clinical goverment pd layanan kesehatan
description
Transcript of clinical goverment pd layanan kesehatan
Pada tahun 1948 The National Health Service (NHS) menyebutkan :
“ Quality was seen as inherent in the system,sustained by the ethos and skill of the
health professionals workingwithin it” (Donalson and Gray, 1989), bahwa kualitas
tidak terpisah dengan sistem, bergantung/erat kaitannya dengan etos kerja dan
keahlian tenaga kesehatan yang profesional itu sendiri.
Di tahun 1970-an para analis dan ilmuwan baru berupaya untuk mendefinisikan
dan menjelaskan makna dan keterkaitan antara komponen kualitas (kriteria,
standar, noma-norma dan lain-lain) sebagai suatu yang penting untuk dipahami
bahwa hubungan antara struktur, proses dan outcome dapat diidentifikasi
(Lembcke,1956,1959, Donabedian,1981; Donabedian et al,1982)
Tahun 1990 NHS memelopori pengembangan sistem pelayanan di rumah sakit
dengan menggunakan istilah clinical governance. Clinical governance timbul
karena berbagai kenyataan buruk dalam sistem pelayanan kesehatan seperti
tingginya kasus malpraktik dan “putus asanya” pemerintah dan manajer sarana
pelayanan kesehatan di Inggris dengan alasan dalam mengimplementasikan
pendekatan total quality management (TQM) atau continous quality improvement
(CQI). Para staf klinik menilai TQM dan CQI tersebut terlalu “berbau”
manajemen tanpa identifikasi peran yang jelas.
Para klinisi mungkin hanya fokus pada “doing the right thing, for the right poeple,
at the right time, and doing them right first time”.(Donalson and Gray,1998).
Akan tetapi pasien tidak dapat menilai kualitas dari layanan tersebut. Mereka
hanya mengira saja terhadap layanan yang diberikan yang akhirnya penilaian dari
setiap individu akan berbeda.
Understanding Clinical Governance
The Picker Institute telah melakukan penelitian selama 12 tahun dan melakukan
450.000 wawancara menyebutkan bahwa terdapat delapan dimensi
penyelenggaraan (eight dimension of care) yang menggambarkan kebutuhkan
seorang pasien, antara lain :
- Menghargai pasien, keinginan dan harapan mereka
- Akses pelayanan memadai
- Dukungan emosional
- Informasi, komunikasi dan edukasi
- Pelayanan yang terkoordinasi
- Rasa nyaman
- Melibatkan keluarga dan kerabat
- Dilakukan secara kontinu dan transisi
Pada tahun 1997 New NHS Modern & Dependeble (Secretary of state for Health,
1997) mengagendakan isu kualitas layanan kesehatan. Kualitas menjadi
kebutuhan yang mendesak melebihi sekedar simbol belaka (Leatherman and
Sunderland,1998). NHS membuat Strategi baru tentang pengembangan kualitas
yang kemudian dijadikan regulasi yaitu supporting doctors, protecion patiens
(Secretary of state for health,1999).
National Institute for Clinical Excellence (NICE) dan Commission for health
Improvement (CHI) pada april 1999 memformulasikan struktur kualitas
pelayanan pada tingkat nasional.
Clinical governance di definisikan oleh Donalson and Gray sebagai:
.....a framework throught wichh NHS organizations are accountable for
continually improving the quality of their services and safegiarding high standars
of care by creating an environment in wichh exellence ini clinical care will
flourish (Donalson and Gray,1998).
2
Clinical governance dapat dikatakan sistem yang merubah semua
kebiasaan/budaya sehingga mampu mewujudkan organisasi yang mampu
berkembang dan mampu menciptakan akuntabilitas, fokus terhadap pasien,
layanan kesehatan yang terjamin.
“achieving meaningful and sustainable quality improvements in the NHS
requires a fundamental shift in cultue, to focus effort where it is needed and to
enable and empower those who work in the NHS to improve quality locally“.
(Secretary of state for health,1997).
Apabila kita ingin menginginkan implementasi clinical governance merupakan
peluang yang tak ternilai untuk memulai perubahan kultur. Inti dari clinical
governance adalah terciptanya hubungan antara pasien dan profesional.
The task is not so much to see what no one yet has seen,but to think what nobody
yet has throught, about that which everybody sees (Arthur Schopenhauer).
Menurut Harisson and Dixon (2000) bila kita ingin menerapkan clinical
governance maka langkah awalnya adalah yang menajadi kuncinya adalah terletak
pada staf. Pusat kesehatan haruslah terdiri dari orang-orang yang mempunyai
skill, motivasi yang tinggi,pekerja keras dan individu yang kreatif.
3
The CGST menggunakan temple model untuk menggambarkan komponen yang
diperlukan untuk keberhasilan clinical governance.
Terdapat 5 komponen kultur/ budaya dalam cliinical governace yaitu:
1. System awarness
2. Teamwork
3. Communication
4. Ownership
5. Leadership
Dari 5 komponen tadi, terdapat 7 pilar utama yang mendukung hubungan antara
pasien dan profesional sebagai landasan clinical governace yaitu:
1. Clinical effectiveness
2. Risk management Effectiveness
3. Patient Experience
4. Communication effectiveness
5. Resource Effectiveness
4
6. Strategic effectiveness
7. Learning effectivenes
Clinical governance terdiri dari elemen-elemen:
Education and Training
Clinical audit
Clinical effectiveness
Research and development
Openness
Risk management
The Elements of Clinical Governance
Sedangkan konsep dasar dari clinical governance adalah :
5
1. Accountability, yaitu bahwa setiap upaya medis harus dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah, etik, moral dan berbasis pada bukti
terkini dan terpercaya (evidence based medicine).
2. Continous quality improvement, yaitu bahwa upaya peningkatan mutu
harus dilaksanakan secara sistematik, komprehensif dan berkesinambungan.
3. High quality standar of care, yang mengisayaratkan agar setiap upaya medis
selalu didasarkan pada standar tertinggi yang diakui secara profesional, dan
4. Memfasilitasi dan menciptakan lingkungan yang menjamin terlaksananya
pelaksanaan pelayanan kesehatan bermutu.
Managing Clinical Governance
Di Indonesia belum terdapat catatan resmi tentang RS yang telah menerapkan
konsep dasar clinical governance, atau apabila ada, belum diketahui bagaiman
6
cara penerapannya. Namun dilihat bahwa prinsip dasar dalam penerapan clinical
governance adalah melalui pengembangan sebuah manajemen mutu dengan cara
memadukan pendekatan manajemen organisasi dan manjemen klinik secara
bersama-sama, maka terdapat kemungkinan bahwa ada beberapa RS di Indonesia
yang telah menerapkan dasar-dasar clinical governance, yaitu RS yang telah
memiliki sistem manajemen mutu yang komprehensif, yang mendukung
peningkatan mutu seluruh pelayanan, termasuk pelayanan klinik, melalui
penerapan sistem manajemen mutu ISO 9000.
Kesimpulan
Clinical governace bukanlah “sebuah alternatif”, tapi merupakan sebuah tujuan.
Clinical governance lahir untuk mewujudkan akuntabilitas yang berguna bagi
pelayanan kesehatan .
Clinical governance adalah elemen terpenting dalam suatu system terpadu yang
mendukung dan menagarah kepada peningkatan kualitas.
Peningkatan mutu pelayanan klinis melalui penerapan clinical governance
dilakukan dengan cara memadukan pendekatan manajemen organisasi dan
manajemen klinis secara bersama.
Penerapan clinical governance membutuhkan perubahan budaya dan juga struktur
organisasi serta dukungan dari para praktisi, adanya sumber daya untuk
mendukung para praktisi terlibat dalam kegiatan peningkatan mutu tradisional
tetapi juga menggunakan pendekatan yang mendorong pembelajaran organisasi
dan saling berbagi pengalaman.
Terdapat kemungkinan bahwa RS yang telah memiliki system manajemen mutu
ISO 9000 telah berhasil menerapkan dasar-dasar clinical governance.
7
---oo0oo---
8
TUGAS RESUME I
KELOMPOK 5
UNDERSTANDING CLINICAL GOVERNANCE
1. ASTURI PUTRI 0706189873
2. FAJAR SIDDIQ 0706189961
3. MOHAMAD RIFKI MS 0706189740
4. NENDYA LIBRIYANI 0706190111
Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit
Fakultas Kesehatan Masyarakat UI
2008
9