Ct Scan Rino 1 Acil

28
PENCITRAAN RADIOLOGIS SINUS PARANASAL DAN DASAR OTAK Lurie A. Laovner dan Ignor Mikityansky Bab ini akan membahas mengenai modalitas pencitraan yang tersedia untuk menilai proses penyakit dari kavitas sinonasal dan menyediakan beberapa arah mengenai kapan dan bagaimana masing-masing modalitas pencitraan digunakan. Kami secara khusus menekankan pada penyakit inflamasi dan neoplasia. Untuk memahami patogenesis dan pencitraan dari munculnya sinusitis dan proses patologik lainnya yang mempengaruhi sinus paranasal, sebuah telaah berani dari anatomi sinus sama halnya telaah yang menyinggung bersihan mukosiliari sebagai sebuah hal penting. Secara berurutan, fokus penilaian pencitraan pada proses penyakit termasuk sinusitis dan neoplasma masih terutup. Sebuah pemahaman riwayat alamiah dari karsinoma sinus juga sejumlah penilaian pola pencitraan dari penyebaran tumor dan keputusan pembedahan dan management iradiasi. ANATOMI Untuk pembahasan detil dari perkembangan sinonasal, lihat bab 1 buku ini. Sinus paranasal dan kavitas nasalis dibatasi oleh epitel kolumner bersilia yang

Transcript of Ct Scan Rino 1 Acil

PENCITRAAN RADIOLOGIS SINUS PARANASAL DAN

DASAR OTAK

Lurie A. Laovner dan Ignor Mikityansky

Bab ini akan membahas mengenai modalitas pencitraan yang tersedia untuk

menilai proses penyakit dari kavitas sinonasal dan menyediakan beberapa arah

mengenai kapan dan bagaimana masing-masing modalitas pencitraan digunakan.

Kami secara khusus menekankan pada penyakit inflamasi dan neoplasia. Untuk

memahami patogenesis dan pencitraan dari munculnya sinusitis dan proses

patologik lainnya yang mempengaruhi sinus paranasal, sebuah telaah berani dari

anatomi sinus sama halnya telaah yang menyinggung bersihan mukosiliari sebagai

sebuah hal penting. Secara berurutan, fokus penilaian pencitraan pada proses

penyakit termasuk sinusitis dan neoplasma masih terutup. Sebuah pemahaman

riwayat alamiah dari karsinoma sinus juga sejumlah penilaian pola pencitraan dari

penyebaran tumor dan keputusan pembedahan dan management iradiasi.

ANATOMI

Untuk pembahasan detil dari perkembangan sinonasal, lihat bab 1 buku ini. Sinus

paranasal dan kavitas nasalis dibatasi oleh epitel kolumner bersilia yang terdiri

dari baik kelenjar musinus maupun kelenjar serous. Jalur drainase tersering untuk

sinus frontalis, sinus maksilaris, dan sel udara etmoid anterior melalui kompleks

osteomeatal. Unit osteomeatal terdiri dari ostium sinus maksilaris, ifundibulum

dan hiatus semilunaris dan meatus media (gambar 3.1A.B). Drainase ini adalah

saluran yang terletak ditengah dan dikelilingi oleh prosesus unsinatus, sebuah

perluasan oseus dari dinding nasal lateral. Sekresi yang terakumulasi dalam sinur

maksilaris bersirkulasi kearah ostium sinus maksilaris, didorong oleh mukosa

bersilia. Dari ostium maksilaris, mukus lewat melalui infundibulum yang terletak

di lateral prosesus unsinatus. Skeresi terus berlanjut hingga hiatus semilunaris,

rongga udara antara tepi posterior prosesus unsinatus dan permukaan anterior dan

inferior bulla ethmoidale (rongga udara ethmoidal terbesar), dan kemudian

melewati bagian dalam meatus media, kavitas nasalis dan akhirnya ketika mereka

menelan.

Sinus frontal mengalir ke bagian inferior melalui resesus ethmoidal frontal

kedalam meatus media, dimana sisi drainase tersering juga untuk sel udara

ethmoidal anterior. Sel udara ethmoid paling anterior adalah agger nasi, tetapi

variasi pneumatisasi ethmoid yang mungkin hadir, termasuk sel frontal, sel

ethmoid supraorbital, dan sel suprabullar. Sel ethmoid infraorbital (juga dikenal

sebagai sel Haller atau sel maksiloethmoidal) yang terletak disepanjang

permukaan maksilaris anterosuperior yakni dibawah inferior sedikit dari lantai

orbita, secara khusus dekat dengan proksimal ostium sinus maksilaris. Muncul

pada kurang lebih 10%-18% dari hasil pencitraan pasien, sel ethmoidal

infraorbital sangat penting karena mereka mungkin melanggat batas atau

menyumbat bersihak mukosiliaris dari sinus maksilaris dan mungkin

berkontribusi dalam penyakit inflamasi sinonasal.

Sel udara ethmoid posterior terletak pada posterior dari lamella basalis dari

turbin media dan sekresi diawali dari drainase sinus ethmoid posterior melalui

meatus superior dan/atau meatus tertinggi kedalam resesus sfenoethmoidales,

kavitas nasalis dan pada akhirnya kedalam nasofaring (Gambar 3.1 C.D). Ostium

sfenoid terletak di medial hingga superior dari turbin dan mengalir secara

langsung kedalam resesus sfenoetmoidales. Silia diperlukan untuk drainase sinus

sfenoid karena sekresi harus didorong ke dalam ostia sfenoid yang terletak di

superior lantai dasar sinus.

Septum nasalis anterior dan inferior dibuat dari kartilago. Bagian posterior

dari septum naalis adalah tulang, Bagian tulang posterior superior adalah pelat

garis tegak lurus tulang ethmoid, sedangkan bagian osseous posterior inferior

adalah tulang vomer. Duktus nasolakrimalis berasal dari kantung lakrimal pada

kantus medial sepangjang dinding nasal anterior dan lateral, dan mengalir

kedalam meatus inferior. Terkadang, mungkin ada sebuah turbin yang terletak

sangat posterior dan superior dari turbin superior. Konka bulosa dapat menyumbat

kompeks osteomeatal. Pada kebanyakan individu, terdapat kongesti yang

berhubungan dengan massa yang secara pasif berputar dan dekongesti yang akan

mengubah antara sisi kavitas nasalis seperti yang telah ditetapkan oleh lingkar

nasalis. Periode fluktuasi ini dalam aliran darah ini rupanya dapat menghasilkan

hiperteropi relatif dari struktur intranasal.

Suplai darah ke struktur sinonasal datang dari arteri karotis internal dan

eksternal. Suplai arterial ke sinus frontal berasal dari cabang supraorbital dan

supratrochlear arteri oftalmika sedangkan drainase vena melalui vena oftalmika

superior. Sel udara ethmoidale dan sinus sfenoid juga menerima darah cari

percabangan arteri sfenopalatina (berasal dari sirkulasi karotis eksternal). Cabang

– cabang arteri maksilaris internal yang muncul dari arteri karotis eksternal

sebagian besar disuplai dari sinus maksilaris.

Pola drainase vena dari sinus paranasalis (akhirnya berkomunikasi dengan

sinus kavenosus dan pleksus vena pterigoideus) adalah yang bertanggungjawab

pada potensi komplikasi sinusitis intrakranial termasuk meningitis, empiema

subduralm dan trombosis vena, Drainase vena yang melalui vena nasalis dan atau

vena ethmoidale yang mengalir kedalam vena oftalmika dimana berikutnya akan

mengalir kedalam sinur kavernosus, Drainase sinus maksilaris melalui vena

fasialis dan maksilaris, terakhir komunikasi dengan pleksus vena pterigoideus.

Gambar 3.1 Anatomi normal dari drainase mukosiliaris sinus paranasal (A,B)

Pencitraan langsung CT scan dalam sebuah algoritma tulang menunjukkan jalur

drainase normal sinus maksilaris, sel udara ethmoidales anterior, dan sinus

frontalis melalui kompleks osteomeatal (OMC), * prosesus unsinatus; O ostium

sinus maksilaris; I infundibulum, garis putih, meatus media, M turbin tengah IT

turbin inferior. (C,D) Pencitraan CT koronal dan aksial dalam algoritma tulang

menunjukkan perubahan normal dari sel udara ethmoid dan sinus sfenoid yang

menyebar ke resesus sfenoethmoidale kedalam kavitas nasalis (R)

PENCITRAAN PENYAKIT SINONASAL : AHLI RADIOLOGI ARSENAL

Radiografi Film Polos

CT scan telah menggantikan radiologi foto polos sebagai modalitas primerdalam

mengevaluasi penyakit sinonasal. Pembedahan sinonasal dengan funduskopi

(FESS) telah menggantikan prosedur pembedahan eksternal seperti Caldwell –Luc

dan antrostomi maksilaris untuk terapi sinusitis . Hal ini memerlukan

penggambaran anatomi yang lebih baik dan yang penting, dimana tidak

didapatkan dari foto polosradiografi. Struktur yang saling tumpang tindih pada

foto polos membatasi evaluasi kompleks osteomeatal. Sama baiknya dengan sinus

paranasal individual. Terdapat juga insufisiensi detil terkait dengan kerangka

oseus dari kavitas nasalis. Terdapat beberapa keterbatasan aplikasi dari radiografi.

Mereka kadang-kadang didapatkan dari pengaturan ruang perawatan intensif

ketika sinusitis dicurigai atau diperlukan untuk mengekslusi dan pasien yang

terlalu sakit untuk datang ke departemen radiologi untuk pencitraan CT Scan

Namun begitu, peningkatan ketersediaan unit CT scan portabel menghasilkan

penurunan progresifisitas penggunaan radiografi untuk tujuan ini.

Pencitraan CT scan

Seperti halnya FESS yang telah menggantikan prosedur pembedahan eksternal

untuk mengibati sinusitis, pencitraan CT scan menjadi sangat diperlukan untuk

memberikan ahli bedah suatu informasi anatomi yang tepat seperti yang telihat

dengan endoskopi. Pembedahan diarahkan pada pencabutan rintangan dari

bersihan mukosiliari pada kompleks osteomeatal. Untuk ahli bedah yang

menjalani FESS. CT koronal ideal untuk stimulasi kemunculan kavitas sinonasal

dari pandangan endoskopik (Gambar 3.1A-D).

Potongan tipis pencitraan koronal secara langsung (1-3mm) sering

didapatkan dari sinus paranasal. Menggunakan CT scan helikal terbaru, perbaikan

tingginya kualitas pencitraan aksial dibuat dari pencitraan koronal ini. Literatur

terbaru mengusulkan penggunaan dosis rendah dari CTs untuk menurunkan

paparan radiasi terhadap lensa. Banyak program software yang mengizinkan 3

potongan rekontruksi yang cepat (rekonstruksi koronal dan sagital dari pencitraan

aksial). Bahan kontrast intravena biasanya tidak diperlukan untuk pencitraan

penyakit inflamasi sinonasal. Seharusnya pencitraan CT menemukan seperti

sebuah destruksi tulang atau sebuah perluasan penyakit diluar kavitas sinonasal

terkait sebuah proses yang lebih agresif seperti sebuah neoplasma atau sinusitis

invasif, MRI harus didapatkan dengan atau tanpa pemberian kontras intravena

(gadolinium), dimana merupakan sebuah studi yang lebih sensitif. Jika pasien

memiliki sebuah kontraindikasi terhadap MRI (contoh penanda utama) dan

sebuah peningkatan studi diindikasikan bahwa peningkatan kontras CT tepat

sebagai studi alternatif.

MRI

MRI menjadi bagian menarik yang penting dalam menilai pasien dengan

neoplasma dari kavitas sinonasal, infeksi yang agresif, dan perkembangan lesi

seperti meningoensefalokel. Sebuah kombinasi pencitraan sagital, aksial dan

koronal yang menyediakan informasi anatomi yangterbaik terkait dengan

perluasan patologi sinonasal. Gambaran ikatan yang berbeda dan multipel

didapatkan termasuk T1-berat, T2-berat, sama baknya dengan peningkatan

kontras pencitraan multiplanar. Resolusi anatomi terbaik mungkin didapatkan dari

sebuah pemeriksaan MRI yang ditampilkan dalam sebuah standar kepala COIL

gulungan. Pada kenyataanya, pencitraan kavitas sinonasal dapat ditampilkan

dengan sebuah permukaan gulungan yang diposisikan menutupi seluruh wajah.

MRI dari tumor sinonasal dan infeksi agresif harus memasukkan resolusi

tinggi tidak meningkat dalam peningkatan area pencitraan (3mm) tidak hanya

kavitas sinonasal tetapi juga orbit, dasar tengkorak dan kompartemen intrakranial

yang disekitarnya. Perluasan tumor kedalam struktur ini adalah sering tidak ada

bukti pada penilaian klinis/endoskopi. Pencitraan harus didapatkan baik pada pelat

aksial dan koronal. Kontrast meningkatkan pencitraan adalah penting untuk

menilai perluasan penyakit lokal, sama baiknya dengan kehadiran perluasan

perineural dan perluasan intrakranial. MRI mengizinkan diskriminasi inflamasi

dan sekresi inspissated dari neoplasma (Gambar 3.2A.B) dan massa neoplasma

bernilai lainnya (contoh ensefalokel) dan hal ini bernilai dalam menilai untuk

sebuah perluasan penyakit diluarkavitas sinonasal dalam kompartemen

intrakranial, mata dan dasar dari tengkorak.

Pencitraan Proses Penyakit Dari Sinus Paranasal

Penyakit Inflamasi/Sinositis

Sinusitis diantara penyakit ringan yang paling sering dalam Amerika Serikat,

dengan lebih dari 30 juta orang Amerika yang terkena oleh sinusitis setiap tahun.

Lebih dari 15 juta mengunjungi keluarga dokter setiap tahunnya terkait dengan

inflamasi sinus. Setiap kasus dari sinusitis akut terkait dengan sebuah infeksi virus

traktus pernapasan atas yang lebih dahulu. Sebagai hasilnya terdapat

pembengkakan dalam keterangan tambahan dari permukaan mukosal dalam sinus

paranasal mendorong obstruksi ke jalur drainase normal. Drainase yang inadekuat

dari hasil sekresi pada pertumbuhan bakteri dan infeksi sinus. Meskipun literatur

mengusulkan penggunaan CT dalam sinusitis komunitas yang ditekan oleh bakteri

dan bukan merupakan suatu harga yang murah, pencitraan CT koronal yang tidak

meningkat mungkin didapatkan pada pasien yang terkena sinusitis akut untuk

menilai penyakit mukosa dan atau rintangan drainase gang yang mendukung hal

ini secara klinis dicurigai sebagai diagnosis (Gambar 3.3 A, B) Meskipun terapi

antibiotik empirik atau terapi terkait dengan pedoman klinis dipertimbangkan

jalur yang paling efektif, pencitraan masih dapat digunakan untuk refraktori

pasien tersebut untuk pengobatan dan antibiotik. Jika pencitraan di renungkan

untuk follwo up sebuah pasien yang diterapi dengan sinusitis, hal ini sangat baik

untuk mendapatkan pencitraan 4-6 minggu terapi yang diikuti sebagai sebuah

resolusi dari temuan radiologikal mungkin tertinggal dibelakang respons klinis.

Gambar 3.2 Nilai pencitraan MRI dalam penurunan sebuah tumor dari snus

sekresi. (A) tidak peningkatan aksial berat-T1 MRI menunjukkan opasifisitas

lengkap dari sinus maksilaris kiri dan sfenoid dengan bahan sentral bahwa

hipertensi (terang) secara konsisten dengan bahan protein, sekresi inspissated

(asterisk). Terdapat sebuah opasifikasi sempurna pada kavitas nasalis kiri dengan

jaringan hipointens (T). (B) Terkait peningkatan lemak-penekanan berat T1 MRI

menunjukkan hiperintensitas persistens dari material pusat (asterisk) pada sinus

maksilaris dan sfenoid kiri. Catatan bahwa hal ini tidak meningkatkan sebagai

area ini adalah hiperintens pada bukan peningkatan berat- gambar T1 (A). Terkait

dengan sekresi yang bersifat protein. Catatan tidak ada peningkatan massa.

Dimana terlihat karsinoma sel skuamosa dalam kavitas nasalis pada sisi kiri (T)

(dibandingkan dengan gambar A yang tidak meningkat). Catatan bagaimana MRI

dengan baik menggambarkan batas dari tumor (-)

Gambar 3.3 Sinusitis akut pada seorang pasien dengan nyeri pada wajar kiri dan

kongesti nasal. Aksial berat-T2 (A) dan secara kontras meningkat pada berat-T1

(B) Gambar MRI menunjukkan penyakit mukosa pada sinus maksilaris bilateral.

(*) dan sebuah batas cairan-udara dalam sinus maksilaris

Gambar 3.4 Pencitraan CT dari sinusitis kronis sebelum pembedahan sinonasal

endoskopik fungsional. Gambaran koronal (B) adalah anterior dari (A)

menunjukkan mukosa penyakit dalam sinus maksilaris bilateral, opasifisitas sel

udara ethmoidales (E) dan opasifikasi frontal sinus (F) Kompleks ostiomeatal

(OMC) tesumbat. Opasifikasi kavitas nasalis (NC) ditunjukkan pada sejumlah

polips.

Pada pasien yang sedang dinilai dengan pencitraan CT untuk kronik

sinusitis, hal ini penting bagi radiologis untuk melaporkan area penebalan mukosa

dalam sinus paranasal sama baiknya dengan jalur drainase dari kompleks

osteomeatal dan resesus sfenoethmoidal (Gambar 3,4 A.B). Lokasi sinusitis

adalah sama pentingnya dengan perluasan penyakit dalam mencetuskan gejala.

Sebuah evaluasi kavitas nasalis dan oseus terdiri dari (dinding orbita medial, pelat

kribiform, atap sinus sfenoid) dan identifikasi variasi anatomis adalah penting

dalam penilaian patologi sinonasal. Kehadiran kadar cairan-udara atau

gelembung-gelembung bahan mukoid harud silaporkan. Bahan sinus hiperdens

mungkin dapat merefleksikan kehadiran sekresi inspissated dan/atau elemen

jamur dna ini adalah temuan penting dalam diagnosis sinusitis alergi jamur.

(gambar 3.5A.B). Perdarahan biasanya dalam pengaturan trauma atau

instrumentasi juga hiperdens.

Gambar 3.6 Kebocoran cairan serebrospinal dan meningitis menampilkan – 10

hari menggunakan pembedahan FESS. Coronal (A) dan aksial (B) CT scans

menungjukkan udara intrakranial (*) terlihat sebagai hipodens atau area gelap.

Terdapat sebuah defek pembedahan di kiri ethmoidale fovealis (^).

Ketika mengevaluasi pasien dengan sinusitis kronis untuk potensi dilakukannya

FESS, adalah penting untuk mengevaluasi beberapa penanda anatomik pada

kualitas tinggi, area tipis tidak digapai oleh gambar CT. Gambar koronal secara

langsung didapatkan atau area tipis secara langsung dapat didapatkan dan

reformasi koronal dibentuk dari bagian ini. Dinding orbita medial, pelat kribiform

dan atap dan dinding lateral dari sinus sfenoid harus dievaluasi untuk defisiensi

tulang. Sebuah defek yang tidak dikategorikan dalam lamina papirasea dapat

dihasilkan dalam penetrasi orbital dan pembentukan formasi sedangkan

penghentian dalam sebuah lempeng kribiform atau sinus sfenoid dapat dihasilkan

dalam menghasilkan kebocoran cairan serebrospinal (CSF)(Gambar 3.6 A,B),

komplikasi intrakranial (meningitis, encephalocele)(Gambar 3.7) atau komplikasi

arteri karotis (perforasi, perdarahan subarachnoid akut; pembentukan

pseudoaneurysm). Ahli radiologi dan klinisi harus dapat menilai anatomi variants

atau perubahan sekunder dari drainase jalur yang dapat berdampak pada

pembedahan. Sebagai contoh, jika prosesus unsinatus dan/atau turbin tengah

dibentangkan ke lantai orbital (gambar 3.8 A, B) dan ahli endoskopis tidak

menyadari, pembuangan dengan penuh semangat akan menghasilkan penetrasi

terhadap orbital. (Gambar 3.9).

Penyaringan Post-FESS tidak akurat dalam membedakan inflamasi

granulasi dan jaringan fibrous. Ketiadaan penyakit pada studi postoperatif adalah

bermakna, tetapi perubahannya tidak benar. Studi positif palsu sering. Pada kasus

yang dicurigai berkomplikasi setelah FESS, CT scan merupakan pilihan studi.

Banyak komplikasi terbukti dalam 24-48 jam diikuti instrumentasi. CT scan

akurat dalam mengidentifikasi hematoma orbital, saraf optik,trauma orbit, sama

baiknya dengan trauma orbita lain. Kebocoran cairan serebrospinal oleh karena

trauma akibat kecerobohan pada pelat kribiform atau pembuangan dengan penuh

semangat perlekatan turbin tengah dari fovea ethmoidales yang mungkin segera

terbukti dalam ruang operasi atau mungkin hadir dari hari-hari ke mingu-minggu

setelah pembedahan dengan rhinorea atau gejala meningitis (Gambar 3.6A.B).

Gambar 3.7 Endoskopik postfungsional pembedahan sinus meningoensefalokel.

Gambar MRI Koronal berat-T2 menunjukkan temuan yang konsisten dengan

endoskopik fungsional bilateral pasca pembedahan sinus. Ensefalokel frontal kiri

tercatat melalui defek lempeng kribiform kiri. (E)

Gambar 3.8 Ateletaktik sinus maksilaris kanan (sinus tenang) teridentifikasi

dalam seorang pasien yang sebelumnya menjalani pembedahan sinus endoskopi

fungsional untuk sinusitis kronis. Defek berdampingan akan secara langsung pada

gambaran MRI menunjukkan kompleks osteomeatal disisi kanan (prosesus

unsinatus dan turbin tengah) tambah pada dinding orbital. Pelat kribiform (C) dan

lamina papirasea (L) sangat erat ikatannya. Sel udara ethmoidale kanan

ditunjukkan pada bagian yang opak.

Gambar 3.9 Defek lantai orbita saat pembedahan endoskopik fungsional. Asterik

menunjukkan sebuah defek di lantai pada orbit kanan dengan herniasi lemak

orbita kedalam defek. Patient memiliki diplopia intermiten.

Komplikasi sinusitis akut termasuk selulitis periorbital dan pembentukan

abses, meningitis, tromboflebitis (termasuk trombosis sinus kavernosus)Empiema

subdural, abses otak, dan penyebaran infeksi ke perineural dan perivaskular

(khusunya penyakit jamur invasif). Terdapat Komplikasi akut intrakranial yang

paling akurat dalam penilaian dengan kombinasi MRI otak dan orbital. Termasuk

peningkatan pencitraan kontras (Gambar 3.10.B). Peningkatan kontras CT sangat

nyata dinilai dalam infeksi orbital dan periorbital seplama tidak ada kekhawatiran

akan perluasan kompartemen intrakranial atau ke apeks orbita (dalam kasus MRI

seharusnya bisa didapatkan).

Mukokel mungkin dapat berkomplikasi menjadi sinusitis kronis, trauma

fasialis, atau instrumentasi pembedahan sinus. Mukokel berkembang dari

obstruksi ostium sinus atau pemisahan sebuah kompartemen sinus dan

menghadirkan sekresi mukoid yang dibungkus oleh epitel pengsekresi mukus

(mukosa sinus). Pada lebih dari 90% kasus, mukokel terjadi pada sinus frontalis

dan sel udara ethmoidale. Tanda dan Gejala mukokel terkait dengan efek massa

seperti pembengkakan frontal, sakit kepalam dan nyeri orbita. Perluasan orbital

dapat menghasilkan proptosis dan diplopia. Sebuah infeksi sekunder

(mukopiokel) atau sebuah perluasan langsung kedalam fosa kranii anterior jarang

terjadi. Keuntungan prosedur pembedahan dengan endoskopik ini adalah lebih

sederhananya prosedur drainase, bahkan untuk beberapa mukokel yang terlihat

sangat kompleks.

Pada evaluasi radiologi mukokel, CR scan terbaik menunjukkan

perubahan tulang dari dinding sinus, yang mungkun dapat meluas dan melebar.

Dengan mukokel yang besar, perlekatan tulang mungkin akan memberikan defek

yang sebenarnya. MRI mungkin dapat menilai interfase sebuha mukokel dengan

struktur intraorbital dan intrakranial yang lebih baik. Peningkatan penggunaan

MRI dalam membedakan sebuah mukokel menunjukkan demonstrasi peningkatan

perifer dari sebuah neoplasma dimana demonstrasi solid secara tipikal dapat

ditingkatkan (Gambar 3.11B) Mukokel memiliki sebuah spektrum karakteristik

sinyal yang bergantung pada MRI pada isi protein mereka terkait dengan air

bebas.

Gambar 3.10 Abses intraserebral (Tumor puffy Pott’s) berkomplikasi pada

sinusitis frontalis (A) Aksial meningkatkan berat-T1 dari gambar MRI yang

menunjukkan sebuah massa multi yang terletak intraserebral pada lobus frontalis

kiri (m). Massa memiiki peningkatan debris berisi cairan di perifer (-). Catatan

peningkatan dalam sinus frontalis (*), peningkatan dural (d) dan sebuah hubungan

abses periosteal yang menutupi tulang frontalis (a). (B) penggabungan aksial berat

MRI menunjukkan bahwa lobus frontalis kiri massa intraserebral adalah tinggi

dalan sinyal intensitasnya (terang. M), konsisten dengan sebuah infeksi/abses.

Gambar 3.11 Mukopiokel dari sinus frontalis kiri. (A) aksial ditingkatkan dengan

gambaran CT pada sebuh algoritma tulang menunjukkan sebuah ekspansi lesi dari

sinus frontal sinistra (M) dengan remodelin dan penipisan tabel kolrtikal anterior

dan posterior (*). (B) peningkatan kontras lemak aksial menekan berat- T1

gambaran MRI menunjukkan mukopel (M) tanpa dengan peningkatan solid di

bagian sentral. Tercatat pula adanya peningkatan mukosaterbal sirkumfrensial (*).

PERKEMBANGAN LESI-LESI

Meningo(ensefalo)kel merujuk pada herniasi dari selaput meningen, cairan

serebrovaskuler, dan atau otak melalui sebuah defek tulang di kranium.

Meningoensefalokel lebih sering dibandingkan meningokel. Ensefalokel

kongenital disebabkan oleh karena sebuah abnormalitas dalam proses invaginasi

pelat neural. Selama embriogenesis, selaput dura disekeliling otak kontak dengan

dermis pada regio fasialis/nasalis sebagai sebuah regresi daripelat saraf.

Kegagalan regresi dermal akan mengarah ke sebuah ensefalokel, kista dermoid,

traktus sinus atau glioma nasalis. “Glioma nasalis” adalah sebuah istilah yang

tidak cocok karena bukan spenuhnya neoplasma. Dengan glioma nasalis, terdapat

ikatan fibrosa dengan kompartemen intrakranial. Traktus sinus dermoid mungkin

berhubungan dengan intrakranial pada lebih dari 25% kasus dan mungkin menjadi

semakin rumit oleh infeksi (osteomielitis, meningitis dan abses). Ensefalokel

nasofrontalis dan sfenoethmoidalis sering secara klinis terjadi dan diagnosis

banding meluas saat terlihat melalui endoskopi. Ensefalokel basalis anterior

memiliki sebuah hubungan dengan anomali perkembangan lainnya (Gambar

3.12), termasuk migrasi abnromal, agenesis dari korpus kalosum dan bibir

sumbing.

Gambar 3.12 Ensefalokel kongenital basalis yang besar berhubungan dengan

displasia lobus kortikal frontalis bilateral, Gambaran MRI potongan koronal berat-

T2 menunjukkan kesamaan jaringan dalam karakteristik sinyal ke otak dan

berdampingan dengan perluasan otak kedalam kavitas sinonasal kanan melalui

sebuah defek di lempeng kribifrom yang konsisten dengan sebuah ensefalokel (E).

Perhatikan pada ensefalokel kecil di kiri (+). Terdapat penebalan kortikal (*) yang

konsisten dengan displasia.

Pada pengaturan trauma atau pembedahan, kebanyakan meningoensefalokel

memerlukan keterlibatan kavitas sinonasal atau tulang temporal. Pasien mungkin

hadir dengan keluhan rhinore.

Sebuah kombinasi modalitas pencitraan, termasuk sinsitigrafi nukleus, CT

dan atau MRI dapat digunakan untuk menilai kebocoran cairan serebrofaskuler

dan meningoensefalokel. Hal ini penting untuk menentukan apakan kebocoran

cairan serebrofaskuler mungkin disebabkan oleh laserasi dura atau sebuah

meningoensefalokel. Mengikuti penempatan janji –janji dalam kavitas sinonasal,

penyulingan intratekal asam triamin indium dietilen pentaasetik (DTPA) dapat

digunakan untuk mengkofirmasi kebocoran cairan serebrofaskuler. Sekali sebuah

kebocoran cairan serebrofaskuler diketahui makan CT koronal dapat ditampilkan

untuk lokalisasi anatomi. Pada tangan ahli otolaring dan radiologi yang terampil,

iodin kontras sisternografi CT jarang diperlukan. Jika sebuah ensefalokel

dicurigai, MRI multiplanar dilakukan dengan mudah untuk membuat diagnosis

dengan menunjukkan secara langsung kontinuitas dari jaringan dalam kavitas

sinonasal dengan otak intrakranial (gambar 3.7) Meskipun pencitraan dapat

digunakan untuk mendeteksi kebocoran cairan serebrofaskuler , injeksi fluoresens

intratekal diikuti oleh sebuah evaluasi endoskopik dapat mengizinkan visualisasi

langsung dari kebocoran aktif.

NEOPLASMA SINONASAL

Evaluasi dan penentuan stadium neoplasma didapatkan melalui sebuha kombinasi

penilaian klinis dan gambaran pencitraan sebelum terapi dengan penilaian cermat

terhadap kavitas sinonasal, orbit, nasofaring, kavitas oral, saraf kranial dan

kompartemen intrakranial. Pencitraan secara khusus sangat penting dalam menilai

dasar tulang tengkorak dan kompartemen intrakranial dan dalam membedakan

tumor dari perubahan inflamasi yang berdampingan. CT scan dan MRI

memegang peranan penting dalam melengkapi pola dari evaluasi neoplasma

sinonasal. Keduanya sering didapatkan dalam evaluasi pasien dengan massa

sinonasal. CT lebih efektif dan lebih akurat dalam menilai batas tulang di kavitas

sinonasal, dasar tulang fosa kranii anterior sama baiknya dengan dinding orbita.

MRI menawarkan perbaikan resolusi jaringan lunak, kontras dan kapabilitas

multiplanar sehingga menberikan evaluasi yang lebih baik dari perluasan penyakit

diluar kavitas sinonasal. Sebuah perluasan neoplasma keluar dari kavitas sinonasal

kedalam perlekatan lokasi anatomi yang berdekatan secara bermakna berdampak

pada potensi pembedahan untuk pasien, tipe reseksi yang akan diambil,

pendekatan pembedahan, kebutuhan terapi radiasi, peletakan portal radiasi dan

prognosis.

Neoplasma jinak, ketika cukup besar, ekspansi sinus paranasal yang

mempengaruhi mereka dan secara sekunder mengubah perlekatan tulang.

Destruksi tulang dari lesi jinak lebih jarang dibandingkan dengan keganasan.

Namun begitu, hal ini sering untuk tumor ganas yang memiliki gambaran

pencitraan jinal dan sebaliknya tumor jinak yang memiliki penampakan ganas.

Papiloma muncul dari epitel kolumner dan termasuk sebaliknya, subtipe silindrik

dan fungiform. Secara khusus, papiloma terjadi unilateral dalam kavitas sinonasal.

Papiloma terbalik lebih sering dan jinak; namun begitu, sel karsinoma skuamosa

mungkin hadir pada 5%-15% kasus. Tipikal papiloma muncul dari dinding nasal

lateral pada tingkat turbin medialis atau lebih sedikit dalam sinus maksilaris,

Meskipun pola serebriform sangan sulit dipikirkan untuk dihubungkan dengan

papiloma ternalik, tapi hal ini sering terlihat dengan keganasan lainnya. Sebuah

fokal ostetis pada pencitraan CT dapat mengindikasikan perlekatan sisi dari

sebuah papiloma terbalik. Papiloma terbalik dapat menunjukkan sebuaht

penampakan yang lebih agresif dibandingkan dengan destruksi tulang dan karang

mereka dapat mengikis dasar tulang (sama dengan polip jinak), menstimulasi

sebuah tumor maligna.

Opasifikasi unilateral yang bertopang pada olfaktorius dalam ketiadaan

temuan lain dalam sinus paranasal biasanya menunjukka sebuah kebocoran cairan

serebrofaskular, sebuah meningoensefalokel, atau sebuah neoplasma seperti

sebuah esthesioneuroblastoma (Gambar 3.13.A-C). Perhatian sering diperlukan

ketika evaluasi masa dalam sinus paranasal. Lesi tulang –fibro seperti osteoma,

displasia fibrosa, fibroma penulangan atau tidak dan lesi kondroid dapat

menyerupai massa ganas pada MRI. Namun begitu, lesi ini biasanya memiliki

karakteristik gambaran radiologis pada pencitraan CT. (gambar 3.14A,B dan 3.15

A-C)

Gambar 3.13 opasifikasi unilateral yang bertopang pada olfaktorius kiri

menunjukkan kebocoran cairan serebrospinal. Koronal (A) dan aksial (B) gambar

CT scan menunjukkan opasifikasi pada olfaktorius kiri

(*). Aksia berat –T2gambar MRI (*) adalah serupa dengan cairan sereprospinal

(seperti vitrus dari orbita), C (pelat kribiform), +, Olfaktorius jelas.

KEGANASAN NEOPLASMA

Karsinoma kavitas sinonasal terdiri dari 3-4% semua neoplasma kepala dan leher.

Pada umumnya, mereka memiliki prognosis yang relatif buruk karena banyak

hadir pada stadium lanjut, Sel kanker skuamosa berjumlah sekitar 80% dari

karsinoma sinonasal. Kira-kira 25%-60% karsinoma skuamosa terlibat dalam

antrum maksilaris. Namun, begitu sinus maksilaris secara sekunder terlibat dalam

perluasan langsung pada 80% pasien. Kira-kira 30%