DAKRIOSISTITIS
-
Upload
nurul-fitriyah -
Category
Documents
-
view
210 -
download
5
description
Transcript of DAKRIOSISTITIS
DAKRIOSISTITIS
BAB PENDAHULUAN
Sistem lakrimasi mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air
mata. Glandula lakrimal terbentuk dari ektodermal yang banyak terdapat di bagian anterior
supero-lateral orbita. Bagian ini bercabang dan mempunyai kanal membentuk duktus alveoli.
Glandula lakrimal ini sangat kecil dan tidak berfungsi sempurna hingga 6 minggu setelah
kelahiran. Ini menjelaskan mengapa pada bayi baru lahir tidak memproduksi air mata walaupun
menangis. ¹˒²
Pada penghujung minggu kelima dari kehamilan, jalur nasolakrimalis membentuk alur yang
terletak diantara nasal dan bagian penonjolan maxilla. Pada bagian dasar dari alur, duktus
nasolakrimalis ini terbentuk dari bagian ektoderm linear yang tebal. Terdapat bagian solid yang
terpisah dari bagian ektoderm dan terbentuk dalam mesenkim. Bagian ini berkanalisasi
membentuk duktus nasolakrimalis dan sakkus nasolakrimal pada bagian ujung kranialnya.¹
Kelainan sistem lakrimal sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala kronis dengan
morbiditas bermakna. Kelenjar lakrimal normalnya menghasilkan sekitar 1,2μl air mata per
menit. Sebagian hilang melalui evaporasi. Sisanya dialirkan melalui sistem nasolakrimal. Bila
produksi air mata melebihi kapasitas sistem drainase, air mata yang berlebih akan mengalir ke
pipi. Ini dapat disebabkan oleh:
- Iritasi permukaan mata, misalnya karena benda asing pada kornea, infeksi, atau blefaritis.
- Oklusi pada bagian manapun di sistem drainase
Keluhan yang sering ditemukan pada penderita dengan kelainan sistem lakrimal ialah mata
kering, lakrimasi dan epifora.²˒³
Lakrimasi ialah kelebihan produksi air mata yang disebabkan oleh rangsangan kelenjar
lakrimal. Mata kering disebabkan oleh kurangnya produksi air mata. Keadaan ini dapat
1
disebabkan oleh sikatris yang terdapar pada konjungtiva, olehkarena trakoma, trauma kimia,
erythema multiforme yang menyumbat kelenjar lakrimal dan sindrom Sjorgen.
Epifora ialah keadaan dimana terjadi gangguan sistem ekskresi air mata. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh kelainan posisi pungtum lakrimal, jaringan sikatriks pada pungtum,
paresis atau paralisis otot orbikularis okuli yang menyebabkan berkurangnya efek penghisapan
dari kanalikuli lakrimal, benda asing dalam kanalikuli, obstruksi duktus nasolakrimal dan sakus
lakrimal.⁴
Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini dimulai oleh
terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimalis. Obstruksi ini pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal sedang pada orang dewasa akibat tertekan salurannya.⁵
I. ANATOMI SISTEM LAKRIMAL
Gbr.1 Anatomi system lakrimal2
Sistem lakrimal terdiri atas dua jaringan utama yaitu sistem sekresi lakrimal atau kelenjar lakrimal
dan sistem ekskresi lakrimal.
Sistem Sekresi Lakrimalis
Bagian utama dari glandula lakrimal sebenarnya merupakan glandula eksokrin yang terletak pada
kuadran superolateral dari orbita dan fossa glandula lakrimal. Pembentukan embriologi levator
aponeurosis glandula lakrimalis dibagi yakni bagian anterior pada orbita dan lobus palpebra. Bagian
superior transversus ligamentum menembus pada dua lobus ini dengan sedikit serat dan juga
memproyeksi ke lateral tuberkel orbita.
Pada 8 dari 12 duktus lakrimalis mayor yang kosong di bagian superior rata-rata 5mm terletak di
atas lateral tarsal setelah bagian posterior dari aponeurosis melalui otot muller dan seterusnya melalui
konjungtiva. Duktus dari bagian orbital juga akan bergabung dengan duktus pada bagian lobus palpebra.
Karena itu, membuang atau kerusakan pada bagian porsi palpebra dari glandula akan menyebabkan
penurunan sekresi dari keseluruhan glandula tersebut. Ini penyebab mengapa pada biopsi glandula
lakrimal dilakukan pada bagian lobus orbital.
Iritasi pada bagian okular mengaktifkan produksi air mata dari glandula lakrimal. Refleks
pengeluaran air mata ini dikendalikan oleh nervus trigeminus untuk sensorik. Bagian efferen
lebih komplit. Serat parasimpatetik berasal dari nukleus salivatorius superior yang berasal dari
pons, keluar dari batang otak melalui nervus fasialis. Serat lakrimalis ini kemudian
meninggalkan N.VII ini sebagai nervus petrosal superficial yang lebih besar dan keluar ke
ganglion sphenopalatina. Dari sana, semua yang diatas masuk ke glandula lakrimal melalui
cabang superior dari nervus zygomaticus melalui anastomose diantara nervus
zygomaticotemporal dan nervus lakrimalis. Namun bagaimana karakteristik kerja dari sistem
nervus simpatetik untuk penghasilan air mata masih belum diketahui. Glandula eksokrin
3
aksessorius dari Krause dan wolfring terletak di bagian dalam dari forniks superior dan di atas
tarsal superior.¹
Sistem Ekskresi Lakrimalis
Merupakan bagian dari sistem drainase lakrimal melalui puncta yang terletak medial dari bagian
atas dan bawah kelopak mata. Bagian bawah puncta terletak lebih lateral dibanding puncta atas. Secara
normal, puncta agak inversi.
Setiap punctum dikelilingi oleh ampulla. Setiap punctum mengarah ke kanalikuli. Kanalikuli
merupakan struktur non-keratinasi, epitel squamous non mucin. Berjalan 2mm vertikal dan berputar
90o dan berjalan 8-10mm medial berhubungan dengan sakus lakrimalis. Pada 90% pasien, kanalikuli ini
berkombinasi membentuk kanalikuli tunggal sebelum masuk ke bagian dinding lateral dari sakus
lakrimalis.
Valva Rosenmuller dideskripsikan sebagai struktur yang mencegah refluks air mata dari sakus
kembali ke kanalikuli. Terdapat beberapa studi yang menyatakan bahwa kanalukuli membelok dari
posterior ke bagian anterior di belakang dari tendo kantus medial sebelum memasuki sakus lakrimal.
Belokan ini pada konjungtiva berperan untuk memblokir refluks.
Terletak pada anterior medial orbital, sakus lakrimalis terletak dalam cekungan tulang yang dibatasi
oleh lakrimal anterior dan posterior, dimana tendo kantus medial melekat. Pada tendo kantus medial
merupakan struktur kompleks berkomposisi krura anterior dan posterior. Dari medial ke lamina
papyracea merupakan bagian tengah dari meatus hidung, kadang juga terdapat sel ethmiod. Bagian
kubah dari sakus memanjang beberapa mm di atas tendo kantus medial. Pada bagian superior, sakus ini
dilapisi dengan jaringan fibrosa. Ini menjelaskan mengapa pada kebanyakan kasus, distensi sakus
4
lakrimalis memanjang dari inferior ke tendo kantus medial. Pada bagian lateral, sakus lakrimal ini
bersambung pula dengan duktus nasolakrimalis.
Duktus nasolakrimalis berukuran 12mm atau lebih panjang. Berjalan melalui tulang dalam
kanalis nasolakrimalis yang melengkung inferior dan sedikit lateral dan posterior. Duktus
nasolakrimalis ini membuka ke dalam hidung melalui ostium, yang biasanya sebagian dilapisi
oleh lipatan mukosa (valva hasner).
Kegagalan pembentukan ostium ini pada kebanyakan kasus adalah disebabkan oleh obstruksi
duktus nasolakrimalis kongenital.¹
Topografi Sistem Lakrimal
Suplai darah dari sakus lakrimalis berasal dari cabang palpebra superior dan inferior dari arteri
oftalmica. arteri angularis, arteri infraorbitalis cabang dari arteri sphenopalatina dan mengalir ke vena
angularis, vena infraorbitalis dan vena-vena di hidung. Saluran getah bening masuk ke dalam glandula
submandibular dan glandula cervical dalam. Persarafan berasal dari cabang nervus infratrochlearis dari
nervus nasociliaris dan antero-superior nervus alveolar.⁷
II. FISIOLOGI SISTEM LAKRIMAL
5
Sistem lakrimal terdiri atas dua jaringan utama yaitu sistem sekresi lakrimal atau kelenjar lakrimal
dan sistem ekskresi lakrimal. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur
pembentuk cairan air mata. Duktus nasolakrimalis merupakan unsur ekskresi sistem ini yang
mencurahkan sekret ke dalam hidung. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama
yang terletak di fossa lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini
dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra
yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem saluran pembuangannya tersendiri ke dalam forniks
temporal superior. Lobus palpebra kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior.
Sekresi dari kelenjar lakrimal utama dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata
mengalir berlimpah melewati tepian palpebra. Persarafan kelenjar utama datang dari nucleus lakrimalis
pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur rumit dari cabang maxillaris nervus trigeminus.²˒⁵
Kelenjar lakrimal tambahan, meskipun hanya sepersepuluh dari massa utama mempunyai
peran penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama namun tidak
memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di fornix
superior. Sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva menghasilkan glikoprotein
dalam bentuk musin.
Sistem ekskresi terdiri atas puncta, kanalis, sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis.
Setiap berkedip, palpebra menutup menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan
menyalurkan kedalam system ekskresi pada aspek medial palpebra. Dalam keadaan normal, air
mata dihasilkan dengan kecepatan sesuai dengan jumlah yang diuapkan dan itulah sebabnya
hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan
memasuki puncta sebagian karena sedotan kapiler. ²
6
Gbr.2 Gerakan mengedip yang
meneyebarkan airmata ⁽⁶⁾
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pra-tarsal yang mengelilingi ampula mengencang
untuk mencegahnya keluar. Bersamaan waktu, palpebra ditarik kearah Krista lakrimalis posterior dan
traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan
tekanan negative di dalam sakus. Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam sakus yang
kemudian berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan ke
dalam meatus inferior hidung.²
BAB ISI
I. DEFINISI
Sistem ekskresi air mata mudah mengalami infeksi dan peradangan yang disebabkan oleh berbagai
factor. Tujuan fungsional dari system ekskresi air mata adalah untuk mengalirkan air mata dari mata ke
7
dalam kavum nasal. Adanya hambatan air mata yang patologis pada system drainase air mata dapat
menyebabkan terjadinya dakriosistitis.
Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata yang terletak diantara sudut bagian dalam
kelopak m,ata dengan hidung. Duktus yang terhalang menjadi terinfeksi. Dakriosistitis dapat berupa akut
maupun kronik. Hal ini dapat dihubungkan dengan suatu malformasi pada duktus lakrimalis, luka,
infeksi, pada mata, maupun, trauma.
Dakriosistitis akut ditandai dengan gejala mendadak berupa nyeri dan kemerahan pada daerah
kantus medialis, adanya epifora merupakan karakteristik pada peradangan kronik pada duktus
lakrimalis.
Bentuk khas dari peradangan pada kantong air mata adalah dakriosistitis congenital, yang secara
patofisiologi sangat erat kaitannya dengan embryogenesis system ekskresi lakrimal. Dakriosistitis sering
timbul pada bayi yang disebabkan karena duktus lakrimalis belum berkembang dengan baik. Pada orang
dewasa, infeksi dapat berasal dari luka atau peradangan pada hidung. Meskipun demikian, pada
kebanyakan kasus, penyebabnya tidak diketahui.
II. INSIDENS
Infeksi pada sakus lakrimalis umumnya ditemukan pada 2 kategori usia, pada infant dan orang
dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun. Dakriosistitis akut pada bayi baru lahir jarang ditemukan,
terjadi pada kurang dari 1% dari semua kelahiran. Dakriosistitis didapat secara primer terjadi pada
wanita dan lebih sering pada pasien dengan usia diatas 40 tahun, dengan puncak insidensi pada usia 60 -
70 tahun. Kebanyakan penelitian mendemonstrasikan sekitar 70 – 83 % kasus dakriosistitis terjadi pada
wanita, sementara dakriosistitis pada congenital memiliki frekuensi yang sama antara pria dan wanita.
Pada individu dengan kepala berbentuk brachycepalic memiliki insidensi yang tinggi mengalami
dakriosistitis dibandingkan dengan individu dengan kepala berbentuk dolichocephalic atau
mesosephalic. Hal ini disebabkan pada tengkorak berbentuk brachycephalic memiliki diameter lubang
yang lebih sempit ke dalam duktus nasolakrimalis, duktus nasolakrimalis lebih panjang, dan fossa
8
lakrimalis yang lebih sempit. Pada pasien dengan hidung pesek dan muka kecil memiliki resiko lebih
tinggi menggalami dakriosistitis, diduga karena kanalis osseus yang lebih sempit.
III. PATOFISIOLOGI
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak – anak biasanya akibat tidak terbukanya
membrane nasolakrimalis, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya,
misalnya ada polip hidung. ⁵
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel,
dan cairan mucus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.
Ada 3 tahapan terbentuknya secret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan
pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan – tahapan tersebut antara lain :
1. Tahap obstruksi : pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang
keluar hanya air mata yang berlebihan.
2. Tahap infeksi : pada tahap ini yang keluar adalah cairan yang bersifat mucus, mukopurulent,
atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
3. Tahap sikatrik : pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan secret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu kista.
9
IV. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis. ⁷
1. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau koloni jamur
yang mengelilingi suatu korpus alienum.
2. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
3. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus maksilaris.
4. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada
dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif,
Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.⁸
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering disebabkan oleh
Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan oleh Staphylococcus
aureus dan Streptococcus β-haemolyticus Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis
kronis sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.⁹ .
V. KLASIFIKASI
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
10
1. Akut : pasien dapat menunjukan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan
kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan
penyebarab infeksinya.
2. Morbiditasnya utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan
terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
3. Congenital : merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya
juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis
orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis congenital dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis congenital yang indolen sangat sulit
didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan
kegagalan perkembangan.¹⁰
Gbr.3 Dakriosistitis akut
11
Gbr.4 Dakriosistitis Kongenital
VI. GEJALA KLINIK
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada dakriosistitis akut,
pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita
sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang
menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan,
maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.⁵˒⁹
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang berlebihan
terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang
disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret yang mukoid dengan pus di
daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu dengan lainnya.⁵˒⁹
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien merah pada
satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti dengan keluarnya
nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan
(epifora).¹¹
12
VII. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan
heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan
penunjang.
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk
memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test,
fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna
fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat
digunakan probing test dan anel test. ⁷˒¹²
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp.
Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.¹²
Gbr.5 Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri
13
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini
dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai mengalami
obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan
pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue.
Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami
obstruksi.⁷˒¹²
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji
ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I, mata pasien yang
dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2%
sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak
ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan
Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna
hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna
hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila
lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah
dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.
⁷˒¹⁰˒¹²
14
Gbr.6 Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada jones dye test II
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke dalam
rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan bahwa
fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test
bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara
memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan
dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk
panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8
mm berarti ada obstruksi.⁷˒¹²
Gbr. 7 Anel Test
15
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis
dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penye obstruksi pada dakriosistitis
terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG) dan
dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem
drainase lakrimal¹⁰
VIII. DIAGNOSA BANDING
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di
belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak
sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila
digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina
terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil. ¹³
b. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal bentuk
hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar
Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di
dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah
dan nyeri bila ditekan. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan
menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak
IX. TERAPI
16
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase kantong air
mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau
cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal
dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) ¹⁴ atau menggunakan sulfonamid
4-5 kali sehari ⁵. Jika keluhan menetap setelah lebih dari satu tahun maka dilakukan probing,
probing adalah memasukan probe bowman melalui jalur anatomic system akskresi lakrimal.
Tindakan probing di dahului oleh dilatasi puntum dengan dilatator.
Gbr 8 menunjukan pungtum dilatasi dengan memutar suatu probe berbentuk kerucut
Gbr.9 pembilasan dengan larutan salin fisiologis
17
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres hangat
pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering14. Amoxicillin dan
chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan pilihan
antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa ¹⁴. Untuk mengatasi nyeri
dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen),
bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik
secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 17. Bila terjadi abses dapat
dilakukan insisi dan drainase ⁵. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa
dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan
duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah
tidak radang lagi.
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR
ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan
cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu,
DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit
di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik
endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.¹⁴
18
Gbr. 10 Dakriosistorinostomi Eksternal
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan
dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada
luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih
sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata
fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat
(rata-rata hanya 12,5 menit). ¹⁵
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan
kontraindikasi relatif 12. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang
ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau
fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:
19
1. Kelainan pada kantong air mata :
1. Keganansan pada kantong air mata
2. Dakriosistitis spesifik
3. Kelainan pada hidung :
1. Keganasan pada hidung
2. Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
3. Rhinitis spesifik
4. Kelainan pada tulang hidung, seperti periositis
20
Gbr. 11 Teknik dakriosistorinostom internal
Ballon dacryocystoplasty ( ballon dacryoplasty ) adalah salah satu cara untuk mengobati
obstruksi duktus nasolakrimalis untuk anak-anak dan dewasa. Cara ini menggunakan ballon
chatheter dilatation yang aman dan efektif untuk mengobati obstruksi ini.
Ballon dacryocystoplasty adalah pengobatan tanpa pembedahan, prosedur ini dilakukan
dengan anestesi local. Prosedur ini memerlukan fluoroscopy untuk menunjukan sepanjang
bagian-bagian duktus lakrimalis. Lalu diikuti oleh ballon dilatation di tempat terjadinya
obstruksi. Ballon dilatation ini dipakai dengan cara yang hamper sama dengan probing hanya
prosedur ini menambahkan kegunaaan dari ballon yang bias mengembang, sehingga bagian yang
mengalami obstruksi dapat dilebarkan. ¹⁰
Ballon dacryocystoplasty juga mempunyai indikasi untuk mengobati :
1. Mucocele dari sakus lakrimalis
2. Dakriosistitis kronis
3. Congenital dakriosistitis
4. Epifora karena obstruksi dari duktus naso lakrimalis
Jika prosedur ini tidak berhasil maka masih diperbolehkan untuk dilakukan DCR.
Prosedur ini juga dapat dilakukan pada pasien diatas 40 tahun yang menderita obstruksi duktus
nasolakrimalis sama seperti anak-anak yang bisa menyebabkan dakriosisitititis.
21
Gbr. 12 Ballon chatheter Dilatation
X. KOMPLIKASI
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga
membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita.⁵
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di antaranya
adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla, hematoma
subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.¹⁵
22
XI. PROGNOSIS
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi
kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga
prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan
dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang
terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. ¹⁶
23
BAB KESIMPULAN
Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus lakrimalis). Dakriosistitis
terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari inflamasi pada saccus lacrimalis adalah
dakriosistitis kongenital, dimana patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem
eksresi lakrimal. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Umumnya
dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 60-70 tahun.
Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus nasolakrimalis
memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi. Obstruksi dari bagian bawah duktus
nasolakrimalis seringkali ditemukan pada orang dewasa yang terkena dakriosistitis. Bakteri
aerob dan anaerob bisa didapatkan pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan
dakriosistitis.
Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak merah dan
membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah. Selain itu, penderita
juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang berlangsung lama maka sebagian
besar gejala mungkin menghilang hanya pembengkakan ringan yang menetap.
Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai, dan
bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan antibiotika. Kompres dengan
menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap gangguan klinis. Meskipun begitu,
menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Structure and Function of the External Eye and Cornea. In: Skuta
GL, Cantor LB, Weiss JS. Development, Anatomy and Physiologi of the Lacrimal Secretory and
Drainage System. Singapore: American Academy of Ophthalmology; 2007. p.259-264
2. Vaughan Daniel. Oftalmologi umum (General Ophthalmology). Widya Medika. Jakarta. 2000
3. James Bruce. Oftalmologi. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2006
4. Ilyas Sidarta,Prof. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran, edisi ke-
2. Sagung Seto. Jakarta.2002
5. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
2005 25
6. Pitts R Crick, Tee P Khaw. A Textbook of Clicical Ophthalmology, 3rd edition. World Scientifis Publishing. Singapore;2003.p.27-29
7. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http:// eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [20 November 2010]
8. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007. Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://www.eye.com/. [7 November 2010].
9. Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit Mata Ed.III.
Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.
10. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online]. http://www.emedicine.com/. [7
November 2010].
11. Mamoun, Tarek. 2009. Congenital Dacryocystitis. [serial online].
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=83. [20 November 2010].
12. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi
Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
13. Bahar, Ardiansyah. 2009. Dakriosistitis. [serial online]. http://arbaa-
fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html. [17 November 2010].
14. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry, The
Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. [serial online].
http://www.revoptom.com/. [9 November 2010]
15. Yuliani, Putri. 2009. Pendekatan Sederhana dan Evolusional Untuk Merekanalisasi Obstruksi Duktus Nasolakrimalis. [serial online].
26