CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

42
CASE REPORT KEJANG DEMAM SEDERHANA Oleh M. Ibnu Sina Nidia Fifi F. Ayu Kesuma Wardhani W Pembimbing Dr. Fedriansyah, Sp.A Dr. Murdoyo Rahmanoe, Sp.A SMF ANAK PERIODE 13 Agustus – 13 Oktober 2012 1

Transcript of CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

Page 1: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

CASE REPORT

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Oleh

M. Ibnu Sina

Nidia Fifi F.

Ayu Kesuma Wardhani W

Pembimbing

Dr. Fedriansyah, Sp.A

Dr. Murdoyo Rahmanoe, Sp.A

SMF ANAK

PERIODE 13 Agustus – 13 Oktober 2012

RSUD Hi. ABDUL MOELOEK

PROVINSI LAMPUNG

STATUS PENDERITA

1

Page 2: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

Nomor Rekam Medik : 259606/748128

Tanggal dan Pukul Masuk RSAM : 11 September 2012, pkl: 09.00 WIB

I. Anamnesis

A. Identitas

Nama Pasien : An. M. R

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 1 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Jl. Suprapto Gg. Langgar no 14. Tanjung Karang, Bandar

Lampung

Ayah

Nama : Tn. S

Usia : 28 tahun

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SLTA

Ibu

Nama : Ny. R

Usia : 26 tahun

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SLTA

B. Riwayat Penyakit

1. Keluhan Utama

Kejang

2. Keluhan Tambahan

Demam, Batuk , Pilek

2

Page 3: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Aloanamnesis (ibu pasien)

Pasien masuk melalui UGD RSAM pada hari Selasa, 11 September

2012 pukul 09.00 WIB dengan keluhan kejang tidak berulang. Kejang 2

jam SMRS kurang dari 15 menit berupa kejang kelojotan seluruh tubuh

setelah kejang anak rewel. Keluhan lain yaitu demam yang dirasakan

terus-menerus batuk berdahak dengan lendir berwarna putih diikuti

hidung berair ± 2 hari SMRS.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat pasien dengan keluhan yang sama disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga menderita kejang demam disangkal.

6. Riwayat Penyakit Kehamilan

Tidak ada riwayat penyakit selama hamil

7. Riwayat Persalinan

Pasien lahir cukup bulan, di bidan, lahir normal, langsung menangis,

tidak cacat, berat badan lahir 3300 gram, panjang badan 48 cm, pasien

merupakan anak kedua.

8. Riwayat Makanan

0-6 bulan : ASI eksklusif

6-9 bulan : ASI + nasi tim

9-12 bulan : ASI + nasi tim

Kesan

Kualitatif : cukup sesuai usia

Kuantitatif : cukup sesuai usia

3

Page 4: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

9. Riwayat Imunisasi

BCG : 1x, usia 2 bulan

DPT : 3x, usia 2,4,6 bulan

Campak : -

Hepatitis : 3x, usia 0,2,6 bulan

Polio : 3x, usia 0, 2,4 bulan

Kesan

Imunisasi tidak lengkap sesuai usia

II. Pemeriksaan Fisik

A. Status Present (11 September 2012)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Suhu : 39ºC

Frekuensi nadi : 166x/menit

Frekuensi nafas : 40x/menit

BB awal : 8,9 kg

BB sekarang : 8,9 kg

PB : 95 cm

Lingkar Kepala : 44 cm

Lingkar lengan : 13 cm (sesuai menurut usia)

Status Gizi : Baik

B. Status Generalis

1. Kelainan Mukosa Kulit/Subkutan yang Menyeluruh

Pucat : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Oedem : tidak ada

Turgor : baik

4

Page 5: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

Pembesaran KGB : tidak membesar

2. Kepala

Muka : edema (-), merah

Rambut : hitam, distribusi baik, tidak mudah dicabut

UUB : datar tidak membonjol

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

kornea jernih, reflek cahaya (+/+)

Telinga : bentuk normal, liang lapang, simetris,serumen (-/-)

Hidung : normal, deviasi septum (-), nafas cuping hidung

(-), tampak sekret

Mulut : bibir kering, sianosis (-)

3. Leher

Bentuk : simetris

Trachea : letak di tengah

KGB : tidak membesar

4. Thoraks

Bentuk : simetris, pengembangan dada simetris

Retraksi suprasternal : (-)

Retraksi substernal : (-)

Retraksi intercostal : (-)

5. Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba sela iga IV garis midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung kanan sela iga IV garis parasternal dextra

batas jantung kiri sela iga IV garis midclavicula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

6. Paru

5

Page 6: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

Anterior Posterior

InspeksiBentuk dan pergerakan

hemithoraks kiri=kanan

Bentuk dan pergerakan

hemithoraks kiri=kanan

PalpasiFremitus taktil

hemithoraks kiri=kanan

Fremitus taktil hemithoraks

kiri=kanan

PerkusiSonor pada seluruh

lapangan paru

Sonor pada seluruh

lapangan paru

Auskultasi

Vesikuler +/+

Ronkhi -/-

wheezing -/-

Vesikuler +/+

Ronkhi -/-

wheezing -/-

7. Abdomen

Inspeksi : tampak datar, simetris

Palpasi : turgor baik, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi : tympani, nyeri ketok (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

8. Genitalia eksterna

Kelamin : laki-laki normal, tidak ada kelainan

9. Ekstremitas

Superior Inferior

Anemis -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Akral dingin +/+ +/+

Edema -/- -/-

Rangsang Meningeal

1. Kaku Kuduk (-)

2. Brudzinski sign I (-)

3. Brudzinski sign II (-)

4. Kernig’s sign (-)

6

Page 7: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

5. Losseque sign (-)

III. Pemeriksaan Penunjang

A. Darah Rutin

Hb : 9,8 mg/dl

Ht : 15 %

Leukosit : 25.100 mm3

Trombosit : 273.000 mm3

Elektrolit : Na : 134 mmol/L

K : 4,5 mmol/L

Ca : 8,4 mmol/L

Cl : 99 mmol/L

MCV : 67,9 fl

MCH : 22,0 ps

B. Urin Rutin

Tidak dilakukan

C. Feces Rutin

Tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Penunjang Lain/Anjuran

1. Pungsi Lumbal

2. EEG

Resume

7

Page 8: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

I. Anamnesa

Pasien masuk melalui UGD RSAM pada hari Selasa, 11 September 2012 pukul

09.00 WIB dengan keluhan kejang tidak berulang. Kejang 2 jam SMRS kurang

dari 15 menit berupa kejang kelojotan seluruh tubuh setelah kejang anak rewel.

Keluhan lain yaitu demam yang dirasakan terus-menerus batuk berdahak

dengan lendir berwarna putih diikuti hidung berair ± 2 hari SMRS.

II. Pemeriksaan Fisik

-Keadaan umum : Tampak sakit sedang

-Kesadaran : komposmentis

-Nadi : 166 x/menit, reguler.

-Respirasi : 40 x/menit

-Suhu : 39 ºC

-BB : 8,9 kg

-Status gizi : baik

-Muka : mukosa hidung sekret (+)

-UUB : Tidak membonjol

-Thoraks : Cor dan Pulmo dalam batas normal

-Abdomen : Bising usus (+)

-Genitalia : laki-laki

-Ekstremitas : Akral dingin

III. Diagnosis Banding

1. Kejang Demam Sederhana

2. Epilepsi

3. Meningitis

IV. Diagnosis Kerja

Kejang Demam Sederhana

IV. Penatalaksanaan

8

Page 9: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

- O2 1 L/menit (nasal canule)

- Stesolid suppostoria 10 mg

- IVFD RL X gtt makro/menit

- Paracetamol syrup 3 dd Cth 1

V. Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad Fungtionam : Dubia ad Bonam

Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

9

Page 10: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

FOLLOW UP

Hari/Tanggal Keluhan Status

Present

Penatalaksanaan

Selasa,11 September

2012

- Anak rewel- Demam (+)- Batuk-pilek (+)- Kejang (-)

KU : TSSKes : CM

Vital sign Nadi : 166xRR : 56xT : 38ºC

- IVFD RL x gtt makro/menit- Paracetamol syrup 3x1 sdt

10

Page 11: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

ANALISA KASUS

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?

Diagnosa kerja pada pasien ini adalah kejang demam sederhana, sudah tepat.

menggunakan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman

untuak membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:2

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal

tidak menunjukkan kelainan

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam,

dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan

gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?

Penatalaksanaan pasien pada kasus ini sudah tepat yaitu berupa :

O2 1 L/menit (nasal canule)

Stesolid suppostoria 5 mg

IVFD RL 10 gtt makro/menit

Paracetamol syrup 3 dd Cth 1

Kompres hangat

Ampisilin inj/8 jam

3. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan

tidak perlu menyebabkan kematian. Tetapi ada kemungkinan anak dengan riwayat

menderita kejang demam dapat berulang kembali kejangnya di kemudian hari.

11

Page 12: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam

tergantung dari faktor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak

menderita kejang demam.

3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari

akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya

terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa

demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981").

12

Page 13: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

II. TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh ( suhu rectal diatas 38C ) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium.1 Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering

dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun.

Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980), kejang demam adalah

kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi tidak

pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang

pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak

termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan

epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang berulang tanpa demam.1,2,3

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf

seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini

mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang

mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu Livingston membagi

kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile

convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by

fever).2

 Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah

menderitanya (Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari

percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya bangkitan kejang. 1

Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta

cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan McGreal, 1958). Faktor

hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa

kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan

dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2%

13

Page 14: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak

normal hanya 3%.1

KLASIFIKASI KEJANG DEMAM (KD)

Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu

kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan

berlangsung umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung kurang dari

15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Kriteria

penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat

beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,

tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam

otak dan lainnya1,2

I. Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal2

Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam tidak khas

Ciri–ciri kejang demam sederhana ialah:2

1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri

yang kejang sama seperti yang kanan

2. Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun

3. Suhu 100F (37,78C) atau lebih

4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit

5. Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal

6. EEG (electro encephalography – rekaman otak) yang dibuat setelah tidak

demam adalah normal

Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai

kejang demam tidak khas

II.                  Klasifikasi KD menurut Livingston2

Livingston membagi dalam:

1. KD sederhana

14

Page 15: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

2. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

Ciri-ciri KD sederhana:2

1. Kejang bersifat umum

2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)

3. Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun

4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun

5. EEG normal

KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy

yang dicetuskan oleh demam

III.                  Klasifikasi KD menurut Fukuyama2

Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu:

1. KD sederhana

2. KD kompleks

Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:2

1. Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy

2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun

3. Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun

4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari  20menit

5. Kejang tidak bersifat fokal

6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist atau

abnormalitas perkembangan

8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD

jenis kompleks

Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM  Jakarta, menggunakan

kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat

diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:

8. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

15

Page 16: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

9. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

10. Kejang bersifat umum

11. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

12. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

13. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal

tidak menunjukkan kelainan

14. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi yang

diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar

kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya

merupakan faktor pencetus.

FAKTOR RESIKO

Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah

demam. Selain itu juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau

saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak

dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam

pertama, kira-kira 33 anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan

kira-kira 9 anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi

meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,

temperature yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan

riwayat keluarga epilepsi.1

Dua puluh sampai 25% penderita kejang demam mempunyai keluarga

dekat (orang-tua dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang

demam. Tsuboi  mendapatkan bahwa insiden kejang demam pada orang tua

penderita kejang demam ialah 17% dan pada saudara kandungnya 22%. Delapan-

puluh persen dari kembar monosigot dengan kejang demam adalah konkordans

untuk kejang demam. Kebanyakan peneliti mendapat kesan bahwa kejang demam

diturunkan secara dominan dengan penetrasi yang mengurang dan ekspresi yang

bervariasi, atau melalui modus poligenik.1

16

Page 17: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya

untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan

satu saudara pernah pula mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi

50% .1,2,3

Penelitian  Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing juga memperoleh data

riwayat keluarga pada 231 penderita KD Dari mereka ini 60 penderita merupakan

anak tunggal waktu diperiksa. Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai

satu atau lebih saudara kandung - 79 penderita (36%) mempunyai satu atau lebih

saudara kandung yang pemah mengalami kejang yang disertai demam. Jumlah

seluruh saudara kandung dari 221 penderita ini ialah 812 orang, dan 119 (14,7%)

di antaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.2

ETIOLOGI

Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan

pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang

demam,yaitu:2,3,4

1. Demamnya sendiri

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap

otak

3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak

diketahui atau ensefalopati toksik sepintas

6. Gabungan semua faktor diatas

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi

kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi

waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah

imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak).1

Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing

pada 297 penderita   kejang    demam,  66(22,2%)   penderita   tidak  diketahui

penyebabnya.2 Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat

17

Page 18: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian

tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media akut. (lihat tabel ).

Penyebab demam pada 297 penderita KD1,2

Penyebab demam Jumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitisOtitis media akut (radang liang telinga tengah)Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna)Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasiBronkitis (radang saiuran nafas)Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas)Morbili (campak)Varisela (cacar air)Dengue (demam berdarah)Tidak diketahui

10091

22

441738

121166

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada

infeksi lainnya.

Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami KD

dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian

KD hanya sekitar 1%,

Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD

pada shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat

racun yang dihasilkan kuman bersangkutan.

PATOFISIOLOGI1,5

Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor

fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 1.

Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi

yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang

terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen

disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui

18

Page 19: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui

proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam

adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran

sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit

dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).

Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi

rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan

jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga

keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-

ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

            Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:

1.      Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.

2.      Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran

listrik dari sekitarnya.

3.      Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%.

Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion

kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas

ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang

disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang

kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang

anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan

ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC,

sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat

terjadi pada suhu 40oC atau lebih 4.

Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet

19

Page 20: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang

akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis

disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang

tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya

aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan

hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron.

Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam

lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam

penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita

menjadi kejang.

MANIFESTASI KLINIK

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu

yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih

(rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik.

Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan

disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului

kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.2,3,4,5

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang

dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri

setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak

capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk

sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah

beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit

neurologis. 2

Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering

bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood

(lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam

sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis

20

Page 21: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering

terjadi pada kejang demam yang pertama.2

DIAGNOSIS

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston

yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian

Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal

tidak menunjukkan kelainan

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi  4 kali

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang

demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak

didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu.

Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula

tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau

radang otak (ensefalitis)

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk

menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam

yang pertama dan dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG)

ternyata kurang mempunyai nilai prognostic, EEG tidak dapat digunakan untuk

memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang

dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang

demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan

untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan

gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan  metabolisme

21

Page 22: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain

perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam.2

DIAGNOSIS BANDING2,3,4,5,6

    Epilepsi

    Meningitis

    Ensefalitis

PENATALAKSANAAN

Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto

Mangunkusumo Jakarta, dalam seminar "Kejang Demam pada Anak" beberapa

waktu lalu, tindakan awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada

posisi miring dan hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu

memasukkan apa pun di antara gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke

dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya tergigit. Hal ini tidak ada gunanya,

justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka. Miringkan posisi anak

sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan gerakan anak.

Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit.1

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam

yaitu:2,3,4,5,6,9,10

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan fase akut

Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah

atau muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin.

Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan

fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan

pemberian antipiretik.

22

Page 23: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama

pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu

pemberian obat – obatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat – obat yang dapat

digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4

– 6 jam atau ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam.

Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek

terapeutik diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek

toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan

dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan. Diazepam  dapat  diberikan secara

intravena dan intrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan

kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti

sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak

timbul kejang lagi jarum dicabut.

 Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang

seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif

melalui rektum telah dibuktikan keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk.,

1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian dilakukan pada anak/bayi dalam posisi

miring/ menungging dan dengan rektiol yang ujungnya diolesi vaselin,

dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke rektum sedalam 3 - 5 cm. Kemudian

rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang

dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam

intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg).

Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak

berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena

perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan

pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan

iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital

yang langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan –

1 tahun  50 mg  dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam

kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan

dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan

23

Page 24: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

dosis  4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat

diberikan secara suntikan dan setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa

dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya adalah

hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.

Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.

Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada

kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau

bila kejang demam berlangsung lama.2

Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:2

1. Profilaksis intermiten

Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang

menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk

profilaksis intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis

saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam

sebanyak 5 mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu

lebih dari 38,5C.

Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk

menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4

tahun.

2. Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik

yang stabil  dan cukup  didalam  darah  penderita  untuk  mencegah  terulangnya

kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat

mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap

hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang

dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang

terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

24

Page 25: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1

atau 2) yaitu:2

1.  Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).

2.   Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis

sementara atau menetap.

3.   Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.

4.   Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi

kejang

multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan

jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam

dengan diazepam oral alau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang

mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan

adalah sebagai berikut :8,9,10

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,

bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau

penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan

penanganan khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke

fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa

ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula

sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat

mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui

dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher,

muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.  

25

Page 26: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain

poin-poin di atas adalah sebagai berikut :8,9,10

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask

Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau

jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk

meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya

menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup

lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.

Imunisasi dan kejang demam 8

Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti

kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang

demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut:

·         DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan

menurun setelahnya.  

·         MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah

imunisasi.

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang

lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca

imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi

kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.

PROGNOSIS2

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan

tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi

terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6

26

Page 27: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga,

Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita

50% dan pria 33%.

Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga

adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang

25%.

Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya

Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-

ston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9%

yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam

temyata 97% yang menjadi epilepsi.2

Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam

tergantung dari faktor:2

4. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

5. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak

menderita kejang demam.

6. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari

akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya

terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa

demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981").

Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project

di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti 

perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan  kematian sebagai  

akibat   kejang   demam.  Anak  dengan  kejang  demam  ini  lalu dibandingkan

dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan

WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat

kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya

(kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau

27

Page 28: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah

daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative

Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The

National Child Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah

mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes

pada usia 7 dan 11 tahun.2,3,4,5,6

Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan

IQ waktu diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya

yang tanpa kejang demam.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. 

 Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-

RSCM.Jakara,2005

2. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007 3. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.4.Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta  2007.5.Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London6.Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita Selekta Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2000.7.Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig. Textbook of Pediatric Emergency Medicine 4th edition (January 15, 2000).Seizures. Lippincott, Williams & Wilkins,USA,2000     8.Kejang Demam,Guidelinehttp://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?FNM=1089 9 .9.Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf10.Prodigy Guidance - Febrile convulsion. April 2005. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion

28

Page 29: CR Kejang Demam Ayu, Nidi, Ibnu

29