dakriosistitis

19
DAKRIOSISTITIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di SMF. Ilmu Kesehatan Mata RSU Haji Surabaya Oleh: Atika Caesarini, S.Ked NIM. 2013 104 01011 054 Gusti Pindo Asa A, S.Ked NIM. 2013 104 01011 048 Pembimbing: dr. Ratna Muslimah, Sp.M SMF. ILMU KESEHATAN MATA RSU HAJI SURABAYA

Transcript of dakriosistitis

Page 1: dakriosistitis

DAKRIOSISTITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

di SMF. Ilmu Kesehatan Mata RSU Haji Surabaya

Oleh:

Atika Caesarini, S.Ked NIM. 2013 104 01011 054

Gusti Pindo Asa A, S.Ked NIM. 2013 104 01011 048

Pembimbing:

dr. Ratna Muslimah, Sp.M

SMF. ILMU KESEHATAN MATA RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MALANG

NOPEMBER 2013

Page 2: dakriosistitis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Lakrimalis

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa

kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis,

kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior

(Ilyas S, Yulianti I, 2013). Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian

lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian

utama kelenjar ini bentuk dan ukuranya mirip dengan biji

almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang

meluas hingga ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari

kelenjar ini, air mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui

8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix

konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh

permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata (Elis H, 2006)

Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase

1

Page 3: dakriosistitis

Sumber: Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical

Students Eleventh Edition

Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis

lakrimalis, superior dan inferior, kemudian menuju ke punctum

lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus

medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus

lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan

orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis

dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam

keadaan normal, duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan

berada pada sebuah saluran pada dinding medial orbita Elis H,

2006)

2.2 Definisi

Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis paling sering

unilateral dan selalu sekunder akibat obstruksi ductus nasolakrimalis. ( Vaughan

& Asbury, 2009). Obstruksi ini pada anak – anak biasanya akibat terbukanya

membran nasolakrimal sedang pada orang dewasa akibat tertekan salurannya,

misalnya akibat polip hidung (Ilyas S, Yulianti S, 2013).

2.3 Epidemiologi

Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas

40 tahun, terutama perempuan (Ilyas S, Yulianti S, 2013) dengan puncak insidensi

pada usia 60 hingga 70 tahun Murthy R, 2011). Dakriosistitis pada bayi yang baru

lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada dan

jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan (Gilliland GD, 2012).

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3

(tiga) jenis (Gilliland GD, 2012)., yaitu:

2

Page 4: dakriosistitis

a. Akut

Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang

menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada

sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.

b. Kronis

Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan

dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.

c. Kongenital

Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya

juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan

selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis

kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang

berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang

indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi

kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.

Gambar 2. Dakriosistitis Akut Sumber: (Gilliland GD, 2012).

2.5 Faktor Predisposisi Dan Etiologi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus

nasolakrimalis.

3

Page 5: dakriosistitis

Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium,

atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.

Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.

Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus

maksilaris.

Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram

negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama

terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-

Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis

kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga

merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.4

Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak

sering disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa

sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus.

Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan

oleh Streptococcus pneumoniae (PDT, 2006).

2.6 Patofisiologi

Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi

pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak

biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang

dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung

(Ilyas S, 2013)

Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan

air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media

pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat

diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan

tersebut antara lain:

4

Page 6: dakriosistitis

Tahap obstruksi

Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga

yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.

Tahap Infeksi

Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,

mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.

Tahap Sikatrik

Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal

ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga

membentuk suatu kista.

2.7 Gejala Klinis

Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran.

Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial

(epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian

depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar

sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis

ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen (Ilyas S, Yulianti I, 2013).

Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi

yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi

yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan

keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra

yang melekat satu dengan lainnya (Ilyas S, Yulianti I, 2013).

Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata

pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air

mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak

tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora).

2.8 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan

5

Page 7: dakriosistitis

dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan

pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum

bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.

Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui

ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang

digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis

adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.

Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.

Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan

anel test (Gilliland, GD, 2012)

Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna

fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan

kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan

memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.

Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi

lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada

mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah

itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien

diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue

didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.7,12

Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran

ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II.

Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus

nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.

Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal

inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau

berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II,

caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak

didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada

sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas,

maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih

6

Page 8: dakriosistitis

dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah

dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang

terganggu.

Gambar 5. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test IISumber: http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air

mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.

Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan

lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak

obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam

saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,

kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa

masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika

yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.

Gambar 6. Anel Test Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition

7

Page 9: dakriosistitis

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan

diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab

obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.

Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk

mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.6

Gambar 7. Probing Test Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition

2.9 Diagnosis Banding3

a. Selulitis Orbita

Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar

intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala

demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau

eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan

menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis

pembuluh vena dengan edema papil

b. Hordeolum

Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal

bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan

infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi

kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang

bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.

8

Page 10: dakriosistitis

Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan

penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak.

2.10 Terapi

Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan

masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik

amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis

dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin

0,5% atau azithromycin 1%) 17 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali

sehari (Gilliland GD, 2012).

Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan

kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup

sering. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap

6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik

untuk orang dewasa. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat

diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu

dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik

secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam Bila terjadi abses

dapat dilakukan insisi dan drainase (Gilliland GD, 2012).

Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan

cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus

nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika

sudah tidak radang lagi.

Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan

bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur

pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah

dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat

suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal

dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada

kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah

eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal

9

Page 11: dakriosistitis

hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik

endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang

atau laser.

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika

dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya

yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi

dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada

fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa

membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-

rata hanya 12,5 menit).

Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi

absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya

DCR adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70

tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa

keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:

Kelainan pada kantong air mata :

- Keganasan pada kantong air mata.

- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis

Kelainan pada hidung :

- Keganasan pada hidung

- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma

- Rhinitis atopik

Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

2.11 Komplikasi

Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air

mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,

bahkan selulitis orbita

Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi

tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen

10

Page 12: dakriosistitis

superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik

pascaoperasi yang tampak jelas.

2.12 Prognosis

Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi

terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara

tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan

pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau

dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga

prognosisnya dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA

11

Page 13: dakriosistitis

Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit Mata

Ed.III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.

Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007. Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis.

Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .

Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online].

http http://emedicine.medscape.com/article/1210688-clinical#a0218 / . [1 Desember

2013].

Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://

eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [20 November 2010]

Mamoun, Tarek. 2009. Congenital Dacryocystitis. [serial online].

http://eyescure.com/Default.aspx?ID=83. [20 November 2010].

Mamoun, Tarek. 2009. Acute Dacryocystitis. [serial online].

http://eyescure.com/Default.aspx?ID=85. [20 November 2010].

Sanders, Laura. ____. Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery Evaluation.

[serial online]. http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/. [11

November 2010]

12

Page 14: dakriosistitis

13