Contoh Makalah Teori Akuntansi

download Contoh Makalah Teori Akuntansi

of 13

Transcript of Contoh Makalah Teori Akuntansi

  • MAKALAH

    PENALARANDosen pembimbing : Rina Hendrawati, SE.,Ak.

    Disusun Oleh :

    Fakultas Ekonomi /Prodi AkuntansiUniversitas Wisnuwardhana Malang

    Jl. Danau sentani 99 Malang2013

    Nama : HeriyantoNPM : 1002040006

  • DAFTAR ISI

    BAB I : PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang1.2 Rumusan Masalah .1.3 Tujuan Penelitian .

    BAB II : PEMBAHASAN

    2.1 Penalaran ..................

    2.1.1 Asersi .......................................................................................2.1.2 Keyakinan ...............................................................................2.1.3 Argumen .................................................................................

    2.2 Penalaran Induktif Dalam Akuntansi ....

    2.3 aspek manusia dalam penalaran....................

    BAB III : PENUTUP

    3.1 Kesimpulan .......

    DAFTAR FUSTAKA ...................................................................................................

  • BAB I

    1.1Latar BelakangPenalaran sangat penting perannya dalam belajar teori akuntansi

    karena teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran yang

    memadai. Teori akuntansi banyak melibatkan proses penilaian kelayakan

    dan validitas suatu pernyataan dan argumen. Penalaran memberi

    keyakinan bahwa suatu pernyataan atau argumen layak untuk diterima

    atau ditolak. Penalaran logis merupakan salah satu sarana untuk

    memverifikasi validitas suatu teori.

    Penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip

    berpikir logis yang menjadi basis dalam diskusi ilmiah. Penalaran juga

    merupakan suatu ciri sikap (attitude) ilmiah yang sangat menuntut

    kesungguhan (commitment) dalam menemukan kebenaran ilmiah.1

    Sikap ilmiah membentengi sikap untuk meme- cahkan masalah secara

    serampangan, subjektif, pragmatik, dan emosional. Karena pentingnya

    masalah penalaran ini, bab ini membahas secara khusus pengertian

    penalaran dan berbagai aspeknya serta aplikasinya dalam akuntansi.

    Dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir logis dan

    sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan

    (belief) terhadap suatu pernyataan atau asersi (assertion). Pernyataan

    dapat berupa teori (penjelasan) tentang suatu fenomena atau realitas

    alam, ekonomik, politik, atau sosial. Pena- laran perlu diajukan dan

    dijabarkan untuk membentuk, mempertahankan, atau mengubah

    keyakinan bahwa sesuatu (misalnya teori, pernyataan, atau penjelas- an)

    adalah benar. Penalaran melibatkan inferensi (inference) yaitu proses

    penu- runan konsekuensi logis dan melibatkan pula proses penarikan

    simpulan/konklusi (conclusion) dari serangkaian pernyataan atau asersi.

    Proses penurunan simpulan sebagai suatu konsekuensi logis dapat

    bersifat deduktif maupun induktif. Penalar- an mempunyai peran penting

    dalam pengembangan, penciptaan, pengevaluasian, dan pengujian suatu

    teori atau hipotesis.

    Teori (pernyataan-pernyataan teoretis) merupakan sarana untuk

    menyata- kan suatu keyakinan sedangkan penalaran merupakan proses

  • untuk mendukung keyakinan tersebut. Oleh karena itu, keyakinan

    (terhadap suatu teori atau per- nyataan) berkisar antara lemah sampai

    kuat sekali atau memaksa (compelling) bergantung pada kualitas atau

    keefektifan penalaran dalam menimbulkan daya bujuk atau dukung yang

    dihasilkan.

    1.2Rumusan MasalahDari latar belakang diatas kami dapat mengambil rumusan masalah

    sebagai berikut :

    1) Apa yang dimaksut dengan penalaran ?

    2) Bagaimana peranan penalaran induktif dalam akuntansi ?

    3) Bagaimana peranan aspek manusia dalam penalaran ?

    1.3Tujuan Pembuatan MakalahDalam pembuatan makalah ini kami memiliki beberapa tujuan

    diantaranya sebagi berikut :

    1) Untuk mengetahui apa yang dimaksut dengan penalaran .

    2) Untuk mengetahui bagaimana peran penalaran induktif dalam

    akuntansi.

    3) Untuk mengetahui bagaimana peranan aspek manusia dalam

    penalaran.

    BAB IIPEMBAHASAN

  • 2.1 PenalaranDapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir logis dan

    sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan

    (belief) terhadap suatu pernyataan atau asersi (assertion). Pernyataan

    dapat berupa teori (penjelasan) tentang suatu fenomena atau realitas

    alam, ekonomik, politik, atau sosial. Pena- laran perlu diajukan dan

    dijabarkan untuk membentuk, mempertahankan, atau mengubah

    keyakinan bahwa sesuatu (misalnya teori, pernyataan, atau penjelas- an)

    adalah benar. Penalaran melibatkan inferensi (inference) yaitu proses

    penu- runan konsekuensi logis dan melibatkan pula proses penarikan

    simpulan/konklusi (conclusion) dari serangkaian pernyataan atau asersi.

    Proses penurunan simpulan sebagai suatu konsekuensi logis dapat

    bersifat deduktif maupun induktif. Penalar- an mempunyai peran penting

    dalam pengembangan, penciptaan, pengevaluasian, dan pengujian suatu

    teori atau hipotesis.

    Teori (pernyataan-pernyataan teoretis) merupakan sarana untuk

    menyata- kan suatu keyakinan sedangkan penalaran merupakan proses

    untuk mendukung keyakinan tersebut. Oleh karena itu, keyakinan

    (terhadap suatu teori atau per- nyataan) berkisar antara lemah sampai

    kuat sekali atau memaksa (compelling) bergantung pada kualitas atau

    keefektifan penalaran dalam menimbulkan daya bujuk atau dukung yang

    dihasilkan.

    Struktur dan proses penalaran dibangun atas dasar tiga konsep

    penting yaitu: asersi (assertion), keyakinan (belief), dan argumen

    (argument). Struktur penalaran menggambarkan hubungan ketiga

    konsep tersebut dalam menghasilkan daya dukung atau bukti rasional

    terhadap keyakinan tentang suatu pernyataan.

    2.1.1 AsersiAsersi adalah suatu pernyataan (biasanya positif)

    yang menegaskan bahwa sesuatu (misalnya teori) adalah

    benar. Bila seseorang mempunyai kepercayaan

    (confidence) bahwa statemen keuangan itu bermanfaat bagi

    investor adalah benar, maka pernyataan statemen

  • keuangan itu bermanfaat bagi investor merupakan

    keyakinannya. Asersi mempunyai fungsi ganda dalam

    penalaran yaitu sebagai ele- men pembentuk (ingredient)

    argumen dan sebagai keyakinan yang dihasilkan oleh

    penalaran (berupa simpulan). Artinya, keyakinan yang

    dihasilkan dinyatakan dalam bentuk asersi pula. Dengan

    demikian, asersi merupakan unsur penting dalam

    penalaran karena asersi menjadi komponen argumen

    (sebagai masukan penalaran) dan merupakan cara untuk

    merepresentasi atau mengungkapkan keyakinan (sebagai

    keluaran penalaran).

    2.1.2 KeyakinanKeyakinan adalah tingkat kebersediaan (willingness)

    untuk menerima bahwa suatu pernyataan atau teori

    (penjelasan) mengenai suatu fenomena atau gejala (alam

    atau sosial) adalah benar. Orang mendapatkan keyakinan

    akan suatu per- nyataan karena dia melekatkan

    kepercayaan terhadap pernyataan tersebut. Orang dapat

    dikatakan mempunyai keyakinan yang kuat kalau dia

    bersedia bertindak (berpikir, berperilaku, berpendapat,

    atau berasumsi) seakan-akan keyakinan tersebut benar.

    Keyakinan merupakan unsur penting penalaran karena

    keyakinan menjadi objek atau sasaran penalaran dan karena

    keyakinan menentu- kan posisi (paham) dan sikap

    seseorang terhadap suatu masalah yang menjadi topik

    bahasan.

    2.1.3 ArgumenArgumen adalah serangkaian asersi beserta

    keterkaitan (artikulasi) dan infe- rensi atau penyimpulan yang

    digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Bila

    dihubungkan dengan argumen, keyakinan adalah tingkat

  • kepercayaan yang dile- katkan pada suatu pernyataan

    konklusi atas dasar pemahaman dan penilaian suatu

    argumen sebagai bukti yang masuk akal. Oleh karena itu,

    argumen menjadi unsur penting dalam penalaran karena

    tidak digunakan untuk membentuk, meme- lihara, atau

    mengubah suatu keyakinan.

    2.2 Penalaran Induktif Dalam AkuntansiPenalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya digunakan

    untuk menghasil- kan pernyataan umum yang menjadi penjelasan (teori)

    terhadap gejala akuntansi tertentu. Pernyataan-pernyataan umum

    tersebut biasanya berasal dari hipotesis yang diajukan dan diuji dalam

    suatu penelitian empiris. Hipotesis merupakan generalisasi yang dituju

    oleh penelitian akuntansi. Bila bukti empiris konsisten dengan

    (mendukung) generalisasi tersebut maka generalisasi tersebut menjadi

    teori yang valid dan mempunyai daya prediksi yang tinggi. Contoh

    pernyataan umum sebagai hasil penalaran induktif (generalisasi) antara

    lain adalah:

    1) Perusahaan besar memilih metoda akuntansi yang menurunkan laba.

    2) Tingkat likuiditas perusahaan perdagangan lebih tinggi daripada tingkat

    likuiditas perusahaan pemanufakturan.

    3) Tingkat solvensi berasosiasi positif dengan probabilitas kebankrutan

    perusahaan.

    4) Partisipasi manajer divisi dalam penyusunan anggaran mempunyai

    pengaruh positif terhadap kinerja divisi.

    5) Ambang persepsi etis wanita lebih tinggi dibanding ambang persepsi

    etis pria dalam menilai kasus pelanggaran etika atau hukum.

    6) Ukuran atau besar-kecilnya (size) perusahaan berasosiasi positif

    dengan tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) dalam

    statemen keuangan.

  • Secara statistis, generalisasi berarti menyimpulkan karakteristik

    populasi atas dasar karakteristik sampel melalui pengujian statistis.

    Misalnya, suatu teori harus diajukan untuk menjelaskan mengapa terjadi

    perbedaan luas atau banyak- nya pengungkapan dalam statemen

    keuangan antarperusahaan. Teori tersebut misalnya dinyatakan dalam

    pernyataan umum (proposisi) terakhir dalam daftar di atas yaitu ukuran

    perusahaan berasosiasi positif dengan tingkat pengungkapan sukarela.

    Untuk sampai pada proposisi dalam contoh tersebut, tentu saja

    diperlukan argumen dalam bentuk rerangka atau landasan teoretis.

    Dalam proposisi ini, ukuran perusahaan dan tingkat pengungkapan

    sukarela merupakan konsep sedangkan berasosiasi positif

    merupakan hubungan yang diteorikan. Agar proposisi dapat diuji,

    konsep dalam proposisi harus didefinisi secara operasional menjadi

    suatu variabel yang dapat diamati dalam dunia nyata sehingga konsep

    abstrak dapat diukur. Dalam contoh ini, aset (dapat juga penjualan)

    dijadikan defi- nisi operasional (proksi) ukuran perusahaan sedangkan

    banyaknya butir peng- ungkapan yang tidak diatur oleh standar

    akuntansi merupakan definisi pengungkapan sukarela. Dalam pengujian

    statistis, hubungan teoretis antarvaria- bel sering dinyatakan dalam bentuk

    hipotesis.

    Setelah definisi operasional diukur untuk sampel amatan, konsep-

    konsep yang diteorikan direpresentasi dalam bentuk variabel dan diberi

    notasi (misalnya X dan Y) agar analisis data mudah dilakukan. Untuk

    menguji hipotesis, hubungan antara variabel diuji dengan alat statistis

    tertentu (misalnya regresi). Bila pengujian secara statistis menunjukkan

    bahwa hubungan antara variabel secara statistis signifikan, berarti ada

    keyakinan tinggi (misalnya tingkat keyakinan 95%) bahwa teori yang

    diajukan didukung secara empiris sehingga dapat dilaku- kan generalisasi.

    Dari contoh di atas, generalisasi secara formal dapat dinyatakan dalam

    penalaran induktif sebagaimana tampak pada argumen di bawah ini.

    Premis: Pengamatan (sampel) menunjukkan bahwa makin besaraset perusahaan makin banyak butir pengungkapan yangdisajikan perusahaan dalam statemen keuangan.Hubungan ini secara statistis signifikan pada = 0,05.

  • Konklusi: Ukuran atau besar-kecilnya (size) perusahaan beraso- siasi

    positif dengan tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures)

    dalam statemen keuangan.

    Dalam praktiknya, penalaran induktif tidak dapat dilaksanakan

    terpisah dengan penalaran deduktif atau sebaliknya. Kedua penalaran

    tersebut saling ber- kaitan. Premis dalam penalaran deduktif, misalnya,

    dapat merupakan hasil dari suatu penalaran induktif. Demikian juga,

    proposisi-proposisi akuntansi yang dia- jukan dalam penelitian biasanya

    diturunkan dengan penalaran deduktif.

    Bila dikaitkan dengan perspektif teori yang lain, teori akuntansi

    normatif biasanya berbasis penalaran deduktif sedangkan teori

    askuntansi positif biasanya berbasis penalaran induktif. Secara umum

    dapat dikatakan bahwa teori akuntansi sebagai penalaran logis bersifat

    normatif, sintaktik, semantik, dan deduktif sementara teori akuntansi

    sebagai sains bersifat positif, pragmatik, dan induktif. Buku ini

    memandang teori akuntansi sebagai penalaran logis dalam bentuk

    perekayasaan pelaporan keuangan. Oleh karena itu, pembahasan buku

    ini lebih berhaluan normatif sehingga banyak menerapkan penalaran

    deduktif dengan fokus bahasan yang bersifat struktural (sintaktik) dan

    semantik.

    2.3 Aspek Manusia Dalam Penalaran

    Stratagem dan salah nalar yang dibahas di atas belum mencakup

    semua stratagem dan kecohan yang mungkin terjadi. Masih banyak cara

    atau proses yang mengaki- batkan kecohan. Uraian di atas juga belum

    menyinggung aspek manusia dalam penalaran. Namun, pembahasan di

    atas memberi gambaran bahwa penalaran untuk meyakinkan kebenaran

    atau validitas suatu pernyataan bukan merupakan proses yang

    sederhana.

    Telah disinggung sebelumnya bahwa mengubah keyakinan melalui

    argumen dapat merupakan proses yang kompleks karena pengubahan

    tersebut menyangkut dua hal yang berkaitan yaitu manusia yang

  • meyakini dan asersi yang menjadi objek keyakinan. Manusia tidak selalu

    rasional dan bersedia berargumen sementa- ra itu tidak semua asersi

    dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan tun- tas. Hal ini tidak

    hanya terjadi dalam kehidupan umum sehari-hari tetapi juga dalam dunia

    ilmiah dan akademik yang menuntut keobjektifan tinggi. Yang mem-

    prihatikan dunia akademik adalah kalau para pakar pun lebih suka

    berstratagem daripada berargumen secara ilmiah. Berikut ini dibahas

    beberapa aspek manusia yang dapat menjadi penghalang

    (impediments) penalaran dan pengembangan ilmu, khususnya dalam

    dunia akademik atau ilmiah.

    Hambatan untuk bernalar sering muncul akibat orang mempunyai

    kepentingan tertentu (vested interest) yang harus dipertahankan.

    Kepentingan sering memaksa orang untuk memihak suatu posisi

    (keputusan) meskipun posisi tersebut sangat lemah dari segi argumen.

    Dalam dunia akademik dan ilmiah, kepentingan untuk menjaga

    harga diri individual atau kelompok (walaupun semu) dapat menyebabkan

    orang (akademisi atau ilmuwan) berbuat yang tidak masuk akal. Hal ini

    terjadi umumnya pada mereka yang sudah mendapat julukan pakar atau

    ilmuwan yang kebetulan mem- punyai kekuasaan politis (baik formal atau

    informal). Nickerson (1986) menggam- barkan hal ini dengan mengatakan

    bahwa people with good reasoning ability may find themselves behaving in

    an unreasonable way.

    Kebebasan akademik merupakan suatu ciri penting lingkungan

    akademik yang kondusif untuk pengembangan pengetahuan dan profesi

    (khususnya akun- tansi). Kebebasan akademik harus diartikan sebagai

    kebebasan untuk berbeda pendapat secara akademik dalam suatu

    forum yang memungkinkan akademisi berargumen secara terbuka. Sikap

    akademisi yang patut dihargai adalah keberse- diaan untuk berargumen.

    Sikap ilmiah menuntut akademisi (termasuk pengelola suatu

    institusi) untuk berani membaca dan memahami gagasan alternatif dan,kalau gagasan tersebut valid dan menuju ke perbaikan, bersediamembawa gagasan tersebut ke kelas atau diskusi ilmiah dan bukan

    malahan mengisolasinya. Keberanian dan keberse- diaan seperti itu

    merupakan suatu ciri sikap ilmiah dan akademik yang sangat ter- puji

  • (respected). Ini tidak berarti bahwa ilmuwan/akademisi harus selalu

    setuju dengan suatu gagasan. Ketidaksetujuan dengan suatu gagasan itu

    sendiri (setelah berani membaca) merupakan suatu sikap ilmiah asal

    dilandasi dengan argumen yang bernalar dan valid. Ketidakberanian

    dan ketidakbersediaan itulah yang merupakan sikap tidak ilmiah

    (akademik) dan justru hal ini sering terjadi dalam dunia akademik tidak

    hanya pada masa sekarang tetapi juga masa lalu.

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 KesimpulanPraktik yang sehat harus dilandasi oleh teori yang sehat pula.

    Teori yang sehat harus dilandasi oleh penalaran yang sehat karena

    teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran yang memadai.

    Penalaran merupakan proses berpikir logis dan sistematis untuk

    membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan akan asersi.

    Unsur-unsur penalaran adalah asersi, keyakinan, dan argumen.

    Interaksi antara ketiganya merupakan bukti rasional untuk mengevaluasi

    kebenaran suatu pernyataan teori. Asersi merupakan pernyataan bahwa

    sesuatu adalah benar atau penegasan tentang suatu realitas. Keyakinan

    merupakan kebersediaan untuk menerima kebenaran suatu pernyataan.

    Argumen adalah proses penurunan sim- pulan atau konklusi atas dasar

  • beberapa asersi yang berkaitan secara logis.

    Asersi dapat dinyatakan secara verbal atau struktural. Asumsi,

    hipotesis, dan pernyataan fakta merupakan jenis tingkatan asersi. Jenis

    tingkatan konklusi tidak dapat melebihi jenis tingkatan asersi yang

    terendah.

    Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran. Keyakinan

    mengan- dung beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan

    pendapat, bertingkat, mengandung bias, memuat nilai, berkekuatan,

    veridikal, dan tertempa.

    Aspek manusia sangat berperan dalam argumen khususnya

    apabila suatu kepentingan pribadi atau kelompok terlibat dalam suatu

    perdebatan. Orang cenderung bersedia menerima penjelasan sederhana

    atau penjelasan yang pertama kali didengar. Sebagai manusia, orang

    tidak selalu dapat mengakui kesalahan. Sindroma tes klinis dan

    mentalitas Djoko Tingkir dapat menghalangi terjadinya argumen yang

    sehat. Bila keputusan telanjur diambil padahal keputusan tersebut

    mengandung kesalahan, orang cenderung melakukan rasionalisasi

    bukan lagi argumen untuk mendukung keputusan. Karena tradisi atau

    kepentingan, orang sering bersikap persisten terhadap keyakinan yang

    terbukti salah.

    Sampai tingkat tertentu persistensi mempunyai justifikasi yang

    dapat diper- tanggungjelaskan. Namun, bila sikap persisten menghalangi

    atau menutup diri untuk mempertimbangkan argumen-argumen baru yang

    kuat dan lebih mengarah untuk meninggalkan keyakinan atau paradigma

    yang tidak valid lagi, sikap persis- ten menjadi tidak layak lagi. Lebih-lebih,

    bila sikap tersebut dilandasi oleh motif untuk melindungi kepentingan

    tertentu (vested interest). Persistensi semacam ini akan menjadi resistensi

    terhadap perubahan yang pada gilirannya akan meng- hambat

    pengembangan pengetahuan.