DAKRIOSISTITIS

35
DAKRIOSISTITIS BAB PENDAHULUAN Sistem lakrimasi mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air mata. Glandula lakrimal terbentuk dari ektodermal yang banyak terdapat di bagian anterior supero- lateral orbita. Bagian ini bercabang dan mempunyai kanal membentuk duktus alveoli. Glandula lakrimal ini sangat kecil dan tidak berfungsi sempurna hingga 6 minggu setelah kelahiran. Ini menjelaskan mengapa pada bayi baru lahir tidak memproduksi air mata walaupun menangis. ¹˒² Pada penghujung minggu kelima dari kehamilan, jalur nasolakrimalis membentuk alur yang terletak diantara nasal dan bagian penonjolan maxilla. Pada bagian dasar dari alur, duktus nasolakrimalis ini terbentuk dari bagian ektoderm linear yang tebal. Terdapat bagian solid yang terpisah dari bagian ektoderm dan terbentuk dalam mesenkim. Bagian ini berkanalisasi membentuk duktus nasolakrimalis dan sakkus nasolakrimal pada bagian ujung kranialnya.¹ Kelainan sistem lakrimal sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala kronis dengan morbiditas bermakna. Kelenjar lakrimal normalnya menghasilkan sekitar 1,2μl air mata per menit. Sebagian hilang melalui evaporasi. Sisanya dialirkan melalui sistem nasolakrimal. Bila produksi air mata melebihi kapasitas 1

description

DAKRIOSISTITIS

Transcript of DAKRIOSISTITIS

Page 1: DAKRIOSISTITIS

DAKRIOSISTITIS

BAB PENDAHULUAN

Sistem lakrimasi mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air

mata. Glandula lakrimal terbentuk dari ektodermal yang banyak terdapat di bagian anterior

supero-lateral orbita. Bagian ini bercabang dan mempunyai kanal membentuk duktus alveoli.

Glandula lakrimal ini sangat kecil dan tidak berfungsi sempurna hingga 6 minggu setelah

kelahiran. Ini menjelaskan mengapa pada bayi baru lahir tidak memproduksi air mata walaupun

menangis. ¹˒²

Pada penghujung minggu kelima dari kehamilan, jalur nasolakrimalis membentuk alur yang

terletak diantara nasal dan bagian penonjolan maxilla. Pada bagian dasar dari alur, duktus

nasolakrimalis ini terbentuk dari bagian ektoderm linear yang tebal. Terdapat bagian solid yang

terpisah dari bagian ektoderm dan terbentuk dalam mesenkim. Bagian ini berkanalisasi

membentuk duktus nasolakrimalis dan sakkus nasolakrimal pada bagian ujung kranialnya.¹

Kelainan sistem lakrimal sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala kronis dengan

morbiditas bermakna. Kelenjar lakrimal normalnya menghasilkan sekitar 1,2μl air mata per

menit. Sebagian hilang melalui evaporasi. Sisanya dialirkan melalui sistem nasolakrimal. Bila

produksi air mata melebihi kapasitas sistem drainase, air mata yang berlebih akan mengalir ke

pipi. Ini dapat disebabkan oleh:

- Iritasi permukaan mata, misalnya karena benda asing pada kornea, infeksi, atau blefaritis.

- Oklusi pada bagian manapun di sistem drainase

Keluhan yang sering ditemukan pada penderita dengan kelainan sistem lakrimal ialah mata

kering, lakrimasi dan epifora.²˒³

Lakrimasi ialah kelebihan produksi air mata yang disebabkan oleh rangsangan kelenjar

lakrimal. Mata kering disebabkan oleh kurangnya produksi air mata. Keadaan ini dapat

1

Page 2: DAKRIOSISTITIS

disebabkan oleh sikatris yang terdapar pada konjungtiva, olehkarena trakoma, trauma kimia,

erythema multiforme yang menyumbat kelenjar lakrimal dan sindrom Sjorgen.

Epifora ialah keadaan dimana terjadi gangguan sistem ekskresi air mata. Gangguan ini

dapat disebabkan oleh kelainan posisi pungtum lakrimal, jaringan sikatriks pada pungtum,

paresis atau paralisis otot orbikularis okuli yang menyebabkan berkurangnya efek penghisapan

dari kanalikuli lakrimal, benda asing dalam kanalikuli, obstruksi duktus nasolakrimal dan sakus

lakrimal.⁴

Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini dimulai oleh

terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimalis. Obstruksi ini pada anak-anak biasanya akibat tidak

terbukanya membran nasolakrimal sedang pada orang dewasa akibat tertekan salurannya.⁵

I. ANATOMI SISTEM LAKRIMAL

Gbr.1 Anatomi system lakrimal2

Page 3: DAKRIOSISTITIS

Sistem lakrimal terdiri atas dua jaringan utama yaitu sistem sekresi lakrimal atau kelenjar lakrimal

dan sistem ekskresi lakrimal.

Sistem Sekresi Lakrimalis

Bagian utama dari glandula lakrimal sebenarnya merupakan glandula eksokrin yang terletak pada

kuadran superolateral dari orbita dan fossa glandula lakrimal. Pembentukan embriologi levator

aponeurosis glandula lakrimalis dibagi yakni bagian anterior pada orbita dan lobus palpebra. Bagian

superior transversus ligamentum menembus pada dua lobus ini dengan sedikit serat dan juga

memproyeksi ke lateral tuberkel orbita.

Pada 8 dari 12 duktus lakrimalis mayor yang kosong di bagian superior rata-rata 5mm terletak di

atas lateral tarsal setelah bagian posterior dari aponeurosis melalui otot muller dan seterusnya melalui

konjungtiva. Duktus dari bagian orbital juga akan bergabung dengan duktus pada bagian lobus palpebra.

Karena itu, membuang atau kerusakan pada bagian porsi palpebra dari glandula akan menyebabkan

penurunan sekresi dari keseluruhan glandula tersebut. Ini penyebab mengapa pada biopsi glandula

lakrimal dilakukan pada bagian lobus orbital.

Iritasi pada bagian okular mengaktifkan produksi air mata dari glandula lakrimal. Refleks

pengeluaran air mata ini dikendalikan oleh nervus trigeminus untuk sensorik. Bagian efferen

lebih komplit. Serat parasimpatetik berasal dari nukleus salivatorius superior yang berasal dari

pons, keluar dari batang otak melalui nervus fasialis. Serat lakrimalis ini kemudian

meninggalkan N.VII ini sebagai nervus petrosal superficial yang lebih besar dan keluar ke

ganglion sphenopalatina. Dari sana, semua yang diatas masuk ke glandula lakrimal melalui

cabang superior dari nervus zygomaticus melalui anastomose diantara nervus

zygomaticotemporal dan nervus lakrimalis. Namun bagaimana karakteristik kerja dari sistem

nervus simpatetik untuk penghasilan air mata masih belum diketahui. Glandula eksokrin

3

Page 4: DAKRIOSISTITIS

aksessorius dari Krause dan wolfring terletak di bagian dalam dari forniks superior dan di atas

tarsal superior.¹

Sistem Ekskresi Lakrimalis

Merupakan bagian dari sistem drainase lakrimal melalui puncta yang terletak medial dari bagian

atas dan bawah kelopak mata. Bagian bawah puncta terletak lebih lateral dibanding puncta atas. Secara

normal, puncta agak inversi.

Setiap punctum dikelilingi oleh ampulla. Setiap punctum mengarah ke kanalikuli. Kanalikuli

merupakan struktur non-keratinasi, epitel squamous non mucin. Berjalan 2mm vertikal dan berputar

90o dan berjalan 8-10mm medial berhubungan dengan sakus lakrimalis. Pada 90% pasien, kanalikuli ini

berkombinasi membentuk kanalikuli tunggal sebelum masuk ke bagian dinding lateral dari sakus

lakrimalis.

Valva Rosenmuller dideskripsikan sebagai struktur yang mencegah refluks air mata dari sakus

kembali ke kanalikuli. Terdapat beberapa studi yang menyatakan bahwa kanalukuli membelok dari

posterior ke bagian anterior di belakang dari tendo kantus medial sebelum memasuki sakus lakrimal.

Belokan ini pada konjungtiva berperan untuk memblokir refluks.

Terletak pada anterior medial orbital, sakus lakrimalis terletak dalam cekungan tulang yang dibatasi

oleh lakrimal anterior dan posterior, dimana tendo kantus medial melekat. Pada tendo kantus medial

merupakan struktur kompleks berkomposisi krura anterior dan posterior. Dari medial ke lamina

papyracea merupakan bagian tengah dari meatus hidung, kadang juga terdapat sel ethmiod. Bagian

kubah dari sakus memanjang beberapa mm di atas tendo kantus medial. Pada bagian superior, sakus ini

dilapisi dengan jaringan fibrosa. Ini menjelaskan mengapa pada kebanyakan kasus, distensi sakus

4

Page 5: DAKRIOSISTITIS

lakrimalis memanjang dari inferior ke tendo kantus medial. Pada bagian lateral, sakus lakrimal ini

bersambung pula dengan duktus nasolakrimalis.

Duktus nasolakrimalis berukuran 12mm atau lebih panjang. Berjalan melalui tulang dalam

kanalis nasolakrimalis yang melengkung inferior dan sedikit lateral dan posterior. Duktus

nasolakrimalis ini membuka ke dalam hidung melalui ostium, yang biasanya sebagian dilapisi

oleh lipatan mukosa (valva hasner).

Kegagalan pembentukan ostium ini pada kebanyakan kasus adalah disebabkan oleh obstruksi

duktus nasolakrimalis kongenital.¹

Topografi Sistem Lakrimal

Suplai darah dari sakus lakrimalis berasal dari cabang palpebra superior dan inferior dari arteri

oftalmica. arteri angularis, arteri infraorbitalis cabang dari arteri sphenopalatina dan mengalir ke vena

angularis, vena infraorbitalis dan vena-vena di hidung. Saluran getah bening masuk ke dalam glandula

submandibular dan glandula cervical dalam. Persarafan berasal dari cabang nervus infratrochlearis dari

nervus nasociliaris dan antero-superior nervus alveolar.⁷

II. FISIOLOGI SISTEM LAKRIMAL

5

Page 6: DAKRIOSISTITIS

Sistem lakrimal terdiri atas dua jaringan utama yaitu sistem sekresi lakrimal atau kelenjar lakrimal

dan sistem ekskresi lakrimal. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur

pembentuk cairan air mata. Duktus nasolakrimalis merupakan unsur ekskresi sistem ini yang

mencurahkan sekret ke dalam hidung. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama

yang terletak di fossa lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini

dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra

yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem saluran pembuangannya tersendiri ke dalam forniks

temporal superior. Lobus palpebra kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior.

Sekresi dari kelenjar lakrimal utama dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata

mengalir berlimpah melewati tepian palpebra. Persarafan kelenjar utama datang dari nucleus lakrimalis

pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur rumit dari cabang maxillaris nervus trigeminus.²˒⁵

Kelenjar lakrimal tambahan, meskipun hanya sepersepuluh dari massa utama mempunyai

peran penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama namun tidak

memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di fornix

superior. Sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva menghasilkan glikoprotein

dalam bentuk musin.

Sistem ekskresi terdiri atas puncta, kanalis, sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis.

Setiap berkedip, palpebra menutup menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan

menyalurkan kedalam system ekskresi pada aspek medial palpebra. Dalam keadaan normal, air

mata dihasilkan dengan kecepatan sesuai dengan jumlah yang diuapkan dan itulah sebabnya

hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan

memasuki puncta sebagian karena sedotan kapiler. ²

6

Page 7: DAKRIOSISTITIS

Gbr.2 Gerakan mengedip yang

meneyebarkan airmata ⁽⁶⁾

Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pra-tarsal yang mengelilingi ampula mengencang

untuk mencegahnya keluar. Bersamaan waktu, palpebra ditarik kearah Krista lakrimalis posterior dan

traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan

tekanan negative di dalam sakus. Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam sakus yang

kemudian berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan ke

dalam meatus inferior hidung.²

BAB ISI

I. DEFINISI

Sistem ekskresi air mata mudah mengalami infeksi dan peradangan yang disebabkan oleh berbagai

factor. Tujuan fungsional dari system ekskresi air mata adalah untuk mengalirkan air mata dari mata ke

7

Page 8: DAKRIOSISTITIS

dalam kavum nasal. Adanya hambatan air mata yang patologis pada system drainase air mata dapat

menyebabkan terjadinya dakriosistitis.

Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata yang terletak diantara sudut bagian dalam

kelopak m,ata dengan hidung. Duktus yang terhalang menjadi terinfeksi. Dakriosistitis dapat berupa akut

maupun kronik. Hal ini dapat dihubungkan dengan suatu malformasi pada duktus lakrimalis, luka,

infeksi, pada mata, maupun, trauma.

Dakriosistitis akut ditandai dengan gejala mendadak berupa nyeri dan kemerahan pada daerah

kantus medialis, adanya epifora merupakan karakteristik pada peradangan kronik pada duktus

lakrimalis.

Bentuk khas dari peradangan pada kantong air mata adalah dakriosistitis congenital, yang secara

patofisiologi sangat erat kaitannya dengan embryogenesis system ekskresi lakrimal. Dakriosistitis sering

timbul pada bayi yang disebabkan karena duktus lakrimalis belum berkembang dengan baik. Pada orang

dewasa, infeksi dapat berasal dari luka atau peradangan pada hidung. Meskipun demikian, pada

kebanyakan kasus, penyebabnya tidak diketahui.

II. INSIDENS

Infeksi pada sakus lakrimalis umumnya ditemukan pada 2 kategori usia, pada infant dan orang

dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun. Dakriosistitis akut pada bayi baru lahir jarang ditemukan,

terjadi pada kurang dari 1% dari semua kelahiran. Dakriosistitis didapat secara primer terjadi pada

wanita dan lebih sering pada pasien dengan usia diatas 40 tahun, dengan puncak insidensi pada usia 60 -

70 tahun. Kebanyakan penelitian mendemonstrasikan sekitar 70 – 83 % kasus dakriosistitis terjadi pada

wanita, sementara dakriosistitis pada congenital memiliki frekuensi yang sama antara pria dan wanita.

Pada individu dengan kepala berbentuk brachycepalic memiliki insidensi yang tinggi mengalami

dakriosistitis dibandingkan dengan individu dengan kepala berbentuk dolichocephalic atau

mesosephalic. Hal ini disebabkan pada tengkorak berbentuk brachycephalic memiliki diameter lubang

yang lebih sempit ke dalam duktus nasolakrimalis, duktus nasolakrimalis lebih panjang, dan fossa

8

Page 9: DAKRIOSISTITIS

lakrimalis yang lebih sempit. Pada pasien dengan hidung pesek dan muka kecil memiliki resiko lebih

tinggi menggalami dakriosistitis, diduga karena kanalis osseus yang lebih sempit.

III. PATOFISIOLOGI

Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada duktus

nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak – anak biasanya akibat tidak terbukanya

membrane nasolakrimalis, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya,

misalnya ada polip hidung. ⁵

Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel,

dan cairan mucus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan

bakteri.

Ada 3 tahapan terbentuknya secret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan

pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan – tahapan tersebut antara lain :

1. Tahap obstruksi : pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang

keluar hanya air mata yang berlebihan.

2. Tahap infeksi : pada tahap ini yang keluar adalah cairan yang bersifat mucus, mukopurulent,

atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.

3. Tahap sikatrik : pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini

dikarenakan secret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu kista.

9

Page 10: DAKRIOSISTITIS

IV. ETIOLOGI

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis. ⁷

1. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau koloni jamur

yang mengelilingi suatu korpus alienum.

2. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.

3. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus maksilaris.

4. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri

Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada

dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab utama

terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif,

Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.⁸

Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering disebabkan oleh

Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan oleh Staphylococcus

aureus dan Streptococcus β-haemolyticus Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis

kronis sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.⁹ .

V. KLASIFIKASI

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :

10

Page 11: DAKRIOSISTITIS

1. Akut : pasien dapat menunjukan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan

kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan

penyebarab infeksinya.

2. Morbiditasnya utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan

terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.

3. Congenital : merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya

juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis

orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis congenital dapat

menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis congenital yang indolen sangat sulit

didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan

kegagalan perkembangan.¹⁰

Gbr.3 Dakriosistitis akut

11

Page 12: DAKRIOSISTITIS

Gbr.4 Dakriosistitis Kongenital

VI. GEJALA KLINIK

Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada dakriosistitis akut,

pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita

sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang

menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan,

maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.⁵˒⁹

Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang berlebihan

terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang

disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret yang mukoid dengan pus di

daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu dengan lainnya.⁵˒⁹

Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien merah pada

satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti dengan keluarnya

nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan

(epifora).¹¹

12

Page 13: DAKRIOSISTITIS

VII. DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan

heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan

penunjang.

Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk

memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test,

fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna

fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat

digunakan probing test dan anel test. ⁷˒¹²

Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada

kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp.

Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.¹²

Gbr.5 Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri

13

Page 14: DAKRIOSISTITIS

Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini

dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai mengalami

obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan

pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue.

Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami

obstruksi.⁷˒¹²

Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji

ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I, mata pasien yang

dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2%

sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal

inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak

ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan

Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna

hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna

hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila

lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah

dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.

⁷˒¹⁰˒¹²

14

Page 15: DAKRIOSISTITIS

Gbr.6 Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada jones dye test II

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke dalam

rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan bahwa

fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test

bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara

memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan

dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk

panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8

mm berarti ada obstruksi.⁷˒¹²

Gbr. 7 Anel Test

15

Page 16: DAKRIOSISTITIS

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis

dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penye obstruksi pada dakriosistitis

terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG) dan

dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem

drainase lakrimal¹⁰

VIII. DIAGNOSA BANDING

a. Selulitis Orbita

Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di

belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak

sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila

digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina

terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil. ¹³

b. Hordeolum

Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal bentuk

hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar

Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di

dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah

dan nyeri bila ditekan. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan

menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak

IX. TERAPI

16

Page 17: DAKRIOSISTITIS

Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase kantong air

mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau

cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal

dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) ¹⁴ atau menggunakan sulfonamid

4-5 kali sehari ⁵. Jika keluhan menetap setelah lebih dari satu tahun maka dilakukan probing,

probing adalah memasukan probe bowman melalui jalur anatomic system akskresi lakrimal.

Tindakan probing di dahului oleh dilatasi puntum dengan dilatator.

Gbr 8 menunjukan pungtum dilatasi dengan memutar suatu probe berbentuk kerucut

Gbr.9 pembilasan dengan larutan salin fisiologis

17

Page 18: DAKRIOSISTITIS

Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres hangat

pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering14. Amoxicillin dan

chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan pilihan

antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa ¹⁴. Untuk mengatasi nyeri

dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen),

bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik

secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 17. Bila terjadi abses dapat

dilakukan insisi dan drainase ⁵. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa

dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan

duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah

tidak radang lagi.

Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk

mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan

pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR

ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan

cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu,

DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit

di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik

endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.¹⁴

18

Page 19: DAKRIOSISTITIS

Gbr. 10 Dakriosistorinostomi Eksternal

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan

dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada

luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih

sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata

fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat

(rata-rata hanya 12,5 menit). ¹⁵

Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan

kontraindikasi relatif 12. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang

ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau

fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:

19

Page 20: DAKRIOSISTITIS

1. Kelainan pada kantong air mata :

1. Keganansan pada kantong air mata

2. Dakriosistitis spesifik

3. Kelainan pada hidung :

1. Keganasan pada hidung

2. Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma

3. Rhinitis spesifik

4. Kelainan pada tulang hidung, seperti periositis

20

Page 21: DAKRIOSISTITIS

Gbr. 11 Teknik dakriosistorinostom internal

Ballon dacryocystoplasty ( ballon dacryoplasty ) adalah salah satu cara untuk mengobati

obstruksi duktus nasolakrimalis untuk anak-anak dan dewasa. Cara ini menggunakan ballon

chatheter dilatation yang aman dan efektif untuk mengobati obstruksi ini.

Ballon dacryocystoplasty adalah pengobatan tanpa pembedahan, prosedur ini dilakukan

dengan anestesi local. Prosedur ini memerlukan fluoroscopy untuk menunjukan sepanjang

bagian-bagian duktus lakrimalis. Lalu diikuti oleh ballon dilatation di tempat terjadinya

obstruksi. Ballon dilatation ini dipakai dengan cara yang hamper sama dengan probing hanya

prosedur ini menambahkan kegunaaan dari ballon yang bias mengembang, sehingga bagian yang

mengalami obstruksi dapat dilebarkan. ¹⁰

Ballon dacryocystoplasty juga mempunyai indikasi untuk mengobati :

1. Mucocele dari sakus lakrimalis

2. Dakriosistitis kronis

3. Congenital dakriosistitis

4. Epifora karena obstruksi dari duktus naso lakrimalis

Jika prosedur ini tidak berhasil maka masih diperbolehkan untuk dilakukan DCR.

Prosedur ini juga dapat dilakukan pada pasien diatas 40 tahun yang menderita obstruksi duktus

nasolakrimalis sama seperti anak-anak yang bisa menyebabkan dakriosisitititis.

21

Page 22: DAKRIOSISTITIS

Gbr. 12 Ballon chatheter Dilatation

X. KOMPLIKASI

Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga

membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita.⁵

Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di antaranya

adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla, hematoma

subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.¹⁵

22

Page 23: DAKRIOSISTITIS

XI. PROGNOSIS

Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi

kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga

prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan

dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang

terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. ¹⁶

23

Page 24: DAKRIOSISTITIS

BAB KESIMPULAN

Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus lakrimalis). Dakriosistitis

terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari inflamasi pada saccus lacrimalis adalah

dakriosistitis kongenital, dimana patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem

eksresi lakrimal. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Umumnya

dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 60-70 tahun.

Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus nasolakrimalis

memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi. Obstruksi dari bagian bawah duktus

nasolakrimalis seringkali ditemukan pada orang dewasa yang terkena dakriosistitis. Bakteri

aerob dan anaerob bisa didapatkan pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan

dakriosistitis.

Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak merah dan

membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah. Selain itu, penderita

juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang berlangsung lama maka sebagian

besar gejala mungkin menghilang hanya pembengkakan ringan yang menetap.

Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai, dan

bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan antibiotika. Kompres dengan

menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap gangguan klinis. Meskipun begitu,

menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya.

24

Page 25: DAKRIOSISTITIS

DAFTAR PUSTAKA

1. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Structure and Function of the External Eye and Cornea. In: Skuta

GL, Cantor LB, Weiss JS. Development, Anatomy and Physiologi of the Lacrimal Secretory and

Drainage System. Singapore: American Academy of Ophthalmology; 2007. p.259-264

2. Vaughan Daniel. Oftalmologi umum (General Ophthalmology). Widya Medika. Jakarta. 2000

3. James Bruce. Oftalmologi. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2006

4. Ilyas Sidarta,Prof. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran, edisi ke-

2. Sagung Seto. Jakarta.2002

5. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

2005 25

Page 26: DAKRIOSISTITIS

6. Pitts R Crick, Tee P Khaw. A Textbook of Clicical Ophthalmology, 3rd edition. World Scientifis Publishing. Singapore;2003.p.27-29

7. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http:// eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [20 November 2010]

8. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007. Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://www.eye.com/. [7 November 2010].

9. Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit Mata Ed.III.

Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.

10. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online]. http://www.emedicine.com/. [7

November 2010].

11. Mamoun, Tarek. 2009. Congenital Dacryocystitis. [serial online].

http://eyescure.com/Default.aspx?ID=83. [20 November 2010].

12. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi

Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

13. Bahar, Ardiansyah. 2009. Dakriosistitis. [serial online]. http://arbaa-

fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html. [17 November 2010].

14. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry, The

Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. [serial online].

http://www.revoptom.com/. [9 November 2010]

15. Yuliani, Putri. 2009. Pendekatan Sederhana dan Evolusional Untuk Merekanalisasi Obstruksi Duktus Nasolakrimalis. [serial online].

26