.

Selain itu, Kemendagri juga mendorong Pemda untuk segera mengintegrasikan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke program JKN-KIS sebelum 1 Januari 2017. Menurut Cahyo masih banyak pemda yang belum mengintegrasikan Jamkesda-nya, karena merasa layanan Jamkesda lebih cepat, terutama dari sisi birokrasi. Sekitar sepertiga dari kabupaten/kota di Indonesia dan beberapa provinsi yang belum mengintegrasikan Jamkesdanya.

Tetapi, menurut Cahyo, JKN-KIS adalah program nasional, dan merupakan salah satu Nawacita Presiden Joko Widodo. Khususnya Nawa Cita ke-5, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar" serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera"

Mendagri RITjahjo Kumolo

dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk seluruh rakyat atau disebut Universal Health Coverage (UHC) pada 2019 mendatang.

Page 4: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

4

FOKUS

Karena itu tidak ada alasan bagi pemda untuk tidak mendukung program ini. Pemda harus mampu menerjemahkan program Presiden tersebut di wilayahnya masing-masing. Lagi pula janji-janji politik kepala daerah saat kampanye memberikan pendidikan dan layanan kesehatan cuma-Cuma pada masyarakat harusnya dipenuhi.

“Kami instruksikan pemda untuk segera bergabung seperti limit waktu yang sudah ditentukan. Kami juga instruksikan kepemda untuk sharing anggaran dengan pusat. Kalau memang anggaran JKN-KIS belum mencukupi untuk semua mayarakat, pemda bisa membantu dengan APBD,” kata Chayo.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, pelibatan pemda dalam program JKN-KIS sangat diperlukan. Bahkan seharusnya pelibatan pemda jauh lebih besar dibanding pusat. Selama ini pemda sudah memberikan kontribusi yang cukup dalam pelaksanaan JKN-KIS, namun masih perlu ditingkatkan.

Namun seperti apa pola pelibatan pemda dalam pengelolaan JKN-KIS ini masih dibahas. Untuk itu, sejumlah opsimasih terus dibuka dalam FGD BPJS Kesehatan bersama pihak terkait.

“Pesannya sederhana, bahwa pemda harus terlibat, tetapi polanya seperti apa masih kami bicarakan, termasuk regulasi apa yang dibutuhkan. Yang penting bahwa program ini harus menjadi program bersama, dan diharapkan pemda lebih banyak perannya,” kata Fachmi.

Menurut Fachmi, yang perlu dilakukan sekarang adalah bagaimana optimalisasi peran pemda dalam bidang pelayanan, peningkatan jumlah kepesertaan, pembiayaan dari APBD dan keberlanjutannya, termasuk meningkatkan kolektibilitas iuran peserta. Dari sisi kolektibilitas iuran, menurut Fachmi, sudah ada perbaikan. Ini terbukti jumlah tunggakan iuran untuk pegawai yang harus dibayarkan oleh pemda sebagai pemberi kerja semakin rendah.

“Kami berterimakasih pada KPK, BPK dan Kejaksaan Agung yang turun dan menjelaskan kepemda mengenai

hak-hak PNS daerah yang harus dipenuhi. Pemda diingatkan bahwa anggaran untuk iuran PNS itu sudah

dialokasikan,” kata Fachmi.

Rachmat Sentika dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengatakan, setiap warga negara berhak mendapatkan jaminan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam UU 40 Nomor 2004 tentang SJSN. Pemerintah memutuskan untuk jaminan kesehatan bagi 40 persen penduduk kurang mampu dari total 257 juta penduduk Indonesia dibiayai negara. Mereka tergolong sebagai PBI dalam program JKN-KIS, dengan besaran iurannya yang dibayarkan negara sebesar Rp 23.000 per orang per bulan atau sekitar Rp 25 triliun dari APBN.

“Sedangkan sisanya 60 persen penduduk yang iurannya tidak dibiayai pemerintah didorong terus menerus untuk bergabung dengan program JKN-KIS. Misalnya pekerja penerima upah kita harapkan mereka berkontribusi dengan bergabung ke JKN-KIS karena potensinya sampai 70-80 juta orang,” katanya.

Menurut Sentika, sebetulnya urusan kesehatan sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemda kabupaten/kota. Kemenkes hanya mengurus 149 Daerah Perbatasan, Tertinggal, dan Kepulauan (DPTK). Banyak kabupaten dan kota yang memiliki kemampuan finansial untuk membiayai jaminan kesehatan warganya. Tetapi, pemda hanya perlu membayar untuk 60 persen penduduk yang belum dijamin oleh APBN.

“Kami ingatkan pemda agar yang sudah dibayarkan APBN jangan dibayarkan lagi, jangan sampai ada pembiayaan ganda. Silahkan bayar untuk 60 persen penduduk yang tidak dijamin dari APBN. Karena itulah integrasi Jamkesda mutlak,” katanya.

Sekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Mohammad Adib Khumaidi mengatakan, peran pemda sangat strategis dalam pemerataan fasilitas dan tenaga kesehatan, khususnya dokter, di seluruh daerah. Sejak diselenggarakan 1 Januari 2014, euforia masyarakat terhadap program JKN-KIS luar biasa. Terjadi lonjakan kunjungan pasien hampir di semua fasilitas kesehatan yang menjadi mitra BPJS Kesehatan. Pertumbuhan kepesertaan dan pasien yang berobat ini tidak sebanding dengan pertumbuhan fasilitas kesehatan dan tenaganya.

Kebutuhan fasilitas kesehatan beserta ketenagaannya makin meningkat di era UHC pada 2019 mendatang. Pemerintah harus siap menghadapi UHC, terutama dari kesiapan tenaga dokter dan tempat tidur.

Lagi-lagi ini menjadi tugas dan tanggungjawab pemda. Selama pemda belum menganggap dokter sebagai tenaga strategis, maka pemerataan tenaga kesehatan tidak akan tercapai. Saat ini 15 persen dari 9000 lebih puskesmas di Indonesia tidak diisi dokter.

Perlu insentif yang cukup dan layak untuk mendorong dokter mau bekerja di daerah. Ketersediaan dokter di sebuah daerah sangat penting. Sebab, salah satu indikator keberhasilan dari kinerja pemda adalah sektor kesehatan, di samping pendidikan. Dengan kata lain keberhasilan program kesehatan di daerah juga dilihat dari ketersediaan dokter.

Page 5: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

5

BINCANG

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

Untuk mewujudkan jaminan kesehatan cakupan semesta (universal health coverage) yang diharapkan dapat terwujud selambat-lambatnya pada 1 Januari 2019, diperlukan dukungan dari

Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendorong perluasan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) – Kartu Indonesia Sehat (KIS), salah satu caranya dengan mengintegrasikan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) kedalam program JKN-KIS.

Data terakhir hingga November 2016, sebanyak 378 Kabupaten/Kota telah mengintegrasikan program Jamkesda-nya kedalam JKN-KIS, termasuk Pemerintah Kota Bogor yang sudah melakukan proses integrasi tersebut di tahun pertama program JKN-KIS.

Di Kota Bogor, jumlah peserta Jamkesda yang sudah terintegrasi kedalam program JKN-KIS terus mengalami peningkatan. Upaya integrasi ini telah dilakukan sejak Desember 2014, di mana saat itu peserta Jamkesda yang terintegrasi mencapai sekitar 32.000 peserta atau 41 persen. Hingga Juli 2016, yang terintegrasi sudah mencapai 75 persen atau 71.486 peserta dari total seluruh peserta Jamkesda Kota Bogor yang berjumlah 94.368 jiwa.

Wali Kota Bogor, Bima Arya menyampaikan, untuk membayar premi peserta Jamkesda tersebut, dana yang dipersiapkan oleh Pemerintah Kota Bogor sebesar Rp 29 miliar setahun. “Sampai akhir 2016, kita targetkan seluruh peserta Jamksesda Kota Bogor sudah terintegrasi kedalam program JKN-KIS,” ujar Bima Arya.

Bagi yang tidak tercover dalam Jamkesda, Pemerintah Kota Bogor juga terus mendorong warganya agar ikut mendaftar secara mandiri kedalam program JKN-KIS. Sehingga ketika tiba-tiba terkena penyakit yang membutuhkan penanganan serius, sudah ada jaminan kesehatan yang akan melindungi mereka.

Tidak hanya itu, Pemerintah Kota Bogor juga terus melakukan pembenahan berbagai fasilitas kesehatan di wilayahnya, baik itu rumah sakit maupun puskesmas. Ini diakukan sebagai salah satu bentuk komitmen Pemerintah Kota Bogor dalam upaya mensukseskan program JKN-KIS. Seperti apa upaya yang dilakukan? Berikut petikan wawancara Media Info BPJS Kesehatan dengan Bima Arya di Gedung Balai Kota Bogor.

Pandangan tentang implementasi program JKN-KIS ?

Secara pribadi saya sangat mendukung adanya program JKN-KIS. Dalam program ini terlihat bagaimana semangat gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Karena dalam program JKN-KIS, uang iuran peserta yang sehat bisa dipakai untuk membantu yang sakit.

Bagaimana implementasi program JKN-KIS di Kota Bogor ?

Kami sudah mengintegrasikan program Jamkesda kedalam program JKN-KIS sejak Desember 2014. Kami juga terus berbenah dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan untuk warga Kota Bogor di era JKS-KIS, salah satunya dengan melakukan revitalisasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor.

Proses revitalisasi ini dilakukan dalam beberapa tahap. Untuk tahap pertama difokuskan pada peningkatan sarana dan prasarana yang memang paling dibutuhkan warga. Nantinya RSUD Kota Bogor akan memiliki sekitar 500 tempat tidur, supaya warga yang sakit bisa lebih banyak yang tertangani. Apalagi mayoritas yang berobat di RSUD Kota Bogor merupakan peserta JKN-KIS dari peserta yang tidak mampu.

Berapa anggaran yang disiapkan?

Untuk proses revitalisasi ini, anggaran yang disiapkan sekitar Rp60,2 miliar. Dana tersebut bersumber dari APBD Kota Bogor dan juga bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Bagaimana dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)?

Untuk FKTP seperti puskesmas, kami juga terus melakukan perbaikan. Yang paling penting sebenarnya adalah bagaimana meningkatkan kualitas layanan di puskesmas, mulai dari sarana dan prasarananya, sampai sumber daya manusianya. Tahun depan juga akan dianggarkan untuk penambahan tenaga medis, supaya puskesmas di Kota Bogor bisa buka hingga 24 jam. Kemudian yang juga penting adalah peningkatan fasilitas rawat inap di puskesmas.

Terus Benahi Fasilitas Kesehatan untuk

Layani Peserta JKN-KIS

Saat ini Kota Bogor sudah memiliki 24 Puskesmas. Kami juga mengembangkan SIMPUS (Sistem Informasi Manajemen Puskesmas), sistem tersebut bisa memudahkan para tenaga medis dalam menjalankan tugasnya mulai dari pendaftaran, proses pemeriksaan pasien, sampai tren penyakit. Data-data tersebut juga bisa dilihat secara real time.

Apa saja program promotif dan preventif yang dijalankan?

Program promotif dan preventif memang sangat penting untuk menjaga warga agar tidak gampang sakit, meski pun sudah memiliki kartu JKN-KIS. Salah satu program yang kami jalankan seperti layanan “Mobil Curhat” bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Mobil ini rajin menyambangi warga untuk memberikan layanan konsultasi psikologis, dan tentunya pemeriksaan kesehatan dasar, mulai dari tinggi dan berat badan, pemeriksaan tekanan darah, sampai kadar lemak dan gula darah.

Layanan Mobil Curhat ini sudah berjalan sekitar dua tahun. Respon dari warga juga sangat bagus, bahkan banyak yang meminta langsung untuk didatangi. Makanya kami sedang merencanakan untuk menambah unit mobilnya supaya bisa melayani lebih banyak warga.

Selain menjalankan sistem Dasa Wisma untuk mempermudah jalannya suatu program, yang juga menjadi perhatian kami adalah masalah kesehatan ibu dan anak, serta kedisiplinan melakukan imunisasi. Makanya dibuat program “jemput bola” untuk mengajak anak-anak agar mau diperiksa kesehatannya dan diberikan vaksin di Posyandu. Salah satunya dengan menjemput anak-anak menggunakan delman. Cara ini terbukti efektif, karena akhirnya banyak anak-anak yang mau datang ke Posyandu.

Fasilitas Layanan KesehatanMobil Curhat

Walikota BogorBima Arya

Wali Kota Bogor, Bima Arya

Page 6: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

6

MANFAAT

Ada yang unik di Puskesmas Tanah Sereal. Sarana kesehatan tingkat pertama yang terletak di Kota Bogor, Jawa Barat ini, kerap dikunjungi calon pasangan pengantin. Tentu saja mereka ke sana

bukan untuk minta dinikahkan oleh kepala puskesmas setempat.

“Mereka datang untuk sekedar mengetahui bidang kesehatan dan gizi sebelum mereka menikah,” terang Kepala Puskesmas Tanah Sareal, Sari Chandrawati. Di samping membuka layanan pengobatan (kuratif), puskesmas yang cukup asri ini juga membuka layanan lain, yang bersifat pencegahan (promotif), seperti konsultasi kesehatan dan gizi hingga pencegahan HIV/AIDS bagi pasangan calon pengantin yang ingin menikah.

Tidak disangka, layanan yang dibuka baru beberapa tahun terakhir ini, ternyata banyak diminati oleh masyarakat khususnya yang punya rencana akan menikah dalam waktu dekat. Menurut Sari, sejak 2015, sudah terdapat kurang lebih 58 calon pasangan yang berkonsultasi ke sana.

Sejatinya, layanan yang diberikan Puskesmas Tanah Sereal tidaklah unik bila merunut pada fungsi ideal puskesmas. Musababnya, mengacu pada fungsi puskesmas sebagai sarana kesehatan tingkat pertama, kegiatan yang dilakukan di sana justru adalah perwajahan ideal puskesmas yang diharapkan para ahli dan pakar kesehatan.

Lantaran pada dasarnya, fungsi utama puskesmas adalah memperkokoh fungsi upaya kesehatan masyarakat (UKM) serta upaya kesehatan perorangan (UKP).

Menurut Kepmenkes RI No. 128 tahun 2004, pada dasarnya fungsi utama puskesmas ada dua. Pertama, sebagai fasilitas pengobatan pertama pada pasien dan yang kedua, sebagai pemberi layanan promotif dan preventif dengan sasaran kelompok dan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit.

Pada kenyataannya, masih jamak terjadi sebagian besar sarana kesehatan ini lebih terfokus pada pendekatan kuratif ketimbang preventif (pencegahan). Oleh karena itu tidak perlu heran jika sebagian besar masyarakat masih beranggapan puskesmas hanya sekedar penyedia pengobatan bagi orang sakit atau sebagai fasilitas orang sakit ketimbang fasilitas menjadi sehat.

Keterlibatan masyarakat yang merupakan andalan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama juga belum dikembangkan secara optimal. Walhasil hingga kini puskesmas kurang berhasil menumbuhkan inisiatif masyarakat dalam pemecahan masalah dan rasa memiliki

Tidak Harus Sakit Saat Mengunjungi Puskesmas

puskesmas.

Berkaca dari hal itu, paradigma sehat yang selalu mengutamakan pendekatan promotif-preventi, nampaknya masih sangat sukar dipahami dan diadopsi masyarakat dan penyedia layanan di puskesmas.

Beberapa analisa menyebutkan, bahwa akar dari paradigma keliru tersebut antara lain, adanya persepsi dari pengambil keputusan di tingkat kabupaten dan kota bahwa layanan kuratif memberikan kontribusi berarti pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Ke depan, di seluruh puskesmas harus dirancang atau setidaknya direstrukturisasi kepada fungsi dan tujuan awalnya. Yaitu sebagai tempat pertama pengobatan atau gate keeper yang bisa menyaring pasien sebelum berobat ke rumah sakit (RS), dan tentu fungsi utamanya, yakni upaya kesehatan masyarakat dan perserorangan.

Selain itu, paradigma di masyarakat juga harus diubah. Puskesmas bukan hanya tempat untuk berobat. Datang ke puskesmas tidak harus dalam keadaan sudah menderita sakit. Saat sehat pun seyogyanya publik bisa berkunjung ke puskesmas untuk berkonsultasi perihal berbagai macam masalah kesehatan.

Pasalnya, layanan puskesmas di bidang promotif beragam. Mulai dari konsultasi gizi keluarga dan bayi, pencegahan penyakit menular, pelayanan program Keluarga Berencana (KB), pencegahan penyakit menular melalui penyehatan lingkungan, kegiatan olahraga, perkumpulan bagi penyandang penyakit kronis, dan sebagainya.

Layanan-layanan seperti itulah yang ke depannya juga harus lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Pasalnya, pameo ‘mencegah lebih baik daripada mengobati’, masih relevan diterapkan hingga saat ini.

Kendati pengobatan bagi warga telah dijamin oleh negara, toh menderita penyakit itu tentunya tidak enak. Apalagi kalau yang kita idap adalah penyakit kronis yang parah. Tentunya kualitas hidup kita juga akan menurun drastis.

Dari sisi puskesmas, untuk menerapkan fungsi utama puskesmas memang juga pekerjaan yang mudah. Pasalnya, dibutuhkan SDM, ruangan dan alat-alat kesehatan yang memadai untuk itu.

Jangankan adanya tenaga ahli gizi, sanitarian, atau analis kesehatan di puskesmas, selain dokter, bidan dan perawat yang harus ada di puskesmas. Sebagian besar puskesmas di daerah pun ternyata tidak memiliki tenaga dokter.

Tentu saja penyediaan SDM, sarana dan alat kesehatan yang dibutuhkan tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Pemerintah daerah (pemda) tentunya juga harus bertanggung jawab terhadap hal itu. Toh, itu adalah rakyat mereka sendiri.

Page 7: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

7

TESTIMONI

Sebelum era jaminan kesehatan nasional- Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), hampir tidak pernah terjadi orang tidak mampu bisa mengobati penyakitnya yang tergolong berat seperti penyakit

jantung, gagal ginjal, kanker, dan lainnya. Namun setelah dua setengah tahun berjalan program JKN-KIS semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, khususnya peserta JKN-KIS dari kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kelompok PBI, iurannya dibayari pemerintah pusat melalui dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Namun sebagian lagi warga yang tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk membayar iuran ke BPJS Kesehatan menggunakan dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Maryana, 44, warga Pulau Terong, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, adalah satu peserta PBI yang iurannya dibayar oleh Pemda Kota Batam. Maryana hanya ibu rumah tangga biasa dan suaminya, Razali bekerja sebagai nelayan. “Saya sangat terbantu karena dikasih kartu KIS. Kalau tidak ada tidak tahu bagaimana,” kata Maryana usai menjalani cuci darah di RS Otorita Batam.

Sudah tiga bulan terakhir ini Maryana harus menjalani cuci darah seminggu dua kali di RS Otorita Batam, setiap hari Senin dan Kamis. Selama satu setengah bulan pertama Maryana dirawat hingga kemudian divonis gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah secara rutin.

“Kakak saya sedang cuci darah, saya menunggu di sini bersama mamak saya. Untung saja kakak saya punya kartu KIS (JKN-KIS- red). Jadi, tidak mengeluarkan biaya untuk berobat. Kemarin satu hari saja cuci darah dan menginap satu malam Rp3 juta,” kata Muhammad So’ob, adik kandung Maryana yang setia mendampingi kakaknya sejak dirawat. Saat pertama divonis gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah, keluarga Maryana sudah angkat tangan karena pernah mendengar cuci darah itu biayanya banyak dan selama hidupnya harus cuci darah. “Kami sudah siap-siap lah pasrah saja, di pikiran kami tinggal menunggu kekuasaan Tuhan saja,” ujarnya. Tetapi setelah mendapat penjelasan dari dokter, semua biaya perawatan dan obat ditanggung oleh BPJS Kesehatan, So’ob mengaku lega dan bersyukur. “Alhamdulillah, saya lega sekali. Saya berterimakasih kepada pemerintah sudah memberi kartu KIS. Sekarang kakak saya rutin cuci darah,” kata So’ob.

So’ob merasa prihatin melihat kondisi kakaknya yang sedang sakit itu. So’ob terpaksa mendampingi kakaknya karena suami Maryana memiliki keterbatasan kemampuan pendengaran dan gagap dalam bicara. Sehingga sementara Razali, suami Maryana bersama anak bungsunya yang masih duduk di SMA tinggal di rumah. Maryana dan Razali dikaruniai dua anak perempuan. Anak pertamanya sudah menikah dan tinggal bersama suaminya yang kini buka usaha bengkel sepeda motor di Tanjung Batu Batam. “Semua kondisinya serba terbatas. Untung anak-anak kakak saya dapat beasiswa jadi bisa sekolah sampai SMA. Saya sendiri pekerjaannya nelayan. Tapi karena saya masih bujang, jadi saya lah yang bisa menjaga kakak saya,” kata So’ob Persoalan biaya berobat sudah teratasi oleh BPJS Kesehatan, persoalan lain yang dihadapi Maryana adalah harus bolak-balik ke rumah sakit untuk cuci darah. Karena perjalanan dari rumah Maryana di Pulau Terong menuju ke RS Otorita Batam harus melalui jalur laut sekitar dua jam dengan menggunakan boat/very kayu. “Ongkosnya Rp45 ribu,” ujarnya. Sedangkan So’ob bertempat tinggal di Pulau Karimun. Dari Pulau Karimun ke Pulau Terong menempuh perjalanan melalui moda air juga selama tiga jam. Oleh karena itu, So’ob memutuskan untuk menyewa sepetak tempat tinggal semacam tempat kos. Ibunya, Aminah, juga diajak tinggal di rumah kos di dekat RS Otorita Batam. “Ibu saya tinggal di rumah sendirian, kasihan sudah tua. Jadi, sementara kami tinggal di kos-kosan bertiga. Kami membayar sebulan Rp300.000. Daripada mondar-mandir, waktunya habis dijalan, ongkosnya mahal, dan kakak saya kasihan, belum bisa capek. Tapi mau bagaimana lagi, kami jalani saja semampu kami. ” ujarnya. Untuk merawat Maryana di rumah kos-kosannya, So’ob sudah konsultasi dengan dokter. Semua anjuran dokter dipenuhinya. Jenis makanan dan takarannya pun diperhatikan. “Masih boleh makan nasi sedikit dan ikan. Kalau minum cukup satu botol mineral ukuran kecil,” ujarnya. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, So’ob dan ibunya masih mengandalkan bantuan dari sanak famili dan kerabatnya. Ada yang memberinya

Maryana Terpaksa Kos Dekat RS Otorita Batam

Harus Cuci Darah Seminggu Dua kali

Rp50.000, ada yang Rp20.000. Untuk sementara masih mencukupi untuk membayar kos dan makan sehari-hari. Menurut So’ob tinggal di kos biayanya lebih murah daripada harus pulang ke rumah. Karena Maryana harus cuci darah seminggu dua kali, setiap cuci darah harus menginap satu malam di rumah sakit. So’ob baru mengetahui bahwa penderita gagal ginjal seperti kakaknya itu harus menjalani cuci darah seumur hidupnya. Artinya, Maryana sangat tergantung dengan alat hemodialisa karena alat itu menjadi pengganti ginjalnya. So’ob mengaku belum mengetahui apa yang dilakukan selanjutnya. Apakah dia akan mencari pekerjaan di sekitar rumah sakit atau bagaimana. Ketika ditanya alternatif cangkok ginjal. Dirinya mengaku belum mengetahui bagaimana caranya. Tetapi dia sering bertanya kepada dokter dan perawat yang ada di rumah sakit itu. “Semoga ada jalan keluar yang baik. Saya belum bisa berfikir harus bagaimana selanjutnya. Hanya bisa berdoa semoga kakak saya sehat, keluarganya bisa berkumpul lagi, ibu saya sehat,” kata So’ob. So’ob pun terkesan pasrah kepada cobaan yang menimpa keluarganya. Kini, So’ob sudah mengetahui bahwa jaminan kesehatan itu sangat penting. Tetapi dia mengaku dirinya dan ibunya, Aminah belum menjadi peserta JKN-KIS.

Padahal So’ob dan ibunya juga tergolong orang tidak mampu. So’ob hanya nelayan yang penghasilannya tidak menentu, sedangkan ibunya sudah tidak bisa bekerja yang berat. Oleh karena itu dia sangat mengharapkan mendapat kartu JKN-KIS seperti Maryana agar tidak bingung jika jatuh sakit. “Saya berdoa semoga saya dan mamak saya sehat. Tapi saya juga ingin mendapat kartu KIS untuk jaga-jaga kalau sakit,” ujarnya.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

Page 8: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

PERSEPSI8

Ingat Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) otomatis ingat BPJS Kesehatan. Sedemikian identiknya program JKN-KIS dengan BPJS Kesehatan. Namun demikian perlu disadari

bahwa dalam program JKN-KIS, BPJS Kesehatan selaku penyelenggara hanyalah satu dari sekian banyak pemangku kepentingan yang memiliki hak sekaligus tanggung jawab.

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, pemberi jasa pelayanan kesehatan dan tentunya peserta, adalah pihak-pihak lain di luar BPJS Kesehatan yang menjadi pemangku kepentingan dan memiliki peran yang sangat besar dalam suksesnya program JKN-KIS.

Kali ini kita akan fokus mendiskusikan tentang peranan para pemangku kepentingan JKN dalam menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan, baik dari sisi jumlah maupun kualitas layananan.

Program JKN meningkatkan akses masyarakat, khususnya peserta program JKN terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini ditandai dengan jumlah pasien JKN yang membludak di banyak fasilitas kesehatan. Keluhan seperti antrian yang panjang dan lama serta kekurangan kamar rawat inap di hampir seluruh RS, sudah sering kita dengar.

Pasal 23 ayat (1) UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengatur bahwa manfaat jaminan kesehatan diberikan kepada peserta JKN oleh failitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 23 ayat (2) menambahkan,dalam keadaan darurat pelayanan kesehatan bagi peserta bisa dilakukan pada fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS.

Merujuk pada regulasi di atas,sesungguhnya ketersediaan fasilitas kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pihak swasta dalam konteks bisnis, juga dapat berpatisipasi dalam menyediakan fasilitas kesehatan. Selanjutnya sebagai pemilik, pemerintah dan pihak swasta tentunya memiliki kewenangan penuh untuk mengelola fasilitas kesehatan

sehingga mampu memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat.

Porsi tanggung jawab BPJS Kesehatan dalam meningkatkan ketersediaan fasilitas kesehatan sekaligus kualitas pelayanannya adalah dengan memperluas kerjasama dengan fasilitas kesehatan sekaligus menjalin komunikasi dan hubungan kemitraan yang baik. Tanggung jawab lainnya tentu kewajiban membayar klaim biaya pelayanan kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku.

Lebih lanjut pasal 22 Peraturan Presiden (Perpres) No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Perpres No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dan telah diperbarui lewat Perpres No.28 Tahun 2016, mengatur berbagai jenis pelayanan kesehatan dalam program JKN yang dijamin oleh BPJS Kesehatan baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).

Pelayanan kesehatan FKTP yang dijamin BPJS Kesehatanya itu administrasi pelayanan; pelayanan promotif dan preventif; pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; tindakan medis non spesialistik baik operatif maupun non operatif; pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; pemeriksaan penunjang diagnistik laboratorium tingkat pertama; dan rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis.

Pelayanan dan Sarana Kesehatan Tanggungjawab Siapa ?

Untuk pelayanan kesehatan FKRTL yang dijamin yakni administrasi pelayanan; pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar (hanya untuk gawat darurat); pemeriksaan, pengobatan dan konsultasis pesialistik; tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai indikasi medis; pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis; rehabilitasi medis; pelayanan darah; pelayanan kedokteran forensik klinik; pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di faskes; pelayanan keluarga berencana; perawatan inap non intensif; dan perawatan inap di ruang intensif.

Selain itu pelayanan kesehatan di FKRTL yang dijamin BPJS Kesehatan meliputi alat kesehatan bagi peserta yang membutuhkan termasuk alat bantu kesehatan. Agar mampu menggelar berbagai pelayanan kesehatan tersebut, tentu saja faskes perlu menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Page 9: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

INSPIRASI9

Dalam upaya mensukseskan program JKN-KIS, Pemprov DKI Jakarta telah bersinergi dengan BPJS Kesehatan untuk mempercepat perluasan kepesertaan di wilayah Ibu Kota. Dari sekitar 10

juta penduduk DKI Jakarta, saat ini lebih dari 70 persennya sudah terlindungi program JKN-KIS.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Koesmedi Priharto menyampaikan, Pemprov DKI Jakarta memang telah berkomitmen bahwa seluruh warga tidak mampu akan didaftarkan oleh Pemprov DKI Jakarta menjadi peserta program JKN-KIS menggunakan dana APBD. Hal yang sama juga berlaku untuk bayi baru lahir dari peserta yang telah didaftarkan oleh Pemprov DKI Jakarta.

"Prinsipnya adalah tidak boleh ada warga DKI Jakarta yang jatuh miskin atau berkurang uangnya karena sakit. Untuk warga yang tidak mampu, kami akan daftarkan ke dalam program JKN-KIS. Untuk bayi yang baru lahir juga seperti itu. Secara otomatis, bayi tersebut bisa langsung memiliki akta kelahiran dan jaminan kesehatan,” tegas Koesmedi Priharto.

Komitmen untuk kepesertaan bayi baru lahir tersebut menurutnya sangat penting, mengingat bayi memiliki risiko kesehatan yang besar setelah dilahirkan. “Kalau dulu kan untuk bayi baru lahir tidak bisa langsung terdaftar. Padahal bisa saja setelah lahir dia terkena penyakit. Tapi sekarang mereka langsung bisa dapat akta kelahiran, dan kepesertaannya di program JKN juga bisa langsung aktif,” imbuhnya.

Program KPLDH

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi warga, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan juga telah membentuk sebuah program yang dinamakan Ketuk Pintu Layani Dengan Hati (KPLDH). Koesmedi menjelaskan, program tersebut digulirkan untuk membantu mengurai permasalahan kesehatan yang kompleks di Jakarta, serta memudahkan warga untuk menjangkau layanan kesehatan.

"Program ini kami buat salah satunya karena masih banyak warga yang sulit mengakses layanan kesehatan. Kita tentu pernah dengar di media sosial, ada pasien yang sudah melalui bebeberapa rumah sakit, tapi akhirnya meninggal karena tidak mendapatkan pertolongan. Di program ini, kalau ada warga yang sakit dan tidak bisa ke rumah sakit karena tidak ada yang menolong, mereka cukup menelpon puskesmas terdekat atau tim Ketuk Pintu Layani Dengan Hati. Nantinya tim tersebut akan datang membawa ambulan untuk dibawa ke rumah sakit,” papar Koesmedi.

Begitu sampai di rumah sakit, tim Ketuk Pintu Layani Dengan Hati juga tidak boleh langsung pulang, sampai pasien tersebut sudah dipastikan mendapat penanganan yang baik. “Kalau rumah sakitnya penuh, tim tersebut akan mencarikan rumah sakit lain sampai benar-benar mendapatkan penanganan yang baik," imbuhnya.

Tiap kali ada pasien yang datang ke rumah sakit, Koesmedi menegaskan seluruh petugas rumah sakit di DKI Jakarta juga tidak boleh meminta uang muka. Yang perlu dilakukan adalah menawarkan cara pembayaran lain menggunakan asuransi swasta maupun kartu JKN-KIS. "Kalau memang tidak mampu dan belum punya kartu JKN-KIS, asalkan dia mau di kelas 3, hari itu juga akan kami daftarkan," tuturnya.

Selain itu, rumah sakit di DKI Jakarta juga sudah menerapkan sistem keterbukaan informasi ketersediaan tempat tidur rawat inap. Sehingga pasien yang datang ke rumah sakit bisa mendapatkan kepastian melalui layar informasi yang disediakan setiap rumah sakit.

Terobosan lainnya juga terus dilakukan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan, di antaranya adalah kerjasama dengan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) untuk memberi kemudahan pendaftaran bagi Badan Usaha (BU), integrasi dengan Dukcapil dalam pembuatan Akta Kelahiran di rumah sakit, serta integrasi sistem pencapain program KJS untuk kinerja lurah pada sistem Jakarta Smart City.

Semangat Gotong Royong

Agar 100 persen warga DKI Jakarta dapat terlindungi program JKN-KIS, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama telah menginstruksikan para lurah, camat, dan puskesmas agar benar-benar menjadi orang tua untuk seluruh warga. Bagi yang belum memiliki jaminan, warga tersebut harus segera didata.

"Kita tidak ingin ada satu penduduk pun yang belum memiliki jaminan kesehatan. Jadi akan kita cocokkan dengan KTP, tahap berikutnya dengan NIK, siapa saja yang belum terdaftar. Untuk perusahaan, seluruh tenaga

kerjanya juga harus didaftarkan. Ini kan sudah diamanatkan undang-undang. Kalau nggak mau, nanti ke depannya untuk perizinan bisa tidak kita kasih," tegas Basuki yang biasa disapa Ahok.

Untuk warga DKI Jakarta yang tergolong mampu, Ahok juga menghimbau agar segera mendaftar sebagai peserta mandiri program JKN-KIS. Karena prinsip dari program ini adalah gotong royong, di mana peserta yang mampu membantu yang miskin, dan peserta yang sehat membantu yang sakit.

“Untuk warga yang tidak mampu, iurannya memang akan kita bayarkan asalkan mau di kelas 3. Tapi tidak lantas dapat begitu saja, kita juga mau mendidik orang agar memahami semangat gotong royong dalam program ini. Ini program nasional, gotong royong, saling menolong, jadi yang sanggup ya harus bayar secara mandiri. Saya juga ingin semua orang merasa bangga ketika dirinya sehat karena itu artinya mereka sudah menolong yang sakit,” imbuhnya.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga bakal menyediakan klinik kesehatan di fasilitas umum seperti pasar-pasar tradisional, supaya para ibu yang sedang di pasar bisa sambil memeriksa kesehatannya. “Banyak ibu-ibu yang menunggu sampai siang agar dapat sayuran atau daging yang agak murah. Apalagi kalau tidak punya kulkas, bisa setiap hari ke pasar. Sementara kalau disuruh check-up ke puskesmas, walaupun gratis bilangnya tidak punya ongkos. Ini yang akan kita galakkan di pasar. Jadi mereka bisa melakukan cek gula darah, tensi, dan lainnya supaya kalau ada penyakit bisa lebih cepat diketahui. Untuk petugas di puskesmas juga harus lebih proaktif. Kalau ada warga yang mengalami masalah kesehatan lalu tidak kontrol lagi, itu harus dicari dan diobati,” tegasnya.

Dalam Pertemuan Nasional Manajemen Rumah Sakit di Jakarta beberapa waktu lalu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mendapatkan penghargaan dari BPJS Kesehatan atas komitmennya dalam upaya pemantapan layanan bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Kartu Indonesia Sehat (KIS). Ke depannya, Provinsi DKI Jakarta juga akan menjadi semacam “etalase” proses transformasi jaminan kesehatan cakupan semesta di Indonesia, di mana seluruh warganya sudah terlindungi oleh jaminan kesehatan.

Layani Warga dengan Hati

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Page 10: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

10

SEHA

T & G

AYA

HIDU

P10

Wuihh bagusnya…. Subhanallah… Indah sekali…. Dan bermacam-macam ungkapan rasa kagum terhadap indahnya pemandangan ketika rombongan sebuah bis wisata turun

di pelataran Kawah Kaulin di Pulau Bangka. Kawah Kaulin yang terbentuk akibat penambangan timah. Kini, sisa-sisa lubang-lubang besar seperti kawah itu terisi air berwarna kebiruan.

“Oooh mirip di Turki,” kata salah seorang pengunjung.

“Foto-foto dong, disini nih. Ayo, ayo, foto, kelihatan kawahnya ya..” kata pengunjung lainnya.

Begitulah kegembiraan yang terekam saat menyaksikan wisatawan-wisatawan takjub pada indahnya panorama lokasi yang dikunjunginya. Hampir semua orang yang berwisata terkesan tak lagi memiliki beban pekerjaan atau beban hidup yang berat. Bisa dimaklumi bahwa rutinitas sehari-hari menimbulkan rasa jenuh dan penat. Sehingga saat berwisata dapat memberi waktu dan ruang untuk melepaskan diri dari kepenatan rutinitas. Seiring dengan kemajuan zaman, berwisata kini sudah menjadi bagian dari kebutuhan sebagian masyarakat Indonesia dari semua strata. Tidak hanya dari kalangan yang berduit saja, tetapi juga kebutuhan bagi kelompok ekonomi menengah dan bawah. Seorang wisatan domestik asal Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Unik Samso mengaku keluarganya sengaja meluangkan waktu untuk berwisata saat liburan sekolah. Saat itu, keluarga besarnya sebanyak 23 orang sepakat mengunjungi Pulau Bangka. Selama dua hari di sana merupakan waktu yang sangat berharga atau “quality time” bersama keluarga tercinta dan kata anak muda menjadi ”me time” banget. Kebutuhan berwisata ini menunjukkan peningkatan. Data Kementerian Pariwisata menunjukkan tahun 2014 jumlah wisatawan domestik mencapai 251 juta orang. Sedangkan Litbang Kompas menyebutkan 1.200 responden dari 33 provinsi di Indonesia mengaku pernah berwisata sedikitnya sekali setahun dan satu dari lima responden menyatakan rutin berwisata dua hingga tiga kali dalam setahun. Adanya tren peningkatan kebutuhan wisata, boleh disebut berwisata sudah bergeser menjadi suatu kebutuhan gaya hidup. Berbagai pendukungnya seperti fasilitas dan akomodasi saat ini juga berkembang pesat. Kecanggihan teknologi informasi juga mempermudah calon wisatawan untuk mendapatkan informasi soal destinasi wisata dan informasi lainnya.

Sejumlah biro perjalanan menyediakan paket-paket wisata. Jadi, tinggal memilih ingin kemana tujuannya, biro perjalanan akan mengaturnya. Sebagian kelompok wisatawan tidak menggunakan paket wisata, tetapi memesan dan mengatur sendiri sesuai kebutuhannya. Seperti yang dilakukan Mahasti. Untuk mengatur perjalanan wisata menuju Pulau Bangka dari Jakarta yang diikuti 23 orang, dia bersama Shinta dan Disa, mengaku browsing untuk mendapatkan informasi. Kemudian dibantu travel lokal di Bangka. Jadilah, perjalanan yang menyenangkan. Sudah dua kali selama dua tahun ini keluarganya berwisata bersama. Alasannya untuk refreshing dan memperkuat silaturahmi karena hari-hari biasa masing-masing mempunyai kesibukan yang sulit diganggu. Sebagian masyarakat kelas ekonomi atas, berwisata menjadi bagian dari gaya hidup yang bergengsi. Mereka memiliki anggaran yang cukup sehingga rencana wisata dirancang secara matang. Bepergian ke luar negeri menjadi salah satu yang dapat menunjukkan prestise seseorang, karena mengisyaratkan bahwa orang tersebut memiliki uang yang cukup. Gaya hidup berwisata itu dapat mendorong sebagian kalangan untuk menabung agar dapat berwisata ke manca negara atau tempat-tempat wisata di Indonesia yang memerlukan anggaran besar, karena posisinya yang jauh dari asal tempat tinggal wisatawan tersebut. Sehingga kalangan ekonomi menengah dan bawah pun mulai

Jadi Kebutuhan Publik

menunjukkan kebutuhan berwisata, disesuaikan dengan anggaran yang dimilikinya. Di era smartphone, kebahagiaan saat berwisata kini bisa terekam dengan mudah. Berfoto dengan latar belakang pemandangan lokasi wisata menjadi “sesuatu” yang sulit dilupakan. Apalagi foto-foto itu di-upload atau di-posting melalui media sosial (sosmed) seperti facebook, instagram dan sosmed lainnya. Selain menjadi kenangan indah, teman-temannya dan masyarakat menjadi tahu orang tersebut berwisata kemana. Dan bisa menjadi “virus” sehingga orang lain ingin berwisata di tempat tersebut. Sebagai destinasi wisata umumnya adalah tempat yang memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri. Sebagian besar masyarakat tertarik berwisata ke lokasi berpanorama alam yang indah alami seperti alam pegunungan dan pantai. Sebagian masyarakat memilih wisata religi seperti mengunjungi makam-makam wali, Gua Maria, kelenteng kuno, dan mengunjungi kota-kota bersejarah yang dilengkapi bangunan-bangunan kono. Peningkatan trend berwisata di Indonesia ini menunjukkan bahwa berwisata sudah menjadi gaya hidup dan kebutuhan publik. Kondisi ini bisa menjadi peluang usaha di bidang pariwisata. Di sisi lain, mendorong masyarakat untuk menabung agar dapat menikmati perjalanan wisata yang diinginkan. Sedangkan dari sisi kesehatan jiwa, berwisata dapat menjadi obat penawar stres. Kebahagiaan selama berwisata dapat tersimpan dalam memori sebagai kenangan yang sulit dilupakan.

Berwisata

Page 11: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

KILAS & PERISTIWA

JAKARTA11 Juni 2016

11

Ibu Iriana Joko Widodo mengajak masyarakat untuk melakukan pemeriksaan atau deteksi dini kanker leher Rahim. Hal tersebut ia ungkapkan saat melakukan kunjungan untuk melihat langsung proses pemeriksaan dan deteksi kanker leher rahim atau mulut rahim di 5 (lima) Puskesmas di wilayah Jakarta, Selasa (11/10). Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka memperingati Pekan Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Pada Perempuan melalui Inspeksi Visual Asam (IVA), Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Kerja yang dipimpin Ibu Iriana Joko Widodo bersama dengan Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta BPJS Kesehatan. Saat kunjungan ia berpesan pada pasien yang sedang melakukan pemeriksaan IVA, untuk menceritakan kepada teman-temannya bahwa pemeriksaan IVA tidak menyakitkan, dan tidak perlu dikhawatirkan. Apalagi untuk peserta BPJS Kesehatan, gratis. "Lakukan getok tular ya ke teman-teman ya", ujar Ibu Negara. Penting mencegah dari awal agar tidak terkena kanker leher rahim. Mengobati selain sangat mahal juga memiliki banyak efek samping, dan angka kesembuhannya sangat tergantung stadium penyakitnya. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim menjadi salah satu fokus program dari OASE. Program ini terus dilakukan dan bersinergi dengan Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Masyarakat khususnya peserta JKN-KIS tidak perlu risau dengan biaya mengingat sudah masuk dalam benefit Program JKN-KIS. Adapun kegiatan pemeriksaan IVA dan Papsmear dilaksanakan untuk mengetahui ataupun mendeteksi adanya kanker leher rahim/kanker mulut rahim. Jenis kanker ini sering terjadi pada wanita dan juga penyebab kematian nomor satu dari jenis kanker yang menyerang wanita. Kanker leher rahim, umumnya baru terdeteksi ketika sudah stadium lanjut, di mana proses pengobatan yang harus dilakukan menjadi lebih sulit dan biaya pengobatannya pun menjadi lebih mahal. Namun

Ibu Negara Ajak Masyarakat Deteksi Dini Kanker Leher Rahim

dibandingkan dengan jenis kanker lainnya, kanker leher rahim sebetulnya paling mudah dicegah dan dideteksi. Caranya dengan melakukan deteksi dini dan pemberian vaksinasi. “Peserta JKN-KIS yang ingin melakukan deteksi dini kanker leher rahim (IVA dan Papsmear) tidak perlu lagi

mengeluarkan uang, karena sudah masuk dalam manfaat Program JKN-KIS yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Sebagai informasi, kanker leher rahim tidak menimbulkan gejala dan sulit terdeteksi pada stadium awal, oleh karena itu sebaiknya lakukan skrining kesehatan melalui layanan kesehatan deteksi dini yang disediakan BPJS Kesehatan,” jelas Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris.

KONSULTASI

1. Untuk pengalihan anggota BPJS Kesehatan dari perorangan ke Perusahaan atau dari perusahaan yang lama ke perusahaan yang baru kami biasanya kirim email [email protected], setelah statusnya "selesai" apakah Kami harus daftarkan lagi ke kantor BPJS atau kami harus daftar lagi melalui E-dabu? karena setelah statusnya "selesai" kok karyawan yang kita daftarkan tidak langsung masuk ke daftar karyawan aktif perusahaan kami?

Jawab: Harus melalui e-DABU. Bagi perusahaan yang memiliki jaringan internet, untuk

melakukan koreksi atau perubahan data karyawan wajib menggunakan aplikasi e-DABU (bukan melalui alamat email [email protected]). Pendaftaran melalui Kantor Cabang BPJS Kesehatan hanya boleh dilakukan oleh perusahaan yang belum memiliki jaringan internet.

2. Bagaimana cara mendapatkan kuitansi pembayaran angsuran BPJS Kesehatan?

Jawab: Setiap kali peserta BPJS Kesehatan melakukan pembayaran iuran BPJS Kesehatan,

pasti akan memperoleh bukti pembayaran, baik berupa struk, kuitansi, atau bukti pembayaran lainnya. Mohon bukti pembayaran tersebut dapat disimpan baik-baik untuk berjaga-jaga jika suatu hari diperlukan.

3. Bagaimana cara memindahkan BPJS Kesehatan dari perusahaan istri ke perusahaan suami? Karena istri sudah tidak bekerja lagi, terimakasih

Jawab: Anda dapat melapor ke HRD / SDM / bagian kepegawaian lainnya dengan

menyertakan fotocopy kartu BPJS Kesehatan Anda dan istri, fotocopy KK, serta

surat keterangan dari perusahaan istri Anda yang menyatakan bahwa istri Anda sudah tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut. Selanjutnya HRD / SDM / bagian kepegawaian perusahaan Anda wajib melaporkan hal tersebut melalui e-DABU (bagi perusahaan yang memiliki jaringan internet) atau melalui Kantor Cabang BPJS Kesehatan setempat (bagi perusahaan yang tidak memiliki jaringan internet) untuk diproses agar istri Anda terdaftar sebagai tanggungan Anda.

4. Terima kasih atas program BPJS kesehatan ini kita semua rakyat indonesia merasakan fasilitas kesehatan khususnya golongan ke bawah dan juga saya sendiri merasakan manfaatnya. Tapi saya hanya menyoroti pendaftaran BPJS kesehatan terutama yang offline dikarenakan orang yang mendaftar ingin menjadi anggota butuh waktu 7 sampai 14 hari baru menerima kartu BPJS Kesehatan. hal ini sangat merugikan Warga Negara Indonesia dikarenakan butuh waktu lama 7 sampai 14 hari, sedangkan butuh penanganan cepat medis dan celakanya lagi jika pasien tersebut tergolong tidak mampu dengan apa mereka membayar?

Jawab: Sesuai dengan Peraturan BPJS Kesehatan per Juni 2015, pembayaran iuran peserta

kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dapat dilakukan paling cepat 14 hari kalender setelah VA diterbitkan. Meski demikian, peraturan tersebut tidak berlaku bagi:1. Peserta dan bayi baru lahir yang didaftarkan sebagai peserta PBPU dan peserta

Bukan Pekerja di kelas III dengan menunjukkan surat rekomendasi dari Dinas

Sosial setempat sebagai orang tidak mampu dan/atau keterangan lain yang dibutuhkan.

2. Bayi baru lahir yang merupakan anak dari peserta PBI yang didaftarkan sebagai peserta PBPU (peserta perorangan) di kelas III,

3. Bayi baru lahir yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebagai peserta PBPU di kelas III,

4. Peserta dan bayi baru lahir dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang ditetapkan Menteri Sosial dan telah didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan di kelas III.

Bagi peserta tidak mampu yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, maka diharapkan segera menghubungi pemerintah daerah atau Dinas Sosial setempat agar dapat diusulkan untuk didaftarkan sebagai peserta PBI. Untuk menghindari masalah pembiayaan pelayanan kesehatan, kami mengimbau agar masyarakat mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan selagi masih sehat.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 42 2016

Page 12: DALAM PROGRAM JKN-KIS - BPJS Kesehatan · PDF fileINFO BPJS KESEHATAN Edisi 42 2016 3 FOKUS W apres minta agar pemda ikut mengelola penggunaan dana JKN-KIS di fasilitas kesehatan di

Ketentuan denda pelayanan atas keterlambatan pembayaran iuran JKN-KIS sebagai berikut :

1. Denda hal keterlambatan pembayaran Iuran JKN-KIS lebih dari 1 (satu) bulan sejak tanggal 10, maka penjamin peserta diberhentikan sementara.

2. Pemberhentian sementara penjaminan peserta berakhir dan kepesertaan kembali aktif apabila peserta membayar iuran tertunggak paling banyak untuk waktu 12 (dua belas) bulan.

3. Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan aktif kembali, peserta JKN-KIS wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap.

4. Denda sebagaimana yang dimaksud adalah sebesar 2,5 % (dua koma lima persen) dari setiap biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak, dengan ketentuan : a. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan. b. Besar denda paling tinggi Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

Kantor Pusat : Jl. Letjend. Suprapto Kav. 20 No.14 Cempaka PutihJakarta Pusat 10510 Telp : (021) 4212938 , Fax : (021) 4212940

www.bpjs-kesehatan.go.id