contoh case anak BA

102
BAB I PENDAHULUAN Morbili (disebut juga rubeola, red measles atau hard measles) merupakan penyakit virus menular dan menimbulkan dampak yang serius.Seseorang yang tidak mendapat vaksin virus ini memiliki risiko lebih tinggi terkena morbili.Morbili lebih sering terjadi pada seseorang yang rentan (mereka yang tidak pernah terkena penyakit ini sebelumnya atau yang tidak mendapat vaksin) yang melakukan perjalanan.Morbili menular melalui kontak langsung melalui droplet infeksi maupun penyebaran udara.Transmisi juga terjadi melalui kontak maupun sentuhan dengan bahan yang terkontaminasi dan kemudian tersentuh mata, hidung, dan/atau mulut. Transmisi morbili mulai dari 4 hari sebelum sampai 4 hari sesudah ruam kemerahan muncul, maksimal terjadi mulai dari onset prodromal (atau gejala pertama) yaitu 3-4 hari setelah ruam kemerahan muncul. 1 Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan berkurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. 2,3 1

description

BP pada morbili

Transcript of contoh case anak BA

Page 1: contoh case anak BA

BAB I

PENDAHULUAN

Morbili (disebut juga rubeola, red measles atau hard measles) merupakan penyakit virus menular

dan menimbulkan dampak yang serius.Seseorang yang tidak mendapat vaksin virus ini memiliki

risiko lebih tinggi terkena morbili.Morbili lebih sering terjadi pada seseorang yang rentan

(mereka yang tidak pernah terkena penyakit ini sebelumnya atau yang tidak mendapat vaksin)

yang melakukan perjalanan.Morbili menular melalui kontak langsung melalui droplet infeksi

maupun penyebaran udara.Transmisi juga terjadi melalui kontak maupun sentuhan dengan bahan

yang terkontaminasi dan kemudian tersentuh mata, hidung, dan/atau mulut. Transmisi morbili

mulai dari 4 hari sebelum sampai 4 hari sesudah ruam kemerahan muncul, maksimal terjadi

mulai dari onset prodromal (atau gejala pertama) yaitu 3-4 hari setelah ruam kemerahan

muncul.1

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan

seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan

kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut

kekebalan akan berkurang sehingga si bayi dapat menderita morbili.2,3

1

Page 2: contoh case anak BA

BAB II

PRESENTASI KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa : Justhesya Fitriani F.P Pembimbing: Dr. Kirana, Sp.A

NIM : 030.07.128 Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. L

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 1 tahun 3 bulan

Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 10 Oktober 2014

Suku bangsa : Betawi

Agama : Islam

Pendidikan : -

Alamat : Klender, Jakarta Timur

2

Page 3: contoh case anak BA

ORANG TUA/ WALI

Ayah Ibu

Nama : Tn. E

Umur : 40 tahun

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SMP

Suku bangsa : Betawi

Agama : Islam

Alamat : Klender, Jakarta

Timur

Nama : Ny. S

Umur : 38 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMP

Suku bangsa : Betawi

Agama : Islam

Alamat : Klender, Jakarta

Timur

Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung.

I. ANAMNESIS

Lokasi : Bangsal lantai 6 Timur, kamar 615

Tanggal / waktu : 5 Februari 2016 pukul 06.00 WIB

Tanggal masuk : 4 Februari 2016 pukul 18.50 WIB

Keluhan utama : Sesak sejak 1 hari sebelum masuk RS.

Keluhan tambahan : Demam sejak 2 minggu naik turun, keluar ruam-ruam

merah di seluruh tubuh, batuk berdahak, pilek, diare.

A. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih pada tanggal 4/2/2016 jam 18.50 wib

dengan keluhan satu hari sebelum dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih pasien

terdapat sesak dan batuk berdahak berwarna kuning kehijauan, diare cair

berwarna cokelat tidak berlendir dan berdarah sebanyak 2x. Dua minggu sebelum

masuk RS, pasien sempat demam. Berdasarkan anamnesis ibu pasien, demam

naik turun selama 1 minggu kemudian ibu pasien membawa pasien berobat.

3

Page 4: contoh case anak BA

Setelah berobat, demam sempat turun lalu pada kulit pasien muncul ruam-ruam

kemerahan disertai pilek. Ibu pasien juga menambahkan bahwa di lingkungan

rumahnya ada beberapa anak tetangga yang sedang menderita campak. Mual,

muntah, dan riwayat kejang disangkal oleh ibu pasien.

B. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit ginjal (-)

Cacingan (-) Diare (-)Penyakit

jantung(-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien tidak pernah mengalami gejala

serupa.

C. Riwayat Kehamilan/ Persalinan

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Klinik Bidan (selalu

datang sesuai anjuran bidan)

KELAHIRAN Tempat persalinan Klinik Bidan

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinanSpontan

Penyulit : Tidak ada

Masa gestasi 39 minggu

Keadaan bayi Berat lahir : 2.700 gr

Panjang lahir : 49 cm

Lingkar kepala : Tidak tahu

Langsung menangis (+)

Kemerahan (+)

Kuning (-)

4

Page 5: contoh case anak BA

Nilai APGAR : Tidak tahu

Kelainan bawaan : Tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan/ persalinan : Kontrol kehamilan baik, persalinan spontan,

cukup bulan, berat badan lahir sesuai dengan masa kehamilan, tidak ada kelainan atau penyakit

yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.

D. Riwayat Perkembangan

Pertumbuhan gigi I : Lupa (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Psikomotor : Tengkurap : Lupa (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Lupa (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Lupa (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : 9 bulan (Normal: 13 bulan)

Bicara : 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Membaca dan menulis : -

Perkembangan pubertas : Tanda seks sekunder (-)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan :Tidak ada kelainan

E. Riwayat Makanan

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 ASI - - -

2 – 4 ASI - - -

4 – 6 ASI - - -

6 – 8 ASI + + -

5

Page 6: contoh case anak BA

8 – 10 ASI + + +

10 -12 ASI + + +

Kesulitan makan :ibu pasien mengatakan selama sakit pasien masih mau minum susu

(ASI)

F. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

BCG 1 bulan - - - -

DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - -

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan - -

Campak - - - - -

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - -

Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar belum lengkap.

G. Riwayat Keluarga

a. Riwayat Penyakit Keluarga:. Dari keterangan ibu pasien, di anggota keluarganya

tidak ada yang menderita penyakit darah tinggi, kencing manis, alergi.

b. Riwayat Kebiasaan: Tidak ada keluarga pasien yang tinggal serumah yang

merokok, suka meminum alkohol atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

Kesimpulan riwayat keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang memiliki gejala

serupa. Riwayat transfusi darah (-).

H. Riwayat Lingkungan

Berdasarkan keterangan ibu pasien, di sekitar rumahnya anak-anak tetangga sedang

terkena campak

Kesimpulan keadaan lingkungan: Keadaan lingkungan kurang baik.

6

Page 7: contoh case anak BA

I. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Ibu pasien mengatakan untuk saat ini penghasilan suaminya masih dapat memenuhi

kebutuhan mereka untuk makan seadanya.

Kesimpulan sosial ekonomi: Pasien berasal dari keluarga dengan taraf sosial ekonomi

menengah ke bawah.

I. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALISATA

KEADAAN UMUM

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Kesan Gizi : Gizi kurang

DATA ANTROPOMETRI

Berat Badan sekarang : 8,5 kg Lingkar Kepala : 48 cm

Berat Badan sebelum sakit : 10 kg Lingkar Lengan Atas : 14 cm

Panjang Badan : 73 cm

STATUS GIZI

- BB / U = 8,5/10,7 x 100% = 79,4%(Gizi kurang menurut persentase CDC 2000)

- TB/U = 73/76 x 100% = 96,05% tinggi sesuai menurut pelletier 1993

= 73/15 bulan >p5 - <p50 tinggi badan kurang menurut kurva CDC 2000

- BB/TB = 8,5/10,7 x 100% = 79,4% gizi kurang menurut waterlow 1972

- LK = 48 cm ( (-2) SD – (+2) SD normocephali menurut Kurva Nellhaus)

Kesimpulan status gizi :Dari ketiga parameter yang digunakan diatas didapatkan gizi

kurang; hal ini menandakan bahwa yang dialami pasien sekarang ialah suatu kekurangan

gizi.

7

Page 8: contoh case anak BA

TANDA VITAL

Tekanan Darah : 90/70 mmHg

Nadi : 100 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Pernapasan : 49x/ menit

Suhu : 38,4o C (diukur dengan termometer air raksa di aksila)

KEPALA : Normocephali. Deformitas (-), hematoma (-).

RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

WAJAH : Wajah simetris, tidak terdapat edema.

MATA :

Visus : Tidak dilakukan Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjuntiva pucat : -/- Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : Bulat, isokor

Refleks cahaya : Langsung +/+ , tidak langsung +/+

Alis : Hitam, distribusi merata

Bulu mata : Hitam, distribusi merata, madarosis (-/-), trikiasis (-/-)

TELINGA :

Bentuk : Normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : Lapang Membran timpani : Sulit dinilai

Serumen : -/- Refleks cahaya : Sulit dinilai

8

Page 9: contoh case anak BA

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : Simetris Napas cuping hidung : - / -

Sekret : -/- Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : +/+

BIBIR: kering (-), sianosis (-).

MULUT:

- Mukosa mulut pucat, oral higiene kurang baik, trismus (-), mukosa gusi dan pipi merah

muda, ulkus (-), halitosis (-).

- Lidah : Normoglosia, pucat (-), ulkus (-), hiperemis (-) massa (-), atrofi papil (-), coated

tongue (-).

TENGGOROKAN:

- Arkus faring simetris, hiperemis (-). Tonsil T1-T1 tenang, kripta tidak melebar, detritus

(-). Faring hiperemis (-), granula (-), massa (-), PND (-)

LEHER:

- Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak

tampak deviasi trakea.

- Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid.

- Tidak teraba pembesaran KGB submandibula, konsistensi kenyal, tidak nyeri tekan.

- Trakea teraba di tengah.

THORAKS :

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra

Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra

9

Page 10: contoh case anak BA

Batas kanan jantung : ICS III – V linea sternalis dextra

Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

PARU

Inspeksi

- Tampak retraksi substernal subcostal intercostal (+)

Palpasi

- Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal

fremitussamakanan dan kiri.

Perkusi

- sonor di kedua lapang paru.

- Batas paru dan hepar di ICS VI linea midklavikularis dextra

Auskultasi :Suara napas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-

ABDOMEN :

Inspeksi

- Perut datar, tampak ruam merah kehitaman, tidak tampak adanya benjolan, gerakan

peristaltik, dan smiling umbilicus.

Palpasi

- Supel, nyeri tekan (-) pada epigastrium, turgor kulit baik.

- Hepar : Tidak teraba membesar.

- Lien : Tidak teraba membesar.

- Ginjal : Ballotement -/-, Nyeri ketok CVA -/-

Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen. Shifting dullness (-).

Auskultasi :Bising usus (+).

ANOGENITALIA:

Jenis kelamin perempuan

KGB :

Preaurikuler : Tidak teraba membesar

10

Page 11: contoh case anak BA

Postaurikuler : Tidak teraba membesar

Submandibula : Tidak teraba membesar

Supraclavicula : Tidak teraba membesar

Axilla : Tidak teraba membesar

Inguinal : Tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK :

Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki, serta sikap

badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat ekstremitas,

sianosis (-), edema (-), capillary refill time< 2 detik.

Tangan Kanan Kiri

Tonus otot Normotonus Normotonus

Sendi Aktif Aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain Edema (-) Edema (-)

Kaki Kanan Kiri

Tonus otot Normotonus Normotonus

Sendi Aktif Aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain Edema (-) Edema (-)

PUNGGUNG:

- Bentuk tulang belakang normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

KULIT:

- Tampak plak eritematous hiperpigmentasi difus miliar generalisata.

11

Page 12: contoh case anak BA

TANDA RANGSANG MENINGEAL :

Kaku kuduk (-)

Brudzinski I (-) (-)

Brudzinski II (-) (-)

Laseque (-) (-)

Kerniq (-) (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah lengkap :

Tanggal 4-11-2015 Hasil Interpretasi

Eritrosit 3,7 juta/ uL Normal

Hemoglobin 9,9 g/ dL Menurun

Hematokrit 30% Menurun

Leukosit 15,7 ribu/ μL Normal

Trombosit 270.000/ μL Normal

MCV 81,9 fL Normal

MCH 27,1 pg Normal

MCHC 33,1 g/ dL Normal

RDW 13,9% Normal

GDS 268 mg/ dL Meningkat

Foto thorax :

12

Page 13: contoh case anak BA

13

Page 14: contoh case anak BA

II. RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih pada tanggal 4/2/2016 jam 18.50 wib dengan

keluhan satu hari sebelum dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih pasien terdapat sesak dan

batuk berdahak berwarna kuning kehijauan, diare cair berwarna cokelat tidak berlendir dan

berdarah sebanyak 2x. Dua minggu sebelum masuk RS, pasien sempat demam. Berdasarkan

anamnesis ibu pasien, demam naik turun selama 1 minggu kemudian ibu pasien membawa

pasien berobat. Setelah berobat, demam sempat turun lalu pada kulit pasien muncul ruam-

ruam kemerahan disertai pilek. Ibu pasien juga menambahkan bahwa di lingkungan

rumahnya ada beberapa anak tetangga yang sedang menderita campak. Mual, muntah, dan

riwayat kejang disangkal oleh ibu pasien. Pada pemeriksaan fisik ditemukan takipneu RR=

49x/m, demam dengan suhu = 38,4’C serta pada pemeriksaan fisik ditemukan tampak

retraksi sela iga dan terdengar bunyi ronkhi di kedua lapang paru dan pada kulit tampak plak

eritematous hiperpigmentasi difus miliar generalisata. Pada pemeriksaan penunjang

didapatkan untuk Hb=9,9g/dL ; Ht=30% ; GDS=268mg/dL dan pada foto thorax didapatkan

kesan broncopneumonia.

14

Page 15: contoh case anak BA

III. DIAGNOSIS BANDING

1. Demam dengan ruam kemerahan

Morbili

Eksantema Subitum

2. Sesak

Bronkopneumonia

Bronkiolitis

3. Anemia

4. Gizi kurang

IV. DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumonia

Morbili stadium konvalesensi

Anemia

Gizi Kurang

V. PEMERIKSAAN ANJURAN

Laboratorium darah rutin

VI. TATALAKSANA

Non-medikamentosa

1. Tirah Baring.

2. Pemberian makanan sesuai kebutuhan kalori 102 kkal/kgBB/hari

Medikamentosa

o injeksi cefotaxime 3x325mg

o injeksi gentamicin 1x45mg

o paracetamol 4x90mg

o probiokid 1x1 sach

15

Page 16: contoh case anak BA

o pulvs ( ambroxol 5mg ; CTM 0,6 ; terbutaline 0,4) 3x1 bks

o vit. A 1x200.000 IU.

VII. PROGNOSIS

- Ad Vitam : ad bonam

- Ad Sanationam : dubia ad bonam

- Ad Fungsionam : dubia ad bonam

VIII. FOLLOW UP

Hari Perawatan ke-1 (5-2-2016)

S O A P

Demam (+) , sesak (+), mencret 2x (+), tampak bintik-bintik merah kehitaman di seluruh tubuh (+)

TSS, CMBB = 8,5 kgS = 37,6’CR = 46x/mN = 144x/mMata : ka -/-, si -/-Hidung : terpasang O2 maskMulut : sianosis (-)Thorax : cor : bj I-II regular, gallop (-), murmur(-)Paru : tampak retraksi sela iga (+), Rh +/+, wh -/-Abdomen : supel, BU +Extremitas : akral hangat +/+ ; oedem -/-Kulit : hiperpigmentasi

Bronkopneumoni Morbili stadium konvalesensiAnemiaGizi KurangDiare akut

Injeksi cefotaxime 3x325mgInjeksi gentamicyn 1x45mgParacetamol 4x90mgProbiokid 1x1 bksAmboksol 5mg CTM 0,6mg Terbutalin 0,4mg 3x1 bksVit. A 1x200.000 IU

16

Page 17: contoh case anak BA

Hari Perawatan ke-2 (6-2-2016)

S O A PDemam (+) Secret pada hidung (+), mencret 1x (+) semalam warna ijo dan berampas

BB = 9 kgS = 38,8’CN = 120x/mMata : ka -/-, si -/-Hidung : secret +/+Mulut : sianosis (-)Thorax : cor : bj I-II regular, gallop (-), murmur (-)Pulmo : SN vesikuler, wh -/-, Rh +/+Abdomen : supel, BU(+)Extremitas : akral hangat +/+ ; oedem -/-Kulit : hiperpigmentasi

Bronkopneumoni Morbili stadium konvalesensiAnemiaGizi KurangDiare

Injeksi cefotaxime 3x325mgInjeksi gentamicin 1x45mgParacetamol 4x90mgProbiokid 1x1 sachsAmbroxol 5mg CTM 0,6mg Terbutalin 0,4mg 3x1 bksVit. A 1x200.000 IU

BAB II

17

Page 18: contoh case anak BA

PEMBAHASAN KASUS

Dari hasil anamnesis pada ibunya didapatkan keluhan pasien ialah sesak sejak 1 hari sebelum

masuk RS, sebelumnya pasien sempat demam naik turun dikuti timbulnya ruam-ruam

kemerahan pada kulit, batuk berdahak warna kuning kehijauan, pilek, diare cair berwarna cokelat

tidak berlendir dan berdarah sebanyak 2x dalam sehari dan ditambahkan pula adanya riwayat

kontak dengan tetangga yang sedang menderita campak. Sedangkan dari teori didapatkan gejala

klinis dari morbili ialah seperti demam, batuk, pilek, munculnya ruam kemerahan 14 hari setelah

demam, dan adanya kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.1,2,3,5

Untuk teori bronkopneumoni itu sendiri, faktor risikonya antara lain adanya penyakit lain yang

mendahului seperti campak, malnutrisi, defisiensi vitamin A8,15.

Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan takikardi RR=49x/m yang menunjukkan sesak,

demam dengan suhu=38,4’C, gizi kurang, retraksi sela iga, adanya bunyi ronkhi di kedua lapang

paru, kulit tampak plak eritematous hiperpigmentasi generalisata. Pada hasil laboratorium

didapatkan gambaran Hb=9,9g/dL , Ht= 30% , GDS=268mg/dL dan pada foto thorax didapatkan

kesan gambaran bronkopneumonia. Berdasarkan teori, adanya sesak napas yang ditandai dengan

takikardi, retraksi sela iga, rhonki yang terdengar, dan gambaran bronkopneumonia pada hasil

foto thorax sudah pasti menunjukkan pada pasien ini menderita bronkopneumonia. Kemudian

ruam-ruam kemerahan pada seluruh tubuh menunjukkan pasien ini juga menderita morbili. Hb

pasien yang kurang dari 11g% menunjukkan suatu keadaan anemia pada pasien dan dari status

gizi juga menunjukkan bahwa pasien ini menderita gizi kurang.

BAB III

18

Page 19: contoh case anak BA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Morbili merupakan penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu

stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan

dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik.1,2

Morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman

disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles

dalam bahasa Inggris, dan dalam bahasa Indonesia penyakit ini disebut dengan penyakit campak.

Morbili merupakan penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan

gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan,

gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri

dengan deskuamasi dari kulit.1,2,3

2.2. ETIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh golongan paramyxovirus (Anonim), yaitu virus RNA dari

famili Paramixofiridae, genus Morbillivirus. Hanya satu tipe antigen yang diketahui. Selama

masa prodromal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi

nasofaring, darah dan urin. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam

suhu kamar. Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia. Perubahan sitopatik,

tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear.

Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.2,3,4

Penyebaran virus maksimal adalah dengan tetes semprotan selama masa prodromal

(stadium kataral). Penularan terhadap kontak rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus

aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan (mulai fase

prodromal), pada beberapa keadaan awal hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah

ruam muncul.2,3

19

Page 20: contoh case anak BA

Gambar 2.1. Virus Morbili

2.3. EPIDEMIOLOGI

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan

seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan

kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut

kekebalan akan berkurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila si ibu belum pernah

menderita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan

mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia

mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat

badan lahir rendah atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.2,3

2.4. PATOFISIOLOGI

Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel

mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler. Kelainan ini terdapat pada

kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva. Penularannya secara droplet terutama

selama stadium kataralis. Umumnya menyerang pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.1,2,3,4

Di kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak

koplik terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit.

Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bukal dan faring meluas kedalam jaringan limfoid dan

membrana mukosa trakeobronkial. Pneumonitis interstisial akibat dari virus campak mengambil

20

Page 21: contoh case anak BA

bentuk pneumonia sel raksasa Hecht. Bronkopneumoni dapat disebabkan oleh infeksi bakteri

sekunder.2,3,4

Gambar 2.2. Patofisiologi Morbili

Penelitian terbaru mengenai morbili, virus yang menjadi agen penyebab diantaranya

measles virus (MV), canine distemper virus (CDV), rinderpest virus (RPV), Peste des petits

21

Page 22: contoh case anak BA

ruminant’s virus (PPRV). Virus ini melakukan replikasi pada organ limfoid yang kemudian

menekan sistem imun yang ditandai dengan limpopenia. CD46 merupakan molekul pertama

yang ditemukan sebagai reseptor morbili, CD46 juga sebagai reseptor in vivo. Virus ini

kemudian memberi signal ke limfosit yang selanjutnya akan mengaktivasi SLAM, yang

diketahui juga sebagai CD150 yang merupakan reseptor selular dari virus-virus ini. Protein

SLAM tidak hanya berfungsi sebagai co-reseptor untuk aktivasi limfosit dan/atau adhesi, tetapi

juga memiliki fungsi sebagai reseptor selular untuk jalan masuk virus morbili (cellular entry

receptors).4

2.5.GEJALA KLINIS1,2,3,5

Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika gejala-gejala prodromal pertama dipilih sebagai

waktu mulai, atau sekitar 14 hari jika munculnya ruam yang dipilih, jarang masa inkubasi dapat

sependek 6-10 hari. Kenaikan ringan pada suhu dapat terjadi 9-10 hari dari hari infeksi dan

kemudian menurun selama sekitar 24 jam. Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu :

1. Stadium Kataral (Prodromal).

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 ºC), malaise,

batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan

24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi

sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan

dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah.

Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus

yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan

leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis

sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan

penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.

22

Page 23: contoh case anak BA

Gambar 2.3. Koplik’s Spot

2. Stadium Erupsi.

Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum

dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik. Terjadinya eritema yang

berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara makula terdapat kulit yang

normal. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang

rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa

gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang

dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula

dan di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan

muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “black measles”, yaitu morbili yang disertai

perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

23

Page 24: contoh case anak BA

Gambar 2.4. Ruam Kemerahan (rash)

3. Stadium Konvalesensi.

Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang

lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering

ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk

morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan eksantema ruam kulit menghilang tanpa

hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

Gambar 2.5. Stadium Konvalesensi (ruam hiperpigmentasi)

24

Page 25: contoh case anak BA

2.6. DIAGNOSIS BANDING2,5,6

1. German Measles.

Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah

suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.

2. Eksantema Subitum.

Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum (eksantema

subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum tampak ketika demam

menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung untuk kurang mencolok daripada

ruam campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada

banyak infeksi ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat.

Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu

mengenali penyakit serum atau ruam karena obat. Meningokoksemia dapat disertai dengan ruam

yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada

meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Ruam papuler halus difus pada demam

skarlet dengan susunan daging angsa di atas dasar eritematosa relatif mudah dibedakan.

2.7. KOMPLIKASI

o Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai akibat

replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain2,3,4,6,7:

Otitis Media Akut : Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder.

Ensefalitis

o Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita campak atau

dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak hidup, pada penderita

yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing

panencephalitis (SSPE). Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi campak adalah 1 : 1.000

kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah 1,16 tiap

1.000.000 dosis. SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000 dan terjadi beberapa tahun

setelah infeksi dimana lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah menderita campak pada 2 tahun

pertama umur kehidupan. Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus campak

25

Page 26: contoh case anak BA

memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak

didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.

Bronkopneumonia

o Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh Pneuomococcus, Streptococcus,

Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda,

anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun misalnya tuberkulosis,

leukemia dan lain-lain.

Kebutaan

o Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A yang

akhirnya dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.

Aktivasi tuberkulosis laten.

Lain-lain (jarang) : ensefalitis, miokarditis, tromboflebitis, sindrom Guillain-Barre, dan lain-

lain.

2.8. PENATALAKSANAAN2,3,7

Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan memperbaiki

keadaan umum. Tindakan yang lain ialah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul:

1. Istirahat.

2. Pemberian makanan atau cairan yang cukup dan bergizi..

3. Medikamentosa :

- Antipiretik : parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali, interval 6-8jam.

- Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis

maksimum 600 mg/hari.

- Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu,narcotic antitussive (codein)

tidak boleh digunakan.

- Mukolitik bila perlu.

- Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat bermanfaat

dengan dosis 200.000 IU.

26

Page 27: contoh case anak BA

2.9. PROGNOSIS2

Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan

umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.

2.10. PENCEGAHAN1,3,7

Imunisasi aktif : ini dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin

tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.

Pencegahan juga dengan imunisasi pasif.

27

Page 28: contoh case anak BA

BRONKOPNEUMONIA

DEFINISI

Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan

interstisial12. Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk13. Bila parenkim paru terkena

infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut

pneumonia lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan

hanya di bronkiolus dengan pola bercak – bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut

bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada

anak – anak14,15.

EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah

5 tahun.Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak

balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia

Tenggara.Pneumonia lebih sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju.

Menurut survei kesehatan anak nasional ( SKN ) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%

kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia8,16.

28

Page 29: contoh case anak BA

Gambar 5. Penyebab Kematian Pada Balita Pada Tahun 2008 ( WHO/Child Health Epidemiology Reference Group

(CHERG) )

ETIOLOGI8,16

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme ( virus, bakteri,

jamur, parasit ) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan asam

lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug – or radiation

induced pneumonitis.13,16 Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada

perbedaan dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis,

dan strategi pengobatan8.

Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu – anak yang

berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi

dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Spektrum

mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B,

Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp, atau

Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae.

Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses persalinan sering

terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat terjadi dengan

mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes simpleks ( TORCH ),

Varisela – Zoster, dan Listeria monocytogenes.

Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh

infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus,

sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan

infeksi Mycoplasma pneumoniae8,16.

Di negara maju, pneumonia pada anak tertuama disebabkan oleh virus, di samping

bakteri, atau campuran bakteri dan virus.Virkki dkk.melakukan penelitian pada pneumonia anak

dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri

saja 22%. Virus yang terbanyak menyebabkan pneumonia antara lain adalah Respiratory Synctial

Virus( RSV ), Rhinovirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang terbanyak adalah

Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Mycoplasma

pneumoniae.Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang

29

Page 30: contoh case anak BA

lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun.Namun, secara klinis

umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Daftar etiologi

pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data di negara maju

dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negar maju8

USIA ETIOLOGI YANG SERING ETIOLOGIYANG JARANG

Lahir – 20 hari BAKTERI BAKTERI

E. colli Bakteri anaerob

Streptococcus group B Streptococcus group D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

VIRUS

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu – 3 bulan BAKTERI BAKTERI

Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe

B

VIRUS Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1, 2, 3 VIRUS

Respitatory Syncytical Virus Virus Sitomegalo

4 bulan – 5 tahun BAKTERI BAKTERI

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe

B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis

30

Page 31: contoh case anak BA

VIRUS Staphylococcus aureus

Virus Adeno VIRUS

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Synncytial virus

5 tahun – remaja BAKTERI BAKTERI

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

VIRUS

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

FAKTOR RISIKO

Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita

di negara berkembang, antara lain:

pneumonia yang terjadi pada masa bayi

berat badan lahir rendah ( BBLR )

tidak mendapat imunisasi

tidak mendapat ASI yang adekuat

malnutrisi

defisiensi vitamin A

tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring

tingginya pajanan terhadap polusi udara ( polusi industri atau asap rokok)

31

Page 32: contoh case anak BA

imunodefisiensi dan imunosupresi ( HIV, penggunaan obat imunisupresif )

adanya penyakit lain yang mendahului, seperti campak

intubasi, trakeostomi

abnormalitas anatomi8,15

PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini

disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru antara lain, mekanisme pertahanan awal yang

berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus dan mekanisme pertahanan

lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen,

sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka

mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai

dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai

permukaan saluran napas: aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah

berkolonisasi pada orofaring, inhalasi aerosol yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari

bagian ekstrapulomonal. Dari ketiga cara tersebut, aspirasi dan inhalasi agen – agen infeksius

adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara

hematogen lebih jarang terjadi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme

atipikal, mikrobakteria, atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 mm melalui

udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila

terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung, orofaring ) kemudian terjadi aspirasi ke

saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi

dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dan sebagian sekret orofaring terjadi pada orang

normal waktu tidur ( 50% ) juga pada keadaan penurunan kesadaran. Sekret dari faring tersebut

mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8 – 10 /mL, sehingga aspirasi dari sebagian kecil

sekret ( 0,001 – 1,1 mL ) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi

pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.

Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas sama dengan saluran

32

Page 33: contoh case anak BA

napas bagian bawah, tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang

sama8,13,15.

PATOLOGI

Gambaran patologi tergantung dalam batas tertentu tergantung pada agen

etiologinya.Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan eksudat intraalveolar

supuratif disertai konsolidasi.Awalnya, mikroorganisme yang masuk bersama sekret bronkus ke

dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli yang mempermudah

proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya.Kemudian, disusul dengan konsolidasi,

yaitu terjadi sebukan sel – sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan

fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel – sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli

dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri

tersebut kemudian dimaakan.

Secara garis besar terdapat 3 stadium, yaitu stadium prodromal, stadium hepatisasi, dan

stadium resolusi.Pada stadium prodromal, yaitu 4 – 12 jam pertama, alveolus – alveolus mulai

terisi sekret dari pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor yang ditimbulkan infeksi dengan

kuman patogen yang berhasil masuk. Pada 48 jam berikutnya, paru tampak merah dan

bergranulasi, seperti hati, dimana alveoli terisi dengan sebukan sel – sel leukosit terutama sel

PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman, yang disebut dengan stadium hepatisasi merah.

Selanjutnya, selama 3 – 8 hari, terjadi konsolidasi di dalam alveoli akibat deposit fibrin dan

leukosit yang semakin bertambah, yang disebut dengan hepatisasi kelabu.

Sebagai akibat dari proses ini, secara akut salah satu lobus tidak lagi dapat menjalankan

fungsi pernapasan ( jadi merupakan gangguan restriksi ). Di samping itu, pada saat yang

bersamaan juga ada peningkatan kebutuhan oksigen sehubung dengan panas yang tinggi. Proses

radang juga akan mengenai pleura viseralis yang membungkus lobus tersebut. Dengan demikian

akan timbul pula rasa nyeri setempat. Nyeri dada ini juga akan menyebabkan ekspansi paru

terhambat. Ketiga faktor ini akan menyebabkan penderita mengalami sesak napas, tetapi karena

tak ada obstruksi bronkus, maka tidak akan terdengar wheezing.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi akut ini, maka pada hari ke – 7 sampai 11 terjadi

stadium resolusi dimana jumlah makrofag mingingkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi,

fibrin menipis, kuman dan debris menghilang, dan isi alveolus akan melunak untuk berubah

33

Page 34: contoh case anak BA

menjadi dahak dan yang akan dikeluarkan lewat batuk, dan jaringan paru kembali kembali pada

struktur semulanya.

Proses infeksi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, dimanan pada

pneumonia lobaris konsolidasi ditemuka pada seluruh lobus dan pada bronkopneumonia terjadi

penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter 3 – 4 cm yang mengelilingi bronki.

Pada pneumonia akibat virus atau Mycoplasma pneumoniae, gambaran patologi ditandai dengan

peradangan interstisial yang disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus, meskipun

rongga alveolar sendiri bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidas8,13,14,15

KLASIFIKASI PNEUMONIA13,17

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:

a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia ) : pneumonia yang

didapat di masyarakat dan sering disebabkan oleh kokus Gram positif (

Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram negatif ( Haemophillus influenzae ),

dan bakteri atipik.

b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia ) : pneumonia yang

timbul setelah 72 jam dirawat di rumah sakit, yang lebih sering disebabkan oleh

bakteri gram negatif ( Staphylococcus aureus ) dan jarang oleh pneumokokus atau

Mycoplasma pneumoniae.

c. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain makanan

dan asam lambung

d. Pneumonia pada penderita immunocompramised

2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal

b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Clamydia

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan predileksi pada

penderita dengan daya tahan tubuh lemah ( immunocompromised )

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris

b. Bronkopneumonia

34

Page 35: contoh case anak BA

c. Pneumonia interstisial

MANIFESTASI KLINIS

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga sedang.

Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi

sehingga perlu dirawat.Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pada anak adalah

imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang

tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi

noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi,

tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

Gambaran infeksi umum :

o demam: suhu bisa mencapai 39 – 40 oC

o sakit kepala

o gelisah

o malaise

o penurunan nafsu makan

o keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare

o kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner

Gambaran gangguan respiratori:

o batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif

o sesak nafas

o retraksi dada

o takipnea

o napas cuping hidung

o penggunaan otat pernafasan tambahan

o air hunger

o merintih

o sianosis

35

Page 36: contoh case anak BA

Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama

beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak – anak. Bila terdapat batuk, batuk

berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti vokal

fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup pada

daerah yang terkena, suara napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki.Akan tetapi pada

neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat

jelas.Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan8,14,18,19.

1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil

Gambaran klinis pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan

apnea, sianosis, grunting, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau

minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering

terjadi hipotermi.Pada bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.

Infeksi oleh Chlamydia trachomatis sering terjadi pada bayi berusia di bawah 2

bulan, dimana gejala baru timbul pada usia 4 – 12 minggu dan pada beberapa kasus pada

usia 2 minggu, tetapi jarang setelah usia 4 bulan. Gejala timbul perlahan – lahan, dan

dapat berlangsung hingga berminggu – minggu. Gejala umum berupa gejala infeksi

respiratori ringan – sedang, ditandai dengan batuk staccato ( inspirasi diantara setiap satu

kali batuk ), kadang – kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Bila

berkembang menjadi pneumonia berat yang juga dikenal sebagai sindroma pneumonitis,

terdapat gejala klinis ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis8.

2. Pneumonia pada Balita dan Anak

Pada anak – anak prasekolah, keluhan meliputi demam, menggigil, batuk

( nonproduktif/produktif ), takipneu, dan dispneu yang ditandai oleh retraksi dinding

dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja dapat dijumpai demam, batuk

( nonproduktif/produktif ), nyeri dada, sakit kepala, anoreksia, dan kadang – kadang

keluhan gastrointestinal seperti mual atau diare, dan juga dehidrasi. Secara klinis

ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta ( chest indrawing ),

sianosis, dan napas cuping hidung. Ronki basah halus ( fine crackles ) khas pada anak

besar dapat tidak dijumpai pada bayi.

36

Page 37: contoh case anak BA

Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media,

faringitis, dan laringitis. Iritasi pleura dapat mengakibatkan nyeri dada dan bila berat

gerakan dada akan menurun waktu inspirasi. Anak besar dengan pneumonia lebih suka

berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.Rasa nyeri dapat

menjalar ke leher, bahu, dan perut.Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat

alveolar.Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna.Bila

terjadi efusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Bula

efusi pleura bertambah, sesak napas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin

berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.

Kadang – kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan

bawah yang menimbulkan iritasi diafragma.Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran

kanan bawah dan menyerupai apendisitis.Abdomenn mengalami distensi akibat dilatasi

lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik.Hati mungkin teraba karena

tertekan oleh diafragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif

sebagai komplikasi pneumonia8,19.

3. Pneumona Akibat Infeksi Mycoplasma pneumoniae

Infeksi diperoleh melalui droplet dari kontak dekat.Masa inkubasi kurang lebih 3

minggu. Gambaran klinis pneumonia atipik didahului dengan gejala menyerupai

influenza ( influenza like syndrome ) seperti demam, malaise, sakit kepala, mialgia,

tenggorokan gatal, dan batuk. Suhu tubuh jarang mencapai 38,5 °C. Batuk terjadi setelah

awitan penyakit, awalnya tidak produktif tetapi kemudian menjadi produktif.Sputum

mungkin berbercak darah dan batuk dapat menetap hingga berminggu – minggu.

4. Pneumona Akibat Infeksi Clamidia pneumoniae

Clamidia pneumoniae merupakan penyebab tersering infeksi saluran napas atas,

seperti faringitis, rinosinusitis, dan otitis, tetapi dapat menyebakan pnumonia juga.Gejala

klinis awalnya berupa gejala seperti flu, yaitu batuk kering, mialgia, sakit kepala,

malaise, pilek, dan demam tidak tinggi.Pada pemeriksaan auskultasi dada tidak

ditemukan kelainan.Gejala respiratori umumnya tidak mencolok.Leukosit darah tepi

37

Page 38: contoh case anak BA

biasanya normal. Gambaran foto toraks menunjukan infiltrat difus atau gambaran

peribronkial nonfokal yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis8.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Perifer Lengkap

Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam

batas normal atau sedikit meningkat.Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan

leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000 / mm3 dengan predominan PMN.

Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat

hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan

bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.Pada infeksi Clamydia

pneumoniae kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan

eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 – 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL,

dan glukosa relatif lebih rendah dibandingkan glukosa darah. Kadang – kadang

terdapat anemia ringan dan laju endap darah ( LED ) yang meningkat.

Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia dengan

empiema.Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak dapat membedakan

antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti8.

2. C – Reaktive Protein ( CRP ) dan LED

CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.Sebagai respon

infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin,

terutama IL – 6, IL – 1, dan TNF.Meskipun fungsinya belum diketahui, CRP sangat

mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara

klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor

infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan

profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi

bakteri superfisialis dibandingkan infesksi bakteri profunda8.

38

Page 39: contoh case anak BA

3. Uji Serologis

Uji serologis untukj mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik

mempunyai sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak terlalu bermanfaat dalam

mendiagnosis infeksi bakteri atipik8.

4. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan

kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS.Untuk pemeriksaan mikrobiologik,

spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus,

darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.Pemeriksaan sputum kurang berguna.

Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dalam darah, cairan pleura,

atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, dimana kejadian bakteremia sangat

rendah sehingga kultur darah jarang positif8.

5. Analisa Gas Darah

Analisa gas darah(AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

6. Pemeriksaan Rontgen Thorax

Foto toraks dengan proyeksi antero – posterior merupakan dasar diagnosis untuk

pneumonia. Foto lateral dilakukan bila diperlukan informasi tambahan, misalnya

efusi pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan

gambaran klinis.Kadang – kadang bercak – bercak sudah ditemukan pada gambaran

radiologis sebelum timbul gejala klinis.Akan tetapi, resolusi infiltrat sering

memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang.Pada pasien

dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen tidak diperlukan.Ulangan

foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau

untuk tidak lanjut. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

Pneumonia / infiltrat interstisial: ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Biasanya

39

Page 40: contoh case anak BA

disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat terjadi patchy

consolidation karena atelektasis

Infiltrat alveolal : merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris,

atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk

sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru,

dikenal sebagai round pneumonia. Biasanya disebabkan oleh bakteri

pnuemokokus atau bakteri lain.

Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua

paru, berupa bercak – bercak infiltrat halus yang dapat meluas hingga

daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial

Gambar 6. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Klasik

Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru

hingga konsolidasi luas pada kedua paru.Pada suatu penelitian ditemukan pneumonia

pada anak terbanyakk di paru kanan, terutama lobus atas.Bila ditemukan di lobus

kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut merupakan prediktor

perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis lebih

meningkat.

Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu mengarahkan

kecenderungan etiologi pneumonia.Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial

merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus.Infiltrat alveolar

40

Page 41: contoh case anak BA

berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopnumonia, dan air bronchogram sangat

mungkin disebabkan oleh bakteri.Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan

abses – abses kecil dan pneumoatokel dengan berbagai ukuran.

Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi.Pada

beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen toraks pneumonia

virus.Selain itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus

bawah, inflitrat interstisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah

konsolidasi segmen atau subsegmen.Biasanya gambaran foto toraks yang jauh lebih

berat dibandingkan gejala klinis.Meskipun tidak terdapat gambaran foto toraks yang

khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini

cenderung disebabkan oleh infeksi Mikoplasma.Demikian pula bila ditemukan

gambaran perkabutan atau ground – glass consolidation, serta transient

pseudoconsolidation.

DIAGNOSIS

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan / atau serologis merupakan

dasar yang optimal.Akan tetapi, penemunan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena

memerlukan laboratorium menunjang yang memadai.Oleh karena itu pneumonia pada anak

didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta

gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih

dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki,

dan suara napas melemah8.

WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk Pelayanan

Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang.

Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya

agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak

dalam 1 menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas ( retraksi epigastrium ). Tanda

bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan

41

Page 42: contoh case anak BA

adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa

dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:

Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5 Tahun.8

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia berat

bila ada sesak napas

harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia

bila tidak ada sesak napas

ada napas cepat dengan laju napas

o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun

o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun

tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan pneumonia

bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah

terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok

usia ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.8

Bayi di bawah 2 bulan

Pneumonia

bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas

harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

42

Page 43: contoh case anak BA

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia dapat dibagi

menjadi pneumonia ringan dan berat:

1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat

saja, dimana napas cepat adalah:

a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit

b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal

berikut ini:

a. kepala terangguk – angguk

b. pernapasan cuping hidung

c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll. )

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

Napas cepat

o anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit

o anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit

o anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

o anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit

Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda

Pada auskultasi terdengar

o crackles ( ronki )

o suara pernapasan menurun

o suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:

tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya

kejang, letargi, atau tidak sadar

sianosis

distress pernapasan berat 19

DIAGNOSIS BANDING 19

43

Page 44: contoh case anak BA

1. Pneumonia lobaris

Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang pada

bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39 – 40 oC dan biasanya tipe kontinua. Terdapat sesak

nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri dada. Anak lebih

suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi pada satu

atau beberapa lobus.

2. Bronkioloitis

Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping

hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus

pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia darah

menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.

3. Aspirasi benda asing

Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba – tiba, wheezing atau

suara pernapasan yang menurun yang bersifat fokal.

4. Tuberkulosis

Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif ( >

10 mm atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ), demam 2 minggu atau lebih, batuk 3

minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun, pembengkakan

kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan tulang/sendi

punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan menurun dan

malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.

5. Atelektasis

Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang

seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan dangkal,

takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser dan

letak diafragma mungkin meninggi.

44

Page 45: contoh case anak BA

TATALAKSANA 8,12,19

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan

terutama berdasarkan berat – ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau

makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama

mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia

harus dirawat inap.Dasar tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kasual

dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif.Pengobatan suportif meliputi pemberian

cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asm – basa dan

elektrolit, dan gula darah.Untuk nyeri dan demam dapat diberikan

analgetik/antipiretik.Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan

pengobatan.Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga

disebabkan oleh bakteri. Karena identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka

pemilihan antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris yang didasarkan pada kemungkinan

etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor

epidiemiologis.

1. Pneumonia Rawat Jalan

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara

oral, misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP dan 20

mg/kgBB sulfametoksazol dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid, baik eritromisin

maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta – laktam untuk

pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.

pneumoniae dan bakteri atipik.

Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak.Nasihati ibu untuk

membawa kembali anaknya setelah 2 hari atau lebih kalau keadaan anak memburuk atau

tidak dapat minum atau menyusui. Bila pernapasannya membaik ( melambat ), demam

berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari. Jika

frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik

lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.Jika ada tanda pneumonia berat,

rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman pneumonia berat.

45

Page 46: contoh case anak BA

2. Pneumonia Rawat Inap

Terapi Antibiotik

Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan beta – laktam atau

kloramfenikol.Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta – laktam dan

kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin,

sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.Antibiotik diteruskan selama 7 – 10 hari

pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi.Pada neonatus dan bayi kecil, terapi

awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin.Oleh karena pada neonatus dan

bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah

antibiotik spektrum luas seperti kombinasi betalaktam/klavulanat dengan aminoglikosid,

atau sefalosporin generasi ketiga.

WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 – 50 mg/kgBB/kali IV

atau IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak

memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.Selanjutnya terapi dilanjutkan

di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari

untuk 5 hari berikutnya.

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah

antibiotik beta – laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan

beta – laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau

sefalosporin generasi ketiga.Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil,

antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat

maka ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam. Bila pasien

datang dengan keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan pengobatan

kombinasi ampisilin – kloramfenikol atau ampisilin – gentamisin.Sebagai alternatif, beri

seftriakson 80 – 100 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari. Bila tidak membaik dalan 48

jam, maka bila mungkin foto toraks.

Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin 7,5

mg/kgBB IM sekali sehari dan klokasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau

klindamisin 15 mg/kgBB/hari hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan anak membaik,

46

Page 47: contoh case anak BA

lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan

mencapai 3 minggu atau klindamisin oral selama 2 minggu.

Terapi Oksigen

Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse

oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen ( berikan pada anak dengan

saturaso < 90%, anak yang tidak stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap

stabil > 90%.Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.

Terapi Penunjang

Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri antipiretik

seperti parasetamol.Bila ditemukaan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat.Bila

terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan

dengan alat penghisap secara perlahan.Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan

runatan yang sesuai, tetapi hati – hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.Anjurkan

pemberian ASI dan cairan oral.Jika anak tidak dapat minum, pasang pipa nasogastrik dan

berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi sering. Jika asupan cairan oral

mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena

akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan

cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.

KOMPLIKASI8

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,

pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.Empiema torasis

merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah

empiema apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang

mendukung ( bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada perkusi,

gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada ). Efusi pleura,

abses paru dapat juga terjadi.

Ilten F dkk.melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel

kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri

47

Page 48: contoh case anak BA

pneumonia anak berusia 2-24 bulan.Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal,

maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,

ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.

PENCEGAHAN

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita

atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya

bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya

tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan

makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:

vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak

dengan daya tahan tubuh rendah, dimana vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum

anak sakit.Efektivitas vaksin pneumokok adalah sebesar 70% dan untuk H. influenzae sebesar

95%. Infeksi H. influenzae dapat dicegah dengan rifampicin bagi kontak di rumah tangga atau

tempat penitipan anak.18,19

PROGNOSIS

Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %. Mortalitas dapa

lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi – protein dan datang

terlambat untuk pengobatan.Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama

diketahui.Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan

hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif

pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua – duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi

bersama – sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan

dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri. Pneumonia biasanya tidak

mempengaruhi tumbuh kembang anak.18,19

48

Page 49: contoh case anak BA

STATUS GIZI

ETIOLOGI

Status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait.Secara garis besar

penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang dan anak sering

sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh faktor lain seperti sosial

ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-lain.25,26

A. Faktor utama penyebab gizi buruk pada anak23

1. Peranan diet

Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama dalam segi

protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein

akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi

walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita

marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai dengan

usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak usia tertentu sudah

diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak

telah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak

diberikan lagi pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau

keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu akan

memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.

2. Peranan penyakit atau infeksi

Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makanan yang

tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat antara malnutrisi dan

penyakit infeksi terutama di negara tertinggal maupun di negara berkembang seperti

Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan

adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan

antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait

dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang

49

Page 50: contoh case anak BA

gizi yang pada akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh

sehingga memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.

B. Faktor lain penyebab gizi buruk pada anak25,26

1. Peranan sosial ekonomi

Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah sosial

ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain menunjukan adanya

hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan masalah-masalah sosial yang terjadi di

masyarakat terutama masalah kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi

ketersedian makanan serta keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat

yang masih menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan

yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka harus bekerja

keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak hanya bermain dirumah

sehingga tidak perlu mendapat asupan yang bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain

seperti poligami, seorang suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan

suami tersebut tidak dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya

tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama mencari nafkah

untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang menghidupi anaknya

sebagai orang tua tunggal (single parrent).

2. Peranan kepadatan penduduk

Dalam kongresnya di Roma pada tahun 1974, World Food Organization memaparkan

bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan

bertambahnya persediaan pangan maupun bahan makanan setempat yang memadai

merupakan sebab utama krisis pangan.Marasmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu

padat penduduknya dengan keadaan higiene yang buruk, contohnya dikota-kota besar

yang laju pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus urbanisasi dan tingginya

angka kelahiran menyebabkan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Pada

akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak akan mencukupi lagi untuk memenuhi

kebutuhan makanan masyarakat di daerah tersebut.

50

Page 51: contoh case anak BA

PATOFISIOLOGI

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini

dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab),

environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi

faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah

mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan

kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan memenuhi

kebutuhan pokok atau energi.Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan

lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat

(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan

tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi

setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di

hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam

lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka

otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau

kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi

lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini

berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan asupan energi dan

protein.22

KLASIFIKASI25

Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai usia lebih dari 20

tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana karena hanya melihat % BB/U dan

ada atau tidaknya edema.Terdapat kategori kurang gizi ini meliputi anak dengan PEM sedang

atau yang mendekati PEM berat tapi tanpa edema, pada keadaan ini % BB/U berada diatas 60%.

51

Page 52: contoh case anak BA

Tabel 1.Klasifikasi MEP berat menurut Wellcome Trust

% BB/U Dengan edema Tanpa edema

60-80 Kwashiorkor Kurang Gizi

<60 Marasmus- kwashiorkor Marasmus

Tabel 2.Klasifikasi MEP berat menurut Gomez

Klasifikasi % BB/U

Normal >90

Grade I ( Mallnutrisi Ringan) 75-89.9

Grade II ( Mallnutrisi sedang) 60-74.9

Grade III (Mallnutrisi Berat) <60

ANTROPOMETRI

Berat Badan

Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah diukur dan

diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat.Hasil pengukuran berat badan

dipetakan pada kurva standar Berat badan/ Umur (BB/U) dan Berat Badan/ Tinggi Badan

(BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat badan yaitu:25

BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan dalam

persentase:25

> 120 % : disebut gizi lebih

80 – 120 % : disebut gizi baik

60 – 80 % : tanpa edema ; gizi kurang dengan edema ; gizi buruk (kwashiorkor)

< 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema (marasmus –

kwashiorkor)

52

Page 53: contoh case anak BA

Tinggi Badan (TB)

Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran berat badan akan

memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status nutrisi dan pertumbuhan

fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk pengukuran tinggi badan juga diperlukan

informasi umur yang tepat, jenis kelamin dan baku yang diacu yaitu CDC 2000.25

Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa:25

90 – 110 % : baik/normal

70 – 89 % : tinggi kurang

< 70 % : tinggi sangat kurang

Rasio Berat Badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan beraat badan menurut umur dan tinggi badan

menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status nutrisi karena ia

mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antar “wasting” dan “stunting” atau

perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak perempuan hanya sampai tinggi badan 138

cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi badan 145 cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu

banyak artinya, karena adanya percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah

tidak diperlukannya faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat.24,25

BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur) x 100%,

interpretasi di nilai sebagai berikut:25

> 120 % : Obesitas

110 – 120 % : Overweight

90 – 110 % : normal

70 – 90 % : gizi kurang

< 70 % : gizi buruk

53

Page 54: contoh case anak BA

GEJALA KLINIS

Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu

kwashiokor dan marasmus.Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus yang hanya

menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja.Sering kali pada kebanyakan anak-anak

penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk

malnutrisi berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia satu

tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam

tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika, marasmus juga didapatkan pada anak

yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada

bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.22,23

Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang. Pada

kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu didapatkan

penurunan aktifias fisik dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan

pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air

mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga

memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan halus, mudah

terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut menyertai keadaan marasmus.

Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai

lemak subkutan yang turut menghilang.Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang

normal atau sedikit meningkat.Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak

subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih

tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas.Dinding perut hipotonus dan kulitnya

longgar.Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya.Suhu tubuh

bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai

diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan

menjadi berkurang.23,24

Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala antara

kwashiokor dan marasmus.Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang makanan sehari-harinya

54

Page 55: contoh case anak BA

tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak

penderita kasus ini disamping terjadi penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal

seusianya, juga memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut,

kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor adalah rambut

menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna rambut menjadi lebih

merah, ataupun kelabu hingga putih.Kelainan kulit yang khas pada penyakit ini ialah crazy

pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak menyerupai petechiae yang lambat laun

menjadi hitam dan mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan

dikelilingi batas-batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga anemia ringan

dikarenakan kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi kekurangan protein, seperti zat

besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan

biokimiawi seperti albumin serum yang menurun, globulin serum yang menurun, dan kadar

kolesterol yang rendah.23,25

DIAGNOSIS

Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis,tetapi untuk mengetahui

penyebab harus dilakukan anamnesismakanan dan kebiasaan makan anak serta riwayat penyakit

yanglalu.Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan

berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi

berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang.Lemak pada daerah pipih adalah bagian

terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai

nantinya menyusut dan berkeriput.Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat

dengan mudah dilihat.Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni.Suhu biasanya subnormal, nadi

mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun.Mula-mula bayi mungkin

rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi

dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.24,25

Ciri dari marasmus antara lain:24,25

55

Page 56: contoh case anak BA

- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus

- Perubahan mental

- Kulit kering, dingin dan kendur

- Rambut kering, tipis dan mudah rontok

- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang

- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas

- Sering diare atau konstipasi

- Kadang terdapat bradikardi

- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya

- Kadang frekuensi pernafasan menurun

Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya yaitu

kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang dapat berpengaruh

pada tindak lanjut kasus ini.Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi

protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang cukup.Bentuk malnutrisi yang paling

serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum

berkembang. Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi menghisap,

gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya

sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan

pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal.24

Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:24,25

- Perubahan mental sampai apatis

- Sering dijumpai Edema

- Atrofi otot

- Gangguan sistem gastrointestinal

- Perubahan rambut dan kulit

- Pembesaran hati

- Anemia

PENCEGAHAN

56

Page 57: contoh case anak BA

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila

penyebabnya diketahui.Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang

baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa diantaranya ialah:25,28

1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling

baik untuk bayi.

2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta energi

tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas

3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan

kebersihan perorangan

4. Pemberian imunisasi.

5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.

6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha

pencegahan jangka panjang.

7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang

gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.

8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.

9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan

10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.

Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini

Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan

kerjasama yang komprehensif dari semua pihak.Tidak hanya dari dokter maupun tenaga medis,

namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah.

Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya,

dilanjutkan dengan “frekuen feeding” ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas

diet ( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian

stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi

57

Page 58: contoh case anak BA

pemberian makan yang benar sesuai umur anak. Pada daerah endemis gizi buruk, diperlukan

tambahan distribusi makanan yang memadai.26,28

Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining atau deteksi

dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat

ini.Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu

digalakkan lagi.Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan berat

badannya untuk segera mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana

deteksi dan intervensi yang efektif.Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk

menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun

lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika membantu dalam

pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos

yang salah pada pemberian makan pada anak.26,28

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan

tinggi protein serta mencegah kekambuhan.Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat

jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang

mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di

rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam dua fase.22,28,29,30

Pada fase initial, tujuan yan diharapkan adalah untuk menangani atau mencegah

hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi.Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa

kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi

atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-

Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%.Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari.Mula-

mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam

16-20 jam berikutnya.22,23,29

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini

anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap

58

Page 59: contoh case anak BA

anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat

bernafas.

Semua anak, menurut guideline dari WHO, diberikan antibiotic untuk mencegah

komplikasi yang berupa infeksi, namun pemberian antibiotic yang spesifik tergantung dari

diagnosis, keparahan, dan keadaan klinis dari anak tersebut. Pada anak diatas 2 tahun diberikan

obat anti parasite sesuai dari protocol

Tahap kedua yaitu penyesuaian.Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi

cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap

pemberianmakanan.Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60

kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah

ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg

BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari.Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi

kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari.

Formula yang biasa diberikan dalam tahap ini adalah F-75 yang mengandung 75kcal/100ml dan

0,9 protein/100ml) yang diberika terus menerus setiap 2 jam.23,25,29

Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000.i.u peroral

atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral.

Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A untuk mencegah

terjadinya xeroftalmia karena pada kasus ini kadar vitamin A serum sangat rendah. Mineral yang

perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral

75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau magnesium oral 30

mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan 1 ml vit. C (IM), selanjutnya diberikan

preparat oral atau dengan diet.23,25,29

Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi yang ada berhasil

ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi kadar gulanya untuk mengurangi

osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu

dan diberikan bergantian dengan F-100. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat

badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan

untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara

59

Page 60: contoh case anak BA

bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg

diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan

lunak dan makanan padat.22,28,29

Tabel 1. Sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk22,28

No Tindakan Pelayanan Fase Stabilisasi Fase Rehabilitasi Fase Tindak lanjut *)

H 1 - 2 H 3 - 7 Minggu ke 3 - 6 Minggu ke 7 -26

1. Mencegah dan mengatasi

hipoglikemia

2. Mencegah dan mengatasi

hipotermia

3. Mencegah dan mengatasi

dehidrasi

4. Memperbaiki gangguan

keseimbangan elektrolit

5. Mengobati infeksi

6. Memperbaiki zat gizi mikro Tanpa Fe Dengan Fe

7. Memberikan makanan

untuk stabilisasi dan

transisi

8. Memberikan makanan

untuk tumbuh kejar

9. Memberikan stimulasi

tumbuh kembang

10. Mempersiapkan untuk

tindak lanjut di rumah

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1minggu/kali)

berobatjalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

60

Page 61: contoh case anak BA

Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 2 fase yang harus dilalui yaitu fase stabilisasi

(Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), ditambah fase tindak

lanjut (Minggu ke 7 – 26) seperti tampak pada tabel diatas.22,28

KOMPLIKASI

Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan penyakit penyerta

yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus tidak segera dilakukan. Beberapa

keadaan tersebut ialah:25,27

1. Noma

Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe marasmus-

kwashiokor.Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan pembusukan mukosa mulut

yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi.Noma terjadi pada malnutrisi berat

karena adanya penurunan daya tahan tubuh.Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan

tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan bekas luka

yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak dapat menutupnya mata

karena proses fibrosis.

2. Xeroftalmia

Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe marasmus-

kwashiokor.Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat rendah sehingga dapat

menyebabkan kebutaan.Oleh sebab itu setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan

vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup

mengandung vitamin A.

3. Tuberkulosis

Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan kekebalan tubuh yang

akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah satunya adalah mudahnya anak

dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan

penyakit tuberkulosis.

61

Page 62: contoh case anak BA

4. Sirosis hepatis

Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan lemak pada saluran

portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.Penimbunan lemak ini juga

disertai adanya infeksi pada hepar seperti hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis

hepatis pada anak dengan malnutrisi berat.

5. Hipotermia

Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe marasmus.

Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan diubah menjadi

energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu lemak subkutan yang tipis

bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu

tubuh penderita.

6. Hipoglikemia

Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan malnutrisi

berat.Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat mempengaruhi tingkat kesadaran

anak dengan malnutrisi berat sehingga dapat membahayakan penderitanya.

7. Infeksi traktus urinarius

Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak bergantung

kepada tingkat kekebalan tubuh anak.Anak dengan malnutrisi berat mempunyai daya

tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat mempermudah terjadinya infeksi

tersebut.

8. Penurunan kecerdasan

Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan organ

tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya ialah otak. Otak

akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi

untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan ini akan berpengaruh pada kecerdasan

seorang anak yang membuat fungsi afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal

daya tangkap, analisa, dan memori.

62

Page 63: contoh case anak BA

PROGNOSIS

Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari

penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya dapat

dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara cepat dan tepat. Kematian

dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis

atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang

mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan

yang lebih besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi pada

usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat

penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat mendapat

perbaikan keadaan gizinya akancenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih

sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan

yang sama. Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi

marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi

badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak

berada dalam batas yang normal.22,25,28

63

Page 64: contoh case anak BA

ANEMIA

1. Definisi

Pucat atau anemia didefinisikan sebagai  penurunan kadar Hb di bawah normal : anak 6

bulan-6 tahun Hb normal > 11g%, anak di atas 6 tahun > 12g% sehingga terjadi penurunan

kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia bukanlah

suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan

dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.

Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, umur individu,

sertamekanisme kompensasi tubuhseperti peningkatan curah jantung dan pernapasan,

meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume plasma, redistribusi

aliran darah ke organ-organ vital.32,34

2. Klasifikasi

Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian:32,34,35

Anemia defisiensi, anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor

pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein,

piridoksin dan sebagainya.

Anemia aplastik, yaitu anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan

sel darah  oleh sumsum tulang.

Anemia hemoragik, anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau

perdarahan yang menahun.

Anemia hemolitik, anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang

berlebihan. Bisa bersifat intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell

anemia/ hemoglobinopatia, sferosis kongenital, defisiensi G6PD atau bersifat

ektrasel seperti intoksikasi, malaria, inkompabilitas golongan darah, reaksi

hemolitik pada transfusi darah.

Menurut morfologi eritrosit:

64

Page 65: contoh case anak BA

1. Anemia mikrositik hipokromik (MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)

Anemia defisiensi besi

Thalassemia

Anemia akibat penyakit kronis

Anemia sideroblastik

2. Anemia Normokromik Normositik (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)

Anemia pascaperdarahan akut

Anemia aplastik-hipoplastik

Anemia hemolitik- terutama didapat

Anemia akibat penyakit kronik

Anemia mieloptisik

Anemia pada gagal ginjal kronik

Anemia pada mielofibrosis

Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia pada leukemia akut

3. Anemia Makrositik

Anemia megaloblastik

Anemia defisiensi asam folat

Anemia defisiensi vitamin B12

4. Nonmegaloblastik

Anemia pada penyakit hati kronik

Anemia pada hipotiroid

Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anak didiagnosa menderita anemia, menurut *Word Health Organization* jika kadar Hb

kurang dari 12 g/dL untuk usia lebih dari 6 tahun dan kurang dari 11 g/dL usia di bawah 6 tahun

65

Page 66: contoh case anak BA

Tanda dan gejala yang sering timbul  adalah  sakit kepala, pusing, lemah, gelisah, diaforesis

(keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif  cepat atau syok, dan

pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan konjungtiva). Selain

itu juga terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti jaundice, urin berwarna

hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien.

Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan

sel darah merah secara lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis hemoglobin dan biopsi

sumsum tulang.32,34

Untuk penanganan anemia diadasarkan dari penyakit yang menyebabkannya seperti jika

karena defisiensi besi diberikan suplemen besi, defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat

diberikan suplemen asam folat dan vitamion B12, dapat juga dilakukan transfusi darah,

splenektomi,  dan transplantasi sumsum tulang.35

BAB IV

66

Page 67: contoh case anak BA

KESIMPULAN

Morbili merupakan penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu

stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan

dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik. Morbili lebih sering terjadi pada seseorang

yang rentan (mereka yang tidak pernah terkena penyakit ini sebelumnya atau yang tidak

mendapat vaksin) yang melakukan perjalanan. Morbili menular melalui kontak langsung melalui

droplet infeksi maupun penyebaran udara. Transmisi juga terjadi melalui kontak maupun

sentuhan dengan bahan yang terkontaminasi dan kemudian tersentuh mata, hidung, dan/atau

mulut. Morbili merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, sehingga penularan

penyakit ini dapat dicegah atau dikurangi. Tujuannya untuk mencegah komplikasi dan/atau

mengurangi angka kematian.

DAFTAR PUSTAKA

67

Page 68: contoh case anak BA

1. Departement of Health and Senior Services (DHSS). Measles (Rubeola). Missouri DHSS,

2013.

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi I.

Jakarta: IDAI, 2004.

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar Penyakit Infeksi Tropis. Jakarta: IDAI, 2004.

4. Sannat C, Chandel BS, Chauhan HC, dadawala AI. Morbilli virus and SLAM/CD 150

Receptors. International Journal of Pharmaceutical Research and Bio-science.Volume 1

(4) : 19-41, 2012.

5. Penyakit Tropik dan Infeksi Anak. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid FKUI 2000.

6. Atom. Campak. http://www.Medlinux.blogspot.com. [diakses 4 Oktober 2013]

7. Haryowidjojo. Demam Campak. Http://www.Pediatrik.com. [diakses 4 Oktober 2013]

8. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta:

Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.

9. Hudoyo A. Anatomi Saluran Napas.[ internet ]. 2009 April.[ cited 18 Januari 2014 ].

Available from:

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/e4e3ff458efaa961c32c1e9163a77a24964c5c

0a.pdf

10. Ellis H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Students and Junior Doctors. 11th ed.

[ e – book ]. Massachussets : Blackwell Publishing. 2006

11. Sherwood L. Human Physiology. 6th ed.China: Thomson Brooks/Cole; 2007. hal. 451 -

455

12. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS, et.

al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

2004. hal. 351 - 354.

13. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia

Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia. 2002.

14. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000. Hal.

74 – 92

68

Page 69: contoh case anak BA

15. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Vol 2. 6th

ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 – 810

16. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.

18th ed. [ e – book ]. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007

17. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid 2. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Indonesia. 2007. Hal 984.

18. Iwantono HS. Bronkopneumoni.[ internet ]. 2008 Mar.[ cited 18 Januari 2014 ].

Available from: http://hsilkma.blogspot.com/2008/03/bronkopneumonia.html

19. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit:

Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta:

World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113

20. Bennett NJ, Steele RW. Pediatric Pneumonia.[ internet ]. 2010 May.[ cited 18 Januari

2014 ]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/967822-medication

21. UNICEF. The Challange: Pneumonia is the Leading Killer of Children. .[ internet ]. 2011

Mar.[ cited 18 Januari 2014 ]. Available from: http://www.childinfo.org/pneumonia.html

22. Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition in

Nelson Textbook of Pediatric 18th edition, 2004 : 225-232.

23. Brunser Oscar. Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical Nutrition of the

Young Child, Raven Press, New York, 1985 : 121-154

24. Hay WW, MJ Levin, JM sondheimer, RR Deterding. Normal Childhood Nutrition and its

Disorders in Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics 18th edition, 2005 : 283-311

25. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada

Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005 : 95-137

26. Nurhayati, soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein Energy Malnutrition

and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in Paediatrica Indonesiana, 42th volume,

December, 2002 : 261-266

27. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy Malnutrition

and Urinary Tract Infectiont in Children in Paediatrica Indonesiana, 48th volume, May,

2008 : 166-169

69

Page 70: contoh case anak BA

28. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe Malnutrition in

Management of The Child With a Serious Infection or Severe Malnutrition, World Health

Organization, 2004 : 80-91

29. Bernal, C.,Velasquez, C., Alcaraz &G., Botero, J. 2007. Treatment of Severe

Malnutrition in Children: Experience in Implementing the World Health Organization

Guidelines in Turbo, Colombia.http://journals.lww.com. Diakses tanggal 9 Juni 2013

30. Reginald, A., Annan & Florence, M. 2011. Treatment of severe acute malnutrition in

HIV-infected children. http://www.who.int. Diakses tanggal 9 Juni 2013.

31. Samitta, M. Bruce. Anemia, dalam Nelson, E Waldo., Kliegmen, Robert. Buku Ilmu

Kesehatan Anak. Jakarta: EKG. 2000; h 1680-1712.

32. Rusdiana, Nelly. Pendekatan Diagnosis Pucat pada Anak. Available at

http://respiratory.usu,.ac.id/handle/123456789/18404. Accessed on 18 July 2012.

33. Sylvia, A. Prince. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

1995; h 1253-1262.

34. Yuindartanto, Andrei. Anemia Pada Anak. Available at

http://anemia-pada-anak/2009/08/08. accessed on 15 July 2012.

35. Sari Wahyuni, Arlinda. Anemia Defisiensi Besi pada Balita. Avialable at:

http://library.usu.ac.id/download.anemia-defisiensi-besi-pada-anak. Accessed on 19 July

2012

70